PENGARUH MANAJEMEN STRES TERHADAP PENURUNAN

Download 25 Nov 2012 ... dapat disimpulkan bahwa tanda-tanda atau gejala stres pada umumnya dapat dikelompokkan sebagai berikut di bawah ini ( Agoes...

0 downloads 529 Views 322KB Size
PENGARUH MANAJEMEN STRES TERHADAP PENURUNAN TINGKAT STRES PADA NARAPIDANA DI LPW MALANG Rizky Dianita Segarahayu ([email protected]) Fakultas Pendidikan Psikologi Universitas Negeri Malang ABSTRAK Lembaga Pemasyarakatan merupakan sebuah tempat dimana ruang gerak narapidana dibatasi dan mereka terisolasi dari masyarakat. Keadaan terbatasi dan terisolasi dapat menjadi stressor yang menyebabkan stres pada narapidana. Namun stres dapat ditangani, melalui manajemen stres individu dapat mengelola stres yang dimiliki sehingga dampak dari stres tersebut dapat diminimalisir. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh manajemen stres untuk menurunkan tingkat stres narapidana wanita di LPW Kelas IIA Malang. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen. Desain penelitian yang digunakan adalah The One-Group Pretest-Posstest Design. Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala stres. Subyek penelitian ini adalah narapidana wanita dengan rentang usia 20-30 tahun dengan total subyek 4 orang dengan kriteria: memiliki skor stres tinggi, narapidana baru pertama kali masuk penjara, dan telah menjalani masa tahanan min. 1 tahun, dimana subyek penelitian diberi treatment berupa manajemen stres selama 5 kali dengan teknik relaksasi dan affirmasi positif selama kurang lebih 2 jam. Analisis yang digunakan adalah uji wilcoxon. Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya pengaruh yang signifikan pemberian manajemen stres terhadap penurunan stres (diperoleh Asymp.Sign sebesar 0.068 dimana 0,068 > 0,05 = tidak signifikan). Kekurangan dalam penelitian ini adalah peneliti tidak dapat mengontrol waktu pemberian treatmen dan peneliti tidak dapat mengontrol subjek yang dropout. Kata kunci : Stres, Manajemen Stres, Narapidana Wanita ABSTRACT Prison is a place which inmate’s space is limited and they are isolated from society. Limited and isolated circumstances can be a stressor that causes stress on the inmates. But, stress can be handled in several ways, through stress management, someone can manage the stress so that the effects of stress can be minimized. This study aimed to determine the effect of stress management to reduce stress levels the female inmates in LPW Class IIA Malang. The research design in this study is used experimental. The study design was used The OneGroup Pretest-Posstest Design. Data collection tool in this study is used the stress scale. The study subjects were female inmates with an age range of 20-30 years with total of 4 subjects with criteria: has high stress score, first-time inmates in prison, and has a period of detention min. 1 year, in which subjects were given treatment in the form of stress management for 5 times with relaxation techniques and positive affirmations for about 2 hours. The analysis was used Wilcoxon test. The results showed no significant effect of the provision of stress management stress reduction (Asymp.Sign obtained at 0.068 where 0.068> 0.05 = not significant). Deficiencies in this study are the researcher wasn’t able to control the timing of treatments and researcher can not control subject dropout. Key word : stress, stress management, female inmate 1

2

Pada zaman modern sekarang ini hampir semua orang dalam hidupnya pernah mengalami stres. Stres dalam bentuk apa pun adalah bagian dari kehidupan sehari-hari. Apabila individu tersebut kurang mampu mengadaptasikan dirinya dengan tuntutan-tuntutan atau masalah-masalah yang muncul, maka individu tersebut akan cenderung mengalami stres. Secara umum, stres terjadi jika individu dihadapkan dengan peristiwa yang mereka rasakan sebagai ancaman kesehatan fisik atau psikologis. Keadaan atau peristiwa yang menyebabkan stres disebut stresor (Manktelow, 2007) dan reaksi individu terhadap peristiwa yang menyebabkan stres disebut respon stres. Stres menurut Sarafino (Hardjana, 1993) adalah sebagai suatu keadaan yang dihasilkan ketika individu dan lingkungan bertransaksi, baik nyata atau tidak nyata, antara tuntutan situasi dan sumber-sumber yang dimiliki individu menyangkut kondisi biologis, psikologis, atau psikososial. Stres muncul sebagai akibat dari adanya tuntutan yang melebihi kemampuan individu untuk memenuhinya. Apabila seseorang tidak mampu memenuhituntutan kebutuhan, maka akan merasakan suatu kondisi ketegangan dalam dirinya. Ketegangan yang berlangsung lama dan tidak ada penyelesaian, akan berkembang menjadi stres. Perubahan kehidupan tersebut merupakan perubahan yang banyak dialami oleh seorang narapidana. Narapidana (Warga Binaan Pemasyarakatan) sebelumnya merupakan bagian dari kehidupan bermasyarakat yang tidak mempunyai keinginan untuk menjadi seorang narapidana. Namun, karena suatu keadaan atau sesuatu hal, mengakibatkan seseorang menjadi narapidana dan masuk ke dalam lembaga pemasyarakatan. Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di lembaga pemasyarakatan (Prayitno, 2009: 105). Ketika harus tinggal di Lembaga Pemasyarakatan, ruang gerak narapidana dibatasi dan mereka terisolasi dari masyarakat. Keadaan terbatasi dan terisolasi dapat menjadi stressor yang menyebabkan stres pada narapidana. Bahkan menjadi narapidana itu sendiri merupakan stresor yang berat dalam kehidupan pelakunya. Perasaan sedih pada narapidana setelah menerima hukuman serta berbagai hal lainnya seperti rasa bersalah, hilangnya kebebasan, perasaan malu, sangsi ekonomi dan sosial serta kehidupan dalam penjara yang penuh dengan tekanan psikologis dapat memperburuk dan mengintensifkan stressor sebelumnya. Stres memang sudah menjadi bagian dari kehidupan yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan seseorang, apalagi bagi mereka yang tinggal di Lembaga Pemasyarakatan. Menjalani kehidupan di Lembaga Pemasyarakatan adalah suatu perubahan kehidupan yang bersifat ekstrim. Dari fenomena-fenomena yang telah dipaparkan diatas, apabila stres pada

3

narapidana tidak mendapatkan penanganan yang baik dapat menyebabkan beberapa hal yang mengancam bagi diri narapidana sendiri maupun lembaga pemasyarakatan. Menurut Lazarus (1984) apabila stres tidak ditangani dan dikelola dengan baik, maka akan memberikan efek jangka lama akan berdampak pada timbulnya penyakit, gangguan somatik, gangguan kesehatan, dan gangguan fungsi sosial. Hal ini mengarah pada pentingnya dilakukan sebuah intervensi untuk mengelola dan menangani stres, sehingga setidaknya kondisi penuh stres pada narapidana dapat berkurang. Manajemen stres adalah suatu program untuk melakukan pengontrolan atau pengaturan stres dimana bertujuan untuk mengenal penyebab stress dan mengetahui teknik-teknik mengelola stres, sehingga orang lebih baik dalam menangani stres dalam kehidupan (Schafer, 2000: 18). Maka, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh manajemen stres terhadap penurunan tingkat stres pada narapidana wanita di LPW Kelas IIA Malang dengan hipotesis penelitian ada pengaruh pemberian manajemen stres terhadap penurunan tingkat stres pada narapidana wanita di LPW Kelas IIA Malang. Tinjauan Stres Sarafino (Hardjana, 1993) mengatakan bahwa “stres sebagai suatu keadaan yang dihasilkan ketika individu dan lingkungan (bertransaksi), baik nyata atau tidak nyata, antara tuntutan situasi dan sumber-sumber yang dimiliki individu menyangkut kondisi biologis, psikologis, atau psikososial”. Taylor (2003) mendeskripsikan stres sebagai pengalaman emosional negatif disertai perubahan reaksi biokimia, fisiologis, kognitif, dan perilaku yang ditujukan pada arah perubahan peristiwa penuh stres atau memberikan efek perubahan. Menurut Taylor (2003), stressor merupakan peristiwa yang menyebabkan stres. Sebuah penelitian tentang stresor telah membantu mendefinisikan beberapa kondisi yang lebih banyak memproduksi stres daripada yang lainnya, tetapi jika hanya memfokuskan pada peristiwa penuh stres tidak dapat secara penuh menjelaskan pengalaman stres. Karena tiaptiap pengalaman penuh stres antara satu orang dengan orang lain berbeda-beda. Individu juga bervariasi dalam merespon stres. Menurut Taylor (2003), respon terhadap stres dimanifestasikan dan melibatkan perubahan fisiologis, reaksi kognitif, reaksi emosional, dan respon perilaku. Respon-respon stres ini menimbulkan kemungkinan dari variasi tanda-tanda terjadinya stres, yang mana dapat diukur sebagai usaha untuk mengetahui secara langsung derajat stres seseorang. Berdasarkan uraian diatas peneliti menyimpulkan bahwa stres merupakan keadaan yang dihasilkan ketika individu dengan lingkungan bertransaksi, dimana keadaan tersebut dinilai oleh seseorang sebagai beban atau sesuatu yang melebihi kemampuannya dan

4

membahayakan bagi kesehatannya, sehingga memberikan dampak pada fisiologis, emosional, kognitif, dan perilaku. Pendapat Taylor (2003) dan juga disebutkan oleh Davis dan Nelson dapat disimpulkan bahwa tanda-tanda atau gejala stres pada umumnya dapat dikelompokkan sebagai berikut di bawah ini ( Agoes, dkk., 2003:40): a. Aspek Emosional (Perasaan). Meliputi: merasa cemas (feeling anxious), merasa ketakutan (feeling scared), merasa mudah marah (feeling irratable), merasa suka murung (feeling moody), dan merasa tidak mampu menanggulangi (feeling of inability to cope) b. Aspek Kognitif (Pikiran) . Meliputi: Penghargaan atas diri rendah (low self esteem), takut gagal (fear failure), tidak mampu berkonsentrasi (inability to concentrate), mudah bertindak memalukan (embarrassing easily), khawatir akan masa depannya (worrying about the future), Mudah lupa (forgetfulness), dan emosi tidak stabil (emotional instability) c. Aspek perilaku sosial. Meliputi: Jika berbicara gagap atau gugup dan kesukaran bicara lainnya (stuttering and other speech difficulties), enggan bekerja sama (uncooperative activities), tidak mampu rileks (inability to relax), menangis tanpa alasan yang jelas (crying for no apparent reason), bertindak impulsif atau bertindak sesuka hati (acting impulsively), mudah kaget atau terkejut (startling easily), menggertakkan gigi (grinding teeth), frekuensi merokok meningkat (increasing smoking), penggunaan obat-obatan dan alkohol meningkat (increasing use of drugs and alcohol), mudah celaka (being accident prone), dan kehilangan nafsu makan atau selera makan berlebihan (losing appetite or overeating) d. Aspek fisiologis. Meliputi: Berkeringat (perspiration/sweaty), detak jantung meningkat (increased heart beat), menggigil atau gemetaran (trembling), gelisah atau gugup (nervous), mulut dan kerongkongan kering (dryness of throat and mouth), mudah letih (tiring easily), sering buang air kencing (urinating frequently), mempunyai masalah dengan tidur (sleeping problems), diare/ ketidaksanggupan mencerna/ muntah (diarrhea/ indigestion/ vomiting), perut melilit atau sembelit (coil arround in stomach), sakit kepala (headaches), tekanan darah tinggi (high blood preasure), dan sakit pada leher dan atau punggung bawah (pain in the neck and or lower back). Tinjauan Manajemen Stres Respon koping individu sering terjadi secara spontan, yang mana, individu melakukan apapun secara alami pada diri mereka dan apa yang telah dikerjakan sebelumnya. Tetapi seringkali usaha-usaha itu tidak cukup. Stresor bisa jadi lebih kronis, atau lebih elusif sehingga menyebabkan usaha individu itu sendiri tidak berhasil untuk menurunkan stres.

5

Karena individu dengan jelas kesulitan mengatur stres dengan dirinya sendiri, sehingga ahli psikologi kesehatan mengembangkan teknik yang disebut manajemen stres yang dapat diajarkan (Taylor, 2003). Manajemen stress adalah suatu program untuk melakukan pengontrolan atau pengaturan stres dimana bertujuan untuk mengenal penyebab stress dan mengetahui teknik-teknik mengelola stres, sehingga orang lebih baik dalam menguasai stress dalam kehidupan daripada dihimpit oleh stress itu sendiri (Schafer, 2000: 18). Manajemen stres lebih daripada sekedar mengatasinya, yakni belajar menanggulanginya secara adaptif dan efektif (Margiati, 1999: 76). Memanajemen stres berarti membuat perubahan dalam cara berfikir dan merasa, dalam cara berperilaku dan sangat mungkin dalam lingkungan individu masing-masing (Margiati, 1999: 76). Manajemen stres menurut Taylor (2003) meliputi 3 tahap , yaitu: a. Tahap pertama, partisipan mempelajari apakah stres itu dan bagaimana mengidentifikasi stresor dalam kehidupan mereka sendiri. b. Tahap kedua, mereka memperoleh dan mempraktekan ketrampilan untuk mengatasi (koping) stres. c. Tahap terakhir, partisipan mempraktekkan teknik manajemen stres mereka yang ditargetkan situasi penuh stres mereka dan memonitor efektivitas teknik itu. Dalam melakukan manajemen stres terdapat beberapa cara yang digunakan untuk dapat mengelola stres. Berikut ini adalah beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengelola stres (dalam Wade dan Tavris, 2007: 302-310). a) Strategi Fisik Cara yang paling cepat untuk mengatasi tekanan fisiologis dari stres adalah dengan menenangkan diri dan mengurangi rangsangan fisik tubuh melalui meditasi atau relaksasi. Menurut Scheufele, relaksasi progresif adalah belajar untuk secara bergantian menekan dan membuat otot-otot menjadi santai, juga menurunkan tekanan darah dan hormon stres (Wade dan Tavris, 2007:302). b) Strategi Emosional Merupakan suatu strategi yang berfokus pada emosi yang muncul akibat masalah yang dihadapi, baik marah, cemas, atau duka cita (dalam Wade dan Tavris, 2007: 303). Beberapa waktu setelah bencana atau tragedi adalah hal yang wajar bagi individu yang mengalaminya untuk merasakan emosi-emosi tersebut. Pada tahap ini, orang sering kali butuh untuk membicarakan kejadian tersebut secara terus-menerus agar dapat menerima, memahami, dan memutuskan akan melakukan hal apa setelah kejadian tersebut selesai (dalam Wade dan Tavris, 2007: 303). Emotion focused coping adalah sebuah strategi koping

6

stres yang lebih menekankan pada usaha untuk menurunkan emosi negatif yang dirasakan ketika menghadapi masalah atau tekanan, mengalihkan perhatian dari masalah (dalam Tanti, 2007). c) Strategi Kognitif Dalam strategi kognitif yang dapat dilakukan adalah menilai kembali suatu masalah dengan positif (positive reappraisal problem). Strategi positive reappraisal yaitu merupakan usaha kognitif untuk menganalisa dan merestrukturisasi masalah dalam sebuah cara yang positif sambil terus melakukan penerimaan terhadap realitas situasi (dalam Solichatun, 2011). Menurut Lazarus dan Folkman (1984) mengatakan bahwa appraisal merupakan reaksi terhadap stres sangat tergantung pada bagaimana individu itu menafsirkan atau menilai (secara sadar atau tidak sadar) arti dari peristiwa yang mengancam atau menantang dirinya. Masalah dapat diubah menjadi tantangan dan kehilangan dapat diubah menjadi keuntungan yang tidak terduga. Selain itu teknik lain yang dapat digunakan untuk mengubah kognitif adalah dnegan affirmasi positif. Afirmasi adalah cara yang paling mudah dan sederhana untuk mempengaruhi pikiran bawah sadar seseorang (Fyrzha, 2011). Afirmasi adalah sejumlah kalimat yang positif disusun baik itu hanya sebatas pikiran, atau dituangkan kedalam tulisan, diucapkan dengan cara berulang-ulang (Nazmy, 2012). Afirmasi ini berupa pernyataan pendek dan sederhana yang disampaikan terus menerus dan berulang-ulang kepada diri sendiri. Pada saat melakukan afirmasi, sesungguhnya seseorang sedang mempengaruhi keadaan pikiran bawah sadar. Afirmasi harus bersifat positif dan diwujudkan dengan kata-kata yang singkat. d) Strategi Sosial Dalam strategi sosial seorang individu untuk menurunkan stres dapat melakukan hal berikut ini, seperti mencari kelompok dukungan. Kelompok dukugan (support group) terutama sangat membantu, karena semua orang dalam kelompok pernah mengalami hal yang sama dan memahami apa yang dirasakan. Kelompok dukungan dapat memperlihatkan kepedulian dan kasih sayang. Mereka dapat membantu seseorang menilai suatu masalah dan merencanakan hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengatasinya. Mereka merupakan sumber kelekatan dan hubungan yang dibutuhkan oleh setiap orang sepanjang hidup. Memiliki teman adalah hal yang menyenangkan dan hal ini bahkan dapat meningkatkan kesehatan seseorang. Teknik-teknik mengelola stres yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik relaksasi dan teknik affirmasi positif, yangmana teknik relaksasi untuk mengurangi ketegangan fisik yang berdampak pada perilaku dan teknik affirmasi positif untuk menetralkan pikiran dan emosi-emosi negatif menjadi lebih netral dan positif.

7

Berdasarkan thesis dari penelitian Essha Paulina Kristanti, 2012 (tidak dipublikasikan) dalam judul “Pengaruh Manajemen Stres terhadap Stres dan Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi’, menunjukkan bahwa ada pengaruh pelatihan manajemen stres yang signifikan terhadap skor stres pada pasien hipertensi di Puskesmas Ardimulyo. Penelitian tentang penurunan stres juga dilakukan oleh Fajar Binatoro dengan penelitian “Efektivitas Hydrotherapy dalam Mengurangi Stres”, menunjukkan bahwa ada pengaruh hydrotherapy dalam mengurangi tingkat stres. Dari data-data diatas menunjukkan bahwa stres dapat dikelola dan diminimalisir. Sehingga data diatas menunjang untuk adanya pengaruh manajemen stres terhadap penurunan stres pada narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Malang.

METODE Partisipan dan Desain Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah 4 narapidana wanita dengan usia dewasa awal (20-30 tahun) di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Malang, dengan karakteristik sebagai berikut: Narapidana wanita di lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Malang yang baru pertama kali masuk penjara dan bersedia berpartisipasi dalam penelitian, narapidana yang telah menjalani masa hukuman minimal 1 tahun, mengalami stres pada tingkat tinggi yang diukur berdasarkan skala stres, memiliki usia dengan rentangan 20-30 tahun. , dan narapidana yang sudah memiliki pasangan. Pemilihan subjek dilakukan dengan teknik purposive. Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang menggunakan jenis rancangan penelitian eksperimen. Desain penelitian yang digunakan adalah The One-Group Pretest-Posttest Design. Penggunaan metode ini adalah untuk mendeskripsikan secara rinci bagaimana pengaruh pemberian manajemen stres terhadap penurunan stres narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Malang.

Alat Ukur dan Prosedur Penelitian Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan 1 skala sebagai berikut : Skala stres yang disusun berdasarkan teori stres Taylor (2003) dalam bentuk skala likert yang terdiri dari 37 aitem valid dan reliabilitas sebesar 0,888. Contoh :

8

No. Pernyataan nyataan

TS

18

Masa depan saya akan baik-baik baik saja

19

Saya merasa sudah gagal ketika saya

JS

S

SS

divonis masuk penjara

Prosedur penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Tahap Persiapan Tahapan persiapan dalam penelitian ini terdiri dari melakukan analisis kebutuhan, penyusunan instrumen penelitian, pemilihan subjek penelitian, penyusunan panduan manajemen stres, dan pengurusan surat izin penelitian. Tahap Pelaksanaan Pada tahap pelaksanaan naan meliputi tahap eksperimen itu sendiri berupa pemberian treatmen pelatihan manajemen stres oleh trainer ahli dengan pedoman buku panduan yang telah divalidasi. Berikut ini adalah bagan pemberian treatmen dalam penelitian ini.

Bagan 1.0 Bagan pemberian treatmen

HASIL Secara deskriptif eskriptif narapidana wanita yang memiliki skor stres sangat tinggi sebesar 6,25%, tinggi sebesar 25%, sedang 37,5%, rendah 25%, dan sangat rendah 6,25%. Hasil uji wilcoxon menunjukan sig 2-tailed 2 (0,068) > α (0,05) jadi tidak ada pengaruh yang signifikan pemberian manajemen stres terhadap penurunan tingkat stres pada narapidana wanita di LPW Kelas IIA Malang. b

Test Statistics

posttest – pretest Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Based on positive ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test

a

-1.826

.068

9 b

Test Statistics

posttest – pretest a

Z

-1.826

Asymp. Sig. (2-tailed)

.068

a. Based on positive ranks. Tabel 0.1 Tabel Signifikansi hasil uji wolcoxon

Variabel Tingkat stres – manajemen stres

Z -

1.826

2-tailed 0,068

Keterangan

Kesimpulan

Asymp. Sign >

Tidak signifikan

0,05

DISKUSI Berdasarkan hasil analisis uji wilcoxon bahwa manajemen stres tidak memberi pengaruh yang signifikan dalam menurunkan tingkat stres subjek penelitian. Namun jika dilihat dari skor kriteria, subjek 1, subjek 2, subjek 3, dan subjek 4 tetap mengalami penurunan tingkat stres. Pada subjek 1, subjek 2, dan subjek 4 mengalami penurunan dari tingkat stres tinggi hingga tingkat stres sedang, sedangkan subjek 3 mengalami penurunan dari tingkat stres dari tinggi ke sangat rendah. Secara keseluruhan pemberian manajemen stres terhadap penurunan stres wanita di lembaga pemasyarakatan wanita tidak memiliki pengaruh yang signifikan untuk menurunkan stres yang dialami narapidana. Menurut Taylor (2003) yang menyebabkan usaha individu tidak berhasil menurunkan stres secara signifikan, karena stressor menjadi lebih kronis atau lebih elusif. Menurut Lazarus & Folkman (1984) coping focused on emotional pada situasi-situasi tertentu yang dianggap sebagai situasi sulit, bisa jadi tidak dapat merubah pikiran. Selain itu menurut Lazarus & Folkman (1984) dan Taylor (2003) kemampuan coping tiap individu satu dengan individu lain berbeda satu dengan yang lain. Ada kemungkinan subjek 1, 2, dan 4 memiliki kemampuan coping yang kurang baik dan subjek 3 memiliki kemampuan coping yang cukup baik. Selain itu pengalaman penuh stres antara satu orang dengan orang lain berbeda-beda. Hal itu kemungkinan yang menyebabkan antara subjek satu dengan subjek yang lain memiliki penurunan stres yang berbeda. Stressor antara individu satu dengan individu yang lain juga memiliki perbedaan. Subjek 1, 2 masih memiliki masa tahanan 2 tahun lagi, subjek 4 memiliki masa tahanan kurang lebih 1,5 tahun. Sedangkan subjek 4 memiliki masa tahanan kurang dari 9 bulan.

10

Masa tahanan yang masih lama dapat saja menjadi sumber stressor subjek. Subjek 1 memiliki masalah dengan pasangan karena pasangan meninggalkan subjek dengan wanita pilihan keluarga. Subjek 2 memiliki masalah karena baru saja ditinggalkan oleh suami yang meninggal dan selalu khawatir dengan keadaan anaknya. Subjek 3 merasa bersalah dengan orang tua dan sangat merindukan keluarganya. Subjek 4 memiliki masalah karena lebih dari tiga bulan tidak mendapat kunjungan baik dari sanak keluarganya maupun teman-temannya. Ketika suatu stressor menjadi sangat berat, ada kemungkinan usaha penurunan stres menjadi kurang signifikan memiliki pengaruh. Selain itu ada kemungkinan, ketika suatu stressor tersebut telah diturunkan, mungkin saja hanya memiliki efek turun setelah diberikan treatmen teknik afirmasi positif dan teknik relaksasi, namun ketika seorang narapidana kembali kedalam blok dapat saja stressor tersebut muncul kembali. Manajemen stres ini dapat saja menjadi tidak memiliki pengaruh yang signifikan karena dalam penelitian ini memiliki keterbatasan dan kekurangan penelitian. Berikut ini adalah keterbatasan dan kekurangan penelitian: Skala yang digunakan untuk mengukur tingkat stres menggunakan indikator gejala-gejala stres, kemungkinan skala akan lebih baik jika dikembangkan berdasarkan indikator stressor stres. Dengan skala yang dikembangkan berdasarkan stressor yang dimiliki, kemungkinan pengukuran akan menjadi lebih tepat. Dalam deskriptor pada indikator perilaku skala stres yang dikembangkan peneliti, melibatkan beberapa deskriptor aitem “frekuensi merokok meningkat dan penggunaan obatobatan dan alkohol meningkat”. Deskriptor aitem tersebut lebih baik dihilangkan, karena tidak semua subjek penelitian merokok dan mengkonsumsi obat-obatan dan alkohol. Treatmen yang diberikan adalah treatmen yang baru dikembangkan oleh peneliti, meskipun treatmen telah divalidasi oleh 4 orang psikolog, namun ada kemungkinan treatmen tersebut masih memiliki banyak kekurangan, seperti adanya dua teknik yang digunakan dalam manajemen stres yangmana dapat saja kedua teknik tersebut saling mempengaruhi satu dengan yang lain, sehingga keefektifannya dalam menurunkan stres menjadi berkurang. Saat pemberian treatmen manajemen stres peneliti tidak dapat mengontrol waktu pemberian treatmen. Treatmen manajemen stres diberikan pukul 14.00 sampai dengan selesai. Waktu ini adalah waktu yang diputuskan berdasarkan kesepakatan trainer, petugas lapas, dan subjek penelitian. Pada saat jam siang seperti itu, subjek baru saja pulang bekerja di bangker dan langsung mengikuti pelatihan. Karena faktor pemberian treatmen pada siang hari dan setelah pulang kerja, dapat saja ini menyebabkan informasi yang masuk selama pemberian treatmen menjadi tidak dapat diterima 100%.

11

Pemberian treatmen manajemen stres yang hanya 5 hari, kemungkinan masih belum cukup. Pemberian waktu treatmen yang lebih banyak, kemungkinan akan memberikan pengaruh yang lebih signifikan. Pada saat pemberian treatmen manajemen stres, peneliti tidak dapat mengontrol kehadiran orang ketiga saat dalam penelitian, yaitu kehadiran petugas lapas yang mengawasi jalannya penelitian. Kehadiran petugas lapas ini dapat saja membuat subjek penelitian menjadi tidak leluasa dalam melakukan manajemen stres. Stressor dapat saja setiap waktu berubah. Kemungkinan adanya beberapa stressor yang belum tertangani saat treatmen manajemen stres hari terakhir. Karena selama manajemen stres yang ditangani rata-rata adalah stressor keluarga, pasangan, dan teman. Sedangkan masih banyak stressor seperti pekerjaan dan lain-lain yang belum ditangani, dimana stressor ini juga diukur dalam instrumen penelitian. Pada saat pengerjaan tugas monitoring diri tampak pada subjek 1, subjek 2, dan subjek 4, subjek dengan tingkat stres yang mengalami penurunan stres tidak signifikan, masih memiliki gejala-gejala stres yang sedikit mengalami penurunan pada hari – hari sebelumnya. Pada subjek 3, subjek dengan tingkat stres yang mengalami penurunan stres signifikan, pada hari terakhir memiliki gejala-gejala yang semakin sedikit. Dari tugas monitoring diri ini tampak bahwa gejala-gejala stres yang dimiliki subjek 1, subjek 2, dan subjek 4 masih banyak. Sehingga pada saat pengukuran posttest dengan menggunakan skala stres, subjek tidak mengalami penurunan stres yang signifikan. Peneliti tidak dapat mengontrol adanya subjek penelitian yang dropout. Pada awal penelitian didapatkan subjek penelitian sebesar 5 orang namun pada hari ketiga subjek tidak dapat mengikuti pelatihan karena harus melakukan kegiatan wajib yang tidak dapat ditinggalkan. Faktor lain yang kemungkinan dapat mempengaruhi tidak adanya perbedaan hasil sebelum dan sesudah yang signifikan adalah kondisi lingkungan fisik di Lembaga Pemasyarakatan Wanita kelas IIA Malang yang menyebabkan stres berasal dari lingkungan. Stres lingkungan merupakan sumber beban yang dipersepsikan oleh seseorang bersumber dari lingkungan fisiknya. Unsur-unsur lingkungan fisik yang dapat menjadi sumber stres adalah kepadatan dan kesesakan, tidak adanya ruang pribadi, teritori, dan pembagian ruang bersama yang tidak proporisonal. Kepadatan dan kesesakan diakibatkan oleh penghuni lapas yang dari hari ke hari semakin meningkat sehingga menyebabkan overcapacity dan overcrowded. Ruang dalam lapas di Indonesia tidak mampu menampung jumlah narapidana. Jumlah narapidana dalam sebuah ruangan sel dan ruang lainnya melebihi kapasitas yang

12

seharusnya. Hal ini membuat persepsi beban bertambah. Pada lapas yang terjadi adalah level pembangkitan sangat tinggi yang berupa jumlah orang, suhu dengan jumlah orang yang sangat padat dan asupan oksigen yang rendah. Hal ini dapat memicu turunnya toleransi terhadap stres. Selain itu tidak adanya ruang rekreasi di lembaga pemasyarakatan juga dapat membuat suatu stres tidak dapat tertangani. Jika stres disebabkan oleh stres lingkungan, maka yang dapat dilakukan untuk mengurangi stres tersebut adalah dengan melakukan penataan ulang terhadap bangunan di lapas. Berdasarkan penelitian ini, manajemen stres tidak memiliki pengaruh yang signifikan untuk menurunkan tingkat stres narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Kelas IIA Malang. Namun manajemen stres tetap memberikan sumbangan untuk menurunkan stres narapidana, meskipun sumbangan itu sedikit. Ini tampak pada skor posttest subjek yang mengalami penurunan dari tinggi ke sedang dan tinggi ke rendah sekali. Dari penemuan ini, dapat disimpulkan bahwa tidak selalu suatu metode efektif di suatu tempat akan menjadi efektif di tempat lain. Namun, manajemen stres tetap dapat dimanfaatkan oleh trainer dalam rangka memberikan proses bantuan kepada narapidana yang mengalami stres untuk menurunkan tingkat stresnya. Hal itu tentunya tetap akan memiliki arti bagi narapidana yang menjalani masa hukuman di lapas. Berdasarkan penelitian dan pembahasan, maka saran-saran yang dapat diberikan oleh peneliti adalah sebagai berikut: 1. Bagi peneliti selanjutnya Peneliti berharap bagi peneliti selanjutnya diharapkan untuk melakukan penelitian dengan mengontrol setting dan waktu, sehingga hasil yang didapatkan lebih terkontrol. Selain itu peneliti selanjutnya diharapkan untuk mengembangkan skala stres berdasarkan stressornya seperti mengembangkan skala DSI yang disesuaikan dengan keadaan lapangan dan juga menyempurnakan desain penelitian yang telah dikembangkan menjadi lebih sempurna untuk menurunkan stres narapidana, yaitu memfokuskan pada 1 teknik seperti teknik meditasi. 2. Bagi narapidana wanita Berdasarkan hasil penelitian diatas memang secara signifikan manajemen stres tidak dapat mengurangi stres narapidana, namun stres narapidana dapat berkurang setidaknya dari tingkat tinggi menjadi sedang. Maka manajemen stres ini tetap dapat dilakukan, meski hanya memiliki dampak yang sedikit. 3. Bagi ilmuwan psikologi

13

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa manajemen stres tidak menurunkan stres secara signifikan terhadap stres narapidana. Harapan bagi psikolog untuk mengambil peran dalam masalah ini dengan melakukan pendampingan kepada narapidana, sehingga kelak saat narapidana keluar dari lembaga pemasyarakatan narapidana menjadi manusia yang lebih baik dari sebelumnya.

14

DAFTAR PUSTAKA Agoes, dkk. 2003. Teori dan Manajemen Stress (Kontemporer dan Islam). Malang: Taroda. Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian. Edisi Revisi V. Jakarta: Rineka Cipta. Baron, Robert A., dan Gerald Greenberg. 1990. Handbook of Behavior in Organization: Understanding and Managing the Human Side of Work: Third edition. Boston: SAGA Publications. Benson, H dan Proktor, W. 2000. Dasar – Dasar Relaksasi (Nurhasan, Ed). Bandung: Kaifa. Benson, H dan Klipper, M. 2000. Respon Relaksasi Teknik Meditasi Sederhana Untuk Mengatasi Tekanan Hidup (Nurhasan, Ed). Bandung: Kaifa. Chomaria, Nurul. 2009. Tips Jitu & Praktis Mengusir Stres: Plus Cara mengelola dan Mengatasi Tekanan Stress Menjadi Energi Positif. Jogjakarta: Diva Press. Davidson, dkk. 2010. Psikologi Abnormal. Edisi ke-9. Jakarta: Rajawali Pers. Hadi, Sutrisno. 2000. Statistik. Yogyakarta: ANDI. Hardjana, A.M. 1993. Stres Tanpa Distres. Yogyakarta: Kanisius. Lazarus, R.S., & Folkman, S. 1984. Stress, Appraisal, and Coping. New York: Springer. Manktelow, James. 2007. Mengendalikan Stres. Jakarta: Erlangga. Prokop, dkk. 1991. Health Psychology, Clinical Methods, and Rsesearch. New York: Mac Milan Publishing Company. Rice, Virginia Hill. 2011. Handbook of Stress, Coping, and Health: Implications for Nursing Research, Theory, and Practice. SAGE Publications. Santrock, John W. 2002. Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Erlangga. Sarafino, E.P. 1998. Health Psychology Biopsychososial Interaction. New york: John Willey and sons, Inc. Schafer, Walt. 2000. Stress Management For Wellness: Fourth Edition. United States of America: Wadsworth. Seniati, Liche., dkk. 2011. Psikologi Eksperimen. Jakarta: Indeks. Taylor, Shelley. 2003. Health Psychology: International Edition. New York: McGrawHill. Siswati, Triana Indah & Abdurrohim. (2009). Masa Hukuman & Stres Pada Narapidana. Jurnal

Proyeksi,

Vol.

4(2),

95



106.

(Online),

(http://cyber.unissula.ac.id/journal/pe_detailartikel.php?id=191), diakses 24 November 2012. Solichatun, Yulia. 2011. Stres dan Strategi Coping Pada Anak Didik di Lembaga Pemasyarakatan Anak. Jurnal Psikologi Islam, (Online), Vol.8 No.1 Tahun 2011,

15

(http://ejournal.uin-malang.ac.id/index.php/psiko/article/view/1544), diakses 25 November 2012. Tanti, Rias. 2007. Stress dan Kehidupan Penghuni Lembaga Pemasyarakatan. Jurnal Ilmiah Kebijakan

Hukum,

(Online),

Vol.

1

No.

2,

Oktober

(http://animenekoi.blogspot.com/2012/06/stress-pada-penghuni-lapas.html),

2007,

diakses

25

November 2012. Handayani, Tri P. 2010. Kesejahteraan Psikologis Narapidana Remaja di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kutoarjo: Studi Kualitatif Fenomenologis. Skripsi tidak diterbitkan. Semarang: Universitas Diponegoro Fak. Psikologi. Nisa, Choirun. 2005. Faktor-Faktor yang Menimbulkan Stres Pada Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Lowokwaru Malang. Skripsi (Tidak diterbitkan). Malang: Universitas Negeri Malang. Fyrzha.

2011.

Teori

afirmasi

Positif

Mengoptimalkan

Potensi

Diri.

(Online).

(http://darknesskill.wordpress.com/2011/07/27/teory-afirmasi/) , diakses 12 April 2013. Nazmy. 2012. Teknik Afirmasi Positif. (Online). (http://nazmy88.blogspot.com), diakses 12 April 2013. Schwarzer, Ralf. 2001. The Role of Stressful Life Events, (Online), (http://healthstressful_life_events) , diakses 19 Desember 2012.

16

LEMBAR PERSETUJUAN

Artikel oleh Rizky Dianita Segarahayu Telah diperiksa dan disetujui untuk diterbitkan.

Malang, 15 Mei 2013 Pembimbing I

Dra. Endang Prastuti, M.Si NIP. 19640912 199003 2 002

Malang, 8 April 2013 Pembimbing II

Ninik Setiyowati, S.Psi., M.Psi NIP. 19830413 2008 12 2001