PENGARUH PEMBERIAN INFORMED CONCENT TERHADAP TINGKAT

skripsi dengan judul “pengaruh pemberian informed consent ... informed concent, pre operasi. Daftar Pustaka ... meminta persetujuan tindakan keperawat...

30 downloads 446 Views 845KB Size
PENGARUH PEMBERIAN INFORMED CONCENT TERHADAP TINGKAT KEPUASAN PASIEN PRE-OPERASI FRAKTUR DI RUANG MAWAR RSUD DR. SOEHADI PRIJONEGORO SRAGEN SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan

Oleh : DWI JAYANTI NIM : ST 14012

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, petunjuk dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “pengaruh pemberian informed consent terhadap tingkat kepuasan pasien pre operasi fraktur di Ruang Mawar RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen”. Skripsi ini dapat terselesaikan berkat dukungan, bimbingan dan bantuan dari semua pihak, oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Ns. Wahyu Rima Agustin, M.Kep. Selaku Ketua STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu STIKes Kusuma Husada Surakarta. 2. Ns. Atiek Murharyati, M.Kep.

Selaku Ketua Prodi S-1 Keperawatan

STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu STIKes Kusuma Husada Surakarta. 3. Ns. Happy Indri Hapsari, M.Kep. Selaku Pembimbing Utama yang telah menyutujui, memberikan bimbingan dan arahan pada penyusunan skripsi ini. 4. Ns. Joko Kismanto, S.Kep. Selaku Pembimbing Pendamping yang telah menyetujui, memberikan bimbingan dan arahan pada penyusunan skripsi ini.

iv

5. Ns. Atiek Murharyati, M.Kep. Selaku Penguji yang telah menyetujui, memberikan bimbingan dan arahan pada penyusunan skripsi ini. 6. dr. Djoko Sugeng Pujiarto, M.Kes. Selaku Direktur RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen yang telah memberikan ijin belajar dan ijin penelitian. 7. Dosen dan staf Prodi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta yang telah banyak memberikan ilmu bermanfaat. 8. Bapak, Ibu, Suami dan Anak-anakku tercinta yang selalu memberikan doa restu dan dorongan kepada penulis selama menjalani pendidikan. 9. Teman-teman seperjuangan Prodi S-1 Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta, terima kasih atas kerjasamanya selama ini,. 10. Semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis mengharapkan masukan dan saran demi sempurnanya skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap agar skripsi ini dapat dijadikan bahan studi dan bermanfaat bagi kita semua. Surakarta, 21 Januari 2016

Penulis

v

DAFTAR ISI

Halaman LEMBAR PENGESAHAN

ii

PERNYATAAN

iii

KATA PENGANTAR

iv

DAFTAR ISI

vi

DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

ix

DAFTAR LAMPIRAN

x

ABSTRAK

xi

ABSTRACT

xii

BAB I

BAB II

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

1

1.2 Rumusan Masalah

5

1.3 Tujuan Penelitian

5

1.4 Manfaat Penelitian

6

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori

8

2.2 Keaslian Penelitian

42

2.3 Kerangka Teori

44

2.4 Kerangka Konsep

45

2.5 Hipotesis

45

vi

BAB III

BAB IV

BAB V

BAB VI

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

46

3.2 Populasi dan Sampel

47

3.3 Tempat dan Waktu Penelitian

49

3.4 Variabel, Definisi Operasional dan skala Pengukuran

49

3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data

50

3.6 Validitas dan Reabilitas

53

3.7 Teknik Pengolahan dan Analisa Data

55

3.8 Etika Penelitian

58

HASIL PENELITIAN 4.1 Analisis Univariat

60

4.2 Analisis Bivariat

63

PEMBAHASAN 5.1 Analisis Univariat

64

5.2 Analisis Bivariat

66

KESIMPULAN 6.1 Simpulan

69

6.2 Saran

69

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

vii

DAFTAR TABEL

Nomor Tabel

Judul Tabel

Halaman

2.1

Keaslian Penelitian

43

3.1

Definisi Operasional

49

4.1

Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

60

4.2

Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

61

4.3

Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan

61

4.4

Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Kepuasan Pasien Sebelum Pemberian Informed Concent

62

Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Kepuasan Pasien Setelah Pemberian Informed Concent

62

Hasil uji Wilcoxon Sebelum dan Sesudah Pemberian Informed Consent Terhadap Tingkat Kepuasan Pasien Pre Operasi Fraktur di Ruang Mawar RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen

63

4.5

4.6

viii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Gambar

Judul Gambar

Halaman

2.1

Kerangka Teori

44

2.2

Kerangka Konsep

45

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Lampiran 1

Keterangan Surat Ijin Studi Pendahuluan

2

Surat Permohonan Menjadi Responden

3

Surat Pernyataan Menjadi Responden

4

Kuesioner Kepuasan Pasien

5

Informed Concent Pre Operasi

6

Surat Permohonan Ijin Penelitian

7

Surat Ijin Penelitian

8

Lembar Konsultasi

x

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016

Dwi Jayanti

Pengaruh Pemberian Informed Concent Terhadap Tingkat Kepuasan Pasien Pre-Operasi Fraktur di Ruang Mawar RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen.

Abstrak

Salah satu peran perawat adalah sebagai pelindung dan advokat untuk membela hak pasien, hak legal pasien salah satunya informed consent yaitu persetujuan pasien setelah adanya informasi untuk dilakukan suatu tindakan. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh pemberian informed consent terhadap tingkat kepuasan pasien pre operasi fraktur di Ruang Mawar RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen. Jenis penelitian Quasi experiment dengan rancangan “pre and post test without control pada 36 pasien pre operasi fraktur, teknik sampling purposive sampling (non probability sampling). Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa nilai rata-rata tingkat kepuasan responden sebelum pemberian informed concent sebesar 1,61 dan setelah pemberian informed concent sebesar 2,00. Hasil uji wilcoxon diperoleh pvalue = 0.000. Terdapat pengaruh pemberian informed concent dengan tingkat kepuasan pasien pre operasi fraktur di Ruang Mawar RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen. Hasil uji wilcoxon diperoleh nilai p-value = 0.000.

Kata Kunci Daftar Pustaka

: tingkat kepuasan, informed concent, pre operasi. : 40 (2005-2015).

xi

BACHELOR OF NURSING PROGRAM SCHOOL OF HEALTH SCIENCES OF KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2016

Dwi Jayanti

The Influence of Provision of Informed Consent on Satisfaction Levels of Patients at Mawar Room of dr. Soehadi Prijonegoro Regional Public Hospital of Sragen before Fracture Surgery

Abstract A nurse serves not only as a protector, but also as an advocate to defend patients’ rights. One of their legal rights covers informed consent which is defined as patients’ agreement after information to conduct a healthcare intervention is delivered. The aim of this research is to investigate the influence of the provision of informed consent on satisfaction levels of patients at Mawar room of dr. Soehadi Prijonegoro Regional Public Hospital of Sragen before fracture surgery. This research belongs to quasi-experiments with a pre-test-post-test design without control. Samples including 36 patients before undergoing fracture surgery were taken with purposive sampling technique (non-probability sampling). The research findings depict that the average scores of respondents’ satisfaction before and after the provision of informed consent are 1.61 and 2.00 respectively. Wilcoxon test results in p-value of 0.000. To conclude, the aforementioned findings prove that the provision of informed consent gives influence to the satisfaction levels of the patients at Mawar room of dr. Soehadi Prijonegoro Regional Public Hospital of Sragen before fracture surgery with p-value of 0.000.

Keywords Bibliography

: satisfaction levels, informed consent, pre-op : 40 (2005-2015)

xii

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah Eksistensi tenaga keperawatan diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1239/MENKES/SK/XI/2001 Tentang Registrasi dan Praktek Perawat. Dalam Kepmenkes 1239/2001 berkaitan dengan praktik perawat, kewajiban perawat terdapat pada Pasal 12 ayat (1). Dalam melaksanakan praktik, perawat wajib untuk : menghormati hak pasien, melakukan rujukan, menyimpan rahasia sesuai dengan peraturan perundangundangan, memberikan informasi tentang masalah kesehatan pasien/klien dan pelayanan yang dibutuhkan, meminta persetujuan tindakan keperawatan yang dilakukan, melakukan pencatatan asuhan keperawatan secara sistematis dan mematuhi standar (Badan Pembinaan Hukum Nasional, 2011). Tenaga kesehatan tertentu dapat membantu memberikan penjelasan sesuai dengan kewenangannya. Tenaga kesehatan tertentu sebagaimana dimaksud adalah tenaga kesehatan yang ikut memberikan pelayanan kesehatan

secara

langsung

290/MENKES/PER/III/2008).

kepada

pasien

PERMENKES

NO

(PERMENKES 10

Tahun

NO 2015

menyatakan bahwa tindakan keperawatan diimplementasikan dalam bentuk tindakan mandiri, kolaborasi dan delegasi sesuai kompetensi dan kewenangan kliniknya. 1

2

Perawat merupakan salah satu tenaga kesehatan yang memegang peranan penting dalam memberikan pelayanan kesehatan di rumah sakit yang dapat memuaskan pasien. Partisipasi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas bagi pasien, akan mendukung keberhasilan dalam pembangunan kesehatan karena keberadaan perawat yang bertugas selama 24 jam dalam memberikan pelayanan asuhan keperawatan kepada pasien, dan jumlah perawat yang mendominasi tenaga kesehatan di rumah sakit yaitu berkisar 40–60%, sehingga perawat dituntut untuk mampu memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu (Nursalam dalam Wira, 2014). Salah satu peran dan tanggung jawab perawat adalah pendidikan dan dan konseling untuk meningkatkan pemahaman pasien kemampuan perawatan diri, meliputi pemahaman pasien kesiapan untuk belajar, penjelasan kondisi klien, pilihan pengobatan dan alasan pemilihan prosedur dan pemecahan masalah dengan pasien untuk mengembangkan rencana perawatan (Jones, 2005). Sesuai dengan kode etik keperawatan, perawat bertindak sebagai pelindung pasien dan masyarakat ketika perawatan kesehatan dalam praktik tidak kompeten, tidak berdasarkan etik atau ilegal. Perawat berperan sebagai pelindung dan konsultan dalam pemberian informed consent untuk membantu mengatasi kekhawatiran pasien, membantu pasien mengambil keputusan terbaik untuk diri mereka sendiri (Mahmud, 2010). Salah satu peran perawat

3

adalah sebagai pelindung dan advokat untuk membela hak pasien, hak legal pasien salah satunya informed consent yaitu persetujuan pasien setelah adanya informasi untuk dilakukan suatu tindakan. Peran perawat pada pemberian informed consent adalah sebagai fasilitator dalam pengambilan keputusan mengenai suatu tindakan (Rumila, 2009). Implementasi keperawatan dalam melaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan perencanaan yang telah disusun sesuai dengan lingkup kewenangan dan kompetensi yang ditandai dengan adanya sertifikasi yang dipersyaratkan. Tindakan keperawatan dilakukan secara mandiri, kolaborasi, edukasi dan terapi keperawatan yang bertujuan untuk peningkatan kesehatan, pencegahan komplikasi dan penatalaksanaan masalah kesehatan. Perawat memberikan informed consent tindakan keperawatan secara tertulis sesuai kebutuhan (PERMENKES NO 10 Tahun 2015). Implikasi terhadap pelayanan keperawatan dalam melaksanakan pemberian keterampilan

informed perawat

concent dalam

akan

meningkatan

berkomunikasi,

pengetahuan tersedianya

dan media

bantu komunikasi dan adanya sebuah aturan yang jelas tentang batasan wewenang medis dan perawat terhadap pemberian informasi kepada pasien akan sangat membantu meningkatkan kualitas pemberian asuhan keperawatan (Kustiawan, 2014). Peningkatan pelayanan kesehatan yakni dengan peningkatan kualitas pelayanan keperawatan dengan memberikan rasa tanggung jawab yang lebih tinggi pada perawat sehingga terjadi peningkatan

4

kinerja

perawat

dan

kepuasan

pasien.

Pelayanan

keperawatan

ini

diaplikasikan melalui penerapan model asuhan keperawatan profesional karena kepuasan pasien ditentukan salah satunya dengan pelayanan keperawatan yang optimal (Hidayah, 2014). Pelaksanaan asuhan keperawatan merupakan pencapaian kepuasan pasien dan pelayanan keperawatan, pelaksanaan asuhan keperawatan yang dapat memenuhi kebutuhan pasien sebagai makhluk hidup. Hal ini sesuai penelitian dari Raslan (2013) bahwa adanya hubungan penerapan asuhan keperawatan (pengkajian, diagnosa, rencana, intervensi dan evaluasi) dengan kepuasan pasien, dengan meningkatkan profesionalisme tenaga perawat, peningkatan hubungan komunikasi yang terapeutik, peningkatan sikap perilaku yang ramah, murah senyum dan sopan. Menurut data Rekam Medis RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen, jumlah pasien operasi antara Januari sampai dengan Desember 2014 di Ruang Mawar RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen berjumlah rata-rata tiap bulan terdapat 85 pasien operasi. Hasil wawancara terhadap 5 pasien pre operasi, 4 orang pasien mengatakan pemberian informed concent pre operasi oleh perawat yang meliputi pengkajian, diagnosa, rencana, intervensi dan evaluasi keperawatan belum diberikan dengan jelas sehingga pasien menyatakan tidak puas dengan informasi yang telah disampaikan dan 1 orang mengatakan pemberian informed concent pre operasi oleh perawat yang meliputi pengkajian, diagnosa, rencana, intervensi dan evaluasi keperawatan cukup

5

jelas sehingga pasien menyatakan puas dengan informasi yang telah disampaikan. Sesuai data di atas maka penelitian tentang pengaruh pemberian informed consent terhadap tingkat kepuasan pasien pre operasi di Ruang Mawar RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen perlu dilakukan penelitian. 1.2 Rumusan masalah Salah satu peran perawat adalah sebagai pelindung dan advokat untuk membela hak pasien, hak legal pasien salah satunya informed consent yaitu persetujuan pasien setelah adanya informasi untuk dilakukan suatu tindakan. Pelaksanaan asuhan keperawatan merupakan pencapaian kepuasan pasien dan pelayanan keperawatan, pelaksanaan

asuhan keperawatan yang dapat

memenuhi kebutuhan pasien sebagai makhluk hidup. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian “apakah ada pengaruh pemberian informed consent terhadap tingkat kepuasan pasien pre operasi fraktur di Ruang Mawar RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen?”. 1.3 Tujuan penelitian 1.3.1 Tujuan umum Untuk mengetahui pengaruh pemberian informed consent terhadap tingkat kepuasan pasien pre operasi fraktur di Ruang Mawar RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen.

6

1.3.2 Tujuan khusus 1.3.2.1 Mendeskripsikan tingkat kepuasan pada pasien pre operasi fraktur di Ruang Mawar RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen sebelum pemberian informed concent. 1.3.2.2 Mendeskripsikan tingkat kepuasan pada pasien pre operasi fraktur di Ruang Mawar RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen setelah pemberian informed concent. 1.3.2.3 Menganalisis beda tingkat kepuasan sebelum dan setelah dilakukan intervensi pada pasien pre operasi fraktur di Ruang Mawar RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen. 1.3 Manfaat penelitian 1.3.1 Bagi rumah sakit/masyarakat Hasil penelitian ini bagi RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen pada umumnya dan ruang mawar pada khususnya dapat memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai rujukan untuk menentukan kebijakan-kebijakan dalam hal peningkatan kualitas pelayanan keperawatan pasien pre operasi dalam pemberian informed concent dan kepuasan pasien. Sedangkan bagi masyarakat hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu meningkatkan kualitas pelayanan sehingga memberikan kepuasan pada pasien dan melalui tindakan keperawatan yang baik dalam pemberian informed concent.

7

1.3.2 Bagi institusi pendidikan Hasil penelitian ini bagi STIKes Kusuma Husada Surakarta dapat digunakan sebagai bahan literatur diperpustakaan atau sumber data, sumber informasi yang dapat dijadikan dokumentasi ilmiah untuk penelitian selanjutnya yang memerlukan masukan berupa data atau pengembangan penelitian dengan topik yang sama. 1.3.3 Bagi peneliti lain Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi sumber data untuk memotivasi pelaksanaan penelitian yang lebih baik dimasa yang akan datang. 1.3.4 Bagi peneliti Hasil penelitian ini bagi peneliti diharapkan dapat menambah pengetahuan, wawasan, pengalaman dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang di dapat dari STIKes Kusuma Husada Surakarta dalam bidang perawatan pasien yaitu pemberian informed concent dan kepuasan pasien.

8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Fraktur 2.1.1.1Pengertian Fraktur

adalah terputusnya

kontinuitas tulang dan

ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Smeltzer, S.C & Bare, B.G, 2005). Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari kekuatan tersebut, keadaan tulang itu sendiri dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Anderson, 2005). 2.1.1.2 Klasifikasi hubungan patahan tulang dengan dunia luar 1. Tertutup (closed) Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut dengan fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu: Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak sekitarnya. 8

9

Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan. Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan. Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman sindroma kompartement. 2. Terbuka (open/compound) Fragmen tulang meluas melewati otot dan adanya perlukaan di kulit yang terbagi menjadi 3 derajad : Derajad 1 : luka kurang dari 1 cm, kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda remuk, fraktur sederhana atau kominutif ringan dan kontaminasi minimal. Derajad 2 : laserasi lebih dari 1 cm, kerusakan jaringan lunak, tidak luas, fraktur kominutif sedang, dan kontaminasi sedang. Derajad 3 : terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas(struktur kulit, otot, dan neurovaskuler) serta kontaminasi derajad tinggi (Mansjoer, 2005). 2.1.1.3 Klasifikasi Derajat Kerusakan Tulang 1. Patah tulang lengkap (complete fraktur) Dikatakan lengkap bila patahan tulang terpisah satu dengan yang lainya, atau garis fraktur melibatkan seluruh potongan

10

menyilang dari tulang dan fragmen tulang biasanya berubak tempat. 2. Patah tulang tidak lengkap (incomplete fraktur) Bila antara patahan tulang masih ada hubungan sebagian. Salah satu sisi patah yang lainya biasanya hanya bengkok yang sering disebut green stick (Mansjoer, 2005). 2.1.1.4 Bentuk Garis Patah 1. Fraktur transversal : fraktur yang arahnya malintang pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi atau langsung. 2. Fraktur oblik : fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat dari trauma angulasi juga. 3. Fraktur spiral : fraktur yang arah garis patahnya sepiral yang di sebabkan oleh trauma rotasi. 4. Fraktur kompresi : fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang kea rah permukaan lain. 5. Fraktur afulsi : fraktur yang di akibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang (Mansjoer, 2005).

11

2.1.2 Pre Operasi 2.1.2.2 Fase pre operasi Fase pre-operasi dimulai ketika keputusan untuk menjalani intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi (Smeltzer & Bare, 2005). Persiapan pre operasi sangat penting sekali untuk mengurangi faktor resiko karena hasil akhir suatu pembedahan sangat bergantung pada penilaian keadaan pasien. Dalam persiapan inilah ditentukan adanya kontraindikasi operasi, toleransi pasien terhadap tindakan bedah, dan

ditetapkan

waktu

yang

tepat

untuk

melaksanakan

pembedahan (R. Sjamsuhidayat dan Wim De Jong, 2010). 2.1.2.3 Klasifikasi operasi Smeltzer & Bare (2005) mengkategorikan operasi berdasarkan urgensinya menjadi lima, yaitu : 1. Kedaruratan, yaitu pasien membutuhkan tindakan segera karena mengancam jiwa. Sebagai contoh perdarahan hebat, obtruksi kandung kemih, fraktur tulang tengkorak, luka tembak, luka tusuk. 2. Urgen, yaitu pasien membutuhkan perhatian segera dengan jeda waktu 24-30 jam. Contoh pada kasus infeksi kandung kemih akut, batu ginjal atau batu pada uretra.

12

3. Diperlukan, yaitu pasien harus menjalani pembedahan dalam tempo bias beberapa minggu atau bulan ke depan. Contoh katarak, hyperplasia prostat, gangguan tiroid. 4. Elektif, yaitu pasien harus dioperasi bila diperlukan apabila tidak dilakukan pembedahan tidak berbahaya, contoh vaginoplasti dan herniotomy. 5. Pilihan, yaitu keputusan terletak pada keinginan pasien, contoh operasi plastik. 2.1.2.4 Penilaian psikologis pasien pre-operasi Penilaian psikologis pasien pre-operasi menurut Matt Vera (2014) yaitu : 1. Takut yang tidak diketahui. 2. Takut mati. 3. Takut anestesi. 4. Kekhawatiran tentang hilangnya pekerjaan, waktu, dan dukungan dari keluarga. 5. Kehawatiran

atas

ancaman

permanen. 6. Keyakinan spiritual. 7. Nilai-nilai dan keyakinan budaya. 8. Takut sakit.

ketidakmampuan

yang

13

Sedangkan menurut Sudaryanto, 2008 penilaian psikologis selama fase pre-operasi yaitu : 9. Cemas menghadapi pembiusan. 10. Takut mati saat operasi, 11. Cemas menghadapi body image yang berupa cacat yang akan menganggu fungsi peran pasien. 12. Cemas masalah biaya perawatan. Diagnosa keperawatan pre-operasi yaitu : 1. Kecemasan yang berhubungan dengan pengalaman bedah (anestesi, nyeri) dan hasil operasi. 2. Risiko tidak efektif terapi manajemen resimen berkaitan dengan kurang pengetahuan dari prosedur pra operasi dan protokol dan harapan pasca operasi. 3. Takut berhubungan dengan ancaman dari prosedur bedah dan pemisahan dari sistem pendukung. 4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan proses operasi. 2.1.3 Tingkat kepuasan 2.1.3.1 Pengertian kepuasan Kepuasan adalah persepsi terhadap produk atau jasa yang telah memenuhi harapannya. Jadi kepuasan pelanggan adalah hasil

dari

akumulasi

konsumen

atau

pelanggan

menggunakan produk atau jasa (Nursalam, 2014).

dalam

14

2.1.3.2 Kepuasan pelanggan/pasien Kepuasan

Pelanggan

merupakan

suatu

rasa

kepuasan/ketidakpuasan pelanggan sebagai respon pelanggan terhadap

evaluasi

ketidaksesuaian (disconfirmation)

yang

dipersepsikan antara harapan awal sebelum pembelian dan kinerja actual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya (Nurlinda, 2013). Pasien jika memasuki rumah sakit dengan serangkaian harapan dan keinginan dan pada kenyataannya pengalamannya selama mendapatkan pelayanan di rumah sakit lebih baik daripada yang diharapkannya maka dia akan puas, sebaliknya jika pengalaman selama mendapatkan pelayanan di rumah sakit lebih rendah (lebih buruk) daripada yang mereka harapkan maka mereka akan merasa tidak puas (Satrianegara, 2014). 2.1.3.3 Model kesenjangan (The Expectancy-Disconfirmation Model) Comparason standard adalah standar yang digunakan untuk menilai ada tidaknya kesenjangan antara apa yang dirasakan pasien dengan standar yang ditetapkan, standar dapat berasal dari hal-hal berikut : 1. Harapan

pasien,

bagaimana

pasien

produk/jasa yang seharusnya diterima.

mengharapkan

15

2. Pesaing. Pasien mengadopsi standar kinerja pesaing rumah sakit untuk kategori produk/jasa yang sama sebagi standar perbandingan. 3. Kategori produk/jasa lain. 4. Janji promosi dari rumah sakit. 5. Nilai/norma industri kesehatan yang berlaku (Supriyanto dan Ratna dalam Nursalam, 2014). 2.1.3.4 Mengukur kepuasan pasien Mengukur kepuasan pasien dapat digunakan sebagai alat untuk : 1. Evaluasi kualitas pelayanan kesehatan. 2. Evaluasi terhadap konsultasi intervensi dan hubungan antar perilaku sehat dan sakit. 3. Membuat keputusan administrasi. 4. Evaluasi efek dari perubahan organisasi pelayanan. 5. Administrasi staf. 6. Fungsi pemasaran. 7. Formasi etik profesional (Suryawati, 2006). 2.1.3.5 Dimensi kepuasan pasien Ada dua dimensi kepuasan pasien yaitu : 1. Kepuasan pasien yang mengacu hanya pada penerapan standar dan kode etik profesi, hubungan dokter-pasien, perawat-pasien,

kenyamanan

pelayanan,

kebebasan

16

menentukan pilihan, pengetahuan dan kompetensi teknis, efektifitas pelayanan dan keamanan tindakan. 2. Kepuasan yang mengacu pada penerapan semua persyaratan pelayanan

kesehatan,

ketersediaan,

kewajaran,

kesinambungan, penerimaan, ketersediaan, keterjangkauan, efisiensi dan mutu pelayanan kesehatan (Satrianegara, 2014). 2.1.3.6 Indeks Kepuasan Ada beberapa faktor yang berpengaruh pada kepuasan konsumen. Secara garis besar dikategorikan dalam 5 kategori yaitu product quality, service quality, price emotional factor dan cost of aquairing. 1. Product quality Bagaimana konsumen akan merasa puas atas produk barang yang digunakan. Beberapa dimensi yang membentuk kualitas produk barang adalah performance, reliability, conformance, durability, feature dan lain-lain. 2. Service quality Bagaimana konsumen akan puas dengan jasa yang telah dikonsumsinya. Dimensi service quality yang lebih dikenal dengan servqual meliputi 5 dimensi yaitu tangible, reliability, assurance, empathy, responsiveness. Skala nilai dinyatakan dengan skala 1-5. Skala 1 adalah tidak puas dan sakala 5

17

adalah puas. Nilai rerata skala adalah nilai skor (skor = jumlah n pengukuran dikatakan skala). 3. Emotional factor Keyakinan dan rasa bangga terhadap produk, jasa yang digunakan dibandingkan pesaing. Emotional factor diukur dari preceived best score, artinya persepsi kualitas terbaik dibandingkan pesaingnya. 4. Price Harga dari produk, jasa yang diukur dari value (nilai) manfaat dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan konsumen. Harga adalah pelayanan medis (medical care) yang harus dibayar konsumen. (price is that which is given exchange to aquire a good or service). 5. Cost of aquaring Biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan produk atau jasa (Nursalam, 2014). 2.1.3.7 Langkah-langkah Pengukuran Kepuasan pelanggan Terdapat empat metode pengukuran kepuasan pelanggan yaitu : 1. Sistem keluhan dan saran Setiap penyedia produk yang berorientasi kepada pelanggan harus memberi kesempatan seluas-luasnya kepada para

18

pelanggan untuk menyampaikan saran, pendapat dan keluhan mereka. 2. Berpura-pura menjadi pembeli Metode ini lazim disebut sebagai ghost shopping. Melalui metode

ini

penyedia

produk

(barang

dan

jasa)

memperkerjakan beberapa orang yang selanjutnya disebut sebagai ghost shopper yang seharusnya berpura-pura menjadi pelanggan potensial untuk produk dari institusi tersebut dan juga produk dari institusi pesaing. 3. Menganalisis pelanggan yang hilang Untuk meyakinkan bahwa para pelanggan benar-benar suka terhadap produk yang diberikan, manjer perlu mengetahui tentang loyalitas atau kesetiaan para pelanggan. 4. Survei kepuasan pelanggan Riset tentang kepuasan pelanggan kebanyakan dilakukan dengan metode survei, yang selanjutnya dianamakan survei kepuasan pelanggan (Wanarto, 2013).

19

2.1.3.8 Teknik pengukuran kepuasan pasien Teknik pengukuran kepuasan pasien yaitu : 1. Teknik rating (rating scale) Teknik ini menggunakan directly reported satisfation, simple rating, sematic difference technique (metode berpasangan) 2. Teknik

pengukuran

langsung

(directtly

reported

satisfaction) Teknik pengukuran langsung menanyakan pasien atau pasien tentang kepuasan terhadap atribut. Teknik ini mengukur secara objektif dan subjektif. Objektif bila stimuli jelas, langsung bisa diamati dan dapat diukur. Sebaliknya, subjektif bila rangsangan stimuli sifatnya intagible dan sulit ditentukan, sehingga lebih dikenal sebagai pengukuran persepsi. 3. Metode berpasangan Metode berpasangan menyediakan beberapa objek yang harus dinilai, kemudian individu tersebut disuruh memilih pasangannya. Metode berpasangan sering dipakai karena lebih mudah menentukan pilihan antarkedua objek pada satu waktu yang bersamaan. Misal tingkat tanggap

20

(response) perawat terhadap keluhan pasien (Nursalam, 2014). 2.1.3.9 Karakteristik Evaluasi Kualitas jasa Layanan Karakteristik evaluasi kualitas jasa layanan menurut Leonard I. Barry dan Parasuraman dalam Suryawati (2006) antara lain : 1. Bukti langsung (tangible) yaitu berupa penampilan fasilitas fisik, peralatan materi, komunikasi yang menarik dan lainlain. 2. Keandalan

(reliability)

yaitu

kemampuan

untuk

memberikan jasa sesuai dengan yang dijanjikan, terpercaya dan akurat dan konsisten. 3. Daya

tanggap

(responsiveness)

yaitu

kemauan

dari

karyawan dan pengusaha untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat serta mendengar dan mengatasi keluhan dari konsumen. 4. Jaminan (assurance) yaitu ketersediaan karyawan dan penguasa untuk memberikan perhatian secara pribadi kepada konsumen. 5. Empati (empaty) yaitu kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi dan memahami kebutuhan pelanggan.

21

2.1.3.10 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan pasien, yaitu : 1. Kualitas produk atau jasa Pasien akan merasa puas bila hasil evaluasi mereka menunukkan bahwa produk atau jasa yang digunakan berkualitas. 2. Harga Harga yang termasuk di dalamnya adalah harga produk atau jasa. Harga merupakan aspek penting, namun yang terpenting dalam penentuan kualitas guna mencapai kepuasan pasien. Meskipun demikian elemen ini mempengaruhi pasien dari segi biaya yang dikeluarkan, biasanya semakin mahal harga perawatan maka pasien mempunyai harapan yang lebih besar. 3. Emosional Pasien yang merasa bangga dan yakin bahwa orang lain kagum terhadap konsumen bila dalam hal ini pasien memilih institusi pelayanan kesehatan yang sudah mempunyai pandangan, cenderung memiliki tingkat kepuasan yang lebih tinggi.

22

4. Kinerja Wujud dari kinerja ini misalnya : kecepatan, kemudahan dan kenyamanan bagaimana perawat dalam memberikan jasa pengobatan terutama keperawatan pada waktu penyembuhan yang relatif cepat, kemudahan dalam memenuhi kebutuhan pasien dan kenyamanan yang diberikan yaitu dengan memperhatikan kebersihan, keramahan dan kelengkapan peralatan rumah sakit. 5. Estetika Estetika merupakan daya tarik rumah sakit yang dapat ditangkap oleh pancaindra. Misalnya : keramahan perawat, peralatan yang lengkap dan sebagainya. 6. Karakteristik produk Produk ini merupakan kepemilikan yang bersifat fisik antara lain gedung dan dekorasi. Karakteristik produk meliputi penampilan bangunan, kebersihan dan tipe kelas kamar yang disediakan beserta kelengkapannya. 7. Lokasi Lokasi meliputi letak kamar dan lingkungannya. Merupakan salah satu aspek yang menentukan pertimbangan dalam memilih institusi pelayanan kesehatan. Umumnya semakin dekat lokasi dengan pusat perkotaan atau yang mudah

23

dijangkau, mudah transportasi dan lingkungan yang baik akan semakin menjadi pilihan bagi pasien. 8. Fasilitas Kelengkapan fasilitas turut menentukan penilaian kepuasan pasien, misalnya fasilitas kesehatan baik sarana dan prasarana, tempat parkir, ruang tunggu yang nyaman dan ruang kamar rawat inap. Walaupun hal ini tidak vital menentukan penilaian kepuasan pasien, namun institusi pelayanan kesehatan perlu memberikan perhatian pada fasilitas dalam penyusunan strategi untuk menarik konsumen. 9. Komunikasi Komunikasi yaitu tata cara informasi yang diberikan pihak penyedia jasa dan keluhan-keluhan dari pasien. Bagaimana keluhan-keluhan dari pasien dengan cepat diterima oleh penyedia jasa terutama perawat dalam memberikan bantuan terhadap keluhan pasien. 10. Suasana Suasana meliputi keamanan dan keakraban. Suasana yang tenang, nyaman, sejuk dan indah akan sangat mempengaruhi kepuasan pasien dalam proses penyembuhannya. Selain itu tidak hanya bagi pasien saja yang menikmati itu akan tetapi orang lain yang berkunjung akan sangat senang dan

24

memberikan pendapat yang positif sehingga akan terkesan bagi pengunjung institusi pelayanan kesehatan tersebut. 11. Desain visual Desain visual meliputi dekorasi ruangan, bangunan dan desai jalan yang tidak rumit. Tata ruang dan dekorasi ikut menentukan suatu kenyamanan (Klinis dalam Nursalam, 2014). 13. Pelayanan Keperawatan Pelayanan keperawatan sebagai indikator kualitas kesehatan menjadi faktor penentu citra institusi pelayanan kesehatan dimata masyarakat. Hal ini terjadi karena keperawatan merupakan kelompok profesi dengan jumlah terbanyak, paling depan dan terdekat dengan penderitaan, kesakitan, serta kesengsaraan yang dialami pasien dan keluarganya. Salah satu indikator dari mutu pelayanan keperawatan itu adalah apakah pelayanan keperawatan yang diberikan itu memuaskan pasien atau tidak. Kepuasan merupakan perbandingan antara kualitas jasa pelayanan yang didapat dengan keinginan, kebutuhan dan harapan. Pasien sebagai pengguna jasa pelayanan keperawatan menuntut pelayanan keperawatan yang sesuai dengan haknya, yakni pelayanan keperawatan yang bermutu dan paripurna. Pasien akan

25

mengeluh bila perilaku caring yang diarasakan tidak memberikan nilai kepuasan bagi dirinya (Nursalam, 2014). Peran Perawat Profesional menurut Wahyuni Dian (2008) mengidentifikasikan beberapa elemen peran perawat profesional sebagai berikut : a. Sebagai pemberi asuhan keperawatan (care giver) Sebagai pelaku/pemberi asuhan keperawatan, perawat dapat memberikan pelayanan keperawatan secara langsung dan tidak langsung kepada klien, menggunakan pendekatan proses keperawatan yang meliputi : melakukan pengkajian dalam upaya mengumpulkan data dan informasi yang benar, menegakkan

diagnosa

keperawatan

berdasarkan

hasil

analisis data, merencanakan intervensi keperawatan sebagai upaya mengatasi masalah yang muncul dan membuat langkah/cara pemecahan masalah, melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana yang ada dan melakukan evaluasi berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan. b. Sebagai pembela untuk melindungi klien (client advocate) Sebagai

advokat

klien,

perawat

berfungsi

sebagai

penghubung antara klien dengan tim kesehatan lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan klien, membela kepentingan

26

klien dank lien memahami semua informasi dan upaya kesehatan yang diberikan oleh tim kesehatan dengan pendekatan tradisional maupun profesional. Peran advokasi sekaligus

mengharuskan

perawat

bertindak

sebagai

narasumber dan fasilitator dalam tahap pengambilan keputusan terhadap upaya kesehatan yang harus dijalani oleh klien. Dalam menjalankan peran sebagai advokat (pembela klien) perawat harus dapat melindungi dan memfasilitasi keluarga dan masyarakat dalam pelayanan keperawatan. Salah satu peran perawat adalah sebagai pelindung dan advokat bagi pasien yaitu untuk membela hak pasien, hak legal pasien salah satunya adalah informed consent. Informed consent merupakan persetujuan pasien setelah adanya informasi dari dokter untuk dilakukan suatu tindakan medik. Sikap perawat pada pemberian informed consent adalah sebagai fasilitator dalam pengambilan keputusan mengenai suatu tindakan medik (Rumila, 2009). c. Sebagai pemberi bimbingan/konseling klien (counselor) Tugas utama perawat adalah mengidentifikasi perubahan pola interaksi klien terhadap keadaan sehat-sakitnya. Adanya pola interaksi ini merupakan dasar dalam merencanakan metode untuk meningkatkan kemampuan adaptasinya.

27

Memberikan konseling/bimbingan kepada klien, keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan sesuai prioritas. Konseling

diberikan

mengintegrasikan

kepada

individu/keluarga

dalam

pengalaman

kesehatan

dengan

pengalaman yang lalu, pemecahan masalah difokuskan pada masalah keperawatan, mengubah perilaku hidup kearah perilaku hidup sehat. Sebagai konselor (counsellor), hendaknya perawat mampu membantu pasien untuk menyadari dan mengatasi tekanan psikologis atau masalah sosial dan membangun hubungan interpersonal yang baik untuk meningkatkan perkembangan seseorang dimana didalamnya diberikan dukungan emosional dan intelektual. Perawat juga berperan sebagai tempat konsultasi bagi pasien terhadap masalah yang dialami atau mendiskusikan tindakan keperawatan yang tepat counsellor dalam pemberian informed concent (Mahmud, 2010). d. Sebagai pendidik klien (educator) Sebagai

pendidik

klien,

perawat

membantu

klien

meningkatkan kesehatannya melalui pemberian pengetahuan yang terkait dengan keperawatan dan tindakan medik yang diterima sehingga klien/keluarga dapat menerima tanggung jawab terhadap hal-hal yang diketahuinya. Sebagai pendidik,

28

perawat juga dapat memberikan pendidikan kesehatan kepada kelompok keluarga yang beresiko tinggi, kader kesehatan, dan lain sebagainya. Peran perawat sebagai pendidik dalam pemberian informed consent dilakukan dengan membantu pasien dalam meningkatkan pengetahuan kesehatan sehingga terjadi perubahan perilaku dari pasien. Peran perawat sebagai pembela dalam pemberian informed consent dilakukan perawat untuk membantu pasien dalam menginterpretasikan pelayanan

berbagai

dan dapat

informasi

dari

pemberi

berperan mempertahankan dan

melindungi hak-hak pasien (Karo, 2014). e. Sebagai anggota tim kesehatan yang dituntut untuk dapat bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain (collaborator) Perawat bekerjasama dengan tim kesehatan lain dan keluarga dalam menentukan rencana pelaksanaan asuhan keperawatan untuk memenuhi kebutuhan kesehatan klien. f. Sebagai koordinator agar dapat memanfaatkan sumbersumber potensi klien (coordinator) Perawat memanfaatkan semua sumber-sumber dan potensi yang ada, baik materi maupun kemampuan klien secara terkoordinasi sehingga tidak ada intervensi yang terlewatkan maupun tumpang tindih.

29

g. Sebagai pembaharu yang selalu dituntut untuk untuk mengadakan perubahan-perubahan (change agent) Sebagai pembaharu, perawat menggadakan invasi dalam cara berfikir, bersikap, bertingkah laku dan meningkatkan keterampilan klien/keluarga agar menjadi sehat. Elemen ini mencakup

perencanaan,

kerjasama,

perubahan

yang

sistematis dalam berhubungan dengan klien dan cara memberikan perawatan kepada klien. h. Sebagai

sumber

informasi

yang

dapat

membantu

memecahkan masalah klien (consultan) Elemen ini secara tidak langsung berkaitan dengan permintaan

klien

terhadap

informasi

tentang

tujuan

keperawatan yang diberikan. Dengan peran ini dapat dikatakan perawat adalah sumber informasi yang berkaitan dengan kondisi spesifik klien. Keperawatan lahir sebagai bentuk keinginan untuk menjaga seseorang tetap sehat dan memberikan rasa nyaman dalam pelayanan dan keamanan bagi orang yang sakit. Sesuai dengan kode etik keperawatan, perawat bertindak sebagai pelindung pasien dan masyarakat ketika perawatan kesehatan dan keamanan dipengaruhi oleh praktik yang tidak kompeten, tidak berdasarkan etik atau ilegal terhadap siapa pun. Perawat berperan sebagai

30

pelindung dan konsultan dalam pemberian informed consent untuk membantu mengatasi kekhawatiran pasien. Informed consent membantu pasien mengambil keputusan terbaik untuk diri mereka sendiri (Mahmud, 2010). 2.1.4 Informed concent dalam keperawatan 2.1.4.1 Pengertian informed concent Informed concent atau persetujuan setelah penjelasan (PSP) adalah persetujuan yang diberikan pasien atau keluarga berdasarkan penjelasan mengenai tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut (Bardosono, 2009). Sedangkan

informed

concent

keperawatan

adalah

persetujuan setelah pemberian informasi oleh perawat mengenai persetujuan tindakan perawatan, meliputi : 1. Persetujuan untuk pengobatan : persetujuan dilakukan untuk pengobatan kecuali perawatan yang diberikan pada situasi kegawatdaruratan tertentu. Persetujuan harus : a. Berhubungan dengan pengobatan yang sedang diusulkan. b. Telah di informasikan. c.

Bersifat sukarela.

d. Tidak dilakukan keliru atau penipuan. 2. Persetujuan untuk masuk fasilitas perawatan.

31

3. Persetujuan untuk layanan bantuan pribadi (College of Nursing of Ontario, 2009). 2.1.4.2 Unsur Pemberian Informed Concent Unsur Pemberian informed concent yaitu : 1. Capacity (kemampuan memahami informasi) ciri : a. Memiliki nilai dan tujuan b. Kemampuan berkomunikasi dan memahami informasi c. Kemampuan membuat alasan atas pilihannya dan keputusan 2. Volunterinism (sukarela) ciri : a. Tanpa paksaan b. Tanpa ancaman 3. Informatif (unsur informasi) ciri : a. Diagnosis/masalah pasien b. Tujuan dan lama tindakan c. Hasil d. Manfaat e. Potensial resiko f. Alternatif tindakan sesuai kemampuan g. Prognosis jangka pendek dan panjang (Nursalam, 2014).

2.1.4.3 Tujuan Informed Concent

32

Tujuan informed concent menurut Matt Verra (2014) yaitu : 1. Melindungi pasien terhadap unsanctioned operasi. 2. Melindungi tenaga medis, perawat dan rumah sakit terhadap tindakan hukum oleh klien yang menganggap bahwa prosedur tidak sah dilakukan. 3. Untuk

memastikan

bahwa

klien

memahami

sifat

pengobatannya termasuk kemungkinan komplikasi dan cacat. 4. Untuk menunjukan bahwa keputusan klien dibuat tanpa paksaan atau tekanan. 2.1.4.4 Fungsi Informed Concent Fungsi informed concent yaitu : 1. Promosi dari hak otonomi perorangan 2. Proteksi dari pasien dan subjek 3. Mencegah penipuan atau paksaan 4. Regulasi profesi kesehatan dan intropeksi 5. Promosi dari keputusan-rasional 6. Keterlibatan

masyarakat

(otonomi-nilai

pengawasan) (Nursalam, 2014).

2.1.4.5 Pemberi informed concent

sosial

dan

33

Pemberi informed concent yaitu : 1. Pasien dewasa (sadar dan sehat mental) 2. Pasien dewasa (berusia 21 tahun atau sudah menikah) 3. Pasien dewasa (pengampunan) oleh orang tua 4. Pasien dewasa (gangguan mental) oleh orang tua/wali 5. Pasien dibawah 21 tahun (tidak ada orang tua) oleh keluarga terdekat (Nursalam, 2014). 2.1.4.6 Bentuk informed concent Bentuk informed concent yaitu : 1. Tersurat (express)-lisan dan tertulis 2. Tersirat (implied or tacit concent) : a. Dalam keadaan biasa b. Dalam keadaan gawat darurat (UNNISULA, 2010). 2.1.4.7 Pengabaian informed concent Pengabaian informed concent yaitu : 1. Tidak ada kesempatan memintakan 2. Tidak ada waktu lagi untuk menunda-nunda tindakan 3. Untuk menyelamatkan nyawa, tidak mempunyai penyakit sebelumnya 4. Melindungi keselamatan anak/bayi 5. Mencegah self distruction 6. Melindungi kesehatan masyarakat

34

7. Menjaga etik/aturan RS (UU Kesehatan No 23/1992, pasal 53) 2.1.4.8 Kriteria Gawat (Informed Concent) Kriteria gawat informed concent yaitu : 1. Syok 2. Perdarahan 3. Patah tulang 4. Kesakitan (pain) (Nursalam, 2014). 2.1.4.9 Pemahaman Pasien Tentang Informed Concent Pemahaman memperoleh

informasi

informed

merupakan

consent

yang

syarat

tepat.

untuk

Pemahaman

informasi meliputi : 1. Penyakit. 2. Kecemasan. 3. Nyeri. 4. Intervensi terapi. Untuk memaksimalkan pemahaman, informasi harus diberikan secara hati-hati dengan cara untuk meningkatkan pemahaman pasien tentang apa yang sedang dijelaskan (Jona, 2013).

2.1.4.10 Informed concent tidak sah jika

35

Informed concent tidak sah jika : 1. Dengan paksaan (duress, dwang) 2. karena memberikan informasi yang salah/berlainan 3. dari seseorang yang belum dewasa 4. dari seseorang yang tidak berwenang 5. dalam keadaan tidak sepenuhnya sadar (non lucid state) (Nursalam, 2014). 2.1.5 Pengaruh pemberian informed concent dengan kepuasan pasien Infomed adalah telah diberitahukan, telah disampaikan atau telah diinformasikan, sedangkan consent adalah persetujuan yang diberikan kepada seseorang untuk berbuat sesuatu. Secara keseluruhan informed consent dapat disimpulkan yaitu persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga atas dasar informasi dan penjelasan mengenai tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien yang tertera dalam Permenkes No 290/MENKES/PER/III/2008 Pasal 1 Ayat (1). Tujuan informed consent adalah melindungi hak individu untuk menentukan nasibnya sendiri (self-determination). Adekuatnya informasi sangat dipengaruhi oleh kemampuan perawat dalam menyampaikan pesan melalui komunikasi terapeutik, pengetahuan dan pemahaman dasar tentang penyakit. Unsur pemberian informed concent yaitu capacity (kemampuan berkomunikasi dan memahami informasi, kemampuan membuat alasan atas pilihannya dan

36

keputusan), volunterinism (sukarela, tanpa paksaan, tanpa ancaman) dan Informatif (unsur informasi, diagnosis/masalah pasien, tujuan dan lama tindakan, hasil, manfaat, potensial resiko, alternatif tindakan sesuai kemampuan, prognosis jangka pendek dan panjang) (Nursalam, 2014). Bentuk aktualisasi kegiatan yang berkaitan dengan kepuasan ditentukan oleh lima unsur yang biasa dikenal dengan istilah “RATER” (responsiveness,

assurance,

tangible,

empathy

dan

reability)

Parasuraman dalam Nursalam (2014) lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Daya tanggap (responsiveness) Memberikan pelayanan mengutamakan aspek pelayanan yang sangat mempengaruhi perilaku orang yang mendapat pelayanan, sehingga diperlukan kemampuan daya tanggap dari perawat untuk melayani masyarakat sesuai tingkat penyerapan, pengertian, ketidaksesuaian atas berbagai hal bentuk pelayanan yang tidak diketahui. a. Memberikan penjelasan secara bijaksana sesuai dengan bentukbentuk pelayanan yang dihadapinya. b. Memberikan penjelasan yang mendetail yaitu bentuk penjelasan yang substantif dengan persoalan pelayanan yang dihadapi, yang bersifat

jelas,

transparan,

dipertanggungjawabkan.

singkat

dan

dapat

37

c. Memberikan pembinaan atas bentuk-bentuk pelayanan yang dianggap masih kurang atau belum sesuai dengan syarat-syarat atau prosedur pelayanan yang ditunjukkan. d. Mengarahkan setiap bentuk pelayanan dari individu yang dialyani untuk menyiapkan, melaksanakan dan mengikuti berbagai ketentuan pelayanan yang harus dipenuhi. e. Membujuk orang yang dilayani apabila menghadapi suatu permasalahan yang dianggap bertentangan, berlawanan atau tidak sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku. 2. Jaminan (assurance) Setiap bentuk pelayanan memerlukan adanya kepastian atas pelayanan yang diberikan. Bentuk kepastian dari suatu pelayanan sangat ditentukan oleh jaminan dari pegawai yang memberikan pelayanan, sehingga oarang yang menerima pelayanan merasa puas dan yakin bahwa segala bentuk urusan pelayanan yang dilakukan akan tuntas dan selesai dengan kecepatan, ketentuan, kemudahan, kelancaran dan kualitas layanan yang diberikan. a. Mampu memberikan kepuasan dalam pelayanan yaitu setiap pegawai akan memberikan pelayanan yang cepat, tepat, mudah, lancar,

berkualitas

dan

menjadi

bentuk

memuaskan orang yang mendapat pelayanan.

konkret

yang

38

b. Mampu menunjukan komitmen kerja yang tinggi sesuai dengan bentuk-bentuk integritas kerja, etos kerja dan budaya kerja yang sesuai dengan apabila dari visi, misi suatu organisasi dalam memberikan pelayanan. c. Mampu memberikan kepastian atas pelayanan sesuai dengan perilaku yang ditunjukkan agar mendapat pelayanan yakin sesuai dengan perilaku yang dilihatnya. 3. Bukti fisik (tangible) Pengertian bukti fisik dalam kualitas layanan adalah bentuk aktualisasi nyata secara fisik dapat terlihat atau digunakan pegawai sesuai dengan penggunaan dan pemenfaatannya yang dirasakan membantu pelayanan yang diterima oleh orang yang menginginkan pelayanan, sehingga puas atas pelayanan yang dirasakan, yang sekaligus menunjukkan prestasi kerja atas pemberian pelayanan yang diberikan. a. Kemampuan menunjukkan prestasi kerja pelayanan dalam menggunakan alat dan perlengkapan kerja secara efektif dan efisien. b. Kemampuan

menunjukkan

penguasaan

teknologi

dalam

berbagai akses data dan inventarisasi otomasi kerja sesuai dengan dinamika dan perkembangan dunia kerja yang dihadapinya.

39

c. Kemampuan menunjukkan integritas diri sesuai dengan penampilan yang menunjukkan kecakapan, kewibawaan dan dedikasi kerja. 4. Empati (empathy) Setaiap kegiatan atau aktivitas pelayanan memerlukan adanya pemahaman dan pengertian dalam kebersamaan asumsi atau kepentingan terhadap suatu hal yang berkaitan dengan pelayanan. Pelayanan akan berjalan dengan lancar dan berkualitas apabila setiap pihak yang berkepentingan dengan pelayanan memiliki adanya empati (empathy) dalam menyelesaikan atau mengurus atau memiliki komotmen yang sama terhadap pelayanan. a. Mampu memberikan perhatian terhadap berbagai bentuk pelayanan yang diberiakan, sehingga yang dialayani merasa menjadi orang yang penting. b. Mampu memberikan keseriusan atas aktivitas kerja pelayanan yang diberikan, sehingga yang dilayani mempunyai kesan bahwa

pemberi

pelayanan

menyikapi

pelayanan

yang

diinginkan. c. Mampu menunjukkan rasa simpatik atas pelayanan yang diberikan, sehingga yang dilayani merasa memiliki wibawa atas pelayanan yang dialkukan.

40

d. Mampu menunjukkan pengertian yang mendalam atas berbagai hal yang diungkap, sehingga yang dialyani menjadi lega dalam menghadapi bentuk-bentuk pelayanan yang dirasakan. e. Mampu menunjukkan keterlibatannya dalam memberikan pelayanan atas berbagai hal yang dilakukan, sehingga yang dialyani menjadi tertolong menghadapi berbagai bentuk kesulitan pelayanan. 5. Keandalan (reliability) Setiap pelayanan memerlukan bentuk pelayanan yang andal, artinya dalam memberikan pelayanan setiap pegawai diharapkan memiliki kemempuan dalam pengetahuan, keahlian, kemandirian, penguasaan dan profesinalisme kerja yang tinggi, sehingga aktivitas kerja yang dikerjakan menghasilkan bentuk pelayanan yang memuaskan, tanpa ada keluhan dan kesan yang berlebihan atas pelayanan yang diterima oleh masyarakat. a. Keandalan dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan tingkat pengetahuan terhadap uraian kerjanya. b. Keandalan dalam memberikan pelayanan yang terampil sesuai dengan tingkat keterampilan kerja yang dimilikinya dalam menjalankan aktivitas pelayanan yang efisien dan efektif. c. Keandalan dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan pengalamankerja

yang

dimilikinya,

sehingga

penguasaan

41

tentang uraian kerja dapat dilakukan secara cepat, tepat, mudah dan berkualitas sesuai pengalamannya. d. Keandalan dalam mengaplikasikan penguasaan teknologi untuk memperoleh pelayanan yang akurat dan memuaskan sesuai hasil ouput penggunaan teknologi yang ditunjukkan. Kualitas layanan menunjukkan segala bentuk aktualisasi kegiatan pelayanan yang memuaskan orang-orang yang menerima pelayanan sesuai dengan daya tanggap (responsiveness) menumbuhkan adanya jaminan (assurance), menunjukkan bukti fisik (tangible) yang dapat dilihatnya, menurut empati (empathy) dari orang-orang yang memberikan pelayanan

sesuai dengan keandalannya (reability)

menjalankan tugas pelayanan yang diberikan secara konsekuen untuk memuaskan yang menerima pelayanan (Nursalam, 2014). Demikian juga dengan pemberian informed concent dengan kepuasan pasien, pemberian informed concent oleh perawat akan memuaskan pasien apabila adanya daya tanggap (responsiveness) dari perawat, adanya jaminan (assurance) dari perawat, menunjukkan bukti fisik (tangible) dari perawat, adanya empati (empathy) dari perawat, sesuai dengan keandalannya (reability) dari perawat dalam menjalankan tugas pelayanan keperawatan untuk memuaskan pasien. Adanya

hubungan

pemberian

informed

concent

dengan

kepuasan pasien sesuai dengan penelitian Johnson (2011) tentang

42

patient understanding and satisfaction in informed consent for total knee arthroplasty: a randomized study hasil penelitian menunjukkan sebelum tindakan operasi, pasien puas dengan penjelasan informed concent tentang risiko / manfaat dan harapan dari tindakan operasi. Kepuasan dipengaruhi oleh metode, media video dan pendidikan perawat, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Yulianto, (2006) tentang pengaruh pemberian informasi tertulis terhadap tingkat pemahaman, kepuasan dan kecemasan pasien hernia inguinalis reponnibel terhadap informed consent Di RS Sardjito Yogyakarta hasil penelitian menunjukkan bahwa informed consent tertulis dapat meningkatkan pemahaman dan kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan. 2.2 Keaslian penelitian Penelitian tentang pengaruh pemberian informed consent dengan tingkat kepuasan pasien pre operasi di Ruang Mawar RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen. Sepengetahuan penulis belum pernah dilakukan penelitian serupa, tetapi ada beberapa penelitian yang mendukung penelitian ini : Tabel 2.1 Keaslian Penelitian

No

Peneliti

1.

Mahmud (2010)

Judul Peran perawat dalam informed consent pre operasi di Ruang Bedah Rumah Sakit

Metodologi Kualitatif

Hasil Sikap perawat dalam melaksanakan peran advocate, counsellor

43

Umum Pemangkat Kalimantan Barat

2.

Rumila (2009)

Hubungan antara Kuantitatif peranan perawat dengan sikap perawat pada pemberian informed concent sebagai upaya perlindungan hukum bagi pasien di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

3.

Karo (2014)

Pengetahuan perawat Kualitatif tentang peran sebagai pendidik dan pembela dalam pemberian informed consent di RSUP H. Adam Malik Medan

dan consultant dalam pengajuan informed consent belum sepenuhnya sesuai dengan kewenangan perawat. Ada hubungan peran perawat dengan sikap perawat pada pemberian informed consent sebagai upaya perlindungan hukum bagi pasien

Perawat di ruang rawat RB2A dan RB2B memiliki pengetahuan yang cukup (62,5%) dalam menjalankan perannya sebagai pendidik dan memiliki pengetahuan yang kurang (37,5%) dalam menjalankan perannya sebagai pembela dalam pemberian informed consent

2.3 Kerangka teori Kerangka teori merupakan bagan alur berpikir dari teori yang telah dibuat, dapat dibuat kerangka teori penelitian yang dapat dilihat dibawah ini : Pasien Pre Operasi Fraktur

Respon Psikologis Pasien Pre Operasi : · Takut yang tidak diketahui · Takut mati · Takut anestesi · Khawatir hilang pekerjaan, waktu dan dukungan keluarga · Khawatir atas ketidakmampuan permanen

44

Peran perawat sebagai fasilitator dalam pengambilan keputusan dan informasi keperawatan

Informed Concent

Dokter

· · · · ·

Kepuasan Pasien : Responsiveness Assurance Tangible Empathy Reability

Gambar 2.1. Kerangka Teori, Sumber Nursalam (2014)

Ket :

Yang diteliti Yang tidak diteliti

2.4 Kerangka Konsep Tingkat Kepuasan Pasien Pre Operasi Sebelum Intervensi

Tingkat Kepuasan Pasien Pre Operasi Setelah Intervensi

45

Pemberian Informed Concent

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian 2.5 Hipotesis Ha : Ada pengaruh pemberian informed consent dengan tingkat kepuasan pasien pre operasi fraktur di Ruang Mawar RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen. Ho : Tidak ada pengaruh pemberian informed consent dengan tingkat kepuasan pasien pre operasi fraktur di Ruang Mawar RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen.

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

46

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yaitu penelitian yang banyak menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan dari hasilnya. Demikian juga pemahaman akan kesimpulan penelitian akan lebih baik apabila juga disertai dengan tabel, grafik, bagan, gambar atau tampilan lain (Sugiyono, 2013). Rancangan penelitian analitik yaitu suatu penelitian yang mencoba menggali fenomena kesehatan itu terjadi (Notoatmodjo, 2012). Merupakan penelitian quasi experiment yaitu penelitian yang menguji coba suatu intervensi pada kelompok subyek dengan atau tanpa kelompok pembanding namun tidak dilakukan randomisasi untuk memasukan subyek ke dalam kelompok perlakuan atau kontrol. Dengan rancangan “pre and post test without control (control diri sendiri)”. Karena pada desain ini peneliti hanya melakukan intervensi pada satu kelompok tanpa pembanding. Efektifitas perlakuan dinilai dengan cara membandingkan nilai post test dengan pre test (Dharma, 2011). R---------->O1---------->X1----------O2 Keterangan : R

: Responden penelitian semua mendapat perlakuan/intervensi.

O1

: Pre test pada kelompok perlakuan.

X1

46 kelompok perlakuan sesuai protokol. : Uji coba / intervensi pada

O2

: Post test setelah perlakuan.

3.2 Populasi dan Sampel 3.2.1 Populasi

47

Populasi

merupakan

seluruh

subyek

atau

obyek

dengan

karakteristik tertentu yang akan diteliti (Nursalam, 2008). Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien pre operasi fraktur di Ruang Mawar RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen, antara Juni-Juli 2015 berjumlah 40 pasien. 3.2.2 Sampel Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Menurut Nursalam (2008) penentuan besar sampel jika jumlah populasi < 1000, maka besarnya sampel dapat dilakukan dengan rumus n =

N 1+N(d2)

=

40 1+40(0,05)2

40 = 1+40(0,0025)

=

40 = 36 1+0,1

Keterangan n = besar sampel N = besar populasi d = tingkat kepercayaan atau ketepatan yang digunakan yaitu sebesar 5% atau 0,05 Sampel dalam penelitian ini berjumlah 36 responden. Teknik sampel yang digunakan adalah cara purposive sampling (non probability sampling) adalah teknik penetapan sampel dengan cara memilih sampel diantara populasi sesuai dengan yang dikehendaki peneliti, sehingga sampel tersebut dapat mewakili karakteristik populasi (Nursalam, 2008). Karakteristik sampel yang dapat dilakukan atau layak diteliti, yakni : Kriteria inklusi :

48

a. Tingkat kesadaran compos mentis. b. Umur responden lebih dari 18 tahun karena pertumbuhan otak mencapai kesempurnaan secara fungsional, perkembangan kognitif (kemampuan berfikir) remaja yaitu intelektual remaja mulai dapat berfikir logis, kognitif tingkat tinggi yaitu membuat rencana, strategi, membuat keputusan-keputusan, serta memecahkan masalah, sudah mampu menggunakan abstraksi-abstraksi, membedakan yang konkrit dengan yang abstrak, munculnya kemampuan nalar secara ilmiah, belajar menguji hipotesis, memikirkan masa depan, perencanaan, dan mengeksplorasi alternatif untuk mencapainya psikologi remaja, mulai menyadari proses berfikir efisien dan belajar berinstropeksi dan wawasan berfikirnya semakin meluas, bisa meliputi agama, keadilan, moralitas, dan identitas (jati diri) (Haryanto, 2011). c. Tidak terkena penyakit alzheimer yaitu sejenis sindrom dengan apoptosis sel-sel otak pada saat yang hampir bersamaan, sebagai penyakit yang sinonim dengan orang tua (National Headquarters, 2015).

Kriteria eksklusi : a. Tidak bisa membaca dan menulis karena dengan membaca adalah melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis dengan melisankan atau hanya dalam hati. Membaca merupakan usaha untuk

49

mengetahui sesuatu yang diketahui yang tersimpan (berada) dalam suatu sarana bacaan bagi seseorang adalah membaca (Khairunnisa, 2010). b. Pasien pre operasi fraktur terbuka di RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen dengan komplikasi. 3.3 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilakukan bertempat di Ruang Mawar RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen, pada bulan Oktober-Desember 2015. 3.4 Variabel, Definisi Operasional dan Skala pengukuran Tabel 3.1 Definisi Operasional No 1.

Variabel Pemberian Informed Concent

Definisi Persetujuan setelah pemberian informasi oleh perawat mengenai persetujuan tindakan perawatan

Alat ukur

2.

Tingkat Kepuasan

Tingkat responsiveness, Kuesioner assurance, tangible, empathy, reability dari perawat dalam menjalankan tugas pelayanan keperawatan untuk memuaskan pasien.

Parameter Skala 1. Diberi informed Nominal concet. 2. Tidak diberi informed concent

1 : Kurang puas : < 55% 2 : Cukup puas : 56-75% 3 : Baik/puas : 76-100%

3.5 Alat Penelitian dan Cara Pengumpulan Data 3.5.1 Alat Penelitian

Ordinal

50

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah koesioner tentang tingkat kepuasan pasien. Skoring yang digunakan untuk masing-masing variabel adalah sebagai berikut : 1. Kuesioner tingkat kepuasan pasien Alat ukur penelitian yang digunakan adalah kuesioner yang disesuaikan dengan permasalahan penelitian tentang kepuasan pasien yang mengisi pasien diambil dari Nursalam (2014). Kuesioner yang disusun berupa pertanyaan tentang kepuasan pasien, jumlah pertanyaan ada 25 soal. Pilih jawaban sesuai item pertanyaan sangat puas (skor 4), puas (skor 3), kurang puas (skor 2) dan tidak puas (skor 1), pada pertanyaan favorable (positif). Setelah itu ditotal untuk menentukan klasifikasi kepuasan pasien. Untuk pertanyaan favorable (positif) nomor 1 item pertanyaan : a, b, c dan e, nomor 2 item pertanyaan : b, c, d dan e, nomor 3 item pertanyaan : a, b, c dan e, nomor 4 item pertanyaan : a, c, d dan e, nomor 5 item pertanyaan nomor a, b, c. Untuk pertanyaan unfavorable (negatif) nomor 1 item pertanyaan : d, nomor 2 item pertanyaan : a, nomor 3 item pertanyaan : d, nomor 4 item pertanyaan : b, nomor 5 item pertanyaan nomor d.

Untuk skoring masalah dinyatakan dengan : a. Baik/puas skor 76-100%.

51

76/100 x 96 skor = skor 72 100/100 x 96 skor = skor 96 Baik/puas skor 72-96 b. Cukup puas 56-75%. 56/100 x 96 skor = skor 53 75/100 x 96 skor = skor 71 Cukup puas skor 53-71 c. Kurang puas < 55%. 55/100 x 96 skor = skor 52 Kurang puas skor < 52 3.5.2 Cara Pengumpulan Data Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian (Nursalam, 2008). Pengumpulan data dengan kuesioner tingkat kepuasan pasien dari Nursalam (2014). Menurut Dharma (2011) desain pre and post test without control sebagai berikut : 1. Ijin penelitian. Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengajukan permohonan ijin penelitian kepada responden tentang maksud, tujuan dan ijin kepada responden di ruang rawat RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen. 2. Informed concent.

52

Responden penelitian pasien pre operasi fraktur di Ruang Mawar RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen sesuai jumlah sampel penelitian 36 responden semua mendapat perlakuan/intervensi pemberian informed concent pre operasi. Peneliti meminta persetujuan dari calon responden dengan tanda tangan di lembar informed concent. 3. Pre test. Pre test pada kelompok perlakuan yaitu pre test kepuasan pasien pre operasi fraktur di Ruang Mawar RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen, dilakukan sebelum perlakuan setelah 1 hari mondok di RS. Jika belum 1 hari mondok di RS belum dilakukan pre test, pre test dilakukan setelah 1 hari mondok di RS. Jika lebih dari 1 hari mondok di RS pre test dapat dilakukan. 4. Perlakuan. Uji coba/intervensi pada kelompok perlakuan sesuai protokol yaitu tindakan operasi atau pembedahan kepada calon responden penelitian di Ruang Operasi RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen. Pemberian informed concent dilakukan setelah pre test dilakukan setelah 1 hari mondok, oleh perawat ruang rawat inap, meliputi pengkajian, menganalisi pemeriksaan penunjang, menentukan data fokus dan analisa data, menegakkan diagnosa keperawatan, rencana tindakan, implementasi tindakan dan evaluasi tindakan yaitu pasien

53

pre operasi fraktur di Ruang Mawar RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen. 5. Post test. Post test setelah perlakuan yaitu post test kepuasan pasien di Ruang Mawar RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen, setelah tindakan operasi dilakukan setelah 3 hari. 3.6 Validitas dan reabilitas 1. Uji Validitas Penelitian Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu benarbenar mengukur apa yang diukur (Notoatmodjo, 2012). Fungsi uji validitas untuk mengetahui apakah kuesioner yang disusun mampu mengukur apa yang hendak diukur, maka perlu uji korelasi antara skor tiap-tiap pertanyaan dengan skor total kuesioner. Menurut Suharsimi (2013) uji coba atau uji validitas dapat dilakukan antara 15-50 responden. Uji validitas dilakukan pada kuesioner kepuasan pasien. Pada penelitian ini, peneliti melakukan uji validitas pada 20 pasien pre operasi fraktur di ruang Aster RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen sebagai sampel untuk uji validitas kuesioner. Setelah data didapat dan ditabulasikan maka untuk menguji validitas digunakan “ pearson product moment” dengan rumus:

rxy =

( N å XY ) - (å X )(å Y )

{( N å X

2

}{

) - (å X 2 ) ( N å Y 2 ) - (å Y ) 2

}

54

Keterangan : rxy : koefisien korelasi N : jumlah responden åX : skor butir åY : skor total Bila r hitung lebih besar dari r tabel artinya variabel valid. Bila r hitung lebih kecil dari r tabel artinya variabel tidak valid (Sugiyono, 2013). Hasil uji validitas yang sudah dilakukan pada 20 pasien di Ruang Aster RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen, tanggal 20 Oktober-7 November 2015, diperoleh : Uji validitas kepuasan pasien r hitung item pertanyaan nomer 1a, 1b, 1c, 1d, 1e, 2a, 2b, 2c, 2d, 2e, 3a, 3b, 3c, 3d, 3e, 4a, 4b, 4c, 4d, 4e, 5a, 5b, 5c, 5d diperoleh r hitung > r tabel (0,444) dinyatakan valid, sedangkan r hitung item pertanyaan nomer 5e diperoleh r hitung < r tabel (0,444) dinyatakan tidak valid. Sehingga item pertanyaan yang tidak valid nomer 5e dibuang. Hasil uji validitas kepuasan pasien terlampir. 2. Uji Reliabilitas Uji reliabilitas adalah indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau diandalkan (Notoatmodjo, 2012). Uji reliabilitas koesioner pengetahuan dan peran serta keluarga pada penelitian ini menggunakan teknik analisa dengan rumus Alpha cronbach (Suharsimi, 2013) dengan rumus sebagai berikut : 2 é k ù é ås b ù rh = ê ú ú ê1 s 12 ûú ë (k - 1) û ëê

55

Keterangan : r k

: reliabilitas instrumen : banyaknya butir pertanyaan : jumlah varians butir : varians total Hasil uji reabilitas pada 20 pasien pre operasi fraktur di ruang Aster

RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen jika hasil > 0,6 maka variabel tersebut dapat dinyatakan reliabel. Hasil uji reabilitas pada 20 pasien pre operasi fraktur di ruang Aster RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen diperoleh Nilai Cronbach’s alpha kepuasan pasien adalah 0,7569. Nilai Cronbach’s alpha pada variabel kepuasan pasien > 0,6 maka variabel kepuasan pasien dapat dinyatakan reliabel. 3.7 Teknik Pengolahan dan Analisa Data 3.7.1 Teknik pengolahan Menurut Narbuko, 2007 setelah data-data hasil dari kuesioner dikumpulkan dan diolah dengan melalui tahap-tahap :

1. Editing Merupakan kegiatan untuk melakukan pengecekan kelengkapan data yang telah dikumpulkan. 2. Coding

56

Memberikan kode pada data dengan merubah huruf menjadi angka. 3. Transfering Memindahkan jawaban atau kode jawaban ke dalam media tertentu. 4. Tabulating Merupakan kegiatan menyusun data dalam bentuk tabel. 5. Entry data Memasukkan data dengan cara manual atau melalui pengolahan program komputer. 3.7.2 Analisa Data Analisis hasil penelitian dilakukan dengan 2 cara yaitu : 1. Analisa univariat terhadap tiap variabel dari hasil penelitian untuk menghasilkan distribusi dan prosentase. Data dianalisa menggunakan statistik deskriptif untuk mendapatkan dalam bentuk tabulasi, dengan cara memasukkan seluruh data kemudian diolah secara statistik deskriptif yang digunakan untuk melaporkan hasil dalam bentuk distribusi frekuensi dan prosentase (%) dari masing-masing item. Penelitian analisis univariat adalah analisa

yang dilakukan

menganalisis tiap variabel dari hasil penelitian. Analisa univariat berfungsi untuk meringkas kumpulan data hasil pengukuran sedemikian rupa sehingga kumpulan data tersebut berubah menjadi informasi yang berguna. peringkasan tersebut dapat berupa ukuran statistik, tabel, grafik. Analisa univariat dilakukan masing-masing

57

variabel yang diteliti (Notoatmodjo, 2012). Analisa univariat yang akan disajikan meliputi karakteristik responden (umur, jenis kelamin dan pendidikan terakhir), tingkat kepuasan pasien pre operasi fraktur sebelum pemberian informed concent dan tingkat kepuasan pasien pre operasi fraktur setelah pemberian informed concent. 2. Analisa bivariat untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan tingkat kepuasan pasien rata-rata antara sebelum dan setelah pemberian informed concent. Menurut Dahlan (2014) komparatif numerik berpasangan dua kali pengukuran, dengan ketentuan bila sebaran selisih tidak normal, lakukan transformasi. Analisis yang digunakan bergantung pada sebaran dan varian hasil transformasi. Uji yang digunakan adalah wilcoxon test / marginal homogenik untuk menguji beda mean peringkat (data ordinal) dari 2 hasil pengukuran pada kelompok yang sama (misalnya beda mean peringkat pre test dan post test) (Dharma, 2011). Menurut Sugiyono (2013) analisis wilcoxon test dengan rumus :

Keterangan : Z

:

uji wilcoxon

T : total jenjang (selisih) terkecil antara nilai pre test dan post test n : jumlah data sampel

58

Kaidah keputusan jika nilai p < 0,05 Ho ditolak artinya bahwa ada pengaruh secara signifikan pemberian informed concent dengan tingkat kepuasan pasien pre operasi fraktur di Ruang Mawar RSUD dr. Soehadi prijonegoro Sragen. 3.8 Etika Penelitian Secara umum prinsip dalam penelitian atau pengumpulan data dapat dibedakan menjadi tiga bagian yaitu manfaat, prinsip menghargai hak-hak subjek dan prinsip keadilan (Nursalam, 2008). Dalam mendapatkan data dilakukan dengan menekankan etika yang mengacu pada: 1. Lembar persetujuan menjadi responden (informed consent) Lembar persetujuan diberikan kepada subyek yang akan diteliti. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian jika calon responden bersedia untuk diteliti, maka mereka harus mengisi lembar persetujuan tersebut, namun apabila responden menolak untuk diteliti maka peneliti tidak boleh memaksakan dan tetap menghormati hak-hak responden.

2. Tanpa nama (Anonimity) Untuk menjaga kerahasiaan responden maka peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar pengumpulan data (lembar kuesioner) cukup dengan memberikan kode pada masing-masing lembar kuesioner tersebut.

59

3. Kerahasiaan (Confidentiality) Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti karena hanya kelompok data tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai hasil riset atau hasil dari penelitian.

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1 Analisis Univariat

60

Berikut ini akan diuraikan mengenai laporan hasil penelitian yang telah dilakukan meliputi : 4.1.1 Umur responden Distribusi responden berdasarkan umur di Ruang Mawar RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen dapat dilihat di Tabel 4.1. Tabel 4.1 karakteristik responden berdasarkan umur No Umur Frekuensi Prosentase (%) 1 < 20 tahun 4 11,1 2 21-30 tahun 6 16,7 3 31-40 tahun 7 19,4 4 41-50 tahun 6 16,7 5 > 51 tahun 13 36,1 Jumlah 36 100 Sumber : data primer yang diolah, 2015 Distribusi responden berdasarkan umur di Ruang Mawar RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen sebagian besar berumur > 51 tahun sebanyak 13 responden (36,1%). 4.1.2 Jenis kelamin responden Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin di Ruang Mawar RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen dapat dilihat di Tabel 4.2. Tabel 4.2 karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin No 1 2

Jenis kelamin 60Frekuensi Laki-laki 20 Perempuan 16 Jumlah 36 Sumber : data primer yang diolah, 2015

Prorsentase (%) 55,6 44,4 100

61

Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin di Ruang Mawar RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen sebagian besar berjenis kelamin laki-laki sebanyak 20 responden (55,6%). 4.1.3 Pendidikan responden Distribusi responden berdasarkan pendidikan di Ruang Mawar RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen dapat dilihat di Tabel 4.3. Tabel 4.3 karakteristik responden berdasarkan pendidikan No Pendidikan Frekuensi Prosentase (%) 1 SD 4 11,1 2 SMP 6 16,7 3 SMA 24 66,7 4 PT 2 5,6 Jumlah 36 100 Sumber : data primer yang diolah, 2015 Distribusi responden berdasarkan pendidikan di Ruang Mawar RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen sebagian besar berpendidikan SMA sebanyak 24 responden (66,7%). 4.1.4 Tingkat kepuasan pasien sebelum pemberian informed concent Distribusi responden berdasarkan tingkat kepuasan pasien sebelum pemberian informed concent di Ruang Mawar RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen dapat dilihat di Tabel 4.4. Tabel 4.4 karakteristik responden berdasarkan tingkat kepuasan pasien sebelum pemberian informed concent No 1 2

Kepuasan pasien Cukup Kurang

Frekuensi 14 22

Prosentase (%) 38,9 61,1

62

Jumlah Sumber : data primer yang diolah, 2015

36

100

Distribusi responden berdasarkan tingkat kepuasan pasien sebelum pemberian informed concent di Ruang Mawar RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen sebagian besar kategori kepuasan kurang sebanyak 22 responden (61,1%). 4.1.5 Tingkat kepuasan pasien setelah pemberian informed concent Distribusi responden berdasarkan tingkat kepuasan pasien setelah pemberian informed concent di Ruang Mawar RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen dapat dilihat di Tabel 4.5. Tabel 4.5 karakteristik responden berdasarkan tingkat kepuasan pasien setelah pemberian informed concent No

Kepuasan pasien

Frekuensi

Prosentase (%)

1

Baik

4

11,1

2

Cukup

28

77,8

3

Kurang

4

11,1

Jumlah

36

100

Sumber : data primer yang diolah, 2015 Distribusi responden berdasarkan tingkat kepuasan pasien setelah pemberian informed concent di Ruang Mawar RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen sebagian besar kategori kepuasan cukup sebanyak 28 responden (77,8%). 4.2 Analisis Bivariat

63

Hasil uji statistik dengan menggunakan uji wilcoxon pada 36 responden ditampilkan di tabel 4.6. Tabel 4.6 Hasil uji wilcoxon sebelum dan sesudah pemberian informed consent terhadap tingkat kepuasan pasien pre operasi fraktur di Ruang Mawar RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen PRE TEST * POST TEST Crosstabulation

POST TEST Kurang Cukup Baik PRE TEST Kurang 4 10 0 Cukup 0 18 4 Total 4 28 4 Sumber : data primer yang diolah, 2015

Total 14 22 36

p-value 0,000

Berdasarkan tabel 4.6 diatas diperoleh data bahwa nilai rata-rata tingkat kepuasan responden sebelum pemberian informed concent sebesar 1,61 dan setelah pemberian informed concent sebesar 2,00. Hasil uji wilcoxon diperoleh p-value = 0,000 < 0,05. Berdasarkan hasil tersebut, artinya ada pengaruh pemberian informed concent dengan tingkat kepuasan pasien pre operasi fraktur di Ruang Mawar RSUD dr. Soehadi prijonegoro Sragen, kepuasan responden dari 1,61 menjadi 2,00.

BAB V PEMBAHASAN

64

5.1 Analisis Univariat 5.1.1 Umur Distribusi responden berdasarkan umur di Ruang Mawar RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen sebagian besar berumur > 51 tahun sebanyak 13 responden (36,1%). Hasil temuan distribusi umur ini melibatkan proses kuantifikasi dari penemuan suatu fenomena. Tidak memberikan hasil yang bisa diterima secara ilmiah, pengukuran yang berhubungan dengan keragaman pada karakteristik objek-objek yang berbeda (Aurino Djamaris, 2012). 5.1.2 Jenis kelamin Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin di Ruang Mawar RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen sebagian besar berjenis kelamin laki-laki sebanyak 20 responden (55,6%). Hasil temuan distribusi jenis kelamin ini melibatkan proses kuantifikasi dari penemuan suatu fenomena. Tidak memberikan hasil yang bisa diterima secara ilmiah, pengukuran yang berhubungan dengan keragaman pada karakteristik objek-objek yang berbeda (Aurino Djamaris, 2012). 5.1.3 Pendidikan 64

65

Distribusi responden berdasarkan pendidikan di Ruang Mawar RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen sebagian besar berpendidikan SMA sebanyak 24 responden (66,7%). Hasil temuan distribusi pendidikan ini melibatkan proses kuantifikasi dari penemuan suatu fenomena. Tidak memberikan hasil yang bisa diterima secara ilmiah, pengukuran yang berhubungan dengan keragaman pada karakteristik objek-objek yang berbeda (Aurino Djamaris, 2012). 5.1.4 Tingkat kepuasan pasien sebelum informed concent. Distribusi responden berdasarkan tingkat kepuasan pasien sebelum pemberian informed concent di Ruang Mawar RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen sebagian besar kategori kepuasan kurang sebanyak 22 responden (61,1%). Menurut Rosenstein AH and O'Daniel M (2005) bahwa terjadi persepsi negatif terhadap ketidakpuasan dan hasil perawatan disebabkan oleh komunikasi yang tidak baik yang dilakukan oleh para dokter dan perawatan kesehatan serta staf devisi penunjang. Seperti tingkat kepuasan pasien pre operasi sebelum pemberian informed concent. 5.1.5 Tingkat kepuasan pasien setelah informed concent. Distribusi responden berdasarkan tingkat kepuasan pasien setelah pemberian informed concent di Ruang Mawar RSUD dr.

66

Soehadi Prijonegoro Sragen sebagian besar kategori kepuasan cukup sebanyak 28 responden (77,8%). Menurut Anis (2009), menjelaskan bahwa kepuasan yang dirasakan pasien ini menunjukan bahwa perawat telah dapat memenuhi harapan-harapan pasien akan pelayanan yang prima dan berkualitas baik seperti pemberian informed concent dari sisi kejelasan informasi, pelayanan yang tepat waktu, kesediaan perawat dalam mendengarkan keluhan/permasalahan klien dan kesediaan membantu mengatasi permasalahan tersebut. Kepuasan pasien akan pelayanan keperawatan merupakan hal mutlak yang harus dipenuhi oleh perawat sebab salah satu indikator jaminan mutu suatu rumah sakit adalah pernyataan puas dari penerima pelayanan (pasien). 5.2 Analisis Bivariat 5.2.1 Pengaruh pemberian informed concent dengan tingkat kepuasan pasien pre operasi fraktur di Ruang Mawar RSUD dr. Soehadi prijonegoro Sragen. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa nilai rata-rata tingkat kepuasan responden sebelum pemberian informed concent sebesar 1,61 dan setelah pemberian informed concent sebesar 2,00. Hasil uji wilcoxon diperoleh p-value = 0.000. Berdasarkan hasil tersebut, artinya ada pengaruh pemberian informed concent dengan tingkat kepuasan pasien pre operasi fraktur di Ruang Mawar RSUD dr.

67

Soehadi prijonegoro Sragen, kepuasan responden dari 1,61 menjadi 2,00. Oleh

karena itu pemberian informed concent berpengaruh

terhadap tingkat kepuasan pasien pre operasi fraktur di Ruang Mawar RSUD dr. Soehadi prijonegoro Sragen. Hasil penelitian konsisten dengan penelitian yang di lakukan oleh Johnson (2011) hasil penelitian menunjukkan sebelum tindakan operasi, pasien puas dengan penjelasan informed concent tentang risiko / manfaat dan harapan dari tindakan operasi. Kepuasan dipengaruhi oleh metode, media video dan pendidikan perawat, hal ini sesuai pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Yulianto, (2006) hasil penelitian menunjukkan bahwa informed consent tertulis dapat meningkatkan pemahaman dan kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan. Kualitas layanan menunjukkan segala bentuk aktualisasi kegiatan pelayanan yang memuaskan orang-orang yang menerima pelayanan sesuai dengan daya tanggap (responsiveness) menumbuhkan adanya jaminan (assurance), menunjukkan bukti fisik (tangible) yang dapat dilihatnya, menurut empati (empathy) dari orang-orang yang memberikan pelayanan

sesuai dengan keandalannya (reability)

menjalankan tugas pelayanan yang diberikan secara konsekuen untuk memuaskan yang menerima pelayanan (Nursalam, 2014). Demikian juga dengan pemberian informed concent dengan kepuasan pasien, pemberian informed concent oleh perawat akan

68

memuaskan pasien apabila adanya daya tanggap (responsiveness) dari perawat, adanya jaminan (assurance) dari perawat, menunjukkan bukti fisik (tangible) dari perawat, adanya empati (empathy) dari perawat, sesuai dengan keandalannya (reability) dari perawat dalam menjalankan tugas pelayanan keperawatan untuk memuaskan pasien (Nursalam, 2014).

69

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut : 6.1.1 Tingkat kepuasan pasien sebelum pemberian informed concent sebagian besar memiliki kepuasan cukup 22 responden (61,1%) dan kepuasan kurang sebanyak 14 responden (38,9%). 6.1.2 Tingkat kepuasan pasien setelah pemberian informed concent sebagian besar memiliki kepuasan cukup sebanyak 28 responden (77,8%), kepuasan kurang sebanyak 4 responden (11,1%) dan kepuasan baik sebanyak 4 responden (11,1%). 6.1.3 Terdapat pengaruh pemberian informed concent dengan tingkat kepuasan pasien pre operasi fraktur di Ruang Mawar RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen. Hasil uji wilcoxon diperoleh nilai pvalue = 0.000. 6.2 Saran Berdasarkan simpulan di atas, maka ada beberapa saran yang perlu di perhatikan adalah sebagai berikut :

69

70

6.2.1 Bagi rumah sakit/masyarakat Hasil penelitian ini bagi RSUD dr. Soehadi Prijonegoro Sragen pada umumnya dan ruang mawar pada khususnya dapat memanfaatkan hasil penelitian ini sebagai rujukan untuk menentukan kebijakankebijakan dalam hal peningkatan kualitas pelayanan keperawatan pasien pre operasi dalam pemberian informed concent dan kepuasan pasien. Sedangkan bagi masyarakat hasil penelitian ini diharapkan dapat

membantu

meningkatkan

kualitas

pelayanan

sehingga

memberikan kepuasan pada pasien dan melalui tindakan keperawatan yang baik dalam pemberian informed concent. 6.2.2 Bagi institusi pendidikan Hasil penelitian ini bagi STIKes Kusuma Husada Surakarta dapat digunakan sebagai bahan literatur diperpustakaan atau sumber data, sumber informasi yang dapat dijadikan dokumentasi ilmiah untuk penelitian selanjutnya yang memerlukan masukan berupa data atau pengembangan penelitian dengan topik yang sama. 6.2.3 Bagi peneliti lain Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi sumber data untuk memotivasi pelaksanaan penelitian yang lebih baik dimasa yang akan datang. 6.2.4 Bagi peneliti

71

Hasil penelitian ini bagi peneliti diharapkan dapat menambah pengetahuan, wawasan, pengalaman dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang di dapat dari STIKes Kusuma Husada Surakarta dalam bidang perawatan pasien yaitu pemberian informed concent dan kepuasan pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Anderson. (2005). Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit. Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta. Anis R. H, (2009) Hubungan Komunikasi Terapeutik Perawat dengan Kepuasan Pasien dalam Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit Siti Khodijah Sepanjang. Jurnal Kesehatan UM Surabaya. Aurino Djamaris, (2012). Statistika Untuk Bisnis dan Riset. Tersedia ada http://statistik.aurino.com/wp-content/uploads/2012/02/Statistika-untukBisnis-dan-Riset.pdf. Badan Pembinaan Hukum Nasional. (2011). Laporan Akhir Tim Pengkajian Hukum Tentang Hak Dan Kewajiban Tenaga Kesehatan. Depkes RI. Bardosono. (2009). Teknik Komunikasi Untuk Mendapatkan Informed Concent Pada Suatu penelitian. Majalah Kedokteran Indonesia, Volume : 59, Nomor : 6, Juni 2009. College of Nursing of Ontario. (2009). Practice Guideline : Consent. College of Nursing of Ontario 101 Davenport Rd. Toronto, ON M5R 3P1. www.cnu.org. Dahlan. (2014). Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan. Deskriptif, Bivariat dan Multivariat Dilengkapi Aplikasi Menggunakan SPSS. Seri 1 Edisi 6. Jakarta : Epidemiologi Indonesia. Dharma. (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan. Panduan Melaksanakan dan Menerapkan Hasil Penelitian. Jakarta : Trans InfoMedia. Haryanto. (2011). Perkembangan Psikologi Remaja. Diakses tanggal 8 September 2015 dari http://belajarpsikologi.com/perkembangan-psikologis-remaja/ Hidayah. (2014). Manajemen Model Asuhan Keperawatan profesional (MAKP) TIM Dalam Peningkatan Kepuasan Pasien Di Rumah Sakit. Jurnal Kesehatan Vol VII No 2 Tahun 2014. Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas Islam Negeri Alauddin. Makasar.

Johson. (2011). Patient Understanding And Satisfaction In Informed Consent For Total Knee Arthroplasty: A Randomized Study. Torence J Gioe, MD, Minane-apolis Veterans Affais Medical Center, Section 112 E, I Veterans, Drive, Minneapolis, MN SS 417. Jona. (2013). Informed Concent : Essential Legal and Principles of Nurses. Jona’s Healthcare Law, Ethics, and Regulation December 2013. Volume 15 Number 4, p 140-144. www.nursingcenter.com. Jones. (2005). Employmeny Guide : Information on Nurse Practitioners. A Collaborative Project of The Wis TREC Utilization Committee initiated by The Wisconsia AHEC System and Funded by The Robert Wood johson Foundation. Karo. (2014). Pengetahuan Perawat Tentang Peran Sebagai Pendidik Dan Pembela Dalam Informed Concent Di RSUP H. Adam Malik Medan. Skripsi : Universitas Sumatra Utara. Khairunnisa. (2010). Perbandingan Kebiasaan Membaca di Perpustakaan SMPN 5 Bogor Antara Siswa Bilingual dan Regular. Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Kustiawan. (2014). Pengalaman Pemberian Informed Concent Tindakan Pembedahan pada Pasien Pre Operatif Elektif Di Ruang III A RSU Kota Tasikmalaya. Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada V0l 11 No 1 Tahun 2014. Mahmud. (2010). Peran Perawat Dalam Informed Concent Pre operasi di Ruang Bedah Rumah sakit Umum Pemengkat Kalimantan Barat. Skripsi. Mansjoer Arif. (2005). Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 7. Jakarta : Media Aesculapius, FKUI. Matt Vera. (2014). Preoperative Phase. Diakses 22 juni 2015, http://www. nurseslabs.com. Narbuko, C. (2007). Metodologi Penelitian. Jakarta : Bumi Aksara.

National Headquarters. (2015). What Is Alzheimer's. Alzheimer's Association National Office, 225 N. Michigan Ave., Fl. 17, Chicago, IL 60601 Alzheimer's Association is a not-for-profit 501(c)(3) organization. Diakses tanggal 8 September 2015 dari http://www.alz.org/alzheimers_disease_what_is_alzheimers.asp Notoatmodjo. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT Ardi Mahasatya. Nurlinda. (2013). Pengaruh Customer Satisfaction Strategy Terhadap Peningkatan Kepuasan Konsumen. Forum Ilmiah Volume 10 Nomor 2, Mei 2013. Nursalam. (2014). Manajemen Keperawatan Aplikasi Keperawatan Profesional. Jakarta : Salemba Medika.

Dalam

Praktik

PERMENKES No. 10 Tahun 2015. Tentang Standar Pelayanan Keperawatan di Rumah Sakit Khusus. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Depkes RI. PERMENKES No. 290/MENKES/PER/III/2008. Tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Depkes RI. R. Sjamsuhidajat & Wie de Jong. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC. Raslan. (2013). Hubungan Penerapan Asuhan Keperawatan Dengan Tingkat Kepuasan Pasien Di Ruang Rawat Inap RSUD Labuang Baji Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2013. Skripsi. Peminatan Manajemen Keperawatan. Program studi Ilmu Keperawatan. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Muslim Indonesia Makasar. Skripsi, 17 April 2013. Rosenstein AH and O'Daniel M. (2005). Disruptive Behavior and Clinical Outcomes: Perceptions of Nurses and Physicians. American Journal of Nursing. Rumila. (2009). Hubungan Antara Peranan Dengan Sikap perawat Pada Pemberian Informed Concent Sebagai Upaya Perlindungan Hukum Bagi Pasien Di Rumah Sakit Muhammadiyah Yogyakarta. Jurnal Mutiara Medika Vol 9 No 2 : 58-63, Juli 2009.

Satrianegara. (2013). Organisasi Dan Manajemen Pelayanan Kesehatan Teori Dan Aplikasi Dalam Pelayanan Puskesmas Dan Rumah Sakit. Jakarta : Salemba Medika. Smeltzer, S.C & Bare, B.G. (2005). Buku Ajar Medikal Bedah, Alih Bahasa Kuncara, H.Y, dkk. Jakarta : EGC. Sudaryanto. (2008). Pengaruh Pemberian Informasi Pra Bedah Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pra Bedah Mayor Di Bangsal Orthopedi RSUI Kustati Surakarta. Fakultas Ilmu Kesehatan. Univesitas Muhammadiyah Surakarta. Sugiyono. (2013). Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfa Beta. Suryawati. (2006). Penyusunan Indikator Kepuasan Pasien Rawat Inap Rumah sakit Di Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan. Volume 09 No. 04 Desember 2006. Halaman 177-184. Artikel Penelitian. UNNISULA. (2010). Modul 2 Komunikasi dan Empati Panduan Skills Lab LBM 3-4. Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang. UU Kesehatan No 23/1992, Pasal 153. Tentang Kesehatan. Tanggal 17 September 1992 (Jakarta) LN 1992/100, TLN No 3495. Wahyuni. D. (2008). Praktek Keperawatan Profesional. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan. JKK, Th, 40 No. 3 Juli 2008. Wanarto. (2013). Penilaian Mutu Pelayanan Kesehatan Oleh Pelanggan. Jatim : Forum Ilmiah Kesehatan (FORIKES). Jl. KH Dewantara II/6 Magetan, Jatim 2013. Wira. (2014). Hubungan Antara Persepsi Mutu Pelayanan Asuhan Keperawatan Dengan Kepuasan Pasien Rawat Inap Kelas III Di Rumah Sakit Wangana Kota Denpasar. Tesis. Program Pascasarjana. Universitas Udayana. Denpasar.