PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENINGKATAN

Download Kabupaten Bogor). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan .... peran Gapoktan terhadap pendapatan usahatani sayuran melalui ke...

0 downloads 1170 Views 3MB Size
i

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN USAHATANI SAYURAN (STUDI KASUS: GAPOKTAN RUKUN TANI DESA CITAPEN, KECAMATAN CIAWI, KABUPATEN BOGOR)

SKRIPSI

SUSANTI H34090029

DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

ii

RINGKASAN SUSANTI. Pengaruh Kemitraan Terhadap Peningkatan Usahatani Sayuran (Studi Kasus: Gapoktan Rukun Tani Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan DWI RACHMINA) Hortikultura merupakan produk pertanian yang memiliki karakteristik spesifik dan membutuhkan perhatian karena sifatnya yang khas yaitu tidak dapat disimpan lama, bulky, voluminous, mudah rusak (perishable), dan seasonable atau musiman, serta harganya yang sangat berfluktuatif. Diantara jenis hortikultura, sayuran merupakan komoditi yang paling rentan terhadap risiko. Perkembangan sayuran, menunjukkan trend peningkatan yang semakin positif. Hal ini disebabkan kebutuhan konsumen akan komoditi hortikultura semakin besar. Upaya pengembangan usahatani sayuran perlu terus dilakukan dengan tujuan untuk memenuhi permintaan pasar serta peningkatan kualitas sayuran. Guna menunjang nilai pendapatan usahatani sayuran dibutuhkan sebuah subsistem penunjang agribisnis sayuran. Salah satu subsistem penunjang yang mendukung kegiatan agribisnis sayuran adalah adanya kemitraan. Salah satu kelembagaan pertanian yang menjalin kemitraan dengan petani di daerah Bogor adalah Gapoktan Rukun Tani di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Pengembangan sayuran dilakukan oleh Gapoktan Rukun Tani melalui kemitraan dan kerjasama dengan petani anggota. Di Desa Citapen sendiri petani sayuran tidak hanya petani anggota Gapoktan, melainkan juga petani lain yang tidak bergabung dengan Gapoktan. Dengan mengkaji kinerja Gapoktan serta usahatani yang dilakukan petani sayuran di Desa Citapen, perlu dilakukan analisis terhadap perbedaan keragaan usahatani. Perbedaan produksi dan pendapatan usahatani serta pengaruh kemitraan dan penilaian yang berbeda terhadap Gapoktan oleh petani mitra dan non mitra merupakan permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengetahui keragaan usahatani petani sayuran di Desa Citapen baik yang bermitra maupun yang tidak bermitra dengan Gapoktan Rukun Tani, (2) mengetahui penilaian petani yang memilih bermitra dan petani yang tidak bermitra dengan Gapoktan Rukun Tani, dan (3) menganalisis pengaruh kemitraan terhadap peningkatan pendapatan usahatani sayuran Analisis keragaan usahatani dilakukan dengan analisis kuantitatif melalui analisis pendapatan usahatani, analisis R/C rasio, dan analisis titik impas (Break Event Point). Sedangkan penilaian kelembagaan Gapoktan dilakukan dengan analisis kualitatif melalui penilaian sikap responden terhadap fasilitas dan pelayanan Gapoktan. Pemberian skor nilai atas penilaian sikap responden terhadap fasilitas Gapoktan dilakukan dengan menggunakan skala Likert, sedangkan penilaian responden terhadap pelayanan diukur dengan persentase dan selanjutnya dianalisis secara deskriptif dengan membandingkan penilaian petani bukan anggota Gapoktan. Penelitian ini dilakukan di Gapoktan Rukun Tani, Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor dengan waktu pengambilan data dari awal bulan November sampai akhir Desember 2012. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive (sengaja) dengan mempertimbangkan komoditi dan perbedaan status

iii

petani mitra dan non mitra. Petani responden berjumlah 34 orang dengan pengambilan secara acak yang terdiri dari 20 petani anggota Gapoktan dan 14 petani bukan anggota Gapoktan. Berdasarkan perhitungan analisis pendapatan usahatani, diperoleh rata-rata pendapatan petani yaitu pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 140.144.509 dan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 139.156.078 per hektar per tahun untuk petani anggota Gapoktan. Sedangkan untuk petani bukan anggota Gapoktan yaitu pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 144.858.093 per hektar per tahun dan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 143.522.836 per hektar per tahun. Pendapatan yang lebih besar oleh petani bukan anggota Gapoktan dikarenakan penggunaan input-input produksi yang lebih hemat dan diduga pengelolaan budidaya sayuran lebih baik. Sedangkan petani anggota Gapoktan menggunakan input produksi dalam jumlah yang berlebihan yang justru berpengaruh kurang baik terhadap produksi sayuran serta diduga pengelolaan budidaya yang kurang baik. Akses terhadap input yang mudah oleh petani anggota ke Gapoktan dikarenakan Gapoktan menyediakan sarana prasarana produksi dan pinjaman modal. Berdasarkan nilai R/C rasio, petani anggota Gapoktan masih belum maksimal yaitu ditunjukkan dengan nilai R/C atas biaya tunai yaitu 10,63 dan R/C atas biaya total 9,95 lebih kecil dibandingkan petani bukan anggota yaitu nilai R/C atas biaya tunai sebesar 12,10 dan nilai R/C atas biaya total sebesar 10,98. Nilai R/C ini sudah lebih besar dari satu yang berarti kegiatan usahatani menguntungkan. Harga sayuran yang diterima petani anggota Gapoktan per tahun lebih besar dikarenakan adanya keterjaminan pasar dan harga sayuran dari Gapoktan. Petani bermitra dengan Gapoktan karena adanya penilaian positif terhadap fasilitas dan pelayanan yang cukup baik dari Gapoktan. Hal ini didukung dengan penilaian sikap responden terhadap fasilitas yang memiliki nilai 330 yang berarti fasilitas cukup baik dan penilaian responden terhadap pelayanan Gapoktan yaitu sebesar 70,625 persen responden menyatakan setuju terhadap indikator pelayanan Gapoktan. Faktor yang paling berpengaruh terhadap penilaian responden adalah syarat awal masuk menjadi anggota mudah, adanya bantuan pinjaman modal, informasi harga sayuran jelas, kemudahan memperoleh input produksi, pembayaran hasil panen lancar, dan selalu tersedianya fasilitas pengangkutan hasil panen. Sementara pelayanan yang paling mendapat tanggapan positif adalah tujuan pembentukan Gapoktan, pengurus melayani anggota dengan baik sesuai hak dan kewajiban, Gapoktan menyediakan fasilitas dan sarana dan prasarana yang dibutuhkan petani, serta Gapoktan mampu meningkatkan posisi tawar dan pendapatan petani. Sedangkan petani yang memilih untuk tidak bermitra dengan Gapoktan dikarenakan penilaian terhadap Gapoktan yaitu lokasi lahan jauh dari Gapoktan, kepraktisan menjual hasil panen ke pengumpul, modal dan skala usahatani yang cukup besar, kepentingan memasok sayuran, tidak menyukai kegiatan yang bersifat administratif, serta anggapan bahwa kegiatan Gapoktan menguntungkan pihak tertentu saja. Kemitraan antara Gapoktan dan petani memberikan pengaruh cukup baik terhadap peningkatan pendapatan dikarenakan terdapat penghematan pada biaya diperhitungkan berupa fasilitas pengangkutan serta adanya keterjaminan harga dan pasar bagi sayuran hasil panen petani anggota.

iv

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN USAHATANI SAYURAN (STUDI KASUS: GAPOKTAN RUKUN TANI DESA CITAPEN, KECAMATAN CIAWI, KABUPATEN BOGOR)

SKRIPSI

SUSANTI H34090029

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

v

Judul Skripsi

Nama NIM

: Pengaruh Kemitraan terhadap Peningkatan Pendapatan Usahatani Sayuran (Studi Kasus: Gapoktan Rukun Tani Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor) : Susanti : H34090029

Disetujui oleh, Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Dwi Rachmina, MSi NIP. 19631227 199003 2 001

Diketahui oleh, Ketua Departemen Agribisnis

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002

Tanggal Lulus :

vi

PERNYATAAN Dengan ini menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Pengaruh Kemitraan terhadap Peningkatan Pendapatan Usahatani Sayuran (Studi Kasus: Gapoktan Rukun Tani Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor)” adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2013

Susanti

vii

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Batang pada tanggal 26 Januari 1991 dari pasangan Bapak Yahri dan Ibu Darwati. Penulis merupakan putri kedua dari dua bersaudara. Penulis memulai pendidikan dasar di SD Negeri 2 Wonokerso dan lulus tahun 2003. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 1 Limpung dan lulus tahun 2006. Pendidikan tingkat atas dapat diselesaikan penulis pada tahun 2009 di SMA Negeri 1 Kendal. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2009 dan diterima di Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, dan lulus pada tahun 2013. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti organisasi intra kampus. Penulis pernah aktif sebagai sekretaris Komisi II DPM TPB periode 2009-2010, sekretaris Komisi II DPM FEM periode 2010-2011, sekretaris umum DPM KM IPB periode 2011-2012, anggota Badan Pekerja Hubungan Kelembagaan MPM KM IPB periode 2010-2011 dan periode 2011-2012, anggota UKM Forum for Scientific Studies (FORCES) IPB tahun 2009-2011 dan sebagai sekretaris Departemen Community Development (Comdev) FORCES IPB tahun 2010-2011. Penulis pernah menjadi asisten Pendidikan Agama Islam tahun 2012 dan pengurus Rohis Departemen Agribisnis angkatan 2009. Penulis juga aktif sebagai anggota Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) Fokma Bahurekso Kendal tahun 2009-2013. Penulis tercatat sebagai mahasiswa penerima beasiswa BBM IPB tahun 2009-2011 dan beasiswa PPA IPB tahun 2011-2013, beasiswa Bank Mandiri tahun 2013, dan beasiswa penelitian dari Lippo Bank tahun 2013. Penulis juga aktif mengikuti lomba karya tulis dan karya ilmiah tingkat mahasiswa. Beberapa prestasi yang diraih oleh penulis antara lain pemenang Hibah Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI) wilayah Jakarta-Jawa Barat-Banten tahun 2010 dan finalis didanai Hibah MITI Nasional tahun 2011, Juara I One Day No Rice Essay Competition HIPMA IPB tahun 2011, finalis lomba film dokumenter Eagle Award Metro TV tahun 2011, lolos didanai Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) Kewirausahaan dan Pengabdian Masyarakat tahun 2011, lolos didanai Program Mahasiswa Wirausaha (PMW) tahun 2012, dan Mahasiswa Berprestasi Departemen Agribisnis tahun 2012. Penulis juga mengikuti Program Sinergi S1 dan S2 (Fast Track) pada Magister Sains Agribisnis (MSA) IPB tahun 2012 dan mendapat Beasiswa Unggulan Biro Perencanaan dan Kerjasama Luar Negeri (BU BPKLN) dari Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

viii

KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Pengaruh Kemitraan terhadap Peningkatan Pendapatan Usahatani Sayuran (Studi Kasus: Gapoktan Rukun Tani Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor). Skripsi ini disusun sebagai tugas akhir dan salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis. Penulisan skripsi ini berdasarkan penelitian yang dilaksanakan penulis di Gapoktan Rukun Tani, Desa Citapen, Kecamatan Ciawi pada awal bulan November-akhir bulan Desember 2012. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran Gapoktan terhadap pendapatan usahatani sayuran melalui kemitraan yang dijalankan. Penyelesaian tugas akhir ini tidak terlepas dari bimbingan, arahan, dan dukungan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Skripsi ini sangat bermanfaat bagi penulis sebagai mahasiswa tingkat akhir yang harus menyelesaikan tugas akhirnya pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini merupakan pencapaian maksimal yang dapat diselesaikan oleh penulis selama mengikuti kegiatan perkuliahan. Penulis menyadari masih banyak kekurangan yang harus disempurnakan dalam penulisan ini. Oleh karena, penulis mengharapkan masukan dan saran yang membangun bagi perbaikan penulisan serupa selanjutnya. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak maupun pembaca.

Bogor, Maret 2013

Penulis

ix

UCAPAN TERIMA KASIH Allhamdulillahi robbil’ alamin, atas berkah rahmat dan izin Allah SWT akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang merupakan tugas akhir sarjananya. Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak. Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Secara khusus, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan karunia yang begitu besar yang diberikan kepada penulis selama kegiatan perkuliahan, penelitian serta penyelesaian skripsi. 2. Bapak dan Ibu atas segala doa, kasih sayang, pengorbanan, dan dukungan yang tiada henti dan tidak terukur baik moril maupun materil kepada penulis sepanjang waktu. Saudara satu-satunya penulis yaitu kakak penulis yang terus dan terus memberikan semangat dan dukungan. 3. Dr. Ir. Dwi Rachmina, MSi selaku dosen pembimbing yang telah banyak membantu memberikan bimbingan, arahan, evaluasi, dan saran dengan penuh kesabaran serta memberikan semangat kepada penulis selama penyelesaian skripsi ini. 4. Prof. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS selaku Koordinator Program Studi Magister Sains Agribisnis yang telah membantu memberikan arahan, masukan, saran, dan dukungan yang sangat bermanfaat dalam penyelesaian skripsi ini. 5. Ir. Popong Nurhayati, MM selaku pembimbing akademik penulis selama menempuh studi di Departemen Agribisnis dan sekaligus sebagai Dosen Penguji Sidang Skripsi yang telah memberikan arahan dan bimbingan, koreksi, masukan untuk perbaikan skripsi, serta dukungan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir tepat waktu. 6. Dr. Ir. Netti Tinaprilla, MM selaku Dosen Penguji Sidang Skripsi yang telah banyak memberikan koreksi dan masukan untuk perbaikan dan penyempurnaan penulisan dan penyelesaian skripsi ini. 7. Ketua Departemen, Dosen, staf dan karyawan Departemen Agribisnis yang telah banyak memberikan ilmu, pengalaman, bantuan, dan dukungan kepada penulis selama ini. 8. Segenap pengurus Gapoktan Rukun Tani yang telah banyak membantu selama kegiatan penelitian terutama kepada Bapak Jamil selaku sekretaris Gapoktan yang tidak pernah lelah dan tidak mengeluh saat penulis membutuhkan bantuan. 9. Warga Desa Citapen khususnya petani responden yang telah bersedia meluangkan waktu untuk penulis wawancarai dan atas kesediaan memberikan informasi yang sangat penting bagi tujuan penelitian. 10. Kantor Desa Citapen yang telah memberikan informasi mengenai monografi desa. 11. Bagian Pertanian dan Administrasi Kecamatan Ciawi atas informasi yang diberikan mengenai potensi wilayah, komoditi unggulan, dan profil Kecamatan Ciawi. 12. Balai Pelaksana Penyuluh Pertanian, Perikanan, Peternakan, dan Kehutanan (BP4K) Kabupaten Bogor yang telah membantu memberikan data-data

x

tentang pertanian dan kelembagaan pertanian di wilayah Ciawi serta data dari BP3K Kecamatan Ciawi kepada penulis. 13. Sahabat seperjuangan di DPM-MPM KM IPB periode 2011-2012 dan temanteman DPM-MPM-BEM KM periode 2012-2013 banyak memberikan bantuan, dukungan, doa, semangat, kekuatan, dan telah menularkan semangat, kesabaran, dan kerja keras yang patut dicontoh oleh penulis terutama dalam penyelesaian tugas akhir ini. 14. Teman-teman Agribisnis angkatan 46 yang telah memberikan dukungan dan kebersamaannya selama ini, terlebih kepada teman-teman Program Sinergi S1 dan S2 (Fast Track) Magister Sains Agribisnis (MSA) tahun 2012. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan baik moril maupun materil yang turut berkontribusi dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga segala dukungan dan bantuan yang telah diberikan mendapat balasan dari TuhanYang Maha Esa.

Bogor, Maret 2013 Susanti

xi

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ...................................................................................... DAFTAR TABEL .............................................................................. DAFTAR GAMBAR .......................................................................... LEMBAR LAMPIRAN ......................................................................

xi xiv xvii xviii

PENDAHULUAN ................................................................................ 1.1. Latar Belakang ..................................................................... 1.2. Perumusan Masalah ............................................................. 1.3. Tujuan Penelitian ................................................................. 1.4. Manfaat Penelitian ............................................................... 1.5. Ruang Lingkup Penelitian ....................................................

1 1 6 8 8 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 2.1. Agribisnis Sayuran ................................................................ 2.2. Pengertian Kelembagaan ....................................................... 2.3. Ekonomi Kelembagaan dan Koordinasi Aktifitas Ekonomi ................................................................................ 2.4. Konsep dan Pola Kemitraan Agribisnis ................................ 2.5. Aturan Main dalam Kelembagaan Kemitraan Usaha ............ 2.6. Analisis Pendapatan Usahatani ..............................................

10 10 12

III. KERANGKA PEMIKIRAN ....................................................... 3.1. KerangkaPemikiran Teoritis ................................................. 3.1.1. Teori Produksi ........................................................... 3.1.2. Konsep Usahatani ...................................................... 3.1.3. Penerimaan Usahatani ............................................... 3.1.4. Pengeluaran Usahatani ............................................... 3.1.5. Pendapatan Usahatani ................................................ 3.1.6. Ukuran Pendapatan Usahatani ................................... 3.1.7. Faktor yang Mempengaruhi Efektifitas Kinerja Kelembagaan Kemitraan Usahatani Sayuran ............ 3.1.8. Evaluasi Kelembagaan Kemitraan Usaha Hortikultura ............................................................... 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional .........................................

22 22 22 22 23 23 24 24

IV. METODE PENELITIAN ............................................................ 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................ 4.2. Jenis dan Sumber Data ......................................................... 4.3. Metode Pengambilan Data..................................................... 4.4. Metode PenarikanSampel ...................................................... 4.5. Metode Analisis Data ........................................................... 4.5.1. Analisis Pendapatan Usahatani .................................. 4.5.2. Analisis Rasio Penerimaan dengan Biaya yang Dikeluarkan (Analisis R/C Rasio) ...................

33 33 33 33 33 34 34

13 14 18 19

25 28 29

36

xii

Halaman 4.5.3. Analisis Titik Impas (Break Event Point) .................. 4.5.4. Analisis Kinerja Kelembagaan Gapoktan ................. 4.5.4.1. Penilaian Sikap Responden Terhadap Fasilitas yang Diberikan Gapoktan ............. 4.5.4.2. Penilaian Sikap Responden Terhadap Pelayanan Gapoktan .................................... 4.5.4.3. Penilaian kinerja Gapoktan oleh Petani Bukan Anggota Gapoktan ..........................

36 38

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ....................... 5.1. Gambaran Umum Wilayah Kecamatan Ciawi ...................... 5.2. Gambaran Umum Lokasi Penelitian...................................... 5.3. Gambaran Umum Gapoktan Rukun Tani .............................. 5.4. Karakteristik Petani Responden ............................................ 5.4.1. Status Usaha .............................................................. 5.4.2. Status Kepemilikan Lahan ........................................ 5.4.3. Umur Petani ............................................................... 5.4.4. Tingkat Pendidikan Petani ........................................ 5.4.5. Pengalaman Bertani Sayuran .................................... 5.4.6. Alasan Bertani Sayuran ............................................ 5.4.7. Modal Usahatani .......................................................

43 43 46 50 62 63 63 65 65 66 67 68

VI. ANALISIS USAHATANI SAYURAN PETANI RESPONDEN DI DESA CITAPEN ........................................... 6.1. Keragaan Usahatani Sayuran ................................................ 6.2. Penggunaan Input-Input Produksi Usahatani Sayuran ......... 6.2.1. Penggunaan Lahan .................................................... 6.2.2. Penggunaan Pupuk ................................................... 6.2.3. Penggunaan Benih .................................................... 6.2.4. Penggunaan Tenaga Kerja ......................................... 6.2.5. Penggunaan Obat-Obatan ......................................... 6.2.6. Penggunaan Peralatan Usahatani .............................. 6.3. Pengeluaran/Biaya Usahatani ............................................... 6.4. Penerimaan Usahatani ........................................................... 6.5. Pendapatan Usahatani ........................................................... 6.6. Analisis R/C Rasio ............................................................... 6.7. Analisis Titik Impas (Break Event Point)..............................

70 70 72 73 74 75 76 76 77 77 80 81 83 85

VII. PENILAIAN KINERJA KELEMBAGAAN GAPOKTAN RUKUN TANI DESA CITAPEN KECAMATAN CIAWI ...... 7.1. Penilaian Sikap Responden Terhadap Fasilitas Gapoktan ... 7.2. Penilaian Sikap Responden Terhadap Pelayanan Gapoktan ............................................................................... 7.3. Penilaian Gapoktan oleh Petani Bukan Anggota ...................

39 41 41

86 86 93 103

xiii

Halaman VIII.KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 8.1. Kesimpulan ............................................................................ 8.2. Saran .....................................................................................

105 105 106

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................... LAMPIRAN .........................................................................................

108 112

xiv

DAFTAR TABEL Nomor 1.

Halaman Perkembangan Produksi Beberapa Sayuran Indonesia Tahun 2002-2011 ..........................................................................

1

Rata-rata Konsumsi Kalori (KKal) per Kapita Sehari Menurut Kelompok Makanan tahun 2005-2011 ...........................

2

Luas Panen, Produksi, dan Produktifitas Cabai Provinsi Jawa Barat Tahun 2009-2011 ........................................................

3

Persamaan dan Perbedaan Penelitian Terdahulu dengan Penelitian yang akan Dilakukan ...................................................

21

Garis Besar Perhitungan Pendapatan Usahatani Sayuran pada Penelitian di Desa Citapen Kecamatan Ciawi ....................

35

6.

Skala dan Kategori Penilaian Fasilitas Gapoktan .......................

40

7.

Kondisi Kependudukan Kecamatan Ciawi Tahun 2012 ..............

43

8.

Penggolongan Penduduk Berdasarkan Usia di Kecamatan Ciawi Tahun 2012 ........................................................................

44

Mata Pencaharian Penduduk di Kecamatan Ciawi Tahun 2012 ...................................................................................

45

10.

Penggunaan Lahan di Desa Citapen Tahun 2011 .........................

46

11.

Distribusi dan Jumlah Penduduk di Desa Citapen Tahun 2012 ....................................................................................

47

12.

Mata Pencaharian Penduduk Desa Citapen Tahun 2012...............

49

13.

Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Tahun 2012 ................................

49

Data Kelompok Tani yang Tergabung di Gapoktan Rukun Tani Tahun 2012 ................................................................

52

Sebaran Luas Lahan Sawah dan Luas Lahan Darat yang Diusahakan oleh Anggota Gapoktan Rukun Tani Tahun 2011 ....................................................................................

53

2.

3.

4.

5.

9.

14.

15.

xv

Nomor 16.

Halaman Perkembangan Curah Hujan Desa Citapen Tahun 2006 – 2010 ........................................................................

53

Jenis Usaha/Komoditi yang Diusahakan oleh Anggota Gapoktan Rukun Tani ..................................................................

54

Pola Tanam Komoditi Tanaman Pangan, Palawija dan Hortikultura di Gapoktan Rukun Tani .........................................

57

19.

Fasilitas Usahatani yang Dimiliki Gapoktan Rukun Tani ............

50

20.

Peruntukan Dana PUAP di Gapoktan Rukun Tani sampai Bulan Maret 2011 ..........................................................................

60

Karakteristik Petani Sayuran di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Tahun 2012 ......................................................

62

Status Kepemilikan Lahan Petani Sayuran di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Tahun 2012 .....................................................

64

Penggolongan Umur Petani Sayuran di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Tahun 2012 ......................................................

65

Tingkat Pendidikan Petani Sayuran di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Tahun 2012 .......................................................

66

Pengalaman Bertani Sayuran Petani di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Tahun 2012 ......................................................

66

Alasan Bertani Sayuran Petani di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Tahun 2012 ......................................................

68

Penggolongan Modal Usahatani Sayuran di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Tahun 2012 .......................................

69

Pola Usahatani Sayuran di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Tahun 2012 ......................................................

71

Pola Tumpangsari Antar Jenis Sayuran yang Dibudidayakan Petani di Desa Citapen Tahun 2012 ..............................................

71

Rata-Rata Penggunaan Input Produksi Usahatani Sayuran Per Hektar Per Tahun di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Tahun 2012 ......................................................................................

72

17.

18.

21.

22.

23.

24.

25.

26.

27.

28.

29.

30.

xvi

Nomor 31.

32.

33.

34.

35.

36.

37.

38.

39.

40.

Halaman Rata-Rata Penggunaan Lahan untuk Budidaya Sayuran Sebelum Konversi ke Hektar Per Tahun di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Tahun 2012 ....................................................

74

Rata-Rata Biaya Penyusutan Peralatan Per Tahun pada Usahatani Sayuran di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Tahun 2012 ...................................................................................

77

Biaya-Biaya yang Dikeluarkan pada Usahatani Sayuran Per Hektar Per Tahun di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Tahun 2012 ..................................................................................

79

Rata-Rata Jumlah Produksi, Harga, dan Penerimaan Usahatani Sayuran Per Hektar Per Tahun di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Tahun 2012 ...................................................

81

Rata-Rata Pendapatan Usahatani Sayuran Per Hektar Per Tahun di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Tahun 2012 ..............

82

Rata-Rata Nilai R/C Rasio Usahatani Sayuran Per Hektar Per Tahun di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Tahun 2012 ..........

84

Rata-Rata Nilai Titik Impas (Break Event Point) Usahatani Sayuran Per Hektar Per Tahun di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Tahun 2012 ......................................................

85

Penilaian Responden Terhadap Pelayanan Kinerja Gapoktan Rukun Tani di Desa Citapen Tahun 2012.....................

96

Perguliran Dana BLM-PUAP di Gapoktan Rukun Tani Sampai Januari 2011 ...................................................................

102

Rekapitulasi Penyaluran Dana PUAP Menurut Usaha Produktif yang Bibiayai BLM-PUAP Tahun 2009 – Januari 2011 .................................................................................

103

xvii

DAFTAR GAMBAR Nomor

Halaman

1.

Pola Kemitraan Inti-Plasma ...........................................................

15

2.

Pola Kemitraan Sub Kontrak ..........................................................

16

3.

Pola Kemitraan Dagang Umum Hortikultura..................................

17

4.

Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA) ...........

17

5.

Pola Kemitraan Keagenan ..............................................................

18

6.

Kerangka Pemikiran Operasional Pengaruh Kemitraaan Terhadap Peningkatan Pendapatan Usahatani Hortikultura ...........

32

7.

Data Penduduk Warga Miskin Desa Citapen Tahun 2011 ..............

47

8.

Kondisi Rumah Penduduk Desa Citapen Tahun 2011 ....................

48

9.

Sekretariat Gapoktan Rukun Tani, Desa Citapen, Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor ..............................................

51

Jenis Usaha yang Dilaksanakan Gapoktan Rukun Tani, Desa Citapen, Kecamatan Ciawi ....................................................

56

Kegiatan Dinamika Kelompok Gapoktan Rukun Tani, Desa Citapen, Kecamatan Ciawi ....................................................

59

Pemberian Pinjaman Modal kepada Petani Anggota dan Pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) ..............................................

88

Uji Coba Pembuatan Obat Cair Sendiri oleh Pengurus Gapoktan Rukun Tani ....................................................................

89

Kegiatan Transaksi Penjualan dan Pemasaran Hasil Panen ke Gapoktan ...................................................................................

90

Fasilitas Pengangkutan Hasil Panen yang Disediakan oleh Gapoktan ................................................................................

91

10.

11.

12.

13.

14.

15.

xviii

DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1.

Halaman Indeks Harga yang Diterima Petani (IT), Indeks Harga yang Dibayar Petani (IB) dan Nilai Tukar Petani Hortikultura (NTPH), Serta Perubahannya 2012 ..........................

113

Data Kelompok Tani Kecamatan Ciawi Menurut Komoditi Pertanian Tahun 2012 ....................................................................

114

Data Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) di Kecamatan Ciawi Tahun 2012 .........................................................................

116

4.

Peta Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor ............

117

5.

Penerimaan Usahatani Sayuran Per Hektar Per Tahun Petani Anggota Gapoktan di Desa Citapen Tahun 2012 ...............

118

Penerimaan Usahatani Sayuran Per Hektar Per Tahun Petani Bukan Anggota Gapoktan di Desa Citapen Tahun 2012 ...................................................................................

121

Analisis Usahatani Sayuran Per Hektar Per Tahun Petani Anggota Gapoktan Rukun Tani di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Tahun 2012 ......................................................

123

Analisis Usahatani Sayuran Per Hektar Per Tahun Petani Anggota Bukan Gapoktan Rukun Tani di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Tahun 2012 .......................................................

124

Struktur Organisasi Gapoktan Rukun Tani Desa Citapen Kecamatan Ciawi Tahun 2012 ......................................................

125

Struktur Organisasi Pos Penyuluh Desa (Posluhdes) Gapoktan Rukun Tani Desa Citapen Kecamatan Ciawi Tahun 2012 ....................................................................................

126

Perhitungan Skor Penilaian Sikap Responden terhadap Fasilitas yang Diberikan Gapoktan ..............................................

127

2.

3.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

1

I.

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Hortikultura merupakan produk pertanian yang memiliki karakteristik spesifik dan membutuhkan perhatian khusus. Hal ini dikarenakan sifatnya yang khas yaitu tidak dapat disimpan lama karena memiliki kadar air yang tinggi, bulky, voluminous atau memerlukan tempat yang lapang, mudah rusak (perishable) dalam pengangkutan, seasonable atau musiman sehingga jumlahnya melimpah pada musim tertentu tetapi menjadi sangat langka pada musim yang lain, serta harganya yang sangat berfluktuatif. Kondisi ini membutuhkan penanganan yang cepat dan tepat baik dari segi produksi atau on farm maupun pada tahap pemasaran. Perkembangan berbagai komoditi hortikultura baik sayuran, buah-buahan, tanaman hias, maupun biofarmaka menunjukkan trend peningkatan yang semakin positif. Hal ini disebabkan kebutuhan konsumen akan komoditi hortikultura semakin besar. Salah satu komoditi yang akan menjadi fokus penelitian adalah sayuran. Permintaan sayuran semakin meningkat seiring dengan peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya pola hidup sehat. Kondisi ini tentu menguntungkan bagi petani sayuran untuk terus meningkatkan produksi sayuran. Badan Pusat Statistik mencatat adanya trend peningkatan jumlah produksi beberapa jenis sayuran sejak tahun 2002-2011 yang ditunjukkan pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Perkembangan Produksi Beberapa Sayuran Indonesia tahun 2002-2011 Tahun

Terung (Ton)

Buncis (Ton)

Petsai/Sawi (Ton)

Cabai **) (Ton)

2002 272,700 230,020 461,069 635,089 2003 301,030 247,782 459,253 1,066,722 2004 312,354 267,619 534,964 1,100,514 2005 333,328 283,649 548,453 1,058,023 2006 358,095 269,532 590,401 1,185,057 2007 390,846 266,790 564,912 1,128,792 2008 427,166 266,551 565,636 1,153,060 2009 451,564 290,993 562,838 1,378,727 2010 482,305 336,494 583,770 1,328,864 2011 *) 519,481 334,659 580,969 1,440,214 *) Angka sementara **) Dari tahun 2003 merupakan gabungan angka cabe besar dan cabe rawit Sumber: Badan Pusat Statistik, 2012 (Data diolah)

Kacang Panjang (Ton) 310,295 432,365 454,999 466,387 461,239 488,500 455,524 483,793 489,449 458,307

Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa sejak tahun 2002 hingga tahun 2011 terjadi peningkatan jumlah produksi sayuran yang cukup baik. Laju peningkatan produksi sayuran per tahun dari tahun 2002-2011 sebesar 7,44 persen untuk terung, 4,43 persen untuk buncis, 11,22 persen untuk cabai, dan 5,13 persen untuk kacang panjang. Peningkatan ini dapat disebabkan oleh teknologi budidaya sayuran yang semakin baik, penggunaan bibit unggul dan input produksi lain yang semakin memadai, serta kebutuhan masyarakat akan konsumsi sayuran yang semakin meningkat seiring pertambahan jumlah penduduk. Berdasarkan data

2

Badan Pusat Statistik Tahun 2012 tentang rata-rata konsumsi kalori (kkal) per kapita sehari menurut kelompok makanan tahun 2006-2011 terjadi fluktuasi konsumsi sayuran pada setiap tahunnya. Data tersebut disajikan pada Tabel 2 berikut. Tabel 2. Rata-Rata Konsumsi Kalori (KKal) Per Kapita Sehari Menurut Kelompok Makanan Tahun 2006-2011 No. Komoditi 2006 2007 2008 1 Padi-padian 992.93 953.16 968.48 2 Umbi-umbian 51.08 52.49 52.75 3 Ikan 44.56 46.71 47.64 4 Daging 31.27 41.89 38.6 5 Telur dan susu 43.35 56.96 53.6 6 Sayur-sayuran 40.2 46.39 45.46 7 Kacang-kacangan 64.42 73.02 60.58 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2012 (Data diolah)

2009 939.99 39.97 43.52 35.72 51.59 38.95 55.94

2010 927.05 37.05 45.34 41.14 56.2 38.72 56.19

2011 919.1 43.49 47.83 44.71 55.97 37.40 54.17

Dari data yang disajikan pada Tabel 2 dapat diketahui bahwa terjadi fluktuasi konsumsi sayuran dari tahun 2006 hingga tahun 2011. Dari tahun 2006 sampai tahun 2007 terjadi peningkatan konsumsi sayuran yang cukup signifikan. Akan tetapi tahun 2008 hingga tahun 2011 terjadi penurunan jumlah konsumsi sayuran secara perlahan. Terdapat beberapa kemungkinan penyebab turunnya konsumsi sayuran antara lain daya beli masyarakat terhadap sayuran menurun akibat harga sayuran meningkat, adanya produk substitusi pengganti sayuran misalnya munculnya aneka fast food dan tuntutan makanan cepat saji lainnya oleh masyarakat, serta rendahnya produktifitas sayuran ditingkat petani yang menyebabkan menurunnya jumlah sayuran yang beredar di pasar. Daya beli masyarakat tidak banyak berpengaruh terhadap tingkat konsumsi sayuran karena harga sayuran relatif terjangkau. Meskipun terdapat sayuran yang harganya relatif mahal, namun tidak sedikit sayuran yang harganya relatif murah, sehingga konsumen dapat memilih aneka sayuran sesuai preferensi masing-masing baik menurut selera maupun daya beli. Munculnya aneka fast food beberapa tahun terakhir ini besar kemungkinan menggeser fungsi sayuran sebagai pelengkap makanan pokok. Banyak aneka fast food yang menyajikan makanan instan atau cepat saji yang tidak disertai sayuran didalamnya. Padahal sebelum adanya fast food, masyarakat sudah terbiasa dengan menu lengkap yaitu nasi, lauk-pauk, dan sayur, bahkan beberapa masyarakat yang menerapkan pola diet hanya makan sayuran pada menu kesehariannya. Faktor yang ketiga yaitu rendahnya produktifitas sayuran ditingkat petani yang menyebabkan menurunnya jumlah sayuran yang beredar di pasar. Kondisi ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya : (1) terjadi konversi lahan budidaya sayuran menjadi real estate, (2) degradasi kesuburan tanah akibat penggunaan bahan-bahan kimia dalam pertanian dan masih kurangnya penggunaan bibit unggul sehingga produktivitas secara nyata menurun, (3) sistem pertanian yang masih tradisional sehingga sulit untuk meningkatkan hasil pertanian, dan (4) banyaknya petani sayuran yang beralih profesi karena tingkat pendapatan atau upah yang rendah serta risiko produksi dan risiko pasar yang cukup tinggi untuk komoditi sayuran. Data Badan Pusat Statistik tahun 2012

3

menunjukkan adanya penurunan produktiftas pada komoditi cabai selama kurun waktu tiga tahun terakhir yaitu tahun 2009 hingga tahun 2011 di Provinsi Jawa Barat. Penurunan produktifitas ini dipenggaruhi oleh luas panen dan produksi pada tahun tersebut. Secara lebih lengkap data produktifitas cabai di Provinsi Jawa Barat tahun 2009 hingga tahun 2011 disajikan pada Tabel 3 berikut. Tabel 3. Luas Panen, Produksi, dan Produktifitas Cabai Provinsi Jawa Barat Tahun 2009-2011 Tahun

Luas Panen (Ha)

Produksi (Ton)

2009 23,212 315,569 2010 26,087 245,597 2011 24,045 300,620 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2012 (Data diolah)

Produktifitas (Ton/Ha) 13.60 9.41 12.50

Dari data yang disajikan pada Tabel 3 diatas, dapat diketahui bahwa telah terjadi penurunan produktifitas cabai di wilayah Jawa Barat dari tahun 2009 sampai tahun 2011. Produktifitas terendah terjadi pada tahun 2010, yaitu hanya 9,41 ton/ha dengan luas panen 26,087 Ha. Jika dibandingkan dengan tahun 2009 dan tahun 2011, luas panen pada tahun 2010 ini merupakan yang paling tinggi. Akan tetapi produktifitas yang dihasilkan pada tahun 2010 merupakan yang terendah. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat produktiftas tidak hanya dipengaruhi oleh luas panen tetapi juga dipengaruhi oleh produksi. Banyaknya petani sayuran yang beralih profesi karena tingkat pendapatan atau upah yang rendah serta risiko produksi dan risiko pasar yang cukup tinggi untuk komoditas sayuran, juga berpengaruh terhadap pengembangan usahatani sayuran. Untuk melihat sejauh mana tingkat efisiensi usahatani komoditas hortikultura khususnya sayuran, Badan Pusat Statistik Tahun 2012 mencatat perubahan yang terjadi pada Indeks Harga yang diterima petani (IT), Indeks Harga yang dibayar petani (IB) dan Nilai Tukar Petani Hortikultura (NTPH), serta perubahannya tahun 2012 pada bulan Januari hingga bulan Juni 2012 yang tertera pada Lampiran 1. Dari data tersebut, dapat diketahui bahwa Indeks Harga yang diterima petani (IT) mengalami peningkatan dari bulan Januari hingga bulan Juni 2012 dilihat dari perubahan pada setiap bulannya. Akan tetapi peningkatan ini terjadi untuk komoditas hortikultura yang terdiri dari sayuran dan buah-buahan. Dari data yang disajikan diketahui bahwa untuk komoditas sayuran, ternyata mengalami penurunan dari bulan Januari hingga bulan Juni 2012. Sementara itu, Indeks Harga yang dibayar petani (IB) mengalami penurunan di awal bulan Februari, namun di awal bulan Maret hingga akhir bulan Juni 2012 mengalami peningkatan. Adapun Nilai Tukar Petani Hortikultura (NTPH) mengalami peningkatan yang baik diawal bulan Februari, namun selanjutnya diikuti penurunan nilai hingga bulan Mei 2012. NPTH baru mengalami peningkatan kembali diawal bulan Juni 2012. Diharapkan nilai NPTH ini dapat terus meningkat sehingga petani mengalami peningkatan penerimaan yang lebih baik. Upaya pengembangan usahatani sayuran perlu terus dilakukan dengan tujuan untuk memenuhi permintaan pasar, serta peningkatan kualitas sayuran sehingga mampu bersaing dengan jenis-jenis sayuran impor. Pengembangan

4

difokuskan pada lahan-lahan pertanian yang sesuai dengan karakteristik dan agroekosistem dengan spesifikasi sayuran melalui model pengembangan potensi sumber daya wilayah sehingga akan lebih sesuai dan lebih efektif bagi pengembangan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif masing-masing wilayah. Bogor merupakan salah satu kota dan kabupaten yang baik dalam hal pengembangan bidang pertaniannya. Bogor memiliki luas 11.850 Ha dan terletak pada ketinggian antara 190 sampai dengan 350 meter diatas permukaan laut dengan curah hujan rata-rata 4.000 mm/tahun dan secara geografis dikelilingi oleh bentangan pegunungan, mulai dari Gunung/Pegunungan Pancar, Megamendung, Gunung Gede, Gunung Pangrango, Gunung Salak dan Gunung Halimun. Secara umum Bogor ditutupi oleh batuan vulkanik yang berasal dari endapan (batuan sedimen) dua gunung berapi, yaitu Gunung Pangrango (berupa satuan breksi tupaan/kpbb) dan Gunung Salak (berupa aluvium/Kal dan kipas aluvium/kpal). Endapan permukaan umumnya berupa aluvial yang tersusun oleh tanah, pasir dan kerikil, dan hasil dari pelapukan endapan, yang baik untuk vegetasi. Dari struktur geologi tersebut, maka Bogor memiliki jenis Aliran Andesit seluas 2.719,61 Ha, Kipas Aluvial seluas 3.249,98 Ha, Endapan 1.372,68 Ha. Tufaan 3.395,75 Ha dan Lanau Breksi Tufan dan Capili seluas 1.112,56 Ha (Renstra Kota Bogor, 2003). Kondisi alam dan agroklimat yang dimiliki ini sangat mendukung bagi Kota dan Kabupaten Bogor untuk mengembangkan pertaniannya. Hal ini dikarenakan produktivitas hasil pertanian sangat dipengaruhi oleh kondisi agroklimat dan agroekosistem yang baik dan sesuai. Penggunaan lahan di Bogor untuk pertanian baik sawah maupun ladang seluas 1.288,66 Ha atau 10,87 persen dan penggunaan kebun campuran mencapai 154,55 Ha atau 1,30 persen. Sedangkan penggunaan lahan untuk hutan kota seluas 141,50 Ha atau 1,19 persen, dan sisanya untuk kegiatan lainnya (Renstra Kota Bogor, 2003). Dengan luasan lahan pertanian ini, sangat memungkinkan bagi Kota Bogor sebagai pusat pengembangan dan budidaya berbagai komoditas pertanian secara luas. Bidang Pertanian Kota Bogor memiliki potensi lahan pertanian 3.466,43 Ha terdiri dari 1.006 Ha lahan sawah, 1.479,67 Ha lahan kering, 869,29 Ha lahan pekarangan, dan 111,470 Ha berupa situ dan kolam. Potensi lainnya adalah sumber daya manusia terdiri dari petani, pelaku agribisnis dan aparatur. Sebagian besar petani bergabung dalam 188 kelompok tani. Terdiri dari 159 kelompok tani berusaha di sub sektor tanaman pangan dan hortikultura, 25 kelompok tani berusaha di sub sektor peternakan dan 4 kelompok tani berusaha di sub sektor perikanan, baik ikan konsumsi maupun ikan hias (Renstra Kota Bogor, 2003). Kondisi agroklimat dan agroekosistem yang mendukung, sumber daya manusia yang memadai, potensi lahan pertanian yang besar, serta lembaga penunjang yang memadai menjadi keunggulan tersendiri bagi Kota Bogor untuk mengembangkan pertanian khususnya budidaya atau on-farm agribisnis. Dalam upaya pengembangan komoditi pertanian atau usahatani, petani di Indonesia pada umumnya dihadapkan pada beberapa kendala. Petani pada umumnya menghadapi masalah keterbatasan skala usahatani baik pengusahaan lahan yang kecil, permodalan yang lemah, teknologi sederhana, serta produksi yang rendah sehingga rentan terhadap guncangan. Salah satu usahatani yang memiliki risiko cukup tinggi baik risiko produksi maupun risiko pasar adalah usahatani sayuran. Guna menunjang nilai pendapatan usahatani sayuran,

5

dibutuhkan sebuah subsistem penunjang agribisnis. Salah satu subsistem penunjang yang mendukung kegiatan agribisnis adalah adanya kemitraan. Menurut Hafsah (1999), kemitraan agribisnis merupakan strategi bisnis yang dapat dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu, untuk menarik keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan, saling menguntungkan, saling memperkuat dengan memperhatikan tanggung jawab moral dan etika bisnis. Keberadaan kelembagaan pertanian dimaksudkan untuk meminimalisir kendala-kendala maupun risiko yang diterima petani akibat kurang mampu melakukan pengelolaan secara baik terhadap kegiatan usahatani secara individu. Terbentuknya kelembagaan pertanian khususnya di pedesaan, peningkatan keterampilan, penguasaan teknologi, pemerataan arus informasi, serta kerjasama sama yang baik dengan para stakeholder dan lembaga saluran pemasaran merupakan upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk mempersiapkan masyarakat petani yang mandiri dan berwawasan luas serta peningkatan pendapatan usahatani. Pemerintah dalam hal ini bertindak sebagai stimulator dan fasilitator baik dalam bentuk kebijakan, regulasi, maupun penyediaan fasilitas yang akan membantu memperlancar kegiatan sosial ekonomi masyarakat petani. Pembangunan pertanian nasional mencatat bahwa dalam upaya pemberdayaan masyarakat terutama petani kecil, pemerintah telah menerapkan berbagai sistem kelembagaan dan kemitraan dikarenakan tingkat kesejahteraan petani terus menurun sejalan dengan persoalan-persoalan klasik yang dialaminya, sekaligus menjadi bagian dan dilema dari sebuah kegiatan usahatani di tingkat produsen pertanian. Tingkat keuntungan kegiatan usahatani selama ini lebih banyak dinikmati oleh para pedagang dan pelaku usahatani lainnya di hilir (Sumodiningrat, 2000). Oleh karena itu, diperlukan kelembagaan pertanian yang mampu memberikan kekuatan bagi petani (posisi tawar yang tinggi). Kelembagaan pertanian dalam hal ini mampu memberikan jawaban atas permasalahan yang dihadapi petani. Penguatan posisi tawar petani melalui kelembagaan merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak dan mutlak diperlukan oleh petani, agar mereka dapat bersaing dalam melaksanakan kegiatan usahatani dan dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya (Suhud, 2005). Kelembagaan pertanian di tingkat petani cukup banyak ragamnya, beberapa diantaranya adalah Kelompok Tani, Koperasi, dan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Salah satu Gapoktan yang menjalin kemitraan dengan petani di daerah Bogor adalah Gapoktan Rukun Tani di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Gapoktan yang pada tahun 2011 mendapat gelar sebagai Gapoktan Berprestasi Peringkat 2 Nasional ini memiliki anggota 236 orang yang tersebar ke dalam tujuh kelompok tani. Masing-masing kelompok tani memiliki fokus pengembangan komoditi yang berbeda satu dengan yang lain. Perbedaan ini terutama terlihat dari pembagian komoditas yang diusahakan. Adanya kemitraan usaha antara petani dengan Gapoktan Rukun Tani akan mewujudkan demokrasi ekonomi dan efisiensi yang berdaya saing tinggi. Dua pihak yang saling bekerjasama dalam konteks mitra ingin mendapatkan nilai tambah. Nilai tambah tidak selalu diwujudkan dalam bentuk nilai ekonomi seperti peningkatan keuntungan, perluasan pangsa pasar, tetapi juga non ekonomi seperti peningkatan kemampuan manajerial, keterampilan dan penguasaan teknologi, tercapainya kepuasan dan ekspektasi tertentu, sehingga dengan bermitra terjadi sinergisasi

6

antara pihak-pihak yang bermitra dan pada akhirnya masing-masing pihak akan memperoleh nilai tambah yang lebih besar. 1.2.

Perumusan Masalah Peningkatan jumlah penduduk dan semakin meningkatnya tingkat konsumsi sayuran membuka peluang yang baik bagi pemasaran sayur-sayuran di pasar domestik. Selain di pasar domestik permintaan sayuran untuk ekspor dari Indonesia juga cenderung meningkat. Kecenderungan tersebut terlihat pada negara-negara maju di belahan dunia subtropis yang sangat senang mengkonsumsi sayuran tropis. Akan tetapi, salah satu kendala ekspor sayuran adalah produktivitas dan kualitas sayuran yang masih rendah. Akibatnya, permintaan sayuran tersebut tidak selalu dapat dipenuhi. Masalah kualitas dam mutu sayuran menjadi salah satu pertimbangan negara-negara pengimpor. Komoditas sayuran harus memenuhi syarat dapat dikonsumsi segar dan dapat dijadikan sebagai bahan baku industri olahan lanjutan. Untuk menghasilkan sayuran yang bermutu tinggi dengan harga dan keuntungan yang layak, diperlukan penanganan yang baik mulai dari perencanaan tanam hingga pemasarannya ke konsumen (Tim penulis Penebar Swadaya, 2008). Karakteristik petani Indonesia yang sebagian besar adalah petani gurem dengan luasan lahan yang diusahakan hanya sekitar 0,2-0,5 ha berakibat pada jumlah penghasilan yang didapat tidak maksimal. Keadaan ini sudah terjadi lama dan ada kemungkinan peningkatan jumlah petani gurem seiring maraknya konversi lahan. Bagi petani sayuran kondisi ini sangat tidak mendukung. Hal ini disebabkan selain harus menghadapi kendala luasan lahan yang sempit yang berpengaruh terhadap rendahnya produktivitas sayuran, petani sayuran juga sudah dihadapkan pada karakteristik sayuran yang mudah rusak, mudah busuk, meruah, dan fluktuasi harganya yang tajam. Risiko ini tentu berpengaruh terhadap pendapatan petani yang pada umumnya relatif kecil. Kelembagaan pertanian secara nyata telah mengantarkan petani pada posisi tawar lebih tinggi terutama dalam hal pemasaran hasil-hasil pertanian. Akan tetapi, kelembagaan pertanian ini belum merata keberadaannya terutama di desa-desa. Faktor yang menjadi penyebab terkendalanya pembentukan kelembagaan pertanian adalah modal. Strategi yang perlu diterapkan yaitu menghimpun petani-petani yang memiliki modal kecil untuk secara bersama-sama menghimpun diri dan menghimpun modal membentuk sebuah kelembagaan dengan tujuan, visi, dan misi yang dibuat bersama demi kesejahteraan bersama. Melalui himpunan modal inilah, petani secara bersama-sama dapat menggerakkan ekonomi kelembagaan dengan tujuan untuk mencukupi kebutuhan petani dan membantu memperlancar kegiatan usahatani petani. Dengan adanya modal yang cukup, para petani mampu mengakses berbagai input pertanian, saprodi, dan alsintan dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan untuk nantinya digunakan bersama-sama sesuai kebutuhan petani, yang secara aktual sulit untuk dipenuhi oleh petani secara individu karena keterbatasan modal yang dimiliki. Himpunan modal ini yang nantinya akan digunakan sebagai roda penggerak kelembagaan dalam menjalankan aktifitasnya. Petani anggota kelembagaan juga dapat mengakses pinjaman modal dari himpunan modal ini sesuai kesepakatan dengan anggota yang lain. Disamping kemudahan dalam mendapatkan modal, melalui kelembagaan para petani dapat memperolah posisi tawar yang lebih tinggi serta

7

fasilitas-fasilitas dan pelatihan yang diberikan oleh Kelompok Tani maupun Gapoktan. Kondisi serupa juga diterapkan oleh Gapoktan Rukun Tani kepada para anggotanya. Gapoktan Rukun Tani sebagai salah satu kelembagaan pertanian yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota memberikan berbagai fasilitas dan pelayanan yang dapat diakses oleh petani anggota guna membantu memperlancar kegiatan usahataninya. Penyediaan pinjaman modal, input produksi, serta jaminan pasar bagi sayuran hasil panen petani menjadi suatu hal yang dibutuhkan bagi petani dalam rangka memperlancar kegiatan usahatani khususnya bagi petani yang memiliki skala usahatani ataupun modal yang relatif kecil. Fasilitas dan pelayanan ini juga diberikan oleh Gapoktan Rukun Tani kepada petani anggotanya disamping beberapa fasilitas dan pelayanan yang lain. Perbedaan skala usahatani dan modal yang dimiliki oleh masing-masing petani menjadi salah satu faktor pendorong perlu tidaknya seorang petani bergabung dengan kelembagaan pertanian. Bagi petani yang memiliki skala usahatani cukup besar didukung dengan modal yang cukup besar menyebabkan posisi tawar petani cukup kuat, sehingga tanpa bergabung dengan kelembagaan pertanian pun petani tersebut tidak mengalami banyak hambatan. Sebaliknya bagi petani kecil yang memiliki skala usahatani dan modal kecil, akan sulit bagi petani tersebut untuk meningkatkan posisi tawar, bahkan untuk mempertahankan keberlangsungan kegiatan usahataninya saja, petani yang memiliki posisi tawar lemah akan menemui berbagai hambatan. Oleh karena itu, kehadiran sebuah lembaga penunjang pertanian seperti Gapoktan, merupakan salah satu solusi yang dapat dimanfaatkan oleh petani untuk membantu mengatasi kendala-kendala dalam pelaksanaan kegiatan usahatani serta peningkatan posisi tawar yang pada akhirnya berpengaruh baik terhadap pendapatan petani. Penelitian sebelumnya yang dilakukan Hartati (2007) untuk melihat peningkatan pendapatan petani di Kabupaten Banyumas dengan cara memberdayakan petani padi organik melalui kemitraan, didapatkan kesimpulan : (1) produksi rata-rata per hektar usahatani peserta kemitraan lebih besar daripada non kemitraan, (2) secara simultan semua harga faktor produksi memberikan pengaruh nyata terhadap keuntungan usahatani, sedangkan secara parsial konstanta dan kemitraan memberikan pengaruh sangat nyata, luas lahan memberikan pengaruh nyata, sedangkan harga benih, pupuk urea, pupuk organik, tenaga kerja, dan pestisida memberikan pengaruh tidak nyata terhadap keuntungan usahatani, dan (3) usahatani padi organik pola kemitraan lebih layak untuk diusahakan daripada non kemitraan baik dari segi finansial maupun ekonomi. Sementara itu, hasil penelitian Susrusa dan Zulkifli (2006) tentang efektifitas kemitraan pada usahatani tembakau virginia di Kabupaten Lombok Timur, diperoleh kesimpulan : (1) efektifitas kemitraan usahatani tembakau virginia yang dikembangkan perusahaan pengelola di Kabupaten Lombok Timur tergolong efektif yang tercermin dari rasio antara keuntungan aktual/keuntungan yang direncanakan sebesar 112,24 persen (>100 persen), rasio efisiensi aktual/efisiensi direncanakan sebesar 103,07 persen (>100 persen), dan rasio produktivitas aktual/produktivitas direncanakan sebesar 104,60 persen (>100 persen), (2) tingkat kepuasan petani terhadap kemitraan usahatani tembakau virginia yang dikembangkan perusahaan pengelola di Kabupaten Lombok Timur berada dalam kategori puas dengan persentase pencapaian skor sebesar 68,86

8

peren. Hal ini ditunjang oleh sikap petani yang masuk dalam kategori baik dengan total nilai sikap sebesar 31,05. Pada penelitian ini dilakukan pengamatan dan analisa data guna melihat apakah kemitraan yang dijalankan oleh Gapoktan Rukun Tani memberikan kesimpulan yang sama dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya. Alasan apa saja yang sebenarnya menjadi penilaian petani sayuran untuk memilih menjalin kemitraan dengan Gapoktan Rukun Tani atau memilih untuk tidak melakukan kemitraan dengan Gapoktan Rukun Tani. Berdasarkan dari uraian diatas, perumusan masalah yang akan diangkat pada penelitian ini adalah: 1. Bagaimana keragaan usahatani yang dijalankan oleh petani sayuran di Desa Citapen baik petani sayuran yang bermitra maupun petani sayuran yang tidak bermitra dengan Gapoktan Rukun Tani? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penilaian petani untuk memilih bermitra dengan Gapoktan Rukun Tani dan petani yang memilih untuk tetap menjalankan usahatani secara individu? 3. Apakah terdapat pengaruh kemitraan terhadap peningkatan pendapatan usahatani sayuran dibandingkan usahatani yang dijalankan secara individu? 1.3.

Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui keragaan usahatani petani sayuran di Desa Citapen baik yang bermitra maupun yang tidak bermitra dengan Gapoktan Rukun Tani. 2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi penilaian petani untuk memilih bermitra atau tidak bermitra dengan Gapoktan Rukun Tani. 3. Menganalisis pengaruh kemitraan terhadap peningkatan pendapatan usahatani sayuran. 1.4.

Manfaat Penelitian Hasil penelitian yang telah dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain: 1. Bagi peneliti, sebagai media pembelajaran dalam menerapkan maupun menguatkan ilmu pengetahuan yang telah dipelajari dalam kegiatan perkuliahan. 2. Memberikan informasi kepada petani akan pentingnya peran kelembagaan pertanian sebagai bahan pertimbangan bagi petani untuk menjalin kemitraan. 3. Memberikan rekomendasi kepada pemerintah dan pihak-pihak terkait untuk lebih memperhatikan kelembagaan pertanian di tingkat desa, baik melalui pemberian bantuan modal, fasilitas, pendidikan dan pelatihan, maupun dalam pengambilan dan implementasi kebijakan. 4. Memberikan manfaat bagi pembaca sebagai tambahan informasi dan pengetahuan maupun sebagai literatur referensi. 1.5.

Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dibatasi pada analisis keragaan usahatani sayuran serta analisis pengaruh kemitraan terhadap peningkatan pendapatan usahatani sayuran. Pengaruh kemitraan dilihat dari tingkat pendapatan usahatani, kinerja

9

kelembagaan Gapoktan, serta manfaat yang dirasakan oleh petani anggota Gapoktan. Responden pada penelitian ini adalah petani sayuran Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor baik petani sayuran yang menjalin kemitraan maupun petani sayuran yang tidak menjalin kemitraan dengan Gapoktan Rukun Tani pada tahun 2012. Penelitian ini memfokuskan pada pengaruh kemitraan terhadap peningkatan pendapatan usahatani sayuran dengan membandingkan keuntungan usahatani antara petani anggota Gapoktan dengan petani bukan anggota Gapoktan.

10

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.

Agribisnis Sayuran Komoditas hortikultura terutama sayuran dan buah-buahan mempunyai beberapa peranan strategis, diantaranya yaitu: (1) sumber bahan makanan bergizi bagi masyarakat yang kaya akan vitamin dan mineral, (2) sumber pendapatan dan kesempatan kerja, serta kesempatan berusaha, (3) bahan baku agroindustri, (4) sebagai komoditas potensial ekspor yang merupakan sumber devisa negara, dan (5) pasar bagi sektor non pertanian, khususnya industri hulu. Dalam konteks ini, kelompok komoditas hortikultura sangat strategis dan karenanya perlu memperoleh prioritas pengembangan. Hal ini dilandasi baik dari sisi permintaan berupa konsumsi segar maupun olahan meningkat dari waktu ke waktu (Saptana, dkk, 2001). Sayuran merupakan salah satu komoditas hortikultura di samping buahbuahan, tanaman hias dan tanaman obat, yang pada umumnya dimanfaatkan sebagai bahan pelengkap pada menu makanan keseharian dalam rangka memenuhi kebutuhan gizi. Sayuran pada umumnya termasuk dalam jenis herbaseus (berbatang basah) dan definisi ini tidak mencakup buah-buahan manis pencuci mulut (dessert). Sayuran biasanya di panen jika sudah matang untuk memperoleh manfaat darinya baik berupa daun, batang, bunga, biji, polong, minyak, maupun seratnya. Menurut Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura (2002), bahwa komoditas sayuran sedikitnya memiliki tiga peranan strategis dalam pembangunan dan perekonomian Indonesia, di antaranya yaitu : 1. Sebagai salah satu sumber pendapatan bagi masyarakat. 2. Sebagai bahan makanan masyarakat khususnya sumber vitamin dan mineral. 3. Salah satu sumber devisa negara non-migas. Dengan adanya peran strategis pada sayuran ini, maka pengembangan sayuran lebih jauh difokuskan pada pengembangan produksi dan sistem pemasaran yang termasuk di dalamnya tentang bagaimana agar produk dapat sampai kepada konsumen dalam keadaan masih layak dan baik. Adapun hal-hal yang harus di pahami dalam memilih sayuran menurut Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura (2002) adalah sebagai berikut : 1. Pilih sayuran yang masih segar, asli penampilan dan warnanya, serta bertekstur segar. Sayuran yang berdaun gelap pada umumnya mengandung lebih banyak vitamin A daripada sayuran yang berdaun lebih pucat. Contoh lain yaitu wortel yang segar dan berwarna merah gelap, lebih banyak mengandung nutrisi, vitamin A dan C, folasin, dan vitamin B daripada wortel yang telah layu dan pucat. 2. Pilih sayuran yang masih utuh, tidak sobek, bercak-bercak busuk, lender atau warna yang pudar. 3. Pilih sayuran yang berukuran kecil dan muda untuk memperoleh tekstur yang empuk. Ada beberapa sayuran yang apabila tua mengayu, lebih keras, dan berlapis lignin. Sayuran seperti itu tidak akan empuk jika di masak, meskipun lama. Contoh, bagian dalam wortel adalah tempat lignin yang tidak akan empuk bila di masak, demikian juga tangkai asparagus dan kangkung.

11

4. Hendaknya jangan membeli sayuran yang ditumpuk-tumpuk pada udara panas. Sayuran seperti itu boleh jadi harganya lebih murah, tetapi tidak akan bertahan lama. Sayuran meskipun telah dipetik, dikemas, diangkut dan dipasarkan, dapat masih terus hidup. Tidak menjadi masalah pada bagian mana yang dipetik, tetapi sayuran tersebut terus bernafas. Selama disimpan, pada sayuran segar berlangsung perubahan kimiawi yang akan mengubah penampilan, citra rasa dan kualitasnya. Perubahan itu disebabkan oleh pengaruh enzim, karena sayuran mengandung zat gula yang rendah dan mengandung lebih banyak zat tepung. Semakin tua sayuran dipetik, semakin tinggi pula kandungan zat tepungnya. Salah satu cara menjaga sayuran agar tetap segar dalam waktu lebih lama adalah dengan menekan kegiatan enzim. Sayuran yang layu tekstur dan vitaminnya akan ikut hilang (Ditjen Bina Produksi Hortikultura, 2002). Oleh karena sayuran banyak mengandung air, maka sayuran yang berdaun akan lebih cepat busuk bila terkena udara panas atau tekanan. Sayuran yang masih segar dan baru saja dipetik juga sering mendapat serangan dari mikroba, bakteri, parasit, maupun jamur. Serangan ini berakibat pada rusaknya jaringan sayuran hingga menjadi hancur, berlendir, kehilangan warna, dan tidak enak dimakan. Setiap sobekan, memar atau kerusakan lain yang menimpa jaringan sayuran akan memberi jalan bagi mikroba untuk masuk. Oleh karena itu, penanganan sayuran harus sangat hati-hati sejak sayuran dipetik sampai kepada konsumen (Ditjen Bina Produksi Hortikultura, 2002). Sementara itu dilihat dari sisi produksi, sayuran masih berpotensi untuk terus ditingkatkan, baik melalui perluasan areal (ekstensifikasi secara horisontal), peningkatan intensitas tanam (ekstensifikasi secara vertikal) maupun peningkatan produktivitas melalui intensifikasi usahatani. Liberalisasi perdagangan yang makin menguat dewasa ini memberikan peluang-peluang baru sekaligus tantangan-tantangan baru yang harus dihadapi. Dari segi permintaan pasar, liberalisasi perdagangan memberikan peluang-peluang baru akibat pasar yang semakin luas seiring dihapuskannya berbagai hambatan perdagangan antar negara. Akan tetapi, liberalisasi perdagangan juga menimbulkan masalah-masalah serius jika komoditas yang diproduksi secara lokal tidak mampu bersaing di pasar dunia (Saptana, dkk, 2001). Permasalahan pokok yang dihadapi dalam pengembangan komoditas sayuran secara umum adalah belum terwujudkannya ragam, kualitas, kontinuitas pasokan dan kuantitas yang sesuai dengan permintaan pasar. Hal tersebut berkaitan dengan faktor-faktor berikut: (1) pola kepemilikan lahan yang sempit dan keberadaannya yang tersebar, (2) rendahnya penguasaan teknologi oleh petani, dari pembibitan, sistem usahatani, panen dan pasca panen, (3) fluktuasi harga produk sayuran sangat tajam yang tidak hanya terjadi antar musim tetapi antar bulan, dan bahkan fluktuasi harian, (4) lemahnya permodalan petani, sementara itu budidaya sayuran tergolong padat modal, dan (5) kurangnya informasi bagi pengusaha swasta (investor) tentang kelayakan finansial dan ekonomi usahatani sayuran (Saptana, dkk, 2001).

12

Pengertian Kelembagaan Definisi kelembagaan mencakup dua pengertian penting yaitu (1) norma dan konvensi (norms and conventions), serta (2) aturan main (rules of the game). Kelembagaan umumnya dapat diprediksi dan cukup stabil, serta dapat diaplikasikan pada situasi berulang, sehingga sering diartikan sebagai seperangkat aturan main atau tata cara untuk kelangsungan sekumpulan kepentingan (a set of working rules of going concerns). Oleh karena itu, definisi kelembagaan adalah kegiatan kolektif dalam suatu kontrol atau jurisdiksi, pembebasan atau liberasi, dan perluasan atau ekspansi kegiatan individu. Ruang lingkup kelembagaan dapat dibatasi pada hal-hal berikut (Arifin, 2005): a. Kelembagaan adalah kreasi manusia (human creation). Beberapa bagian penting dari kelembagaan adalah hasil akhir dari upaya atau kegiatan manusia yang dilakukan secara sadar. Apabila manusia hanya pasif saja pada suatu sistem, maka sistem tersebut sama halnya dengan kondisi alami atau sistem fisik yang mungkin dapat lebih menguasai kelangsungan kepentingan manusia. b. Kumpulan individu (groups of individuals). Kelembagaan hanya berlaku pada sekelompok individu, setidaknya dua orang atau bagi seluruh anggota masyarakat. Kelembagaan seharusnya dirumuskan dan diputuskan bersamasama oleh kelompok individu, bukan secara perorangan. c. Dimensi waktu (time dimension). Karakteristik dari suatu institusi adalah apabila sesuatu dapat diaplikasikan pada situasi yang berulang (repeated situations) dalam suatu dimensi waktu. Kelembagaan tidak diciptakan hanya untuk satu atau dua momen pada suatu kurun waktu tertentu saja. d. Dimensi tempat (place dimension). Suatu lingkungan fisik merupakan salah satu determinan penting dalam aransemen kelembagaan. Akan tetapi aransemen kelembagaan juga dapat berperan penting pada perubahan kondisi atau lingkungan fisik. e. Aturan main dan norma (rules and norms). Kelembagaan ditentukan oleh konfigurasi aturan main dan norma, yang telah dirumuskan oleh suatu kelompok masyarakat. Anggota masyarakat harus mengerti rumusan-rumusan yang mewarnai semua tingkah laku dan norma yang dianut dalam kelembagaan. f. Pemantauan dan penegakan aturan (monitoring and enforcement). Aturan main atau norma harus dipantau dan ditegakkan oleh suatu badan yang berkompeten, atau oleh masyarakat secara internal pada tingkat individu. Artinya, sistem pemantauan dan penegakan aturan ini tidak sekedar aturan di atas aturan, tetapi lebih lengkap dari itu. g. Hierarki dan jaringan (nested levels and institutions). Kelembagaan bukanlah struktur yang terisolasi, tetapi merupakan bagian dari hierarki dan jaringan atau sistem kelembagaan yang lebih kompleks. Pola hubungan ini sering menimbulkan keteraturan yang berjenjang dalam masyarakat, sehingga setiap kelembagaan pada setiap hierarki dapat mewarnai proses evolusi dari setiap kelembagaan yang ada. h. Konsekuensi kelembagaan (consequences of institutions). Disini umumya dikenal dua tingkatan konsekuensi. Pertama, kelembagaan meningkatkan rutinitas, keteraturan, atau tindakan manusia yang tidak memerlukan pilihan lengkap dan sempurna. Namun demikian, kelembagaan dapat mempengaruhi 2.2.

13

tingkah laku individu melalui sistem insentif dan disinsentif. Kedua, kelembagaan memiliki pengaruh bagi terciptanya suatu pola interaksi yang stabil yang diinternalisasi oleh setiap individu. Hal inilah yang menimbulkan ekspektasi keteraturan di masa mendatang, tentunya dalam batas-batas aransemen kelembagaan yang dimaksud. Oleh karena itu, kelembagaan mampu menurunkan ketidakpastian dan mengurangi biaya transaksi aktiftas perekonomian. Dari penjelasan ini, kelembagaan amat menentukan bagaimana seseorang atau sekelompok orang harus dan tidak harus mengerjakan sesuatu (kewajiban atau tugas), bagaimana mereka boleh mengerjakan sesuatu tanpa intervensi dari orang lain (kebolehan), bagaimana mereka dapat (mampu) mengerjakan sesuatu dengan bantuan kekuatan kolektif (kemampuan dan hak), dan bagaimana mereka tidak dapat memperoleh kekuatan kolektif untuk mengerjakan sesuatu atas namanya (ketidakmampuan atau exposure). Dalam bahasa yang lebih formal, kelembagaan dapat digambarkan sebagai serangkaian hubungan keteraturan (ordered relationship) antara beberapa orang yang menentukan hak, kewajiban, serta kewajiban menghargai hak orang lain (privilege), dan tanggung jawab mereka dalam masyarakat atau kelembagaan tersebut (Bromley, 1989). 2.3.

Ekonomi Kelembagaan dan Koordinasi Aktivitas Ekonomi Kelembagaan merupakan salah satu komponen penting dalam menunjang kerangka dasar perumusan kebijakan dan pembangunan pertanian untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Kelembagaan yang dimaksud adalah suatu aturan yang dikenal, diikuti, dan ditegakkan secara baik oleh anggota masyarakat, yang memberi naungan dan hambatan (constraints) bagi individu atau anggota masyarakat. Kelembagaan memberi nafas dan ruang gerak bagi tumbuh dan berkembangnya suatu organisasi (Arifin, 2005). Untuk menjalankan kebijakan yang sebenarnya cukup rumit, sebuah lembaga parastatal umumnya didirikan untuk membantu melakukan pengadaan dan pembelian produk petani pada saat musim panen dan melakukan operasi pasar pada masa-masa sulit. Pendekatan dan kerangka analisis yang ditempuh dalam penelusuran ekonomi kelembagaan lebih banyak bersifat kualitatif, walaupun beberapa penarikan kesimpulan juga dilakukan berdasarkan data kuantitatif dan informasi relevan lain. Fokus analisis kelembagaan mencakup dua aspek penting, yaitu (1) aturan main dan (2) organisasi, terutama yang berhubungan erat dengan skema kebijakan publik, tingkat politis, tingkat organisasional dan tingkat implementasi, berikut interaksinya yang dilingkupi suatu aransemen kelembagaan. Secara sistematis, analisis tentang kelembagaan difokuskan untuk menelusuri ketersediaan, aksesibilitas, dan stabilitas harga. Salah satu entry point yang akan ditelusuri lebih jauh dari tujuan pendirian kelembagaan yang bertujuan untuk meningkatkan kemudahan bagi aksesibilitas masyarakat terhadap komoditas pertanian dan meningkatkan kualitas gizi makro masyarakat adalah persiapan dan setting kelembagaan yang diperlukan untuk memberikan kesempatan pada masyarakat untuk keluar dari kemiskinan atau exit strategi secara umum (Arifin, 2005). Kerangka analisis dalam studi kelembagaan juga dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan bagaimana prediksi suatu kelembagaan berdasarkan hasil analisis perjalanan kinerja selama ini, termasuk siapa saja yang diuntungkan dan

14

dirugikan. Kelembagaan menjadi salah satu kunci penting dalam menelusuri aktifitas ekonomi yang dilakukan masyarakat, mulai dari kelas organisasi kecil atau kelompok masyarakat di pedesaan sampai pada organisasi besar suatu negara yang berdaulat. Ekonomi kelembagaan dimaksudkan sebagai salah satu bentuk alternatif pemecahan masalah-masalah ekonomi. Permasalahan ekonomi secara umum timbul dari adanya kelangkaan (scarcity) sumber daya dan keinginan manusia yang tidak terbatas, sehingga timbul yang dinamakan dengan pilihan (choice). Kelembagaan menjadi alat atau instrumen untuk menelusuri dan menjawab permasalahan-permasalahan ekonomi (Arifin, 2005). Konsep dan Pola Kemitraan Agribisnis Konsep formal kemitraan sebenarnya telah tercantum dalam UndangUndang Nomor 9 tahun 1995 yang berbunyi “Kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling menguntungkan”. Konsep tersebut diperjelas pada Peraturan Pemerintah Nomor 44 tahun 1997 yang menerangkan bahwa bentuk kemitraan yang ideal adalah saling memperkuat, saling menguntungkan, dan saling melengkapi. Tujuan kemitraan adalah untuk meningkatkan pendapatan, kesinambungan usaha, meningkatkan kualitas sumberdaya kelompok mitra, peningkatan skala usaha, serta menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan usaha kelompok usaha mandiri (Sumardjo et all, 2004). Dalam sistem agribisnis di Indonesia, terdapat lima bentuk kemitraan antara petani dengan pengusaha atau lembaga tertentu. Adapun bentuk-bentuk kemitraan yang dimaksud adalah sebagai berikut (Sumardjo et all, 2004) : 2.4.

Pola Kemitraan Inti-Plasma Pola ini merupakan hubungan antara petani, kelompok tani, atau kelompok mitra sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra usaha. Perusahaan inti menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen, menampung dan mengolah, serta memasarkan hasil produksi. Sementara itu, kelompok mitra bertugas memenuhi kebutuhan perusahaan inti sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati. Untuk lebih jelasnya, bentuk pola kemitraan inti-plasma dapat dilihat pada Gambar 1. Keunggulan sistem inti-plasma antara lain: (1) tercipta saling ketergantungan dan saling memperoleh keuntungan, (2) tercipta peningkatan usaha, dan (3) dapat mendorong perkembangan ekonomi. Sedangkan kelemahan sistem inti-plasma pada umumnya terjadi karena muncul masalah-masalah antara lain: (1) pihak plasma masih kurang memahami hak dan kewajibannya sehingga kesepakatan yang telah ditetapkan berjalan kurang lancar, dan (2) belum ada kontrak kemitraan yang menjamin hak dan kewajiban komoditas plasma sehingga terkadang pengusaha inti mempermainkan harga komoditas plasma. Solusi yang dapat diterapkan yaitu pemahaman tingkat ekonomi dan skala usaha, adanya kesepakatan atau perjanjian, serta kemampuan investasi perusahaan inti. a.

15

Plasma

v Plasma

Perusahaan

Plasma

Plasma

Gambar 1. Pola Kemitraan Inti-Plasma b.

Pola Kemitraan Sub Kontrak Pola sub kontrak merupakan pola kemitraan antara perusahaan mitra usaha dengan kelompok mitra usaha yang memproduksi komponen yang diperlukan perusahaan mitra sebagai bagian dari produksinya. Beberapa keunggulan pola sub kontrak yaitu adanya kesepakatan tentang kontrak yang mencakup volume, harga, mutu, dan waktu. Dalam banyak kasus, pola sub kontrak sangat bermanfaat juga kondusif bagi terciptanya alih teknologi, modal, keterampilan dan produktifitas, serta terjaminnya pemasaran produk pada kelompok mitra. Sedangkan kelemahan yang sering ditemui dalam pelaksanaan kemitraan sub kontrak antara lain: (1) hubungan sub kontrak yang terjalin semakin lama cenderung mengisolasi produsen kecil dan mengarah ke monopoli atau monopsoni, terutama dalam penyediaan bahan baku serta dalam hal pemasaran. (2) Berkurangnya nilai-nilai kemitraan antara kedua belah pihak. Perasaan saling menguntungkan, saling memperkuat, dan saling menghidupi berubah menjadi penekanan terhadap harga input yang tinggi atau pembelian produk dengan harga rendah. (3) Kontrol kualitas produk ketat, tetapi tidak diimbangi dengan sistem pembayaran yang tepat. Dalam kondisi ini, pembayaran produk perusahaan inti sering terlambat bahkan cenderung dilakukan secara konsinyasi. Di samping itu, timbul gejala eksploitasi tenaga kerja untuk mengejar target produksi. Adapun solusi yang dapat diterapkan dalam pengembangan kemitraan sub kontrak antara lain: (1) asosiasi kelompok mitra yang terdiri dari beberapa usaha kecil perlu dikembangkan. Dalam bentuk asosiasi produsen ini diharapkan posisi tawarnya menjadi lebih baik dibandingkan jika usaha kecil bergerak sendirisendiri. Kesepakatan yang harus diperjelas adalah penetapan harga, mutu produk, volume, dan waktu. Dalam kondisi ini hubungan kemitraan dengan perusahaan mitra selalu berada pada posisi win-win principle. (2) Komponen-komponen kemitraan, seperti pengembangan sumber daya manusia, inovasi teknologi, manajemen, dan permodalan harus diperhatikan. Selain itu, komponen-komponen tersebut harus diarahkan menuju peningkatan dalam menjaga mutu produk, daya saing, serta pelayanan terhadap konsumen. (3) Menumbuhkan rasa saling percaya antara perusahaan mitra dengan kelompok mitra dan sesama anggota kelompok mitra. Hubungan kemitraan pola sub kontrak tersaji pada Gambar 2.

16

v

Kelompok mitra

Kelompok mitra Pengusaha mitra

v Kelompok mitra

Kelompok mitra

Gambar 2. Pola Kemitraan Sub Kontrak c.

Pola Kemitraan Dagang Umum Pola kemitraan dagang umum merupakan hubungan usaha dalam pemasaran hasil produksi. Pihak yang terlibat dalam pola ini adalah pihak pemasaran dengan kelompok usaha pemasok komoditas yang diperlukan oleh pihak pemasaran tersebut. Dalam kegiatan agribisnis, khususnya hortikultura, pola ini telah dilakukan. Beberapa petani atau kelompok tani hortikultura bergabung dalam bentuk koperasi atau badan usaha lainnya kemudian bermitra dengan toko swalayan atau mitra usaha lainnya. Koperasi tani tersebut bertugas memenuhi kebutuhan toko swalayan sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati bersama. Keunggulan dari kemitraan dagang umum yaitu kelompok mitra atau koperasi tani berperan sebagai pemasok kebutuhan yang diperlukan perusahaan mitra. Sementara itu, perusahaan mitra memasarkan produk kelompok mitra ke konsumen. Kondisi tersebut menguntungkan pihak kelompok mitra karena tidak perlu bersusah payah memasarkan hasil produknya sampai ke tangan konsumen. Pada dasarnya, pola kemitraan ini adalah hubungan jual beli sehingga diperlukan struktur pendanaan yang kuat dari pihak yang bermitra, baik perusahaan mitra maupun kelompok yang mitra. Keuntungan dalam pola kemitraan ini berasal dari margin harga dan jaminan harga produk yang diperjualbelikan, serta kualitas produk sesuai dengan kesepakatan pihak yang bermitra. Sedangkan beberapa kelemahan dari pola kemitraan ini antara lain: (1) dalam praktiknya, harga dan volume produk sering ditentukan secara sepihak oleh pengusaha mitra sehingga merugikan pihak kelompok mitra, dan (2) sistem perdagangan seringkali ditemukan berubah menjadi bentuk konsinyasi. Dalam sistem ini, pembayaran barang-barang pada kelompok mitra tertunda sehingga beban modal pemasaran produk harus ditanggung oleh kelompok mitra. Kondisi seperti ini sangat merugikan perputaran uang pada kelompok mitra yang memiliki keterbatasan permodalan. Adapun solusi yang dapat diterapkan dalam pola kemitraan ini yaitu perlunya peningkatan komitmen perusahaan besar untuk menerapkan prinsip-prinsip bermitra usaha. Komitmen yang harus ditegaskan adalah prinsip saling menguntungkan, saling memperkuat, dan saling menghidupi secara lestari. Pola hubungan ini dapat dilihat pada gambar yang tersaji pada Gambar 3.

17

Memasok

v

Kelompok mitra

Perusahaan mitra

Memasarkan produk kelompok mitra

Konsumen/industr i

Gambar 3. Pola Kemitraan Dagang Umum d. Pola Kemitraan Keagenan Pola kemitraan keagenan merupakan bentuk kemitraan yang terdiri dari pihak perusahaan mitra dan kelompok mitra atau pengusaha kecil mitra. Pihak perusahaan mitra (perusahaan besar) memberikan hak khusus kepada kelompok mitra untuk memasarkan barang atau jasa perusahaan yang dipasok oleh pengusaha besar mitra. Perusahaan besar/menengah bertanggungjawab atas mutu dan volume produk (barang dan jasa), sedangkan usaha kecil mitranya berkewajiban memasarkan produk atau jasa. Di antara pihak-pihak yang bermitra terdapat kesepakatan tentang target-target yang harus dicapai dan besarnya fee atau komisi yang diterima oleh pihak yang memasarkan produk. Keunggulan dari pola ini yaitu memungkinkan untuk dilaksanakan oleh pengusaha kecil yang kurang kuat modalnnya karena biasanya menggunakan sistem mirip konsinyasi. Berbeda dengan pola dagang umum yang justru perusahaan besarlah yang kadang-kadang lebih banyak mengambil keuntungan dan kelompok mitra harus bermodal kuat. Sementara itu, kelemahan yang muncul pada pola kemitraaan ini antara lain: (1) usaha kecil mitra menetapkan harga produk secara sepihak sehingga harganya menjadi tinggi di tingkat konsumen, dan (2) usaha kecil sering memasarkan produk dari beberapa mitra usaha saja sehingga kurang mampu membaca segmen pasar dan tidak memenuhi target. Untuk itu solusi yang perlu diterapkan pada pola kemitraan ini adalah perlunya peningkatan profesionalisme, kepiawaian dalam mencari pelanggan atau nasabah jasa, serta memberikan pelayanan yang memuaskan kepada konsumen. Secara lebih singkat, pola kemitraan keagenan dapat digambarkan sebagai berikut. Memasok Kelompok mitra

Perusahaan mitra

v Memasarkan produk kelompok mitra Konsumen/masyarakat

Gambar 4. Pola Kemitraan Keagenan

18

e.

Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA) Pola kemitraan KOA merupakan pola hubungan bisnis yang dijalankan oleh kelompok mitra dan perusahaan mitra. Kelompok mitra menyediakan lahan, sarana, dan tenaga kerja, sedangkan pihak perusahaan mitra menyediakan biaya, modal, manajemen, dan pengadaaan sarana produksi untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditas pertanian. Di samping itu, perusahaan mitra juga sering berperan sebagai penjamin pasar produk dengan meningkatkan nilai tambah produk melalui pengolahan dan pengemasan. KOA telah dilakukan pada usaha perkebunan, seperti perkebunan tebu, tembakau, sayuran, dan usaha perikanan tambak. Dalam pelaksanaannya, KOA terdapat kesepakatan tentang bagi hasil dan risiko dalam usaha komoditas pertanian yang dimitrakan. Keunggulan dari pola ini sama dengan keunggulan sistem inti-plasma. Pola KOA paling banyak ditemukan pada masyarakat perdesaan, antara usaha kecil di desa dengan usaha rumah tangga dalam bentuk sistem bagi hasil. Misalnya jika pemilik lahan menyediakan lahan untuk dimanfaatkan, sedangkan petani menyediakan modal, tenaga, dann sarana pertanian lainnya, maka bagi hasilnya 40 : 50. Artinya 40% keuntungan untuk pemilik lahan dan 50% untuk petani. Sedangkan kelemahan yang muncul pada pola ini antara lain: (1) pengambilan untung oleh perusahaan mitra yang menangani aspek pemasaran dan pengolahan produk terlalu besar, sehingga dirasakan kurang adil oleh kelompok usaha kecil mitranya, (2) perusahaan mitra cenderung monopsoni sehingga memperkecil keuntungan yang diperoleh pengusaha kecil mitranya, dan (3) belum ada pihak ketiga yang berperan afektif dalam memecahkan permasalahan tersebut. Oleh karena itu, dibutuhkan solusi yang sesuai untuk kemitraan pola ini yaitu dengan penyelesaian humanistis dan kekeluargaan dengan cara musyawarah. Pola kemitraan kerjasama operasional agribisnis dapat ditunjukkan oleh gambar berikut. Kelompok mitra

Perusahaan mitra

v -lahan -Sarana -Tenologi

-Biaya -Modal -Teknologi -Manajemen

Gambar 5. Pola Kemitraan Kerjasama Operasional Agribisnis (KOA) Aturan Main dalam Kelembagaan Kemitraan Usaha Salah satu ciri umum kelembagaan adalah adanya suatu tingkat kekekalan atau kemapanan (Gillin dan Gillin, 1954), sehingga aturan main dalam suatu kelembagaan juga telah berlaku dalam waktu yang cukup lama, dan mungkin masih akan berlaku dalam jangka waktu yang masih lama lagi. Namun jika mengacu pada pendapat Granovetter dan Swedberg (1992) yang menyatakan 2.5.

19

bahwa kelembagaan ekonomi dikonstruksikan secara sosial, maka tidak menutup kemungkinan adanya konstruksi ulang mengenai aturan main yang berlaku. Aturan main yang ada dalam kelembagaan ekonomi untuk komoditas hortikultura yang tumbuh secara alamiah dalam masyarakat umumnya dibuat berdasarkan kesepakatan, sehingga sifatnya dapat sangat fleksibel, walaupun dalam beberapa hal pelaku yang memiliki sumberdaya lebih juga lebih dominan dalam menentukan aturan main. Oleh karena itu, aturan yang berlaku antara petani dengan pedagang atau pedagang dengan pedagang lain tidak selalu sama, namun tetap memiliki pola tersendiri (Saptana, et al, 2006). Kelompok tani atau gabungan kelompok tani merupakan kelembagaan atau pelaku kemitraan baru yang sedang diupayakan dalam berbagai program pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah untuk menjadi bagian dari kelembagaan kemitraan usaha untuk komoditas tertentu. 2.6.

Analisis Pendapatan Usahatani Aryani (2009) melalui penelitiannya yang berjudul Analisis Pengaruh Kemitraan terhadap Pendapatan Usahatani Kacang Tanah di Desa Palangan, Kecamatan Jangkar, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur, menganalisis tentang perbandingan pendapatan usahatani petani mitra dengan petani non mitra. Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi pelaksanaan kemitraan antara PT. Garuda Food dengan petani mitra di Desa Palangan dan menganalisis pengaruh kemitraan terhadap peningkatan pendapatan usahatani kacang tanah di Desa Palangan. Dengan demikian, hasil penelitiaannya ini dapat dimanfaatkan oleh petani dan PT. Garuda Food. Hasil evaluasi pelaksanaan kemitraan yang terjadi antara PT. Garuda Food dengan petani kacang tanah di Desa Palangan yaitu masih terdapat beberapa hal yang tidak sesuai dengan perjanjian, seperti masih ada petani yang menggunakan pupuk tidak sesuai dengan dosis anjuran, menjual hasil produksi ke perusahaan lain dan waktu tanam yang tidak sesuai dengan perjanjian. Meskipun demikian, pelaksanaan tersebut memberikan manfaat kepada petani, yaitu adanya jaminan pasar, kepastian harga, meningkatkan pendapatan dan menambah pengetahuan mengenai budidaya kacang tanah. Berdasarkan hasil analisis pendapatan usahatani, petani mitra memperoleh pendapatan usahatani lebih besar daripada petani non mitra, baik untuk pendapatan atas biaya tunai maupun pendapatan atas biaya total. Hasil imbangan penerimaan dan biaya (R/C rasio) dapat diketahui R/C rasio atas biaya tunai serta R/C rasio atas biaya total petani mitra adalah 2,77 dan 1,47. Sedangkan R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total petani non mitra adalah 1,92 dan 0,96. Dari nilai R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan kemitraan antara PT. Garuda Food dengan petani mitra di Desa Palangan memberikan keuntungan bagi petani mitra. Mulyaningsih (2010) menganalisis pendapatan usahatani padi organik dengan metode SRI (System of Rice Intensification) di Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur. Alat analisis yang digunakan adalah analisis pendapatan usahatani dan analisis R/C rasio. Berdasarkan analisis pendapatan, usahatani padi organik dengan metode SRI dapat memperoleh penerimaan bersih 59 persen dari total penerimaan usahatani. Sementara petani padi konvensional hanya memperoleh 35 persen dari total penerimaan usahatani.

20

Berdasarkan analisis efisiensi pendapatan, usahatani padi organik dengan metode SRI lebih menguntungkan untuk dijalankan jika dibandingkan dengan usahatani padi konvensional. Hal ini dilihat dari nilai R/C rasio atas penggunaan biaya tunai usahatani padi organik metode SRI sebesar 2,45 jauh lebih besar dari R/C rasio atas biaya tunai usahatani padi konvensional yaitu sebesar 1,53. Hal ini menjelaskan bahwa petani padi organik metode SRI menerima 2,45 dari setiap satu rupiah input yang dikeluarkan, sementara petani padi konvensional hanya menerima 1,53 rupiah dari setiap input yang dikeluarkannya. Sementara itu, Septian (2010) pada penelitiannya yaitu menganalisis tentang peran kelembagaan kelompok tani terhadap produksi dan pendapatan petani ganyong di Desa Sindanglaya, Kecamatan Sukamantri, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat didapatkan kesimpulan bahwa keberadaan kelompok tani memberikan pengaruh yang positif pada kegiatan usahatani ganyong. Berdasarkan analisis pendapatan usahatani, produksi ganyong dari sejumlah petani responden dikatakan menguntungkan. Hal ini terlihat pada R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total usahatani ganyong yaitu masing-masing sebesar 1,93 dan 1,30. Adanya pengaruh kelompok tani ternyata mampu meningkatkan pendapatan petani anggota kelompok dibandingkan dengan petani bukan anggota. R/C rasio untuk petani anggota pada R/C rasio atas biaya tunai sebesar 1,98 dan R/C rasio atas biaya total sebesar 1,41. Keanggotaan petani terhadap kelompok merupakan variabel dummy yang memiliki pengaruh nyata dibandingkan petani yang tidak bergabung. Selain variabel dummy, variabel lain yang juga berpengaruh nyata terhadap produksi ganyong adalah variabel lahan dan bibit. Sedangkan variabel yang berpengaruh terhadap pendapatan adalah harga jual ganyong. Sejumlah penelitian tentang kelembagaan pertanian dan analisis pendapatan yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya memiliki persamaan dan perbedaan dari penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti. Persamaan dan perbedaaan tersebut disajikan pada Tabel 4 berikut.

21

Tabel 4. Persamaan dan Perbedaan Penelitian Terdahulu dengan Penelitian yang telah Dilakukan No. 1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

Judul Penelitian Efektifitas Kelembagaan Tempat Pelelangan Ikan sebagai Kelembagaan Ekonomi Masyarakat Nelayan Dampak Pelaksanaan Program Kredit Kepada Koperasi Primer untuk Anggotanya terhadap Pendapatan Usahatani Peserta Plasma Analisis Pengaruh Kemitraan terhadap Pendapatan Usahatani Kacang Tanah Analisis Pendapatan Usahatani Jambu Biji Petani Primatani Di Kota Depok Jawa Barat Studi Kelembagaan Kelompok Tani Hutan Rakyat di Wilayah Cianjur Selatan Analisis Pendapatan Usahatani Padi Organik Dengan Metode SRI (System Of Rice Intensification) (Studi Kasus Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat) Peran Kelembagaan Kelompok Tani terhadap Produksi dan Pendapatan Petani Ganyong di Desa Sindanglaya, Kecamatan Sukamantri, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat Peran Kelompok Peternakan Rakyat Ayam Kampung Sukabumi pada Usaha Ayam Kampung Kajian Kemitraan pada PT. Agrowiyana Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi

Persamaan Membahas tentang efektifitas kelembagaan

Perbedaan Objek penelitian dan komoditas

- Analisis pendapatan usahatani dan R/C rasio. - Kelembagaan pertanian Analisis pendapatan usahatani dan analisis R/C rasio Analisis pendapatan usahatani dan analisis R/C rasio Membahas tentang pengaruh kelembagaan Analisis pendapatan usahatani dan analisis R/C rasio

Lokasi dan komoditi penelitian

- Analisis pendapatan usahatani dan R/C rasio - Kelembagaan pertanian Membahas tentang peran kelembagaan

Lokasi dan komoditi pertanian

Mengkaji tentang Kemitraan

Lokasi dan objek penelitian

Lokasi dan komoditi pertanian Lokasi dan komoditi pertanian Lokasi dan komoditi pertanian Lokasi dan komoditi pertanian

Lokasi dan komoditi pertanian

22

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Produksi Produksi merupakan kegiatan untuk menghasilkan barang atau jasa. Barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi disebut sebagai input dan produk yang dihasilkan disebut sebagai output. Input dan output merupakan suatu gabungan untuk menghasilkan keuntungan dari setiap produksi yang dijalankan. Teori produksi dilakukan untuk melihat adanya hubungan antara kedua input dan output. Hubungan antara input dan output disebut sebagai fungsi produksi. Secara umum fungsi produksi menunjukkan bahwa jumlah barang produksi tergantung dari jumlah faktor produksi yang digunakan. Menurut Hernanto (1991) faktor produksi terdiri dari tanah, tenaga kerja, modal, dan pengelolaan. Ketiga faktor produksi kecuali pengelolaan merupakan syarat yang penting dalam dalam suatu proses produksi, proses menghasilkan produk yang diinginkan merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam hal kepemilikan dan penguasaan. Tanah merupakan faktor produksi yang penting karena merupakan tempat berlangsungnya suatu usaha. Faktor produksi ini terdiri dari faktor alam lainnya seperti udara, air, sinar matahari, kimia tanah, temperatur, dan lainnya. Semua faktor produksi ini akan menentukan keputusan pada hasil produksi yang diharapkan. Tenaga kerja merupakan faktor produksi yang kedua dalam proses produksi. Jumlah tenaga kerja dan curahan waktu yang diberikan pada suatu proses produksi akan mempengaruhi output produksi yang dihasilkan. Dalam pengukuran produksi potensi tenaga kerja, biasanya dilakukan konversi tenaga kerja yaitu menyetarakan jenis-jenis penggunaan tenaga kerja ke dalam tenaga kerja pria. Penggunaaan tenaga kerja dalam produksi sifatnya tidak tetap karena harus disesuaikan dengan tahapan proses produksi. Modal merupakan hasil gabungan dari faktor produksi lahan dan tenaga kerja. Modal yang tinggi diantara faktor produksi yang lain yaitu modal operasional. Modal operasional yang dimaksudkan adalah modal dalam bentuk tunai yang dapat ditukarkan dengan barang modal lain seperti sarana produksi dan tenaga kerja, bahkan untuk pembiayaan pengolahan. Menurut sifatnya modal dibedakan menjadi dua yaitu: (1) modal tetap yaitu modal yang tidak habis dalam satu proses produksi seperti lahan, peralatan pertanian, bangunan, dan lainnya, (2) modal lancar yaitu modal yang habis dalam satu proses produksi seperti bibit, pupuk, obat-obatan, tenaga kerja. 3.1.2. Konsep Usahatani Usahatani merupakan setiap organisasi dari alam, tenaga kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Pelaksanaan organisasi itu sendiri diusahakan oleh seseorang atau sekumpulan orang-orang. Dari batasan definisi tersebut dapat diketahui bahwa usahatani terdiri atas manusia petani beserta keluarganya, tanah beserta fasilitas yang ada diatasnya seperti bangunanbangunan atau saluran air serta tanaman ataupun hewan ternak (Soeharjo dan Patong, 1973). Menurut Soekartawi (1986) menyatakan bahwa ilmu usahatani pada dasarnya memperhatikan cara-cara petani memperoleh dana memadukan sumber daya yang ada seperti lahan, tenaga kerja, modal, waktu dan pengelolaan

23

(manajemen) yang terbatas ketersediaanya untuk mencapai tujuannya. Sedangkan Suratiyah (2009) mendefinisikan usahatani sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seorang mengusahakan serta mengoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga dapat memberikan manfaat sebaik-baiknya. Pengertian lain bahwa ilmu usahatani merupakan ilmu yang didalamnya mempelajari bagaimana seseorang dapat mengalokasikan sumberdaya yang dimilkinya secara efektif dan efisien agar mencapai tujuan dan memperoleh keuntungan yang tinggi. Kegiatan usahatani dapat berjalan jika didalamnya terdapat manajemen yang baik dari adanya peran petani sehingga petani dapat dikatakan sebagai manajer. Petani dengan kreatifitas yang tinggi akan lebih mampu mengelola usahataninya dengan lebih baik. Hasil akhir yang dicapai dari adanya pengelolaan yang baik ini adalah jumlah produksi yang meningkat dan keberhasilan usahatani. Sebagai manajer untuk usahataninya sendiri, petani harus mampu mengatasi permasalahan dan mengambil keputusan dalam mengatasi permasalahan tersebut. Dalam kegiatannya usahatani dibedakan menjadi dua yaitu memaksimumkan keuntungan dan meminimumkan biaya. Konsep memaksimumkan keuntungan adalah mengalokasikan sumber daya dengan jumlah tertentu untuk memperoleh keuntungan yang maksimum, sedangkan konsep meminimumkan biaya yaitu dengan menekan biaya produksi sekecilkecilnya untuk mencapai tingkat produksi tertentu (Soekartawi, 1986). 3.1.3. Penerimaan Usahatani Penerimaan tunai usahatani dapat didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani (Soekartawi, 1986). Pinjaman dalam usahatani tidak termasuk ke dalam penerimaan tunai begitu pula dengan bunga pinjaman dan jumlah pokok pinjaman. Penerimaan tunai usahatani yang didapat akan mendorong petani untuk dapat mengalokasikannya dalam berbagai kegunaan atau keperluan petani seperti untuk biaya produksi berikutnya, tabungan, dan pengeluaran lain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga petani. Bentuk penerimaan tunai usahatani dapat menggambarkan tingkat kemajuan ekonomi usahatani dalam spesialisasi dan pembagian kerja. Besarnya proporsi penerimaan tunai dari total penerimaan termasuk natura dapat digunakan sebagai perbandingan keberhasilan petani satu terhadap petani yang lain (Hernanto, 1991). 3.1.4. Pengeluaran Usahatani Pengeluaran usahatani secara umum meliputi pengeluaran tunai dan tidak tunai atau biaya diperhitungkan. Selain kedua jenis pengeluaran diatas, terdapat pula pengeluaran usahatani total yang terdiri dari biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Perhitungan kedua biaya tersebut harus dipisahkan karena akan berkaitan dengan kegiatan produksi dimana kedua biaya tersebut digunakan untuk alokasi faktor produksi yang berbeda. Disamping itu besarnya jumlah biaya dan frekuensi pengeluarannya juga berbeda dimana biaya tetap umumnya sudah tertentu baik jumlah dan jangka waktu pengeluaran, sementara biaya variabel tidak pasti dan sering berubah. Pengeluaran tunai atau biaya tunai merupakan sejumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani baik secara tunai

24

maupun kredit, sedangkan pengeluaran tidak tunai atau biaya diperhitungkan adalah pengeluaran berupa nilai barang dan jasa untuk keperluan usahatani yang dibayar dengan benda, seperti halnya jika usahatani menggunakan mesin-mesin, maka nilai penyusutan dari mesin tersebut harus dimasukkan ke dalam biaya pengeluaran tidak tunai dan digunakan untuk menghitung pendapatan kerja petani jika bunga modal dan nilai tenaga kerja keluarga diperhitungkan. Adapun pengeluaran tidak tetap (variable cost) dapat didefinisikan sebagai biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh, sedangkan pengeluaran tetap (fixed cost) didefinisikan sebagai pengeluaran atau biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan meskipun produksi yang diperoleh jumlahnya sedikit, sehingga biaya ini tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh. Sedangkan pengeluaran total usahatani dapat didefinisikan sebagai nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi. 3.1.5. Pendapatan Usahatani Kegiatan usahatani sebagai satu kegiatan untuk memperoleh produksi di lahan pertanian, akan dinilai dari biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh. Selisih keduanya merupakan pendapatan dari kegiatan usahatani. Petani dalam kegiatan ini bertindak sebagai pengelola, pekerja, sekaligus penanam modal dalam usahanya, sehingga dapat digambarkan balas jasa dari kerjasama faktor-faktor produksi (Soeharjo dan Patong, 1973). Analisis pendapatan mempunyai kegunaan bagi petani maupun bagi pemilik faktor produksi. Terdapat dua tujuan utama dari analisis pendapatan yaitu (1) menggambarkan keadaan sekarang suatu kegiatan usaha, (2) menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan. Bagi petani analisis pendapatan memberikan bantuan untuk mengukur apakah kegiatan usahataninya pada saat ini berhasil atau tidak (Soeharjo dan Patong, 1973). Berdasarkan analisis pendapatan usahatani, petani akan terdorong untuk mengalokasikan pendapatannya untuk berbagai pemenuhan kebutuhan, seperti biaya produksi periode berikutnya, tabungan, serta pengeluaran lain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga petani. Menurut Soeharjo dan Patong (1973), suatu kegiatan usahatani dikatakan sukses apabila situasi pendapatannya memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1. Cukup untuk membayar semua pembelian sarana produksi, termasuk biaya angkutan dan biaya administrasinya. 2. Cukup untuk membayar bunga modal yang ditanamkan termasuk pembayaran sewa tanah dan pembayaran dana depresiasi modal. 3. Cukup untuk membayar upah tenaga kerja yang dibayar tunai atau bentukbentuk upah lainnya untuk tenaga kerja yang tidak diupah. 3.1.6. Ukuran Pendapatan Usahatani Kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai dapat diiukur oleh adanya pendapatan tunai usahatani. Pendapatan tunai usahatani merupakan selisih antara penerimaan tunai usahatani dengan pengeluaran usahatani. Pendapatan usahatani juga meliputi pendapatan kotor dan pendapatan bersih. Pendapatan kotor usahatani merupakan ukuran hasil perolehan total sumberdaya yang digunakan dalam usahatani, sedangkan pendapatan bersih merupakan selisih

25

antara pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani (Soekartawi, 1986). Pendapatan kotor usahatani dibedakan menjadi dua yaitu pendapatan kotor tunai dan pendapatan kotor tidak tunai. Pendapatan kotor tunai didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani yang tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani yang berbentuk benda dan yang dikonsumsi. Sedangkan pendapatan kotor tidak tunai merupakan pendapatan bukan dalam bentuk uang, seperti hasil panen yang dikonsumsi atau pembayaran yang dilakukan dalam bentuk benda. Selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan total pengeluaran usahatani disebut pendapatan bersih usahatani. Pendapatan bersih usahatani ini mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani akibat dari penggunaan faktorfaktor produksi. Pendapatan bersih usahatani ini merupakan ukuran keuntungan usahatani yang dapat digunakan untuk menilai dan membandingkan beberapa usahatani lainnya. Ukuran yang digunakan untuk menilai usahatani adalah dengan penghasilan bersih usahatani yang merupakan pengurangan antara pendapatan bersih usahatani dengan bunga pinjaman, biaya yang diperhitungkan, dan penyusutan. 3.1.7. Faktor yang Mempengaruhi Efektifitas Kinerja Kelembagaan Kemitraan Usahatani Sayuran Kinerja sebuah kelembagaan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yang juga merupakan refleksi kinerja peran pelaku yang terlibat dalam kelembagaan kemitraan tersebut. Secara umum faktor yang mempengaruhi efektifitas kelembagaan kemitraan dapat dikelompokkan menjadi empat faktor yaitu teknis, ekonomis, sosial kelembagaan dan kebijakan (Saptana, et al, 2006). Faktor Teknis Dalam hubungannya dengan efektifitas kelembagaan kemitraan usaha, faktor teknis lebih terkait dengan upaya penjaminan akan kuantitas, kualitas, dan kontinyuitas pasokan suatu komoditas. Aspek ini merupakan entry point bagi kelangsungan sebuah kerja diantara pelaku kemitraan. Beberapa butir penting yang harus mendapat perhatian adalah: (1) kemampuan petani atau kelompok tani untuk memproduksi bibit bermutu sendiri atau jika belum mampu maka bibit atau benih harus tersedia dengan harga terjangkau, (2) intensifikasi usahatani serta penerapan pola tanam yang optimal, (3) kemampuan penyediaan saprodi oleh kelompok, (4) dibangun sistem panen dan pascapanen yang baik, serta (5) pembinaan secara lebih intensif dan profesional dari PPL, peneliti dan akademisi (menyangkut budidaya sampai pemasaran). Faktor Ekonomis Dari aspek ekonomis, efektifitas kelembagaan kemitraan dipengaruhi oleh adanya sistem insentif yang menarik sehingga para pelaku yang terlibat dalam kemitraan mendapat keuntungan dan akhirnya tetap bertahan dalam sebuah ikatan kelembagaan kemitraan. Faktor ekonomi yang dianggap cukup penting diantaranya: (1) bantuan permodalan untuk simpan pinjam sehingga petani atau kelompok tani dapat memenuhi kebutuhan modal usahataninya. Bantuan modal juga diperlukan agar kelompok tani dapat bersaing dengan tengkulak. (2)

26

Pemasaran komoditas dilakukan secara bersama dengan harapan dapat memperkuat bargaining position petani atau kelompok tani. (3) Fasilitas sarana pemasaran ditingkat kelompok, dan (4) kepastian pasar dan harga. Faktor Sosial Kelembagaan Kelembagan yang tumbuh secara alamiah dapat dipandang efektif, karena kelembagaan ini tumbuh sesuai kebutuhan pelakunya, walaupun belum tentu efisien bagi para pelakunya dilihat dari sisi manfaat yang diperolehnya. Aturan main dibuat secara konsensus oleh para pelaku yang berinteraksi, sehingga ketaatan terhadap aturan main diantara pelakunya cukup kuat. Penyimpangan terhadap aturan main yang telah disepakati relatif jarang terjadi, walaupun ada pelaku yang merasa kurang diuntungkan dalam interaksi yang sedang berlangsung. Kelembagaan yang tumbuh secara alamiah tumbuh secara perlahanlahan dalam waktu yang cukup lama, dan terjalin ikatan-ikatan dengan pola yang jelas antar pelaku. Proses sosial yang berlangsung dalam kelembagaan yang terbentuk secara alamiah berlangsung secara informal, sifatnya personal dan sederhana, sesuai dengan budaya masyarakat pendukungnya. Hubungan personal yang terjalin dalam kurun waktu yang lama menumbuhkan kepercayaan (trust) yang kuat antar pelaku yang berinteraksi. Pelaku yang mendukung kelembagaan tersebut pada umumnya masuk menjadi bagian kelembagaan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Namun demikian ikatan yang terjalin antarpelaku tidak saja terjadi karena faktor ekonomi semata, tetapi juga diperkuat dengan ikatan-ikatan sosial seperti kekerabatan yang saling bantu di luar kegiatan ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa upaya untuk mencapai tujuan ekonomi didukung pula dengan modal sosial dari pelaku yang menjadi alat pengikat antarpelaku. Kelompok tani, Gapoktan, dan asosiasi petani merupakan suatu bentuk organisasi baru yang diintroduksikan dalam masyarakat dengan kelembagaan yang sudah ada. Kehadiran pelaku baru harus jelas posisi dan peran yang akan dijalani. Apakah merupakan suatu posisi dan peran yang sama sekali baru atau menggantikan posisi dan peran dari pelaku yang sudah ada. Pada umumnya petani ditempatkan pada posisi yang baru dengan peran yang baru pula yaitu sebagai wadah untuk belajar bagi petani, sebagai media antara bagi petani dengan pihak luar (perusahaan, instansi pemerintah). Selain itu, khusus dalam pemasaran hasil pertanian, kelompok tani, Gapoktan, atau asosiasi petani sedang berupaya menggantikan (setidaknya mengambil sebagian) peran pedagang. Akan tetapi, dalam menjalankan peran ini, kelompok tani, Gapoktan, asosiasi petani masih menghadapi beberapa kendala. Modal dan sarana pendukung yang masih terbatas, menyebabkan kelompok tani, Gapoktan, atau asosiasi petani masih sulit bersaing dengan pedagang yang memiliki kekuatan (modal lebih besar untuk menjalankan peran baik dalam fungsi pemasaran dan terlebih lagi dalam berperan sebagai penyedia modal). Aspek sosial kelembagaan diperlukan untuk menciptakan suasana yang kondusif serta memperkuat ikatan pihak yang turut serta dalam kelembagaan tersebut. Faktor Kebijakan Kebijakan terkait dengan posisi dan peran pemerintah dalam kelembagaan yang sudah ada maupun dalam merancang kelembagaan baru. Sebuah kebijakan

27

baik yang diberlakukan oleh pemerintah pusat maupun daerah dapat mempengaruhi kondisi makro perekonomian suatu wilayah. Kebijakan yang tepat dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi kinerja kelembagaan kemitraan usaha. Beberapa isu kebijakan yang diperlukan adalah: (1) kebijakan pengembangan bibit berkualitas, (2) kebijakan subsidi pupuk masih perlu dilanjutkan, (3) bantuan kredit bunga lunak, (4) kebijakan pembangunan irigasi di sentra hortikultura, dan (5) keberlanjutan program pengembangan agribisnis hortikultura. Berdasarkan penjelasan mengenai keempat faktor yang mempengaruhi efektifitas kelembagaan kemitraan yaitu faktor teknis, ekonomis, sosial kelembagaan dan kebijakan, dapat ditarik suatu kesimpulan yang apabila keempat faktor tersebut diaplikasikan oleh sebuah kelembagaan pertanian dalam menjalankan kegiatannya bersama anggota ataupun kelompok mitra, menggambarkan sebuah kegiatan manajerial yang meliputi kegiatan perencanaan (planing), organisasi/pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), dan pengontrolan/pengendalian (controlling). Kegiatan perencanaan merupakan implementasi dari faktor teknis yang berkaitan dengan persiapan kegiatan usahatani sayuran, baik persiapan input-input produksi, pola tanam yang diaplikasikan, serta peralatan pertanian yang dibutuhkan. Kegiatan pengorganisasian dilihat dari dua sudut pandang yaitu sudut pandang petani sebagai pelaku usahatani, dan Gapoktan sebagai kelembagaan mitra. Dari sudut pandang petani, pengorganisasian lebih dimaksudkan bagaimana petani bertindak sebagai manajer bagi kegiatan usahataninya dengan melakukan pengelolaan yang baik terhadap proses budidaya atau produksi mulai dari perencanaan hingga pasca panen, serta penentuan dan pengambilan sikap terhadap proses-proses yang terjadi didalamnya. Sementara dari sudut pandang Gapoktan, pengorganisasian lebih dimaksudkan bagaimana Gapoktan mengambil sikap dan mengelola kegiatan kemitraan secara terorganisir dengan penerapan win-win principle dan saling menguntungkan, serta kegiatan administratif yang baik dan memudahkan bagi anggota mitra. Bagaimana peran Gapoktan dalam memberikan arahan dan pembinaan terhadap kegiatan usahatani yang dilakukan anggota dengan teratur, sistematis, dan menyeluruh terhadap keseluruhan proses usahatani, serta sikap Gapoktan dalam mengatasi masalah yang dihadapi anggota baik berkaitan dengan kegiatan usahatani maupun hubungan dengan lingkungan sekitar (lingkungan sosial kemasyarakatan). Kegiatan ini merupakan cerminan dari faktor sosial kelembagaan, faktor teknis, dan juga faktor kebijakan. Pelaksanaan usahatani sepenuhnya dilaksanakan oleh masing-masing petani anggota dengan pilihan komoditi, teknis budidaya, penggunaan input-input pertanian, peralatan, pola tanam, dan proses budidaya yang semuanya diserahkan kepada masing-masing petani. Akan tetapi, Gapoktan memiliki kewajiban dalam menjamin kelancaran kegiatan usahatani serta hasil yang diharapkan jauh lebih maksimal dibandingkan dengan sebelum menjalankan kemitraan, sehingga menguntungkan bagi kedua belah pihak. Output atau hasil produksi petani anggota akan menjadi input bagi kegiatan yang dilakukan oleh Gapoktan yaitu penjualan sayuran ke lembaga pemasaran lebih lanjut. Apabila sayuran yang dihasilkan petani dari segi kuantitas dan kualitas rendah, maka Gapoktan juga akan menerima hasil yang sama. Oleh karena itu, Gapoktan harus mampu menjamin kelancaran usahatani agar Gapoktan juga mendapatkan keuntungan

28

maksimal dengan memenuhi kebutuhan petani terhadap input-input pertanian, modal usahatani, serta jaminan pasar dan harga bagi sayuran hasil panen petani. Sedangkan dari segi pengendalian atau pengontrolan yang berkaitan dengan faktor teknis adalah fungsi Gapoktan dalam memantau dan memastikan berlangsungnnya kegiatan usahatani dan kemitraan agar sesuai dengan tujuan dan kesepakatan yang menjadi harapan bersama antara Gapoktan dengan petani. Dari segi teknis, kontrol atau kendali meliputi arahan-arahan teknis budidaya seperti penggunaan jenis faktor-faktor produksi dan anjuran penggunaannya termasuk penentuan jenis sayuran yang ditanam, pola tanam dan sistem budidaya yang diterapkan, penggunaan dan pemilihan teknologi terapan, arahan dalam penentuan waktu tanam dan waktu panen, kontrol kualitas tanaman selama proses budidaya seperti pencegahan dan penanggulangan terhadap serangan hama dan penyakit, serta kontrol pasca panen meliputi perlakuan pasca panen dan kontrol terhadap pasar dan harga sayuran. Apabila kondisi ini terpenuhi, dapat dipastikan kedua belah pihak baik petani maupun Gapoktan sama-sama menerima keuntungan dan tidak ada salah satu pihak yang dirugikan. Kontrol terhadap pasar dan harga ini merupakan faktor ekonomi yang harus diperhatikan Gapoktan dalam pelaksanaan kemitraan karena merupakan determinan yang cukup penting bagi suksesnya sebuah pelaksanaan kemitraan. 3.1.8. Evaluasi Kelembagaan Kemitraan Usaha Hortikultura Berdasarkan kajian di lapang dan diperkaya hasil studi Saptana, dkk. (2004) dengan mencermati rancangan dan pelaksanaan berbagai program pembangunan pertanian, tercakup didalamnya pengembangan kelembagaan kemitraan usaha hortikultura di Kawasan Agribisnis Hortikultura Sumatera (KAHS), program agropolitan, pengembangan infrastruktur penanganan pasca panen dan pemasaran, diperoleh gambaran sebagai berikut: 1) Tujuan pembentukan kelembagaan di tingkat petani oleh pemerintah masih terfokus pada upaya peningkatan produksi pertanian jangka pendek, dan tekanan kegiatan di lapangan adalah pada penerapan teknologi produksi. 2) Pembentukan kelembagaan lebih ditekankan untuk memperkuat ikatan-ikatan horizontal daripada memperkuat ikatan vertikal, seperti kelembagaan kelompok tani, dan asosiasi pedagang. 3) Kelembagaan dibentuk lebih untuk tujuan distribusi bantuan dan memudahkan aparat pemerintah mengontrol pelaksanaan program di lapangan, dan bukan ditekankan untuk peningkatan peran aktif masyarakat perdesaan. 4) Bentuk kelembagaan yang dikembangkan bersifat seragam dan terlalu bias pada pola kelembagaan usaha padi sawah. 5) Pembinaan untuk kelembagaan yang telah terbentuk cenderung individual, misalnya dengan memfokuskan pembinaan kepada kontak-kontak tani. Hal ini sesuai dengan prinsip trickle down effect dalam penyebaran informasi yang dianut dalam kegiatan penyuluhan pertanian, sehingga menyebabkan lemahnya konsolidasi kelembagaan di tingkat petani. 6) Pengembangan kelembagaan cenderung sangat menggunakan pendekatan struktural daripada pendekatan kultural. Dengan membangun struktur diharapkan perilaku atau tindakan masyarakat akan mengikutinya.

29

7) Introduksi inovasi lebih menekankan pada pendekatan budaya material dibanding nonmaterial atau kelembagaan. Hal ini misalnya terlihat dalam pengembangan infrastruktur pemasaran seperti STA, TA, pasar petani, cool storage, dan pasar lelang. 8) Introduksi kelembagaan baru umumnya telah merusak kelembagaan lokal yang telah ada sebelumnya. Kerusakan tersebut dirasakan pada semakin lemahnya ikatan-ikatan horizontal antarpelaku sosial dan eknomi di pedesaan, seperti lemahnya konsolidasi kelembagaan kelompok tani. Salah satu penyebabnya adalah karena kegiatan proyek pemerintah umumnya bersifat sektoral dan antar tahun bersifat diskontinu. 9) Pengembangan kelembagaan melalui jalur program pemerintah umumnya masih sarat dengan slogan dan jargon politik daripada upaya nyata pemberdayaan ekonomi masyarakat pedesaan sesuai kenyataan yang berkembang di lapangan. 10) Aspek teknologi masih dijadikan alat klasik perancang kebijakan pemerintah untuk memecahkan masalah marjinalisasi ekonomi masyarakat pedesaan dan kurang memperhatikan aspek kelembagaan dan pemberdayaan masyarakat petani. 11) Kelembagaan pendukung belum dikembangkan dengan baik, karena pelaksanaan pembangunan terjebak dalam pendekatan sektoral. 3.2.

Kerangka Pemikiran Operasional Dasar dalam penelitian ini diawali dengan melihat fakta bahwa dalam pengusahaan komoditi agribisnis berupa hortikultura khususnya sayuran, banyak petani yang menemui hambatan atau kendala dalam pengembangan usahataninya, apabila pengembangan usahatani tersebut dilakukan secara individu. Hal ini dikarenakan masalah umum yang dihadapi oleh petani yaitu pengusahaan lahan yang sempit, modal yang kecil, kurangnya keterampilan petani dalam pengelolaan pasca panen, serta karakteristik komoditas sayuran yang mudah rusak dan fluktuasi harganya yang tinggi. Oleh karena itu peran kelembagaan pertanian menjadi penting untuk menjawab permasalahan tersebut. Gapoktan Rukun Tani merupakan salah satu kelembagaan pertanian di Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor yang melakukan kegiatan kemitraan dengan petani di Desa Citapen untuk pengembangan usaha agribisnisnya. Gapoktan Rukun Tani memiliki tujuh kelompok tani yang masing-masing memiliki fokus pengembangan komoditi pertanian yang berbeda. Total petani yang tergabung atau bermitra dengan Gapoktan sekaligus menjadi anggota Gapoktan adalah 236 petani. Angka ini menunjukkan bahwa cukup banyak petani di Desa Citapen yang bermitra dengan Gapoktan Rukun Tani melalui kelompok tani yang sesuai dengan fokus komoditi yang diusahakan oleh petani. Oleh karena itu, penelitian ini ingin melihat pengaruh kemitraan antara petani dengan Gapoktan Rukun Tani dilihat dari keragaan usahatani yang dijalankan petani serta pendapatan usahatani yang diterima petani yang bergabung atau bermitra dengan Gapoktan Rukun Tani dibandingkan dengan keragaan usahatani dan pendapatan petani yang tidak bermitra dengan Gapoktan Rukun Tani. Adapun jenis komoditi yang dipilih, penelitian memfokuskan pada komoditi sayuran, berikut petani yang mengusahakan baik yang bermitra maupun yang tidak bermitra dengan Gapoktan Rukun Tani.

30

Langkah yang akan dilakukan untuk melihat pendapatan petani yang bermitra dengan Gapoktan dibandingkan petani yang tidak bermitra dilakukan dalam beberapa tahap. Langkah yang pertama adalah mengidentifikasi faktorfaktor produksi usahatani sayuran masing-masing petani (petani mitra dan non mitra) dan juga harga dari masing-masing faktor produksi. Langkah selanjutnya adalah melakukan klasifikasi faktor-faktor produksi yang dapat dibandingkan antara keduanya pada satuan ukuran yang sama. Hal ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat perbedaan dalam penggunaan faktor-faktor produksi yang secara umum digunakan pada kegiatan usahatani sayuran baik dari segi jenis, jumlah, dan harga, yang akan berdampak langsung terhadap hasil produksi, dan pada akhirnya berdampak pada pendapatan petani. Klasifikasi faktor-faktor produksi ini pada akhirnya ingin melihat peran Gapoktan kepada petani anggota dalam hal penyediaan faktor-faktor produksi dan kontrol terhadap penggunaannya. Identifikasi faktor-faktor produksi dilakukan dengan wawancara langsung kepada petani responden untuk mendapatkan data primer. Sementara data pendukung berupa data sekunder yang juga dibutuhkan dalam penelitian, didapat dengan melihat dan mempelajari catatan-catatan dan arsip kegiatan Gapoktan Rukun Tani. Dalam pengumpulan data primer yaitu melalui wawancara langsung, peneliti menggunakan alat bantu berupa kuesioner yang dijadikan sebagai pedoman terhadap hal-hal yang secara lebih lengkap harus ditanyakan kepada petani. Kuesioner sengaja tidak disebar, dikarenakan kondisi yang tidak memungkinkan, mengingat petani pada umumnya mengalami kesulitan apabila diminta untuk mengisi kuesioner secara langsung. Banyak komponen di dalam kuesioner yang tidak dimengerti oleh petani karena tingkat pendidikan yang rendah serta kurangnya kecakapan dalam baca tulis. Disamping itu, dengan melakukan wawancara langsung, peneliti dapat menggali informasi secara lebih lengkap dan lebih dalam, termasuk informasi-informasi yang belum dimasukkan ke dalam kuesioner. Setelah terkumpul data primer dan data sekunder, langkah selanjutnya adalah analisis dan pengolahan data. Analisis data difokuskan pada analisis keragaan usahatani meliputi analisis biaya/pengeluaran usahatani, analisis penerimaan usahatani, analisis pendapatan usahatani, analisis R/C rasio, dan analisis titik impas (Break Event Point). Analisis dan pengolahan data dibedakan antara petani yang bermitra dengan Gapoktan dan petani yang tidak bermitra dengan Gapoktan. Analisis keragaan usahatani pada akhirnya ingin melihat pendapatan atau keuntungan usahatani yang dijalankan oleh petani baik petani mitra maupun non mitra, termasuk faktor-faktor yang mempengaruhi selama kegiatan usahatani berlangsung. Disamping analisis terhadap keragaan usahatani, dilakukan pula analisis secara kualitatif untuk menilai kinerja Gapoktan baik oleh petani mitra maupun petani non mitra. Penilaian kinerja Gapoktan ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mendasari petani sayuran untuk bermitra dengan Gapoktan dan petani sayuran yang memilih untuk tidak bermitra dengan Gapoktan. Pada umumnya petani akan memilih bermitra karena melalui kemitraan tersebut petani akan memperoleh berbagai manfaat dan kemudahan dibandingkan sebelumnya saat petani belum bermitra dengan Gapoktan. Sebaliknya bagi petani yang memilih untuk tidak bermitra, tenntunya terdapat

31

faktor-faktor yang mendasari atau menjadi alasan yang menyebabkan petani merasa tidak perlu menjalin kemitraan. Dari hasil analisis terhadap data-data tersebut akan ditarik suatu kesimpulan untuk melihat apakah terdapat pengaruh yang positif antara kemitraan yang dilakukan oleh petani dengan Gapoktan khususnya dalam hal peningkatan pendapatan usahatani sayuran. Setelah didapatkan sebuah kesimpulan, perlu diberikan rekomendasi atau saran-saran yang bersifat membangun berkaitan dengan hasil penelitian baik untuk Gapoktan, petani, maupun stakeholder terkait, guna pengembangan usahatani sayuran dan kinerja kelembagaan pertanian yang lebih baik lagi ke depannya. Kerangka pemikiran operasional dalam menganalisis pengaruh kemitraan terhadap peningkatan pendapatan usahatani sayuran secara lebih singkat digambarkan pada bagan berikut:

32 Karakteristik komoditi sayuran yang mudah rusak, musiman, dan fluktuasi harga yang tinggi berpengaruh terhadap pendapatan petani sayuran

Membutuhkan penanganan pasca panen yang cepat dan tepat, kepastian harga, serta produktivitas yang lebih baik untuk meningkatkan pendapatan petani Peran Gapoktan Rukun Tani dalam membantu petani melaksanakan kegiatan usahatani sayuran baik dari dalam hal produksi maupun pemasaran sayuran

Penilaian kinerja Gapoktan Rukun Tani

Penilaian Kinerja oleh petani anggota Gapoktan 1. Penilaian sikap responden terhadap fasilitas Gapoktan a. Syarat awal masuk menjadi anggota b.Ada tidaknya pinjaman modal dari Gapoktan c. Kemudahan memperoleh input produksi d.Harga input produksi e. Intensitas bimbingan, pelatihan, dan penyuluhan f. Kelancaran pembayaran hasil panen g. Ada tidaknya fasilitas pengangkutan hasil panen h.Informasi harga sayuran 2. Penilaian sikap responden terhadap pelayanan Gapoktan a. Tujuan pembentukan Gapoktan b.Pelayanan pengurus terhadap anggota c. Penyediaan fasilitas dan sarana prasarana yang dibutuhkan petani d. Gapoktan menghormati hak dan kewajiban anggota e. Gapoktan mampu meyelesaikan permasalahan anggota dengan non anggota dan lingkungan sekitar f. Kemudahan memperoleh informasi harga g. Keluhan anggota dapat diterima dan diatasi h.Mampu tidaknya Gapoktan meningkatkan posisi tawar dan pendapatan petani

Penilaian Kinerja oleh petani bukan anggota Gapoktan  Alasan atau faktor yang mendasari petani memilih untuk tidak bermitra dengan Gapoktan Rukun Tani

Keragaan usahatani sayuran petani anggota Gapoktan dibandingkan dengan petani bukan anggota Gapoktan

Penggunaan input-input produksi:

Harga input produksi:

1.Lahan 2.Bibit 3.Pupuk 4.Tenaga kerja 5.Obat-obatan

1.Harga/sewa lahan 2.Harga bibit 3.Harga pupuk 4.Upah tenaga kerja 5.Harga obatobatan

Produksi Sayuran (jumlah output produksi)

Harga Output produksi

Penerimaan usahatani sayuran

Biaya produksi usahatani sayuran

Pendapatan usahatani sayuran

Rekomendasi peran Gapoktan terhadap pelaksanaan kemitraan usahatani sayuran

Gambar 6. Kerangka Pemikiran Operasional Pengaruh Kemitraaan Terhadap Peningkatan Pendapatan Usahatani Hortikultura

33

IV. METODE PENELITIAN 4.1.

Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di salah satu kelembagaan pertanian di wilayah Bogor yaitu Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Rukun Tani, Desa Cipaten, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive atau sengaja dengan pertimbangan antara lain: (1) Komoditi yang diusahakan yaitu sebagian besar tanaman hortikultura serta prestasi dari Gapoktan yang cukup menarik untuk diketahui lebih jauh, dan (2) Desa Citapen merupakan daerah yang mengembangkan usahatani sayuran dimana petani yang membudidayakan sayuran dibagi menjadi dua kelompok yaitu ada yang bermitra dengan Gapoktan Rukun Tani dan ada petani yang lain tidak bergabung dengan Gapoktan Rukun Tani. Adapun waktu yang digunakan dalam pengambilan data pada penelitian ini adalah dimulai dari awal bulan November hingga akhir Desember 2012. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang akan digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer meliputi data faktor-faktor produksi, harga faktor-faktor produksi, biaya produksi atau pengeluaran usahatani, penerimaan usahatani, data pendapatan usahatani, dan data penilaian kinerja Gapoktan Rukun Tani baik oleh petani anggota Gapoktan maupun petani bukan anggota Gapoktan serta faktor-faktor yang mendorong petani untuk bermitra atau tidak bermitra dengan Gapoktan. Sedangkan data sekunder meliputi data profil Desa Citapen, pemetaan swadaya Desa Citapen, monografi Kecamatan Ciawi, data pendapatan perkapita penduduk dari Pemerintah Desa, data kelompok tani dan Gapoktan di Kecamatan Ciawi, data produksi dan produktivitas serta konsumsi sayuran dari Badan Pusat Statistik, dan literatur pendukung yang relevan dengan topik penelitian dari buku, jurnal, dan internet. 4.2.

4.3.

Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dilakukan melalui survei, hasil observasi (pengamatan), dan wawancara langsung kepada petani sayuran yang bermitra dengan Gapoktan maupun petani lain yang tidak bermitra dengan Gapoktan. Wawancara dilakukan dengan teknik wawancara individual (indepth interview) dengan alat bantu wawancara berupa kuesioner. 4.4.

Metode Penarikan Sampel Populasi pada penelitian ini adalah seluruh petani sayuran di Desa Citapen baik yang bermitra dengan Gapoktan Rukun Tani maupun petani yang tidak bermitra dengan Gapoktan. Populasi dikerucutkan pada petani sayuran yang tergabung dengan Gapoktan Rukun Tani yaitu dari dua kelompok tani yang mengusahakan komoditi sayuran, Kelompok Tani Pondok Menteng beranggotakan 104 orang dan Kelompok Tani Tani Jaya beranggotakan 20 orang, sehingga total populasi untuk petani sayuran yang bermitra dengan Gapoktan adalah sebanyak 124 orang. Sedangkan petani sayuran yang tidak bermitra dengan Gapoktan jumlahnya tidak diketahui secara pasti dikarenakan tidak ada pencatatan

34

atau data sekunder yang menunjukkan jumlah pasti petani bukan anggota Gapoktan di Desa Citapen yang mengusahakan sayuran pada tahun 2012. Dari populasi ini diambil sampel secara acak sebanyak 34 petani sebagai responden. Sampel yang diambil adalah petani sayuran Desa Citapen yang tergabung pada Gapoktan Rukun Tani berjumlah 20 orang, yaitu 9 orang berasal dari Kelompok Tani Pondok Menteng dan 11 orang berasal dari Kelompok Tani Tani Jaya, serta 14 orang petani sayuran di Desa Citapen yang tidak bermitra dengan Gapoktan Rukun Tani. Metode penarikan sampel ini dilakukan secara probability sampling dimana penarikan sampel dilakukan dengan memberi peluang yang sama bagi setiap anggota populasi untuk terpilih menjadi sampel. Teknik yang digunakan adalah simple random sampling. 4.5.

Metode Analisis Data Data yang diolah dan dianalisis pada penelitian ini adalah data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif dianalisis menggunakan analisis depkriptif. Pada penelitian kualitatif, verifikasi data dilakukan secara terus menerus sepanjang proses penelitian berlangsung yang terdiri dari pengumpulan data, analisis data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Pengumpulan data dan analisis data dilakukan secara bersamaan. Kemudian data-data tersebut direduksi melalui proses pemilihan dan pengkategorian data-data yang sesuai. Reduksi data bertujuan untuk menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan mengorganisasikan data sedemikian rupa sehingga kesimpulan akhir dari penelitian ini dapat dirancang dengan tepat. Adapun analisis data kuantitatif menggunakan analisis keragaan usahatani meliputi analisis pendapatan usahatani, analisis R/C rasio, dan analisis titik impas (Break Event Point). Kelayakan pengembangan usahatani sayuran secara finansial dianalisis dengan menggunakan R/C rasio, sedangkan analisis tingkat keamanan perolehan harga sayuran untuk periode satu tahun dianalisis dengan menggunakan analisis titik impas (Break Event Point). Perhitungan data kuantitatif dibantu dengan kalkulator dan komputer dengan menggunakan Software Microsoft Office Excel. 4.5.1. Analisis Pendapatan Usahatani Menurut Soekartawi (1986), analisis pendapatan usahatani bertujuan untuk mengetahui besar keuntungan yang diperoleh dari kegiatan usahatani yang dilakukan oleh petani. Untuk menghitung pendapatan usahatani dapat digunakan rumus: Pendapatan (π) = TR – TC Pendapatan (π) = (P x Q) – (Biaya Tunai + Biaya Diperhitungkan) Dimana: TR : Total Penerimaan TC : Biaya Tunai + Biaya yang Diperhitungkan Pendapatan dikatakan positif atau mengalami keuntungan apabila nilai pendapatan (π) bernilai positif yang berarti total penerimaan yang diterima petani lebih besar dibandingkan total biaya yang dikeluarkan petani. Sebaliknya jika nilai pendapatan (π) bernilai negatif, maka dapat dikatakan petani mengalami

35

kerugian yang berarti total biaya yang dikeluarkan lebih besar dibandingkan total penerimaan yang diperoleh petani. Pada penelitian ini komponen biaya atau pengeluaran usahatani meliputi biaya pengadaan atau penggunaan faktor-faktor produksi yang terdiri dari lahan, pupuk kandang, pupuk kimia (Urea, TSP, KCL, NPK, dan lainnya), benih sayuran (cabai, buncis, caisin, kacang panjang, kapri, terung, tomat, jagung sayur, kacang damame, dan ketimun), tenaga kerja (tenaga kerja dalam keluarga dan luar keluarga), obat-obatan (obat padat dan obat cair), penyusutan peralatan, dan biaya pasca panen. Sementara komponen penerimaan berasal dari satu faktor tunggal yaitu penjualan sayuran hasil panen petani. Pendapatan diperoleh dengan mengurangkan total penerimaan yang diperoleh petani dengan total biaya yang dikeluarkan petani. Secara garis besar, perhitungan untuk mencari pendapatan usahatani dapat dilihat pada Tabel 5 berikut. Tabel 5. Garis Besar Perhitungan Pendapatan Usahatani Sayuran pada Penelitian di Desa Citapen Kecamatan Ciawi

Komponen

Satuan

Biaya Tunai Hektar Lahan Pupuk Karung Kandang Pupuk Kimia 1. Urea Kg 2. TSP Kg 3. KCL Kg 4. NPK Kg 5. Lainnya Kg Benih 1. Cabai Amplop 2. Buncis Kg 3. Caisin Ons 4. Kacang Kg panjang 5.Kapri Kg 6. Terung Amplop 7.Tomat Amplop 8. Jagung Kg Sayur 9. Kacang Kg Edamame 10.Ketimun Amplop Tenaga Kerja Luar HOK Keluarga Obat-obatan 1. Padat Kg 2. Cair Liter Total Biaya Tunai (A)

Pengeluaran (Biaya) (Rp) Biaya per Total Biaya Jumlah satuan (Rp) (Rp)

Penerimaan (Rp) Total Produksi (Kg)

Harga (Rp)

Penerimaan (Rp)

..........

..........

..........

..........

..........

..........

.......... .......... .......... .......... ..........

.......... .......... .......... .......... ..........

.......... .......... .......... .......... ..........

.......... .......... ..........

.......... .......... ..........

.......... .......... ..........

.......... .......... ..........

.......... .......... ..........

.......... .......... ..........

..........

..........

..........

..........

..........

..........

.......... .......... ..........

.......... .......... ..........

.......... .......... ..........

.......... .......... ..........

.......... .......... ..........

.......... .......... ..........

..........

..........

..........

..........

..........

..........

..........

..........

..........

..........

..........

..........

..........

..........

..........

.......... .......... Total Penerimaan (D)

..........

..........

..........

..........

.......... ..........

.......... ..........

.......... .......... ..........

..........

36

Tabel 5. (Lanjutan) Garis Besar Perhitungan Pendapatan Usahatani Sayuran pada Penelitian di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Biaya .......... DiperhitungKan 1. Tenaga Kerja HOK .......... Dalam Keluarga 2. Pasca .......... Panen 3. Penyusuta .......... n Peralatan Total Biaya Diperhitungkan (B) Total Biaya Usahatani (C = A + B) Pendapatan atas biaya tunai (D – A) Pendapatan atas biaya total (D – C)

..........

..........

..........

..........

..........

..........

..........

.......... .......... .......... .......... ..........

4.5.2. Analisis Rasio Penerimaan dengan Biaya yang Dikeluarkan (Analisis R/C Rasio) Analisis R/C rasio bertujuan untuk menguji sejauh mana hasil yang diperoleh dari usaha tertentu cukup menguntungkan atau sebaliknya. Analisis R/C membandingkan antara penerimaan yang diterima dengan biaya yang dikeluarkan pada satu periode tertentu yang diterima oleh pelaku usaha. Perhitungan R/C dibedakan menjadi dua yaitu perhitungan untuk R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total. R/C atas biaya tunai dihitung dengan membandingkan total penerimaan dengan biaya tunai yang dikeluarkan. Sedangkan R/C atas biaya total didapatkan dengan membandingkan total penerimaan dengan biaya total yang dikeluarkan. Dimana biaya total merupakan penjumlahan dari biaya tunai dengan biaya diperhitungkan. Secara lebih singkat rumus untuk mendapatkan nilai R/C rasio adalah sebagai berikut. Total Penerimaan (TR = P x Q) R/C atas biaya tunai = Biaya Tunai

R/C atas biaya total

Total Penerimaan (TR = P x Q) = Biaya Tunai + Biaya Diperhitungkan (TC)

Dalam melaksanakan kegiatan usahatani petani harus mendapatkan rasio/imbangan antara total penerimaan dan total biaya yang dikeluarkan harus lebih besar dari satu (R/C > 1). Jika nilai R/C kurang dari satu petani akan mengalami kerugian karena hal ini menunjukkan biaya yang dikeluarkan oleh petani lebih besar daripada total penerimaan yang diterima petani. Nilai R/C rasio juga digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan petani yaitu dengan mengukur besarnya rupiah pengembalian dari setiap Rp. 1 yang dikeluarkan petani. 4.5.3. Analisis Titik Impas (Break Event Point) Disamping analisis terhadap pendapatan usahatani dann R/C rasio, perlu juga untuk mengetahui titik impas (Break Event Point (BEP)) yang harus dipenuhi oleh petani agar usahatani yang dilakukan tidak mengalami kerugian yaitu berapa

37

harga jual minimal yang harus diperoleh petani per satuan produk agar kegiatan usahatani tidak mengalami kerugian atau minimal mampu menutupi biaya produksi. Titik impas diperoleh dengan menghitung total biaya yang digunakan dalam kegiatan usahatani dibandingkan dengan jumlah produksi yang dihasilkan petani. Selain untuk mengetahui harga jual minimal yang harus dicapai petani, titik impas juga digunakan untuk mengetahui jumlah atau volume produksi minimal yang harus dicapai petani agar petani tidak mengalami kerugian. Oleh karena itu, titik impas (BEP) dibedakan menjadi dua yaitu BEP harga jual dan BEP volume produksi. Titik impas (BEP) merupakan rumus turunan dari pendapatan (π). Dengan menurunkan rumus pendapatan (keuntungan) akan diperoleh nilai harga minimal (P) atau produksi minimal (Q) yang harus dicapai dalam kegiatan usahatani. Titik impas (BEP) mengukur tingkat keamanan suatu usaha yaitu dengan mengetahui batasan minimal yang harus dicapai pelaku usaha baik batasan harga yang harus diperoleh maupun batasan jumlah produksi yang harus dicapai agar kegiatan usaha tidak mengalami kerugian. Secara lebih singkat kedua titik impas tersebut dapat dihitung dengan rumus: BEP Harga Jual : π = TR – TC TR = TC (P x Q) = (TFC + TVC) P = (TFC + TVC) Q P = TC Q P = ATC (Harga Rata-Rata) BEP = ATC (Harga Rata-Rata) BEP Volume Produksi : π = TR – TC TR = TC (P x Q) = (TFC + TVC) (P x Q) = TFC + (AVC x Q) (P x Q) – (AVC x Q) = TFC Q (P – AVC) = TFC Q = TFC (P – AVC) BEP = TFC (P – AVC) Pada penelitian ini nilai BEP yang akan dicari atau digunakan adalah BEP harga jual. BEP harga jual digunakan untuk mengetahui harga minimal rata-rata yang harus didapat oleh petani selama satu tahun agar kegiatan usahatani tidak mengelami kerugian. BEP volume produksi tidak dicari dikarenakan jumlah komoditi yang ditanam ragamnya cukup banyak dan masing-masing jenis sayuran memiliki bobot yang berbeda. Disamping itu perhitungan untuk mendapatkan produksi minimal (Q) dengan membandingkan biaya tetap total (TFC) dengan harga (P) dikurangi biaya variabel rata-rata (AVC) sulit dicari karena perbedaan

38

perhitungan biaya bukan berdasarkan biaya tetap dan biaya variabel melainkan biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Pelaku usaha atau petani dalam kegiatan usahatani tidak mengalami kerugian apabila menjual hasil usahanya per satuan produk atau produk yang dihasilkan diatas biaya atau nilai titik impas. Untuk kasus usahatani sayuran, petani dikatakan tidak mengalami kerugian apabila mampu menjual sayuran pada harga per kilogram sayuran diatas nilai titik impas. 4.5.4. Analisis Kinerja Kelembagaan Gapoktan Analisis kemitraan antara petani anggota dengan Gapoktan diukur dengan menggunakan hasil penilaian petani responden terhadap kinerja Gapoktan. Analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif dan diuraikan secara deskriptif. Penilaian Gapoktan oleh petani anggota mengacu kepada kerangka analisis yang dikemukakan oleh Arifin (2005) yaitu mencakup dua aspek penting: aturan main dan organisasi. Aturan main lebih banyak berkaitan dengan faktor teknis pelaksanaan kinerja kelembagaan yang manfaatnya dapat secara langsung dirasakan oleh anggota, serta kesepakatan-kesepakatan yang disetujui bersama dalam rangka mencapai hasil dan tujuan yang menguntungkan dua belah pihak. Sedangkan organisasi lebih banyak berkaitan dengan kegiatan administratif, kerapihan data-data dan keuangan, serta birokrasi yang memudahkan anggota dalam mengakses fasilitas dan pelayanan yang disediakan oleh Gapoktan. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap kondisi di lapangan serta menyesuaikan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Arifin (2005), maka penilaian kinerja Gapoktan oleh petani anggota difokuskan pada dua hal, yaitu penilaian sikap responden terhadap fasilitas yang diberikan Gapoktan serta penilaian sikap responden terhadap pelayanan Gapoktan. Sedangkan penilaian Gapoktan oleh petani bukan anggota didasarkan pada penilaian secara umum yang menjadi alasan atau mendasari petani bukan anggota Gapoktan memilih untuk tidak menjalin kemitraan dengan Gapoktan atau memilih menjalankan kegiatan usahatani secara individu. Penilaian kinerja Gapoktan oleh anggota yang mencakup penilaian terhadap fasilitas dan pelayanan didasarkan pada pengamatan di lapangan terhadap fasilitas-fasilitas dan pelayanan yang diberikan Gapoktan kepada para anggotanya, dengan memilih fasilitas-fasilitas dan pelayanan penting yang memang harus diberikan oleh Gapoktan dan secara nyata manfaatnya dapat dirasakan oleh petani anggota. Pemilihan fasilitas dan pelayanan ini juga mengacu kepada sebelas gambaran hasil penelitian yang dilakukan oleh Saptana, dkk (2004) dalam menganalisis pengembangan kelembagaan kemitraan usaha hortikultura di Kawasan Agribisnis Hortikultura Sumatera (KAHS). Gambaran hasil penelitian yang dilakukan oleh Saptana, dkk (2004) tersebut secara garis besar mencakup poin-poin: (1) tujuan pembentukan kelembagaan, (2) bentuk ikatan yang lebih diperkuat di dalam kelembagaan, (3) kelembagaan sebagai wadah distribusi bantuan dan pelaksanaan program pemerintah, (4) keseragaman kelembagaan untuk komoditi hortikultura, (5) fokus pembinaan terhadap petani oleh kelembagaan, (6) pendekatan pengembangan kelembagaan, (7) cara dalam mengintroduksi inovasi kepada petani oleh kelembagaan, (8) hubungan antara kelembagaan baru dan dengan kelembagaan lokal yang telah ada sebelumnya dan pengaruhnya terhadap kelembagaan lama, (9) jalur yang digunakan kelembagaan dalam melakukan pengembangan terhadap

39

organisasi kelembagaannya, (10) kesesuaian aspek teknologi dan penerapannya, dan (11) pengembangan kelembagaan pendukung. Tolak ukur penilaian fasilitas dan pelayanan Gapoktan pada penelitian ini tidak semuanya menggunakan gambaran hasil penelitian Saptana, dkk (2004). Akan tetapi, mencari kesamaan antara hasil penelitian Saptana, dkk (2004) dengan kondisi aktual yang terjadi di lapangan, dengan terlebih dahulu mempelajari dan memahami hasil penelitian Saptana, dkk (2004) tersebut, kemudian dilakukan modifikasi terhadap tolak ukur yang dipakai dalam penilaian fasilitas dan pelayanan Gapoktan Rukun Tani agar tolak ukur tersebut lebih sesuai dalam menggambarkan kondisi sebenarnya, karena tidak semua gambaran hasil penelitian Saptana, dkk (2004) sesuai dengan kondisi yang terjadi di Gapoktan Rukun Tani. Setelah dilakukan pengamatan langsung ke lapangan serta mempelajari hasil penelitian Saptana, dkk (2004), dipilih 8 (delapan) parameter untuk mewakili tingkat kinerja Gapoktan dalam pemberian fasilitas, serta 8 (delapan) pertanyaan indikator pelayanan yang mewakili tingkat kinerja Gapoktan dalam pemberian pelayanan kepada anggotan. Adapun delapan tolak ukur fasilitas yang digunakan dalam penelitian melliputi : (1) syarat awal masuk menjadi anggota Gapoktan, (2) ada tidaknya bantuan, (3) mudah sulitnya memperoleh input produksi dari Gapoktan, (4) harga input produksi, (5) intensitas bimbingan, pelatihan, dan penyuluhan kepada anggota, (6) lancar tidaknya pembayaran hasil panen petani, (7) ada tidaknya fasilitas pengangkutan hasil panen petani secara gratis, dan (8) informasi harga sayuran di tingkat petani. Sedangkan delapan pertanyaan indikator pelayanan yang jawabannya ingin diketahui pada penelitian ini terdiri dari: (1) tujuan pembentukan Gapoktan, (2) pelayanan pengurus Gapoktan kepada anggota, (3) penyediaan fasilitas dan sarana prasarana yang dibutuhkan petani oleh Gapoktan, (4) Gapoktan menghormati hak dan kewajiban anggota dengan baik dan adil, (5) penyelesaian masalah oleh Gapoktan yang ditimbulkan oleh anggota dengan non anggota maupun lingkungan sekitar, (6) kemudahan anggota dalam memperoleh informasi dan transparansi harga sayuran, (7) sikap Gapoktan dalam menerima dan mengatasi keluhan yang disampaikan oleh anggota, dan (8) peran Gapoktan dalam meningkatkan posisi tawar dan peningkatan pendapatan petani anggota. 4.5.4.1. Penilaian Sikap Responden Terhadap Fasilitas yang Diberikan Gapoktan Penilaian sikap responden terhadap fasilitas yang diberikan oleh Gapoktan dianalisis dengan memberikan skor penilaian kinerja kemudian diuraikan secara deskriptif. Penentuan skor dilakukan dengan menggunakan skala likert. Pengukuran penilaian dilakukan dengan menghadapkan responden pada beberapa pertanyaan, kemudian responden diminta untuk memberikan jawaban atau tanggapan yang terdiri dari tiga tingkatan dalam skala tersebut. Jawaban-jawaban tersebut diberikan skor 1-3 dengan pertimbangan skor terbesar adalah tiga (3) untuk jawaban yang paling mendukung dan skor terendah adalah satu (1) untuk jawaban yang paling tidak mendukung fasilitas yang diberikan Gapoktan. Berdasarkan hasil perolehan skor dari hasil wawancara dengan responden, selanjutnya dilakukan rentang skala atau selang untuk menentukan kinerja

40

Gapoktan dalam pemberian fasilitas. Selang diperoleh dari selisih skor tertinggi dengan skor minimal dibagi jumlah kategori jawaban (Umar, 2005). nilai maksimal – nilai minimal -1

Selang = Jumlah kategori jawaban

Berdasarkan perolehan nilai selang, selanjutnya ditentukan skor penilaian kinerja Gapoktan dengan membagi tiga skor diantara total nilai minimal sampai total nilai maksimal hingga diperoleh tiga selang penilaian kinerja. Selang terendah menunjukkan bahwa kinerja Gapoktan dalam pemberian fasilitas belum baik, sementara selang tertinggi menunjukkan bahwa kinerja Gapoktan dalam pemberian fasilitas sudah baik. Dari nilai tersebut kemudian dapat ditentukan rentang skala tiap kategori penilaian. Penilaian jawaban atau tanggapan responden terhadap kinerja Gapoktan dalam pemberian fasilitas dibagi ke dalam tiga kategori yaitu baik, cukup baik, dan belum baik. Kategori penilaian merupakan kesimpulan dari nilai skor yang diperoleh. Nilai skor didapat dari hasil pengalian skor terendah (1) dengan jumlah parameter yang digunakan yaitu 8 parameter dan jumlah responden yang sudah ditentukan yaitu 20 responden yang bergabung dengan Gapoktan. Nilai skor dapat ditulis dengan rumus (1 x 8 x 20 = 160) untuk skor terendah. Sedangkan nilai skor tertinggi yaitu 720 diperoleh dari rumus (3 x 8 x 20 = 480) dimana angka 3 menunjukkan skor tertinggi, 8 merupakan jumlah parameter yang digunakan dan 20 menunjukkan jumlah responden yang diwawancarai. Nilai skor yang diperoleh antara 160 - 480. Setelah diperoleh nilai skor, selanjutnya dilakukan penentuan selang dengan cara pengurangan antara nilai skor maksimum dengan nilai skor minimum dan hasilnya dibagi dengan banyaknya kategori pilihan, dan selanjutnya dikurangi satu. Nilai penentuan selang ini dapat ditulis dengan rumus: 480 - 160 3

- 1 = 106

Setelah didapatkan nilai penentuan selang, dapat ditentukan masingmasing rentang skala nilai yaitu dengan memberi selang pada setiap rentang skala nilai sebesar 106. Skala rentang penilaian yang diperoleh untuk setiap kategori penilaian dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Skala dan Kategori Penilaian Fasilitas Gapoktan Kategori Penilaian Belum Baik Cukup Baik Baik

Rentang Skala 160-266 267-372 373-480

Berdasarkan Tabel 6 dapat dijelaskan bahwa jika total skor yang diperoleh dari hasil penilaian dan pemberian skor pada 8 (delapan) parameter tolak ukur fasilitas yang ditanyakan kepada responden berada pada rentang nilai antara 160-

41

266, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja Gapoktan dalam pemberian fasilitas belum baik. Jika total skor berada pada rentang nilai 267-372, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja Gapoktan dalam pemberian fasilitas cukup baik. Sementara jika total skor yang diperoleh berada pada rentang nilai 373-480, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja Gapoktan dalam pemberian fasilitas sudah baik. 4.5.4.2. Penilaian Sikap Responden Terhadap Pelayanan Gapoktan Kinerja kelembagaan dapat dilihat dari kemampuannya dalam memberikan manfaat dan pelayanan kepada petani anggota secara efektif sesuai dengan yang diharapkan anggota. Kinerja kelembagaan diukur berdasarkan kriteria penilaian dari petani anggota secara langsung. Indikator-indikator pelayanan yang ditanyakan banyak mengacu kepada hasil penelitian Saptana, dkk (2004), karena memiliki beberapa persamaan dengan hasil pengamatan di lapangan. Pengolahan data dilakukan secara kualitatif dan dianalisis secara deskriptif. Data diperoleh dari hasil wawancara secara mendalam kepada petani anggota maupun pengurus Gapoktan. Pada setiap indikator pelayanan yang ditanyakan, petani responden diminta untuk memberikan penilaiannya dengan memberikan jawaban dari tiga tingkatan kategori jawaban yaitu setuju, kurang setuju, dan tidak setuju. Pertanyaan indikator pelayanan dibuat sejelas mungkin dengan terlebih dahulu memberikan penjabaran atau deskripsi, dan penjelasan kepada responden untuk setiap pertanyaan berikut penjelasan dari setiap pilihan jawaban, sehingga responden dapat dengan mudah memahami maksud dari pertanyaan yang ditujukan kepadanya. Setiap tingkatan jawaban dari masing-masing pertanyaan dihitung berapa jumlah responden yang menjawab setuju, kurang setuju, dan tidak setuju. Setelah setiap tingkatan jawaban diketahui jumlah responden yang memilih, selanjutnya dilakukan persentase terhadap jumlah responden yang memilih pada masing-masing jawaban dengan jumlah total responden yaitu 20 orang. Setelah semua jawaban dari delapan indikator pelayanan dihitung, untuk mengetahui hasil akhir ataun kesimpulan, dilakukan perhitungan untuk mencari nilai rata-rata (dalam bentuk persentase) untuk masing-masing tingkatan jawaban. Pelayanan Gapoktan dikatakan “cukup baik” apabila lebih dari 50 persen responden menjawab “setuju” untuk indikator pelayanan yang ditanyakan. Sebaliknya, apabila kurang dari 50 persen responden menjawab “kurang setuju” atau “tidak setuju”, maka dapat disimpulkan bahwa pelayanan Gapoktan “belum baik” atau bahkan “tidak baik”. 4.5.4.3. Penilaian Kinerja Gapoktan oleh Petani Bukan Anggota Gapoktan Penilaian kinerja Gapoktan oleh petani bukan anggota Gapoktan tidak memiliki tolak ukur atau parameter khusus, karena alasan petani untuk tidak bermitra dengan Gapoktan berbeda antara satu petani dengan petani yang lain. Sehingga tidak dapat disamakan antara alasan satu petani dengan petani yang lain. Akan tetapi, kesimpulan besar atas alasan atau faktor-faktor yang mendasari petani memilih tidak bermitra perlu diketahui. Oleh karena itu, wawancara secara mendalam untuk mendapatkan informasi secara lengkap mengenai alasan ini dilakukan kepada petani bukan anggota Gapoktan.

42

Petani dibebaskan dalam memberikan pandangan dan penilaiannya terhadap Gapoktan tanpa mendapat pengaruh, tekanan, komentar, ataupun intervensi dari peneliti. Peneliti memposisikan diri sebagai pihak yang netral dan tidak mencoba memihak kepada salah satu pihak. Dari hasil wawancara kemudian dilakukan analisis secara deskriptif untuk menjelaskan hasil penilaian petani bukan anggota Gapoktan terhadap kinerja Gapoktan yang juga merupakan faktor-faktor yang mendasari petani tidak menjalin kemitraan dengan Gapoktan. Alasan-alasan yang sama kemudian dikelompokkan untuk memberikan urutan mengenai faktor mana yang paling berpengaruh terhadap pilihan petani untuk tidak menjalin kemitraan dengan Gapoktan.

43

V.

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1.

Gambaran Umum Wilayah Kecamatan Ciawi Kecamatan Ciawi merupakan salah satu Kecamatan dari 40 Kecamatan di Kabupaten Bogor dengan luas wilayah 2.555.071 Ha. Secara administratif, Kecamatan Ciawi terdiri dari 13 Desa, 33 Dusun, 86 Rukun Warga (RW), dan 346 Rukun Tetangga (RT). Adapun secara geografis, Kecamatan Ciawi berbatasan dengan daerah-daerah disekitarnya yaitu: a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Megamendung c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Caringin d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kota Bogor. Kecamatan Ciawi terdiri dari 25.616 kepala keluarga dan memiliki jumlah penduduk (2012) berjumlah 93.243 jiwa yang terdiri dari Warga Negara Indonesia (WNI) dan Warga Negara Asing (WNA). Proporsi jumlah penduduk WNI yaiu laki-laki sebanyak 48.329 jiwa dan perempuan sebanyak 44.962. Sedangkan untuk jumlah penduduk WNA yaitu laki-laki sebanyak 4 jiwa dan perempuan sebanyak 2 jiwa. Secara lebih lengkap kondisi kependudukan di Kecamatan Ciawi dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Kondisi Kependudukan Kecamatan Ciawi Tahun 2012 Kepala Jumlah Penduduk No. Keluarga L P Jumlah (KK) 1. Cileungsi 1960 3920 2588 6518 2. Citapen 2197 4411 4058 8469 3. Cibedug 1458 3266 2969 6235 4. Banjarsari 1754 3924 3744 7668 5. Jambuluwuk 1798 3107 2848 5955 6. Bojongmurni 1409 2654 2244 4838 7. Banjarwangi 1542 3185 3029 6214 8. Banjarwaru 2034 4035 3963 7998 9. Pandansari 2262 4083 4225 8308 10. Bendungan 2911 5232 4929 10161 11. Ciawi 1545 3491 3335 6826 12. Telukpinang 1982 4019 3731 7750 13. Bitungsari 2764 2992 3299 6291 Jumlah 25616 48329 44962 93231 Sumber: Monografi Kecamatan Ciawi Tahun 2012 Desa/ Kelurahan

WNA L

P

1

3 4

Jumlah 1

1 1 2

1 4 6

Berdasarkan data pada Tabel 7, diketahui bahwa jumlah penduduk terbanyak di Kecamatan Ciawi berada di Desa Bendungan dengan jumlah penduduk sebanyak 10.161 jiwa. Jumlah penduduk terbesar kedua setelah Desa Bendungan adalah Desa Citapen yang juga merupakan lokasi penelitian yaitu memiliki jumlah penduduk sebanyak 8.469 jiwa. Sedangkan jumlah penduduk paling sedikit berada di Desa Bojongmurni dengan jumlah penduduk sebanyak 4.838 jiwa.

44

Data kependudukan yang telah disajikan pada Tabel 7 merupakan data keseluruhan jumlah penduduk dari berbagai tingkatan usia. Berdasarkan tingkatan usianya, penduduk dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu golongan usia non produktif, produktif, dan tidak produktif. Golongan usia non produktif adalah penduduk yang berusia antara 0-14 tahun, golongan usia produktif berada pada usia 15-64 tahun, sedangkan golongan usia tidak produktif berada pada usia > 65 tahun. Berdasarkan penggolongan usia ini, penduduk di Kecamatan Ciawi mayoritas adalah golongan usia non produktif dengan usia 0-14 tahun yaitu jumlah penduduk pada golongan ini sebanyak 55.116 jiwa, kemudian diikuti secara berturut-turut golongan usia produktif dengan jumlah penduduk pada golongan ini sebanyak 44.579 jiwa, dan terkecil yaitu golongan usia tidak produktif dengan usia > 65 tahun sebanyak 2.809 jiwa. Secara lebih rinci data penggolongan penduduk berdasarkan usia ini dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Penggolongan Penduduk Berdasarkan Usia di Kecamatan Ciawi Tahun 2012 No. 1. 2. 3.

Usia (tahun) 0 – 14 15 – 64 > 65

Golongan

Jumlah (Orang)

Non Produktif Produktif Tidak Produktif Jumlah

55.116 44.579 2.809 102.504

Persentase (%) 53,77 43,49 2,74 100

Sumber: Monografi Kecamatan Ciawi, 2012 (Data diolah)

Berdasarkan Tabel 8, diketahui bahwa dominasi penduduk Kecamatan Ciawi adalah pada usia 0 - 14 tahun atau kategori anak-anak. Kondisi ini menjadi masalah tersendiri bagi Kecamatan Ciawi dimana penduduk usia kerja jumlahnya lebih sedikit daripada penduduk usia belum kerja yang berarti penduduk yang masih menjadi tanggungan jumlahnya lebih besar daripada jumlah penduduk yang mampu menghasilkan pendapatan (usia kerja). Kondisi ini belum ditambah dengan jumlah pengangguran terselubung. Sementara itu dari segi mata pencaharian, bidang pertanian masih menjadi mata pencaharian utama oleh sebagian besar penduduk di Kecamatan Ciawi. Dari seluruh jumlah penduduk usia produktif (15 – 64 tahun), sebanyak 19.384 jiwa memiliki mata pencaharian non sektor pertanian, sedangkan sisanya yaitu sebanyak 25.195 bekerja dibidang pertanian yang terdiri dari petani pemiliki tanah, petani penggarap, dan buruh tani. Komposisi jumlah dari masing-masing penduduk yang bekerja sebagai petani pemilik tanah, petani penggarap, dan buruh tani belum diketahui secara pasti karena berdasarkan catatan pada monografi Kecamatan Ciawi, tidak ditemukan data pasti tentang komposisi jumlah dari ketiga jenis pekerjaan tersebut di bidang pertanian. Adapun data mata pencaharian penduduk di Kecamatan Ciawi secara lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 9. Dari data pada Tabel 9, diketahui bahwa penduduk yang bekerja di sektor pertanian memiliki persentase lebih dari 50 persen yaitu sebesar 56,52 persen. Hal ini menunjukkan bahwa Kecamatan Ciawi masih memiliki potensi yang besar di bidang pertanian dilihat dari kuantitas sumber daya manusianya.

45

Kondisi pertanian yang masih potensial serta masih menjadi prioritas mata pencaharian penduduk terbesar ini juga didukung dengan adanya kelembagaan pertanian yang tersebar di seluruh wilayah di Kecamatan Ciawi baik yang berbentuk Kelompok Tani maupun Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Kelompok tani maupun Gapoktan ini merupakan wadah bagi gerakan ekonomi petani yang terlibat didalamnya untuk bersama-sama mencari tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi melalui penghimpunan diri ke dalam kelembagaan pertanian untuk mencapai tujuan bersama. Tabel 9. Mata Pencaharian Penduduk di Kecamatan Ciawi Tahun 2012 No 1

Jenis Pekerjaan

Jumlah (Orang)

Petani a. Petani Pemilik Tanah b. Petani Penggarap c. Buruh Tani 2 Pengusaha a. Pengusaha Besar b. Pengusaha Menengah c. Pengusaha Kecil 3 Pengrajin 4 Buruh Industri Buruh Bangunan Pedagang Pengemudi Pegawai Negeri Sipil TNI POLRI Pensiunan (TNI/POLRI/PNS) Jumlah Sumber: Monografi Kecamatan Ciawi, 2012 (Data diolah)

Persentase (%)

25.195

56,52

190 386 205 136 10.722 505 3.689 1.413 1.209 63 124 742 44.579

0,43 0,87 0,46 0,31 24,05 1,13 8,28 3,17 2,71 0,14 0,28 1,66 100

Melalui kelembagaan pertanian, petani tidak bergerak sendiri-sendiri melainkan bersama-sama petani lain untuk mencari solusi atas kendala-kendala yang dihadapi dalam kegiatan pertanian serta mencapai tujuan bersama. Petani yang terbagung ke dalam kelembagaan pertanian ini umumnya petani-petani yang mengusahakan komoditi pertanian sejenis baik bidang pertanian pangan, hortikultura, peternakan, perikanan, maupun kehutanan. Daftar kelompok tani dan Gapoktan yang terdapat di Kecamatan Ciawi tahun 2012 menurut komoditi pertanian dapat dilihat pada Lampiran 2 dan Lampiran 3. Berdasarkan data pada Lampiran 2 dan Lampiran 3, diketahui bahwa masing-masing desa di Kecamatan Ciawi telah memiliki kelembagaan pertanian baik yang berbentuk kelompok tani maupun Gapoktan. Terdapatnya kelembagaan pertanian ini menunjukkan bahwa sektor pertanian bukan sektor yang diabaikan oleh penduduk dan juga pemerintahan setempat, melainkan sektor yang cukup mendapat perhatian yang keberadaannya dianggap penting. Bantuan dana PUAP yang diterima oleh beberapa Gapoktan juga merupakan bentuk perhatian dari pemerintahan setempat dalam upaya mengembangkan kegiatan pertanian dari anggota Gapoktan penerima dana PUAP. Berdasarkan informasi ini, dapat

46

diketahui bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang penting bagi Kecamatan Ciawi. 5.2.

Gambaran Umum Lokasi Penelitian Desa Citapen merupakan salah satu Desa di Wilayah Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor. Secara geografis Desa Citapen terletak tepat dibawah kaki Gunung Pangrango dengan luas wilayah 286.660 Ha yang terdiri dari 2 Dusun, 7 Rukun Warga (RW) dan 26 Rukun Tetangga (RT). Desa Citapen berada pada ketinggian 600 meter diatas permukaan laut. Dilihat dari letak wilayahnya, Desa Citapen berbatasan dengan wilayah: 1. Batas sebelah Utara berbatasan dengan Desa Banjarsari 2. Batas sebelah Selatan berbatasan Desa Cileungsi 3. Batas sebelah Barat berbatasan dengan Desa Ciderum 4. Batas sebelah Timur berbatasan dengan Desa Cibedug. Adapun jarak Kantor Desa ke Kecamatan, Kabupaten, Provinsi, dan ke Ibu Kota Negara adalah sebagai berikut: 1. Ibu Kota Kecamatan Ciawi : 6 Km 2. Ibu Kota Kabupaten Bogor : 28 Km 3. Ibu Kota Provinsi Jawa Barat : 120 Km 4. Ibu Kota Negara : 60 Km. Desa Citapen merupakan desa yang terletak di dataran tinggi dengan suhu rata-rata 38 0C. Luas lahan yang dimiliki Desa Citapen digunakan untuk berbagai fungsi. Penggunaan lahan di Desa Citapen berdasarkan fungsinya pada tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Penggunaan Lahan di Desa Citapen Tahun 2011 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Penggunaan Lahan Pemukiman Kampung/Pekarangan/emplasemen Tanah sawah Jalan Irigasi teknis Perkantoran Tanah Bangunan Peribadatan Lapangan olah raga Kuburan Lain-lain (tanah tandus, tanah pasir) Jumlah Sumber : Pemetaan Swadaya Desa Citapen, Tahun 2011

Luas (Ha) 110,4 140 5 5 0.04 4.5 1,1 4,6 270.64

Berdasarkan kondisi sosial dan demografi, Desa Citapen memiliki jumlah penduduk sampai pada akhir bulan Desember 2012 sebanyak 8.912 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 4.647 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 4.265 jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 2.201 KK. Dari komposisi ini jumlah penduduk dewasa berdasarkan jumlah hak pilih adalah sebanyak 5.202 jiwa. Dengan demikian, apabila dilihat dari komposisi tersebut, maka sekitar 58,37 persen penduduk Desa Citapen adalah penduduk dewasa, sedangkan sisanya sekitar 41,63 persen adalah anak-anak dan penduduk berusia lanjut.

47

Dilihat dari jumlah penduduk dewasa, dapat diketahui bahwa penduduk Desa Citapen mayoritas berada pada usia produktif (dewasa) yaitu 58,37 persen. Hal ini cukup menguntungkan bagi Desa Citapen karena jumlah penduduk angkatan kerja lebih banyak daripada jumlah penduduk yang menjadi tanggungan. Akan tetapi, meskipun mayoritas penduduk Desa Citapen berada pada usia produktif, namun di Desa ini juga masih banyak penduduk yang dikategorikan sebagai keluarga miskin. Dari 8.912 total penduduk usia produktif, diketahui sebanyak 1.698 jiwa atau sekitar 19 persen diantaranya merupakan penduduk miskin. Sementara itu, jumlah KK miskin juga tercatat sebanyak 476 KK atau sekitar 21,63 persen KK miskin dari jumlah total KK yaitu sebnayak 2.201 KK. Data ini menunjukkan di Desa Citapen masih cukup banyak penduduk miskin. Secara lebih lengkap informasi mengenai kondisi sosial secara umum Desa Citapen dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Distribusi dan Jumlah Penduduk di Desa Citapen Tahun 2012 Karakteristik Penduduk Jumlah penduduk Jumlah penduduk laki-laki Jumlah penduduk perempuan Jumlah KK Jumlah penduduk dewasa Jumlah penduduk miskin Jumlah KK miskin

Jumlah 8.912 Jiwa 4.674 Jiwa 4.265 Jiwa 2.201 KK 5.202 Jiwa 1.698 Jiwa 476 KK

Sumber : Profil Desa Citapen, 2012 (Data diolah)

Sebaran warga miskin di Desa Citapen relatif menyebar sehingga permasalahan yang terjadi juga sangat bervariasi sesuai dengan kondisi lingkungan dan wilayahnya. Jumlah warga miskin yang terbanyak berada di RW 6 yang selanjutnya menyebar di beberapa RW lainnya, seperti terlihat pada grafik di bawah ini. 1400 1200 1000

KK

800

Jiwa

600

Laki-laki

400

Perempuan

200 0 1

2

3

4

5

6

7

Gambar 7. Data Penduduk Warga Miskin Desa Citapen Tahun 2011 (Sumber: Pemetaan Swadaya Desa Citapen, Tahun 2011)

48

Begitu juga kondisi perumahan atau pemukiman warga miskin di Desa Citapen sebagian besar adalah milik pribadi dengan kondisi bangunan semi permanen sedangkan warga miskin yang menempati kondisi bangunan tidak layak huni cukup banyak yaitu 81 Kepala Keluarga, hal ini dikarenakan ketidakmampuan dalam merenovasi dan memperbaiki rumah akibat kondisi ekonomi keluarga yang sangat terbatas. Kondisi Rumah 1000 900 800 700 600 500 400 300 200 100 0

852

786

492 225 81

Permanen

Semi Permanen

Tidak Layak Huni

19 Milik Pribadi

Numpang

Ngontrak/Sewa

Gambar 8. Kondisi Rumah Penduduk Desa Citapen Tahun 2011 (Sumber: Pemetaan Swadaya Desa Citapen, Tahun 2011)

Dilihat dari sektor ekonomi, mata pencaharian penduduk yang paling dominan adalah sebagai buruh tani, diikuti dengan petani dan buruh industri. Masih banyaknya petani yang bekerja sebagai buruh tani menunjukkan bahwa kepemilikan lahan sawah di Desa Citapen tidak tersebar merata, dalam artian kepemilikan lahan hanya dimiliki sebagian kecil penduduk, sementara itu penduduk yang lain bertindak sebagai buruh tani. Banyaknya penduduk yang bekerja sebagai buruh tani dan petani milik juga menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor utama di Desa Citapen karena sebagian besar penduduk menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian. Jumlah penduduk yang bekerja sebagai buruh tani adalah sebanyak 1.950 orang atau sekitar 55,63 persen dari seluruh angkatan kerja, petani milik sebanyak 710 orang atau sekitar 20,26 persen dari total angkatan kerja, dan buruh industri sebanyak 320 atau sebesar 7.13 persen dari total angkatan kerja. Adapun jenis mata pencaharian yang paling sedikit ditekuni oleh penduduk Desa Citapen adalah sebagai TNI/POLRI yaitu hanya sekitar 0,06 persen. Hal ini menunjukkan sangat sedikit penduduk setempat yang mengikuti atau menempuh pendidikan kemiliteran. Secara lebih lengkap data mata pencaharian penduduk Desa Citapen dapat dilihat pada Tabel 12. Permasalahan ekonomi yang paling umum terjadi di Desa Citapen adalah rendahnya

49

pendapatan/penghasilan yang diperoleh warga dan pengangguran. Hal ini dikarenakan sedikitnya lapangan kerja, kurangnya keterampilan atau pendidikan dan permodalan. Kondisi ini juga disadari sebagai akibat dari tingkat pendidikan warga terutama warga miskin yang masih rendah. Tabel 12. Mata Pencaharian Penduduk Desa Citapen Tahun 2012 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Jenis Mata Pencaharian Petani Buruh Tani Buruh Pegawai Swasta Pegawai Negeri Pengrajin/Penjahit/Jasa Pedagang Peternak TNI/POLRI Tukang Kayu Tukang Batu Guru Swasta Buruh Industri Jumlah Sumber : Profil Desa Citapen, 2012

Jumlah (Orang) 710 1.950 250 25 76 7 76 8 2 50 25 7 320 3.505

Persentase (%) 20,26 55,63 7,13 0,71 2,17 0,19 2,17 0,23 0,06 1,43 0,71 0,19 9,13 100

Untuk mengetahui kondisi sosial penduduk Desa Citapen tidak hanya dilihat dari kondisi distribusi penduduk saja, melainkan juga dari tingkat pendidikan yang ditempuh atau diikuti oleh penduduk. Pada umumnya semakin tinggi tingkat pendidikan penduduk, maka akan semakin besar pendapatan yang diperoleh sehingga hidupnya sejahtera. Dengan melihat data mata pencaharian dan diketahui mayoritas penduduk bekerja sebagai buruh tani, kecil kemungkinan penduduk Citapen yang mengenyam pendidikan hingga jenjang pendidikan yang tinggi. Berdasarkan data profil Desa Citapen, diketahui bahwa sebagian besar penduduk Citapen memiliki tingkat pendidikan tamat SD/sederajat yaitu sebesar 1.312 jiwa, diikuti dengan belum sekolah sebanyak 967 jiwa, dan SLTA/sederajat sebanyak 944 jiwa. Tingkat pendidikan penduduk Desa Citapen secara lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Tahun 2012 No Tingkat Pendidikan 1 Belum Sekolah 2 Tidak Tamat SD 3 Tamat SD/Sederajat 4 SLTP/Sederajat 5 SLTA/Sederajat 6 D-1/D-2/D-3 7 S-1/S-2/S-3 Sumber: Profil Desa Citapen, 2012

Jumlah (Orang) 967 125 1.312 951 944 130 10

50

Keberadaan Desa Citapen yang mudah dituju, serta sarana prasarana seperti jalan aspal dan angkutan umum yang tersedia dengan baik dan mudah, serta sarana prasarana pendidikan yang memadai dan dekat dengan pusat kecamatan maupun kota Bogor, seharusnya mampu mendukung penduduk Desa Citapen untuk menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Keberadaan perguruan tinggi yang berada di Kecamatan Ciawi dan Kota maupun Kabupaten Bogor juga mudah ditempuh dari lokasi Desa Citapen. Kondisi ini seharusnya dimanfaatkan dengan baik oleh penduduk terutama usia sekolah untuk menempuh pendidikan yang lebih tinggi pada kondisi semua persyaratan lain tidak menjadi kendala bagi penduduk yang bersangkutan. Hasil dari Pemetaan Swadaya Desa Citapen menunjukkan bahwa tingkat pendidikan masyarakat Desa Citapen masih tergolong rendah, hal ini terlihat bahwa mayoritas warga terutama warga miskin berpendidikan rendah (tamat SD). Kondisi ini dikarenakan kurangnya kesadaran akan pentingnya pendidikan dan mahalnya biaya pendidikan untuk tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Pada bidang pertanian, Desa Citapen termasuk desa yang cukup potensial dengan komoditas-komoditas pertaniannya. Komoditas yang paling banyak dibudidayakan di Desa Citapen adalah tanaman pangan, sayuran, dan ternak sapi atau kambing. Kegiatan pertanian pun menjadi perhatian banyak kalangan baik pihak pemerintahan maupun pihak lain, karena di Desa Citapen terdapat Gapoktan Rukun Tani yang merupakan Gapoktan Berprestasi Peringkat II Nasional pada Tahun 2011. Gapoktan ini merupakan satu-satuya Gapoktan yang berada di Desa Citapen yang menaungi tujuh kelompok tani yang ada di wilayah tersebut. Keberadaan Gapoktan ini cukup baik bagi petani, karena petani dapat mengambil manfaat dari kegiatan, fasilitas, pelayanan, dan juga bimbingan dari berbagai pihak dan kalangan kepada Gapoktan Rukun Tani. Petani dapat merasakan keberadaan dan manfaat Gapoktan dengan cara bergabung atau masuk menjadi anggota Gapoktan tersebut. Meskipun Gapoktan Rukun Tani sudah cukup dikenal oleh warga setempat dan juga warga dari desadesa disekitarnya, namun tidak semua petani di Desa Citapen bersedia bergabung dengan Gapoktan Rukun Tani. Pada umumnya alasan yang mendasari petani tidak berkenan bergabung adalah jarak yang cukup jauh dari Gapoktan, keberadaan pedagang pengumpul yang lebih dekat dengan rumah petani, atau karena petani tidak menyukai hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan administrasi dan birokrasi. 5.3.

Gambaran Umum Gapoktan Rukun Tani Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Rukun Tani dibentuk pada tahun 2001. Terbentuknya Gapoktan Rukun Tani berawal dari adanya persamaan kepentingan diantara petani-petani yang ada di wilayah Desa Citapen, Kecamatan Ciawi dalam hal kesamaan komoditi yang ditanam yaitu komoditi hortikultura terutama sayuran dan kesamaan permasalahan dalam hal pemasaran hasil panen. Atas prakarsa petugas lapangan dari PT. TANINDO, dibentuklah satu kelompok tani yang bernama kelompok tani Pondok Menteng yang beranggotakan 25 orang. Dalam rangka menyatukan kepentingan yang sama ke arah usaha Agribisnis terpadu terutama dalam mengakses pasar dan permodalan, petanipetani lain yang tergabung dalam kelompok tani tanaman pangan, kelompok tani ternak dan kelompok tani pengrajin olahan hasil pertanian, bergabung menjadi

51

satu membentuk satu himpunan kelompok tani yang bernama “Himpunan Rukun Tani”. Pada tanggal 29 Juni 2007 melalui bimbingan Petugas Penyuluh Pertanian, Himpunan Rukun Tani dikukuhkan melalui rapat pengukuhan Gapoktan yang disahkan oleh Kepala Desa dan Camat menjadi “Gapoktan Rukun Tani” dengan anggota 236 orang. Sebagai legalitas Gapoktan, tanggal 26 November 2008, Gapoktan Rukun Tani telah dikukuhkan dihadapan Notaris (Akta Notaris Miranti Tresnaning Timur, SH. No.14 tanggal 26 November 2008).

Gambar 9. Sekretariat Gapoktan Rukun Tani, Desa Citapen, Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor Tujuan dibentuknya Gapoktan dituangkan dalam AD dan ART Gapoktan Rukun Tani diantaranya yaitu: a. Mengembangkan kegiatan usaha anggota khususnya dan kemajuan lingkungan kerja pada umumnya dalam rangka menggalang terlaksananya masyarakat adil dan makmur. b. Mengembangkan sikap wirausaha ke arah usaha yang profesional, tangguh dan sehat dari anggota, untuk anggota dan oleh anggota. c. Mendorong dan menumbuhkan usaha-usaha produktif anggota dalam rangka meningkatkan produktivitas dan pendapatan. d. Menggalang persatuan dan kesatuan masyarakat. e. Memperkokoh dan memperkuat perekonomian di tingkat pedesaan, sehingga menjadi lembaga usaha (bisnis) yang tangguh, sehat serta mampu bersaing dengan pelaku usaha (bisnis) lainnya. f. Mencari kemudahan dalam mengakses pasar, permodalan dan jaringan (networking) dalam rangka mengembangkan usaha agribinis berbasis pedesaan. g. Meningkatkan poduksi dan produktivitas usahatani. Dilihat dari segi lokasi, Gapoktan Rukun Tani berada Jalan Raya Tapos Kampung Pondok Menteng Rt 02/Rw 03, Desa Citapen, Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor. Status kelembagaan berbadan hukum dengan Akta Notaris No. 14 tanggal 26 November 2008 dan NPWP No. 21.060.468.2-434.000. Gapoktan Rukun Tani diketuai oleh H.Misbah yang juga merupakan Ketua Kelompok Tani Pondok Menteng. Unit usaha Gapoktan Rukun Tani terdiri dari pertanian dan

52

hortikultura, peternakan, perikanan, pemasaran, sarana produksi pertanian, dan alat industri pertanian (alsintan). Anggota Gapoktan adalah petani anggota kelompok tani yang tergabung dalam Gapoktan Rukun Tani yang berdomisili di wilayah Desa Citapen kecamatan Ciawi dan sekitarnya. Ketentuan dan persyaratan menjadi anggota Gapoktan diatur dalam Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) Gapoktan Rukun Tani. Adapun jumlah anggota saat ini mencapai 236 orang dengan luas kepemilikan lahan antara 0,1-4 Ha (petani pemilik/petani pemilik-penggarap/petani penggarap), dan kepemilikan ternak antara 6 -100 ekor (kelinci), 2-50 ekor (domba) dan 1-15 ekor sapi. Adapun kelompok tani yang tergabung dala Gapoktan Rukun Tani dapat dilihat pada Tabel 14. Jumlah anggota kemungkinan akan terus bertambah seiring perkembangan usaha Gapoktan yang sudah mulai membuka unit usaha Penyediaan Sarana Produksi Pertanian dan Unit Usaha Simpan Pinjam melalui penguatan modal kegiatan Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP). Tabel 14. Data Kelompok Tani yang Tergabung di Gapoktan Rukun Tani Tahun 2012 No 1

Nama Kelompok Pondok Menteng

Alamat Kp. Pondok Menteng Kp. Pondok Menteng Kp. Pondok Menteng Kp. Pondok Menteng

Pengurus Kelompok Tani Ketua Sekretaris Bendahara H. Misbah

Dadang

Ismail

104

Sarno

Asri

Cecep

20

Yudi Suwandi

Edo S

Guntur S

20

H. Agus

Lela Nurlela

Jeje S

5

2

Sukamaju

3

Bina Mandiri

4

Silih Asih

5

Sawah Lega

Kp. Cigaok

H. Tohiri

Ade Saptaji

6

Tani Jaya Wanita Tani

Kp. Lame

Dade

Adun

Kp. Tapos

Neng

Minda

7

Jumlah Anggota

Jumlah

Rahmat Sudrajat Kosasih Emi Bangbang

20 20 43 236

Sumber: Profil Gapoktan Rukun Tani, 2011

Gapoktan Rukun Tani berada di wilayah Desa Citapen kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Jarak jangkauan ke kantor kecamatan ±10 Km, dan jarak ke ibu kota kabupaten ±25 Km. Sedangkan jarak ke Pasar Teknik Umum (TU) Induk Kemang ±25 Km, jarak ke Pasar Induk Jakarta ±60 dengan alat transportasi lancar. Luas wilayah lahan sawah yang dikelola oleh Gapoktan Rukun Tani yaitu seluas 115 Ha untuk sawah pengairan pedesaan dan 38 Ha untuk sawah tadah hujan, sehingga jumlah luasan lahan sawahnya seluas 153 Ha. Sedangkan luas lahan darat terdiri dari 65 Ha pekarangan dan perumahan, 42 Ha tegal/kebun, 2 Ha kolam, 18 Ha hutan rakyat, 102 perkebunan, dan lain-lain seluas 11 Ha, sehingga total luas lahan darat yang dikelola seluas 240 Ha. Informasi lebih lengkap mengenai sebaran luas lahan sawah dan darat yang diusahakan oleh anggota Gapoktan Rukun Tani data dilihat pada Tabel 15.

53

Tabel 15. Sebaran Luas Lahan Sawah dan Luas Lahan Darat yang Diusahakan oleh Anggota Gapoktan Rukun Tani Tahun 2011 Luas Lahan (Ha) Nama Kelompok Sawah Darat Jumlah Pondok 1 40 35 75 Menteng 2 Sukamaju 5 5 3 Bina Mandiri 5 5 4 Silih Asih 5 5 5 Sawah Lega 50 20 70 6 Tani Jaya 25 10 35 Citapen 7 5 5 Berkarya Jumlah 115 85 200 Sumber: Profil Gapoktan Rukun Tani, 2011 No

Kelinci

Jumlah Ternak (Ekor) Domba Kambing

Sapi

-

35

20

-

550 -

150 30 10

55 10

20 -

-

-

-

-

550

225

85

20

Berdasarkan kondisi topografi dan iklim, iklim di wilayah Desa Citapen adalah beriklim tropis/basah dengan suhu rata-rata antara 20oC sampai 32oC dengan keasaman tanah (pH) antara 4,5 sampai 7. Menurut ekosistem yang ada, pemanfaatan lahan sawah dan darat dapat ditanami sepanjang tahun/tidak ada lahan bera. Jenis tanah latosol, andosol, inseptisol sehingga cocok untuk ditanami berbagai komoditi tanaman. Wilayah Desa Citapen berada pada ketinggian tempat antara 450 meter diatas permukaan laut (dpl) sampai dengan 800 meter diatas permukaan laut. Drainase baik dan sangat cocok untuk diusahakan berbagai jenis tanaman pangan, hortikultura dan juga pemeliharaan ternak. Kondisi iklim yang baik untuk pengusahaan berbagai tanaman ini juga didukung oleh curah hujan yang baik di wilayah tersebut. Perkembangan curah hujan yang terjadi di Desa Citapen dari tahun 2006-2010 dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Perkembangan Curah Hujan Desa Citapen Tahun 2006 – 2010 No

Bulan

2006

Tahun 2008

2007

2009

Jumlah

2010

Rata-rata

mm

hh

mm

hh

mm

hh

mm

hh

mm

hh

mm

hh

mm

hh

1 January

685

25

692,7

30

299,5

17

321

20

315

26

2313,2

118

462,64

23,6

2 February

469,8

26

445,1

26

927,9

26

514

28

276

13

2632,8

119

526,56

23,8

3 Maret

319,4

24

157,3

22

395,2

29

516

26

252,3

25

1640,2

126

328,04

25,2

4 April

124,8

20

308,8

26

384,7

28

405

22

329

21

1552,3

117

310,46

23,4

5 Mei

163,6

16

133,3

17

123,6

21

156

18

194

17

770,5

89

154,1

17,8

6 Juni

237,6

24

41

11

130,1

18

62

10

107,1

12

577,8

75

115,56

15

7 Juli

140,1

15

13,7

7

8,2

6

33

4

240

16

435

48

87

9,6

8 Agustus

206,1

11

6,6

4

73,6

7

102

14

30,1

11

418,4

47

83,68

9,4

9 September

202,4

16

20,5

3

62,7

12

161

14

612

10

1058,6

55

211,72

11

10 Oktober

186,1

22

98

15

166

17

226

10

192

18

868,1

82

173,62

16,4

11 November

253,3

25

157,6

21

234,5

24

472

25

245

25

1362,4

120

272,48

24

12 Desember Jumlah

282,2

28

550,7

30

583,4

29

253

26

181,1

16

1850,4

129

370,08

25,8

3270,4

252

3270,4

252

2625,3

212

3389,4

234

3221

217

15776,5 1167

3095,94

225

272,53 21,00 272,53 21,00 218,78 17,67 282,45 19,50 268,42 18,08 1314,71 97,25

258,00

18,75

Rat-rata

Sumber : Stasiun Klimatologi dan Geofisika Citeko Cisarua

54

Keterangan: a. Bulan Kering b. Bulan Basah c. Bulan Lembab d. Suhu maksimum e. Suhu minimum f. Kelembaban

: Curah hujan kurang dari 60 mm/bulan : Curah hujan lebih dari 100 mm/bulan : Curah hujan > 60 mm/bulan dan < 100 mm/bulan : 27,5 0C : 16,7 0C : 80,6 %

Lahan yang diusahakan para anggota Gapoktan berupa lahan-lahan sawah dan lahan darat berstatus lahan hak milik atau garapan dengan luas penguasaan masing-masing anggota antara 0,1 - 4 ha. Adapun jenis usaha yang dilaksanakan oleh anggota tidak hanya terdiri dari satu jenis usaha saja melainkan banyak jenis usaha yang disesuaikan dengan kondisi lahan dan keterampilan masing-masing anggota. Secara lebih rinci data mengenai jenis usaha atau komoditi yang diusahakan oleh Gapoktan Rukun Tani dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Jenis Usaha/Komoditi yang Diusahakan oleh Anggota Gapoktan Rukun Tani

No

Jenis Usaha

Pertanian Padi 1 Sawah 2

Jagung manis

Cabai keriting 4 Tomat 5 Buncis Kacang 6 Panjang 7 Timun 8 Pakcoy 9 Caisim 10 Terung Peternakan 3

Pemasaran

Skala Usaha Pertahun (Ha/Ekor)

Produktivitas (Kw)

Produksi/ Volume Pertahun (Ton)

Volume (Ton/ Ekor)

300

65

1.950

1.950

20

100

200

200

10

80

80

80

5 8

200 100

100 80

5

100

15 3 10 4

350 200 200 350

Lokasi

Pasar lokal Pasar TU Kemang

Peluang

Lama Berusaha (sejak)

-

-

Supermarket

1997

Sda

Supermarket

2001

100 80

Sda Sda

Supermarket -

2001 1997

50

50

Sda

-

1997

525 60 200 140

525 60 200 140

Sda Sda Sda Sda

Supermarket Supermarket Supermarket Supermarket

1997 1997 1997 2000

-

2008

-

1997

Luar Daerah

2007

Dijual di tempat Dijual di tempat Dijual di tempat

11

Sapi

25 ekor

25

25

12

Kambing/ Domba

300 ekor

300

300

13

Kelinci

1000 ekor

1000

1000

6

6

Dijual di tempat

-

2001

54

54

Sda

-

2007

3,6

3,6

Sda

-

2010

1,8

1,8

Sda

-

2010

Pengolahan Hasil Pertanian Sale 14 6 ton Pisang Keripik 15 54 ton Pisang Keripik 16 3,6 ton Jamur 17 Pangsit 1,8 ton

Sumber: Profil Gapoktan Rukun Tani, 2011

55

Sejauh ini pemasaran hasil-hasil pertanian atau hasil panen dari anggota Gapoktan dijual langsung ke Gapoktan dalam kondisi segar (belum ada pengolahan lebih lanjut). Dari Gapoktan hasil-hasil pertanian terutama sayuran kemudian dibawa ke pasar TU Induk Kemang di Bogor. Meskipun sudah ada tawaran dari beberapa supermarket besar untuk memasok beberapa hasil pertanian khususnya sayuran, Gapoktan Rukun Tani belum mampu memenuhi permintaan atau mengambil peluang tersebut. Terdapat beberapa faktor yang menjadi pertimbangan Gapoktan Rukun Tani belum mengambil peluang tersebut, yaitu: (1) kontrak kerjasama dengan supermarket bersifat rigid/kaku, Gapoktan harus siap dan harus mampu memenuhi permintaan supermarket pada kualitas dan kuantitas yang diinginkan pihak supermarket. Apabila Gapoktan gagal memenuhi persyaratan, meskipun pada kadar yang kecil, barang akan dikembalikan oleh supermarket ke Gapoktan, dan (2) pembayaran dari supermarket tidak dilakukan secara tunai, namun ditunda hingga 2-3 kali pengiriman barang ke supermarket. Meskipun harga beli supermarket lebih tinggi daripada harga beli pasar, namun perguliran modal petani untuk penanaman selanjutnya menjadi terhambat. Sedangkan pihak Gapoktan tidak memiliki kas yang cukup besar untuk memberikan dana talangan guna pembayaran hasil panen kepada petani anggota. Secara garis besar jenis usaha yang dilaksanakan oleh Gapoktan dibedakan menjadi dua yaitu kegiatan/jenis usaha on-farm dan kegiatan/jenis usaha off-farm. Kegiatan on-farm terdiri dari pengusahaan padi sawah, hortikultura (Cabai keriting, Caisin, Terung, Buncis, Kacang Panjang, Ketimun, Labu Siam, Pakcoy, Tomat, Baby Corn), penggemukan Kambing/Domba, dan ternak kelinci. Sedangkan kegiatan off-farm meliputi pengolahan sale pisang dan pembuatan kripik pisang, pembuatan besek bambu, dan pedagang bakulan. Masing-masing jenis usaha ini dilaksanakan oleh tujuh kelompok tani yang berbeda sesuai dengan fokus pengembangan komoditi dari masing-masing kelompok tani. Pengembangan terhadap komoditi tanaman pangan dan hortikultura misalnya, tidak semua kelompok tani mengembangkannya, melainkan fokus pengembangan komoditi-komoditi ini dilakukan oleh Kelompok Tani Pondok Menteng. Hampir serupa dengan Kelompok Tani Pondok Menteng, Kelompok Tani Tani Jaya juga mengembangkan komoditi hortikultura, namun tidak disertai dengan komoditi tanaman pangan, fokus pengembangan lebih spesifik ke sayuran. Begitu pula dengan kelompok Tani Sawah Lega yang hanya fokus pada pengembangan tanaman pangan. Sementara itu, Kelompok Tani Sukamaju memiliki fokus pengembangan terhadap penggemukan kambing/domba dan sapi. Kelompok Tani Bina Mandiri fokus pada pengembangan ternak kelinci dan pembuatan kerajinan besek bambu dan bakulan. Sedangkan pengolahan sale dan keripik pisang menjadi fokus pengembangan Kelompok Tani Silih Asih dan Kelompok Wanita Tani. Perbedaan fokus pengembangan komoditi ini memungkinkan Gapoktan Rukun Tani mampu menghasilkan berbagai variasi komoditi dengan menekankan kepada preferensi atau pilihan dari masing-masing petani untuk memilih fokus pengembangan terhadap komoditi apa yang paling sesuai dengan kondisi dan keinginan petani. Hal ini merupakan faktor yang sangat baik untuk terus dikembangkan karena akan memajukan ekonomi perdesaan dan pemberdayaan sumber daya manusia dengan memfokuskan pengembangan pada komoditi-komoditi lokal yang sesuai dengan keterampilan dan karakter masyarakat petani di pedesaan.

56

Pengusahaan Padi Sawah

Pengusahaan Hortikultura

Pengusahaan Ternak domba/kambing, kelinci, dan sapi

Pengusahaan sale dan kripik pisang

Pembuatan besek bambu

Gambar 10. Jenis Usaha yang Dilaksanakan Gapoktan Rukun Tani, Desa Citapen, Kecamatan Ciawi Sementara itu, pola usahatani yang diterapkan oleh Gapoktan disesuaikan dengan jenis komoditi yang diusahakan oleh petani anggota. Pola tanam komoditi tanaman pangan (padi sawah) yang biasanya dilaksanakan oleh anggota Gapoktan adalah 3 kali tanam padi dalam satu tahun untuk lahan-lahan yang mempunyai jaringan irigasi cukup baik. Sedangkan pada lahan sawah tadah hujan penanaman hanya dilakukan satu kali tanam dan selanjutnya ditanami komoditi palawija dan hortikultura. Pola tanam ini diterapkan untuk tanaman pangan khususnya padi. Adapun untuk komoditi non pangan, maka pola tanama yang diterapkan akan berbeda. Pola tanam padi sawah dapat digambarkan seperti pada Tabel 18.

57

Tabel 18. Pola Tanam Komoditi Tanaman Pangan, Palawija dan Hortikultura di Gapoktan Rukun Tani Lahan Sawah Pola Tanam I

Padi

Padi

Padi

Pola Tanam II

Padi

Padi

Palawija

Pola Tanam III

Padi

Padi

Sayuran

Lahan Kering Pola Tanam I

Sayuran

Sayuran

Pola Tanam II

Sayuran

Sayuran

Pola Tanam III BULAN

Palawija OKT

NOV

DES

Palawija

Sayuran Palawija

JAN

FEB

MAR

APRIL

MEI

Bera JUNI

JULI

AGUST

SEPT

Sumber: Profil Gapoktan Rukun Tani, 2011.

Sementara itu, untuk komoditi peternakan, pola usaha yang digunakan sama seperti pola usaha ternak pada umumnya. Jenis ternak yang dominan diusahakan adalah domba, kambing, kelinci dan sapi. Sedangkan pola usaha yang dikembangkan biasanya jenis usaha pembesaran sebagai usaha utama juga sebagai usaha sampingan untuk mengisi kekosongan waktu luang setelah bekerja di sawah atau di kebun. Akan tetapi, usaha dengan tujuan komersial biasanya juga dilakukan pada saat-saat tertentu untuk menyuplai permintaan pasar yang tinggi seperti saat-saat hari raya, hari besar, dan hari yang lain. Dalam mengusahakan pengembangan berbagai komoditi ini tentunya perlu ditunjang dengan peralatan dan fasilitas yang memadai dan mendukung kelancaran usaha. Oleh karena itu, Gapoktan yang bertindak sebagai fasilitator perlu menyediakan fasilitas-fasilitas dan perlatan yang dibutuhkan petani anggota. Fasilitas-fasilitas maupun peralatan ini tentunya disesuaikan dengan kebutuhan dalam pengembangan masing-masing komoditi. Banyaknya ragam komoditi yang menjadi fokus usaha Gapoktan, maka fasilitas dan peralatan yang perlu disediakan oleh Gapoktan juga beragam jenisnya. Mengingat jumlah petani yang menjadi anggota Gapoktan jumlahnya tidak sedikit, maka untuk menjamin kelancaran usaha, Gapoktan juga harus menyediakan fasilitas dalam jumlah cukup, atau minimal cukup mudah bagi anggota untuk mendapatkan dan menggunakannya pada saat anggota membutuhkannya. Adapun fasilitas yang dimiliki oleh Gapoktan yang dapat dimanfaatkan oleh petani anggota seperti yang ditunjukkan pada Tabel 19.

58

Tabel 19. Fasilitas Usahatani yang Dimiliki Gapoktan Rukun Tani No

Fasilitas

Jumlah (Unit)

Laboratorium/Bengkel Kerja 1. Sekretariat 1 2. Gudang 1 3. Bengkel Alsintan 2 Alat dan Mesin Pertanian 1. Hand Traktor 2 2. Cangkul 15 3. Sabit 10 4. Kored 10 5. Emrat 10 6. Drum 15 7. Pisau 20 8. Meja Kursi 1 9. Pisau Stainless 1 10. Timbangan 600 Kg 1 11. Timbangan duduk 10 1 Kg 12. Keranjang 40 Kg 140 13. Foot Sealer 1 14. Gunting Stainless 5 16. Food Handwraper 1 17. Torn Air 1 18. Plastik wrapping 1 19. Pompa air 1 20. Lori Angkut 1 21. Chopper 1 3 Mobil 2 Sumber: Profil Gapoktan Rukun Tani, 2011.

Sumber

Kondisi

Swadaya Swadaya -

Belum Habis Belum Habis -

Bantuan dan Swadaya Swadaya Swadaya Swadaya Swadaya Swadaya Swadaya Swadaya Bantuan Bantuan

Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik

Bantuan

Baik

Bantuan Bantuan Bantuan Bantuan Bantuan Bantuan Bantuan Bantuan Bantuan Swadaya dan Bantuan

Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik

1

Dalam hal dinamika kelompok tani, Gapoktan berusaha mengadakan kegiatan yang sesuai melalui kegiatan-kegiatan yang bersifat kebersamaan dan kekeluargaan. Gapoktan mengadakan beberapa kegiatan diantaranya mengadakan pertemuan kelompok yang dilakukan dengan interval satu bulan sekali, pengelolaan usaha kelompok secara bersama-sama, bersama-sama dengan petugas lapangan meninjau langsung ke lapangan tempat usaha anggota, bersama-sama melakukan melakukan pemanenan pada saat panen raya pada lahan-lahan yang diusahakan oleh Gapoktan, bersama-sama menyukseskan gerakan hama terpadu yang diinisiasi oleh dinas terkait, mengajak serta para anggota dalam kegiatan sosialisasi program pemerintah yang diprakarsai oleh Dinas Pertanian setempat, serta gotong royong saling membantu dalam kelompok maupun di lingkungan masyarakat secara berkesinambungan. Adanya kegiatan dinamika kelompok ini akan menambah semangat kekeluargaan dan kerjasama yang baik antar anggota Gapoktan, serta rasa saling memiliki dan membesarkan khususnya untuk pengelolaan usaha kelompok secara bersama-sama.

59

Sosialisasi BLM PUAP

Rapat Umum Anggota

Pertemuan Rutin

Gerakan Pengendalian Hama Terpadu

Sosialisasi Pengendalian Hama Terpadu

Kegiatan Sekolah Lapang Komoditi Padi

Gambar 11. Kegiatan Dinamika Kelompok Gapoktan Rukun Tani, Desa Citapen, Kecamatan Ciawi Gapoktan Rukun Tani merupakan salah satu Gapoktan di Kecamatan Ciawi yang menerima bantuan dana PUAP (Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan) dari Pemerintah. Dana PUAP ini diterima pada bulan Maret 2009 senilai 100.000.000,- (seratus juta rupiah) untuk pengembangan kegiata usaha Gapoktan. Dasar Penetapan Gapoktan Penerima PUAP Tahun 2009 ini melalui SK. Mentan No.1192/Kpts/OT.160/3/2009 Tentang Penetapan Desa Penerima Dana Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Tahun 2009 dan SK. Bupati No. 342/Kpts/Huk/2009 Tentang Penetapan Penyuluh Pendamping dan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Penerima BLM PUAP Kabupaten Bogor Tahun 2009. Manfaat program PUAP yang dirasakan oleh Anggota Gapoktan antara lain: (1) mengatasi masalah permodalan yang selama ini menjadi kendala utama dalam usahatani, (2) meningkatkan produksi dan produktivitas usahatani, (3) memutus rantai pasok hasil panen sayuran, (4) penyediaan saprodi lebih terkoordinir, (5) anggota lebih solid, serta (6) menyerap tenaga kerja (LKM dan di usaha kelompok). Pengelolaan dana PUAP sendiri di Gapoktan Rukun Tani dikelola oleh Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA) yang merupakan perangkat tambahan di Gapoktan Rukun Tani yang memiliki fokus kerja terhadap kegiatan yang berkaitan dengan keuangan baik pengelolaan dana PUAP maupun kegiatan simpan pinjam. Adapun peruntukan dana PUAP sampai dengan bulan Maret 2011 dapat dilihat pada Tabel 20.

60

Tabel 20. Peruntukan Dana PUAP di Gapoktan Rukun Tani sampai Bulan Maret 2011 No. Usaha Produktif

Nilai Pokok

Budidaya (onfarm) 1.1. Tanaman 124.750.000 Pangan 1.2. Hortikultura 90.000.000 1.3. Peternakan 26.000.000 1.4. Perkebunan II. Non Budidaya (off-farm) 2.1. Industri RumahTangga 14.000.000 Pertanian 2.2. Pemasaran Hasil Pertanian 22.500.000 Skala Mikro (Bakulan,dll) 2.3. Usaha lain berbasis 20.000.000 Pertanian Total 297.250.000 Sumber: Profil Gapoktan Rukun Tani, 2011

Jumlah Jumlah Total Anggota Anggota yang Pengembalian Penerima Mengembalikan

I.

90

81

111.429.000

44 18 -

40 16 -

42.000.000 23.922.000 -

14

13

3.127.000

22

20

11.701.000

17.000.000 16

14

204

184

209.179.000

Dalam pelaksanaan kegiatan dan kerjasamanya dengan petani. Gapoktan bersama petani menyepakati adanya kontrak atau kesepakatan anggota Gapoktan yang berisi kesepakatan-kesepakatan yang didalamnya terdapat hak dan kewajiban beserta sanksi dalam upaya untuk mewujudkan bentuk kemitraan yang diharapkan. Kontrak atau kesepakatan dibuat dalam rangka menciptakan keteraturan, kedisplinan, dan keadilan yang diharapkan masing-masing pihak melaksanakan dengan baik hak dan kewajibannya, sehingga selama berlangsungnya kegiatan kerjasama melalui kemitraan ini dapat memberikan hasil yang baik dan menguntungkan masing-masing pihak. Dengan adanya kesepakatan tertulis, masing-masing pihak juga dapat mengoreksi pelaksanaan hak maupun kewajiban apabila selama pelaksanaan kemitraan terdapat hal-hal yang menyimpang dari kesepakatan yang telah dibuat bersama. Berikut kontrak atau kesepakatan anggota Gapoktan Rukun Tani. 1. Persyaratan menjadi Anggota/Nasabah BLM-PUAP a. Membayar Simpanan Pokok sebesar Rp 50.000,- sesuai dengan AD/ART dan anggota berhak mendapatkan kartu anggota Gapoktan. b. Membayar Simpanan Wajib sebesar Rp 5.000,- per bulan c. Petani terdaftar dalam keanggotaan kelompok tani yang tergabung dalam Gapoktan Rukun Tani. d. Membuat Rencana Usaha Anggota (RUA) komoditi yang akan diusahakan.

61

2.

e. Mengisi formulir pengajuan pinjaman BLM PUAP dilampiri fotokopy KTP dan Kartu Keluarga. f. Sanggup membayar jasa sebesar 1,8% per bulan. g. Sanggup membayar cicilan pinjaman disesuaikan dengan jenis usaha yang dibiayai berdasarkan kesepakatan anggota dengan pemberi pinjaman (konvensional/syariah). h. Waktu pengembalian pinjaman maksimal 10 bulan. i. Pemberian pinjaman modal BLM-PUAP kepada petani padi sawah, sayuran/hortikultura, dan peternak kelinci atau domba/kambing, diberikan dalam bentuk uang tunai atau dalam bentuk natura saprodi dan bakalan induk ternak yang nominalnya sesuai dengan paket pinjaman yang telah disepakati. j. Bagi anggota yang mendapatkan musibah (bencana alam, wabah serangan hama dan penyakit, atau gagal panen) pinjaman tetap menjadi tanggung jawab nasabah/anggota dan tidak dikenakan jasa. k. Apabila nasabah/anggota mengalami keterlambatan dalam pembayaran angsuran yang sudah jatuh tempo selama 3 bulan berturut-turut, maka ketua kelompok sebagai penjamin berkewajiban melakukan penagihan secara langsung kepada anggota yang bersangkutan, dan apabila yang bersangkutan masih tidak membayar, maka untuk selanjutnya tidak akan diberi pinjaman lagi. l. Bagi anggota yang melakukan pembayaran sangat lancar, Gapoktan melalui LKM akan memberikan penghargaan berupa meningkatkan jumlah pinjaman dan atau hadiah. m. Pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) akan dilakukan pada saat Rapat Anggota Tahunan (RAT) dengan ketentuan sebagai berikut:  50% akan dibagikan ke anggota  30% untuk pengembangan modal Gapoktan  20% untuk pengurus Gapoktan dan LKM Paket Pinjaman untuk Pembiayaan Modal Usahatani a. Komoditi Padi Sawah/Ha 1. Benih Padi 30 Kg x Rp 6.000 = Rp 180.000 2. Pupuk Urea 200 Kg x Rp 1.400 = Rp 280.000 3. Pupuk Phonska 300 Kg x Rp 2.500 = Rp 750.000 4. Pestisida dan PPC = Rp 290.000 Total = Rp 1.500.000 b. Komoditi Sayuran/Hortikultura/Ha 1. Benih bersertifikat = Rp 500.000 2. Pupuk Urea 200 Kg x Rp 1.400 = Rp 280.000 3. Pupuk Phonska 300 Kg x Rp 2.500 = Rp 750.000 4. Pestidida dan PPC = Rp 470.000 Total = Rp 2.000.000 c. Paket Ternak Kelinci (2 jantan + 10 betina) 1. Bakalan Induk Rp 65.000 = Rp 780.000 2. Konsentrat = Rp 140.000 3. Obat-Obatan dan Vitamin = Rp 80.000 Total = Rp 1.000.000

62

5.4.

Karakteristik Petani Responden Responden pada penelitian ini adalah petani sayuran yang ada di Desa Citapen Kecamatan Ciawi. Responden penelitian ini dibedakan menjadi dua kelompok yaitu petani sayuran yang bermitra dengan Gapoktan Rukun Tani dan petani sayuran yang tidak bergabung dengan Gapoktan Rukun Tani. Adapun jenis sayuran yang diusahakan oleh petani bukan merupakan indikator utama sebagai penentu dalam memilih responden karena penelitian bertujuan untuk melihat pengaruh kemitraan petani sayuran terhadap pendapatan petani. Beberapa karakteristik usahatani responden yang dianggap penting untuk diketahui meliputi status usaha, status kepemilikan lahan, umur, tingkat pendidikan, luas lahan, pengalaman bertani sayuran, alasan bertani sayuran, dan besar kecilnya modal usaha. Karakterisitik ini dipilih karena dianggap memiliki pengaruh dalam pelaksanaan kegiatan usahatani sayuran terutama dalam hal teknik budidaya sayuran yang akan diperoleh petani. Karakteristik petani responden tersebut dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Karakteristik Petani Sayuran di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi Tahun 2012

No. 1

2

3

4

5

6

Karakteristik Responden Status Usaha a. Utama b. Sampingan Status Kepemilikan Lahan a. Milik Sendiri b. Sewa c. Gadai d. HGU (Hak Guna Usaha) e. Bagi Hasil/Menggarap Umur (tahun) a. 20 – 30 b. 31 – 40 c. 41 – 50 d. 51 – 60 e. > 61 Tingkat Pendidikan a. SD/sederajat b. SMP/sederajat c. SMA/sederajat d. Diploma e. Sarjana Luas Lahan (Hektar) a. < 0,5 b. 0,51 – 1 c. 1,1 – 2 d. > 2 Pengalaman bertani sayuran (tahun) a. 1 – 5 b. 5,1 – 10 c. 10,1 – 15 d. 15,1 – 20 e. > 20,1

Jumlah Petani (orang) Non Jumlah Anggota Anggota Gapoktan Gapoktan

Persentase (%)

13 7

11 3

24 10

70,59 29,41

11 6 3 0 0

4 6 1 2 1

15 12 4 2 1

44,12 35,29 11,76 5,88 2,94

0 4 5 5 6

1 5 2 3 3

1 9 7 8 9

2,94 26,47 20,59 23,53 26,47

17 0 2 1 0

10 4 0 0 0

27 4 2 1 0

79,41 11,76 5,88 2,94 0

11 7 1 0

2 4 6 2

13 11 7 2

38,24 32,35 20,59 5,88

4 4 0 4 8

2 3 2 2 5

6 7 2 6 13

17,65 20,59 5,88 17,65 38,24

63

Tabel 21. (Lanjutan) Karakteristik Petani Sayuran di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi Tahun 2012

No.

Karakteristik Responden

7

Alasan bertani sayuran a. Tradisi/turun temurun b. Hobi/kesenangan/keterampilan c. Kecocokan lahan d. Modal yang terbatas e. Cepat panen f. Menambah penghasilan/pekerjaan sampingan g. Budidaya yang mudah h. Daripada tidak kerja Modal Usahatani (Rupiah) a. < 1.000.000 b. 1.000.000 – 5.000.000 c. 5.000.000 – 10.000.000 d. 10.000.000 – 20.000.000 e. > 20.000.000 f. Tidak diketahui

9.

Jumlah Petani (orang) Non Jumlah Anggota Anggota Gapoktan Gapoktan

Persentase (%)

3 2 5 0 5 3

0 2 7 1 3 1

3 4 12 1 8 4

8,82 11,76 35,29 2,94 23,53 11,76

1 1

0 0

1 1

2,94 2,94

1 12 5 0 0 2

1 6 1 1 4 1

2 18 6 1 4 3

5,88 52,94 17,65 2,94 11,76 8,82

5.4.1. Status Usaha Responden dalam penelitian ini adalah petani yang menjadikan usahatani sayuran sebagai pekerjaan utama dan sebagai pekerjaan sampingan. Pada umumnya sebagaian besar responden menjadikan usahatani sayuran sebagai pekerjaan utama karena tidak memiliki pekerjaan lain selain bertani, sedangkan responden yang menjadikan usahatani sayuran sebagai pekerjaan sampingan adalah responden yang memiliki pekerjaan lain yang memberikan pendapatan lebih baik dari bertani sayuran. Adapun pekerjaan utama dari petani responden yang menjadikan usahatani sayuran sebagai pekerjaan sampingan antara lain adalah sebagai karyawan sebuah perusahaan, pedagang sayuran di pasar, dan tukang buruh bangunan. Kegiatan usahatani sayuran bagi responden yang menjadikannya sebagai pekerjaan sampingan utama tidaklah sulit dilakukan, karena bertani sayuran tidak sesulit bertani komoditi lain yang membutuhkan penanganan dan pemeliharaan secara intensif. Akan tetapi, jika dibandingkan dengan petani yang benar-benar menjadikan usahatani sayuran sebagai pekerjaan utama, tentu kegiatan usahatani yang dilaksanakan akan lebih maksimal. Total responden pada penelitian ini adalah sebanyak 34 petani sayuran. Dari keseluruhan responden, 24 responden menjadikan usahatani sayuran sebagai pekerjaan utama, sedangkan 10 lainnya menjadikan usahatani sayuran sebagai pekerjaan sampingan. 5.4.2. Status Kepemilikan Lahan Lahan yang diusahakan oleh petani responden dalam kegiatan usahatani sayuran di Desa Citapen Kecamatan Ciawi berbeda-beda berdasarkan status kepemilikan lahan. Sebanyak 15 petani membudidayakan sayuran diatas lahan milik pribadi, 12 petani membudidayakan sayuran diatas lahan sewa, 4 petani membudidayakan sayuran diatas lahan gadai, 2 petani membudidayakan sayuran diatas lahan HGU (Hak Guna Usaha), dan 1 petani membudidayakan sayuran

64

diatas lahan garapan melalui sistem bagi hasil dengan pemilik lahan. Status kepemilikan lahan secara lebih rinci antara petani anggota gapoktan dengan petani bukan anggta gapoktan dapat dilihat pada Tabel 22. Berdasarkan Tabel 22, status lahan milik pribadi lebih banyak dimiliki oleh petani anggota Gapoktan, sedangkan petani bukan anggota Gapoktan lebih banyak mengusahakan kegiatan budidaya sayuran diatas lahan sewa. Perbedaan status kepemilikan lahan ini berpengaruh terhadap penentuan jenis komoditas maupun teknik budidaya dan pengelolaan usahatani yang dijalankan oleh kedua kelompok responden. Pada umumnya petani yang mengusahakan kegiatan usahataninya diatas lahan bukan milik pribadi akan lebih berhati-hati dan lebih bersungguh-sungguh dalam berusahatani sayuran untuk menghasilkan produksi yang tinggi guna mendapatkan penghasilan yang maksimal. Hal ini dikarenakan petani tersebut harus mampu menutupi biaya sewa atau gadai dari lahan yang menjadi lokasi usahatani. Demikian pula bagi petani yang mengusahakan budidaya sayuran diatas lahan garapan dengan sistem bagi hasil akan lebih maksimal dalam menjalankan kegiatan usahataninya karena menginginkan bagi hasil yang menguntungkan baginya. Tabel 22. Status Kepemilikan Lahan Petani Sayuran di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Tahun 2012 Anggota Gapoktan No. 1. 2.

Keterangan Milik Sendiri Bukan Miliki Sendiri a. Sewa b. Gadai c. HGU d. Garapan/Bagi Hasil Jumlah

Bukan Anggota Gapoktan Jumlah Persentase (orang) (%) 4 28,57

Jumlah (orang) 11

Persentase (%) 55

6 3 0 0

30 15 0 0

6 1 2 1

20

100

14

Jumlah Jumlah (orang) 15

Persentase (%) 44,12

42,86 7,14 14,29 7,14

12 4 2 1

35,29 11,76 5,88 2,94

100

34

100

5.4.3. Umur Petani Pada umumnya faktor usia berpengaruh terhadap produktivitas kerja petani per satuan waktu. Dalam kegiatan usahatani, satuan produktivitas kerja sama halnya dengan kerja petani yaitu Hari Objektif Kerja atau Hari Orang Kerja (HOK). Semakin tua usia petani pada umumnya produktivitas kerja semakin menurun. Begitu pula dengan kemampuan daya serap terhadap kebaruan dari teknologi-teknologi pertanian baik teknologi benih, teknik budidaya, serta mekanisasi pertanian. Sementara itu, petani pada kisaran usia produktif atau pada usia muda memiliki produktivitas kerja lebih besar serta mudah menerima dan meniru perkembangan dari teknologi terbaru di dunia pertanian. Produktivitas kerja petani akan berpengaruh terhadap tingkat produksi sayuran yang dibudidayakan. Pada penelitian ini, rata-rata umur responden berada pada kisaran usia 3140 tahun dan > 61 tahun dengan jumlah sama yaitu masing-masing 9 petani. Sementara itu, 1 petani berada pada kisaran usia 20-30 tahun, 7 petani berada pada

65

kisaran usia 41-50 tahun, dan 8 petani berada kisaran usia 51-60 tahun. Berdasarkan pengelompokan usia petani ini, dapat diketahui bahwa sebagian besar petani berada pada usia cukup lanjut yaitu pada kisaran usia diatas 50 tahun. Secara lebih rinci pengelompokkan petani responden berdasarkan kisaran usia dapat dilihat pada Tabel 23. Berdasarkan data yang tersaji pada Tabel 23, dapat diketahui bahwa rata-rata usia petani anggota Gapoktan lebih tua jika dibandingkan dengan petani bukan anggota Gapoktan. Hal ini mengakibatkan produktivitas kerja dari petani anggota Gapoktan masih kalah dibandingkan dengan produktivitas kerja petani bukan anggota Gapoktan. Tabel 23. Penggolongan Umur Petani Sayuran di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Tahun 2012

No. 1. 2. 3. 4. 5.

Umur Petani (Tahun) 20 – 30 31 – 40 41 – 50 51 – 60 > 61 Jumlah

Anggota Gapoktan Jumlah (orang) 0 4 5 5 6 20

Persentase (%) 0 20 25 25 30 100

Bukan Anggota Gapoktan Jumlah Persentase (orang) (%) 1 7,14 5 35,71 2 14,29 3 21,43 3 21,43 14 100

Jumlah Jumlah Persentase (orang) (%) 1 2,94 9 26,47 7 20,59 8 23,53 9 26,47 34 100

5.4.4. Tingkat Pendidikan Petani Tingkat pendidikan pada umumnya akan berkorelasi positif dengan tingkat penyerapan teknologi dan ilmu pengetahuan yang semakin berkembang. Semakin tinggi pendidikan akan semakin mudah bagi petani tersebut untuk menyerap teknologi terkini dan mengaplikasikannya ke dalam kegiatan usahatani sehingga usahatani yang dijalankan lebih efektif dan efisien. Rata-rata pendidikan petani responden pada penelitian ini adalah setingkat SD/sederajat dengan komposisi mencapai 80 persen yaitu sebanyak 28 orang. Sementara petani dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi masing-masing adalah 4 petani dengan tingkat pendidikan SMP/sederajat, 2 petani dengan tingkat pendidikan SMA/sederajat, 1 petani dengan tingkat pendidikan Diploma, dan tidak ada petani responden yang menempuh pendidikan hingga setingkat sarjana atau lebih tinggi dari itu. Kondisi pendidikan yang masih rendah ini mengakibatkan masih banyak petani yang melakukan kegiatan usahatani secara tradisional atau turun temurun, meskipun telah ada upaya dari penyuluh pertanian setempat maupun Gapoktan Rukun Tani untuk mengenalkan teknologi-teknologi usahatani sayuran terbaru. Adapun data lebih rinci tentang penggolongan umur petani responden dapat dilihat pada Tabel 24. Berdasarkan informasi pada Tabel 24, diketahui bahwa baik petani anggota Gapoktan maupun petani bukan anggota Gapoktan mayoritas memiliki tingkat pendidikan setara SD/sederajat. Komposisi dari keduanya masing-masing adalah 85 persen untuk petani anggota Gapoktan dan 73,33 persen untuk petani bukan anggota Gapoktan. Sementara untuk tingkat pendidikan yang lebih tinggi secara berturut-turut yaitu SMP/sederajat 0 persen untuk petani anggota Gapoktan dan 26,67 persen untuk petani bukan anggota Gapoktan, SMA/sederajat 10 persen untuk petani anggota Gapoktan dan 0 persen untuk

66

petani bukan anggota Gapoktan, dan Diploma 5 persen untuk petani anggota Gapoktan dan 0 persen untuk petani bukan anggota Gapoktan. Data ini menunjukkan bahwa petani responden memiliki tingkat pendidikan masih rendah yaitu mayoritas hanya sampai tingkat SD/sederajat. Tabel 24. Tingkat Pendidikan Petani Sayuran di Desa Citapen Kecamata Ciawi Tahun 2012

No. 1. 2. 3. 4. 5.

Tingkat Pendidikan SD/sederajat SMP/sederajat SMA/sederajat Diploma Sarjana Jumlah

Anggota Gapoktan Jumlah (orang) 17 0 2 1 0 20

Persentase (%) 85 0 10 5 0 100

Bukan Anggota Gapoktan Jumlah Persentase (orang) (%) 10 71,43 4 28,57 0 0 0 0 0 0 14 100

Jumlah Jumlah (orang) 27 4 2 1 0 34

Persentase (%) 79,41 11,76 5,88 2,94 0 100

5.4.5. Pengalaman Bertani Sayuran Pada umumnya pengalaman bertani sayuran akan berkorelasi positif dengan keterampilan dalam kegiatan usahatani sayuran. Semakin tinggi tingkat keterampilan akan memunculkan inovasi-inovasi baru serta pencarian solusi terhadap masalah teknis yang sering terjadi selama kegiatan usahatani sayuran berlangsung. Karakteristik tanaman sayuran yang cepat panen namun mudah terserang hama penyakit serta sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca, menyebabkan kegiatan budidaya sayuran juga menghadapi risiko produksi yang cukup tinggi. Petani sayuran yang telah berpengalaman akan lebih terampil dan lebih paham tentang solusi-solusi yang harus dilakukan apabila terjadi masalah pada kegiatan budidaya sayuran sehingga risiko produksi dapat diminimalisir. Pada penelitian ini, petani responden pada umumnya adalah petani yang telah memiliki pengamalan bertani sayuran bertahun-tahun, ditambah kondisi lahan pertanian yang sesuai untuk tanaman sayuran, membuat kegiatan pertanian didominasi oleh budidaya sayuran sejak dahulu. Adapun data pengalaman bertani sayuran oleh petani responden baik petani anggota maupun petani bukan anggota Gapoktan disajikan pada Tabel 25. Tabel 25. Pengalaman Bertani Sayuran Petani di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Tahun 2012 Pengalaman Bertani No. Sayuran (Tahun) 1. 1 – 5 2. 5,1 – 10 3. 10,1 – 15 4. 15,1 – 20 5. > 20,1 Jumlah

Anggota Gapoktan Jumlah Persentase (orang) (%) 4 20 4 20 0 0 4 20 8 40 20 100

Bukan Anggota Jumlah Gapoktan Jumlah Persentase Jumlah Persentase (orang) (%) (orang) (%) 2 14,29 6 17,65 3 8,82 7 20,59 2 5,88 2 5,88 2 5,88 6 17,65 5 35,71 13 38,24 14 100 34 100

67

Berdasarkan data pada Tabel 25, dapat diketahui bahwa sebagian besar petani responden memiliki pengalaman bertani sayuran pada kisaran diatas 20 tahun, dengan komposisi 40 persen untuk petani anggota Gapoktan dan 33,33 persen untuk petani bukan angota Gapoktan. Petani anggota Gapoktan memiliki komposisi pengalaman usahatani yang lebih tinggi daripada petani bukan anggota Gapoktan. Seharusnya petani anggota Gapoktan memiliki peluang untuk mendapatkan hasil produksi yang lebih tinggi daripada petani bukan anggota Gapoktan. Akan tetapi pengalaman usahatani oleh petani anggota Gapoktan ini tidak berpengaruh banyak tehadap kegiatan usahatani karena umur responden yang rata-rata sudah berusia lanjut dan sulit untuk menerima teknologi dan ilmu pengetahuan baru di bidang pertanian. Demikian pula dengan tingkat inovasi yang seharusnya dimunculkan oleh petani anggota Gapoktan, namun tidak banyak yang mampu memunculkan inovasi tersebut. Bahkan sebagian besar petani anggota Gapoktan masih mempertahankan cara bertani konvensional seperti yang menjadi kebiasaan secara turun temurun. Sementara bagi petani bukan anggota Gapoktan, dengan modal yang dimiliki mampu menciptakan kegiatan usahatani yang lebih maksimal dengan pengupayaan input produksi yang lebih baik serta kegiatan budidaya yang lebih sungguh-sungguh. 5.4.6. Alasan Bertani Sayuran Alasan bertani sayuran merupakan tujuan utama dari petani melakukan budidaya sayuran. Alasan ini menjadi prioritas bagi petani menanam sayuran dan bukan komoditas pertanian yang lain. Pada penelitian ini terdapat beberapa alasan bagi petani responden melakukan usahatani sayuran. Padahal secara geografis wilayah Desa Citapen cukup baik untuk ditanami berbagai jenis komoditi pertanian tidak hanya sayuran. Adapun alasan petani responden melakukan kegiatan budidaya sayuran dapat dilihat pada Tabel 26. Berdasarkan informasi pada Tabel 26, diketahui bahwa sebagian besar responden melakukan kegiatan usahatani sayuran karena faktor kesesuaian atau kecocokan lahan untuk tanaman sayuran dengan persentase sebesar 35,29 persentase. Alasan yang serupa juga menjadi alasan utama baik bagi petani anggota Gapoktan maupun bukan anggota Gapoktan. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya persentase responden yang menyatakan bahwa alasan utama bertani sayuran karena faktor kesesuaian lahan. Persentase tersebut yaitu sebesar 25 persen untuk petani anggota Gapoktan, dan 50 persen untuk petani bukan anggota Gapoktan. Sementara itu, alasan yang lain adalah karena faktor tradisi/turun temurun sebesar 8,82 persen, hobi/kesenangan/keterampilan sebesar 11,76 persen, modal yang terbatas sebesar 2,94 persen, cepat panen merupakan alasan terbesar kedua setelah kesesuaian lahan yaitu sebesar 23,53 persen, menambah penghasilan/pekerjaan sampingan sebesar 11,76 persen, budidaya yang mudah sebesar 2,94 persen, dan yang terakhir yaitu alasan daripada tidak bekerja yaitu sebesar 2,94 persen.

68

Tabel 26. Alasan Bertani Sayuran Petani di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Tahun 2012

No

1 2 3 4 5 6

7 8

Alasan Bertani Sayuran Tradisi/turun temurun Hobi/kesenangan/ keterampilan Kecocokan lahan Modal yang terbatas Cepat panen Menambah penghasilan/ pekerjaan sampingan Budidaya yang mudah Daripada tidak kerja Jumlah

Anggota Gapoktan

Bukan Anggota Gapoktan Jumlah Persentase (orang) (%)

Jumlah (orang)

Persentase (%)

3

15

0

2

10

5

Jumlah Jumlah (orang)

Persentas e (%)

0

3

8,82

2

14,29

4

11,76

25

7

50

12

35,29

0

0

1

7,14

1

2,94

5

25

3

21,43

8

23,53

3

15

1

7,14

4

11,76

1

5

0

0

1

2,94

1

5

0

0

1

2,94

20

100

14

100

34

100

5.4.7. Modal Usahatani Besar kecilnya skala usahatani serta kemampuan mengakses input-input produksi unggulan yang akan berpengaruh terhadap produksi sayuran dipengaruhi oleh besar kecilnya modal usahatani. Semakin besar modal usahatani yang dimiliki petani, akan semakin besar kemampuan petani meningkatkan skala usaha baik secara ekstensifikasi usahatani melalui perluasan lahan dengan cara sewa maupun gadai maupun intensifikasi usahatani melalui akses terhadap input-input pertanian yang memiliki kualitas dan mutu lebih baik sehingga mampu menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi. Adapun modal usahatani yang dimiliki oleh petani responden di Desa Citapen Kecamatan Ciawi sebagian besar berada pada kisaran Rp 1.000.000 – Rp 5.000.000 dengan komposisi 60 persen untuk petani anggota Gapoktan dan 40 persen untuk petani bukan anggota Gapoktan. Sementara itu, modal usahatani dengan jumlah lebih kecil maupun lebih besar dari kisaran tersebut berturut-turut yaitu 5,71 persen petani dengan modal < 1.000.000, 17,14 persen petani dengan modal 5.000.000 – 10.000.000, 2,8 persen petani dengan modal 10.000.000 – 20.000.000, serta 20 persen petani dengan modal > 20.000.000. Sementara itu, terdapat tiga responden yang tidak diketahui besarnya modal yang digunakan untuk kegiatan usahatani yaitu sebesar 8,57 persen. Hal ini disebabkan responden yang bersangkutan tidak bersedia menyampaikan besarnya modal yang digunakan untuk usahatani pada saat wawancara. Secara lebih rinci, modal usahatani yang dimiliki petani responden dapat dilihat pada Tabel 27. Berdasarkan informasi pada Tabel 27, diketahui bahwa rata-rata modal yang digunakan oleh petani bukan anggota Gapoktan umumnya lebih tinggi dibandingkan modal petani anggota Gapoktan. Padahal, sebagian besar petani anggota Gapoktan mendapatkan pinjaman modal usahatani dari Gapoktan melalui LKMA (Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis) Gapoktan Rukun Tani. Pada

69

umumnya petani yang bergabung dengan Gapoktan Rukun Tani adalah petani kecil yang memiliki skala usaha kecil. Sementara itu, petani yang tidak bergabung dengan Gapoktan Rukun Tani umumnya adalah petani yang memiliki modal cukup besar dan skala usahatani lebih luas serta memiliki saluran pemasaran sayuran sendiri diluar Gapoktan Rukun Tani. Umumnya petani bukan anggota Gapoktan tidak bergabung dengan Gapoktan karena faktor sudah memiliki saluran pemasaran sayuran sendiri serta tidak menyukai hal-hal yang bersifat administratif. Tabel 27.

Penggolongan Modal Usahatani Sayuran Petani di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Tahun 2012

No .

Modal Usahatani (Rupiah)

1. 2.

< 1.000.000 1.000.000 – 5.000.000 5.000.000 – 10.000.000 10.000.000 – 20.000.000 > 20.000.000 Tidak diketahui Jumlah

3. 4. 5. 6.

Anggota Gapoktan

Bukan Anggota Gapoktan Jumlah Persentase (orang) (%) 1 7,14

Jumlah (orang) 1

Persentase (%) 5

12

60

6

5

25

0 0 2 20

Jumlah Jumlah (orang) 2

Persentas e (%) 5,88

42,86

18

52,94

1

7,14

6

17,65

0

1

7,14

1

2,94

0 10 1000

4 1 14

28,57 7,14 100

4 3 34

11,76 8,82 100

70

VI.

6.1.

ANALISIS USAHATANI SAYURAN PETANI RESPONDEN DI DESA CITAPEN

Keragaan Usahatani Sayuran Sayuran merupakan jenis tanaman musiman yang memiliki umur panen pendek dan memiliki kadar air tinggi. Proses budidaya sayuran dapat dikatakan lebih mudah daripada budidaya tanaman pangan. Meskipun demikian, dalam proses budidaya sayuran bukan berarti tidak ada risiko dan harus memiliki keterampilan khusus agar budidaya sayuran dapat dilakukan secara maksimal. Pada umumnya berbeda jenis sayuran berbeda pula perlakuan dalam budidaya sayuran tersebut. Akan tetapi, secara umum langkah-langkah dalam proses budidaya sayuran meliputi : (1) persiapan lahan, yaitu pembuatan bedengan atau larik-larik tanam, pembuatan saluran irigasi/drainase, serta pembuatan lubang tanam, (2) pembenihan/pembibitan, bagi tanaman yang membutuhkan penyemaian, dilakukan penyemaian terlebih dahulu di tempat terpisah dari lahan utama. Sedangkan untuk benih tanaman yang dapat ditabur langsung, maka tidak perlu dilakukan penyemaian, melainkan langsung ditabur dilarik-larik tanam atau ditanam dalam lubang tanam, (3) penanaman, (4) pemupukan, (5) pemeliharaan, meliputi penyiangan dan penyulaman, dan (6) pemanenan. Pada umumnya sayuran dapat dipanen pada usia dua sampai empat bulan tergantung jenis sayurannya. Sayuran yang berumur pendek pada umumnya adalah sayuran yang habis sekali panen. Sayuran jenis ini seperti kacangkacangan, caisin, dan ketimun. Sementara sayuran yang berumur cukup panjang pada umumnya adalah sayuran yang dapat dipanen berkali-kali. Adapun sayuran jenis ini adalah cabai, tomat, wortel, jagung sayur, dan terung. Jenis sayuran inilah yang biasa ditanam oleh petani sayuran di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Tahun 2012 ini. Petani responden biasanya tidak hanya menanam satu jenis sayuran saja, melainkan menvariasikan berbagai jenis sayuran pada satu lahan tanam atau yang biasa dikenal dengan istilah tumpangsari. Secara lebih rinci pola usahatani yang dilakukan oleh petani responden dapat dilihat pada Tabel 28. Berdasarkan informasi pada Tabel 28, diketahui bahwa sebagian besar petani responden yaitu 64,71 persen membudidayakan sayuran dengan pola tumpangsari dan sisanya sebesar 35,29 persen membudidayakan sayuran dengan pola monokultur atau satu jenis sayuran. Pada umumnya petani melakukan pola usahatani secara tumpangsari karena ingin mendapatkan penghasilan tambahan atau memaksimalkan fungsi lahan yang tersedia. Dengan menerapkan pola usahatani tumpangsari petani akan mendapatkan penghasilan tidak hanya dari satu jenis tanaman saja. Tanaman yang ditumpangsarikan adalah tanaman yang memiliki umur panen berbeda dan bukan dari satu famili (satu kelompok jenis tanaman secara morfologi). Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan keuntungan lebih karena petani akan memperoleh pendapatan tidak hanya dari satu sumber sayuran dan pemanenan dapat dilakukan pada waktu yang berbeda sebagai akibat dari umur panen masingmasing sayuran berbeda. Meskipun demikian, pola tumpangsari juga memiliki kelemahan apabila tidak dilakukan pemeliharaan yang baik. Kelemahan tersebut yaitu terjadinya persaingan antar jenis sayuran dalam mendapatkan nutrisi tanah, sinar matahari, dan ruang tumbuh. Sehingga sayuran yang ditanam dengan pola

71

tumpangsari umumnya tidak sebaik sayuran yang ditanam dengan pola monokultur dari segi kualitas. Tabel 28. Pola Usahatani Sayuran di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Tahun 2012 No . 1. 2.

Bukan Anggota Gapoktan Jumlah Persentase (orang) (%) 8 57,14 6 42,86 14 100

Anggota Gapoktan Pola Usahatani Tumpangsari Monokultur Jumlah

Jumlah (orang) 14 6 70

Persentase (%) 80 20 100

Jumlah Jumlah (orang) 22 12 34

Persentase (%) 64,71 35,29 100

Sayuran yang biasa ditumpangsarikan terdiri dari berbagai jenis sayuran, umumnya lebih dari dua jenis sayuran. Variasi sayuran dalam pola tumpangsari hampir terjadi di setiap musim tanam. Rata-rata petani responden menanam sayuran dalam tiga sampai empat musim tanam dalam satu tahun yaitu dengan umur panen rata-rata tiga sampai empat bulan. Akan tetapi, terdapat juga sayuran yang dapat ditanam hingga lima musim tanam dalam satu tahun karena umurnya yang pendek yaitu 60 hari. Jenis sayuran ini seperti kacang panjang, buncis, dan kapri. Disamping itu terdapat pula sayuran yang berumur lama hingga mencapai masa panen dengan umur delapan bulan hingga satu tahun, namun dapat dipanen berkali-kali karena pembungaan tidak terjadi hanya satu kali. Contoh sayuran jenis ini adalah cabai dan tomat. Secara lebih rinci pola tumpangsari sayuran yang dibudidayakan oleh petani responden dapat dilihat pada Tabel 29 berikut: Tabel 29. Pola Tumpangsari Antar Jenis Sayuran yang Dibudidayakan Petani di Desa Citapen Tahun 2012

Jenis Sayuran

Cabai, Buncis, Kacang Panjang, Tomat Cabai, Buncis Cabai, Kacang Panjang, Caisin, Buncis Cabai, Caisin, Terung Kacang Panjang, Jagung Sayur, Timun Kacang Panjang, Caisin, Timun, Buncis Kacang Panjang, Caisin, Terung, Buncis Tomat, Terung, Caisin, Timun Buncis, Caisin, Tomat Total Petani dengan Pola Tumpangsari Persentase (%)

Jumlah Petani Responden yang Menerapkan Pola Tanam Tumpangsari Bukan Anggota Persentase Anggota Persentase (%) Gapoktan (%) Gapoktan 1 2

7,14 14,29

0 1

0,00 12,50

4 6

28,57 42,86

2 2

25,00 25,00

1

7,14

0

0,00

8

57,14

2

25,00

1 3 0

7,14 21,43 0,00

1 4 1

12,50 50,00 1,00

14 70

8 57

72

Penggunaan Input-Input Produksi Usahatani Sayuran Input produksi merupakan komponen utama yang harus tersedia dalam kegiatan usahatani karena tanpa input produksi, kegiatan usahatani tidak dapat dilakukan. Input produksi pada usahatani sayuran terdiri dari lahan, pupuk, benih sayuran, tenaga kerja, dan obat-obatan. Rata-rata penggunaan input produksi oleh petani responden baik petani anggota Gapoktan per hektar per tahun pada tahun 2012 maupun petani bukan anggota Gapoktan per hektar per tahun pada tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 30. 6.2.

Tabel 30. Rata-Rata Penggunaan Input Produksi Usahatani Sayuran Per Hektar Per Tahun di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Tahun 2012 No.

Input Produksi

1. Lahan 2. Pupuk Kandang Total Pupuk Kandang 3. Pupuk Urea 4. Pupuk TSP 5. Pupuk KCL 6. Pupuk NPK 7. Pupuk Lainnya Total Pupuk Kimia 8. Benih Cabai 9. Benih Buncis 10 Benih Caisin 11. Benih Kacang Panjang 12. Benih Kapri 13. Benih Terung 14. Benih Tomat 15. Benih Jagung Sayur 16. Benih Kacang Edamame 17. Benih Timun Total Benih Cabai, Terung, Tomat Total Benih Caisin Total Benih Lainnya 18. Tenaga Kerja Dalam Keluarga 19. Tenaga Kerja Luar Keluarga 20. Obat-obatan Padat 21. Obat-obatan Cair

Satuan Hektar Karung Karung Kg Kg Kg Kg Kg Kg Amplop Kg Ons Kg Kg Amplop Amplop Kg Kg Amplop

Rata-Rata Penggunaan Anggota Bukan Anggota Gapoktan Gapoktan 1 1 229,58 126,25 229,58 126,25 284,92 271,65 69,45 152,55 119,55 114,11 133,93 113,85 144,57 97,53 752,42 749,69 12,42 10,19 12,81 15,39 11,09 2,25 14,77 6,83 0,63 0,06 10,17 4,38 5,74 9,97 1,50 0,98 0,00 2,86 6,93 7,79

Amplop

35,25

32,34

Ons Kg HOK HOK Kg Liter

11,09 29,71 45,09 55,36 13,01 14,29

2,25 26,13 41,34 48,51 18,97 9,75

Berdasarkan data pada Tabel 30, dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan antara penggunaan input-input produksi sayuran oleh petani anggota Gapoktan dengan petani bukan anggota Gapoktan untuk periode tanam per hektar per tahun pada tahun 2012. Pada luasan lahan sebesar satu hektar, petani anggota menggunakan pupuk kandang lebih banyak daripada petani bukan anggota. Hal ini dikarenakan, disamping petani anggota Gapoktan lebih mudah mendapatkan input produksi dari Gapoktan, juga tidak jarang petani anggota memiliki usaha

73

lain yaitu beternak domba sehingga kotoran dari ternak yang diusahakan dapat digunakan sebagi pupuk. Disamping itu, salah satu kelompok tani yang tergabung dalam Gapoktan Rukun Tani yaitu Kelompok Tani Sukamaju memiliki fokus pengembangan komoditi domba, kelompok tani yang lain juga ada yang mengembangkan komoditi sapi perah, sehingga anggota Gapoktan dapat dengan mudah mendapatkan pupuk kandang. Begitu juga dengan penggunaan pupuk kimia, dimana petani anggota Gapoktan menggunakan pupuk kimia lebih banyak daripada petani bukan anggota Gapoktan. Petani anggota Gapoktan lebih mudah mendapatkan berbagai pupuk karena tersedia di Gapoktan. Program paket pemberian dana BLM PUAP biasanya juga dalam bentuk paket natura saprodi berupa benih, pupuk, dan obat-obatan. Apabila petani anngota tidak mendapatkan pinjaman dari dana BLM PUAP, petani dapat meminjam berbagai sarana produksi yang dibutuhkan dan dibayar saat panen dengan pemotongan pembayaran hasil panen. Berdasarkan jenis sayuran yang biasa ditanam, petani lebih banyak menanam kacang panjang, cabai, buncis, dan caisin. Hal ini dilihat dari penggunaan benih dan frekuensi tanam pada setiap musim tanam. Dalam penggunaan tenaga kerja, baik tenaga kerja dalam maupun luar keluarga, petani anggota Gapoktan justru menggunakan jasa tenaga kerja lebih banyak daripada petani bukan anggota Gapoktan. Hal ini dikarenakan petani anggota Gapoktan pada umumnya berusia lanjut (lebih tua) sehingga membutuhkan lebih banyak tenaga kerja bantuan dari tenaga kerja luar keluarga terutama untuk pekerjaan yang berat-berat, meskipun petani yang bersangkutan juga turut membantu setiap pekerjaan usahatani di lahan. Sementara petani bukan anggota Gapoktan rata-rata memiliki usia lebih muda sehingga lebih produktif serta memperhitungkan efisiensi penggunaan tenaga kerja yang berkorelasi terhadap jumlah biaya yang dikeluarkan, terutama bagi petani yang membudidayakan sayuran diatas lahan sewa. Sedangkan untuk penggunaan obat-obatan, petani anggota Gapoktan lebih menyukai penggunaan obat-obatan cair. Sebaliknya petani bukan anggota Gapoktan lebih menyukai menggunakan obat-obatan dalam bentuk padatan. Perbedaan penggunaan input ini berpengaruh terhadap output produksi yang dihasilkan oleh petani karena banyak sedikitnya penggunaan input produksi berkorelasi positif terhadap output produksi dari kegiatan usahatani yang dilakukan. 6.2.1. Penggunaan Lahan Lahan merupakan komponen utama dalam kegiatan usahatani karena merupakan tempat proses berlangsungnya budidaya sayuran. Lahan yang digunakan oleh petani responden pada kegiatan budidaya sayuran umumnya kurang dari satu hektar. Hal ini menunjukkan bahwa petani responden pada umumya adalah petani kecil. Rata-rata lahan yang dimiliki petani responden secara aktual adalah seluas 0,56 hektar untuk petani anggota Gapoktan, sedangkan petani bukan anggota Gapoktan seluas 1,43 hektar. Adapun luas lahan yang digunakan untuk budidaya sayuran secara aktual adalah seluas 0,475 hektar untuk petani anggota Gapoktan dan 0,93 untuk petani bukan anggota Gapoktan. Data ini menunjukkan bahwa penggunaan lahan oleh petani bukan anggota Gapoktan untuk budidaya sayuran lebih besar daripada petani anggota Gapoktan.

74

Data pada Tabel 31 menunjukkan bahwa lahan yang digunakan atau diusahakan untuk budidaya sayuran selama satu tahun yang terdiri dari tiga sampai lima musim tanam untuk anggota Gapoktan lebih luas daripada bukan anggota Gapoktan jika dibandingkan atau dirasiokan dengan lahan yang dimiliki. Bahkan lahan yang diusahakan oleh petani bukan anggota Gapoktan lebih kecil dibandingkan luas lahan yang dimiliki. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar luas lahan yang dimiliki oleh petani bukan anggota Gapoktan digunakan untuk budidaya komoditi lain selain sayuran. Sementara petani anggota Gapoktan, karena salah satu program Gapoktan yaitu membagi kelompok tani berdasarkan komoditi, maka petani yang tergabung dalam kelompok tani jenis usaha sayuran lebih banyak atau bahkan hampir selalu menanam sayuran meskipun tidak diwajibkan semua lahan yang dimiliki untuk menanam sayuran. Akan tetapi untuk pengusahaan lahan selama satu tahun dalam budidaya sayuran petani bukan anggota Gapoktan mengusahakan sayuran pada lahan yang lebih luas dibandingkan petani anggota Gapoktan. Luas sempitnya penggunaan lahan untuk budidaya sayuran akan berpengaruh terhadap produksi sayuran melalui kapasitas atau banyak sedikitnya jumlah tanaman yang dapat ditanam pada lahan tersebut pada jarak tanam yang ideal. Jumlah lahan milik yang lebih kecil yang dimiliki petani anggota Gapoktan bukan merupakan suatu hambatan bagi petani untuk memproduksi sayuran dalam jumlah yang cukup apabila lahan yang dimiliki sebagian besar digunakan untuk budidaya sayuran. Penggunaan lahan yang masih rendah oleh petani anggota ini disebabkan oleh fakor kepemilikan lahan di Desa Citapen yang secara turun temurun cukup rendah, serta keterbatasan modal bagi petani untuk memperluas lahan dengan cara menyewa atau gadai. Tabel 31. Rata-Rata Penggunaan Lahan untuk Budidaya Sayuran Sebelum Konversi ke Hektar Per Tahun di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Tahun 2012

No. 1. 2. 3.

Luas Lahan Rata-rata Luas Lahan yang Dimiliki (Ha) Rata-rata Luas lahan yang dialokasikan untuk budidaya sayuran (Ha) Rata-rata Luas Pengusahaan Lahan Budidaya Sayuran per Tahun (Ha/tahun)

Petani Bukan Anggota Anggota Gapoktan Gapoktan 0,56

1,43

0,475

0,93

1,12

1,40

6.2.2. Penggunaan Pupuk Pupuk digunakan pada kegiatan usahatani dengan tujuan untuk meningkatkan produktivitas sayuran yang dibudidayakan. Cara kerja pupuk dalam hal ini yaitu melalui pemberian nutrisi pada media tanam atau tanah/lahan serta perbaikan struktur dan aerasi tanah, sehingga kondisi tanah menjadi subur. Penggunaan pupuk pada kondisi ideal secara umum mampu meningkatkan produktifitas sayuran. Akan tetapi, apabila penggunaan pupuk berlebihan atau

75

melebihi kebutuhan yang dibutuhkan oleh tanah, maka tanah akan memberikan reaksi negatif yaitu terjadinya kerusakan dan kegersangan tanah. Secara fakta kondisi ini sudah sering terjadi terutama lahan-lahan yang sudah jenuh akibat pemberian pupuk kimia yang berlebihan. Berdasarkan jenisnya, pupuk yang digunakan oleh petani reponden dibagi menjadi dua yaitu pupuk kandang dan pupuk kimia. Pupuk kandang terdiri dari pupuk kandang kambing/domba dan ayam, sedangkan untuk pupuk kimia yang umum digunakan adalah Urea, NPK (Poska), NPK Mutiara, ZA, KCl, TSP, dan SP-36. Rata-rata penggunaan pupuk per hektar per tahun oleh petani responden jumlahnya cukup jauh berbeda. Penggunaan pupuk kandang oleh petani anggota Gapoktan lebih besar daripada bukan anggota Gapoktan yaitu sebesar 229,58 Kg, sedangkan petani bukan anggota Gapoktan hanya sebesar 126,25. Begitu pula dengan penggunaan pupuk kimia dimana petani anggota Gapoktan menggunakan pupuk kimia per hektar per tahun sebanyak 752,42 Kg, sedangkan petani bukan anggota Gapoktan hanya menggunakan pupuk kimia sebanyak 749,69 Kg. Perbedaan rata-rata penggunaan pupuk ini disebabkan oleh berbedanya kemampuan akses dan pengadaan pupuk oleh masing-masing kelompok petani. Petani anggota Gapoktan pada umumnya memanfaatkan fasilitas yang diberikan Gapoktan yaitu penyediaan sarana produksi (saprodi). Pemberian pupuk ini tidak gratis, namun cukup menguntungkan bagi petani karena pembayaran pupuk dapat dilakukan setelah panen nanti. Paket pemberian pupuk ini termasuk ke dalam paket peminjaman natura saprodi sebagai pengganti pinjaman uang tunai dari dana BLM PUAP maupun kas Gapoktan. Pemberian pinjaman ini tidak dapat dilakukan setiap saat karena jumlah dana kas dan dana PUAP yang terbatas, sementara petani yang menginginkan pinjaman jumlahnya banyak. Akan tetapi pihak Gapoktan selalu mempertimbangkan prioritas kebutuhan petani dan berupaya untuk adil kepada semua petani anggota. Fasilitas ini cukup membantu bagi petani anggota Gapoktan yang mengalami keterbatasan modal. 6.2.3. Penggunaan Benih Benih merupakan komponen input produksi utama yang hidup dan menjadi fokus kegiatan budidaya sayuran. Banyak sedikitnya kebutuhan benih dipengaruhi oleh besar kecilnya lahan yang akan digunakan untuk kegiatan budidaya. Pada kegiatan usahatani sayuran oleh petani responden umumnya bibit sayuran yang digunakan masih dalam bentuk benih. Adapun jenis sayuran yang biasa ditanam oleh petani responden antara lain cabai, buncis, caisin, kacang panjang, kapri, terung, tomat, jagung sayur, dan kacang edamame, ketimun Berdasarkan data pada Tabel 30, diketahui bahwa sayuran yang paling banyak diusahakan oleh petani antara lain cabai, buncis, caisin, dan kacang panjang. Benih diperoleh petani melalui pembelian langsung di toko penjualan benih terdekat maupun di Gapoktan Rukun Tani. Beberapa petani responden yang memiliki keterbatasan modal mengusahakan benih sayuran milik sendiri dari hasil panen sebelumya. Benih yang diusahakan sendiri memiliki kualitas yang lebih rendah dibandingkan benih beli. Hal ini dikarenakan benih/bakal anakan (filial secara morfologis) memiliki sifat yang berbeda dengan tanaman induknya serta kualitas yang lebih rendah. Ditambah pula dengan keterbatasan ilmu petani dalam menyeleksi benih yang akan digunakan.

76

6.2.4. Penggunaan Tenaga Kerja Tenaga kerja merupakan pelaku atau pelaksana dari seluruh proses dan kegiatan usahatani sehingga keberadaannya mutlak harus ada. Penggunaan tenaga kerja umumnya dibedakan menjadi Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) dan Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK). Tenaga Kerja Dalam Keluarga sering tidak diperhitungkan nilainya oleh petani karena dianggap bukanlah komponen yang perlu dimasukkan ke dalam usahatani karena petani umumnya tidak mengeluarkan upah atau biaya untuk tenaga kerja jenis ini. Sementara itu, petani akan sangat memperhitungkan penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga karena banyak sedikitnya penggunaan tenaga kerja jenis ini per satuan HOK berpengaruh terhadap pengeluaran usahatani. Tenaga Kerja dibagi menjadi dua yaitu tenaga kerja laki-laki dan perempuan. Tenaga kerja laki-laki umumnya mengerjakan pekerjaan yang berat seperti persiapan lahan, pemupukan dan pengangkutan hasil panen, sedangkan tenaga kerja wanita untuk pekerjaan yang ringan seperti penanaman, pemeliharaan, dan pemanenan. Rata-rata penggunaan tenaga kerja oleh petani per hektar per tahun untuk tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) yaitu 45,09 HOK untuk petani anggota Gapoktan dan 41,34 HOK untuk petani bukan anggota Gapoktan. Sedangkan untuk tenga kerja luar keluarga (TKLK) sebesar 55,36 HOK untuk petani anggota Gapoktan dan 48,51 HOK untuk petani bukan anggota Gapoktan. Penggunaan TKLK yang lebih besar oleh petani anggota dimungkinkan karena rata-rata usia petani responden anggota Gapoktan lebih tua atau berusia lanjut sehingga kurang produktif dan kesulitan dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan di lahan terutama untuk kegiatan yang berat. Untuk memperlancar kegiatan usahatani, responden menggunakan jasa buruh tani untuk membantunya. Disamping itu, lokasi lahan yang jauh dari rumah yaitu berada di kaki Gunung Pangrango, menyebabkan petani yang berusia sudah tua kesulitan dalam menjangkau lokasi lahan. 6.2.5. Penggunaan Obat-Obatan Penggunaan obat-obatan bertujuan untuk mencegah atau menanggulangi hama dan penyakit tanaman yang sering menyerang tanaman yang sedang dibudidayakan oleh petani. Seperti halnya pupuk, penggunaan obat-obatan pada kondisi ideal atau normal mampu secara efektif mencegah dan menanggulangi hama dan penyakit tanaman. Akan tetapi, penggunaan diluar ambang batas kebutuhan justru menyebabkan hama dan penyakit tanaman menjadi kebal (resisten) dan membahayakan baik bagi tanaman yang dibudidayakan maupun kesehatan bagi petani yang melakukan penyemprotan dan konsumen yang mengonsumsi sayuran. Adapun jenis obat-obatan yang biasa digunakan petani responden untuk usahatani sayuran antara lain Duracon, Anthracol, Supergro B dan D, Gandasil B dan D, Winder, Lanet, Detan, dan Decis. Obat-obatan tersebut ada yang berbentuk padatan dan ada yang berbentuk cair. Hampir semua responden menggunakan obat-obatan, terdapat dua petani responden yang tidak menggunakan obat-obatan sama sekali. Beberapa kondisi yang diduga menjadi alasan petani yang bersangkutan tidak menggunakan obat-obatan diantaranya: (1) keterbatasan modal untuk akses obat-obatan, (2) petani tersebut menginginkan budidaya sayuran organik, atau (3) sayuran hasil panen untuk konsumsi sendiri.

77

6.2.6. Penggunaan Peralatan Usahatani Dalam menjalankan kegiatan usahatani, petani memerlukan peralatan pertanian penunjang yang akan memperlancar dan membantu aktivitas petani, terutama ketika berada di lahan. Peralatan-peralatan yang dimiliki oleh masingmasing petani umumnya merupakan peralatan pertanian tradisional. Sedangkan peralatan mekanis yang semi modern hingga modern biasanya tidak dimiliki secara individu melainkan kelompok. Keterjangkauan terhadap peralatan pertanian tradisional ditambah dengan kebutuhan yang mendesak untuk pelaksanaan kegiatan pertanian, maka keberadaan peralatan ini mutlak harus dipenuhi oleh petani. Sementara untuk peralatan mekanis semi modern hingga modern, petani belum mampu menjangkau karena harganya yang mahal. Untuk mendatangkan peralatan semi modern hingga modern ini biasanya petani meminjam dengan sistem sewa kepada pihak yang memiliki peralatan tersebut. Adapun beberapa peralatan pertanian yang umum dimiliki oleh petani seperti cangkul, kored, golok, dan sabit. Peralatan yang digunakan ini akan berpengaruh terhadap biaya total usahatani yang dikeluarkan oleh petani karena mengandung biaya penyusutan. Biaya penyusutan ini termasuk ke dalam biaya yang diperhitungkan sehingga berpengaruh terhadap biaya total usahatani. Besarnya biaya penyusutan peralatan yang dikeluarkan petani selama satu tahun pada Tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 32. Penghitungan nilai penyusutan ini dengan menggunakan metode garis lurus antara nilai beli peralatan dan umur teknis peralatan tersebut. Tabel 32. Rata-Rata Biaya Penyusutan Peralatan Per Tahun pada Usahatani Sayuran di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Tahun 2012 Rata-rata No

Jenis Peralatan

Rata-rata Jumlah Kepemilikan

Total Harga (Rp)

Umur Pakai (thn)

1

Cangkul

50.000

2

Non Anggota Gapoktan 2

2

Kored

20.000

1

2

20.000

40.000

2

10.000

20.000

3

Golok

100.000

1

1

100.000

100.000

2,5

40.000

40.000

4

Sabit

20.000

2

3

40.000

60.000

2,5

16.000

24.000

260.000

300.000

116.000

134.000

Jumlah

6.3.

Harga Beli (Rp)

Anggota Gapoktan

100.000

Non Anggota Gapoktan 100.000

2

Biaya Penyusutan/tahun (Rp/tahun) Non Anggota Anggota Gapoktan Gapoktan 50.000 50.000

Anggota Gapoktan

Pengeluaran/Biaya Usahatani Pengeluaran usahatani merupakan keseluruhan biaya yang dikeluarkan petani selama menjalankan kegiatan usahatani baik yang berhubungan langsung dengan proses produksi maupun yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi. Biaya ini dimulai dari biaya awal kegiatan usahatani seperti persiapan lahan dan input produksi lainnya hingga biaya pendistribusian hasil panen sampai ke tempat penjualan akhir. Keseluruhan biaya ini meliputi biaya persiapan lahan, pengadaan benih, biaya pengadaan pupuk dan obat-obatan, biaya tenaga kerja, biaya pemanenan, dan biaya pasca panen meliputi biaya pengangkutan, biaya sortir/grading, dan biaya lain. Rata-rata pengeluaran usahatani petani responden per hektar per tahun sebesar Rp 15.543.070 untuk petani anggota Gapoktan dan Rp 14.384.189 untuk

78

petani bukan anggota Gapoktan. Adapun rincian biaya pada kegiatan usahatani sayuran yang dikeluarkan oleh petani responden dapat dilihat pada Tabel 33. Berdasarkan data pada Tabel 33, diketahui bahwa petani anggota Gapoktan lebih banyak mengeluarkan biaya untuk biaya pembelian benih disusul berikutnya secara berturut-turut yaitu biaya lahan, pembelian pupuk kimia, pengadaan pupuk kandang, pembelian obat-obatan, upah tenaga kerja luar keluarga, dan pengeluaran pada biaya diperhitungkan. Sedangkan petani bukan anggota Gapoktan mengeluarkan biaya terbesar untuk biaya pembelian benih, biaya lahan, pembelian pupuk kimia, pembelian obat-obatan, pengeluaran pada biaya diperhitungkan, upah tenaga kerja luar keluarga, dan terakhir pembelian pupuk kandang. Perbedaan pengeluaran biaya ini menunjukkan perbedaan cara pandang masing-masing petani terhadap pengaruh penggunaan faktor-faktor produksi dalam kegiatan usahatani sayuran. Biaya benih disini bukan untuk satu jenis benih sayuran saja, melainkan biaya benih dari seluruh sayuran yang dibudidayakan petani responden selama satu tahun, dimana tidak setiap petani menanam sayuran dengan jenis yang sama, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan benih berbeda antara satu petani dengan petani yang lain. Perbedaan biaya yang sangat terlihat adalah pada biaya pengadaan pupuk kandang, biaya lahan, dan biaya diperhitungkan. Pengadaan pupuk kandang oleh petani bukan anggota Gapoktan bahkan hanya sekitar 50 persen dari total pupuk kandang yang dipakai oleh petani anggota Gapoktan. Sedangkan biaya lahan dan biaya diperhitungkan lebih banyak dikeluarkan oleh petani bukan anggota Gapoktan. Biaya lahan yang lebih besar yang harus dikeluarkan oleh petani bukan anggota Gapoktan dikarenakan sebagian besar petani melakukan kegiatan budidaya sayuran diatas lahan sewa atau gadai.

79

Tabel 33. Biaya-Biaya yang Dikeluarkan pada Usahatani Sayuran Per Hektar Per Tahun di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Tahun 2012 Rincian Biaya Biaya Tunai Biaya Lahan Total Biaya Lahan Persentase (%) Biaya Pupuk Kandang Total Biaya Pupuk Kandang Persentase (%) Biaya Pupuk Urea Biaya Pupuk TSP Biaya Pupuk KCL Biaya Pupuk NPK Biaya Pupuk Lainnya Total Biaya Pupuk Kimia Persentase (%) Biaya Benih Cabai Biaya Benih Buncis Biaya Benih Caisin Biaya Benih Kacang Panjang Biaya Benih Kapri Biaya Benih Terung Biaya Benih Tomat Biaya Benih Jagung Sayur Biaya Benih Kacang Edamame Biaya Benih Timun Total Biaya Benih Persentase (%) Biaya Tenaga Kerja Luar Keluarga Total Biaya Tenaga Kerja Luar Keluarga Persentase (%) Biaya Obat padat Biaya Obat cair Total Biaya Obat Persentase (%) Total Biaya Tunai Persentase (%) Biaya Diperhitungkan Biaya Tenaga Kerja Dalam Keluarga Biaya Pasca Panen Biaya Penyusutan Peralatan Total Biaya Diperhitungkan Persentase (%) Jumlah Total Biaya Persentase (%)

Petani Anggota Gapoktan

Rata-Rata Nilai (Rupiah) Petani Bukan Anggota Gapoktan

Rata-rata

2.134.122 2.134.122 13,73 1.388.462 1.388.462 8,93 544.944 175.334 340.559 380.954 306.655 1.748.446 11,25 1.748.671 980.034 271.496 1.750.163 37.500 1.180.879 459.167 60.000 0 381.166 6.869.076 44,19

2.526.977 2.526.977 17,57 702.508 702.508 4,88 511.938 249.638 318.566 411.337 167.064 1.658.543 11,53 1.415.863 517.500 924.202 834.762 87.662 113.095 836.255 332.143 114.286 328.235 5.600.432 38,93

2.330.549,50 2.330.549,50 15,57 1.045.485 1.045.485 6,99 528.441 212.486 329.562,50 396.145,50 236.859,50 1.703.495,00 11,38 1.582.267 748.767 597.849 1.292.462 62.581 646.987 647.711 196.071 57.143 354.701 6.234.754 41,67

1.071.175

957.488

1.014.331,50

1.071.175 6,89 553.574 789.784 1.343.358 8,64 14.554.639 93,64

957.488 6,66 969.768 633.216 1.602.984 11,14 13.048.932 90,72

1.014.333 6,78 761.671 711.500 1.473.171 9,85 13.801.787,50 92,24

824.331 48.100 116.000 988.431 6,36 15.543.070 100

844.328 356.928,57 134.00 1.335.257 9,28 14.384.189 100

834.330 202.514,29 125.000 1.161.844 7,76 14.963.632 100

80

Penerimaan Usahatani Penerimaan usahatani yang diterima petani responden bersumber dari satu faktor tunggal yaitu penjualan hasil panen sayuran. Pada penelitian ini jumlah penerimaan yang hitung adalah penerimaan petani per hektar per tahun selama satu tahun yaitu Tahun 2012. Penerimaan merupakan jumlah total hasil produksi dikalikan jumlah harga yang berlaku untuk masing-masing jenis sayuran. Hasil produksi sayuran rata-rata yang dihasilkan oleh petani anggota per hektar per tahun adalah sebesar 54.251 Kg dan harga jual rata-rata dalam satu tahun sebesar Rp 3.239. Tingkat harga ini bukan harga satu jenis komoditi, melainkan rata-rata harga dari seluruh jenis sayuran yang ditanam petani selama tahun 2012. Sedangkan petani bukan anggota mendapatkan total produksi sebesar 58.511 Kg dan harga rata-rata Rp 3.166. Sayuran hasil panen pada umumnya dijual oleh petani ke Gapoktan Rukun Tani, pedagang pengumpul, pemborong, atau langsung dijual sendiri ke pasar. Masing-masing pilihan dalam saluran pemasaran memiliki kekurangan dan kelebihan. Apabila petani menjual sayuran ke Gapoktan, petani diuntungkan dengan tidak menanggung biaya pasca panen karena kegiatan setelah pemanenan menjadi beban Gapoktan. Sementara itu, pemborong membeli sayuran saat sayuran masih dilahan, biaya pasca panen juga menjadi tanggungan pemborong. Akan tetapi, kelemahan menjual dengan pemborong adalah penetapan harga yang tidak didasarkan pada kondisi berat aktual sayuran per satuan kilogram, melainkan didasarkan pada perkiraan pemborong terhadap harga dan jumlah total sayuran yang dihasilkan ketika masih dilahan. Pembayaran pun tidak selalu tunai, sering ada penundaan pembayaran atau pembayaran tidak dilakukan selama satu kali. Adapun jika petani menjual hasil panen ke pedagang pengumpul maupun menjual langsung ke pasar, petani masih harus menanggung biaya pasca panen meliputi biaya kuli panggul dan pengangkutan dari lahan ke tempat pengumpul, dan biaya pengangkutan, pajak pasar, uang kebersihan, pungutan liar lainnya, uang makan, dan biaya tak terduga lainnya jika petani menjua sendiri ke pasar. Ditambah pula, jika petani melakukan kegiatan sortir/grading yang membutuhkan biaya tambahan untuk memberi upah kepada tenaga penyortir/penyeleksi sayuran. Adapun jumlah produksi, harga, dan penerimaan usahatani sayuran yang diterima petani responden per hektar per tahun pada tahun 2012 ditunjukkan oleh Tabel 34. Penerimaan usahatani yang diperoleh petani responden dalam waktu satu tahun yaitu Tahun 2012 rata-rata sebesar Rp 154.699.148 untuk petani anggota Gapoktan dan sebesar Rp 157.907.025 untuk petani bukan anggota Gapoktan. Adapun rincian penerimaan petani responden untuk setiap jenis sayuran per hektar per tahun dapat dilihat pada Lampiran 5 dan Lampiran 6. 6.4.

81

Tabel 34. Rata-Rata Jumlah Produksi, Harga, dan Penerimaan Usahatani Sayuran Per Hektar Per Tahun di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Tahun 2012

Jenis Sayuran

Rata-Rata Harga Per Kilogram Per Tahun (Rp/Kg) Bukan Anggota Anggota Gapoktan Gapoktan 7.625 6.056 2.793 2.533 2.045 1.417 2.787 3.900 10.000 6.000 1.980 1.750 1.583 2.000 1.800 1.500 0 5.000 1.780 1.500

Cabai Buncis Caisin Kacang Panjang Kapri Terung Tomat Jagung Sayur Kacang Damame Timun Rata-Rata Produksi dan 3.239 3.166 Harga Jumlah Produksi Total Penerimaan Per Hektar Per Tahun (Rp) Anggota Gapoktan Bukan Anggota Gapoktan

6.5.

Rata-Rata Petani

Rata-Rata Produksi Per Tahun (Kg/Tahun)

Rata-Rata Petani

6.840 2.663 1.731 3.343 8.000 1.865 1.792 1.650 2.500 1.640

5.711 7.388 9.878 9.697 83 5.637 13.167 350 0 2.339

Bukan Anggota Gapoktan 8.029 7.348 14.443 4.333 293 3.857 15.238 982 179 3.810

3.202

5.425

5.851

5.638

54.251

58.511

56.381

(Rp/Kg)

Anggota Gapoktan

(Kg/Tahun) 6.870 7.368 12.161 7.015 188 4.747 14.202 666 89 3.074

154.699.148 157.907.025

Pendapatan Usahatani Pendapatan usahatani mengukur seberapa menguntungkan kegiatan usahatani yang dilakukan dengan membandingkan total penerimaan dengan biayabiaya yang dikeluarkan selama kegiatan usahatani berlangsung. Pendapatan usahatani yang dilihat pada penelitian ini adalah pendapatan usahatani per hektar per tahun yaitu selama tahun 2012, dengan membandingkan pendapatan usahatani petani anggota Gapoktan dan petani bukan anggota Gapoktan. Besarnya pendapatan usahatani masing-masing petani dapat dilihat pada Tabel 35. Pendapatan merupakan pengurangan dari total penerimaan dengan biaya tunai dan biaya diperhitungkan yang dikeluarkan oleh petani selama melakukan kegiatan usahatani sayuran. Perhitungan dilakukan untuk pendapatan usahatani per hektar per tahun untuk semua jenis sayuran yang dibudidayakan selama satu tahun tersebut. Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 35, diketahui bahwa pendapatan yang diterima oleh petani bukan anggota Gapoktan lebih besar daripada petani anggota Gapoktan. Hal ini dikarenakan pengeluaran usahatani petani anggota lebih besar daripada petani bukan anggota Gapoktan. Sementara itu, hasil produksi yang diterima oleh petani anggota Gapoktan tidak sebaik jumlah produksi yang diterima petani bukan anggota Gapoktan. Meskipun ratarata harga yang diterima petani anggota Gapoktan lebih baik, namun biaya yang dikeluarkan oleh petani terlalu besar, sehingga mengurangi pendapatan total yang seharusnya diterima petani. Disamping itu, petani anggota Gapoktan mendapatkan hasil produksi tidak sebaik petani bukan anggota Gapoktan sehingga penerimaan total dari hasil produksi dikalikan harga yang berlaku untuk masing-masing sayuran lebih kecil jika dibandingkan dengan petani bukan anggota Gapoktan.

82

Tabel 35. Rata-Rata Pendapatan Usahatani Sayuran Per Hektar Per Tahun di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Tahun 2012 Komponen Total Penerimaan (a) Biaya Tunai (b) Biaya Diperhitungkan (c) Biaya Total Usahatani (d = b + c ) Pendapatan atas Biaya Tunai (a - b) Pendapatan atas Biaya Total (a - d)

Rata-rata Nilai (Rupiah) Petani Anggota Petani Bukan Gapoktan Anggota Gapoktan 154.699.148 157.907.025 14.554.639 13.048.932 988.431 1.335.257

Rata-rata 156.303.087 13.801.787,50 1.161.844

15.543.070

14.384.189

14.963.632

140.144.509

144.858.093

142.501.299

139.156.078

143.522.836

141.339.455

Penggunaan input yang besar namun tidak diimbangi dengan produksi yang baik menunjukkan tidak efisiennya kegiatan usahatani yang dilakukan. Hal ini diduga terjadi karena : (1) penggunaan input-input produksi berlebihan, terutama pupuk dan obat-obatan yang justru memberikan pengaruh negatif kepada lahan budidaya, dan (2) pengelolaan yang kurang baik oleh petani anggota Gapoktan dari segi teknis budidaya, sehingga kegiatan usahatani menjadi kurang optimal. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil wawancara kepada pengurus Gapoktan, didapatkan keterangan-keterangan pendukung tentang faktorfaktor yang menyebabkan hasil produksi petani anggota Gapoktan lebih rendah dibandingkan petani bukan anggota Gapoktan. Faktor-faktor tersebut antara lain: (1) penggunaan input-input produksi yang berlebihan oleh petani anggota Gapoktan yang menyebabkan jarak tanam dan ruang tumbuh bagi tanaman menjadi tidak teratur dan kurang baik bagi tanaman. Pengurus Gapoktan menyampaikan dari 20 petani anggota yang bertindak sebagai responden, semua petani mengambil input pertanian dari Gapoktan. Gapoktan selalu memberikan batasan untuk setiap pengambilan input produksi yang disesuaikan dengan kebutuhan lahan. Akan tetapi, petani tidak berkenan mengikuti arahan dari Gapoktan dengan mengambil input lebih banyak dari yang seharusnya dibutuhkan, dengan alasan lebih baik berlebih daripada kekurangan. Saat pengaplikasian dalam penebaran benih pada umumnya petani anggota Gapoktan yang mengambil benih dari Gapoktan mengalami kelebihan benih, namun karena terdapat kerugian jika benih yang tersisa dibuang, maka benih ditanam semua pada lahan yang sama, sehingga terjadi kompetisi ruang tumbuh bagi calon tanaman maupun tanaman saat dewasa. Faktor yang kedua (2) yaitu banyak sayuran dari petani anggota yang terserang hama dan penyakit. Hal ini diakui oleh pengurus Gapoktan dengan seringnya pihak Gapoktan menerima keluhan akan kehadiran hama dan penyakit yang menyerang areal budidaya sayuran petani anggota. Faktor yang ketiga (3) yaitu petani anggota umumnya berusia lanjut sehingga kurang produktif dalam menjalankan kegiatan usahatani. Hal ini juga diakui oleh pengurus Gapoktan, karena banyak petani anggota yang memanfaatkan jasa tenaga kerja yang disediakan oleh Gapoktan untuk meringankan pekerjaan di lahan terutama pekerjaan yang cukup berat dalam kegiatan usahatani. Gapoktan menyediakan

83

cukup banyak jasa tenaga kerja buruh tani yang terdiri dari karyawan Gapoktan maupun petani yang biasa dimintai bantuan oleh Gapoktan dari desa lain. Adanya kemudahan dalam memperoleh jasa tenaga kerja ini mengakibatkan penggunaan tenaga kerja luar keluarga oleh petani anggota jumlahnya jauh lebih banyak. Pengelolaan yang kurang baik terkait teknis budidaya oleh petani anggota Gapoktan juga disebabkan oleh kurangnya kegiatan bimbingan, pelatihan, dan penyuluhan baik oleh pihak Gapoktan maupun penyuluh yang bertugas. Bahkan saat ini penyuluh yang seharusnya bertugas untuk wilayah Desa Citapen sudah tidak pernah hadir lagi untuk memberikan penyuluhan. Penyuluhan maupun pelatihan-pelatihan seperti sekolah lapang dan kegiatan kunjungan juga hanya Gapoktan berikan kepada pengurus inti masing-masing kelompok tani, baru jika terdapat kuota yang belum terpenuhi anggota biasa dapat masuk dan ikut untuk memenuhi kuota yang kosong. Hal ini menjadi salah satu alasan petani responden kurang merasakan kegiatan bimbingan, pelatihan, dan penyuluhan kepada petani anggota. Tujuan dari pengurus Gapoktan dengan hanya melibatkan pengurus inti masing-masing kelompok tani adalah agar nantinya masing-masing pengurus inti kelompok tani yang akan menyampaikan pelatihan lanjutan kepada masingmasing anggotanya. Akan tetapi, fakta dilapangan belum menunjukkan keberhasilan dari penerapan sistem tersebut. Gapoktan Rukun Tani dalam hubungannya sebagai mitra tani memberikan fasilitas yang lebih banyak berkaitan dengan pelayanan penyediaan input produksi dan pasca panen. Kegiatan yang berkaitan langsung dengan proses budidaya tidak terlalu banyak menonjol sehingga petani tidak terlalu dapat melihat peran Gapoktan dalam membantu kegiatan budidaya sayuran mereka di lahan. Kegiatan penyuluhan dan bimbingan teknis yang berkaitan langsung dengan kegiatan budidaya di lahan justru menjadi pelayanan yang masih kurang dirasakan keberadaannya oleh petani anggota. Adapun kegiatan penyuluhan yang sering diberikan oleh dinas terkait, juga lebih banyak memfokuskan pada tanaman pangan, penyuluhan untuk hortikultura khususnya sayuran masih jarang. Pelayanan atau fasilitas lain yang diberikan oleh Gapoktan adalah penyediaan sarana pengangkutan hasil panen dan penjaminan pasar dan harga bagi sayuran hasil panen petani. Fungsi ini sangat nampak dan dirasakan oleh petani anggota. Fungsi ini juga diperkuat dengan hasil perhitungan pendapatan diatas, dimana untuk biaya diperhitungkan terutama biaya pasca panen, petani anggota Gapoktan jauh lebih kecil dibandingkan petani bukan anggota Gapoktan. Hal serupa juga berlaku untuk harga sayuran, dimana mayoritas harga sayuran yang diterima petani anggota Gapoktan lebih besar dibandingkan petani bukan anggota Gapoktan. Prinsip Gapoktan yang tidak ingin mengambil keuntungan banyak dari penetapan harga jual kecuali untuk keperluan pembayaran karyawan dan fasilitas pengangkutan, membuat petani menerima harga hampir serupa dengan harga di Pasar Induk TU Kemang Bogor, tempat dimana Gapoktan menjual sayuran petani anggota selanjutnya. Fasilitas ini tentunya membantu petani memperlancar kegiatan usahataninya. 6.6.

Analisis R/C Rasio Dalam melaksanakan kegiatan usahatani petani harus mendapatkan rasio/imbangan antara total penerimaan dan total biaya yang dikeluarkan harus lebih besar dari satu. Jika nilai R/C kurang dari satu petani akan mengalami

84

kerugian karena hal ini menunjukkan biaya yang dikeluarkan oleh petani lebih besar daripada total penerimaan yang diterima petani. Nilai R/C rasio juga digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan petani yaitu dengan mengukur besarnya Rupiah pengembalian dari setiap satu Rupiah yang dikeluarkan petani. Nilai R/C rasio masing-masing petani responden baik anggota maupun bukan anggota Gapoktan dapat dilihat pada Tabel 36. Berdasarkan data pada Tabel 36, diketahui bahwa nilai R/C atas biaya tunai untuk petani anggota Gapoktan yaitu sebesar 10,63 lebih kecil dibandingkan petani bukan anggota Gapoktan yaitu sebesar 12,10. Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan usahatani petani bukan anggota Gapoktan lebih maksimal dan lebih produktif. Hal ini dimungkinkan adanya pengelolaan yang lebih baik karena rata-rata petani bukan anggota Gapoktan berusia lebih muda sehingga lebih produktif serta pengusahaan lahan yang lebih luas sehingga memungkinkan penggunaan input-input usahatani per satuan luas lahan secara lebih efisien. Kondisi ini juga didukung dengan ratarata penggunaan input-input produksi per hektar per tahun, dimana petani bukan anggota Gapoktan lebih hemat dibandingkan petani anggota Gapoktan. Begitu pula untuk R/C atas biaya total dimana petani anggota Gapoktan juga lebih kecil jika dibandingkan petani bukan anggota Gapoktan, yaitu sebesar 9,95 lebih kecil dari petani bukan anggota Gapoktan yaitu sebesar 10,98. Selisih nilai R/C rasio antara petani anggota Gapoktan dengan petani bukan anggota Gapoktan untuk biaya total tidak sebesar selisih nilai R/C rasio pada biaya tunai. Hal ini dikarenakan untuk biaya diperhitungkan yang juga merupakan komponen dari biaya total, petani bukan anggota Gapoktan mengeluarkan biaya diperhitungkan lebih besar daripada petani anggota Gapoktan. Petani anggota lebih hemat dalam pengeluaran biaya diperhitungkan terutama untuk biaya pasca panen dimana fasilitas pengangkutan sudah menjadi tanggungan Gapoktan. Sedangkan petani bukan anggota Gapoktan, justru harus mengeluarkan biaya cukup besar pada biaya diperhitungkan terutama biaya pengangkutan dikarenakan semua beban pasca panen masih menjadi tanggungan petani. Adanya fasilitas pengangkutan serta keterjaminan pasar dan harga membuat petani anggota Gapoktan tidak khawatir dalam melakukan penjualan sayurannya. Sayuran hasil panen diangkut oleh mobil pick up milik Gapoktan dari lokasi panen ke Gapoktan, dan transaksi pembayaran hasil panen dapat langsung dilakukan. Informasi harga yang transparan juga membantu petani mengetahui fluktuasi harga sayuran yang terjadi setiap harinya. Tabel 36. Rata-Rata Nilai R/C Rasio Usahatani Sayuran Per Hektar Per Tahun di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Tahun 2012

Komponen Total Penerimaan (a) Biaya Tunai (b) Biaya Diperhitungkan (c) Biaya Total Usahatani (d = b + c ) R/C atas biaya tunai R/C atas biaya total

Rata-rata Nilai (Rupiah) Petani Anggota Petani Bukan Gapoktan Anggota Gapoktan 154.699.148 157.907.025 14.554.639 13.048.932 988.431 1.335.257

Rata-rata 156.303.086,5 13.801.787,50 1.161.844

15.543.070

14.384.189

14.963.632

10,63 9,95

12,10 10,98

11,32 10,45

85

6.7.

Analisis Titik Impas (Break Event Point) Analisis titik impas perlu diketahui dalam analisis usahatani karena mengukur berapa rupiah minimal yang harus diterima petani per kilogram hasil panen agar kegiatan usahatani tidak mengalami kerugian atau minimal mampu menutupi biaya produksi. Titik impas diperoleh dengan menghitung total biaya yang digunakan dalam kegiatan usahatani dibandingkan dengan jumlah produksi yang dihasilkan petani. Data pada Tabel 37 menunjukkan rata-rata nilai titik impas petani responden dalam melaksanakan usahatani sayuran per hektar per tahun pada tahun 2012. Berdasarkan informasi pada Tabel 37, diketahui bahwa nilai BEP untuk petani anggota Gapoktan sebesar Rp 286,50/Kg lebih besar daripada petani bukan anggota Gapoktan yaitu sebesar Rp 245,84/Kg. Nilai BEP ini menunjukkan bahwa agar petani anggota Gapoktan tidak mengalami kerugian atau minimal biaya produksi tertutupi, harga rata-rata per kilogram sayuran per tahun minimal harus mencapai angka Rp 286,50/Kg. Sedangkan biaya produksi usahatani petani bukan anggota Gapoktan sudah dapat tertutupi pada harga rata-rata sayuran per hektar sebesar Rp 245,84/Kg pada tahun 2012. Nilai BEP yang lebih kecil yang diperoleh petani bukan anggota Gapoktan menunjukkan kegiatan usahatani yang dijalankan petani bukan anggota Gapoktan lebih maksimal dan lebih efsien karena petani mampu menekan biaya produksi dengan tanpa mengurangi kualitas hasil panen yang dihasilkan. Adapun petani anggota Gapoktan, penghematan terhadap penggunaan input-input produksi perlu dilakukan, terutama bagi tanaman yang ditanam dengan pola tanam tumpangsari. Tabel 37.

Rata-Rata Nilai Titik Impas (Break Event Point) Usahatani Sayuran Per Hektar Per Tahun di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Tahun 2012

Komponen Total Biaya Usahatani (Rp) (a) Total Produksi (Kg) (b) Nilai BEP (Rp/Kg) (c = a / b)

Petani Anggota Gapoktan

Rata-rata Nilai Petani Bukan Anggota Gapoktan

Rata-rata

15.543.070

14.384.189

14.963.632

54.251

58.511

56.381

286,50

245,84

265,40

Nilai BEP ini sudah dipenuhi oleh masing-masing petani baik petani anggota Gapoktan maupun petani bukan anggota Gapoktan karena harga rata-rata sayuran per kilogram per tahun yang diterima oleh petani lebih besar dari nilai titik impas/BEP yaitu sebesar Rp 3.239/Kg untuk petani anggota Gapoktan dan Rp 3.166/Kg untuk petani bukan anggota Gapoktan. Berdasarkan perhitungan nilai BEP, dapat diketahui bahwa usahatani sayuran yang dijalankan baik petani anggota maupun petani bukan anggota Gapoktan per hektar selama satu tahun pada tahun 2012 memberikan keuntungan yang cukup baik.

86

VII. PENILAIAN KINERJA KELEMBAGAAN GAPOKTAN RUKUN TANI DESA CITAPEN KECAMATAN CIAWI 7.1.

Penilaian Sikap Responden Terhadap Fasilitas Gapoktan Kelembagaan Gapoktan dikatakan penting keberadaannya apabila mampu memberikan manfaat bagi para anggotanya. Gapoktan Rukun Tani sebagai satusatunya Gapoktan yang berada di Desa Citapen mencoba memberikan manfaat kepada anggota melalui berbagai pemberian fasilitas dan kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota. Gapoktan Rukun Tani terdiri dari tujuh Kelompok Tani yang memiliki fokus pengembangan komoditi yang berbeda-beda. Penelitian ini mencoba untuk menganalisis peran Gapoktan dalam meningkatkan kesejahteraan petani sayuran. Oleh karena itu, tidak semua kelompok tani yang terhimpun dalam Gapoktan Rukun Tani dianalisis. Kelompok Tani yang menjadi fokus penelitian adalah Kelompok Tani Pondok Menteng dan Kelompok Tani Tani Jaya. Kedua kelompok tani ini memiliki fokus pengembangan terhadap komoditi sayuran karena sebagian besar anggota dari kelompok tani ini membudidayakan sayuran sebagai komoditas andalan usahatani yang dijalankan. Pengukuran tingkat kepentingan ini diketahui dari hasil wawancara dengan responden terhadap kinerja Gapoktan dalam memberikan faslitas yang dibutuhkan dan diharapkan oleh petani yang mampu mendukung dan memperlancar kegiatan usahataninya. Wawancara dilakukan secara mendalam kepada responden dari kedua kelompok tani untuk meminta tanggapan terhadap fasilitas yang diberikan oleh Gapoktan. Penilaian sikap responden terhadap indikator-indikator yang ingin diketahui pada penelitian ini dilakukan dengan skala likert. Berdasarkan hasil skala likert untuk penilaian sikap responden terhadap fasilitas yang diberikan oleh Gapoktan didapatkan nilai 330. Nilai 330 berada pada rentang skala nilai 267-372 dengan kategori “cukup baik”. Perhitungan skor untuk penilaian sikap responden terhadap fasilitas yang diberikan oleh Gapoktan dapat dilihat pada Lampiran 11. Berdasarkan hasil perhitungan skor terhadap fasilitas yang diberikan Gapoktan yang terlampir pada Lampiran 11, diketahui bahwa fasilitas yang paling dirasakan oleh petani anggota secara berturut-turut adalah informasi harga sayuran di tingkat petani yang transparan dan jelas, pembayaran hasil panen sayuran yang lancar, adanya bantuan pinjaman modal, selalu tersedianya fasilitas pengangkutan hasil panen, syarat masuk awal menjadi anggota yang mudah, dan kemudahan memperoleh input produksi dari Gapoktan. Sementara fasilitas yang masih kurang dirasakan oleh petani anggota dilihat dari hasil penilaian skor adalah harga input produksi yang masih sama dengan harga pasar, dan kegiatan bimbingan, pelatihan, dan penyuluhan oleh Gapoktan yang masih jarang dilakukan oleh Gapoktan. Adapun penjelasan untuk masing-maisng fasilitas yang diberikan Gapoktan adalah sebagi berikut: 1)

Syarat Masuk Awal Menjadi Anggota Gapoktan Berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil wawancara kepada petani maupun pengurus Gapoktan, syarat masuk awal menjadi anggota Gapoktan bukan merupakan hal yang sulit. Pengurus bahkan menyampaikan syarat utama ikut menjadi anggota Gapoktan adalah adanya kemauan. Sementara itu, dari sisi petani

87

menyampaikan bahwa masuk menjadi anggota Gapoktan tidak sulit karena tidak ada persyaratan yang memberatkan petani atau setiap persyaratan mampu dipenuhi oleh petani. Adapun persyaratan umum untuk menjadi anggota Gapoktan sesuai dengan persyaratan yang tercantum dalam kontrak atau kesepakatan anggota Gapoktan adalah sebagai berikut: a. Membayar Simpanan Pokok sebesar Rp 50.000,- sesuai dengan AD/ART dan anggota berhak mendapatkan kartu anggota Gapoktan. b. Membayar Simpanan Wajib sebesar Rp 5.000,- per bulan c. Petani terdaftar dalam keanggotaan kelompok tani yang tergabung dalam Gapoktan Rukun Tani. d. Membuat Rencana Usaha Anggota (RUA) komoditi yang akan diusahakan. e. Mengisi formulir pengajuan pinjaman BLM PUAP dilampiri fotokopy KTP dan Kartu Keluarga. f. Sanggup membayar jasa sebesar 1,8% per bulan. g. Sanggup membayar cicilan pinjaman disesuaikan dengan jenis usaha yang dibiayai berdasarkan kesepakatan anggota dengan pemberi pinjaman (konvensional/syariah). h. Waktu pengembalian pinjaman maksimal 10 bulan. i. Pemberian pinjaman modal BLM-PUAP kepada petani padi sawah, sayuran/hortikultura, dan peternak kelinci atau domba/kambing, diberikan dalam bentuk uang tunai atau dalam bentuk natura saprodi dan bakalan induk ternak yang nominalnya sesuai dengan paket pinjaman yang telah disepakati. j. Bagi anggota yang mendapatkan musibah (bencana alam, wabah serangan hama dan penyakit, atau gagal panen) pinjaman tetap menjadi tanggung jawab nasabah/anggota dan tidak dikenakan jasa. k. Apabila nasabah/anggota mengalami keterlambatan dalam pembayaran angsuran yang sudah jatuh tempo selama 3 bulan berturut-turut, maka ketua kelompok sebagai penjamin berkewajiban melakukan penagihan secara langsung kepada anggota yang bersangkutan, dan apabila yang bersangkutan masih tidak membayar, maka untuk selanjutnya tidak akan diberi pinjaman lagi. Persyaratan-persyaratan ini bagi petani yang bersungguh-sungguh ingin bergabung dengan Gapoktan Rukun Tani menyampaikan bahwa kesepakatan atau persyaratan tersebut termasuk persyaratan yang tidak sulit untuk dipenuhi, dengan catatan petani yang bersangkutan memiliki kemauan dan tanggungjawab. Berdasarkan perhitungan skor penilaian pada Lampiran 11, diketahui sebanyak 17 orang dari 20 responden menyatakan mudah untuk masuk menjadi anggota Gapoktan. 2)

Adanya Bantuan Pinjaman Modal dari Gapoktan Adanya bantuan pinjaman modal dari Gapoktan dan anggota mudah untuk mendapatkan pinjaman disampaikan oleh 15 orang dari 20 responden pada saat wawancara. Adanya bantuan pinjaman dari Gapoktan tidak terlepas dari adanya bantuan dana dari pemerintah kepada Gapoktan Rukun Tani berupa BLM PUAP, dimana selanjutnya dana ini digunakan oleh Gapoktan Rukun Tani sebagai unit usaha simpan pinjam kepada petani anggota yang pengelolaannya diserahkan kepada LKMA Gapoktan Rukun Tani. Bantuan pinjaman ini seperti yang tercantum dalam kesepatan anggota atau kontrak anggota adalah bantuan

88

pinjaman dalam bentuk uang tunai atau natura saprodi sesuai dengan jenis komoditi yang diusahakan. Disamping dana BLM PUAP, sumber lain yang juga digunakan dalam kegiatan simpan pinjam berasal dari kas Gapoktan dan pendapatan usaha Gapoktan yang tidak dibagikan saat pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU).

Pemberian pinjaman uang tunai

Pemberian pinjaman paket natura saprodi

Rapat Pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU)

Kegiatan transaksi simpan pinjam

Pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU)

Gambar 12. Pemberian Pinjaman Modal kepada Petani Anggota dan Pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) 3)

Kemudahan Memperoleh Input Produksi Gapoktan Rukun Tani yang memiliki fungsi unit sarana dan prasarana produksi juga menyediakan berbagai input produksi yang dibutuhkan oleh petani. Dalam menjalankan unit sarana dan prasana produksi ini, Gapoktan tidak menjalankan sendirian, melainkan bekerjasama dengan KUD setempat, sehingga input-input produksi yang diperlukan petani tidak disimpan atau ditempatkan di Sekretariat Gapoktan melainkan di KUD setempat. Dari 20 responden, 15 orang menyampaikan mudah mendapatkan input produksi dari Gapoktan. Input produksi ini bagi petani anggota Gapoktan tidaklah gratis, namun bagi petani yang sedang mengalami kesulitan pembayaran, petani dapat mengambil dulu saprodi yang dibutuhkan dan dibayarkan pada saat panen. 4)

Harga Input Produksi Input produksi yang disediakan oleh Gapoktan memiliki harga yang sama dengan harga input produksi di pasar. Harga yang sama ini dikarenakan Gapoktan tidak ingin mengalami kerugian akibat pengeluaran dana kas yang besar untuk

89

penyediaan input produksi. Disamping itu, Gapoktan tidak melakukan kerjasama dengan perusahaan pemasok atau penyedia input pertanian yang memungkinkan Gapoktan akan memperoleh harga input pertanian yang lebih murah. Gapoktan juga belum mampu memproduksi sendiri input pertanian yang dibutuhkan. Akan tetapi ke depan Gapoktan Rukun Tani dapat memproduksi beberapa input produksi secara mandiri, karena saat ini sedang dilakukan uji pembuatan beberapa obat-obatan tanaman hasil produksi Gapoktan Rukun Tani dengan salah satu pabrik pembuatan obat-obatam di daerah Ciawi.

Gambar 13. Uji Coba Pembuatan Obat Cair Sendiri oleh Pengurus Gapoktan Rukun Tani 5)

Bimbingan, Pelatihan, dan Penyuluhan Kepada Anggota Fasilitas bimbingan, pelatihan, dan penyuluhan kepada anggota secara gratis dan kontinyu adalah salah satu ciri yang perlu ditonjolkan oleh kelembagaan pertanian yang membedakan lembaga tersebut dengan lembaga yang lain. Gapoktan Rukun Tani sebagai salah satu kelembagaan pertanian juga melakukan fungsi yang sama. Akan tetapi fungsi dalam pemberian penyuluhan dan bimbingan ini belum sepenuhnya dirasakan manfaatnya oleh petani anggota. Hal ini ditunjukkan dari hasil wawancara dimana 9 orang dari 20 responden menyampaikan jarang dilaksanakan pelatihan dan bimbingan, dan 6 orang lainnya menjawab ada, namun intesitasnya masing perlu ditingkatkan. Beberapa responden bahkan menyampaikan tidak pernah mendapatkan undangan untuk mengikuti pelatihan dan bimbingan. Bimbingan dan pelatihan merupakan kegiatan yang sangat dibutuhkan oleh petani karena melalui kegiatan inilah petani anggota mengetahui budidaya dan pengelolaan usahatani yang baik, produktif, dan menghasilkan. Petani juga dapat mengaplikasikan teknis budidaya yang benar dan modern, penggunaan input-input produksi yang unggul, serta pencegahan dan penanggulangan hama dan penyakit tertentu. Sementara itu, pihak pengurus menyampaikan bahwa kegiatan pelatihan, bimbingan, dan penyuluhan sering dilakukan. Akan tetapi dari segi intensitas, pengurus mengakui apabila akhir-akhir ini kegiatan serupa jarang dilakukan. Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi yaitu: (1) petugas penyuluh yang seharusnya mendampingi Gapoktan Rukun Tani yang berasal dari BP3K Kecamatan Ciawi maupun BPK4 Kabupaten Bogor, akhirakhir ini jarang hadir ke Gapoktan Rukun Tani, (2) kegiatan bimbingan, pelatihan, dan penyuluhan dilakukan secara berkala dan bergantian untuk masing-masing kelompok tani dengan fokus komoditi yang berbeda-beda, sehingga intensitas pelatihan untuk masing-masing kelompok tani menjadi jauh rentang waktunya, (3)

90

tidak jarang pelatihan, sekolah lapang, maupun bimbingan dan penyuluhan disesuaikan dengan program yang sedang dicanangkan oleh pemerintahan terkait yang bekerjasama dengan Gapoktan, sehingga petani yang merasakan kegiatan bimbingan dan pelatihan adalah petani yang sedang mengusahakan komoditi yang sesuai dengan program pemerintahan tersebut, dan (4) pengurus Gapoktan sering mengeluhkan partisipasi anggota terutama dalam kehadiran pelatihan dan bimbingan, dimana tidak sedikit anggota tidak hadir, sementara pengurus dan pengisi materi telah siap. Bahkan tidak jarang petani anggota meminta balas jasa karena telah meninggalkan pekerjaannya di lahan dan menggantinya dengan mengikuti pelatihan dan bimbingan, padahal kegiatan tersebut diadakan dengan tujuan agar petani dapat mengambil manfaat dari kegiatan tersebut. 6)

Pembayaran Hasil Panen oleh Gapoktan Pembayaran hasil panen merupakan fasilitas utama yang mendasari keinginan petani sayuran di Desa Citapen bergabung dengan Gapoktan Rukun Tani. Petani tentu sangat menginginkan pembayaran yang lancar dengan harga yang sesuai sebagai hasil usaha yang dilakukan selama menjalankan kegiatan usahatani sayuran. Berdasarkan hasil wawancara, diperoleh informasi bahwa pembayaran hasil panen oleh Gapoktan kepada anggota dapat dikatakan lancar. Hal ini ditunjukkan oleh pernyataan 15 orang dari 20 responden yang menyampaikan pembayaran hasil panen oleh Gapoktan lancar dan dibayarkan secara tunai kepada anggota. Adapun jika Gapoktan tidak dapat membayar tunai dikarenakan dana kas habis, pembayaran akan dilakukan hari berikutnya di pagi hari, dimana sayuran dari petani seluruhnya telah terjual di pasar induk TU Kemang pada malam harinya. Pada saat dilangsungkan kegiatan transaksi, petani dapat memilih apakah akan mengambil seluruh uang pembayaran hasil panen, atau akan menyisihkan sebagian untuk ditabung. Beberapa petani yang masih memiliki tunggakan pinjaman kepada Gapoktan biasanya dilakukan pemotongan pembayaran hasil panen sesuai dengan kesepakatan.

Gambar 14. Kegiatan Transaksi Penjualan dan Pemasaran Hasil Panen ke Gapoktan 7)

Fasilitas Pengangkutan Hasil Panen Selalu tersedianya fasilitas pengangkutan hasil panen oleh Gapoktan juga merupakan fasilitas yang cukup disukai oleh petani. Berdasarkan hasil wawancara, 14 orang dari 20 responden menyatakan fasilitas pengangkutan hasil panen selalu tersedia dan disediakan oleh Gapoktan. Hal ini dikatakan cukup

91

menguntungkan bagi petani karena petani dapat melakukan penghematan pada biaya pengangkutan. Pengangkutan hasil panen bahkan menjadi pengeluaran pasca panen terbesar yang harus dikeluarkan oleh petani bukan anggota Gapoktan. Oleh karena itu, tersedianya fasilitas pengangkutan ini menjadi keuntungan tersendiri bagi petani anggota Gapoktan. Gapoktan menyediakan jasa pengangkutan berupa mobil pick up, dan gerobak motor untuk mengangkut sayuran hasil panen petani anggota. Kendaraan gerobak motor biasanya digunakan untuk mengangkut sayuran yang berasal dari gunung, dimana tidak memungkinkan dilakukan pengangkutan dengan mobil pick up karena kondisi jalannya yang sempit dan berkelok tajam. Sedangkan mobil pick up digunakan untuk mengangkut sayuran di dataran yang lebih rendah dan mengangkut sayuran untuk dijual di pasar induk TU Kemang, Bogor. Mobil Pick up merupakan aset Gapoktan Rukun Tani yang diberika oleh Counterpart Fund Second Kennedy Round (CF-SKR) yang merupakan lembaga pengembangan agribisnis hortikultura terpadu yang bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Hortikultura pada tahun 2008.

Gambar 15. Fasilitas Pengangkutan Hasil Panen yang Disediakan oleh Gapoktan 8)

Informasi Harga Sayuran di Tingkat Petani Informasi harga sayuran yang transaparan dan jelas tentu sangat penting bagi petani. Selain untuk mengetahui harga sayuran saat ini dan kecenderungannya ke depan, juga sebagai pedoman bagi petani untuk memutuskan akan menanam sayuran apa yang sesuai dengan harga saat ini sehingga petani tidak mengalami kerugian. Dalam pelaksanaan kegiatan dan kerjasamanya dengan petani, Gapoktan Rukun Tani terbuka dan transparan dengan harga yang yang diberikan, termasuk apabila terdapat petani yang ingin membandingkan harga sayuran yang diberikan Gapoktan dengan harga sayuran di pasar. Sebanyak 17 orang dari 20 responden mengatakan informasi harga sayuran yang diberikan Gapoktan transparan dan jelas. Gapoktan Rukun Tani berusaha memberikan fasilitas yang adil kepada anggotanya serta berusaha untuk tidak memberatkan anggota. Anggota juga tidak diwajibkan untuk membeli input-input pertanian dari Gapoktan, juga tidak dipaksa harus menjual hasil panennya ke Gapoktan, meskipun berdasarkan kontrak atau kesepakatan anggota Gapoktan, anggota harus menjual hasil panennya kepada Gapoktan karena dengan menjual hasil panen ke Gapoktan, anggota berkontribusi dalam pemupukan modal dan kas Gapoktan. Akan tetapi, sebagian besar petani anggota menjual hasil panennya ke Gapoktan karena

92

dianggap lebih menguntungkan dan lebih praktis dibandingkan menjual sayuran ke tempat atau pihak lain. Gapoktan Rukun Tani juga menyediakan layanan simpan pinjam kepada anggota yang ingin menabung maupun melakukan peminjaman dana dari Gapoktan. Sumber dana yang digunakan untuk memberikan pinjaman sebagaian besar adalah dana PUAP (Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan) dan sebagaian kecil dari tabungan anggota. Besar kecilnya jumlah pinjaman yang diberikan Gapoktan berbeda untuk masing-masing anggota. Hal ini dikarenakan Gapoktan memberikan pinjaman dengan mempertimbangkan beberapa faktor diantaranya: (1) jenis komoditi yang diusahakan, (2) kebutuhan petani yang mendesak, dan (3) lancar tidaknya perguliran dana. Faktor-faktor ini dipertimbangkan karena terdapat kebiasaan dari petani yang gemar meminjam tetapi sulit unuk mengembalikan. Berdasarkan hasil wawancara kepada responden, tidak semua responden menjawab pernah mendapatkan pinjaman dari Gapoktan. Bagi yang mendapatkan pinjaman pun besarnya pinjaman berbeda antara satu responden dengan responden yang lain. Sementara itu, hasil wawancara kepada salah satu pengurus yaitu manajer LKMA (Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis) Gapoktan Rukun Tani, didapatkan informasi bahwa tujuan dari Gapoktan sendiri yaitu mampu memberikan pinjaman secara adil dan merata kepada semua anggota. Akan tetapi, hal tersebut terhambat oleh dua faktor yaitu : (1) paradigma petani senang meminjam, tetapi susah mengembalikan, (2) perguliran dana macet di beberapa anggota sehingga dana kas Gapoktan untuk pelayanan jasa pinjaman menjadi berkurang. Hal ini menyebabkan terhambatnya proses pelayanan pinjaman kepada anggota yang lain yang juga ingin meminjam modal yang sama. Sampai saat ini tercatat sekitar Rp 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) dari Rp 200.000.000,(dua ratus juta rupiah) dana pinjaman yang dikucurkan Gapoktan, macet di petani anggota. Disamping itu, tidak sedikit petani anggota yang telah melakukan peminjaman baik terhadap modal maupun input-input produksi sayuran, tetapi menjual hasil panen bukan ke Gapoktan melainkan dijual sendiri ke pasar maupun ke pedagang pengumpul, sehingga Gapoktan tidak dapat melakukan pemotongan pembayaran hasil panen untuk pembayaran pinjaman dan input produksi karena anggota menjual ke tempat lain. Masalah lain yang juga diakui oleh pengurus Gapoktan dalam penyaluran dana pinjaman khususnya dana BLM PUAP maupun masalah-masalah yang lain dalam pelaksanaan kemitraan dengan petani adalah : (1) paradigma petani terhadap BLM (Bantuan Langsung Masyarakat) adalah dana hibah yang tidak harus digulirkan masih tinggi. Solusi yang dilakukan oleh pihak Gapoktan dalam hal ini yaitu dengan melakukan sosialisasi kepada anggota tentang tujuan penyaluran BLM PUAP, melakukan pendekatan personal, dan penyusunan kesepakatan/aturan main (yang kemudian menjadi kontrak atau kesepakatan anggota). Masalah yang kedua (2) adalah unit-unit usaha yang ada di Gapoktan belum berjalan secara optimal. Solusi yang diambil Gapoktan dalam hal ini yaitu dengan melakukan optimalisasi unit usaha secara bertahap dimulai pemahaman secara tupoksi (tugas pokok fungsi) masing-masing unit usaha otonom. Masalah yang ketiga (3) adalah masih banyak pengajuan kredit anggota yang belum terealisasi. Masalah ini juga yang kemudian dirasakan oleh petani anggota berdasarkan hasil wawancara di lapangan. Solusi yang diambil oleh pihak

93

Gapoktan untuk mengatasi hal ini yaitu dengan membuat skala prioritas atau daftar tunggu pengajuan kredit dari anggota. Gapoktan Rukun Tani menerapkan harga beli sayuran kepada anggota sama dengan harga pasar karena Gapoktan menjual sayuran lebih lanjut ke pasar induk TU Kemang Bogor. Gapoktan tidak menerapkan harga beli lebih tinggi dari pasar karena Gapoktan tidak ingin mengalami kerugian, karena beban biaya pasca paen juga sudah menjadi tanggungan Gapoktan. Harga yang ditetapkan ini pun sudah cukup menguntungkan bagi petani karena petani mendapatkan harga yang sama dengan harga pasar maupun harga di pedagang pengumpul, tetapi petani diuntungkan dengan tidak menanggung biaya pasca panen. Pada umumnya petani baik anggota maupun bukan anggota harus menanggung biaya pasca panen berupa biaya pengangkutan sayuran dan lokasi lahan ke rumah dan dari rumah ke pedagang pengumpul atau pasar, menanggung biaya sortir/grading jika ada, retribusi dan pajak serta pungutan liar lain apabila dijual di pasar, serta biaya konsumsi dan akomodasi lain. Sementara itu, jika petani menjual hasil panen ke Gapoktan, Gapoktan akan menjemput hasil panen langsung ke lokasi lahan menggunakan mobil pick up milik Gapoktan dan dibawa ke Gapoktan untuk kemudian dilakukan sortir dan grading oleh pekerja di Gapoktan. Petani anggota dapat langsung mengambil uang hasil panen ke Gapoktan atau diambil sebagian dan sebagian yang lain ditabung di Gapoktan. Gapoktan juga memberikan infromasi dan transparansi harga kepada anggota apabila sewaktu-waktu terjadi perubahan harga sayuran di pasar. Dalam satu hari, Gapoktan menerima sayuran dari petani rata-rata 6 ton, paling sedikit 1 ton dan paling banyak dapat mencapai 9 ton per hari. Setelah terkumpul sayuran dalam satu hari tersebut, pengurus Gapoktan langsung membawa sayuran ke pasar induk pada malam harinya, sehingga keesokan harinya sudah ada uang tunai untuk pembayaran kepada petani. Gapoktan menjual sayuran ke pasar induk secara rutin setiap hari. Tidak ada kegiatan penyimpanan sayuran oleh gapoktan, sehingga pembayaran secara tunai kepada petani dapat dilakukan setiap hari serta tidak ada kendala dalam melakukan transaksi pembayaran kepada petani. Pengurus juga menyampaikan bahwa sayuran dari gapoktan belum pernah ditolak oleh pasar induk sehingga rantai pemasaran sayuran dari petani ke Gapoktan dan ke pasar induk berjalan dengan lancar. 7.2.

Penilaian Sikap Responden Terhadap Pelayanan Gapoktan Gabungan Kelompok Tani atau Gapoktan pada umumnya adalah gabungan dari beberapa kelompok tani yang melakukan usaha agribisnis di atas prinsip kebersamaan dan kemitraan sehingga mencapai peningkatan produksi dan pendapatan usahatani bagi anggota dan petani lainnya. Guna mengetahui apakah Gapoktan sudah memberikan pelayanan secara baik kepada anggota atau justru sebaliknya, maka perlu diketahui penilaian sikap petani anggota terhadap pelayanan yang diberikan oleh Gapoktan. Penilaian pelayanan kinerja Gapoktan penting untuk diketahui karena berkaitan dengan kepuasan petani anggota Gapoktan dengan keputusannya untuk bergabung dengan Gapoktan. Penilaian ini diukur dengan menanyakan delapan indikator pelayanan Gapoktan kepada responden dan responden diminta untuk memberikan jawaban yang paling sesuai menurut fakta yang diterima atau dirasakan oleh responden selama menjadi anggota Gapoktan. Jawaban terdiri dari

94

tiga tingkatan yaitu setuju, kurang setuju, dan tidak setuju. Penilaian bersifat deskriptif dengan menanyakan langsung kepada petani anggota yang dipilih sebagai responden atas pelayanan kinerja Gapoktan Rukun Tani. Pelayanan Gapoktan yang baik tercermin dari jawaban responden yang mayoritas menjawab setuju atas poin indikator yang ditanyakan, dan sebaliknya pelayanan kinerja Gapoktan kurang baik apabila mayoritas responden menjawab kurang setuju, dan pelayanan Gapoktan dikatakan tidak baik apabila sebagian besar responden menjawab tidak setuju atas poin pertanyaan yang disampaikan. Berdasarkan hasil wawancara kepada responden, ternyata terdapat responden yang tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan dari indikator pelayanan yang ditanyakan dikarenakan responden tersebut sangat jarang hadir ke Gapoktan maupun merasakan pelayanan-pelayanan Gapoktan. Responden merupakan anggota Gapoktan yang termasuk sebagai anggota pasif. Oleh karena itu, dalam perhitungan pengukuran hasil penilaian, dimasukkan pula pilihan jawaban yaitu “tidak tahu” karena menyesuaikan dengan jawaban responden di lapangan. Terdapat delapan indikator pelayanan Gapoktan yang ingin diketahui dalam kegiatan penelitian ini. Delapan indikator tersebut adalah : (1) tujuan pembentukan Gapoktan, (2) pelayanan pengurus Gapoktan terhadap anggota Gapoktan, (3) penyediaan fasilitas dan sarana prasarana oleh Gapoktan, (4) apakah Gapoktan menghormati hak dan kewajiban anggota, (5) apakah Gapoktan mampu menyelesaikan masalah yang ditimbulkan oleh anggota maupun non anggota dengan lingkungan sekitar, (6) kemudahan anggota dalam memperoleh informasi dan transparansi harga serta laporan keuangan Gapoktan, (7) sikap Gapoktan dalam menerima keluhan anggota, dan (8) apakah Gapoktan mampu meningkatkan posisi tawar dan pendapatan petani melalui perolehan harga sayuran yang baik. Indikator-indikator ini dianggap mampu mewakili kriteria penilaian pelayanan sebuah kelembagaan pertanian sekaligus kemitraan yang dijalankan oleh Gapoktan Rukun Tani dengan petani sayuran di Desa Citapen. Penilaian petani mencerminkan baik buruknya kinerja sebuah kelembagaan Gapoktan yang penting untuk diketahui sebagai upaya perbaikan ke depan agar kinerja Gapoktan lebih baik dan benar-benar sesuai dengan fungsi dan tujuan pembentukan di awal serta menguntungkan bagi segenap anggota, bukan satu pihak saja. Secara lebih lengkap, penilaian responden atas pelayanan kinerja Gapoktan dapat dilihat pada Tabel 38. Berdasarkan informasi pada Tabel 38, diketahui bahwa sebesar 70,63 persen responden petani anggota Gapoktan menyatakan bahwa pelayanan kinerja Gapoktan sudah baik dan responden merasakan manfaat atas pelayanan yang diberikan Gapoktan. Indikator yang mendapatkan penilaian tertinggi adalah tujuan dibentuknya Gapoktan yaitu bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggota yang disetujui oleh 85 persen responden. Sedangkan untuk peniliaian yang lain yaitu masing-masing 4,37 persen untuk jawaban kurang setuju, 0 persen untuk jawaban tidak setuju, dan 25 persen untuk jawaban tidak tahu. Seluruh responden yang diwawancarai tidak ada yang menjawab tidak setuju, ini berarti pelayanan kinerja Gapoktan sudah cukup baik, meskipun masih terdapat responden yang memberikan jawaban kurang setuju sebesar 4,37 persen. Angka ini dapat dikatakan kecil jika dibandingkan dengan responden yang memberikan jawaban

95

setuju. Sementara itu, responden yang memberikan jawaban tidak tahu persentasenya cukup besar yaitu 25 persen. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa tidak tahunya responden terhadap indikator-indikator yang ditanyakan dikarenakan responden yang bersangkutan belum pernah merasakan pelayanan dari indikator yang ditanyakan. Kondisi ini terjadi karena responden yang bersangkutan jarang datang ke Gapoktan dan tidak mencari tahu informasi kegiatan yang diadakan Gapoktan akibat lokasi lahan maupun rumah yang jauh dari Gapoktan. Disamping itu, responden juga menjual hasil sayuran bukan ke Gapoktan melainkan ditujukan ke pedagang pengumpul. Hal ini dikarenakan pengumpul adalah tetangga sendiri atau bahkan keluarga sendiri sehingga responden merasa tidak enakan untuk menjual hasil panennya kepada pihak lain. Informasi ini diperkuat oleh pengakuan dari pengurus Gapoktan dengan penyampaiannya yaitu dari 20 orang responden petani anggota yang diwawancarai, hanya 9 orang yang benar-benar bertindak sebagai anggota aktif Gapoktan. Sedangkan lainnya hanya sebagai anggota pasif yang jarang hadir di Gapoktan.

96

Tabel 38. Penilaian Responden Terhadap Pelayanan Kinerja Gapoktan Rukun Tani di Desa Citapen Tahun 2012 No

1

2

3

4

5

6

7

Indikator Gapoktan dibentuk berdasarkan tujuan bersama untuk meningkatkan kesejahteraan petani anggota Pengurus Gapoktan melayani anggota dengan baik sesuai dengan hak dan kewajibannya Gapoktan menyediakan fasilitas dan sarana prasarana yang dibutuhkan oleh petani anggota dengan baik Gapoktan menghormati hak dan kewajiban anggota dengan baik dan adil Gapoktan mampu menyelesaikan permasalahan yang ditimbulkan oleh anggota maupun non anggota dan lingkungan dengan baik Kemudahan anggota dalam memperoleh informasi dan transparansi harga, serta laporan keuangan Gapoktan yang sifatnya terbuka Keluhan anggota dapat diterima dan diatasi dengan baik oleh Gapoktan

Gapoktan mampu meningkatkan posisi tawar 8 dan pendapatan petani melalui perolehan harga sayuran yang lebih baik Rata-rata Persentase (%) Rata-rata Persentase (%) Rata-rata Persentase (%) Rata-rata Persentase (%)

Penilaian

Jumlah Responen

Persentase

Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Tidak Tahu

17 0 0 3

85 0 0 15

Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Tidak Tahu Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Tidak Tahu

16 1 0 3 16 0 0 4

80 5 0 15 80 0 0 20

Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Tidak Tahu Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Tidak Tahu

14 3 0 3 6 1 0 13

70 15 0 15 30 5 0 65

Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Tidak Tahu

14 2 0 4

70 10 0 20

Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Tidak tahu Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Tidak Tahu

14 0 0 6 16 0 0 4

70 0 0 30 80 0 0 20

Setuju Kurang Setuju Tidak Setuju Tidak Tahu

70,63 4,37 0 25

97

Untuk lebih mengetahui penjelasan dari masing-masing indikator pelayanan Gapoktan, berikut dijabarkan satu per satu indikator pelayanan Gapoktan yang didasarkan pada hasil wawancara di lapangan oleh petani anggota Gapoktan atas pertanyaan tentang indikator pelayanan yang ditujukan kepadanya yaitu: 1) Tujuan Pembentukan Gapoktan Gapoktan dalam pendirian awalnya perlu diketahui apakah benar tujuan pembentukannya adalah untuk kesejahteraan anggota atau sebaliknya untuk tujuan mencari keuntungan tertentu. Dari 20 responden, 17 orang diantaranya setuju bahwa Gapoktan dibentuk berdasarkan tujuan bersama untuk meningkatkan kesejahteraan petani anggota. Tujuan bersama ini dicirikan dengan alasan Gapoktan didirikan oleh sejumlah petani yang memiliki kesamaan baik dari segi nasib, pendapatan, kondisi ekonomi, pengusahaan lahan pertanian, keterbatasan modal, dan memiliki tujuan untuk meningkatkan pendapatan petani anggota. Sementara 3 orang sisanya menjawab tidak tahu karena responden tidak pernah aktif ke Gapoktan. 2)

Pelayanan Pengurus Kepada Anggota Berdasarkan hasil wawancara, 80 persen responden menjawab setuju bahwa pengurus Gapoktan melayani anggota dengan baik sesuai dengan hak dan kewajibannya. Hal ini dicirikan dengan pendapat bahwa pengurus berlaku adil kepada semua anggota, dapat memenuhi kebutuhan anggota, pelayanan cepat dan anggota merasa puas karena kebutuhannya sudah terpenuhi. Sedangkan yang lain yaitu satu orang atau sekitar 5 persen menyatakan kurang setuju, hal ini dicirikan dengan pendapat responden yang menyatakan bahwa tidak semua kebutuhannya dapat dipenuhi oleh Gapoktan, dan petani responden tersebut merasa belum puas terhadap pelayanan Gapoktan. 3)

Gapoktan Menyediakan Fasilitas dan Sarana Prasarana yang Dibutuhkan oleh Petani Anggota Berdasarkan hasil wawancara diketahui sebanyak 80 persen responden menyatakan setuju bahwa Gapoktan menyediakan fasilitas dan sarana prasarana yang dibutuhkan oleh petani anggota dengan baik. Hal ini diperkuat dengan pendapat bahwa Gapoktan mampu menyediakan berbagai sarana prasarana dan fasilitas yang dibutuhkan petani dan tersedia setiap saat sehingga ketika petani membutuhkan, petani dapat dengan mudah memperoleh fasilitas dan sarana prasarana tersebut. Hal ini mendukung fungsi unit sarana prasarana produksi yang dijalankan oleh Gapoktan, termasuk didalamnya fungsi pengangkutan. 4)

Gapoktan Menghormati Hak dan Kewajiban Anggota dengan Baik Gapoktan dikatakan telah menghormati hak dan kewajiban anggota dengan baik apabila menempatkan anggota pada posisi yang setara dengan anggota yang lain bahkan pengurus. Dalam kemitraan kedua belah pihak juga harus saling menghormati, menjunjung tinggi hak dan kewajiban masing-masing, bergerak bersama dan saling menguntungkan. Gapoktan bersedia menampung masukan, saran, kritikan, dan pertanyaan-pertanyaan dari anggota. Pengurus Gapoktan melibatkan anggota dalam pengambilan keputusan dan arah pengembangan Gapoktan secara keseluruhan. Sebesar 70 persen responden setuju

98

bahwa Gapoktan menghormati hak dan kewajiban anggota dengan baik, 15 persen responden yang lain tidak setuju karena merasa tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan Gapoktan, sementara 15 persen lainnya menyatakan tidak tahu. 5)

Gapoktan Mampu Menyelesaikan Permasalahan yang Ditimbulkan Anggota dan Non Anggota dengan Lingkungan Sekitar Sadar akan peran Gapoktan yang tidak hanya sekedar lembaga yang bergerak dibidang ekonomi, tetapi juga bergerak dibidang sosial, maka peran Gapoktan dalam mengatasi masalah-masalah yang timbul di masyarakat dan lingkungan sekitar juga perlu dituntut. Permasalahan-permasalahan tersebut diantaranya: (1) terjadi perselisihan antara anggota Gapoktan dengan bukan anggota Gapoktan dalam hal perbedaan harga, pandangan terhadap Gapoktan, perbedaan teknis budidaya, atau persaingan dalam mendapatkan air irigasi, (2) peran Gapoktan dalam menyikapi anggota yang mengalami musibah, baik musibah dibidang pertanian (seperti gagal panen atau serangan hama dan penyakit yang parah), maupun bidang kesehatan dan ekonomi, (3) peran Gapoktan dalam membantu memperlancar pembangunan desa dan prasarana umum lainnya (sarana ibadah, jalan, sekolah, madrasah, dan lainnya), dan (4) tanggungjawab Gapoktan terhadap dampak kegiatan yang dilaksanakan Gapoktan seperti pencemaran lingkungan atau kerusakan lingkungan akibat penggunaan input-input produksi atau teknologi pertanian baru apabila terjadi, ganti rugi terhadap lahan yang dijadikan sebagai lokasi percontohan apabila gagal, serta tanggungjawab Gapoktan terhadap limbah yang dihasilkan dari kegiatan yang dijalankan Gapoktan demi kelestarian dan kebersihan lingkungan. Pelayanan Gapoktan dalam hal ini masih belum dirasakan oleh petani anggota. Hal ini ditunjukkan dengan jawaban responden yaitu sebesar 65 persen responden tidak tahu atau tidak pernah mengetahui Gapoktan telah melakukan fungsi dan pelayanan tersebut. Sebesar 30 persen yang lain menyatakan setuju, karena salah satu indikator pelayanan yaitu adanya bantuan Gapoktan saat petani anggota mengalami musibah serta sikap Gapoktan saat terjadi perbedaan harga sayuran yang cukup besar antara Gapoktan dengan pedagang pengumpul. Ketua Gapoktan biasanya menemui para pedagang pengumpul untuk memberikan pendapat dalam menentukan kebijakan harga agar tidak merugikan petani. Perbedaan harga ini dikarenakan harga di pedagang pengumpul terlalu rendah atau sebaliknya terlalu tinggi dari harga umum dengan tujuan spekulasi pada waktu-waktu tertentu. Sementara standar harga yang ditetapkan oleh Gapoktan adalah standar harga pasar di tingkat pasar induk TU Kemang. Adapun 15 persen responden sisanya menjawab kurang setuju karena Gapoktan tidak selalu mampu menyelesaikan masalah petani responden tersebut saat petani responden meminta bantuan kepada Gapoktan. 6)

Kemudahan Anggota Dalam Memperoleh Informasi Harga dan Laporan Keuangan Gapoktan Petani anggota setuju bahwa Gapoktan telah memberikan informasi harga dengan baik. Laporan keuangan Gapoktan juga selalu ditunjukkan saat Rapat Anggota dan dapat ditunjukkan kepada anggota apabila anggota tersebut memerlukan. Gapoktan selalu memberikan informasi secara terbuka kepada

99

anggota, Gapoktan melayani setiap pertanyaan yang diajukan anggota, dan Gapoktan juga memiliki media sebagai sarana penyampaian informasi berupa papan informasi dan web. Meskipun untuk saat ini pengelolaan web terhambat karena kurangnya tenaga yang terampil dalam pengelolaan web tersebut. Sebanyak 70 persen responden menjawab setuju untuk pelayanan ini, 10 persen yang lain kurang setuju, sedangkan sisanya sebesar 20 persen menjawab tidak tahu. 7)

Keluhan Anggota Dapat Diterima Dengan Baik Gapoktan yang baik akan terbuka terhadap informasi dan berbagai masukan maupun keluhan anggota. Sebagai lembaga yang bergerak dari, oleh, dan untuk anggota, Gapoktan harus mampu menjadi wahana belajar, bertanya, dan berkonsultasi bagi anggotanya. Sebesar 70 persen petani anggota setuju terhadap pelayanan ini, sementara sisanya sebear 30 persen menjawab tidak tahu. Keluhan yang paling sering disampaikan anggota adalah cara penanggulangan hama dan penyakit yang sering menyerang sayuranpetani. Petani cukup mengalami kesulitan untuk mengidentifikasi jenis hama atau penyakit yang menyerang sayuran serta kesulitan dalam menanggulangi dan melakukan upaya pencegahan. Oleh karena itu, petani biasanya menanyakan kepada pengurus Gapoktan untuk membantu petani mengatasi masalah tersebut. Berdasarkan informasi dari hasil wawancara, diketahui bahwa Gapoktan selalu menerima keluhan anggota dan berusaha mencarikan solusi dengan meninjau langsung lokasi lahan petani, kemudian menanyakan ke penyuluh atau dinas terkait untuk mencarikan solusi apabila pihak Gapoktan juga belum mengetahui solusi dari masalah hama dan penyakit yang menyerang sayuran budidaya petani. 8)

Gapoktan Mampu Meningkatkan Posisi Tawar dan Pendapatan Petani Ukuran yang menjadi indikator sudah dirasakannya pelayanan ini ditingkat petani anggota adalah adanya perubahan posisi tawar dan pendapatan petani sebelum dengan sesudah bergabung dengan Gapoktan. Apabila petani menyatakan posisi tawar dan pendapatannya lebih baik dibandingkan sebelum bergabung dengan Gapoktan, maka fungsi pelayanan ini telah dilakukan Gapoktan dengan baik. Akan tetapi, apabila jawaban responden justru sebaliknya, maka Gapoktan dikatakan gagal dalam menajalankan fungsi ini. Dari hasil wawancara diketahui bahwa Gapoktan telah mampu menjalankan fungsi pelayanan ini. Kondisi ini ditunjukkan dengan jawaban responden dimana sebesar 80 persen responden menjawab setuju, dan 20 persen sisanya menjawab tidak tahu, Penilaian petani anggota Gapoktan terhadap fasilitas dan pelayanan yang diberikan oleh Gapoktan, tidak terlepas dari fungsi-fungsi yang dijalankan oleh Gapoktan. Setidaknya terdapat enam fungsi yang dijalankan oleh Gapoktan Rukun Tani. Keenam fungsi tersebut yaitu sebagai: (a) unit usahatani, (b) unit usaha pengolahan, (c) unit sarana dan prasarana produksi, (d) unit usaha pemasaran, (e) unit usaha keuangan mikro, dan (f) unit jasa penunjang. a. Gapoktan Berfungsi sebagai Unit Usahatani Gapoktan Rukun Tani sebagai salah satu Gapoktan yang bergerak di bidang pertanian memiliki fungsi sebagai unit usahatani. Gapoktan Rukun tani

100

memiliki dua jenis unit usaha yaitu kegiatan/jenis usaha on-farm dan kegiatan/jenis usaha off-farm. Kegiatan on-farm terdiri dari pengusahaan padi sawah, hortikultura (cabe keriting, caisin, terung, buncis, kacang panjang, timun, labu siam, pakcoy, tomat, baby corn), penggemukan kambing/domba, dan ternak kelinci. Sedangkan kegiatan off-farm meliputi pengolahan sale pisang dan pembuatan kripik pisang, pembuatan besek bambu, dan pedagang bakulan. Sedangkan data secara rinci tentang jenis usahatani yang dijalankan oleh Gapoktan Rukun Tani seperti yang terlihat pada Tabel 17. b. Gapoktan Berfungsi sebagai Unit Usaha Pengolahan Unit usaha pengolahan yang dijalankan oleh Gapoktan Rukun Tani termasuk ke dalam kegiatan off-farm yang meliputi pengolahan sale pisang dan pembuatan kripik pisang, pembuatan besek bambu, dan pedagang bakulan. Data secara rinci tentang usaha pengolahan yang dijalankan oleh Gapoktan Rukun Tani juga dapat dilihat pada Tabel 17. c. Gapoktan Berfungsi sebagai Unit Sarana dan Prasarana Produksi Gapoktan Rukun Tani menjalankan fungsi dalam penyediaan sarana dan prasarana produksi melalui penyediaan pupuk, obat-obatan, dan bibit berbagai jenis komoditi yang dapat dimanfaatkan oleh petani anggota. Petani yang memerlukan sarana produksi yang sesuai dapat mengambil ke Gapoktan dengan sistem pembayaran dibayar saat panen. Untuk bibit tertentu bahkan diberikan oleh Gapoktan secara gratis dalam bentuk bantuan. Disamping itu, petani anggota dapat memanfaatkan pinjaman dana PUAP dalam bentuk paket natura produksi. d. Gapoktan Berfungsi sebagai Unit Usaha Pemasaran Fungsi Gapoktan Rukun Tani dalam hal pemasaran merupakan fungsi utama yang paling dirasakan oleh anggota dan petani lain di Desa Citapen. Dari fungsi ini pula, anggota merasakan manfaat keberadaan Gapoktan dibandingkan keadaan sebelum dibentuknya Gapoktan Rukun Tani pada tahun 2001. Fungsi pemasaran ini dilakukan setiap hari oleh Gapoktan. Petani yang sedang memanen hasil budidaya, akan mengangkut hasil panen ke Gapoktan. Pengangkutan hasil panen biasanya dilakukan oleh Gapoktan dengan menjemput hasil panen ke lokasi lahan melalui petugas dengan mobil pick up. Adapun biaya pengangkutan dan sopir sepenuhnya menjadi tanggungan Gapoktan dan tidak dibebankan kepada petani. Petani yang menjual hasil panen ke Gapoktan ini tidak hanya dari anggota Gapoktan saja, melainkan petani lain di Desa Citapen yang bukan anggota Gapoktan, bahkan banyak juga yang berasal dari desa lain. Saat transaksi pembayaran petani ditawarkan apakah akan mengambil seluruh uang hasil panen, atau ada sebagian yang ingin ditabungkan di Gapoktan melalui LKMA. Di Gapoktan, sayuran yang berasal dari petani selanjutnya disortir dan digrading sesuai dengan kelas mutunya oleh karyawan Gapoktan. Penentuan mutu ini berdasarkan ukuran, kemulusan kulit sayuran, dan bentuk sayuran. Setelah dipisahkan antar grade, sayuran selanjutnya dibawa oleh petugas Gapoktan ke pasar induk TU Kemang pada hari yang sama. Sehingga di Gapoktan Rukun Tani tidak pernah dilakukan kegiatan penyimpanan. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengurus Gapoktan, didapatkan informasi bahwa sampai saat ini, semua sayuran yang berasal dari Gapoktan selalu terjual habis setiap harinya di pasar induk TU Kemang dan belum pernah ditolak. Hal ini cukup baik bagi Gapoktan maupun petani karena perputaran uang tunai sangat cepat sehingga tidak ada

101

petani yang mengalami penundaan pembayaran dalam waktu yang cukup lama karena perputaran uang lancar. e. Gapoktan Berfungsi sebagai Unit Usaha Keuangan Mikro Guna mendukung fungsi usaha keuangan, Gapoktan Rukun Tani membentuk Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA) yang membantu pengurus Gapoktan dalam menjalankan kegiatan yang berhubungan dengan keuangan. Kegiatan yang dilaksanakan antara lain kegiatan simpan pinjam, angsuran, jasa, dan tabungan. Besarnya angsuran adalah sejumlah uang pokok pinjaman ditambah dengan jasa. Sedangkan besarnya jasa diambil dari hasil panen masing-masing petani anggota sebesar 1,8 persen dari hasil panen. Pembayaran jasa ini digunakan untuk pemupukan modal Gapoktan. f. Gapoktan Berfungsi sebagai Unit Jasa Penunjang Kegiatan-kegiatan penunjang dilaksanakan oleh Gapoktan Rukun Tani yang bertujuan untuk memberikan ilmu pengetahuan dan teknologi baru di bidang pertanian kepada petani anggota. Adapun kegiatan penunjang yang dilaksanakan oleh Gapoktan Rukun Tani antara lain: (1) demplot padi sawah yang difasilitasi oleh BP4K Kabupaten Bogor, (2) kursus tani difasilitasi oleh BP4K Kabupaten Bogor, (3) SL-PTT difasilitasi oleh BP4K Kabupaten Bogor, (4) SL-PHT (sekolah lapang pengendalian hama terpadu), dan (5) CF-SKR (Counterpart Found Second Kennedy Round) pengembangan agribisnis tanaman pangan, hortikultura dan peternakan terpadu. Gapoktan Rukun Tani juga tercatat sebagai salah satu dari sedikit Gapoktan yang mendapat dana PUAP (Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan). Dana PUAP ini selanjutnya digunakan oleh Gapoktan untuk modal Gapoktan dan fasilitas simpan pinjam kepada anggota yang pengelolaanya diserahkan kepada LKMA Gapoktan Rukun Tani. Dana PUAP diterima oleh Gapoktan Rukun Tani pada tahun 2009 tanggal 20 November 2009 sebesar Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah). Adapun penyaluran dana BLM-PUAP sampai dengan Januari 2011 di Gapoktan Rukun Tani dapat dilihat pada Tabel 39. Dana PUAP tidak hanya diperuntukan untuk satu kelompok tani saja, melainkan juga diperuntukkan bagi pengembangan berbagai jenis usaha yang dikembangkan oleh Gapoktan. Gapoktan Rukun Tani yang terdiri dari tujuh kelompok tani memiliki jangkauan unit usaha yang bervariasi dimana usaha yang dikembangkan oleh satu kelompok tani berbeda dengan jenis usaha yang dikembangkan oleh kelompok tani lain. Kelompok Tani Pondok Mentang yang mengembangkan jenis usaha komoditi sayuran bersama dengan kelompok tani Tani Jaya tercatat sebagai kelompok tani yang paling sering mendapat bantuan dana PUAP. Hal ini dikarenakan kelompok tani Pondok Menteng memiliki jumlah anggota yang paling banyak diantara kelmpok tani yang lain serta komoditi yang diusahakan adalah sayuran yang paling banyak menghadapi risiko dibandingkan jenis usaha yang lain. Adapun jenis usaha produktif yang mendapat saluran dana dari dana PUAP di Gapoktan Rukun Tani dapat dilihat pada Tabel 40.

102

Tabel 39. Perguliran Dana BLM-PUAP di Gapoktan Rukun Tani Sampai Bulan Januari 2011 No

Tahap

Waktu Pencairan

1 2 3

I II III

Januari 2010 Februari 2010 Maret 2010

4

IV

April 2010

5 6

V VI

Mei 2010 Juni 2010

7 8 9

VII VIII IX

10

X

Oktober 2010

11

XI

November 2010

12

XII

Desember 2010

13

XIII

Januari 2011

Juli 2010 Agustus 2010 September 2010

Nama Kelompok Tani Pondok Menteng Pondok Menteng Pondok Menteng Silih Asih Jumlah Pondok Menteng Sukamaju Jumlah Pondok Menteng Pondok Menteng Silih Asih Jumlah Pondok Menteng Pondok Menteng Pondok Menteng Tani Jaya Jumlah Pondok Menteng Tani Jaya Silih Asih Jumlah Pondok Menteng Tani Jaya Sawah Lega Jumlah Pondok Menteng Silih Asih Jumlah Pondok Menteng Tani Jaya Silih Asih Jumlah

Jumlah Sumber: LKMA Gapoktan Rukun Tani, 2012

Jumlah Nasabah 5 6 6 1 7 8 1 9 7 4 1 5 7 5 7 1 8 8 2 1 11 10 5 5 20 5 1 6 16 4 2 22 182

Nilai BLM PUAP (Rp) 4.250.000 6.500.000 8.000.000 1.000.000 9.000.000 9.500.000 1.000.000 10.500.000 12.000.000 9.500.000 1.000.000 10.500.000 10.000.000 9.000.000 10.000.000 2.000.000 12.000.000 11.500.000 1.500.000 5.000.000 18.000.000 15.000.000 8.000.000 5.500.000 28.500.000 9.000.000 1.000.000 10.000.000 16.000.000 6.500.000 2.500.000 25.000.000 165.250.000

Persentase bidang usaha yang dibiayai PUAP sampai dengan Januari 2011 untuk usaha produktif masing-masing adalah sebesar 33 persen untuk tanaman pangan, 40 persen untuk tanaman hortikultura, 10 persen untuk peternakan, 4 persen untuk industri rumah tangga, dan 23 persen untuk pemasaran skala mikro. Semua kegiatan yang dilaksanakan oleh Gapoktan ini selalu melibatkan anggota Gapoktan didalamnya, sehingga baik buruknya kinerja Gapoktan secara mudah dapat diukur dan dinilai oleh anggota Gapoktan.

103

Tabel 40. Rekapitulasi Penyaluran Dana PUAP Menurut Usaha Produktif yang Dibiayai BLM-PUAP Tahun 2009 – Januari 2011

1 2

Kode Usaha Produktif 1.1 1.2

3 4

1.3 2.1

5

2.2

No

Jenis Usaha Produktif Tanaman Pangan Tanaman Hortikultura Peternakan Indutri Rumah Tangga Pertanian Pemasaran Hasil Pertanian secara Mikro

Jumlah Sumber: LKMA Gapoktan Rukun Tani, 2012

7.3.

Jumlah Nasabah 41 73

Nilai BLMPUAP (Rp) 58.000.000 111.250.000

18 8

26.000.000 16.000.000

42

48.500.000

182

260.250.000

Penilaian Gapoktan oleh Petani Bukan Anggota Penilaian Gapoktan untuk petani bukan anggota tidak dimaksudkan untuk mengetahui manfaat dan keuntungan atas penilaian petani memilih tidak bermitra dengan Gapoktan, melainkan untuk mengetahui alasan yang mendasari tidak berminatnya petani responden bergabung dengan Gapoktan. Berdasarkan hasil wawancara diperoleh informasi bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penilaian responden (petani bukan anggota Gapoktan) untuk memilih tidak bermitra dengan Gapoktan antara lain : (1) lokasi lahan dan tempat tinggal yang jauh dari Gapoktan, sehingga membutuhkan waktu dan biaya untuk sampai ke Gapoktan, (2) terdapat pedagang pengumpul atau pemborong disekitar lokasi lahan, sehingga lebih praktis menjual sayuran ke pengumpul baik saat masih di lahan maupun setelah dipanen, (3) rata-rata petani responden memiliki modal dan skala usahatani cukup besar, sehingga sudah cukup mandiri dan tidak memerlukan fasilitas dari Gapoktan, (4) beberapa responden juga bekerja sebagai pedagang atau pemasok sayuran sehingga tidak bersedia menjual sayuran hasil panennya ke Gapoktan, dan (5) responden tidak menyukai kegiatan yang bersifat administratif karena dianggap rumit, ataupun rapat-rapat karena dianggap menyita waktu, serta adanya anggapan bahwa pelaksanaan kegiatan Gapoktan hanya menguntungkan beberapa pihak saja. Dengan melihat karakter kemitraan yang dijalankan oleh Gapoktan kepada petani anggotanya, terlihat bahwa bentuk kemitraan yang dijalankan oleh Gapoktan dengaan petani anggota adalah pola kemitraan kerjasama operasional agribisnis (KOA). Hal ini ditunjukkan dengan peran dari masing-masing pihak yang bermitra dimana dalam hal ini petani anggota menyediakan lahan, sarana, dan tenaga kerja, sedangkan pihak Gapoktan menyediakan pinjaman modal, pemberian atau pinjaman paket natura saprodi atau input-input pertanian, serta terdapatnya manajemen yang dilakukan oleh Gapoktan dalam pengelolaan usahatani dan kemitraan yang dijalankan. Di samping itu Gapoktan juga berperan sebagai penjamin pasar bagi sayuran hasil panen petani, serta peningkatan nilai tambah produk melalui kegiatan sorting dan grading. Dalam pelaksanaannya, kemitraan yang dijalankan oleh Gapoktan dan petani anggota, baik bagi hasil dan risiko dituangkan dalam kontrak atau kesepakatan bersama anggota Gapoktan

104

serta AD dan ART Gapoktan. Sementara dengan hasil penilaian petani bukan anggota terhadap kinerja Gapoktan, diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi dan kritik yang membangun agar Gapoktan Rukun Tani ke depannya dapat memberikan pelayanan dan kinerja yang lebih baik lagi, serta memberikan manfaat tidak hanya untuk anggota Gapoktan Rukun Tani saja, tetapi juga petani lain dan juga lingkungan sekitar.

105

VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1.

Kesimpulan Kegiatan usahatani sayuran di Desa Citapen Kecamatan Ciawi yang dilakukan oleh petani responden baik yang memiliki hubungan kemitraan maupun yang tidak bermitra dengan Gapoktan Rukun Tani memberikan keuntungan yang cukup baik. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa faktor yaitu: 1) Berdasarkan perhitungan analisis pendapatan usahatani, diperoleh rata-rata keuntungan atau pendapatan bersih petani yaitu pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 140.144.509 per hektar per tahun dan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 139.156.078 per hektar per tahun untuk petani anggota Gapoktan. Sedangkan untuk petani bukan anggota Gapoktan yaitu pendapatan atas biaya tunai sebesar Rp 144.858.093 per hektar per tahun dan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 143.522.836 per hektar per tahun. Pendapatan yang lebih besar oleh petani bukan anggota Gapoktan dikarenakan penggunaan inputinput produksi usahatani lebih hemat dan diduga pengelolaan budidaya sayuran dilakukan dengan baik, sehingga memberikan hasil maksimal. Sedangkan petani anggota Gapoktan menggunakan input produksi dalam jumlah yang berlebihan yang justru berpengaruh kurang baik terhadap produksi sayuran serta diduga pengelolaan budidaya yang kurang baik. Akses terhadap input yang mudah oleh petani anggota ke Gapoktan dikarenakan Gapoktan menyediakan sarana prasarana produksi dan pinjaman modal maupun paket natura saprodi. 2) Berdasarkan nilai R/C rasio, petani anggota Gapoktan masih belum maksimal pada kegiatan produksi atau budidaya sayuran. Hal ini ditunjukkan dengan nilai R/C atas biaya tunai yaitu 10,63 lebih kecil dibandingkan petani bukan anggota yaitu sebesar 12,10. Kondisi serupa juga terjadi untuk nilai R/C rasio atas biaya total yaitu sebesar 9,95 lebih kecil dari petani bukan anggota yaitu 10,98. Akan tetapi nilai R/C ini sudah lebih besar dari satu, sehingga dapat dikatakan kegiatan usahatani masing-masing petani cukup menguntungkan. Harga yang diterima petani anggota Gapoktan lebih besar dibandingkan bukan anggota. Hal ini dikarenakan adanya keterjaminan pasar dan harga untuk sayuran hasil panen petani anggota oleh Gapoktan. 3) Petani yang memilih bermitra dengan Gapoktan adalah karena adanya penilaian positif terhadap fasilitas dan pelayanan yang cukup baik oleh Gapoktan. Hal ini didukung dengan penilaian sikap responden terhadap fasilitas yang memiliki nilai 330 yang berarti fasilitas yang diberikan cukup baik dan penilaian responden terhadap pelayanan Gapoktan yaitu sebesar 70,625 persen responden menyatakan setuju terhadap indikator pelayanan Gapoktan. Faktor yang paling berpengaruh terhadap penilaian responden untuk bermitra adalah syarat awal masuk menjadi anggota mudah, adanya bantuan pinjaman modal, informasi harga sayuran jelas, kemudahan memperoleh input produksi, pembayaran hasil panen lancar, dan selalu tersedianya fasilitas pengangkutan hasil panen. Sementara pelayanan yang paling mendapat tanggapan positif adalah tujuan pembentukan Gapoktan, pengurus melayani anggota dengan baik sesuai hak dan kewajiban, Gapoktan menyediakan fasilitas dan sarana dan prasarana yang dibutuhkan petani, serta Gapoktan mampu meningkatkan posisi tawar dan pendapatan petani.

106

Sedangkan petani yang memilih untuk tidak bermitra dengan Gapoktan dikarenakan penilaian terhadap Gapoktan yaitu lokasi lahan dan tempat tinggal yang jauh dari Gapoktan, kepraktisan menjual hasil panen ke pengumpul karena dekat lokasi lahan dan tempat tinggal, modal dan skala usahatani yang cukup besar, kepentingan menjual atau memasok sayuran, tidak menyukai kegiatan yang bersifat administratif, serta anggapan bahwa kegiatan Gapoktan menguntungkan pihak tertentu saja. 4) Kemitraan antara Gapoktan dan petani memberikan pengaruh cukup baik terhadap peningkatan pendapatan. Berdasarkan analisis keragaan usahatani dan penilaian kinerja Gapoktan, pengaruh tersebut terjadi karena terdapat penghematan pada biaya diperhitungkan terutama biaya pasca panen serta keterjaminan harga dan pasar bagi sayuran yang dihasilkan petani. Penghematan ini terjadi karena Gapoktan selalu menyediakan fasilitas pengangkutan sayuran hasil panen. Sementara bagi petani bukan anggota Gapoktan, biaya pengangkutan merupakan biaya pasca panen terbesar yang harus ditanggung oleh petani. Petani anggota Gapoktan juga menerima harga rata-rata sayuran per tahun lebih besar dibandingkan petani bukan anggota. Hal ini menunjukkan peran Gapoktan dalam penjaminan harga dan pasar bagi sayuran petani cukup menguntungkan bagi petani anggota. 8.2.

Saran Berdasarkan hasil pembahasan dan kesimpulan, maka dapat diberikan saran-saran untuk kegiatan usahatani sayuran di Desa Citapen Kecamatan Ciawi diantaranya: 1) Usahatani sayuran yang cukup menguntungkan ini disarankan untuk terus dijalankan dan dipertahankan oleh petani sayuran di Desa Citapen. 2) Petani bukan anggota Gapoktan dapat mempertimbangkan untuk bergabung dengan Gapoktan melihat banyaknya fasilitas dan kemudahan-kemudahan yang diterima oleh petani anggota Gapoktan dengan tetap mempertahankan upaya pengelolaan sayuran yang sudah baik. 3) Gapoktan lebih memaksimalkan fasilitas dan pelayanannya kepada petani anggota terutama bimbingan dan penyuluhan dalam hal teknis budidaya, pengelolaan budiaya yang baik dan benar, arahan terhadap penggunaan inputinput produksi agar lebih efisien, serta meningkatkan pemahaman pengurus Gapoktan terhadap risiko produksi sayuran terutama saat menghadapi serangan hama dan penyakit yang pada akhirnya bertujuan agar kegiatan usahatani dapat dikelola dengan baik dan memberikan hasil yang maksimal. 4) Gapoktan bersama dinas dan instansi terkait, berusaha mencarikan pasar yang lebih baik bagi sayuran petani anggota dengan memberikan nilai tambah pada sayuran hasil panen seperti pengemasan dan pelabelan. Hal ini didukung oleh fasilitas yang dimiliki Gapoktan untuk menjalankan fungsi tersebut serta memanfaatkan kegiatan penerimaan kunjungan oleh Gapoktan Rukun Tani untuk memperkenalkan produk Gapoktan. 5) Pihak Gapoktan tidak hanya mengandalkan penyuluh atau dinas pertanian setempat dalam mengatasi masalah teknis budidaya yang belum dimengerti, tetapi juga berkonsultasi atau mengajak serta akademisi khususnya dibidang agronomi dan hortikultura, untuk bersama-sama meninjau areal budidaya sayuran yang mengalami masalah budidaya tersebut. Hal ini disebabkan

107

secara fakta penyuluh dibidang hortikultura khususnya sayuran belum sebanyak penyuluh pada komoditi yang lain, sehingga jumlahnya dalam memberikan penyuluhan tentang sayuran belum sesuai dengan yang jumlah yang dibutuhkan petani. 6) Perlu dilakukan penelitian dan analisis lanjutan mengenai optimalisasi usahatani sayuran dengan perbedaan pola tanam tumpangsari dan monokultur, serta optimalisasi penggunaan input-input produksi yang paling ideal untuk memperoleh hasil panen yang maksimal.

108

DAFTAR PUSTAKA Arifin, Bustanul. 2005. Ekonomi Kelembagaan Pangan. Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia. Ariyani. 2009. Analisis Pengaruh Kemitraan terhadap Pendapatan Usahatani Kacang Tanah [Skripsi].Bogor : Program Studi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Berger, P. L. dan T. Luckman. 1996. The Social Construction of Reality. Doubleday. New York. Bromley, Daniel. 1989. Economic Interest and Institutions: the Conseptual Foundations of Public Policy. New York: Basil Blackwell. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Perkembangan Produksi Beberapa Sayuran Indonesia tahun 2002-2011 Badan Pusat Statistik. 2012. Rata-rata Konsumsi Kalori (KKal) per Kapita Sehari Menurut Kelompok Makanan tahun 2005-2011. Badan Pusat Statistik. 2012. Rata-rata Konsumsi Kalori (KKal) per Kapita Sehari Menurut Kelompok Makanan tahun 2005-2011. Badan Pusat Statistik. 2012. Luas Panen, Produksi, dan Produktifitas Cabai Provinsi Jawa Barat tahun 2009-2011. [BP3K] Badan Penyuluh Pertanian dan Perikanan Kecamatan Ciawi. 2012. Data Kelompok Tani Kecamatan Ciawi Konsentrasi Komoditi Pertanian Tahun 2012 Badan Penyuluh Pertanian dan Perikanan Kecamatan Ciawi. 2012. Data Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) di Kecamatan Ciawi Tahun 2012. Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura. 2002. Tiga Peranan Strategis Komoditas Sayuran dalam Pembangunan danPerekonomian Indonesia. Gillin, J.L. dan J.P. Gillin.1954. General Featureof Social Institutions. Dalam Soemardjan, S. dan Soelaeman Soemardi. Setangkai Bunga Rampai Sosiologi. LP-FE UI. Jakarta. Granovetter, M. dan R. Swedberg (eds.). 1992. The Sociology of Economic Life. Westview Press. Boulder. Hafsah, M. Jafar. 1999. Kemitraan Usaha: Konsepsi dan Strategi. Penerbit Pustaka. Sinar Harapan Jakarta.

109

Hartati, Anny. 2007. Meningkatkan Pendapatan Petani di Kabupaten Banyumas dengan Cara Memberdayakan Petani Padi Organik melalui Kemitraan.Purwokerto: Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman. Dalam Journal on Socio-Economics of Agriculture and Agribusiness (SOCA). Hernanto, F. 1991. Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya. Horton, B.P. dan C.L. Hunt 1984.Sociology.Mc.Graw-Hill Inc. Singapore. [LKMA]. Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis, Gapoktan Rukun Tani. 2012. Perguliran Dana BLM-PUAP di Gapoktan Rukun Tani s/d Januari 2011. Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis, Gapoktan Rukun Tani. 2012. Rekapitulasi penyaluran dana PUAP menurut usaha produktif yang dibiayai BLM-PUAP Tahun 2009 – Januari 2011. Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis, Gapoktan Rukun Tani. 2012. Transaksi Peminjaman LKMA Gapoktan Rukun Tani Desa Citapen Kecamatan Ciawi Bulan Desember Tahun 2012. [Monografi]. Monografi Kecamatan Ciawi. 2012. Kondisi Kependudukan Kecamatan Ciawi Tahun 2012. Monografi Kecamatan Ciawi. 2012. Mata Pencaharian Penduduk di Kecamatan Ciawi Tahun 2012. Monografi Kecamatan Ciawi. 2012. Penggolongan Penduduk Berdasarkan Usia di Kecamatan Ciawi Tahun 2012. Mulyaningsih, Asriani. 2010. Analisis Pendapatan Usahatani Padi Organik Metode SRI (System of Rice Intensification) (Studi Kasus Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat) [Skripsi].Bogor : Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. [Pemetaan Swadaya] Pemetaan Swadaya Desa Citapen. 2011. Data Penduduk Warga Miskin di Desa Citapen Tahun 2011. Pemetaan Swadaya Desa Citapen. 2011. Penggunaan Lahan di Desa Citapen tahun 2011. Pemetaan Swadaya Desa Citapen. 2011. Kondisi Rumah Penduduk Desa Citapen Tahun 2011. Pemetaan Swadaya Desa Citapen. 2011. Peta Desa Citapen.

110

[Profil Gapoktan] Profil Gapoktan Tukun Tani. 2011. Peruntukan Dana PUAP di Gapoktan Rukun Tani sampai Bulan Maret 2011. Profil Gapoktan Tukun Tani. 2011. Fasilitas yang Dimiliki Gapoktan Rukun Tani. Profil Gapoktan Tukun Tani. 2011. Jenis Usaha/Komoditi yang Diusahakan Anggota Gapoktan Rukun Tani. Profil Gapoktan Tukun Tani. 2011. Pola Tanam Komoditi Tanaman Pangan, Palawija dan Hortikultura di Gapoktan Rukun Tani. Profil Gapoktan Tukun Tani. 2011. Data Kelompok Tani yang Tergabung di Gapoktan Rukun Tani Tahun 2012 Profil Gapoktan Tukun Tani. 2011. Sebaran Luas Lahan Sawah dan Luas Lahan Darat yang Diusahakan oleh Anggota Gapoktan Rukun Tani Tahun 2011. [Profil Desa] Profil Desa Citapen. 2012. Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Tahun 2012. Profil Desa Citapen. 2012. Mata Pencaharian Penduduk Desa Citapen Tahun 2012. Profil Desa Citapen. 2012. Distribusi dan Jumlah Penduduk di Desa Citapen Tahun 2012. [Renstra] Rencana Strategis Kota Bogor. 2003. Kondisi dan Potensi Kota Bogor. Rencana Strategis Kota Bogor.2003. Kondisi Fisik Dasar Kota Bogor. Rencana Strategis Kota Bogor. 2003. Potensi Pertanian Kota Bogor. Rencana Strategis Kota Bogor. 2003. Target dan Realisasi Panen Tanaman Padi, Palawija dan Hortikultura (Sayuran) Kota Bogor Tahun 2003 Saptana., Sumaryanto., Supena Friyatno., 2001. Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Komoditas Kentang Dan Kubis Di Wonosobo Jawa Tengah. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian danBadan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian Saptana, Endang L. Hastuti,Kurnia Suci Indraningsih, Ashari, Supena Priyatno, Sunarsih, dan Valeriana Drawis. 2006. Pengembangan Kelembagaan Kemitraan Usaha Hortikultura di Sumatera Utara, Jawa Barat, dan Bali. Bogor: Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

111

Saptana, M. Siregar, Sri Wahyuni, Saktyanu K. D., E. Ariningsih, dan V. Darwis. 2004. Pemantapan Model Pengembangan Kawasan Agribisnis Sayuran Sumatera (KASS). Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Septian, Devy. 2010. Peran Kelembagaan Kelompok Tani terhadap Produksi dan Pendapatan Petani Ganyong di Desa Sindanglaya, Kecamatan Sukamantri, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Soeharjo, A dan D Patong. 1973. Sendi-sendi Pokok Ilmu Usahatani. Bogor: Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Soekartawi, Soeharja A, L Dillon John, Hardaker J.B. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta: Universitas Indonesia. Sumardjo, Jaka Sulaksana, dan Wahyu Aris Darmono. 2004. Teri dan Praktik Kemitraan Agribisnis. Jakarta: Penebar Swadaya Suratiyah, Ken. 2009. Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya. Susrusa, Ketut Budi dan Zulkifli, 2006. Efektifitas Kemitraan pada Usahatani Tembakau Virginia di Kabupaten Lombok Tiimur. Bali: Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana, dan Lembaga Pendidikan Perkoperasian Daerah Lombok Timur. Dalam Journal on Socio-Economics of Agriculture and Agribusiness (SOCA). Suwandi.1995. Strategi Pola Kemitraan dalam Menunjang Agribisnis Bidang Peternakan dalam Industrialisasi Usaha Ternak Rakyat dalam Menghadapi Tantangan Globalisasi, Prosiding Simposium Nasional Kemitraan Usaha Ternak.Ikatan Sarjana Ilmu-ilmu Peternakan Indonesia (ISPI) bekerja dengan Balai Penelitian Ternak, Ciawi-Bogor. Stasiun Klimatologi dan Geofisika Citeko Cisarua. 2011. Perkembangan Curah Hujan Desa Citapen Tahun 2006 – 2010 Tim Penulis Penebar Swadaya. 2008. Agribisnis Tanaman Sayur. Jakarta: Penebar Swadaya

112

LAMPIRAN

113

Lampiran 1. Indeks Harga yang Diterima Petani (IT), Indeks Harga yang Dibayar Petani (IB) dan Nilai Tukar Petani Hortikultura (NTPH), serta Perubahannya 2012 Sub Sektor, Kelompok dan Subkelompok Sub Sektor Tanaman Hortikultura Indeks Harga Yang Diterima Petani - Sayur-Sayuran - Buah-Buahan Indeks Harga Yang Dibayar Petani - Indeks Konsumsi Rumah Tangga Bahan Makanan Makanan Jadi Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi & Olah raga Transportasi & Komunikasi - Indeks BPPBM Bibit Obat-obatan & Pupuk Transportasi & Komunikasi Sewa Lahan, Pajak & Lainnya Penambahan Barang Modal Upah Buruh Tani NILAI TUKAR PETANI HORTIKULTURA

Januari 2012

Februari 2012

147.51

147.81

150.42 145.35

Perubahan Jan2012 Feb2012 (%)

Februari 2012

Maret 2012

0.20

147.81

148.76

150.86 145.62

0.29 0.18

150.86 145.62

136.19

136.78

0.43

138.74

139.38

145.43 136.87 139.99 135.10 126.73

146.12 137.62 140.69 135.67 127.28

123.38

Perubahan Feb2012 Mar2012 (%)

Maret 2012

April 2012

0.65

148.76

149.62

152.17 146.39

0.87 0.53

152.17 146.39

136.78

136.98

0.15

0.46

139.38

139.54

0.47 0.55 0.50 0.42 0.43

146.12 137.62 140.69 135.67 127.28

145.85 138.31 141.33 136.16 127.72

123.73

0.29

123.73

123.89

113.77

113.86

0.08

113.86

124.98 116.81 124.22

125.34 116.87 124.67

0.29 0.05 0.36

120.75

120.96

125.86

Perubahan Mar2012 - Apr2012 (%)

April 2012

Mei 2012

0.58

149.62

150.36

153.14 147.18

0.64 0.54

153.14 147.18

136.98

137.37

0.29

0.11

139.54

139.94

-0.19 0.50 0.45 0.36 0.34

145.85 138.31 141.33 136.16 127.72

146.08 139.23 141.85 136.43 127.98

0.13

123.89

114.10

0.21

125.34 116.87 124.67

125.71 117.27 125.12

0.17

120.96

126.35

0.38

129.21

129.59

128.89

129.29

108.31

108.07

Perubahan Apr2012 Mei2012 (%)

Perubahan Mei2012 Juni2012 (%)

Mei 2012

Juni 2012

0.50

150.36

151.63

0.84

153.50 148.16

0.23 0.66

153.50 148.16

155.41 148.99

1.24 0.56

137.37

137.77

0.29

137.77

138.50

0.53

0.29

139.94

140.36

0.30

140.36

141.21

0.61

0.16 0.67 0.37 0.20 0.21

146.08 139.23 141.85 136.43 127.98

146.48 140.02 142.18 136.66 128.30

0.27 0.56 0.23 0.17 0.25

146.48 140.02 142.18 136.66 128.30

147.65 140.95 142.70 136.99 128.70

0.80 0.66 0.37 0.24 0.31

124.10

0.17

124.10

124.24

0.12

124.24

124.53

0.23

114.10

114.24

0.13

114.24

114.35

0.09

114.35

114.47

0.10

0.30 0.34 0.36

125.71 117.27 125.12

126.06 117.60 125.47

0.28 0.29 0.28

126.06 117.60 125.47

126.34 117.74 125.73

0.22 0.11 0.21

126.34 117.74 125.73

126.53 117.95 125.83

0.15 0.18 0.08

121.20

0.20

121.20

121.61

0.34

121.61

121.87

0.22

121.87

121.92

0.03

126.35

126.61

0.21

126.61

126.88

0.21

126.88

127.16

0.23

127.16

127.46

0.24

0.30

129.59

129.95

0.28

129.95

130.36

0.32

130.36

130.56

0.15

130.56

130.80

0.19

0.31

129.29

129.69

0.31

129.69

129.98

0.23

129.98

130.36

0.29

130.36

130.75

0.29

-0.23

108.07

108.60

0.50

108.60

108.91

0.29

108.91

109.14

0.21

109.14

109.47

0.31

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2012 (Data Diolah)

114

Lampiran 2. Data Kelompok Tani Kecamatan Ciawi Menurut Komoditi Pertanian Tahun 2012 No.

Nama Desa

1.

Bojong Murni

2.

Jambu Luwuk

3.

Banjar Sari

4.

Banjar Waru

5.

Banjar Wangi

6.

Teluk Pinang

7.

8.

9.

Bitung Sari

Pandansari

Ciawi

Nama Kelompok Bojong Sadar Tani I Sadar Tani II Melati Sadar Tani Karakal

Luas Lahan (Ha) Sawah Darat Jumlah 15 15 30 18 10 28 22 15 37 15 10 25 0,5 0,5 10 5 15

Alamat

Tahun dibentuk 1990 1986 1985 1995 2011 1989

Cukang Galeuh

20

10

30

Cahaya

20

5

25

Mandiri

5

5

10

Rahayu Tani Mukti Bakti Mandiri Legok Jaya Tirta Tani I Tirta Tani II Kubang Jaya I Kubang Jaya II Wira Tani Taruna Karya Taruna Bangun Mekar Jaya Mekar Baru Sejahtera Ranji Mukti Kharisma Tani Tani Mandiri Jembar Tani 1 Jembar Tani 2 Hegar Tani Ranji Bersemi Bina Sejahtera I Bina Sejahtera II

35 10 15 10 8 10 10 12

5 5 10 5 10 5 8 5 2 7 15 5 4 0,5

10 10 5

40 15 25 15 18 15 18 17 2 20 25 10 14 0,5 13 14 10 10 10 10 5

Bojong Bojong Jambu Luwuk Jambu Luwuk Jambu Luwuk Karakal Cukang Galeuh Cukang Galeuh Cukang Galeuh Kambangan Caringin Kubang Legok Kubang Kubang Kubang Kubang Banjar waru Cibolang Cibolang Cibolang Cibolang Cibolang Ranji Cibolang Cibolang Cibolang Cibolang Cibolang Cibolang

25

25

Bitungsari

2009

20

20

Bitungsari

2008

Barokah Tani

10

10

Sari Rasa Saluyu Jembar Ati Hidayah Peundeuy I Peundeuy II Kampung Sawah Hegarmanah Gadog Jarum Tani Makmur

10 10 10 10 12 11

10 10 10 10 12 11

8

8

13 10 5 10 13 14 10 10

10 12 15 25

10 12 15 25

Bitung Pesantren Bitung Bitung Bitung Bitung Peundeuy Peundeuy Kampung Sawah Pandansari Cigadog Cigadog Ciawi

1989 2009 1992 1982 1990 2003 1995 2000 1999 1993 1993 2007 1990 1995 1998 1998 2009 2008 2000 2008 1990 1999 1999 2010

2009 2009 2009 2009 2009 1991 1991 1992 2000 1990 1997 2007

115

Lampiran 2. (Lanjutan) Data Kelompok Tani Kecamatan Ciawi Konsentrasi Komoditi Pertanian Tahun 2012 No.

Nama Desa

10.

Bendungan

11.

Cileungsi

12.

Citapen

Nama Kelompok Timbul Jaya Karya Tani Desalova Deyasa Sugih Tani Bina Sejahtera 1 Bina Sejahtera 2 Bina Sejahtera 3 Pondok Menteng

Luas Lahan (Ha) Sawah Darat Jumlah 25 25 25 25 25 25 10 10 5 5 3

13.

Cibedug

Jumlah

Tani Jaya Sawah Lega Citapen Berkarya Teguh Jaya I Teguh Jaya II Babakan Ciaul 61

Seuseupan Seuseupan Seuseupan Seuseupan Cileungsi

Tahun dibentuk 2006 1990 1990 2009 1998

6

Ciherang

1997

3

3

Cileungsi

2008

3

3

Loji

2008

Silih Asih 3 5

3

Alamat

15

15

1

1

2 3

5 8

Pondok Menteng Pondok Menteng Lame Cigaok

2

2

Citapen

2010

5 373

5 5 4 5 847

Cibedug Cibedug Babakan Ciaul

1995 1998 1998 1998

5 5 4 474

Sumber: BP3K Wilayah Kecamatan Ciawi, 2012

2001 2008 2009 1995

116

Lampiran 3. Data Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) di Kecamatan Ciawi Tahun 2012 No.

Nama Desa

Nama Gapoktan

1.

Ciawi

Makmur Jaya (PUAP 2009) Mekar Jaya

2.

Bendungan

3.

Pandansari

Pandan Wangi (PUAP 2011)

4.

Citapen

Rukun Tani (PUAP 2009)

5.

Cileungsi

6.

Cibedug

Bina Sejahtera (PUAP 2009) Tani Lestari

7.

Bojong Murni

Sadar Tani (PUAP 2011)

8.

Teluk Pinang

Ranji Mukti

9.

Bitung Sari

Tani Makmur

Jumlah 9 Sumber: BP3K Wilayah Kecamatan Ciawi, 2012

Kelompok Tani Tani Makmur Langgeng Jaya Karya Tani Timbul Jaya Sekar Tani Harapan Jaya Hegar Manah Pendeuy Lebak Kampung sawah Gadog Jarum Suka Maju Pondok Menteng Sawah Lega Sugih Tani Bina Sejahtera Teguh Jaya I Teguh Jaya II Ciaul Babakan Bina Mandiri Tani Cibedug Bojong Sadar Tani I Sadar Tani Ii Melati Ranji Mukti Karisma Tani Tani Mandiri Mekar Mulya Jembar Tani I Jembar Tani II Hegar Tani Bitung Pesantren Sari Rasa Saluyu Mina Jaya Jembar Ati Nila Jumbo Hidayah Barokah Tani 40

Jumlah Anggota (Orang) 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 15 11 12 14 17 769

117

Lampiran 4. Peta Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor PETA DESA CITAPEN Utara Timur

Barat Selatan

Peta berasal dari Data Sekunder Kantor Desa Citapen dan tidak diketahui skala peta (Peta tanpa skala). Sumber: Pemetaan Swadaya Desa Citapen, 2011

118

Lampiran 5. Penerimaan Usahatani Sayuran Per Hektar Per Tahun Petani Anggota Gapoktan di Desa Citapen Tahun 2012 Petani Anggota Gapoktan No Nama 1 Yusup Cabai Buncis Kacang Panjang Tomat Total Penerimaan 1 Tahun 2 Suhi Cabai Terung Buncis Kacang Panjang Caisin Jagung Sayur Timun Total Penerimaan 1 Tahun 3 Adun Cabai Terung Buncis Kacang Panjang Caisin Total Penerimaan 1 Tahun 4 Suleman Buncis Kacang Panjang Total Penerimaan 1 Tahun 5 M. Yusuf Terung Kacang Panjang Caisin Total Penerimaan 1 Tahun 6 Dade Cabai Kacang Panjang Tomat Total Penerimaan 1 Tahun 7 H. Santibi Terung Buncis Kacang Panjang Timun Total Penerimaan 1 Tahun

Produksi

Harga

Pendapatan

10.167 10.167 22.667 22.667

Rp 6.000 Rp 1.500 Rp 1.500 Rp 1.500

Rp 61.000.020 Rp 15.250.005 Rp 34.000.005 Rp 34.000.005 Rp 144.250.035

5.250 5.250 5.250 8.167 9.250 4.500 9.500

Rp 10.000 Rp 1.500 Rp 2.000 Rp 1.300 Rp 2.000 Rp 1.600 Rp 700

Rp 52.500.000 Rp 7.875.000 Rp 10.500.000 Rp 10.617.100 Rp 18.500.000 Rp 7.200.000 Rp 6.650.000 Rp 113.842.100

20.833 20.833 25.000 25.000 16.667

Rp 10.000 Rp 1.500 Rp 2.000 Rp 2.000 Rp 1.000

Rp 208.333.300 Rp 31.249.995 Rp 50.000.000 Rp 50.000.000 Rp 16.666.670 Rp 356.249.965

500 750

Rp 3.500 Rp 3.500

Rp 1.750.000 Rp 2.625.000 Rp 4.375.000

1.000 20.000 20.000

Rp 2.000 Rp 3.600 Rp 3.500

Rp 2.000.000 Rp 72.000.000 Rp 70.000.000 Rp 144.000.000

7.500 10.000 60.000

Rp 12.000 Rp 2.000 Rp 1.000

Rp 90.000.000 Rp 20.000.000 Rp 60.000.000 Rp 170.000.000

12.500 25.000 20.000 15.000

Rp 2.000 Rp 4.000 Rp 4.000 Rp 1.400

Rp 25.000.000 Rp 100.000.000 Rp 80.000.000 Rp 21.000.000 Rp 226.000.000

119

Lampiran 5. (Lanjutan) Penerimaan Usahatani Sayuran Per Hektar Per Tahun Petani Anggota Gapoktan di Desa Citapen Tahun 2012 No 8

9

10

11

12

13

14

15

Nama H. Badrudin Cabai Buncis Kacang Panjang Tomat Total Penerimaan 1 Tahun Abdulloh Cabai Terung Buncis Kacang Panjang Total Penerimaan 1 Tahun Dasuki Caisin Timun Total Penerimaan 1 Tahun Ninih Cabai Terung Caisin Total Penerimaan 1 Tahun Bakrie Buncis Kacang Panjang Total Penerimaan 1 Tahun H. Kosasih Cabai Terung Buncis Kacang Panjang Caisin Timun Tomat Total Penerimaan 1 Tahun Hindun Terung Buncis Kacang Panjang Caisin Timun Total Penerimaan 1 Tahun H. Uban Cabai Terung Buncis Kacang Panjang

Produksi

Harga

Pendapatan

10.167 10.167 22.667 22.667

Rp 6.000 Rp 1.500 Rp 1.500 Rp 1.500

Rp 61.000.020 Rp 15.250.005 Rp 34.000.005 Rp 34.000.005 Rp 144.250.035

5.250 1.000 13.100 9.100

Rp 22.000 Rp 2.000 Rp 2.500 Rp 3.000

Rp 115.500.000 Rp 2.000.000 Rp 32.750.000 Rp 27.300.000 Rp 177.550.000

6.118 8.235

Rp 2.000 Rp 800

Rp 12.235.300 Rp 6.588.232 Rp 18.823.532

2.800 3.400 4.000

Rp 2.000 Rp 800 Rp 2.000

Rp 5.600.000 Rp 2.720.000 Rp 8.000.000 Rp 16.320.000

500 750

Rp 3.500 Rp 3.500

Rp 1.750.000 Rp 2.625.000 Rp 4.375.000

1.333 6.000 14.000 16.000 8.333 8.800 8.000

Rp 5.000 Rp 2.000 Rp 3.500 Rp 4.200 Rp 2.000 Rp 4.000 Rp 3.000

Rp 6.666.650 Rp 12.000.000 Rp 49.000.000 Rp 67.200.000 Rp 16.666.660 Rp 35.200.000 Rp 24.000.000 Rp 210.733.310

2.750 1.167 4.875 2.725 5.250

Rp 3.000 Rp 5.000 Rp 6.000 Rp 2.000 Rp 2.000

Rp 8.250.000 Rp 5.833.350 Rp 29.250.000 Rp 5.450.000 Rp 10.500.000 Rp 59.283.350

8.500 10.000 6.667 5.500

Rp 2.500 Rp 3.000 Rp 2.000 Rp 3.000

Rp 21.250.000 Rp 30.000.000 Rp 13.333.340 Rp 16.500.000

120

Lampiran 5. (Lanjutan) Penerimaan Usahatani Sayuran Per Hektar Per Tahun Petani Anggota Gapoktan di Desa Citapen Tahun 2012 No

16

17

18

19

20

Nama Produksi Caisin 7.000 Tomat 0 Total Penerimaan 1 Tahun H. Afifudin Cabai 26.667 Terung 50.000 Buncis 12.500 Kacang Panjang 23.472 Caisin 35.972 Total Penerimaan 1 Tahun H. Romli Buncis 5.000 Kacang Panjang 5.000 Kapri 1.667 Total Penerimaan 1 Tahun Cecep rahmat Cabai 0 Buncis 18.750 Caisin 12.500 Total Penerimaan 1 Tahun Ratno Cabai 15.750 Caisin 75.000 Tomat 150.000 Total Penerimaan 1 Tahun Kosasih Jagung sayur 2.500 Total Penerimaan 1 Tahun Rata-Rata Penerimaan Per Tahun

Harga Rp 2.000 Rp 0

Pendapatan Rp 14.000.000 Rp 0 Rp 95.083.340

Rp 10.000 Rp 2.000 Rp 600 Rp 700 Rp 1.500

Rp 266.666.700 Rp 100.000.000 Rp 7.500.000 Rp 16.430.554 Rp 53.958.330 Rp 444.555.584

Rp 2.000 Rp 2.000 Rp 10.000

Rp 10.000.000 Rp 10.000.000 Rp 16.666.700 Rp 36.666.700

Rp 0 Rp5.500 Rp 3.000

Rp 0 Rp 103.125.000 Rp 37.500.000 Rp 140.625.000

Rp 6.000 Rp 1.500 Rp 2.500

Rp 94.500.000 Rp 112.500.000 Rp 375.000.000 Rp 582.000.000

Rp2.000

Rp 5.000.000 Rp 5.000.000 Rp 154.699.148

121

Lampiran 6. Penerimaan Usahatani Sayuran Per Hektar Per Tahun Petani Bukan Anggota Gapoktan di Desa Citapen Tahun 2012 Petani Bukan Anggota Gapoktan No Nama 1. Madi Terung Buncis Kacang Panjang Timun Total Penerimaan 1 Tahun 2. Robani Cabai Terung Buncis Kacang Panjang Total Penerimaan 1 Tahun 3. Mustar Kacang Damame Caisin Tomat Timun Total Penerimaan 1 Tahun 4. Ahmad Mulyadi Cabai Buncis Kacang Panjang Caisin Tomat Timun Total Penerimaan 1 Tahun 5. Kasim Cabai Caisin Damame Total Penerimaan 1 Tahun 6. Sobana Jagung Sayur Total Penerimaan 1 Tahun 7. H. Makmur Terung Buncis Kacang Panjang Caisin Tomat Total Penerimaan 1 Tahun

Produksi

Harga

Pendapatan

5.000 0 16.666,67 16.666,67

Rp 2.500 Rp 2.000 Rp 4.000 belum panen

Rp 12.500.000 Rp 0 Rp 66.666.680 Rp 0 Rp 79.166.680

24.000 15.000 7.500 4.000

Rp 5.000 Rp 1.500 Rp 1.500 Rp 3.000

Rp 120.000.000 Rp 22.500.000 Rp 11.250.000 Rp 12.000.000 Rp 165.750.000

2.500 53.333,33 66.666,67 53.333,33

Rp 5.000 Rp 1.500 Rp 2.000 Rp 1.500

Rp 12.500.000 Rp 79.999.995 Rp 133.333.340 Rp 79.999.995 Rp 305.833.330

12.500 12.500 0 0 30.000 0

Rp 7.000 Rp 2.500 belum panen belum panen Rp 2.500 belum panen

Rp 87.500.000 Rp 31.250.000 Rp 0 Rp 0 Rp 75.000.000 Rp 0 Rp 193.750.000

4.066,67 4.066,67 6.000

Rp 7.500 Rp 1.000 Rp 6.000

Rp 30.500.025 Rp 4.066.670 Rp 36.000.000 Rp 70.566.695

6.250

Rp 1.500

Rp 9.375.000 Rp 9.375.000

24.000 60.000 24.000 39.800 50.000

Rp 1.500 Rp 3.000 Rp 5.000 Rp 1.000 Rp 2.500

Rp 36.000.000 Rp 180.000.000 Rp 120.000.000 Rp 39.800.000 Rp 125.000.000 Rp 500.800.000

122

Lampiran 6. (Lanjutan) Penerimaan Usahatani Sayuran Per Hektar Per Tahun Petani Bukan Anggota Gapoktan di Desa Citapen Tahun 2012 No 8.

9

10

11

12

13

14

Nama Produksi Aldo Cabai 8.333,33 Tomat 33.333,33 Total Penerimaan 1 Tahun Surya Buncis 6.200 Jagung Sayur 7.500 Kacang Panjang 8.000 Total Penerimaan 1 Tahun Abdul Cabai 10.000 Terung 10.000 Caisin 5.000 Total Penerimaan 1 Tahun Basri Cabai 3.500 Kacang Panjang 8.000 Kapri 4.100 Total Penerimaan 1 Tahun Kusnadi Cabai 16.666,67 Buncis 16.666,67 Total Penerimaan 1 Tahun Suyono Cabai 8.333,33 Tomat 33.333,33 Total Penerimaan 1 Tahun Mukarom Cabai 25.000 Caisin 10.0000 Total Penerimaan 1 Tahun Rata-Rata Penerimaan Per Tahun

Harga

Pendapatan

Rp 7.500 Rp 1.500

Rp 62.499.975 Rp 49.999.995 Rp 112.499.970

Rp 1.200 Rp 1.500 Rp 4.500

Rp 7.440.000 Rp 11.250.000 Rp 36.000.000 Rp 54.690.000

Rp 10.000 Rp 1.500 Rp 3.000

Rp 100.000.000 Rp 15.000.000 Rp 15.000.000 Rp 130.000.000

Rp 3.000 Rp 3.000 Rp 6.000

Rp 10.500.000 Rp 24.000.000 Rp 24.600.000 Rp 59.100.000

Rp 5.000 Rp5.000

Rp 83.333.350 Rp 83.333.350 Rp 166.666.700

Rp 7.500 Rp1.500

Rp 62.499.975 Rp 49.999.995 Rp 112.499.970

Rp 2.000 Rp 2.000

Rp 50.000.000 Rp 200.000.000 Rp 250.000.000 Rp 157.907.025

123

Lampiran 7. Analisis Usahatani Sayuran Per Hektar Per Tahun Petani Anggota Gapoktan Rukun Tani di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Tahun 2012 No Keterangan Penerimaan dari Produksi A Total Penerimaan B Biaya Tunai Biaya Lahan Biaya Pupuk Kandang Total Biaya Pupuk Kandang BiayaPupuk Urea Biaya Pupuk TSP Biaya Pupuk KCL Biaya Pupuk NPK Biaya Pupuk Lainnya Total Biaya Pupuk Kimia Biaya Benih Cabai Biaya Benih Buncis Biaya Benih Caisin Biaya Benih Kacang Panjang Biaya Benih Kapri Biaya Benih Terung Biaya Benih Tomat Biaya Benih Jagung Sayur Biaya Benih Kacang Edamame Biaya Benih Timun

C

D

Total Biaya Benih Biaya Tenaga Kerja Luar Keluarga Total Biaya Tenaga Kerja Luar Keluarga Biaya Obat Padat Biaya Obat air Total Biaya Obat Total Biaya Tunai Biaya Diperhitungkan Biaya Tenaga Kerja Dalam Keluarga Biaya Pasca Panen Biaya Penyusutan Peralatan Total Biaya Diperhitungkan

Jumlah Total Biaya Pendapatan atas Biaya Tunai (A-B) Pendapatan atas Biaya Total (A-C) R/C Rasio atas biaya Tunai (A/B) R/C Rasio atas Biaya Total (A/D)

Satuan

Jumlah

Kg

54.251

Hektar Karung Karung Kg Kg Kg Kg Kg Kg Amplop Kg Ons Kg Kg Amplop Amplop Kg Kg Amplop

1 229,58 229,58 284,92 69,45 119,55 133,93 144,57 752,42 12,42 12,81 11,09 14,77 0,63 10,17 5,74 1,50 0,00 6,93

HOK

45,09

Kg Liter

13,01 14,29

HOK

55,36

Nilai (Rp) 154.699.148

2.134.122 1.388.462 1.388.462 544.944 175.334 340.559 380.954 306.655 1.748.446 1.748.671 980.034 271.496 1.750.163 37.500 1.180.879 459.167 60.000 0 381.166 6.869.076 1.071.175 1.071.175 553.574 789.784 1.343.358 14.554.639 824.331 48.100 116.000 988.431 15.543.070

140.144.509 139.156.078 10,63 9,95

124

Lampiran 8. Analisis Usahatani Sayuran Per Hektar Per Tahun Petani Bukan Anggota Gapoktan Rukun Tani di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Tahun 2012 No Keterangan Penerimaan dari Produksi A Total Penerimaan B Biaya Tunai Biaya Lahan Biaya Pupuk Kandang Total Biaya Pupuk Kandang BiayaPupuk Urea Biaya Pupuk TSP Biaya Pupuk KCL Biaya Pupuk NPK Biaya Pupuk Lainnya Total Biaya Pupuk Kimia Biaya Benih Cabai Biaya Benih Buncis Biaya Benih Caisin Biaya Benih Kacang Panjang Biaya Benih Kapri Biaya Benih Terung Biaya Benih Tomat Biaya Benih Jagung Sayur Biaya Benih Kacang Edamame Biaya Benih Timun

C

D

Total Biaya Benih Biaya Tenaga Kerja Luar Keluarga Total Biaya Tenaga Kerja Luar Keluarga Biaya Obat Padat Biaya Obat Cair Total Biaya Obat Total Biaya Tunai Biaya Diperhitungkan Biaya Tenaga Kerja Dalam Keluarga Biaya Pasca Panen Biaya Penyusutan Peralatan Total Biaya Diperhitungkan

Jumlah Total Biaya Pendapatan atas Biaya Tunai (A-B) Pendapatan atas Biaya Total (A-C) R/C rasio atas biaya Tunai (A/B) R/C rasio atas Biaya Total (A/D)

Satuan

Jumlah

Kg

58.511

Hektar Karung Karung Kg Kg Kg Kg Kg Kg Amplop Kg Ons Kg Kg Amplop Amplop Kg Kg Amplop

1 126,25 126,25 271,65 152,55 114,11 113,85 97,53 749,69 10,19 15,39 2,25 6,83 0,06 4,38 9,97 0,98 2,86 7,79

HOK

48,51

Kg Liter

18,97 9,75

HOK

41,34

Nilai (Rp) 157.907.025 157.907.025 2.526.977 702.508 702.508 511.938 249.638 318.566 411.337 167.064 1.658.543 1.415.863 517.500 924.202 834.762 87.662 113.095 836.255 332.143 114.286 328.235 5.600.432 957.488 957.488 969.768 633.216 1.602.984 13.048.932 844.328 356.928,57 134.00 1.335.257 14.384.189

144.858.093 143.522.836 12,10 10,98

125

Lampiran 9. Struktur Organisasi Gapoktan Rukun Tani Desa Citapen Kecamatan Ciawi Tahun 2012

Tim Pengarah

Ketua H. Misbah

Unit Usaha Produksi 1. Ninih 2. Sarno 3. Yudi

Kades

: H. Eman Sulaeman PPL : Uwoh Hibatullah Tokmas : H. Agus

Bendahara

Sekretaris

H. Harun Arrasyid

Jamil

Unit Usaha Saprodi 1. Dadang 2. H. Kosih

Unit Usaha Pengolahan

Unit Usaha Permodalan

Unit Usaha Pemasaran

Unit Usaha Alsintan

1. Cecep 2. Indah

1. Enur 2. Nurdin

1. H. Agus 2. Eman

126

Lampiran 10. Struktur Organisasi Pos Penyuluh Desa (Posluhdes) Gapoktan Rukun Tani Desa Citapen Kecamatan Ciawi Tahun 2012

Pendamping

Pendamping

Penyuluh

Penyuluh Ketua Lukmanul Hakim

Sekretaris

Bendahara

Sulaeman

Nia Purnamasari

Wakil Sekretaris

Wakil Bendahara

Adang

Hj. Didoh

Seksi Perencanaan Monitoring dan Evaluasi

Seksi Penyebaran Informasi dan Materi Penyuluhan

Seksi Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)

Seksi Pembinaan dan Pengembangan Usaha

H. Harun

Rosi

Jamil

H. Misbah

127

Lampiran 11. Perhitungan Skor Penilaian Sikap Responden terhadap Fasilitas yang Diberikan Gapoktan No

Keterangan Tolak Ukur

1

Syarat Masuk Awal Menjadi Anggota Gapoktan Sangat Mudah Mudah Sulit Sub Total Adanya Bantuan Pinjaman Modal dari Gapoktan Ada (Anggota mudah mendapatkan pinjaman) Jarang (Anggota tidak selalu mendapat pinjaman) Tidak Ada (Anggota belum pernah mendapatkan pinjaman) Sub Total Kemudahan Memperoleh Input Produksi Sangat Mudah (Selalu tersedia saat dibutuhkan) Mudah (Ada pada saat dibutuhkan) Sulit (Sering tidak ada saat dibutuhkan) Sub Total Harga Input Produksi Lebih murah dari pasar Sama dengan harga pasar Lebih mahal dari pasar Sub Total Bimbingan, Pelatihan, dan Penyuluhan kepada Anggota Sering (satu minggu sekali) Ada ( dua minggu sekali) Jarang ( > sebulan sekali) Sub Total Pembayaran Hasil Panen oleh Gapoktan Lancar (Jual-Bayar < satu minggu) Sedang (Jual-Bayar satu-dua minggu) Lambat (Jual-Bayar > dua minggu) Sub Total

2

3

4

5

6

Skor Penilaian

Jumlah Responden (orang)

Total Skor

3 2 1

1 17 0 18

3 34 0 37

3

15

45

2

2

4

1

0 17

0 49

3 2

2 15

6 30

1

0 17

0 36

3 2 1

4 12 1 17

12 24 1 37

3 2 1

2 6 9 17

6 12 9 27

3 2 1

15 0 0 15

45 0 0 45

128

Lampiran 11. (Lanjutan) Perhitungan Skor Penilaian Sikap Responden terhadap Fasilitas yang Diberikan Gapoktan No

Keterangan Tolak Ukur

7

Fasilitas Pengangkutan Hasil Panen ke Gapoktan Selalu Tersedia Ada Jarang Tersedia Sub Total Informasi Harga Sayuran di Tingkat Petani Transparan dan Jelas Kurang Transparan (Jarang ada) Tidak Transaparan (Tidak ada) Sub Total Total Skor Kategori

8

Skor Penilaian

Jumlah Responden (orang)

Total Skor

3 2 1

14 3 0 17

42 6 0 48

3 2 1

17 0 0 17

51 0 0 51 330

Cukup Baik