PEMBUATAN AMILUM SAGU (METROXYLON SAGU, ROTTB

Download Proses pregelatinasi dan proses pembuatan material komposit mampu meningkatkan diameter partikel amilum sagu dan juga meningkatkan kerapu...

1 downloads 433 Views 611KB Size
Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474

PEMBUATAN AMILUM SAGU (Metroxylon sagu, Rottb.) PREGELATIN DAN MATERIAL KOMPOSIT SEBAGAI FILLER-BINDER SEDIAAN TABLET

Angi Nadya Bestari1*, Rizqi Hidayatullah2, dan Teuku Nanda Saifullah Sulaiman1 1

Departemen Farmasetika, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 55281, Indonesia 2 Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 55281, Indonesia *Corresponding author email: [email protected]

Abstrak Latar Belakang : Amilum dapat digunakan sebagai bahan pengisi dalam formulasi tablet. Salah satu amilum yang digunakan adalah amilum sagu dari pohon sagu (Metroxylon sagu, Rottb.). Amilum sagu masih memiliki sifat fisik yang kurang baik sebagai filler-binder sehingga perlu dilakukan modifikasi. Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan material baru berbahan amilum sagu dengan sifat fisik yang lebih baik. Metode : Modifikasi amilum sagu dilakukan dengan proses pregelatinasi dan pembuatan material komposit. Material komposit dibuat dengan mengkombinasikan amilum sagu dengan povidon dan dengan MCC. Pembuatan amilum pregelatin dilakukan dengan memanaskan dispersi amilum sagu hingga suhu 60 oC selama 15 menit. Material komposit amilum sagu-povidon dibuat dengan mendispersikan amilum sagu dan povidon K-10 dengan perbandingan 9:1 sedangkan komposit amilum sagu-MCC dibuat dengan cara yang sama dengan perbandingan 7:3. Pengeringan dilakukan dengan proses spray drying. Material yang dihasilkan kemudian diuji sifat fisiknya meliputi sifat alir, kompaktibilitas-kompresibilitas, daya serap dan kerapuhan. Hasil penelitian : Material komposit amilum sagu-PVP mengalami penurunan daya serap air yang signifikan terhadap amilum sagu asli dibandingkan dengan material amilum sagu pregelatin atau material komposit amilum sagu-MCC. Proses pregelatinasi dan proses pembuatan material komposit mampu meningkatkan diameter partikel amilum sagu dan juga meningkatkan kerapuhannya. Material modifikasi amilum sagu yang dihasilkan lebih baik sifat alirnya dibandingkan dengan material amilum sagu saja. Material komposit amilum sagu-PVP dan amilum sagu-MCC mempunyai sifat lebih kompresibel dibanding amilum sagu dan material amilum sagu pregelatinasi yang ditunjukkan dengan ketebalan tablet yang kecil. Proses modifikasi mampu meningkatkan kompaktibilitas amilum sagu. Kesimpulan: Amilum sagu pregelatin, material komposit amilum sagu-PVP, dan material komposit amilum saguMCC memiliki sifat fisik yang lebih baik dibandingkan material amilum sagu sehingga dapat digunakan sebagai fillerbinder dalam pembuatan tablet secara kempa langsung. Kata kunci: amilum sagu, pregelatinasi, material komposit, povidon, MCC

1. PENDAHULUAN Pohon sagu banyak tumbuh di Asia Tenggara, terutama di Indonesia, Malaysia, Brunei, dan Papua New Guinea. Daerah di Indonesia yang memproduksi sagu adalah Irian Jaya, Maluku, Kalimantan, dan Sumatra (Singhal et al, 2008). Amilum sagu terdapat dalam jumlah yang cukup besar dan melimpah di Indonesia. Potensi pati kering dari tanaman sagu di areal seluas 1,4 juta hektar di Indonesia mencapai enam juta ton per tahun, tetapi yang dimanfaatkan baru sekitar sepuluh persen. Sisanya, dibiarkan mati akibat tak termanfaatkan. Amilum merupakan bahan yang dapat digunakan sebagai eksipien dalam formulasi tablet. Banyak

tanaman yang menghasilkan amilum, salah satunya adalah dari tanaman sagu Metroxylon sagu. Adapun kekurangannya adalah sifat alirnya dan kompresibilitasnya yang kurang baik. Amilum yang tidak di modifikasi memberikan kompresibilitas yang buruk dan cenderung meningkatkan kerapuhan tablet dan capping jika digunakan dalam konsentrasi tinggi. Tablet yang kadar amilumnya besar akan mengakibatkan kekerasannya menurun, sehingga penggunaannya sebagai bahan pengisi terbatas (Kibbe, 2009). Pembuatan eksipien coprocessed amilum sagu sebagai filler-binders dapat dilakukan dengan berbagai cara, beberapa di antaranya adalah dengan pembuatan amilum pregelatinasi dan 16

Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474

pembuatan material komposit. Amilum pregelatin adalah amilum yang telah di proses secara kimiawi atau mekanis untuk merusak sebagian atau seluruh partikel amilum sehingga akan menghasilkan partikel dengan ukuran yang lebih besar. Material komposit adalah kombinasi dua atau lebih eksipien yang menghasilkan eksipien baru dengan sifat yang lebih baik dibandingkan sebelumnya.Proses pregelatinasi dan komposit akan menghasilkan material baru dengan sifat alir dan kompresibilitas yang lebih baik dan langsung dapat digunakan dalam pembuatan tablet metode kempa langsung (Ajay et al., 2012). Material komposit dibuat dengan mengkombinasikan dua atau lebih material dasar. Material yang sering dipakai sebagai bahan pembuatan material komposit diantaranya povidon, laktosa, selulosa, dan amilum. Pemilihan MCC dan povidon sebagai bahan untuk membuat amilum sagu komposit dikarenakan bahan tersebut memiliki fungsi sebagai binders yang baik pada sediaan tablet. Salah satu metode pengeringan pada proses modifikasi amilum adalah metode spray drying. Spray drying adalah teknik yang sangat umum digunakan untuk mempersiapkan bahan berbasis amilum dengan biaya yang rendah dan juga peralatan yang telah tersedia (Gharsallaoui et al., 2007). Penelitian ini dilakukan untuk memperbaiki sifat amilum sagu dengan proses pregelatinasi dan mengkombinasikan dengan

binders yaitu MCC dan povidon dengan metode pengeringan spray dry sehingga akan didapat eksipien baru dari amilum sagu yang memiliki sifat alir dan kompresibilitas yang baik serta memenuhi persyaratan sebagai filler-binder tablet. 2. Bahan, Alat, dan Metode 2.1. Bahan Bahan yang digunakan yaitu Amilum sagu, Povidon K-30 (Kimia Farma), Avicel PH 101 (FMC Biopolymer), asetosal (Kimia Farma), Mg stearat (Peter Greven GmbH & Co.KG), etanol 70% (teknis), asam sulfat (teknis), NaOH 0,1N (teknis), HCl encer (teknis), larutan iodin (teknis), dan aquadest (farmasetik) 2.2. Alat Alat yang digunakan yaitu : mesin spray dry (LabPlant), alat-alat gelas, alat untuk mengukur waktu alir granul (Erweka GT), stopwatch, sieving machine (Retac Mitamura), thickness gage (Mitutoyo dial), motorized taping device (Erweka GT), mesin tablet single punch (Korsch), hardness tester (model Stokes), disintegrator (Erweka GT), abrasive Tester (Erweka G.m.b.h Type TAP), Mikroskop model EL-S3 (Shimadzu), mesin penghisap debu, neraca analitik, termometer, scanning electron microscope (Jeol JSM-T300), Infra Red Moisture Balance (Kett). 2.3. Metode

Amilum Sagu

Evaluasi material: -mikroskopi - kelarutan -identifikasi kandungan amilum -keasaman -susut pengeringan -sisa pemijaran

Pembuatan Amilum Sagu Pregelatin

-dibuat dispersi dengan perbandingan 20% b/v -dipanaskan perlahan hingga suhu 65oC

17

Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474

Di-spray drying dengan kondisi suhu inlet 95oC, suhu outlet 50oC, pump feed 4 bar, tekanan pompa 3 bar

Amilum sagu pregelatin

Evaluasi/karakterisasi dan standarisasi: -bentuk dan topografi partikel -distribusi ukuran granul -diameter rata-rata ukuran granul -sifat alir -kompaktibilitas

Evaluasi/karakterisasi dan standarisasi: -kompresibilitas -daya serap air -kadar air -kerapuhan granul

Gambar 1. Bagan penelitian

Penelitian pembuatan material coprocessed amilum sagu dilakukan dalam beberapa tahap yaitu sebagai berikut : 1. Pemeriksaan kualitas amilum Pemeriksaan kualitas amilum sagu meliputi: a. Mikroskopi. Sampel direkatkan pada specimen dengan double tape, kemudian sampel disalut dengan emas dengan menggunakan ion sputter. Sampel yang sudah tersalut dimasukkan dalam specimen stage pada scanning electron microscopy. b. Kelarutan. Sebanyak 0,01 mg amilum ditambah 1 liter air dingin, kemudian diaduk. Amilum yang telah ditambahkan ke air, diamati kelarutannya. Langkah tersebut dilakukan lagi dengan mengganti air dengan alkohol 95%. c. Identifikasi kandungan amilum. Satu gram amilum didihkan dengan 50 ml air hingga terbentuk larutan kanji yang transparan kemudian ditambahkan larutan pereaksi iodium 0,005 M sebanyak 0,05 ml yang kemudian terbentuk warna biru yang jika dipanaskan hilang dan jika didinginkan tampak lagi.

d. Keasaman. Sepuluh gram amilum dicampurkan dengan 100 ml etanol (70% pa) yang telah dinetralkan terhadap phenoltalein LP, kemudian digojog baik-baik selama 1 jam, saring dan netralkan 50 ml filtrat dengan NaOH 0,1 N LV dengan indikator phenoltalein LP. e. Susut pengeringan. Sejumlah amilum sagu dimasukkan ke dalam alat moisture balance. Alat moisture balance diatur pada suhu 105oC dan waktu otomatis, kemudian ditunggu hingga bobot konstan lalu ditimbang. f. Sisa pemijaran. Lebih kurang 1 gram amilum yang telah digerus dan ditimbang seksama, dimasukkan ke dalam krus platina atau krus silikat yang telah dipijarkan dan ditara. Amilum dibasahkan dengan sejumlah kecil asam sulfat LP, kemudian dipanaskan perlahan-lahan sampai mengarang sempurna. Residu dibasahkan dengan 1 ml asam sulfat LP, kemudian dipanaskan dengan hati-hati sampai tidak terbentuk asam putih dan dipijarkan sampai residu habis terbakar, kemudian 18

Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474

didinginkan dalam desikator dan ditimbang seksama lalu dihitung persentasenya. 2. Pembuatan dispersi amilum pregelatinasi Sejumlah 200 gram amilum sagu didispersikan ke dalam 1 liter aquadest, dipanaskan perlahan-lahan diatas penangas air sambil diaduk perlahan. Dispersi amilum tersebut didinginkan dengan merendam pada air dingin. 3. Pembuatan komposit amilum sagu-povidon Sebanyak 200 gram campuran amilum sagu dan povidon didispersikan dalam 1 liter aquadest. Povidon dilarutkan dalam aquadest kemudian larutan dimasukkan ke dalam amilum sagu. Dilakukan pengadukan dengan magnetic stirer sampai homogen. 4. Pembuatan komposit amilum sagu-MCC Sebanyak 200 gram campuran amilum sagu dan MCC didispersikan dalam 1 liter aquadest dengan perbandingan amilum sagu dan MCC yang digunakan adalah 7:3. Dispersi amilum sagu-MCC diaduk dengan magnetic stirer sampai homogen. 5. Produksi material coprocessed Dispersi cair dalam beker glass dihubungkan dengan selang. Melalui selang, dispersi disedot oleh pompa agar masuk ke dalam chamber drying. Produk dikumpulkan lalu dikeringkan dalam oven suhu 80oC selama sehari kemudian diayak. 6. Pemeriksaan sifat fisik material coprocessed a. Bentuk dan topografi partikel. Sampel direkatkan pada specimen dengan double tape, kemudian sampel disalut dengan emas dengan menggunakan ion sputter. Sampel yang sudah tersalut dimasukkan dalam specimen stage pada scanning electron microscopy. b. Distribusi ukuran granul dan diameter rata-rata ukuran granul. Ditimbang 25 g granul, dimasukkan ke dalam ayakan bertingkat. Granul yang tertinggal pada masing-masing ayakan ditimbang dan dihitung persentase bobot yang tertinggal. c. Sifat alir. Sebanyak 10 gram amilum dituang pelan-pelan ke dalam corong pengukur dengan bagian bawah corong dalam keadaan tertutup. Setelah granul dituang semua, bagian bawah corong dibuka dengan menarik besi penutup dengan cepat. Stopwatch dinyalakan untuk mengukur waktu alir granul. Tinggi dan sudut

yang dibentuk gundukan dengan alas dihitung untuk menilai sudut diam amilum. d. Bulk density dan tapped density. Gelas ukur 100 ml ditimbang. Material coprocessed dituang pelan pelan ke dalam gelas ukur sampai volume 50 ml dan dicatat sebagai Vo. Gelas ukur yang sudah diisi granul tersebut kemudian ditimbang. Berat granul merupakan selisih berat gelas ukur diisi granul dengan gelas ukur kosong. Gelas ukur dipasang pada alat dan motor dihidupkan. Pengetukan dilanjutkan sampai volume granul konstan dan dicatat sebagai Vinf. e. Kompaktibilitas. Pada uji kompaktibilitas, volume granul yang diuji diatur sama. Kekerasan tablet yang dihasilkan menggambarkan kompaktibilitas granul. f. Kompresibilitas Pada uji kompresibilitas, volume granul yang diuji diatur sama. Ketebalan tablet menggambarkan kompresibilitas granul. g. Daya serap air. Alat uji daya serap dihubungkan dengan timbangan elektrik yang diatasnya diberi ampul, posisi diatur sedemikian rupa sehingga posisi ampul dalam timbangan tidak bersentuhan dengan kapiler yang dihubungkan dengan tempat lain yang diuji. Granul yang digunakan sebanyak 0,5 gram. Berkurangnya air yang terdapat pada ampul setelah 8 menit dicatat. h. Kadar air. Sebanyak 50 gram serbuk dimasukkan dalam wadah pada Moisture Balance. Air yang hilang karena penguapan dibaca langsung pada skala persen MC (moisture content). 3. Hasil dan Pembahasan 3.1. Pengujian terhadap Amilum Sagu Penelitian pendahuluan dilakukan dengan pengujian amilum sagu. Amilum sagu terlebih dahulu diuji untuk mengetahui karakteristiknya dan untuk menilai apakah amilum sagu yang digunakan dalam penelitian telah sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam literatur mengenai amilum yang digunakan dalam produksi sediaan tablet. Dalam Farmakope Indonesia edisi V, belum tercantum data tentang amilum sagu, sehingga untuk amilum yang lain semua persyaratan yang dipersyaratkan mengacu pada amilum singkong. Hasil pengujian terhadap amilum sagu dapat dilihat pada tabel 1.

19

Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474

Tabel 1. Hasil pengujian amilum sagu Jenis Pengujian Identifikasi amilum Mikroskopis

Hasil Timbul warna biru dengan pereaksi Iodium oval, butir tunggal, hilus sirkuler

Penetapan kadar abu (%) Keasaman amilum (ml) Susut pengeringan (%) Uji kelarutan dalam air Uji kelarutan dalam etanol

0,187 0,51 12,64 Tidak larut Tidak larut

3.1.1.

Identifikasi amilum Identifikasi amilum dengan menggunakan pereaksi iod merupakan reaksi yang umum digunakan untuk identifikasi amilum. Dispersi amilum dipanaskan maka akan menghasilkan larutan kental berwarna opague dan terjadi gelatinisasi. Apabila larutan tersebut selanjutnya didinginkan dan ditambah pereaksi iodium, larutan akan berwarna biru tua. Bila dipanaskan kembali, warna biru akan hilang. Hal ini menunjukkan bahwa sampel benar mengandung amilum. Warna biru tua timbul karena reaksi antara amilosa (senyawa yang berantai lurus) dengan iodium. Reaksi ini bersifat

Batas persyaratan Timbul warna biru dengan pereaksi Iodium oval, butir tunggal, hilus sirkuler < 0,6 < 2,0 < 15 Tidak larut Tidak larut

reversibel, artinya warna biru tua yang timbul akan hilang lagi apabila iodium direduksi oleh reduktor lain karena pemanasan (pemanasan dapat menyebabkan iodium segera menguap/hilang). 3.1.2. Hasil pengamatan mikroskopis Bentuk, ukuran dan letak hilus amilum bermacam macam dan spesifik, sehingga untuk mengidentifikasi amilum sering digunakan mikroskop (merupakan salah satu cara identifikasi amilum). Pengamatan amilum sagu sebelumnya sudah pernah dilakukan oleh Ahmad et al. (1999) dengan hasil mikroskopi amilum sagu ditunjukkan pada Gambar 2.

20

Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474

Gambar 2. Mikroskopi amilum sagu (Ahmad et al., 1999)

Keterangan gambar: A : Skala B : Partikel berbentuk oval truncated C : Partikel berbentuk butir tunggal dengan permukaan tidak rata Terlihat pada Gambar 2, amilum sagu memiliki butir tunggal dengan beberapa permukaan tidak rata,berbentuk oval dan truncated. Rujukan tersebut digunakan sebagai dasar untuk mengetahui amilum sagu yang digunakan pada

penelitian ini adalah benar-benar amilum sagu. Hasil SEM amilum sagu yang digunakan pada penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 3 dengan perbesaran 2000x.

Gambar 3. Hasil SEM partikel amilum sagu perbesaran 2000x Keterangan gambar: A : Skala B : Partikel berbentuk oval truncated C : Partikel berbentuk butir tunggal dengan permukaan tidak rata

Hasilnya pada kedua gambar terlihat beberapa kesamaan terhadap bentuk amilum sagu yang teramati. Amilum sagu berbentuk oval, truncated, butir tunggal dengan beberapa permukaan tidak rata. Pada Gambar 2 dan 3 terdapat perbedaan ukuran partikel amilum sagu ditinjau dari skala pada gambar yang ditunjukkan

oleh panah A. Amilum sagu pada Gambar 2 terlihat relatif lebih besar dibandingkan pada amilum sagu pada Gambar 3. Dalam literatur disebutkan bahwa rentang ukuran partikel amilum sagu adalah 5-50 μm, sehingga ukuran partikel amilum sagu pada kedua gambar diperkirakan masih masuk dalam rentang. Hal ini 21

Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474

menunjukkan bahwa amilum yang digunakan pada penelitian ini benar-benar merupakan

amilum sagu.

3.1.3. Penetapan kadar abu Hasil penetapan kadar abu diperoleh sebesar 0,187% Apabila hasil ini dibandingkan dengan persyaratan yang tercantum pada amilum singkong (tidak lebih dari 0,6%), maka kadar abu yang terdapat dalam amilum sagu sudah memenuhi standar Farmakope Indonesia. Semua amilum mengandung sejumlah kecil zat anorganik. Jumlah material anorganik ini dapat dideterminasi dari residu yang tertinggal setelah dilakukan pengabuan. Abu dari amilum terutama mengandung natrium, kalium, magnesium dan kalsium dalam bentuk logam. 3.1.4. Pengujian keasaman amilum Tingkat keasaman yang dipersyaratkan untuk semua amilum yang tercantum dalam Farmakope Indonesia adalah jumlah titran NaOH 0,1 N yang dibutuhkan untuk titrasi 50,0 ml filtrat, tidak lebih dari 2,0 ml. Berdasarkan hasil penelitian jumlah titran yang dibutuhkan hanya 0,51 ml. Jumlah titran yang dibutuhkan sangat kecil, hal ini disebabkan amilum sagu telah mengalami pencucian terlebih dahulu dengan NaOCl yang berfungsi sebagai bleaching agent. 3.1.5. Pengukuran susut pengeringan Susut pengeringan digunakan untuk penetapan semua jenis bahan yang mudah menguap dan hilang pada kondisi tertentu (temperatur 105oC). Sebenarnya untuk zat yang diperkirakan mengandung air sebagai satusatunya bahan mudah menguap, penetapan kadar air saja sudah mencukupi. Di dalam Farmakope Indonesia, dipersyaratkan susut pengeringan tidak lebih dari 15%. Dari hasil penelitian diperoleh susut pengeringan sebesar 12,64%.

Harga ini telah memenuhi dari yang dipersyaratkan. 3.1.6. Data hasil uji kelarutan a. Dalam air. Hasil uji kelarutan amilum sagu (satu bagian amilum sagu ditambah 10.000 bagian air) setelah diaduk, diperoleh hasil yaitu amilum sagu tidak larut. Amilum terdapat dalam bentuk partikel-partikel yang kompak dan jaringan molekulernya terikat melalui ikatan hidrogen. Dalam air dingin partikel tersebut tidak akan larut dan pecah. Namun dengan adanya pemanasan, partikel amilum akan menggelembung dan pecah. Walaupun amilum terdiri rangkaian karbohidrat yang bersifat hidrofilik, namun karena amilum terdapat dalam bentuk partikel yang kompak dan padat, maka air akan sulit menembus. Dengan adanya kenaikan temperatur dan pengadukan akan menghasilkan tenaga yang melemahkan ikatan hidrogen, sehingga air dapat diabsorbsi oleh butiran amilum dan menjadi seperti gel. b. Dalam etanol. Pengamatan kelarutan amilum sagu dalam etanol (satu bagian amilum ditambah 10.000 bagian etanol) diperoleh hasil yaitu amilum tidak larut. Seperti pada uji kelarutan dalam air, maka etanol juga sulit dapat diabsorsi oleh partikel amilum yang kompak, namun bila dispersi amilum ini dipanaskan dan diaduk maka akan menjadi seperti gel 3.2. Kondisi Proses Modifikasi Amilum Sagu Kondisi proses modifikasi amilum sagu ditunjukkan melalui tabel 2.

Tabel 2. Kondisi proses modifikasi amilum sagu Parameter Konsentrasi Suhu gelatinisasi Lama pemanasan Suhu inlet Suhu outlet Pump feed Tekanan pompa Ukuran nozzle Suhu oven

Kondisi proses 20% b/v 60oC 15 menit 95oC 50oC 4 bar 3 bar 1 mm 80oC

22

Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474

Partikel amilum sagu tidak larut dalam air, karena jaringan molekulernya terikat melalui ikatan hidrogen yang kompak. Campuran partikel amilum dengan air dingin hanya mengakibatkan hidrasi amilum, yaitu amilum menyerap kira-kira sebesar 30% air. Air tersebut masuk melalui daerah-daerah yang amorf, tetapi tidak demikian pada kristalin yang kompak sehingga daerah tersebut terhindar dari penggelembungan. Peristiwa ini bersifat reversible. Pada dispersi campuran amilum saguMCC dan amilum sagu-PVP tidak dilakukan pemanasan terlebih dahulu, sehingga tidak terjadi perubahan fisis pada dispersi dan partikel amilum sagu sebelum dilakukan spray drying. Proses pembuatan material amilum sagu pregelatinasi, pada dispersi amilum sagu dilakukan pemanasan secara perlahan-lahan terlebih dahulu sebelum dilakukan spray drying. Temperatur dibiarkan naik mencapai 60oC dan ditunggu hingga 15 menit. Pemanasan yang terlalu lama akan membuat dispersi amilum sagu menjadi gel. Bila temperatur air dinaikkan dan ditambah dengan pengadukan, maka akan melemahkan ikatan hidrogen, sehingga air dapat diabsorbsi oleh partikel amilum dalam jumlah yang lebih besar lagi. Pada temperatur air 50 oC, partikel amilum sagu belum mengalami perubahan, baru pada temperatur 60 oC, partikel amilum sudah menggelembung. Cairan dispersi tersebut langsung didinginkan dengan cara merendam dengan air dingin. Amilum sagu yang telah mengembang dan segera didinginkan, akan mengakibatkan partikel amilum menjadi buram dan sifatnya tegar, karena terbentuk ikatan-ikatan hidrogen yang baru antar molekul-molekul amilosa dan amilopektin. Pembentukan ikatan-ikatan hidrogen yang berbeda dengan sebelumnya, akan mengakibatkan terbentuknya kisi-kisi Kristal yang berbeda dengan kisi-kisi kristal sebelumnya, perubahan ini disebut polimorfi. Ikatan-ikatan hidrogen yang terjadi setelahdispersi amilum sagu didinginkan, tidak sama dengan ikatan hidrogen yang terdapat pada butiran amilum sebelum dipregelatinasi. Hal ini dikarenakan pada saat pengembangan, adanya pemanasan mengakibatkan energi kinetik naik. Akibat kenaikan energi kinetik akan menyebabkan gerakan rotasi dari ikatan sigma dan ikatan hidrogen dapat lepas serta berikatan

dengan air. Setelah didinginkan, molekul air lepas dan terbentuk ikatan hidrogen intramolekuler dan ekstramolekuler yang baru, dimana posisi ikatan hidrogen yang terjadi tidak akan sama seperti posisi awal sebelum pregelatinasi. Jadi dapat disimpulkan bahwa amilum sagu pregelatin merupakan bentuk polimorfi dari amilum sagu, dimana akibat pregelatinasi hanya terjadi perubahan struktur internal kristalnya. Amilopektin yang mempunyai rantai bercabang, dalam larutan lebih mantap. Akibat dari pembentukan ikatan hidrogen intramolekuler baru dan kemantapan amilopektin, mengakibatkan amilum yang telah mengembang dan segera didinginkan tidak dapat sepenuhnya kembali pada ukuran semula. Kisaran suhu terjadinya proses gelatinisasi untuk untuk berbagai amilum berbeda-beda, tergantung perbandingan jumlah amilosa dan amilopektinnya, jenis dan asal amilumnya. Dari kepustakaan diperoleh harga kisaran temperatur gelatinisasi Kofler untuk amilum sagu adalah 60-72oC. Kisaran suhu terjadinya proses gelatinisasi biasa disebut kisaran suhu gelatinisasi. Kisaran suhu ini biasa digunakan untuk penjatidirian jenis amilum. Amilum sagu yang telah mengembang dan segera didinginkan, akan mengakibatkan partikel amilum menjadi buram dan sifatnya tegar, karena terbentuk ikatan ikatan hidrogen yang baru antar molekul-molekul amilosa dan amilopektin. Pembentukan ikatan-ikatan hidrogen yang berbeda dengan sebelumnya, akan mengakibatkan terbentuknya kisi-kisi kristal yang berbeda dengan kisi-kisi kristal sebelumnya, perubahan ini disebut polimorfi. Sehingga dapat dikatakan bahwa amilum sagu pregelatin merupakan bentuk polimorfi dari amilum sagu (Sulaiman, 2000). Pada penelitian ini material coprocessed dibuat dari dispersi komposit amilum sagu-PVP, dispersi komposit amilum sagu-MCC dan dispersi amilum sagu pregelatinasi dengan menggunakan teknik pengeringan spray drying. Dispersi yang dibuat memiliki konsentrasi 20% b/v. Konsentrasi 20% dipilih berdasarkan orientasi sebelum penelitian. Pada konsentrasi lebih tinggi dari 20% b/v, dispersi sukar dipompa dan tidak dapat teratomisasi dengan baik karena 23

Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474

menjendal di dalam nozzle. Konsentrasi lebih rendah dari 20% menyebabkan volume dispersi menjadi lebih besar, waktu operasi menjadi lama sehingga biaya operasi menjadi lebih mahal dan material coprocessed yang dihasilkan terlalu halus. Spray dryer diatur pada suhu inlet 95oC; outlet 50oC; pump feed 4 bar; tekanan pompa 3 bar, serta menggunakan nozzle dengan ukuran 1 mm. Pemilihan kondisi operasi menentukan sifat fisik material yang dihasilkan. Pada penelitian ini suhu inlet dan suhu outlet ditentukan berdasarkan orientasi. Pada suhu inlet diatas 95oC dihasilkan material coprocessed yang terlalu halus. Suhu dibawah 95oC material yang dihasilkan kurang kering.

Dispersi dalam beker glass dihubungkan selang. Melalui selang tersebut, dispersi disedot oleh pompa agar masuk ke dalam drying chamber. Dispersi ini dipecah oleh nozzle dengan teknik atomisasi hydraulic pressure nozzle atomization. Material coprocessed di dalam chamber drying dan chamber bottom dikumpulkan lalu dikeringkan dalam oven dengan suhu 80oC selama 1 hari agar dihasilkan material coprocessed yang lebih kering. Pengeringan dilakukan karena material coprocessed yang dihasilkan kurang kering. Hal ini kemungkinan disebabkan karena penggunaan suhu inlet dibawah suhu penguapan air. Setelah kering, material coprocessed diayak dengan ayakan no. 14 tanpa ada yang tertinggal

Gambar 4. Hasil SEM partikel amilum sagu perbesaran 1000x

3.3. Pemeriksaan Sifat Fisik Material Coprocessed Sifat fisik material coprocessed perlu diketahui untuk mengetahui pengaruh proses coprocessing yang dilakukan terhadap sifat fisik material tersebut. Sifat fisik material ini akan mempengaruhi kualitas tablet yang dihasilkan.

Uji sifat fisik meliputi sifat alir, bulk density, uji kompaktibilitas, uji kompresibilitas, uji daya serap air, kadar air, distribusi ukuran granul dan diameter rata rata ukuran granul, kerapuhan granul serta bentuk dan topografi material coprocessed.

24

Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474

3.3.1. Topografi dan bentuk material coprocessed

C

B

Gambar 5. Hasil SEM partikel amilum sagu-PVP perbesaran 1000x

A

Keterangan gambar: A : Skala B : Partikel povidon C : Partikel amilum sagu Pada Gambar 5 terlihat antar partikel amilum sagu terselubung dan terikat oleh povidon. Terlihat pada gambar tersebut amilum sagu cenderung menggerombol dan membentuk aglomerat dengan diselubungi oleh lapisan film transparan yang berasal dari povidon. Bentuk material amilum sagu-PVP yang dihasilkan dipengaruhi oleh perbedaan kelarutan bahan penyusunnya pada air. Bahan yang tidak larut dalam air seperti amilum, ketika di spray drying akan menghasilkan partikel dengan bentuk yang tidak terlalu berbeda dengan bahan awalnya, sedangkan povidon merupakan bahan yang larut dalam air ketika dilakukan spray drying akan menghasilkan partikel dengan ukuran yang kecil dan bentuk bulat dengan rongga udara di dalamnya sehingga ketika amilum sagu dan PVP dikombinasikan dan di spray drying¸ partikelpartikel amilum sagu akan melekat satu sama lain dengan bantuan PVP seperti yang ditunjukkan oleh huruf C pada gambar 3 (Sarrate et al., 2015). Povidon merupakan suatu bahan pengikat tablet yang memiliki sifat adhesive. Povidon merupakan bahan pengikat yang efektif, biasanya digunakan dengan konsentrasi 3-15%.

Penggunaan pada kadar yang kecil sudah mampu mengikat bahan-bahan yang akan digranul. Penggunaan povidon dalam pembuatan dispersi material amilum sagu-PVP membuat semakin kental dan lengket, sehingga partikel-partikel amilum sagu yang terikat oleh povidon menjadi lebih banyak dan ikatan antar partikelnya menjadi lebih kuat. Sifat inilah yang akan membuat partikel amilum sagu saling melekat satu sama lain dan menjadi aglomerat yang lebih besar. Ketika dilakukan proses spray drying, droplet berinteraksi dengan udara panas di dalam drying chamber, sifat lengket yang dimiliki oleh povidon akan menyebabkan menempelnya droplet yang satu dengan droplet yang lain dan menghasilkan aglomerat dengan ukuran yang semakin besar. Selain membuat partikel amilum sagu saling melekat, PVP akan membuat lapisan seperti film tipis yang melingkupi aglomerat amilum sagu sehingga dengan kata lain PVP menyalut butiran-butiran amilum sagu. PVP juga memiliki fungsi sebagai agen penyalut dikarenakan sifatnya yang larut dalam air dengan baik. Lapisan ini transparan sehingga sulit untuk diamati dan juga tidak semua aglomerat amilum sagu tersalut semuanya. 25

Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474

Pada hasil foto SEM partikel amilum sagu-MCC (Gambar 6), terlihat partikel amilum sagu berlekatan dengan partikel MCC dan bergabung menjadi satu bentuk partikel baru

yang lebih irregular. Pada gambar masih terlihat butir-butir amilum sagu yang berbentuk sferis dengan permukaan yang halus seperti yang ditunjukkan pada huruf C pada gambar 6.

C

B Gambar 6. Hasil SEM partikel amilum sagu-MCC perbesaran 1000x A Keterangan gambar: A : Skala B : Partikel MCC C : Partikel amilum sagu

Penggunaan MCC pada jumlah tertentu mampu mempengaruhi bentuk partikel yang dihasilkan. Pada komposisi MCC 30%, sudah dihasilkan partikel dengan ukuran yang lebih besar dan memiliki bentuk yang irregular (Limwong et al., 2004). MCC biasa digunakan sebagai bahan pengisi pada formulasi sediaan tablet. Pada kadar tertentu MCC dapat digunakan sebagai bahan pengikat. Bentuknya yang irregular menyebabkan sifat alir dan kompresibilitas yang baik. MCC merupakan bahan yang tidak larut

air, sama halnya dengan amilum. Ketika dilakukan proses spray drying, bahan-bahan yang bersifat tidak larut air bentuk partikelnya tidak terlalu berbeda signifikan dengan awalnya. Terbukti pada hasil proses spray dryng dispersi amilum sagu-MCC, material yang dihasilkan masih terlihat mirip dengan material aslinya. Proses spray drying menyebabkan partikel amilum sagu dengan MCC saling melekat satu sama lain dan membentuk aglomerat yang lebih besar.

26

Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474

B

Gambar 7. Hasil SEM partikel amilum sagu pregelatinasi perbesaran 1000x

A

Keterangan gambar: A : Skala B : Partikel amilum sagu yang mengalami pengembangan

Pada hasil foto SEM partikel amilum sagu pregelatinasi (Gambar 7), terlihat antar partikel amilum sagu saling melekat dan mebentuk aglomerat. Partikel amilum sagu baru memasuki tahap pengembangan partikel, hanya beberapa partikel yang telah mengalami gelatinisasi. Secara umum terlihat material amilum sagu pregelatinasi yang dihasilkan mengalami perbesaran partikel dibandingkan dengan sebelumnya yaitu amilum sagu asli (gambar 4), namun beberapa masih memiliki permukaan yang halus dan bentuk yang sferis akibat kurang lamanya waktu pemanasan. Lama waktu pemanasan mempengaruhi bentuk partikel yang dihasilkan karena semakin lama waktu pemanasan maka semakin banyak jumlah air yang berdifusi ke dalam partikel amilum. Pada waktu pemanasan dibawah 30 menit pada suhu gelatinisasi, partikel amilum memasuki tahap swelling, kemudian pada waktu 45 menit hingga 60 menit, partikel amilum telah mengalami gelatinisasi (Widodo and Hassan, 2015).

3.3.2. Diameter rata-rata dan kerapuhan material Berdasarkan tabel 3 pada pengukuran diameter partikel, material amilum sagu pregelatin, material komposit amilum sagu-PVP dan material komposit amilum sagu-MCC memiliki diameter partikel yang lebih besar dibandingkan diameter partikel amilum sagu asli. Pada pengukuran kerapuhan partikel juga terjadi kenaikan nilai kerapuhan pada ketiga material hasil modifikasi amilum sagu. Hal ini menunjukkan proses pregelatinasi dan proses pembuatan material komposit mampu meningkatkan diameter partikel amilum sagu dan juga meningkatkan kerapuhannya. Kenaikan diameter yang terjadi pada amilum pregelatin dibandingkan dengan amilum sagu asli disebabkan karena proses pregelatinasi mengubah bentuk amilum sagu yang kecil dan sferis menjadi mengembang lebih besar dan irregular akibat adanya air yang terabsorpsi ke dalam partikel amilum ketika proses pemanasan. Beberapa butir amilum dapat mengalami pengembangan hingga ukuran maksimal dan kemudian pecah akibat proses pemanasan yang 27

Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474

terlalu lama dan diatas suhu gelatinisasinya. Ketika dilakukan pengayakan dengan kecepatan 60 rpm, terjadi kenaikan jumlah fines pada material amilum sagu pregelatinasi. Fines ini kemungkinan merupakan serpihan dari partikelpartikel amilum sagu yang pecah akibat proses pregelatinasi (Sulaiman, 2000). Kenaikan diameter partikel dan nilai kerapuhan yang terjadi pada material komposit amilum sagu-PVP dan amilum sagu-MCC dibandingkan amilum sagu asli disebabkan oleh interaksi yang terjadi pada level partikel antara partikel amilum sagu dengan PVP dan antara partikel amilum sagu dengan MCC. PVP merupakan bahan pengikat yang memiliki sifat adhesive yang kuat dan larut dalam air, sedangkan MCC juga merupakan bahan pengikat yang tidak larut dalam air. Perbedaan karakteristik antara PVP dengan MCC akan mempengaruhi interaksi yang terjadi dengan amilum sagu dan berpengaruh pada material yang dihasilkan. Pada gambar 3 terlihat bentuk dari partikel material komposit amilum saguPVP yang merupakan gabungan dari beberapa partikel-partikel amilum sagu yang melekat dengan bantuan PVP. PVP mampu mengikat partikel-partikel amilum sagu lebih banyak 3.3.3. Daya serap air

dikarenakan memiliki sifat adhesive yang kuat sehingga membentuk aglomerat yang lebih besar dengan ikatan yang kuat (Setyaningrum, 2008). Apabila dibandingkan dengan gambar 4 terlihat bentuk dari partikel material komposit amilum sagu-MCC yang merupakan gabungan dari beberapa partikel-partikel amilum sagu dan MCC. MCC tidak memiliki sifat adhesive yang kuat seperti halnya PVP sehingga aglomerat yang dibentuk antara amilum sagu dengan MCC tidak terlalu besar dan ikatannya tidak terlalu kuat (Limwong et al., 2004). Ketika dilakukan pengayakan dengan kecepatan 60 rpm, terjadi kenaikan jumlah fines pada material amilum sagu-PVP dan pada material amilum sagu-MCC dibandingkan dengan amilum sagu asli. MCC tidak memiliki sifat adhesive yang kuat seperti PVP menyebabkan ikatan yang timbul antar amilum sagu dengan MCC tidak terlalu kuat sehingga terjadi kenaikan jumlah fines yang lebih besar pada material amilum sagu-MCC dibandingkan jumlah fines yang dihasilkan pada material amilum sagu-PVP. Fines ini merupakan partikelpartikel amilum sagu dan MCC yang saling terlepas akibat adanya getaran.

Tabel 3. Sifat fisik material modifikasi amilum sagu Material

Diameter (μm)*

Kerapuhan (%)*

Daya serap (g/menit)* 0,16±0,00 0,04±0,00 0,15±0,00 0,14±0,01

Amilum sagu 60,4±0,60 0,13±0,00 Amilum sagu-PVP 706,4±8,38 2,23±0,91 Amilum sagu-MCC 144,1±3,32 6,92±3,67 Amilum sagu 91,1±4,05 1,52±0,28 pregelatinasi Keterangan : tanda (*) menunjukkan hasil pengukuran ± SD dengan n=4

Pada tabel 3 terlihat bahwa material komposit amilum sagu-PVP mengalami penurunan daya serap air yang signifikan terhadap amilum sagu asli dibandingkan dengan material amilum sagu pregelatin atau material komposit amilum saguMCC. Penurunan kecepatan penyerapan air ini disebabkan oleh besarnya diameter material amilum sagu-PVP dibanding amilum sagu asli. Material dengan ukuran yang besar secara langsung memiliki luas permukaan kontak dengan air yang kecil, menyebabkan air lebih

Kadar air (%)* 8,55±0,58 8,96±0,01 6,46±0,01 8,48±0,01

lama terserap. Apabila dibandingkan dengan amilum sagu asli, luas permukaan kontak material amilum sagu-PVP lebih kecil sehingga kecepatan penyerapan airnya lebih kecil dibandingkan amilum sagu asli. Kenaikan diameter material komposit amilum sagu-MCC tidak mengakibatkan perubahan kemampuan daya serap air yang signifikan dibandingkan amilum sagu asli, tidak seperti pada amilum sagu-PVP. Hal ini dikarenakan partikel amilum sagu dan MCC 28

Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474

tidak terikat dengan kuat seperti halnya pada material amilum sagu-PVP. Didukung pula oleh diameter material amilum sagu-MCC yang tidak terlalu besar apabila dibandingkan dengan material amilum sagu-PVP sehingga luas permukaan kontak dengan air lebih besar, menyebabkan air lebih mudah dan lebih banyak yang berpenetrasi kedalam material. 3.3.4. Kadar air Pada pengukuran kadar air material, terjadi perubahan kadar air yang signifikan pada material komposit amilum sagu-MCC terhadap amilum sagu asli. Pada material amilum sagu pregelatin dan material komposit amilum saguPVP tidak mengalami perubahan kadar air yang signifikan dibandingkan amilum sagu asli. Pembuatan material komposit amilum sagu-MCC menggunakan komposisi amilum sagu lebih sedikit dibandingkan dengan pada pembuatan material amilum sagu pregelatin atau material komposit amilum sagu-PVP. Material dengan kadar amilum yang lebih tinggi memiliki kemungkinan kadar air yang lebih tinggi pula. Kandungan lembab dari suatu amilum sangat tergantung dari relative humidity (RH) dari udara dimana amilum diletakkan. Jika kelembaban turun, maka amilum akan melepaskan kandungan lembabnya. Sebaliknya jika kandungan lembab naik, maka amilum akan mengabsorpsi lembab. Dalam kondisi atmosfir normal (RH 70-80%), semua amilum biasanya menyerap 10-20% (b/b) kelembaban. Pada RH nol, maka kandungan lembab amilum mendekati nol. Pada RH 20%, kelembaban dari semua amilum berkisar sekitar 5-6% (b/b). Dalam penelitian ini RH ruang kurang dari <70%. Pada material komposit amilum saguPVP, besarnya ukuran material amilum saguPVP mempengaruhi kadar air yang dimilikinya. Panas yang berasal dari oven akan kontak dengan permukaan material. Luas permukaan material amilum sagu-PVP yang kecil menyebabkan proses pengeringan berjalan lama, sehingga menyebabkan kandungan air dalam material amilum sagu-PVP menjadi lebih besar apabila dibandingkan dengan material amilum sagu pregelatinasi, amilum sagu-MCC dan amilum sagu asli dalam kondisi suhu pengeringan dan waktu pengeringan yang sama. 3.3.5. Sifat alir material coprocessed Sifat alir material dapat digambarkan dengan parameter kecepatan alir dan sudut diam. Berdasarkan tabel 4 menunjukkan bahwa amilum

sagu tidak dapat dihitung nilai kecepatan alir dan sudut diamnya karena tidak dapat mengalir melewati corong sedangkan material coprocessed yang dihasilkan dapat mengalir melewati corong dengan kecepatan alir kurang dari 10 gram/detik. Pada parameter kecepatan alir, material komposit amilum sagu-PVP memiliki kecepatan alir paling cepat yaitu 5,37 g/detik, kemudian material amilum sagu pregelatinasi dan yang paling lambat material komposit amilum sagu-MCC (P<0,05), sedangkan untuk parameter sudut diam, material amilum sagu-PVP memiliki sudut diam paling kecil dan material amilum sagu pregelatinasi memiliki sudut diam paling besar (P<0,05). Hal ini menunjukkan material modifikasi amilum sagu yang dihasilkan lebih baik sifat alirnya dibandingkan dengan material amilum sagu saja. Berdasarkan teori, material coprocessed yang dihasilkan sifat alirnya masih kurang baik karena seluruhnya memiliki kecepatan alir diatas 10 gram/detik dan sudut diam diatas 40o. Material amilum sagu tidak dapat mengalir dalam corong dikarenakan ukuran partikel yang kecil dan banyaknya fines yang terdapat di amilum sagu sehingga menyebabkan adanya gaya elektrostasis yang saling tarik menarik antar partikel sehingga gerakan partikelpartikel menjadi terhambat. Menurut Šantl et al. (2011), fines mempunyai luas kontak antar partikel yang lebih besar, sehingga gaya tarik menarik antar partikel meningkat. Hal ini berakibat pada kecepatan alirnya, semakin banyak fines maka kecepatan alirnya semakin menurun. Secara umum kecepatan alir dan sudut diam yang dihasilkan oleh ketiga material coprocessed memiliki keselarasan dengan perbedaan diameter rata-rata materialnya. Material dengan ukuran yang besar memiliki kecepatan alir yang besar dan sudut diam yang kecil, dan begitu pula sebaliknya. Hal ini dikarenakan material dengan ukuran diameter yang besar memiliki luas permukaan yang kecil mengakibatkan kohesivitas yang rendah dan mencegah material untuk mungumpul sehingga sifat alirnya lebih baik. Material komposit amilum sagu-PVP mempunyai diameter ukuran partikel yang paling besar dibandingkan material komposit amilum sagu-MCC atau material amilum sagu pregelatinasi.

29

Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474

Tabel 4. Data sifat alir material Material Kecepatan alir (g/detik)* 5,37±0,47 4,90±0,49 4,33±0,28

Sifat alir Sudut diam (o)* Tapped density (g/ml)* 0,56±0,02 41,00±1,41 0,49±0,01 44,25±4,35 0,59±0,00 44,50±0,58 0,,49±0,01

Amilum sagu Amilum sagu-PVP Amilum sagu-MCC Amilum sagu pregelatinasi Keterangan : tanda (-) menunjukkan material tidak dapat mengalir tanda (*) menunjukkan hasil pengukuran ± SD dengan n=4

Perbedaan ukuran granul (tabel VI) menjadi faktor yang utama material komposit amilum sagu-PVP memiliki kecepatan alir dan sudut diam lebih baik. Material yang mempunyai ukuran lebih besar akan mempunyai kecepatan alir yang cepat. Hal ini dikarenakan material dengan ukuran diameter rata-rata yang besar memiliki luas permukaan yang kecil mengakibatkan kohesivitas yang rendah dan mencegah material untuk mengumpul sehingga sifat alirnya lebih baik. Kecepatan alir material amilum komposit sagu-PVP tidak berbeda signifikan dibandingkan dengan kecepatan alir material komposit amilum sagu-MCC (P>0,05), walaupun ukuran partikel material komposit amilum sagu-PVP lebih besar dibandingkan dengan material komposit amilum sagu-MCC. Alasan yang tepat untuk menjelaskan hal ini

Bulk density (g/ml)* 0,46±0,00 0,45±0,01 0,47±0,00 0,41±0,00

adalah material komposit amilum sagu-MCC memiliki bobot material yang lebih besar dibanding dengan dengan material komposit amilum sagu-PVP. Hal ini dapat dilihat pada nilai bulk density dari material komposit amilum sagu-MCC yang lebih besar dibanding material komposit amilum sagu-PVP. Pengaruh gravitasi menyebabkan material dengan bobot yang besar akan mengalir lebih cepat dibandingkan dengan material dengan bobot yang lebih kecil. 3.3.6. Kompresibilitas dan kompaktibilitas Parameter kompresibilitas dapat digambarkan dengan ketebalan tablet yang dihasilkan pada skala punch tertentu. Material komposit amilum sagu-PVP dan amilum saguMCC mempunyai sifat lebih kompresibel dibanding amilum sagu dan material amilum sagu pregelatinasi yang ditunjukkan dengan ketebalan tablet yang kecil (Tabel 5).

Tabel 5. Data kompresibilitas dan kompaktibilitas material Material Ketebalan (mm)* Amilum sagu 4,00±0,50 Amilum sagu-PVP 3,00±0,50 Amilum sagu-MCC 3,00±0,50 Amilum sagu pregelatinasi 4,00±0,50 Keterangan : tanda (*) menunjukkan hasil pengukuran ± SD dengan n=4

Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh sifat bahan penyusunnya. Amilum sagu bersifat kurang kompresibel. Adanya amilum sagu dalam jumlah yang besar menyebabkan material

Kekerasan (kg)* 0,275±0,0096 2,45±0,0127 1,55±0,0071 0,525±0,0086

amilum sagu pregelatinasi menjadi kurang kompresibel. Parameter kompaktibilitas dapat digambarkan dengan kekerasan tablet pada skala punch tertentu. Berdasarkan tabel 5 pada skala 30

Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474

punch atas 7 dan punch bawah 10 diketahui bahwa amilum sagu yang sudah di modifikasi memiliki kompaktibilitas yang lebih baik (P<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa proses modifikasi mampu meningkatkan kompaktibilitas amilum sagu. Material komposit amilum sagu-PVP lebih kompaktibel, kemudian material komposit amilum sagu-MCC dan yang paling jelek adalah amilum sagu pregelatinasi. Amilum sagu memiliki sifat kompaktibilitas yang buruk karena ukuran partikel yang kecil dan sifatnya yang rapuh. Ketika dilakukan pengempaan dengan tekanan rendah, deformasi plastis yang terjadi oleh amilum, terlalu lambat untuk membentuk ikatan antar partikel, sehingga dihasilkan nilai kekerasan yang rendah (Widodo and Hassan, 2015). Material komposit amilum sagu-PVP lebih kompaktibel karena mempunyai ukuran rata-rata partikel yang lebih besar (Tabel VI). Penggunaan povidon yang bersifat adhesive pada material komposit amilum sagu-PVP menyebabkan ikatan antar partikel menjadi lebih kuat dan tablet yang dikempa menjadi kompak dan padat. Material komposit amilum sagu-MCC memiliki sifat kompaktibilitas yang lebih baik dibandingkan dengan amilum sagu pregelatinasi dan amilum sagu yang tidak dilakukan modifikasi, namun tidak lebih baik apabila

dibandingkan dengan material komposit amilum sagu-PVP. Hal ini dikarenakan MCC merupakan bahan pengikat namun tidak memiliki sifat adhesive seperti povidon. Material amilum sagu pregelatinasi kurang kompatibel dibanding material komposit amilum sagu-PVP dan amilum sagu-MCC, ditunjukkan dengan nilai kekerasan 0,53 kg. Hal ini dikarenakan ukuran partikel yang kecil dan tidak adanya bahan pengikat lain yang ditambahkan sehingga menyebabkan ikatan antar partikel yang ditimbulkan oleh amilum sagu pregelatinasi kurang kuat untuk membuat tablet menjadi kompak dan padat.

DAFTAR PUSTAKA 1. Abdorreza, M.N., Robal, M., Cheng, L.H., Tajul, A.Y., Karim, A.A., 2012, Physicochemical, thermal, and rheological properties of acid-hydrolyzed sago (Metroxylon sagu) starch, Food Sci. Technol, 46, 135–141. 2. Kibbe, A.H., 2009, Starch Pregelatinized, dalam Rowe, R.C., Sheskey, P.J., & Owen S.C., (Ed.), Handbook of Pharmaceutical Excipients, 6th Ed., 691-694, American Pharmacists Association., Washington D.C. 3. Gharsallaoui, A., Roudaut, G., Chambin, O., Voilley, A., & Saurel, R., 2007,

Applications of spray-drying in microencapsulation of food ingredients: An overview, Food Research International., 40(9), 1107–1121. Singhal, R.S., Kennedy, J.F., Gopalakrishnan, S.M., Kaczmarek, A., Knill, C.J., Akmar, P.F., 2008, Industrial production, processing, and utilization of sago palm-derived products, Carbohydr. Polym., 72, 1–20. Widodo, R.T., Hassan, A., 2015, Compression and Mechanical Properties of Directly Compressible Pregelatinized Sago Starches, Powder Technol., 269, 15–21.

4. KESIMPULAN Hasil modifikasi amilum sagu dengan proses spray drying mampu memperbaiki sifat fisiknya sehingga dapat digunakan sebagai filler-binder dalam pembuatan tablet kempa langsung. Material amilum sagu-PVP memiliki diameter partikel lebih besar yang menyebabkan perubahan sifat alir dan kompresibilitas yang cukup signifikan, kemudian material amilum sagu-MCC memiliki bentuk partikel yang lebih irregular dan kerapuhan yang tinggi, sedangkan material amilum sagu pregelatin memiliki struktur dan karakteristik yang sedikit mirip dengan aslinya akibat kurangnya lamanya proses pemanasan.

4.

5.

31