Pelayanan Gizi Rumah Sakit - digilib.unimus.ac.id

Bentuk pelayanan gizi di rumah sakit akan tergantung pada tipe rumah sakit, ... Penyuluhan konsultasi dan rujukan gizi adalah serangkaian kegiatan...

68 downloads 773 Views 94KB Size
1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA Pelayanan Gizi Rumah Sakit Pelayanan gizi rumah sakit adalah pelayanan gizi yang disesuaikan dengan keadaan pasien dan berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status metabolisme tubuhnya. Keadaan gizi pasien sangat berpengaruh pada proses penyembuhan penyakit, sebaliknya proses perjalanan penyakit dapat berpengaruh terhadap keadaan gizi pasien (Depkes, 2003). Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS) menduduki tempat yang sama penting dengan pelayanan lain seperti pelayanan pengobatan, perawatan medis dan sebagainya yang diberikan untuk penyembuhan penyakit. Bentuk pelayanan gizi di rumah sakit akan tergantung pada tipe rumah sakit, macam pelayanan spesialis yang diberikan di rumah sakit tersebut, pelayanan dalam bentuk yang paling umum adalah penyelenggaraan makanan bagi penderita yang dirawat (Moehyi, 2000) Kegiatan pelayanan gizi di ruang rawat inap merupakan salah satu kegiatan yang dimulai dari upaya perencanaan penyusunan diit pasien hingga pelaksanaan evaluasi di ruang perawatan.Tujuan kegiatan pelayanan gizi tersebut adalah untuk memberi terapi diit yang sesuai dengan perubahan sikap pasien.Pelayanan gizi untuk pasien rawat jalan dilakukan apabila pasien tersebut masih ataupun sedang memerlukan terapi diit tertentu.Pelayanan gizi penderita rawat jalan juga dilakukan melalui penyuluhan gizi di poliklinik gizi (Depkes RI, 1992). Sasaran penyelenggaraan makanan dirumah sakit adalah pasien.Sesuai dengan kondisi Rumah Sakit dapat juga dilakukan penyelenggaraan bagi pengunjung (pasien rawat jalan atau keluarga pasien). Pemberian makanan yang memenuhi gizi seimbang serta habis termakan merupakan salah satu cara untuk mempercepat penyembuhan dan memperpendek hari rawat inap (Depkes, 2006). Kegiatan pelayanan gizi rumah sakit terdiri dari empat kegiatan pokok yaitu: 1. Pengadaan dan penyediaan makanan bagi pasien adalah serangkaian

kegiatan yang dimulai dari perencanaan macam dan jumlah bahan

1

makanan, pengadaan bahan makanan sehingga proses penyediaan makanan matang bagi pasien di ruang perawatan. 2. Pelayanan gizi di ruang rawat inap adalah serangkaian kegiatan

dimulai dari menentukan kebutuhan gizi pasien sesuai dengan penyakit

kelainannya,

penyusun

menu,

menentukan

bentuk

makanan, cara memberikan hingga pelaksanaan evaluasi di ruang rawat inap 3. Penyuluhan konsultasi dan rujukan gizi adalah serangkaian kegiatan

penyampaian pemahaman, sikap serta perilaku -sehat bagi seseorang dan masyarakat rumah sakit. 4. Penelitian dan pengembangan gizi terapan adalah kegiatan gizi dan

pengembangan yang merupakan kegiatan yang berikutnya dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan gizi di rumah sakit (Depkes, 1991). Penyelenggaraan makanan rumah sakit adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan kepada konsumen, dalam rangka pencapaian status kesehatan yang optimal melalui pemberian diet yang tepat.Dalam hal ini termasuk kegiatan pencatatan, pelaporan dan evaluasi. Rumah sakit senantiasa bertujuan menyediakan makanan

yaitu

makanan yang memenuhi kebutuhan gizi tanpa mengurangi cita rasa yang enak sehingga dapat mempercepat penyembuhan pasien. Instalasi Gizi Rumah Sakit menyelenggarakan makanan untuk pasien dengan tujuan memperpendek hari rawat pada pasien rawat inap. Makanan yang baik bukan hanya mengandung zat gizi seimbang tetapi juga mempunyai rasa dan penampilan yang baik, sehingga makanan yang disajikan dapat dihabiskan.Makanan yang dihabiskan tanpa meninggalkan sisa merupakan suatu keberhasilan dalam penyelenggaraan makanan (Mukrie, 1990). Daya terima makanan adalah tingkat penerimaan pasien terhadap makanan yang disajikan dan dapat diukur dari tingkat konsumsi dan sisa makanan.Kepuasan pasien terhadap makanan yang disajikan di rumah sakit

1

menentukan tingkat kesembuhan pasien. Kepuasan pasien terhadap makanan yang disajikan dapat dilihat dari penilaian pasien terhadap penampilan dan rasa makanan. a. Bentuk – bentuk Makanan di Rumah Sakit Bentuk makanan di rumah sakit disesuaikan dengan keadaan pasien. Menurut Almatsier (2004) makanan orang sakit dibedakan dalam : makanan biasa, makanan lunak, dan makanan cair. 1. Makanan biasa

Makanan biasa sama dengan makanan sehari-hari yang beraneka ragam, bervariasi dengan bentuk, tekstur dengan aroma yang normal. Susunan makanan mengacu pada pola makanan seimbang dan angka kecukupan gizi (AKG) yang dianjurkan bagi orang dewasa sehat.Makanan biasa diberikan kepada pasien yang tidak memerlukan diet khusus berhubungan dengan penyakitnya, makanan sebaiknya diberikan dalam bentuk yang mudah cerna, dan tidak merangsang saluran cerna. 2. Makanan lunak

Makanan lunak adalah makanan yang memiliki tekstur yang mudah dikunyah, ditelan dan dicerna, makanan ini cukup kalori, protein dan zat-zat gizi lainnya.Menurut keadaan penyakitnya makanan lunak dapat diberikan langsung kepada pasien atau sebagai perpindahan dari makanan saring ke makanan biasa.Makanan lunak diberikan kepada pasien sesudah operasi tertentu, pasien dengan penyakit infeksi dengan kenaikan suhu tubuh tidak terlalu tinggi. 3. Makanan saring

Makanan saring adalah makanan semi padat yang mempunyai tekstur lebih halus dari makanan lunak, sehingga lebih mudah ditelan dan dicerna.Makanan saring diberikan kepada pasien sesudah mengalami operasi tertentu, pada infeksi akut termasuk infeksi saluran cerna, serta pada pasien dengan kesulitan mengunyah dan menelan.Menurut keadaan penyakit, makanan saring dapat diberikan langsung kepada pasien atau perpindahan dari makanan cair kental ke makanan lunak.

1

4. Makanan cair

Makanan cair adalah makanan yang mempunyai konsistensi cair hingga kental.Makanan ini diberikan kepada pasien yang mengalami gangguan mengunyah, menelan dan mencernakan makanan yang disebabkan oleh menurunnya kesadaran, suhu tinggi, rasa mual, muntah.Pasca pendarahan saluran cerna, serta pra dan pasca bedah makanan dapat diberikan secara oral atau parenteral (Almatsier, 2007). Bentuk makanan di rumah sakit Tugurejo Semarang juga disesuaikan dengan keadaan pasien.Bentuk makanan tersebut terdiri dari makanan biasa, makanan lunak, makanan saring dan makanan cair. b. Penetapan Standar Produksi Makanan Dalam memproduksi makanan perlu adanya beberapa standar makanan seperti standar porsi, standar resep dan standar bumbu. Standar ini dapat menghasilkan makanan yang sama siapapun pengolahnya (Mukrie, 1996). 1. Standar porsi

Standar porsi adalah rincian macam dan jumlah bahan makanan dalam jumlah bersih setiap hidangan.Dalam penyelenggaraan makanan orang banyak, diperlukan adanya standar porsi untuk setiap hidangan, sehingga macam dan jumlah hidangan menjadi jelas.Porsi yang standar harus ditentukan untuk semua jenis makanan dan penggunaan peralatan seperti sendok sayur, centong, sendok pembagi harus distandarkan. 2. Standar resep

Resep standar dikembangkan dari resep yang ada dengan melipatgandakan atau memperkecil jumlah penggunaan bahan makanan yang diperlukan.Untuk mencapai standar yang baik sesuai yang diharapkan diperlukan resep-resep yang standar. Dalam standar resep tercantum nama makanan, bumbu yang diperlukan, teknik yang diperlukan dan urutan melakukan pemasakan. Suhu dan waktu pemasakan, macam

1

dan ukuran alat yang dipakai, jumlah porsi yang dihasilkan, cara memotong, membagi, cara menyajikan dan taksiran harga dalam porsi. 3. Standar bumbu

Standar bumbu adalah ketetapan pemakaian ukuran bumbu-bumbu sesuai dengan ketentuan dalam standar resep. Tujuan dari standar bumbu adalah untuk menciptakan mutu atau kualitas makanan yang relatif sama cita rasanya(Almatsier, 2004). c. Makanan Lunak Makanan lunak adalah makanan yang memiliki tekstur yang mudah dikunyah, ditelan dan dicerna dibandingkan dengan makanan biasa.Makanan ini mengandung cukup zat-zat gizi, asalkan pasien mampu mengkonsumsi dalam jumlah yang cukup, sesuai yang dibutuhkan. Makanan lunak diberikan kepada pasien sesudah operasi tertentu, pasien dengan penyakit infeksi dengan kenaikan suhu yang tidak terlalu tinggi, pasien dengan kesulitan mengunyah dan menelan serta sebagai perpindahan dari makanan saring ke makanan biasa. Adapun tujuan pemberian diit dengan makanan lunak adalah untuk memberikan makanan yang mudah ditelan dan dicerna sesuai dengan kebutuhan gizi dan penyakitnya. Syarat-syarat makanan lunak adalah mudah cerna, rendah serat, tidak mengandung bumbu yang merangsang, tidak menimbulkan gas dan tidak diolah dengan cara digoreng serta diberikan dalam porsi sedang yaitu dengan 3 kali makan lengkap dan 2 kali makan selingan (Almatsier, 2004). d. Penilaian Mutu Makanan Pengolahan pangan adalah mengolah bahan pangan menjadi produk jadi dengan tujuan untuk mempertinggi daya cerna, menambah rasa dan rupa makanan, mempertahankan nilai gizi dan menimbulkan rasa aman bagi manusia (Mukrie, 1990).Keamanan pangan diartikan sebagai terbebasnya makanan dari zat-zat/bahan-bahan yang dapat membahayakan kesehatan tubuh tanpa membedakan apakah zat itu secara alami terdapat dalam bahan

1

makanan yang digunakan/tercampur secara sengaja/tidak sengaja ke dalam makanan (Moehyi, 1992). Penilaian merupakan salah satu implementasi fungsi manajemen yang bertujuan untuk menilai pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana dan kebijaksanaan yang disusun sehingga dapat mencapai sasaran (Depkes RI, 2003). Penilaian mutu makanan yang disajikan dapat dilakukan dengan cara evaluasi kepuasan pasien tehadap makanan yang disajikan dan mencatat jumlah makanan yang dikonsumsi oleh pasien. Jika banyak sisa makanan, maka tujuan tidak tercapai (Mukrie, 1996). e. Sisa Makanan Sisa makanan merupakan makanan yang tidak habis termakan dan dibuang sebagai sampah (Azwar, 1990).Sisa makanan adalah bahan makanan atau makanan yang tidak dimakan. Ada 2 jenis sisa makanan, yaitu 1) kehilangan bahan makanan pada waktu proses persiapan dan pengolahan bahan makanan; 2) makanan yang tidak habis dikonsumsi setelah makanan disajikan (Hirch, 1999). Sisa makanan diukur dengan menimbang sisa makanan untuk setiap jenis hidangan yang ada di alat makan atau dengan cara taksiran visual menggunakan skala Comstock 6 point (Murwani, 2001). Sisa makanan dapat memberikan informasi yang tepat dan terperinci mengenai banyaknya sisa atau banyaknya makanan yang dikonsumsi oleh perorangan atau kelompok (Graves and Shannon, 1993). Data sisa makanan umumnya digunakan untuk mengevaluasi efektifitas program penyuluhan gizi, penyelenggaraan dan pelayanan makanan serta kecukupan konsumsi makanan pada kelompok atau perorangan (Thompson, 1994). f. Pengamatan Sisa Makanan Untuk mengetahui banyaknya makanan yang tidak dihabiskan oleh pasien maka dilakukan pengamatan sisa makanan.Pengamatan sisa makanan pada makanan yang tidak dimakan merupakan salah satu kegiatan pemantauan dan evaluasi gizi dari rumah sakit.Penyajian makanan pada pasien rawat inap

1

adalah merupakan salah satu faktor yang menentukan untuk menilai berhasil tidaknya pelayanan gizi rumah sakit. Penentuan sisa makanan dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu : 1. Metode Penimbangan

Prinsip dari metode penimbangan adalah mengukur secara langsung berat dari setiap jenis makanan yang dikonsumsi dan selanjutnya dapat dihitung persentase sisa makanan (waste) dengan rumus

Jumlah makanan yang tersisa (gram) Jumlah makanan yang disajikan (gram) Dalam metode penimbangan, yang perlu diperhatikan adalah bagaimana cara menimbang yang baik dan benar. Kelebihan dari metode penimbangan adalah lebih akurat dibanding dengan metode lainnya, dapat mencatat secara pasti mengenai jumlah dan jenis bahan makanan, sisa makanan dapat dihitung secara pasti dan mempunyai validitas yang tinggi. Metode

penimbangan

mempunyai

beberapa

kekurangan

yaitu

:

membebani responden, tidak praktis, memerlukan tempat yang agak luas untuk menampung alat makan dan sisa makanan, memerlukan waktu lama untuk menimbang sisa makanan, dan memerlukan ketrampilan pada saat menimbang makanan (Thompson, 1994). 2. Metode Taksiran Visual

Prinsip dari metode taksiran visual adalah para penaksir (estimator) menaksir secara visual banyaknya sisa makanan yang ada untuk setiap golongan makanan atau jenis hidangan.Hasil estimasi tersebut bisa dalam bentuk berat makanan yang dinyatakan dalam gram atau bentuk skor bila dalam skala pengukuran. Metode taksiran dengan skala pengukuran dikembangkan oleh Comstock dengan menggunakan 6 point, dengan kriteria sebagai berikut : skala 0 jika makanan seluruhnya dikonsumsi oleh pasien (habis), skala 1 jika tersisa makanan seperempat porsi, skala 2 jika tersisa makanan setengah porsi, skala 3 jika tersisa makanan tiga perempat porsi, skala 4

1

jika hanya dikonsumsi sedikit (kira-kira 1 sendok makan), skala 5 jika tidak dikonsumsi sama sekali (utuh). Kelebihan dari metode taksiran visual antara lain : waktu yang digunakan cepat dan singkat, tidak memerlukan alat yang banyak dan rumit, menghemat biaya dan dapat mengetahui sisa makanan menurut jenisnya. Sedangkan kekurangan dari metode taksiran visual antara lain diperlukan penaksir (estimator) yang terlatih, teliti, terampil, memerlukan kemampuan menaksir dan pengamatan yang tinggi, dan sering terjadi kelebihan dalam menaksir (over estimate) atau kekurangan dalam menaksir (under estimate) (Comstock, 1981). 3. Metode Recall

Prinsip dari metode recall 24 jam adalah mencatat semua jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi selama periode waktu 24 jam terakhir. Hal penting yang harus diketahui adalah bahwa dengan recall 24 jam, data yang diperoleh cenderung lebih bersifat kualitatif, karena itu untuk mendapatkan data maka jumlah makanan yang dikonsumsi individu hendaknya ditanyakan secara teliti dengan menggunakan ukuran rumah tangga misalnya : sendok, piring, gelas dan lain-lain atau ukuran lain yang biasa digunakan sehari-hari (Supariasa, Bakri, Fajar, 2001). Kelebihan metode recall antara lain : murah, cepat dan jelas untuk menggambarkan asupan gizi per orang per hari (Buzby and Guthrie, 2002). Kekurangan dari metode recall adalah sangat tergantung pada daya ingat responden, tidak dapat digunakan pada anak-anak, ketepatan responden dalam mengestimasi porsi makanan yang dikonsumsi, motivasi dari responden, ketekunan pewawancara dalam menggali data (Gibson, 1990). Dalam menggunakan metode recall 24 jam, seseorang harus mengingat tentang apa saja yang dia makan dan berapa banyak dia mengkonsumsi makanan tersebutr (Chamber, Goldwin, Vecchio, 2000). g. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sisa Makanan Sisa makanan terjadi karena makanan yang disajikan tidak habis dikonsumsi. Faktor yang mempengaruhi terjadinya sisa makanan dapat berupa

1

faktor yang berasal dalam diri pasien (faktor internal), faktor dari luar pasien (faktor eksternal) serta faktor lain yang mendukung (Almatsier, dkk, 2004) 1. Faktor Internal yaitu faktor yang berasal dari pasien yang meliputi : a. Psikologis

Faktor psikologis merupakan rasa tidak senang, rasa takut karena sakit dan ketidakbebasan karena penyakitnya sehingga menimbulkan rasa putus asa.Manifestasi rasa putus asa tersebut sering berupa hilangnya nafsu makan sehingga penderita tersebut tidak dapat menghabiskan makanan yang disajikan. b. Kebiasaan Makan

Kebiasaan makan pasien dapat mempengaruhi pasien dalam menghabiskan makanan yang disajikan. Bila kebiasaan makan sesuai dengan makanan yang disajikan baik dalam susunan menu maupun besar porsi, maka pasien cenderung

dapat menghabiskan makanan

yang disajikan. Sebaliknya bila tidak sesuai dengan kebiasaan makan pasien, maka akan dibutuhkan waktu untuk penyesuaian (Mukrie, 1990). c. Kebosanan

Rasa bosan biasanya timbul bila pasien mengkonsumsi makanan yang kurang bervariasi sehingga sudah hafal dengan jenis makanan yang disajikan.Rasa bosan juga dapat timbul bila suasana lingkungan pada waktu makan tidak berubah. Untuk mengurangi rasa bosan tersebut selain meningkatkan variasi menu juga perlu adanya perubahan suasana lingkungan pada waktu makan (Moehyi, 1992) 2. Faktor Eksternal

Faktor eksternal yang mempengaruhi terjadinya sisa makanan meliputi : a. Penampilan Makanan

Penampilan makanan terdiri dari warna makanan, tekstur makanan, dan besar porsi.

1

b. Rasa Makanan

Rasa makanan dipengaruhi oleh suhu dari setiap jenis hidangan yang disajikan, rasa dari setiap jenis hidangan yang disajikan dan keempukan serta tingkat kematangan. c. Faktor Lain

Faktor lain yang dapat menyebabkan sisa makanan antara lain penampilan alat makan, sikap petugas pengantar makanan. Cara penyajian merupakan faktor yang perlu mendapat perhatian dalam mempertahankan penampilan dari makanan yang disajikan.Penyajian makanan berkaitan dengan peralatan yang digunakan, serta sikap petugas yang menyajikan makanan termasuk kebersihan peralatan makan maupun kebersihan petugas yang menyajikan makanan (Depkes RI, 1991). h. KERANGKA TEORI

-

-

Gambar 1.Kerangka Teori

1