PENDAHULUAN LATAR BELAKANG TERNAK DOMBA LOKAL

Download yang betina tidak bertanduk. Domba Ekor Tipis mampu hidup di daerah yang gersang, memiliki tubuh dan ekor yang relatif kecil. Domba Ekor Ti...

0 downloads 384 Views 546KB Size
PENDAHULUAN Latar Belakang Ternak domba lokal memiliki peran penting dalam peternakan Indonesia. Ternak berfungsi sebagai penghasil daging untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, selain itu juga berpotensi untuk memasok pasar ekspor. Keunggulan domba lokal adalah bersifat prolifik, dapat beranak setiap tahun selama masa produktifnya dan bisa beradaptasi dengan lingkungan Indonesia. Salah satu ternak domba lokal asli Indonesia adalah domba ekor tipis dan domba ini banyak dipelihara oleh para petani di pedesaan. Produktivitas domba ekor tipis pada umumnya rendah, antara lain karena rendahnya jumlah dan mutu pakan yang diberikan. Upaya untuk meningkatkan produktivitas domba tersebut adalah dengan meningkatkan mutu pakan, misalnya dengan menambahkan pakan penguat guna memenuhi kebutuhan nutrisi domba tersebut. Pakan merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan domba. Hasil sisa limbah pertanian berupa ampas tahu bisa dipergunakan sebagai pakan tambahan selain konsentrat untuk memacu pertumbuhan domba. Ampas tahu merupakan makanan tambahan yang berasal dari hasil ikutan proses pembuatan tahu. Menurut Hernaman (2007) melaporkan bahwa ampas tahu yang diberikan secara ad libitum akan meningkatkan pertambahan bobot badan domba sebesar 123 g/hari,

1

sedangkan koefisien cerna protein, bahan kering, neutral detergent fiber (NDF) dan energi naik seiring dengan bertambahnya pemberian ampas tahu. Ampas tahu dapat digunakan sebagai bahan pakan sumber protein karena mengandung protein lebih dari 20%. Ampas tahu dapat digunakan sebagai bahan pakan sumber protein karena ampas tahu mengandung NDF dan acid detergent fiber (ADF) yang rendah sedangkan persentase proteinnya tinggi hal ini menunjukkan ampas tahu berkualitas tinggi, akan tetapi bahan pakan ini mengandung bahan kering rendah. Ampas tahu memiliki kadar protein yang cukup tinggi, akan tetapi bahan pakan ini mengandung bahan kering rendah atau banyak mengandung air. Tingginya kandungan protein dan air menyebabkan ampas tahu tidak tahan lama disimpan karena mudah mengalami pembusukan akibat tumbuhnya mikroorganisme pembusuk. Salah satu cara untuk mengawetkan limbah ampas tahu adalah dengan proses fermentasi anaerobik dengan menggunakan jasa bakteri asam laktat (BAL). Fermentasi dengan menggunakan BAL merupakan salah satu contoh fermentasi yang dapat menghasilkan asam laktat dengan kombinasi suasana anaerobic dan dapat mengawetkan bahan pakan dalam waktu yang lama. Asam ini akan berperan dalam penurunan pH silase (Ennahar, et al., 2003). Upaya yang dapat dilakukan untuk mengawetkan ampas tahu adalah dengan teknik pembuatan silase. Silase adalah pakan yang telah diawetkan yang diproduksi atau dibuat dari tanaman yang dicacah, pakan hijauan, 2

limbah dari industri pertanian dan Iain-Iain dengan kandungan air pada tingkat tertentu yang disimpan dalam suatu tempat yang kedap udara. Dalam tempat tersebut, bakteri anaerob akan menggunakan gula pada bahan material dan akan terjadi proses fermentasi dengan memproduksi asamasam lemak terbang terutama asam laktat dan sedikit asam asetat, propionat, dan butirat. Rendahnya pH juga menghentikan pertumbuhan mikroba yang tidak diinginkan seperti kapang, Enterobacteriaceae, Clostridia, dan Listeria. Penurunan pH akan meningkatkan kecepatan hidrolisis secara kimiawi beberapa polisakarida, seperti hemiselulosa yang pada gilirannya akan menurunkan kandungan serat kasar yang dibuat silase. Nilai pH optimal untuk proses pengawetan dalam pembuatan silase, yaitu sekitar 3,8-4,4 (Hernaman, 2007). Dalam pembuatan silase perlu diperhatikan kadar air bahan. Menurut Perry, et al. (2004), pembuatan silase pada hijauan mengandung kadar air sekitar 60-75%. Bila kadar air tersebut melebihi ketentuan, akan menghasilkan silase yang terlalu asam sehingga kurang disukai ternak. Limbah ampas tahu mempunyai kandungan protein kasar 20,81%, karbohidrat 33,72%, ekstrak eter 8,74%, serat kasar 17,06%, kalsium (Ca) 890,75, magnesium (Mg) 358,52, besi (Fe), tembaga (Cu) 5,55, dan seng (Zn) 0,49 mg/l, dengan kandungan protein dan serat tinggi maka ampas tahu berpeluang menggantikan konsentrat (Jasin dan bachrudin, 2013).

3

Pemberian pakan konsentrat dalam jumlah yang banyak terlebih apabila konsentrat dari fermentasi BAL kurang baik, karena dapat memberikan pengaruh kurang baik menyebabkan pH dalam rumen menurun. Hal ini disebabkan karena menyebabkan pH turun pemberian konsentrat fermentasi akan menekan kerja buffer dalam rumen, selain itu karena mastikasi berkurang akibatnya produksi saliva menurun dan meningkatkan produksi volatile fattyacid /VFA (Arora, 1995). Penurunan pH tersebut dapat mempengaruhi pertumbuhan dan aktivitas mikroba dalam rumen, yang berperan

dalam

proses

pencernaan

pakan

dan

selanjutnya

akan

mengakibatkan kecernaan pakan, serta produktivitas ternak menurun. Derajat keasaman (pH) rumen yang normal berkisar antara 6,0-7,0. Pada kisaran pH tersebut pertumbuhan mikroba rumen maksimal, sehingga aktivitas fisiologisnya meningkat, terutama yang berhubungan dengan fermentasi rumen (Putra dan Puger, 1995). Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas ternak domba dengan pemberian konsentrat yang maksimal. Untuk mengatasi efek samping dari pemberian pakan konsentrat fermentasi tinggi, yaitu berupa penurunan pH rumen karena adanya akumulasi asam sehingga proses hidrolisis enzim selulosa menjadi terganggu karena aktivitas enzim selulosa berada pada pH netral berkisar 6-7 dibawah ph 5,5 terjadi asidosis. Proses hidrolisis didalam rumen yang mengubah selulosa menjadi glukosa menjadi terganggu sehingga tidak menghasilkan VFA. Adanya akumulasi asam 4

disebabkan oleh adanya kondisi kerusakan lapisan epitel pada rumen, Jika terjadi kerusakan pada mukosa rumen maka kondisi penyerapan akan terganggu sehingga memungkinkan terjadinya asidosis. Penyerapan yang lambat memungkinkan adanya peningkatan aktivitas mikroba rumen sehingga akan menyebabkan produksi asam VFA dan laktat juga meningkat didalam rumen yang akan berpengaruh terhadap perkembangan fetus. Dengan demikian perlu dilakukan pemberian mineral buffer berupa soda kue (NaHCO3) agar kondisi rumen kembali netral dan aktivitas mikroba rumen meningkat sehingga akan berpengaruh untuk memperbaiki masa lama kebuntingan ternak domba dalam artian berada dalam lama kondisi kebuntingan normal yaitu berisar 150 hari. Penambahan soda kue yang berlebihan juga tidak baik karena dapat menyebabkan diare sehingga efisiensi penggunaan pakan menurun, akibatnya produktivitas ternak rendah. Pakan dengan konsentrat yang tinggi menyebabkan asidosis salah satu yang berpengaruh terhadap ternak yaitu kembung sehingga rumen tambah membesar dibagian kiri, karena rumen bertambah besar otomatis uterus terdesak. Pakan terlalu asam akan menyebabkan dinding rumen akan mengalami kerusakan sehingga penyerapan nutrient untuk fetus tidak maksimal maka perkembangan fetus terkendala. Selain itu, ketika terjadi asidosis absorbsi VFA dirumen terganggu sehingga VFA terutama propionat sebagai glukogenik (dapat diubah menjadi glukosa) dihati sangat terbatas, di

5

sisi lain perkembangan fetus tergantung dengan ketersediaan fruktosa dan glukosa.

Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan sodium bikarbonat pada fermentasi berbasis ampas tahu dengan bakteri asam laktat (BAL) sebagai pakan konsentrat fermentasi terhadap lama kebuntingan dan pertumbuhan cempe pra sapih domba ekor tipis.

Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan pengaruh penambahan sodium bikarbonat pada fermentasi ampas tahu yang di berikan pada induk domba bunting dan kinerja domba ekor tipis untuk mengetahui kinerja pertumbuhan cempe domba dan kinerja selama kebuntingan agar kondisi rumen kembali netral dan mengurangi resiko terjadinya keguguran karena pH rumen rendah, untuk mengetahui pengaruh pemberian sodium bikarbonat pada silase ampas tahu terhadap lama kebuntingan dan pertumbuhan cempe domba ekor tipis sebelum penyapihan.

6

TINJAUAN PUSTAKA

Domba Ekor Tipis Domba Ekor Tipis (DET) atau Javanese thin-tailed merupakan domba lokal Indonesia yang termasuk dalam familia Bovidae, sub familia Caprinae, genus Ovis, dan spesies Ovis orientalis. Domba Ekor Tipis merupakan domba lokal Indonesia dan sekitar 80% populasinya terdapat di Jawa Barat dan

Jawa

Tengah.

Domba

termasuk

ternak

yang

hidupnya

suka

berkelompok, memiliki bulu atau wool yang tebal, penampang tanduk berbentuk segitiga, membelit atau bertanduk spiral pada yang jantan dan yang betina tidak bertanduk. Domba Ekor Tipis mampu hidup di daerah yang gersang, memiliki tubuh dan ekor yang relatif kecil. Domba Ekor Tipis termasuk domba golongan kecil dengan berat sekitar 20-30 kg. Warna bulu putih dan biasanya memiliki bercak hitam di sekitar mata, hidung dan tempat lain, dengan telinga berukuran sedang dan menggantung (Ngadiyono, 2009). DET sering disebut sebagai domba lokal, banyak dijumpai di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sumatra Utara. Ukuran tubuhnya relatif lebih kecil dan warna bulu bermacam-macam. Kadang-kadang terdapat lebih dari satu warna bulu pada seekor domba, jantan bertanduk relatif lebih kecil, sedangkan betina tidak bertanduk. Pertumbuhan DET agak lambat. Bobot badan dewasa hanya sampai 30-50 kg untuk jantan dan 15-35 kg untuk betina pada umur yang relatif tua (1 sampai 2 tahun) (Sutama, 2010). 7

Pertambahan bobot badan harian (PBBH) domba lokal yang dipelihara di peternakan rakyat berkisar 30 gram/hari, namun melalui perbaikan teknologi pakan PBBH domba lokal mampu mencapai 57 sampai 132 g/hari (Mahesti, 2009). Purbowati et al. (2009) melaporkan bahwa penggemukan domba dengan pakan komplit bentuk pelet dapat menghasilkan PBBH hingga 150 sampai 165 g/hari. Kebutuhan Pakan Ternak Domba Pakan adalah bahan yang dapat dimakan, dicerna dan diserap, baik keseluruhan atau sebagian dan tidak menimbulkan keracunan bagi ternak yang memakannya. Pakan merupakan faktor utama dalam menentukan produktivitas ternak disamping potensi genetik dan lingkungan. Kebutuhan nutrient sebaiknya disesuaikan dengan status fisiologis ternak dan tingkat produksi yang diharapkan. Untuk memenuhi kebutuhan nutrien, banyaknya konsumsi bahan kering pakan perlu diperhatikan karena konsumsi nutrien tergantung dari banyaknya konsumsi bahan kering (Tillman et al., 1998). Kebutuhan zat makanan untuk domba yang sedang bunting adalah 59% TDN, 9,5% protein, 0,33% Ca dan 0,16% P (NRC, 2006). Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi pakan antara lain jenis pakan, ternak dan lingkungan. Kebutuhan konsumsi pakan dipengaruhi oleh berat badan ternak. Semakin besar berat badan ternak semakin besar pula kebutuhan

konsumsinya,

baik

untuk

ternak

jantan

maupun

betina

(Ngadiyono, 2009). Salah satu faktor lingkungan adalah pakan, pakan sangat 8

berperan penting dalam masa pertumbuhan seekor domba. Status fisiologis yang berbeda menyebabkan kebutuhan zat makanan domba berbeda. Kandungan zat makanan untuk domba pada periode pertumbuhan adalah 55% TDN, 9,5% PK, 0,20% Ca dan 0,18% P. Kebutuhan bahan kering untuk domba fase pertumbuhan atau dengan bobot badan sekitar 25-35 kg adalah 3% dari bobot badannya atau sekitar 500-600g/ekor/hari (NRC, 2006). Pakan ternak ruminansia pada dasarnya terdiri dari dua golongan, yaitu hijauan dan konsentrat. Hijauan adalah bahan pakan yang mengandung serat kasar tinggi, sedangkan konsentrat mengandung serat kasar rendah, mudah dicerna, mengandung pati yang lebih tinggi dari hijauan (Hartadi et al., 1993). Hijauan Hijauan pakan merupakan bahan pakan berserat tinggi, berkualitas tinggi, dalam bentuk daun-daunan, kadang masih bercampur dengan batang, ranting serta bunga yang umumnya berasal dari tanaman sebangsa rumput (graminae) dan kacang-kacangan (leguminosa) atau lainnya. Hijauan ini diberikan dalam keadaan segar dan warnanya masih hijau oleh karenanya masih banyak mengandung air, yakni rata-rata 70-80% (Lubis, 1992). Hijauan merupakan sumber utama serat kasar yang harus ada dalam rumen ternak ruminansia agar proses pencernaan berlangsung optimal (Siregar, 1994). Kebutuhan hijauan segar untuk anak domba sekitar 1-2 kg, sedangkan

9

domba dewasa sekitar 5 kg/ekor/hari atau 1,3 kg BK. Kebutuhan BK harian domba dewasa 2,5-4,3% dari berat badan (Ngadiyono, 2009). Jerami kacang tanah Jerami kacang tanah merupakan sisa pertanian yang bisa dijumpai di negara agraris seperti Indonesia. Sehingga dimusim panen keberadaannya sangat melimpah dan mudah didapat. Di Indonesia kacang tanah umumnya ditanam untuk tanaman pangan, yang mana bijinya dapat digunakan sebagai hijauan makanan ternak. Limbah kacang tanah dapat berupa daun, kulit, biji dan batang. Limbah ini masih dapat digunakan sebagai hijaun pakan ternak karena mengandung protein dan mineral yang tinggi (Bo Gohl, 1975). Jerami kacang tanah yang mempunyai kandungan bahan kering (BK) 35%, PK 15,1%, SK 22,7%, TDN 65%, Ca 1,51% dan P 0,20% (Hartadi et al.,1990). Konsentrat Konsentrat merupakan pakan penguat yang terdiri dari bahan-bahan yang kaya karbohidrat dan protein. Konsentrat untuk ternak domba umumnya disebut pakan penguat atau pakan yang memiliki kandungan serat kasar kurang dari 18% dan mudah dicerna (Murtidjo, 1993). Pakan konsentrat merupakan bahan pakan yang mengandung energi relatif tinggi (>2.400 kkal/kg) serta protein relatif tinggi (>18%) karena adanya jagung, tepung ikan, bungkil kedelai, dan bekatul

dalam konsentrat tersebut. Bahan pakan

tersebut mengandung serat kasar kurang dari 18%. Umumnya bahan pakan konsentrat mempunyai nilai palatabilitas dan aseptabilitas yang lebih tinggi. 10

Konsentrat diberikan pada ternak dengan tujuan untuk meningkatkan nilai gizi zat makanan, meningkatkan konsumsi pakan, dan meningkatkan daya cerna. Pemberian pakan konsentrat setiap hari sangat bermanfaat bagi ternak yang masih mengalami pertumbuhan, bunting, dan menyusui.

Pemberian

konsentrat untuk kambing dan domba yang baru bunting dan menyusui, sebaiknya diberi pakan tambahan berupa ampas tahu 98,5% dan 1,5% garam dapur, dengan jumlah pemberian pakan sekitar 0,35 kg/ekor/hari. Teknik pemberian konsentrat disarankan jangan bersamaan dengan hijauan karena pakan ini mempunyai daya cerna dan kandungan nutrisi yang berbeda dengan hijauan maka efektivitas nutrisinya akan berkurang (Mulyono, 2011). Pertumbuhan Definisi pertumbuhan yang paling sederhana adalah perubahan ukuran yang meliputi perubahan berat hidup, bentuk, dimensi linear dan komposisi tubuh, termasuk perubahan komponen-komponen tubuh seperti otot, lemak, tulang dan organ serta komponen-komponen kimia, terutama air, lemak, protein dan abu pada karkas. Faktor jenis kelamin, hormon dan kastrasi serta genotif juga mempengaruhi pertumbuhan. Konsumsi protein dan energi yang lebih tinggi akan menghasilkan laju pertumbuhan yang lebih cepat. Pengukuran pertumbuhan ternak didasarkan pada kenaikan berat tubuh persatuan waktu tertentu, yang dinyatakan sebagai rata-rata pertambahan berat badan per hari atau rata-rata kadar laju pertumbuhan. 11

Ternak yang kekurangan makanan atau gizi pertumbuhannya melambat dan kehilangan berat, tetapi setelah mendapat makanan yang cukup ternak mampu tumbuh kembali dengan cepat, bahkan dapat lebih cepat daripada laju

pertumbuhan

normalnya.

Pertumbuhan

semacam

ini

disebut

pertumbuhan kompensatori. Faktor jenis kelamin, hormon dan kastrasi serta genotipe mempengaruhi pertumbuhan ternak. Komposisi kimia dan konsumsi pakan mempunyai pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan (Soeparno, 2009). Lawrence dan Fowler (2002) menyatakan bahwa pola pertumbuhan sebagai bentuk yang sederhana dengan laju pertumbuhan tertinggi terjadi pada kehidupan awal, kemudian mengalami peningkatan secara perlahan sampai mencapai konstan saat ternak tua.Ketika bobot badan selama hidup diplotkan sebagai fungsi dari umur dan waktu, ternak memproduksi sebuah kurva karateristik pertumbuhan yang berbentuk kurva pertumbuhan sigmoid. Fase percepatan dimulai dari lahir hingga mencapai titik infleksi.Fase percepatan ini ditandai dengan adanya perubahan bentuk, pertambahan bobot badan, pertumbuhan ukuran tubuh. Domba ekor tipis mempunyai berat badan dan ukuran tubuh relatif lebih kecil dibandingkan domba ekor gemuk. Produktivitas ternak ditentukan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Berat lahir domba ekor tipis berkisar 1-4 kg (Ngadiyono, 2009). Komposisi kimia dan konsumsi bahan kering mempunyai pengaruh yang besar terhadap pertambahan bobot badan 12

ternak. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan antara lain: jenis kelamin, hormon dan kastrasi, serta genotipe. Selain itu, perbedaan laju pertumbuhan

juga

disebabkan

karena

adanya

perbedaan

respon

pertumbuhan terhadap pengaruh lingkungan seperti nutrisional, fisis dan mikrobiologis yang terjadi diantara individu di dalam suatu bangsa atau diantara bangsa ternak (Soeparno, 2005). Kebutuhan Domba Fase Pertumbuhan Kebutuhan bahan kering untuk domba fase pertumbuhan atau dengan bobot badan sekitar 15-25 kg adalah 3% BK dari bobot badannya atau sekitar 400-500 g/ekor/hari. Faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan adalah genetik dan lingkungan. Salah satu faktor lingkungan adalah pakan. Pakan penguat sangat berperan penting dalam masa pertumbuhan seekor domba. Status fisiologi yang berbeda menyebabkan kebutuhan zat makanan domba berbeda pula. Kandungan zat makanan untuk domba pada periode pertumbuhan adalah 55% TDN, 9,5% PK, 0,20% Ca dan 0,18% P (NRC, 2006). Rochman (2007), memperoleh rerata pertambahan bobot badan sebesar 96,77 g/ekor/hari pada domba Ekor Tipis Jantan dengan pemberian pakan dalam bahan kering (BK) sebanyak 3% dari bobot badan ternak. Pakan yang diberikan yaitu hijauan dan konsentrat komersial dengan perbandingan 70:30.

13

Sumaryadi dan Manula (1995) menjelaskan bahwa bobot sapih selain ditentukan oleh bobot lahir yang merupakan akumulasi pertumbuhan embrio sampai fetus juga dipengaruhi oleh produksi susu yang dihasilkan induk. Bobot sapih anak domba dipengaruhi oleh bobot lahir, pertambahan bobot badan harian, jumlah anak sekelahiran, dan jenis kelamin. Bobot sapih mempunyai korelasi positif dengan pertambahan bobot badan pra sapih serta bobot dewasa hingga bobot sapih sering digunakan sebagai kriteria seleksi. Menurut Gatenby et al. (1995), bobot sapih domba ekor tipis jantan adalah 8,8±0,3 kg dan betina 8,7±0,4 kg. Kebutuhan Domba Bunting Kebutuhan ternak ruminansia terhadap pakan dicerminkan oleh kebutuhannya terhadap nutrisi. Jumlah kebutuhan nutrisi setiap harinya sangat tergantung jenis ternak, umur, fase, (pertumbuhan, dewasa, bunting, menyusui), kondisi tubuh (normal, sakit) dan lingkungan tempat hidupnya (temperatur, kelembapan, nisbi udara) serta berat badannya. Jadi setiap ekor ternak dengan kondisi fisiologi yang berbeda akan membutuhkan pakan yang berbeda (Kartadisastra, 1997). Kebutuhan akan nutrien dari domba induk bunting tua atau yang sedang laktasi lebih banyak daripada domba induk yang tidak dalam keadaan bunting. Kemampuan konsumsi pakan domba bunting akan menurun sejalan dengan umur kebuntingan (Mathius, 2002). Faktor-faktor yang mempengaruhi penampilan reproduksi adalah genetik dan lingkungan. Pakan merupakan salah satu faktor lingkungan yang 14

sangat penting untuk induk bunting. Pengaruh negatif dari kekurangan pakan terhadap organ reproduksi pada domba muda dapat bersifat permanen (Thalib et al., 2001). Kebutuhan zat makanan untuk domba yang sedang bunting adalah 59% TDN, 9,5% protein, 0,33% Ca dan 0,16% P (NRC, 2006). Kebutuhan akan nutrien dari domba induk bunting tua atau yang sedang laktasi lebih banyak daripada domba induk yang tidak dalam keadaan bunting (Ross,1989). Induk domba yang sedang bunting umur muda harus tetap diberi pakan yang berkualitas baik supaya tetap dapat tumbuh dan tetap melangsungkan kebuntingan dengan normal. Pada 3 bulan kebuntingan terakhir, akan terjadi perkembangan fetus cepat dan menyebabkan berkurangnya volume rumen maka maka kualitas pakan harus lebih ditingkatkan. Selain itu pada masa tersebut induk domba sangat mudah terkena ketosis yang umumnya disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan fetus akan suplai glukosa sebagai sumber energi namun pakan hijauan yang diberikan pada ternak tidak mampu mensuplai asam propionat yang cukup, sehingga lemak tubuh yang menghasilkan asetat

dilakukan proses

perombakan ketogenik daripada glukosa (Ngadiyono, 2009). Lama kebuntingan Lama bunting adalah waktu yang diperlukan sejak terjadinya konsepsi sampai kelahiran anak. Lama bunting pada domba berkisar 150 hari. Panjang pendeknya kebuntingan dipengaruhi antara lain oleh jumlah anak sekelahiran

15

(litter size), dan jenis kelamin anak. Lama bunting domba ekor tipis bervariasi antara 147 sampai 163 hari dengan rerata 152 (Ngadiyono, 2009). Lamanya kebuntingan dari kebanyakan domba lokal tropik tidak diketahui dengan tepat, tetapi range kira-kira sama dari masa kebuntingan dari domba daerah dingin yaitu antara 140-160 hari (williamson dan payney, 1993). Tanda-tanda terjadinya kebuntingan pada ternak domba pada awalnya sulit diketahui sebab tidak dapat diamati ataupun diraba, yang dapat diamati adalah perubahan tingkah lakunya. Domba betina yang mulai bunting akan mengalami perubahan tingkah laku seperti: 1) domba menjadi lebih tenang, 2) dalam kelanjutan kebuntingan terlihat adanya pertambahan besar pada dinding perut sebelah kanan, 3) bagi ternak yang baru pertama kali mengalami kebuntingan akan terlihat mencolok adanya perkembangan ambing pada usia kebuntingan 2-3 bulan, 4) adanya kecenderungan kenaikan bobot tubuh, 5) adakalanya pada usia kebuntingan, gerak pada fetus dapat terlihat dari luar, terutama pada ternak yang kurus. Gerakan ini dapat dilihat pada bagian perut sebelah bawah, sisi kanan belakang (Murtidjo, 1993). Pemeriksaan

kebuntingan

dapat

dilakukan

dengan

melihat

perkembangan ambingnya, meraba bagian bawah perutnya atau dengan menggunakan alat Ultrasound Pregnancy Detector (UPD) pada hari yang ke 50-60 yaitu dengan mendengarkan suara aliran darah uterin arteri yang ditandai seperti ada suara angin berdesis jika domba tersebut telah bunting 16

atau detak jantung fetusnya. Dengan UPD tingkat akureasinya mencapai 87,5% (ismaya and Soetimboel, 1995). Pertambahan bobot tubuh Pertambahan bobot badan dapat diketahui dengan pengukuran kenaikan berat badan, yang dengan mudah dapat dilakukan lewat penimbangan berulang-ulang serta dicatat pertambahan bobot badan tiap hari, minggu, bulan, dan sebagainya (Murtidjo, 1990). Kenaikan bobot badan terjadi apabila pakan yang dikonsumsi ternak melebihi kebutuhan hidup pokok, maka kelebihan nutrien akan diubah menjadi urat daging dan lemak, sehingga pertambahan bobot badan tampak jelas (Williamson and Payne, 1993). Secara umum ada dua teknik penentuan bobot badan seekor ternak, yaitu penimbangan (weight scale) dan penaksiran. Kedua teknik tersebut memiliki

keuntungan

dan

keterbatasannya

masing-masing.

Metode

penimbangan merupakan cara paling akurat tetapi memiliki beberapa kelemahan, antara lain membutuhkan peralatan khusus dan dalam beberapa kasus membutuhkan operator relatif

lebih banyak. Adapun metode

penaksiran atau pendugaan umumnya dilakukan melalui ukuran-ukuran tubuh ternak, misalnya melalui lingkar dada, tinggi pundak, dan lain-lain. Metode pendugaan ini memiliki keunggulan dalam hal kepraktisan, akan tetapi memiliki kendala dengan tingkat akurasi pendugaannya dan masih

17

perlu terus dikembangkan terutama dalam konteks ternak-ternak lokal di Indonesia (Gunawan, 2008). Ukuran tubuh Ukuran linier tubuh merupakan salah satu tolok ukur kualitas ternak, karena ternak dengan ukuran tubuh yang lebih tinggi akan mempunyai nilai pemuliaan yang lebih tinggi dibanding dengan ternak yang mempunyai ukuran tubuh yang lebih kecil. Ukuran tubuh yang paling erat hubungannya dengan kinerja produksi ternak adalah panjang badan dan lingkar dada, karena itu kedua ukuran tubuh tersebut sering digunakan sebagai parameter untuk mengestimasi bobot badan pada ternak (Ashari, 2015). Fourie et al. (2002) menyatakan bahwa bentuk dan ukuran tubuh domba dideskripsikan berdasarkan ukuran dan penilaian visual. Ukuran merupakan

indikator

penting

dari

pertumbuhan

untuk

mengevaluasi

pertumbuhan, tetapi tidak digunakan untuk mengindikasikan komposisi tubuh ternak. Lingkar dada dan panjang badan merupakan ukuran yang lebih umum digunakan. Lingkar dada adalah panjang melingkar atau keliling yang diukur pada bagian dada tepat dibagian belakang tulang gumba pada tulang rusuk (costae) ketiga dan keempat. Lingkar dada meningkat seiring umur ternak. Lingkar dada dan panjang badan mempunyai pengaruh paling besar terhadap bobot badan (Fourie et al., 2002).

18

Ukuran panjang badan dibedakan menjadi dua pengertian yaitu panjang badan absolut dan panjang badan relatif. Panjang badan absolut adalah jarak antara ujung samping tulang bahu (tubercullum humeralis lateralis) sampai dengan ujung tulang duduk (tubercullum ishiadium) seekor ternak. Panjang badan relatif adalah proyeksi (garis datar) daripada panjang badan absolut. Ukuran lingkar dada adalah panjang melingkar keliling yang diukur pada bagian belakang tulang gumba pada tulang rusuk ke tiga sampai ke empat. Ukuran lebar dada adalah jarak antara kedua bagian samping (lateral) kanan kiri tulang bahu. Pengukuran data vital, ternak dibuat dalam posisi parallelogram yaitu posisi ternak berdiri tegak lurus pada suatu bidang datar

dengan

keempat

kaki

membentuk

empat

persegi

panjang.

(Supiyono,1998). Ampas Tahu Ampas tahu merupakan pakan yang berasal dari limbah pembuatan tahu. Kandungan protein ampas tahu sangat tinggi, yaitu sebesar 21%. Pemberian ampas tahu terbukti mampu meningkatkan bobot badan domba hingga 173 g/ekor/hari. Ampas tahu mudah dicerna oleh rumen ternak ruminansia termasuk domba, sehingga mampu menyerap lebih banyak kandungan gizinya (Arifin, 2015). Duldjaman

Komposisi nutrisi ampas tahu menurut

(2004) adalah protein 23,62%, serat kasar 41,98%, BETN

22,65%, lemak 7,78%, abu 3,97%, kalsium 0,58%, dan fosfor 0,22%.

19

Umumnya pakan tambahan diberikan sebelum hijauan. Pemberian pakan tambahan dengan metode ini beresiko turunnya pH rumen (acidosis) karena konsentrasi VFA rumen yang meningkat terlalu tinggi akibat konsumsi karbohidrat mudah terfermentasi, atau naiknya pH rumen akibat konsumsi nitrogen sumber ammonia yang terlalu banyak. Kedua hal tersebut menyebabkan populasi dan aktivitas mikrobia rumen menjadi menurun. Akibat

selanjutnya

adalah

menurunnya

produktivitas

ternak

karena

pencernaan menjadi terganggu. Resiko gangguan pencernaan tersebut dapat dihindari dengan meningkatkan keberadaan buffer di dalam rumen. Buffer tersebut dapat diperoleh dari saliva yang mengandung sebagian besar natrium bikarbonat yang sangat penting untuk menjaga pH rumen (Tillman et al.,1998). Komposisi zat gizi ampas tahu hasil analisis laboratorium terdiri atas bahan kering 8,69, protein kasar 18,67%, serat kasar 24,43%, lemak kasar 9,43%, abu 3,42% dan BETN 41,97%. Ampas tahu memiliki kadar protein yang cukup tinggi, akan tetapi bahan pakan ini mengandung bahan kering rendah atau banyak mengandung air. Tingginya kandungan protein dan air menyebabkan ampas tahu tidak tahan lama disimpan karena mudah mengalami pembusukan akibat tumbuhnya mikroorganisma pembusuk. Karena sifatnya yang mudah rusak, biasanya penggunaan ampas tahu tidak lebih dari satu hari dan oleh peternak langsung diberikan pada hari itu juga (Hernaman, 2005). 20

Upaya untuk mengawetkan ampas tahu adalah dengan teknik pembuatan silase. Silase adalah pakan yang telah diawetkan yang diproduksi atau dibuat dari tanaman yang dicacah, pakan hijauan, limbah dari industri pertanian dan Iain-Iain dengan kandungan air pada tingkat tertentu yang disimpan dalam suatu tempat yang kedap udara. Dalam tempat tersebut, bakteri anaerob akan menggunakan karbohidrat mudah larut pada bahan material dan akan terjadi proses fermentasi dengan memproduksi asamasam lemak terbang terutama asam laktat dan sedikit asam asetat, propionat, dan butirat. Selama ensilase, sebagian protein bahan akan mengalami fermentasi menjadi asam-asam amino, non protein nitrogen, dan amonia. Rendahnya pH juga menghentikan pertumbuhan mikroba yang tidak diinginkan seperti kapang, Enterobacteriaceae, Clostridia, dan Listeria. Penurunan pH akan meningkatkan kecepatan hidrolisis secara kimiawi beberapa polisakarida, seperti hemiselulosa yang pada gilirannya akan menurunkan kandungan serat kasar yang dibuat silase tersebut. Semakin rendah pH semakin banyak asam iaktat dan atau asam lemak terbang yang terbentuk, rendahnya pH sangat berarti untuk mencapai keadaan stabil. Teknik silase selain mengawetkan limbah pertanian juga lebih aman dan dapat memberikan nilai nutrisi yang lebih baik, selain itu perlakuan silase dapat mempertahankan kondisi limbah tersebut tetap dalam keadaan segar dan mampu mempertahankan zat-zat yang terkandung dari bahan yang dibuat silase (Hernaman, 2007). 21

Fermentasi Ampas Tahu dengan Bakteri Asam Laktat (BAL) Limbah ampas tahu yang melimpah ini dapat dimanfaatkan langsung sebagai pakan ternak akan tetapi asam amino yang rendah dan serat kasar yang

tinggi,

sehingga

biasanya

menjadi

faktor

pembatas

dalam

penggunaannya sebagai pakan. Limbah ampas tahu dengan jumlah besar, jika tidak ditangani secara tepat, akan memberikan dampak negative bagi lingkungan. Pemanfaatan ampas tahu untuk pakan ternak terkendala karena keterbatasan masa simpan yaitu cepat mengalami pembusukan diakibatkan oleh tinggimya kandungan air sehingga perlu penanganan khusus, misalnya melalui proses pengawetan. Salah satu cara untuk mengawetkan limbah ampas tahu melalui proses fermentasi dengan menggunakan jasa bakteri asam laktat (BAL) (Jasin dan Bachrudin, 2013). Fermentasi dengan menggunakan BAL merupakan salah satu contoh fermentasi yang dapat menghasilkan asam laktat dengan kombinasi suasana anaerobic dan dapat mengawetkan bahan pakan dalam waktu yang lama. Asam ini akan berperan dalam penurunan pH silase (Ennahar, et al., 2003). Selama proses fermentasi asam laktat yang dihasilkan akan berperan sebagai zat pengawet sehingga dapat menghindarkan pertumbuhan mikroorganisme pembusuk. Bakteri asam laktat dapat diharapkan secara otomatis tumbuh dan berkembang pada saat dilakukan fermentasi secara alami, tetapi untuk menghindari kegagalan fermentasi dianjurkan untuk melakukan

penambahan

inokulum

bakteri 22

asam

laktat

(BAL)

yang

homofermentatif, hal ini agar terjamin berlangsungnya fermentasi asam laktat. Inokulum BAL merupakan additive paling populer dibandingkan penambahan asam, enzim, atau lainnya. Peranan lain dari inokulum BAL diduga adalah sebagai probiotik, karena inokulum BAL masih dapat bertahan hidup di dalam rumen ternak. Bakteri asam laktat (BAL) pada dasarnya mempunyai kemampuan untuk memproduksi pengawet biologik, yang telah lama dikenal mampu memperpanjang masa simpan bahan pangan, karena kemampuannya dalam menghasilkan senyawa anti bakteri, yaitu asam organic (asam laktat, asam asetat, asam propionate, dan asam formiat), hydrogen peroksida, diasetil dan bakteriosin, yang dapat mengendalikan pertumbuhan bakteri pembusuk dan patogen pada suhu 10ºC sampai 12ºC (Jasin dan Bachrudin, 2013). Penambahan inokulan BAL akan berpengaruh positif terhadap ternak. Berdasarkan berbagai produk fermentasi (seperti asam laktat, asetat dan etanol), asam laktat adalah yang paling berguna bagi mikroba rumen, sementara asam asetat tidak difermentasikan dan diserap langsung oleh dinding rumen. Selanjutnya inokulan BAL akan meningkatkan pertumbuhan mikroba rumen dan meningkatkan penggunaan protein mikroba sebagai protein sel tunggal di dalam lambung. Inokulan BAL akan menghambat produksi toksin dan berpengaruh positif terhadap lingkungan rumen, dengan demikian

inokulan

BAL

dapat

meningkatkan

(Ratnakomala, 2009). 23

pertumbuhan

ternak

Sodium Bicarbonat (NaHCO3) sebagai Buffer Sodium bicarbonat adalah senyawa kimia dengan rumus NaHCO3. Dalam penyebutannya kerap disingkat menjadi bicnat. Senyawa ini termasuk kelompok garam dan telah digunakan sejak lama. Senyawa ini disebut juga baking soda (soda kue), natrium hidrogen karbonat, dan lain-lain. Senyawa ini merupakan kristal yang sering terdapat dalam bentuk serbuk. Natrium bikarbonat larut dalam air. Natrium bikarbonat merupakan alkali natrium yang paling lemah, mempunyai pH 8,3 dalam larutan air dalam konsentrasi 0,85%. Zat ini menghasilkan kira-kira 52% karbondioksida (Siregar dan Wikarsa, 2010). Pemberian

pakan

konsentrat

yang

berkualitas

tinggi

akan

mempercepat pertumbuhan ternak, sehingga berat badan yang diharapkan dapat tercapai dalam waktu yang singkat. Pemberian pakan konsentrat dalam jumlah yang tinggi dimungkinkan kurang baik karena dapat menyebabkan pH dalam rumen menurun, terlebih pakan konsentrat yang diberikan. Hal ini disebabkan karena pemberian konsentrat akan menekan kerja buffer dalam rumen karena, selain peran mastikasi berkurang akibatnya produksi saliva menurun dan meningkatkan produksi volatile fatty acid (VFA). Penurunan pH tersebut dapat mempengaruhi pertumbuhan dan aktivitas mikroba dalam rumen, yang berperan dalam proses pencernaan pakan dan selanjutnya akan mengakibatkan kecernaan pakan serta produktivitas ternak menurun (Josep, 2001). 24

Pemberian

konsentrat

yang

berlebihan

dapat

.mengakibatkan

menurunnya pH rumen dengan timbulnya gejala asidosis. Untuk mengatasi penurunan pH rumen akibat penggunaan konsentrat ini maka dapat dilakukan dengan penambahan mineral penyangga (buffer). Penambahan mineral penyangga seperti NaHC03, CaC03, KHCO3. Na2CO3 dan MgO telah banyak dilakukan dan menunjukkan hasil yang bervariasi terhadap pH rumen, produksi VFA, pertambahan bobot badan dan konversi pakan (Josep, 2001). Penambahan buffer pada pakan bertujuan menjaga pH rumen dan mempertahankan fermentasi normal di dalam rumen. Hal ini dapat dilihat pada bilangan keasaman (pH) rumen, kecernaan, pola fermentasi, tekanan osmotik, produk metan, degradasi protein dan sintesis protein mikroba. Meningkatnya konsumsi air minum sebagai salah satu cara untuk mempertahankan pH rumen tetap normal untuk mikroba rumen. Efek penambahan buffer (NaHCO3, MgO, CaCO3, saliva buatan) ke dalam ransum bervariasi mulai dari tidak ada efek sampai berefek sangat nyata. Efektivitas penambahan buffer tergantung pada beberapa faktor misalnya antara lain: komposisi pakan, yaitu ransum dari hijauan serat sampai konsentrat. Buffer juga mempengaruhi laju aliran digesta dalam rumen, khususnya komponen cair. Laju aliran fraksi cair meningkat pada saat buffer ditambahkan ke dalam ransum dengan porsi konsentrat lebih tinggi. Proses ini ditunjukkan dengan konsumsi air yang meningkat seiring meningkatnya 25

kadar NaHCO3 dalam ransum. Dengan demikian kondisi keasaman (pH) dan tekanan osmotik dalam rumen tetap terjaga untuk ekosistem mikroba (Puastuti, 2009). Penambahan natrium bentonite dengan level 4 dan 8 % dalam ransum dapat meningkatkan pertambahan berat badan dan konversi ransum pada domba yang diberi pakan konsentrat tinggi. Data ilmiah mengenai pemanfaatan soda kue pada ransum kambing masih terbatas, sehingga penelitian perlu dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas ternak domba dengan pemberian konsentrat yang maksimal dalam waktu pemeliharaan yang singkat. Untuk mengatasi efek samping dari pemberian pakan konsentrat tinggi, yaitu berupa penurunan pH rumen, perlu dilakukan pemberian mineral buffer berupa soda kue (NaHCO3) agar kondisi rumen kembali netral dan aktivitas mikroba rumen meningkat.

26

LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

Landasan Teori Salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan dan produkivitas domba adalah pakan. Secara alami pakan domba adalah hijauan dan konsentrat. Konsentrat merupakan pakan dengan kandungan serat kasar yang lebih rendah dari pada hijauan dan mudah dicerna. Dalam penelitian ini pakan yang digunakan berupa limbah ampas tahu. Limbah ampas tahu merupakan limbah pabrik dalam jumlah berlimpah yang tidak bersaing dengan kebutuhan manusia dan belum dimanfaatkan secara maksimal sebagai pakan ternak. Ampas tahu memiliki kadar protein yang cukup tinggi, akan tetapi bahan pakan ini mengandung bahan kering rendah atau banyak mengandung air. Tingginya kandungan protein dan air menyebabkan ampas tahu tidak tahan lama disimpan karena mudah mengalami pembusukan akibat tumbuhnya mikroorganisme pembusuk. Agar dapat disimpan lebih lama maka ampas tahu dilakukan pengawetan dengan fermentasi dengan BAL (silase). Teknik ini lebih cocok pada ampas tahu karena kadar airnya yang tinggi. Teknik silase selain mengawetkan limbah pertanian juga lebih aman dan dapat memberikan nilai nutrisi yang lebih baik selain itu perlakuan silase dapat mempertahankan kondisi limbah tersebut tetap dalam keadaan segar dan mampu mempertahankan zat-zat yang terkandung dari bahan yang dibuat silase. Ransum dengan persentase konsentrat lebih tinggi dari 27

hijauan dapat mempercepat pertumbuhan domba. Gangguan yang terjadi akibat tingginya konsentrat dapat berupa produksi saliva yang menurun dan mengakibatkan penurunan pH cairan rumen sehingga dapat menyebabkan terganggunya aktivitas mikrobia rumen dan terjadinya asidosis. Proses kondisi asidosis mungkin lebih mudah terjadi dan parah karena penggunaan konsentrat berbasis produk BAL yang digunakan dalam penelitian ini. Acidosis merupakan kondisi di dalam rumen terjadi akumulasi asam laktat yang menyebabkan penurunan pH cairan rumen. Asidosis dapat terjadi pada ternak ruminansia yang diberikan pakan yang mengandung karbohidrat yang mudah di fermentasi. Mikroba anaerobik dalam rumen akan melakukan fermentasi karbohidrat untuk mengahasilkan VFA dan asam laktat. Mikroba dalam rumen melakukan proses pencernaan dengan fermentasi yang akan dirubah menjadi asam organik. Rumen akan merespon adanya peningkatan kandungan konsentrat yang mudah dicerna dengan peningkatan aktivitas bakteri rumen yang menyebabkan VFA dan laktat meningkat sehingga menyebabkan terjadinya asidosis rumen. Konsumsi pakan dengan konsentrat tinggi menyebabkan pH rumen rendah karena adanya akumulasi asam sehingga proses hidrolisis enzim selulosa terganggu karena aktivitas enzim selulosa berada pada ph netral 6-7. Akumulasi asam menyebabkan asidosis sehingga terjadi kerusakan lapisan epitel pada rumen. Kerusakan pada mukosa rumen maka kondisi penyerapan asupan energi akan terganggu yang berdampak terhadap kondisi pertumbuhan fetus menjadi terganggu. 28

Penyerapan yang lambat memungkinkan adanya peningkatan aktivitas mikroba rumen sehingga akan menyebabkan produksi asam VFA dan laktat meningkat yang menyebabkan penurunan ph rumen dan asidosis. Untuk mencegah terjadinya acidosis perlu diberikan feed additif yang dapat berperan sebagai buffer. Pemberian fermentasi ampas tahu sebagai konsentrat yang bersifat asam dapat menganggu nilai pH rumen selama kebuntingan domba misalnya menyebabkan abortus atau lahir sebelum waktunya. Untuk menetralkan pH silase ampas tahu perlu penambahan buffer pada silase ampas tahu. Buffer yang digunakan untuk menetralkan rumen dengan penambahan soda kue (sodium bicarbonat) sebagai buffer atau penyangga dari pH asam. Pemberian sodium bicarbonat pada silase ampas tahu tersebut di maksudkan agar menetralkan pH pada rumen dan aktivitas mikrobia meningkat serta dapat meningkatkan produktifitas ternak, serta mengurangi resiko akan terjadinya keguguran pada ternak bunting. Pakan dengan konsentrat yang tinggi menyebabkan asidosis salah satu yang berpengaruh terhadap ternak yaitu kembung sehingga rumen tambah membesar dibagian kiri, karena rumen bertambah besar otomatis uterus terdesak. Pakan terlalu asam akan menyebabkan dinding rumen akan mengalami kerusakan sehingga

penyerapan

nutrient

untuk

fetus

tidak

maksimal

maka

perkembangan fetus terkendala. Selain itu, ketika terjadi asidosis absorbsi VFA dirumen terganggu sehingga VFA terutama propionat sebagai 29

glukogenik (dapat diubah menjadi glukosa) dihati sangat terbatas, di sisi lain perkembangan fetus tergantung dengan ketersediaan fruktosa dan glukosa. Konsentrat yang mengandung campuran bahan-bahan sumber energi, protein serta mineral merupakan salah satu solusi untuk dapat meningkatkan produk fermentasi rumen yang dapat menyediakan nutrien yang cukup untuk pembentukan air susu. Konsentrat diharapkan dapat bertindak sebagai sumber karbohidrat mudah terlarut dan sebagai sumber glukosa untuk bahan baku produksi susu. Konsentrat sebagai sumber karbohidrat mudah terlarut sehingga konsentrat dapat meningkatkan terbentuknya asam lemak VFA lebih banyak terutama asam propionat. Asam lemak tersebut merupakan sumber energi bagi sel inang atau ternak, sebagai bahan baku glikogen bagi induk dan sumber glukosa untuk bahan baku sintesis air susu. Glukosa merupakan bahan baku susu utama pada ternak yang sedang laktasi terutama awal laktasi, yang digunakan sebagai sumber energi untuk sintesis susu, sebagai komponen lemak susu, dan sintesis laktosa susu. Dengan meningkatnya laktosa susu, maka produksi susu juga meningkat karena laktosa berperan sebagai osmoregulator pada kelenjar ambing. Semakin banyak produksi asetat, semakin banyak sintesis asam lemak dan ini menyebabkan peningkatan kadar lemak susu karena, di dalam rumen konsentrat akan mengalami pencernaan fermentatif yang lebih banyak menghasilkan asam propionat daripada asam asetat. Dengan demikian,

30

produksi susu dapat ditingkatkan untuk mendukung pertumbuhan cempe yang lebih baik selama periode menyusu (prasapih).

Hipotesis Penambahan buffer pada fermentasi campuran konsentrat berbasis ampas tahu sebagai pakan domba bunting akan memperbaiki lama kebuntingan dan pertumbuhan cempe domba ekor tipis.

31

MATERI DAN METODE

Lokasi Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kelompok ternak Maju Sejahtera, Godean, Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2014 sampai Agustus 2015 selama masa kebuntingan domba ekor tipis.

Materi Ternak Ternak yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan domba ekor tipis yang sedang bunting berumur sekitar dua tahun berjumlah 12 ekor dengan rata-rata umur 2 sampai 3 tahun yang memiliki berat badan rata-rata 25 sampai 30 kg. Ternak dibagi secara acak menjadi tiga kelompok sesuai perlakuan dengan jumlah ulangan ternak tiap perlakuan adalah empat ekor. Pakan Pakan yang diberikan berupa hijauan segar berupa rendeng kacang tanah, hijauan diberikan pagi hari dan sore hari. Hijauan diberikan sesuai dengan kebutuhan ternak yang masing-masing ditimbang sesuai dengan bobot badan ternak.Konsentrat berupa silase ampas tahu diberikan pagi hari saja sekitar 500 sampai 800 g/ekor/hari. Pemberian pakan konsentrat silase ampas tahu sesuai dengan perlakuan. Hasil analisis proksimat pakan tercantum pada Tabel 1. 32

Komposisi kimia Abu (%) Protein kasar (%) Lemak kasar(%) Serat kasar(%) Bahan kering(%) BETN (%) TDN (%)1

Tabel 1. Hasil analisi proksimat pakan Jerami kacang tanah Silase konsentrat ampas tahu 13,12 10,28 10,39 14,8 5,99 13,11 27,78 21,14 46,31 41 42,72 40,7 69,72 75,7

Sumber: Hasil Analisis Proksimat Laboratorium Biokimia Nutrisi Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada 1) Dihitung berdasarkan rumus yang dikemukakan oleh Hartadi et al.(1997)(Lampiran 1)

Kandang Kandang yang digunakan berupa kandang panggung yang telah disekat-sekat.Kandang dilengkapi dengan tempat pakan hijauan, tempat air minum berupa ember.lantai kandang terbuat dari bilah-bilah bambu berselang 2,5 cm untukmemudahkan pembersihan kandang dan atap kandang terbuat dari asbes. Peralatan Alat–alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan digital untuk menimbang domba yang baru lahir serta untuk menimbang pakan, gasdect digunakan untuk mengecek kebuntingan ternak, serta hasil pencatatan (recording) berat lahir, panjang badan, lebar badan, lingkar dada anak domba ekor tipis di kelompok ternak Maju Sejahtera.

33

Metode

Fermentasi Ampas Tahu dengan BAL Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan silase ampas tahu meliputi ampas tahu sebanyak 60 kg, dedak 35 kg, polar 15 kg, premix 0,38 kg, mineral 0,38 kg, starter 5 kg serta molases 4 kg. Semua bahan tersebut dicampur secara merata, lalu dimasukkan kedalam tong yang kedap udara. Hasil dari pencampuran yang telah dimasukkan dalam tong tersebut di diamkan selama 14 hari. Penambahan Sodium Bicarbonat pada Silase Level Sodium Bicarbonat yang ditambahkan pada silase dalam jumlah yang berbeda. Kelompok domba A diberikan silase dengan kadar sodium bicarbonat 1,5%, maksudnya dalam 1 kg silase terdapat 15 g sodium bicarbonat. Kelompok domba B tanpa pemberian silase tanpa penambahan sodium bicarbonat. Kelompok Domba C diberikan silase dengan kadar sodium bicarbonat 3%, maksudnya dalam 1 kg silase terdapat 30 g sodium bicarbonat. Silase ampas tahu yang sudah jadi ditambah dengan sodium bicarbonat tergantung jumlah dalam setiap kelompok tersebut, setelah itu dicampur dan dimasukkan lagi dalam tong kedap udara. Pemberian Pakan Domba Ekor Tipis Domba yang digunakan sebanyak 12 ekor, yang kemudian dibagi kedalam 3 kelompok. Kelompok A (P1) untuk domba dengan level sodium 34

bicarbonat 1,5%. Kelompok B (P0) 0% untuk domba sebagai kontrol atau tanpa penambahan sodium bicarbonat dan Kelompok C (P2) untuk domba dengan level sodium bicarbonat 3%. Jumlah pakan yang diberikan untuk masing-masing ternak berbeda sesuai dengan kebutuhan. Perhitungan kebutuhan bahan kering pakan ternak didasarkan pada bobot badan domba tersebut yaitu 4% dari bobot badan yaitu 4% dari bobot badan ternak, dengan proporsi hijauan 70% dan konsentrat 30%. Pemberian pakan diberikan selama 2 kali dalam sehari pada pagi hari diberikan pakan silase ampas tahu dan hijauan atau rendeng dan pada sore hari diberikan rendeng saja. Pemberian rendeng kacang tanah terlebih dahulu dilakukan pencacahan sekitar 15 cm hal ini ditujukan untuk memudahkan domba pengambilan pakan. Pemberian pakan yang diberikan pada masing-masing ternak tergantung kebutuhan. Pengambilan Data Konsumsi Pakan. Konsumsi pakan dilakukan dengan menimbang pakan yang diberikan dikurangi dengan sisa pakan. Sebelum diberikan, pakan ditimbang terlebih dahulu, sedangkan sisa pakan ditimbang. Konsumsi pakan meliputi konsumsi bahan kering (BK), protein kasar (PK), serat kasar (SK), lemak kasar (LK) dan total digestible nutrients (TDN). Konsumsi BK dihitung dengan cara mengalikan konsumsi pakan (g/ekor) dengan kandungan BK pakan (%). Konsumsi protein dihitung dengan cara mengalikan konsumsi BK (g/ekor) dengan kandungan protein pakan (%).

35

Kandungan protein pakan diperoleh dari komposisi nutrien pakan hasil analisis proksimat. Konsumsi TDN dihitung dengan cara konsumsi BK dikalikan dengan kandungan TDN pakan (%).Kandungan TDN pakan diperoleh dari hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan regresi (Hartadi et al., 1997). Konsumsi BK, PK, SK, LK dan TDN per bobot badan metabolik (BBM) yaitu konsumsi BK, PK, SK, LK dan TDN dibagi dengan rata-rata bobot badan di pangkatkan 0,75. Kebuntingan. lama kebuntingan ternak ditunggu sampai induk tersebut

beranak,

waktu

kebuntingan

berkisar

150-160

hari

masa

kebuntingan domba. Pada saat beranak, Cempe yang baru lahir ditimbang dan dilakukan pencatatan tanggal beranak. Ukuran tubuh. Data ukuran tubuh yang diambil meliputi Pertumbuhan cempe selama sapih meliputi panjang badan, lingkar dada, dan lebar badan. Pengukuran tubuh domba dilakukan setiap satu minggu sekali secara beturut-turut selama 3 bulan. Pengukuran ukuran tubuh ternak harus dalam posisi ternak berdiri tegak lurus pada suatu bidang datar. Bobot badan. Bobot badan diketahui dengan cara penimbangan cempe pada umur sapih sekitar 3 bulan. Pertambahan bobot badan harian (PBBH) dilakukan dengan cara penimbangan bobot badan setiap minggunya selama 3 bulan. Pertambahan bobot badan harian (g/hari) dihitung dengan rumus menurut soeparno (1994):

36

G=

𝑊𝑡 − 𝑊𝑜 𝑇

Dimana : G

= Pertambahan bobot badan harian (kg)

Wt

= Bobot akhir (kg)

Wo

= Bobot awal (kg)

T

= Waktu (hari)

Analisa Data Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Pola Searah (Complete Randomize Design One Way Classification), khusus pertambahan bobot badan harian dilakukan analisis kovariansi dengan bobot awal sebagai kovarian, dengan penambahan perbedaan kadar buffer sebagai perlakuan dengan masing-masing perlakuan mempunyai 4 ulangan. Apabila terdapat perbedaan yang signifikan maka diteruskan dengan uji Duncans’ New Multiple Range Test (DMRT). Analisis dilakukan dengan menggunakan progam SPSS 16 pada Windows.

37