Pengolahan Data Angin dan Pasut - Perpustakaan Digital ITB

tahunan di Makassar dapat dilihat pada Tabel 3.2, sedangkan nilai kecepatan angin ekstrim disajikan dalam Tabel 3.3. Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0)...

161 downloads 757 Views 1MB Size
LAPORAN TUGAS AKHIR (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan

Bab 3

Pengolahan Data Angin dan Pasut

Bab 3

Pengolahan Data Angin dan Pasut Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan

3.1

Hindcasting

3.1.1. Prosedur Hindcasting Angin mengakibatkan gelombang laut, oleh karena itu data angin dapat digunakan untuk memperkirakan tinggi dan arah gelombang di lokasi kajian. Data angin diperlukan sebagai data masukan dalam peramalan gelombang sehingga diperoleh tinggi gelombang rencana. Data angin yang diperlukan adalah data angin setiap jam berikut informasi mengenai arahnya. Arah angin dinyatakan dalam bentuk delapan penjuru arah angin (Utara, Timur Laut, Timur, Tenggara, Selatan, Barat Daya, Barat dan Barat Laut). Kecepatan angin disajikan dalam bentuk satuan knot, dimana: 1 knot

= 1 mil laut/jam

1 mil laut = 6080 kaki (feet) = 1853,18 meter 1 knot

= 0.515 meter/detik

Data angin yang digunakan untuk melakukan peramalan gelombang (hindcasting) di lokasi proyek adalah data angin selama 14 tahun antara 1991-2004 dari stasiun pengamat cuaca Makassar. Distribusi kecepatan angin di Makassar dapat dilihat pada Tabel 3.1. Data angin maksimum tahunan di Makassar dapat dilihat pada Tabel 3.2, sedangkan nilai kecepatan angin ekstrim disajikan dalam Tabel 3.3.

Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) ■ Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan

3-1

Tabel 3.1 Distribusi Kecepatan Angin Makassar Rentang Tahun 1991 – 2004 Arah <5 5074 4790 11072 19622 6014 3142 5088 6995

5-10 1964 1261 1888 1363 514 997 5320 5789

Jumlah Jam 10-15 15-20 237 19 174 23 243 55 73 7 42 5 156 11 1123 133 830 73

Utara Timur Laut Timur Tenggara Selatan Barat Daya Barat Barat Laut Berangin Tidak Berangin Tidak Tercatat Total Kecepatan angin dalam knot.

> 20 Total <5 14 7308 4,13 14 6262 3,90 17 13275 9,02 4 21069 15,99 2 6577 4,90 11 4317 2,56 16 11680 4,15 12 13699 5,70 = 84187 = 32006 = 6544 = 122737

Persentase 5-10 10-15 15-20 1,60 0,19 0,02 1,03 0,14 0,02 1,54 0,20 0,04 1,11 0,06 0,01 0,42 0,03 0,00 0,81 0,13 0,01 4,33 0,91 0,11 4,72 0,68 0,06

> 20 Total 0,01 5,95 0,01 5,10 0,01 10,82 0,00 17,17 0,00 5,36 0,01 3,52 0,01 9,52 0,01 11,16 = 68,59 = 26,08 = 5,33 = 100,00

Tabel 3.2 Data Angin Maksimum Tahunan di Makassar Rentang Tahun 1991 – 2004 No.

Tahun

Kecepatan Knot m/s

1 2 3 4 5

1991 1992 1993 1994 1995

21 26 40 23 22

10.80 13.38 20.58 11.83 11.32

6

1996

20

10.29

7 8

1997 1998

55 16

28.29 08.23

9 10

1999 2000

50 32

25.72 16.46

11 12 13 14

2001 2002 2003 2004

40 31 33 34

20.58 15.95 16.98 17.49

Arah 090 200 240 270 270 290 210 290 330 300 350 060 360 290 340 150 090 030 003 210 290

Tanggal Kejadian Bulan Tanggal Jam Mei Apr Jun Feb Feb Mar Apr Sep Des Jun Jun Okt Nov Des Sep Nov Nov Des Mei Mei Mar

16 12 19 26 17 03 18 30 25 19 27 21 21 19 08 05 22 25 28 16 18

16 23 06 00 09 05 07 06 10 07 06 20 20 04 09 15 10 01 05 11 04

Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) ■ Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan

3-2

Tabel 3.3 Nilai Kecepatan Angin Ekstrim Di Makassar Periode Ulang

Nilai Ekstrim Kecepatan Angin

(tahun)

(knot)

(m/dt)

1

23,95

12,33425

2

30,02

15,4603

3

36,09

18,58635

5

42,83

22,05745

10

51,31

26,42465

25

62,02

31,9403

50

69,96

36,0294

100

77,85

40,09275

200

85,71

44,14065

Angka-angka statistik pada Tabel 3.1 dapat disajikan secara visual dalam bentuk windrose seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.1.

Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) ■ Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan

3-3

Gambar 3.1 Windrose Total Tahun 1991-2004 Berdasarkan Pencatatan di Makassar.

Untuk mendapatkan gelombang rencana, akan dilakukan peramalan gelombang berdasarkan data angin jangka panjang dengan program Dina-Hindcast. Metode yang diterapkan mengikuti metode yang diberikan dalam Shore Protection Manual (Coastal Engineering Research Center, US Army Corp of Engineer) edisi 1984 yang merupakan acuan standar bagi praktisi pekerjaan-pekerjaan pantai. Data angin jangka panjang, minimum 10 tahun, memberikan data statistik yang lebih meyakinkan untuk metode hindcasting ini. Diagram proses hindcasting ditampilkan pada Gambar 3.4 Di dalam proses hindcasting di atas terdapat parameter-parameter yang harus dihitung terlebih dahulu yaitu fetch efektif dan juga wind stress factor.

Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) ■ Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan

3-4

A. Perhitungan Fetch Efektif Untuk melakukan peramalan gelombang di suatu perairan diperlukan masukan berupa data angin dan peta batimetri. Interaksi antara angin dan permukaan air menyebabkan timbulnya gelombang (gelombang akibat angin atau wind induced wave). Peta perairan lokasi dan sekitarnya diperlukan untuk menentukan besarnya “fetch” atau kawasan pembentukan gelombang. Fetch adalah daerah pembentukan gelombang yang diasumsikan memiliki kecepatan dan arah angin yang relatif konstan. Adanya kenyataan bahwa angin bertiup dalam arah yang bervariasi atau sembarang, maka panjang fetch diukur dari titik pengamatan dengan interval 50. Panjang fetch dihitung untuk 8 (delapan) arah mata angin dan ditentukan berdasarkan rumus berikut: Lfi =

∑ Lfi .cos α i ∑ cos α i

Dimana: Lfi

=

panjang fetch ke-i.

αi

=

sudut pengukuran fetch ke-i.

i

=

jumlah pengukuran fetch.

Jumlah pengukuran “i” untuk tiap arah mata angin tersebut meliputi pengukuran-pengukuran dalam wilayah pengaruh fetch (22,50 searah jarum jam dan 22,50 berlawanan arah jarum jam). B. Perhitungan Wind Stress Factor Wind stress factor merupakan parameter yang digunakan untuk menghitung tinggi gelombang yang dibangkitkan dalam proses hindcasting. Parameter ini intinya adalah kecepatan angin yang dimodifikasi. Sebelum merubah kecepatan angin menjadi wind stress faktor, koreksi dan konversi terdahap data kecepatan angin perlu dilakukan. Berikut ini adalah koreksi dan konversi yang perlu dilakukan pada data angin untuk mendapatkan nilai wind stress factor. 1. Koreksi ketinggian Wind stress factor dihitung dari kecepatan angin yang diukur dari ketinggian 10 m di atas permukaan. Bila data angin diukur tidak dalam ketinggian ini, koreksi perlu dilakukan dengan persamaan berikut ini (persamaan ini dapat dipakai untuk z <20m): 1/ 7

 10  U (10) = U ( z )   z  Dimana: U(10)

= Kecepatan angin pada elevasi 10 m (m/s)

U(z)

= Kecepatan angin pada ketinggian pengukuran (m/s)

z

= Kecepatan angin pada ketinggian pengukuran (m).

Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) ■ Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan

3-5

2. Koreksi stabilitas Koreksi stabilitas ini berkaitan dengan perbedaan temperatur udara tempat bertiaupnya angin dan air tempat terbentuknya gelombang. Persamaan koreksi stabilitas ini adalah sebagai berikut:

U = RT U (10) Dimana: U

= Kecepatan angin setelah dikoreksi (m/s)

U(10)

= Kecepatan angin sebelum dikoreksi (m/s)

RT

= Koefisien stabilitas, nilai nya didapat dari grafik pada SPM (Vol. I, Figure 314), atau pada laporan ini disajikan pada Gambar 3.2

Jika data temperatur udara dan air (sebagai data untuk membaca grafik) tidak dimiliki, maka dianjurkan memakai nilai RT =1.10. 3. Koreksi efek lokasi Koreksi ini diperlukan bila data angin yang diperoleh berasal dari stasiun darat, bukan diukur langsung di atas permukaan laut, ataupun di tepi pantai. Untuk merubah kecepatan angin yang bertiup di atas daratan menjadi kecepatan angin yang bertiup di atas air, digunakan grafik yang ada pada SPM (Vol I, Figure 3-15), atau pada Gambar 3.3 di laporan ini. 4. Konversi ke wind stress factor Setelah koreksi dan konversi kecepatan di atas dilakukan, tahap selanjutnya adalah mengkonversi kecepatan angin tersebut menjadi wind stress factor, dengan menggunakan persamaan berikut ini.

U A = 0.71U 1.23 Dimana: UA = Wind stress factor (m/s) U = Kecepatan angin (m/s)

Gambar 3.2 Grafik yang digunakan untuk melakukan koreksi stabilitas

Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) ■ Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan

3-6

Gambar 3.3 Grafik yang digunakan koreksi efek lokasi.

Pembentukan gelombang di laut dalam dianalisa dengan formula-formula empiris yang diturunkan dari model parametrik berdasarkan spektrum gelombang JONSWAP (Shore Protection Manual, 1984). Prosedur peramalan tersebut berlaku baik untuk kondisi fetch terbatas (fetch limited condition) maupun kondisi durasi terbatas (duration limited condition) sebagai berikut: gHm UA

0

2

gTp UA

2

 gF  = 0.0016 2  U   A 

 gF  = 0.2857 2  U   A 

 gF  gt d = 68.8 2  U  UA  A 

2

1

1

2

3

3

1.23

dalam persamaan tersebut, U A = 0.71U10 adalah faktor tekanan angin, dimana Ua dan U10 dalam m/detik. Hubungan antara Tp dan Ts diberikan sebagai Ts = 0.95 Tp. Persamaan tersebut di atas hanya berlaku hingga kondisi gelombang telah terbentuk penuh (fully developed sea condition), sehingga tinggi dan perioda gelombang yang dihitung harus dibatasi dengan persamaan empiris berikut: gHm 0 UA gTp UA

2

= 0.243

= 8.13

gt d = 7.15 × 10 4 UA Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) ■ Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan

3-7

Di mana: Hmo

= tinggi gelombang signifikan menurut energi spektral.

Tp

= perioda puncak gelombang.

Distribusi arah dan tinggi gelombang hasil peramalan gelombang disajikan dalam bentuk waverose seperti pada Gambar 3.5.

Start

 gF t c = 68.8 ⋅  2 U  A

   

23



 gF gt = 68.8 ⋅  2 U UA  A

Yes (Non Fully Developed)

UA ≤t g

   

23

≤ 7.15 x 10 4

No (Fully Developed)

No (Duration Limited)

Yes (Fetch Limited)

 gt   Fmin =   68.8 ⋅U A 

H m0

U = 0.0016⋅ A g

T p = 0.2857⋅

UA g

2

 gF  U 2  A

 gF  U 2  A

Finish

   

   

12

32



UA g

2

F = Fmin

H m0 = 0.2433⋅

13

T p = 8.134⋅

UA g

2

UA g

Finish

HS = significant wave height TP = peak wave period F

= effective fetch length

Gambar 3.4 Diagram Alir Proses Peramalan Gelombang Berdasarkan Data Angin.

Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) ■ Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan

3-8

3.1.2. Hasil Hindcasting Interaksi antara angin dan permukaan air menyebabkan timbulnya gelombang (gelombang akibat angin atau wind induced wave). Peta perairan lokasi dan sekitarnya diperlukan untuk menentukan besarnya “fetch” atau kawasan pembentukan gelombang. Fetch adalah daerah pembentukan gelombang yang diasumsikan memiliki kecepatan dan arah angin yang relatif konstan. Adanya kenyataan bahwa angin bertiup dalam arah yang bervariasi atau sembarang, maka panjang fetch diukur dari titik pengamatan dengan interval 50. Fetch efektif di lokasi pekerjaan yang digunakan dalam proses hindcasting dapat dilihat pada Tabel 3.4

Gambar 3.5 Peta Fetch Garongkong Tabel 3.4 Panjang Fetch Efektif di Garongkong (m) Arah Utara Timur Laut Timur Tenggara

Fetch Efektif (m) 95461 36518 0 0

Selatan

217230

Barat Daya

558688

Barat

796191

Barat Laut

401238

Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) ■ Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan

3-9

Dari proses hindcasting ini didapatkan data gelombang signifikan beserta periodanya sebanyak data angin yang dimiliki. Distribusi tinggi gelombang dapat dilihat pada Tabel 3.5 sedangkan data tinggi maksimum tahunan di lepas pantai Garongkong dapat dilihat pada Tabel 3.6. Tabel 3.5 Distribusi Tinggi Gelombang (%) di Lepas Pantai Garongkong Arah

< 0,5 6,251 3,778 0,000 0,000 4,425 2,376 6,550 5,469

Utara Timur Laut Timur Tenggara Selatan Barat Daya Barat Barat Laut Bergelombang Tidak Bergelombang (calm ) Tidak Tercatat Total

0,5-1.0 2,439 0,348 0,000 0,000 0,064 0,168 2,914 1,726

Tinggi Gelombang (m) 1.0-1,5 1,5-2.0 2.0-2,5 0,612 0,061 0,016 0,053 0,000 0,009 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,006 0,000 0,000 0,054 0,007 0,000 0,371 0,076 0,029 0,317 0,074 0,060

> 2,5 0,009 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,005 0,019 = = = =

Total 9,39 4,19 0,00 0,00 4,49 2,60 9,95 7,66 38,28 58,13 3,59 100,00

Tabel 3.6 Data Tinggi Gelombang Maksimum Per Tahun Per Arah di Lepas Pantai Garongkong (1991-2004) No.

Tahun

1

1991

2

1992

3

1993

4

1994

5

1995

6

1996

7

1997

8

1998

9

1999

10

2000

11

2001

12

2002

13

2003

14

2004

Per Arah TG S

U

TL

T

0,56 (3,28) 1,61 (6,09) 0,69 (3,79) 1,30 (5,76) 1,20 (5,55) 1,13 (4,81) 1,09 (3,43) 0,94 (4,64) 3,49 (6,82) 1,16 (4,86) 2,10 (5,57) 2,36 (6,46) 1,48 (5,56) 1,29 (5,07)

0,69 (3,79) 1,06 (4,58) 0,65 (3,85) 0,80 (4,02) 1,09 (4,54) 1,06 (4,58) 1,09 (3,43) 0,69 (3,79) 0,98 (4,35) 0,98 (4,35) 2,47 (5,95) 0,94 (4,40) 1,27 (4,83) 2,09 (5,75)

Calm

Calm

Calm

Calm

Calm

Calm

Calm

Calm

Calm

Calm

Calm

Calm

Calm

Calm

Calm

Calm

Calm

Calm

Calm

Calm

Calm

Calm

Calm

Calm

Calm

Calm

Calm

Calm

0,23 (2,45) 0,67 (2,82) 0,94 (4,64) 1,27 (5,68) 0,56 (3,28) 0,41 (2,68) 0,41 (2,68) 0,55 (3,44) 0,59 (3,97) 0,40 (2,86) 0,59 (3,97) 0,76 (3,41) 1,28 (4,21) 0,65 (3,85)

BD

B

BL

Terbesar Absolut

0,34 (2,15) 0,49 (3,30) 1,09 (3,43) 1,94 (7,24) 0,76 (3,41) 0,56 (3,28) 0,58 (3,69) 0,50 (2,90) 0,93 (3,71) 0,44 (2,98) 0,95 (4,49) 1,09 (4,92) 1,47 (4,45) 1,19 (4,09)

1,27 (5,68) 1,49 (5,75) 2,47 (7,56) 1,00 (4,90) 1,45 (5,70) 1,80 (6,53) 1,16 (4,86) 1,00 (4,58) 1,29 (5,42) 1,00 (4,58) 1,06 (5,01) 2,15 (5,95) 2,33 (7,06) 2,75 (7,89)

1,13 (4,61) 0,94 (4,64) 1,03 (4,18) 1,68 (6,83) 1,27 (5,68) 2,00 (6,81) 4,04 (7,23) 1,68 (6,83) 1,48 (4,85) 1,38 (5,99) 2,24 (7,53) 1,34 (5,15) 3,15 (8,65) 3,54 (9,34)

1,27 (5,68) 1,61 (6,09) 2,47 (7,56) 1,94 (7,24) 1,45 (5,70) 2,00 (6,81) 4,04 (7,23) 1,68 (6,83) 3,49 (6,82) 1,38 (5,99) 2,47 (5,95) 2,36 (6,46) 3,15 (8,65) 3,54 (9,34)

Bln

Tanggal Kejadian Tgl Jam Durasi (jam)

Sep

12

03

09

Apr

10

03

08

Des

22

18

10

Okt

07

08

13

Sep

27

02

07

Feb

25

02

09

Des

25

09

03

Jan

23

02

13

Sep

08

09

03

Des

06

09

10

Des

25

00

03

Mei

14

09

05

Feb

23

01

12

Feb

11

01

14

Angka-angka statistik pada Tabel 3.5 dapat disajikan secara visual dalam bentuk windrose seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.6.

Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) ■ Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan

3-10

Gambar 3.6 Waverose Total Tahun 1991-2004

3.2

Analisa Tinggi Gelombang Rencana di Laut Dalam

3.2.1. Prosedur Analisis Tinggi Gelombang Rencana di Laut Dalam Tinggi gelombang rencana yang diperlukan sebagai data input dalam analisis gelombang selanjutnya diperoleh dengan cara sebagai berikut: -

Dari hasil peramalan gelombang, diambil tinggi gelombang yang terbesar dengan periodanya untuk tiap arah yang mendatangkan gelombang, tiap tahun.

-

Dari tabel tersebut untuk tiap tahun diambil gelombang terbesar, tidak peduli arahnya. Hasil inventarisasi gelombang terbesar ini disajikan dalam bentuk tabel dengan informasi mengenai arah gelombang sudah hilang dalam analisis selanjutnya.

-

Dilakukan analisis harga ekstrim berdasarkan data gelombang terbesar tahunan yang telah tersusun dari langkah sebelumnya. Dengan cara analisis harga ekstrim yang didasarkan pada tinggi gelombang ini, maka informasi mengenai perioda gelombang hilang dalam langkah selanjutnya.

Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) ■ Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan

3-11

-

Analisis frekuensi gelombang rencana dengan metode yang digunakan terdiri dari beberapa distribusi yaitu Log Normal, Log Pearson III, Pearson III dan Gumbell. Analisis frekuensi adalah kejadian yang diharapkan terjadi, rata-rata sekali setiap N tahun atau dengan perkataan lain tahun berulangnya N tahun. Kejadian pada suatu kurun waktu tertentu tidak berarti akan terjadi sekali setiap 10 tahun akan tetapi terdapat suatu kemungkinan dalam 1000 tahun akan terjadi 100 kali kejadian 10 tahunan.

-

Pemilihan distribusi yang sesuai dari beberapa distribusi tersebut untuk memberikan nilai gelombang rencana.

Berikut ini adalah penjelasan untuk masing-masing distribusi frekuensi yang digunakan pada tahap (iv) diatas: A. Distribusi Log Normal Suatu nilai acak X memiliki fungsi distribusi Log Normal apabila nilai dari fungsi probabilitas denstitasnya seperti persamaan dibawah ini (Ochi 1992).

f ( x) =

 (ln x − µ )2  exp − ; σx 2π 2σ2   1

0≤x<∞

Distribusi Log Normal memiliki 2 parameter statistik yaitu µ dan σ2. Nilai dari parameter µ  dalah suatu nilai logaritmik dari variabel acak X yang terdistribusi sebagai rata-rata µ dan σ2a dan varian σ2. Persamaan dari nilai rata-rata dan varian dari distribusi Log Normal adalah sebagai berikut:  σ2  E[x ] = exp µ +  2  

(

){ ( ) }

Var[x ] = exp 2µ + σ2 exp σ2 − 1 B. Distribusi Pearson Tipe III

Distribusi Pearson Tipe III adalah suatu distribusi gamma (memiliki 3 parameter gamma) yang diturunkan dari suatu fungsi gamma. Persamaan tersebut diberikan di bawah ini (Ochi 1992):

exp[− λ (x − ε )] Γ(β )

β −1

f (x) =

λβ (x − ε )

dimana nilai dari Γ(β ) adalah suatu fungsi gamma dengan λ, β dan ε merupakan parameters yang diberikan oleh persamaan berikut ini :

λ=

sx β

,

 2  β =    Cs 

ε = x − sx β

Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) ■ Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan

3-12

C. Distribusi Log Pearson Tipe III Distribusi Log Pearson III merupakan modifikasi dari distribusi Pearson Tipe III dengan mengubah y = log (x) sehingga mengurangi nilai kemencengan (skewness). Persamaan distribusi Log Pearson adalah sebagai berikut (Ochi 1992).

exp[− λ (x − ε )] , Γ(β )

β −1

f (x) =

λβ (x − ε )

y = log(x )

Dimana:

λ=

sx β

,

 2   β =   C s (y) 

2

ε = y − sx β D. Distribusi Gumbel Distribusi Gumbel berasal dari Distribusi Nilai Asimtot Ekstrim Tipe I dan merupakan fungsi distribusi kumulatif sebagai berikut (Ochi 1992):

   x − u   F ( x) = P( X ≤ x) = − exp−      α    atau dalam fungsi probabilitas densitas dinyatakan sebagai berikut:    x − u   f ( x ) = 1 − exp − exp  −    ;   α   

-∞ ≤ x ≤∞

Dimana:

α=

s 6 π

u = x − 0.5772 α

s = standar deviasi

x = rata-rata Keempat distribusi yang telah dijelaskan di atas diterapkan ke dalam nilai tinggi gelombang maksimum seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Nilai dari gelombang maksimum hasil prediksi berdasarkan masing-masing distribusi diplot berdasarkan nilai gelombang hasil pengamatan. Data pengamatan diplot berdasarkan nilai probabilitas Weibull yang terlampaui. Persamaan probabilitas Weibull adalah sebagai berikut : P( X ≤ x m ) =

m n −1

Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) ■ Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan

3-13

Dimana: P ( X ≤ x m ) = probabilitas dari suatu nilai X yang berada di bawah suatu nilai di bawah xm.

m

= ranking dari xm.

n

= jumlah total data dari nilai maksimum.

Fungsi distribusi yang paling sesuai dapat dipilih berdasarkan: (1) pengamatan visual, dan (2) nilai error (= perbedaan antara data dan perhitungan). Definisi dari “rata-rata error” adalah sebagai berikut:

Error rata-rata =

∑ (XDistribution − XData )2 N−1

Dimana: XDistribustion = tinggi gelombang hasil perhitungan. XData

= tinggi gelombang hasil peramalan.

N

= jumlah data.

Selanjutnya dengan menggunakan metoda error terkecil akan ditemukan distribusi teroritis mana yang memiliki error terkecil. Distribusi teoritis tersebut yang akan digunakan dalam analisis pada pekerjaan ini. Setelah mendapatkan tinggi gelombang rencana untuk periode ulang tertentu kemudian dianalisis periode gelombang yang sesuai melalui sebuah grafik hubungan antara tinggi gelombang dengan periode gelombang seperti yang diperlihatkan pada Gambar 3.7.

3.2.2. Hasil Analisis Tinggi Gelombang Rencana di Laut Dalam Dari hasil hindcasting didapat nilai tinggi gelombang signifikan maksimum di laut dalam yang tertera pada Tabel 3.6 di atas. Dari nilai tinggi gelombang signifikan maksimum pertahun dan per arah ini kemudian dilakukan analisis harga ekstrim dan analisis frekuensi gelombang rencana dengan metode yang digunakan terdiri atas beberapa distribusi yaitu Log Normal, Pearson III, Log Pearson III dan Gumbel. Dari kelima distribusi teoritis ini kemudian dipilih distribusi yang mendekati data untuk menentukan nilai tinggi gelombang rencana, dalam hal ini fungsi Gumbel. Untuk menghitung perioda gelombang rencana, grafik hubungan tinggi gelombang signifikan terhadap periodanya, yang merupakan hasil dari proses hindcasting, dibuat. Dari grafik tersebut (disajikan dalam Gambar 3.7), model garis yang mewakili sebaran titik-titik data tersebut dapat dihitung, yaitu yang dirumuskan dengan persamaan di bawah ini:

H s = 0.059(Ts )1.883 Hasil tinggi gelombang signifikan rencana di laut dalam ini disajikan dalam Tabel 3.7

Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) ■ Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan

3-14

Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) ■ Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan

3-15

Gambar Gambar 3.7 2.7 Grafik Grafik hubungan hubungan antara antara tinggi tinggi gelombang gelombang signifikan signifikan (Hs)(H dengan periodanya periodanya (Ts).(Ts). s) dengan

Tabel 3.7 Tinggi Gelombang Ekstrim di Lepas Pantai Garongkong

3.3

Periode Ulang

Nilai Ekstrim

(tahun)

Tinggi Gel. (m)

1

1,75

2

2,22

3

2,69

5

3,22

10

3,88

25

4,71

50

5,33

100

5,94

200

6,56

Pasang Surut

3.3.1 Umum Pasang surut adalah fluktuasi muka air laut karena adanya gaya tarik benda-benda langit, terutama matahari dan bulan terhadap massa air di bumi. Bumi berotasi mengelilingi matahari dalam waktu 24 jam,sedangkan bulan berotasi mengelilingi bumi pada saat yang bersamaan dalam waktu 24 jam 50 menit. Selisih waktu berotasi sebesar 50 menit ini menyebabkan besar gaya tarik bulan bergeser terlambat 50 menit dari tinggi air yang ditimbulkan oleh gaya tarik matahari. Gerak rotasi bumi mengelilingi matahari melalui suatu lintasan yang mempunyai bentuk elliptis yang disebut bidang elliptis. Sudut inklinasi bumi terhadap bidang elliptis adalah sebesar 66.5o, sedangkan sudut inklinasi bulan terhadap bidang rotasi bumi adalah 5o9’. Jarak terdekat antara posisi bulan dan bumi disebut perigee dan jarak terjauh disebut apogee. Keadaan pasang pada saat perigee dan keadaan surut pada saat apogee. Besar pengaruh bulan dan matahari terhadap permukaan permukaan air laut di bumi disesuaikan dengan gaya-gaya yang bekerja satu sama lainnya. Adanya gaya tarik bulan dan matahari menyebabkan lapisan air yang semula berbentuk bola menjadi ellips. Peredaran bumi dan bulan pada orbitnya menyebabkan posisi bumi, bulan, dan matahari selalu berubah setiap saat. Revolusi bulan terhadap bumi ditempuh dalam waktu 29.5 hari (jumlah hari dalam satu bulan menurut kalender tahun komariyah,yaitu tahun yang didasarkan peredaran bulan). Pada sekitar tanggal 1 dan 15 (bulan muda dan bulan purnama) posisi bumi-bulan-matahari kira-kira berada pada satu garis lurus, sehingga gaya tarik bulan dan matahari terhadap bumi saling memperkuat. Dalam keadaan ini terjadi pasang purnama (pasang besar, sprin gtide), dimana tinggi pasang surut sangat besar dibandingkan pada hari-hari yang lain. Sedangkan sekitar tanggal 7 dan 21 (seperempat dan tigaperempat revolusi bulan terhadap bumi) dimana bulan dan matahari membentuk sudut siku-siku terhadap bumi, maka gaya tarik bulan terhadap bumi saling mengurangi. Dalam keadaan ini terjadi pasang surut perbani (pasang kecil,neap tide) di mana tinggi pasang surut kecil dibandingkan hari-hari yang lain. Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) ■ Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan

3-16

Bentuk pasang surut di berbagai daerah tidak sama, di suatu daerah dalam satu hari dapat terjadi satu kali atau dua kali pasang surut. Secara umum tipe pasang surut di berbagai daerah dapat dibedakan menjadi empat tipe yaitu pasang surut harian tunggal (diurnal tide), pasang surut harian ganda (semidiurnal tide), pasang surut campuran condong ke harian ganda (mixed tide prevailing semidiurnal), dan pasang surut campuran condong ke harian tunggal (mixed tide prevailing diurnal). Penjelasan untuk masing-masing tipe pasang surut dapat dilihat pada Tabel 3.8 berikut ini. Tabel 3.8 Tipe Pasang Surut Tipe Pasang Surut Pasang Surut Harian Tunggal (Diurnal Tide)

Pasang surut harian ganda (Semidiurnal tide) Pasang surut campuran condong ke harian ganda (Mixed tide prevailing semidiurnal) Pasang surut campuran condong ke harian tunggal (Mixed tide prevailing diurnal)

Keterangan Dalam 1 hari terjadi 1 kali air pasang dan 1 kali air surut.Periode pasang surut rata-rata adalah 24 jam 50 menit. Dalam 1 hari terjadi 2 kali air pasang dan 2 kali air surut dengan ketinggian yang hampir samadan terjadi berurutan secara teratur. Periode Pasang surut rata-rata adalah 12 jam 24 menit. Dalam 1 hari terjadi 2 kali air pasang dan 2 kali air surut dengan ketinggian dan periode yang berbeda. Dalam 1 hari terjadi 1 kali air pasang dan 1 kali air surut dengan ketinggian yang berbeda. Kadangkadang terjadi 2 kali air pasang dalam 1 hari dengan perbedaan yang besar pada tinggi dan waktu.

Perubahan elevasi muka air laut di suatu lokasi dapat diramalkan dengan hasil yang baik. Untuk mengetahui pasang surut yang terjadi pada suatu lokasi, terlebih dahulu dilakukan pengukuran elevasi muka air laut di lapangan. Pengukuran dilakukan sekurang-kurangnya selama 15 hari secara kontinu dengan interval pengukuran adalah 1 jam. Setelah didapatkan data hasil pengukuran pasang surut lapangan, data kemudian dianalisa untuk mendapatkan komponen-komponen pasang surut, sesudah itu baru dapat dilakukan peramalan pasang surut untuk jangka waktu yang diinginkan. Komponen pasang surut merupakan penjabaran pengaruh benda-benda langit terhadap terjadinya pasang surut. Ada sembilan komponen pasang surut yang utama. Kesembilan komponen tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.9

Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) ■ Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan

3-17

Tabel 3.9 Sembilan Komponen Pasang Surut

3.3.2 Least Square Method Dalam mendapatkan nilai komponen pasang surut digunakan metode kuadrat terkecil (Least Square Method). Metoda ini menggunakan prinsip bahwa kesalahan peramalan pasang surut harus sekecil-kecilnya, sehingga jumlah selisih kuadrat antara peramalan dengan data pengamatan harus minimum.

T η

S A

t

Gambar 3.8 Komponen Gelombang

Dengan i ialah nomor pengamatan dan m adalah jumlah pengamatan, maka persamaan modelnya dapat ditulis, sebagai berikut : m

z ( t ) = So +

∑A

i

cos(ω i t − Φ i )

i =1

n! r ! ( n − r )!

Dapat ditulis menjadi m

z (t ) = So + ∑ Ai cos ωi t + Bi sin ωi t i =1

Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) ■ Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan

3-18

^

Misalkan data pengamatan kita ialah

J =

∑ε

2

=



z (i) , maka persamaan errornya akan menjadi : 2

^    z t (i ) − z (i )  = 0  

^

z ( i ) = So + A cos ω t + B sin ω t m

J = ∑ {zt (i ) − So − A cos ωt (i ) − B sin ωt (i )}

2

i =1

Untuk mendapatkan harga minimum, maka persamaan diatas diturunkan secara parsial untuk setiap variabel atau parameternya :

∂J =0 ∂( parameter)

m ∂J = 0 = ∑(− 2 sinωt (i)){zt (i) − So − A cosωt (i) − B sinωt (i)} ∂B i =1

m ∂J = 0 = ∑ (− 2 ){z t (i ) − So − A cos ω t (i ) − B sin ω t (i )} ∂So i =1

m ∂J = 0 = ∑(− 2 cosωt (i)){zt (i) − So − A cosωt (i) − B sinωt (i)} ∂A i =1

Ketiga persamaan diatas bila ditampilkan dalam bentuk matriks akan seperti dibawah ini : m   zt (i) ∑   i =1 i =1 i =1 So     m m m   m  2 cosωt (i) cos ωt (i) sin ωt (i) cosωt (i)  A  = ∑ zt (i) cosωt (i) ∑ ∑ ∑ i =1 i =1 i =1  B   i =m1  m m m    2 sin ωt (i) ∑ cosωt (i) sin ωt (i) sin ωt (i) zt (i) sin ωt (i)  ∑ ∑ ∑  i =1 i =1 i =1  i =1  m

m

∑ cosωt (i)

m

∑sin ωt (i)

Atau

 So  [D ] A  = {z } B  

 So    −1  A  = [D ] {z } B  

Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) ■ Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan

3-19

Matriks di atas dapat diselesaikan dengan Eliminasi Gauss sehingga nilai S0, A, B dapat diketahui. A dan B ialah komponen pasang surut. Selanjutnya untuk mendapatkan nilai amplitudo dan beda fasa dari kesembilankomponen pasut (m = 9) digunakan persamaan berikut : Amplitudo :

C=

A2 + B 2

Fasa :

B Φ = tan −1    A

3.3.3 Peramalan Pasang Surut Setelah kesembilan komponen pasut berikut amplitudo dan fasanya diketahui, maka perubahan elevasi muka air akibat pasang surut dihitung untuk jangka waktu 18,6 tahun. Jangka waktu 18,6 tahun adalah periode ulang pasang surut. Berdasarkan peramalan pasang surut, didapatkan data fluktuasi elevasi muka air laut selama 18,6 tahun. Untuk keperluan perencanaan, ditetapkan elevasi-elevasi yang digunakan sebagai elevasi acuan dengan cara menganalisa data ramalan pasang surut tersebut (lihat Tabel 3.10). Analisa dilakukan dengan metode statistika. Tabel 3.10 Elevasi Muka Air Rencana Elevasi Muka Air HWS MHWS MSL MLWS LWS

Keterangan Air tertinggi pada saat purnama atau bulan mati Rata-rata muka air tinggi saat purnama Muka air rata-rata antara muka air tiggi rerata dan muka air rendah rerata Rata-rata muka air rendah saat purnama Air terendah pada saat surut purnama

3.2.4. Hasil dan Analisis Data pasang surut yang digunakan dalam laporan ini didapat dari . Data pasang surut yang digunakan adalah data pasang surut hasil peramalan RMA 2, mulai dari tanggal 2 Februari 2008 sampai 26 Februari 2008. Berikut ini adalah plot time series elevasi pasang surut di Garongkong hasil peramalan dengan RMA 2.

Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) ■ Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan

3-20

Data Pengamatan Pasang Surut di Lokasi Garongkong

75

50

Elevasi Muka Air (cm)

25

0

-25

-50

-75

02/Feb 00:00

05/Feb 00:00

08/Feb 00:00

11/Feb 00:00

14/Feb 00:00

17/Feb 00:00

20/Feb 00:00

23/Feb 00:00

26/Feb 00:00

Waktu (2005)

Gambar 3.9 Time Series Elevasi Pasut Hasil Peramalan dengan RMA2 di Lokasi Garongkong

a. Komponen Pasang Surut Untuk menguraikan data pasang surut menjadi komponen-komponen pasut penyusunnya, digunakan program “ERGTIDE” yang prinsip kerjanya menerapkan metode “Least Square”. Dengan input berupa data elevasi pasut di Pangkep hasil peramalan dengan RMA2 selama 1 bulan, maka dengan program “ERGTIDE” dihasilkan parameter amplitudo and beda fasa dari sembilan komponen pasang surut yang dapat dilihat pada Tabel 2.11 dibawah ini.

Tabel 3.11 Konstituen Pasang Surut di Lokasi Tinjauan

No

KONSTITUEN

AMPLITUDO (cm)

BEDA FASA

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

M2 S2 N2 K2 K1 O1 P1 M4 MS4 SO

19,5 17,4 4,4 5,0 29,9 20,8 8,3 1,5 0,8 -0,1

-46,4 176,1 63,6 216,5 209,0 211,8 153,1 83,8 23,9

Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) ■ Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan

3-21

Di mana: M2

= komponen utama bulan (semi diurnal)

S2

= komponen utama matahari (semi diurnal)

N2

= komponen bulan akibat variasi bulanan jarak bumi-bulan (semidiurnal)

K2

= komponen matahari-bulan akibat perubahan sudut deklinasimatahari-bulan (semidiurnal)

K1

= komponen matahari-bulan (diurnal)

O1

= komponen utama bulan (diurnal)

P1

= komponen utama matahari (diurnal)

M4

= komponen utama bulan (kuartel diurnal)

MS4

= komponen matahari-bulan

b. Peramalan Pasang Surut dan Elevasi Muka Air Rencana Setelah kesembilan komponen pasut berikut amplitudo dan fasanya diketahui, selanjutnya dilakukan peramalan perubahan elevasi muka air akibat pasang surut untuk jangka waktu 18,6 tahun (jangka waktu 18,6 tahun adalah periode ulang pasang surut). Peramalan ini di lakukan menggunakan program ”ERGRAM”, dan didapatkan data fluktuasi elevasi muka airlaut selama 18,6 tahun. Selanjutnya, untuk keperluan perencanaan bangunan pantai, dihitung elevasi-elevasi acuan penting dengan menganalisa data ramalan pasang surut selama 18,61 tahun tersebut. Analisa ini dilakukan dengan menggunakan program ”ERGELV”. Dalam Tabel 3.12 berikut ditampilkan harga elevasi-elevasi acuan penting di lokasi tinjauan hasil running program “ERGELV”.

Tabel 3.12 Elevasi Penting di Lokasi Tinjauan Diikatkan Terhadap LWS

Elevasi Muka Air HWS (High Water Spring) MHWS (Mean High Water Spring) MSL (Mean Sea Level) MLWS (Mean Low Water Spring) LWS (Low Water Spring) Tunggang Pasang

Elevasi (m) 1,8 1,63 0,98 0,22 0 1,8

Dari tabel diatas diketahui tunggang pasang di lokasi sebesar 1,80 meter dengan muka air muka air tertinggi (HWS) 1,80 meter diatas LWS. Informasi ini diperlukan untuk menentukan elevasi dermaga.

Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) ■ Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan

3-22

Lantai Dermaga HHWL = +1,8 m HWS = +1,8 m MSL = +0,98 m

LLWL = +0,0 m LWS = 0,0 m

Sea Bead = -15 m Sea Bed = -15 m Gambar 3.10 Sketsa Elevasi Dermaga

3.4

Analisis Refraksi Difraksi menggunakan CG WAVE

3.4.1. Dasar Teori CGWAVE secara umum adalah sebuah software model prediksi gelombang yang paling maju, hampir mendekati kondisi real lapangan. Software ini dapat digunakan untuk mengestimasi medan gelombang di pelabuhan, pantai, inlet, sekitar pulau, dan sekitar struktur/bangunan. Selain mensimulasikan gabungan efek refraksi-difraksi gelombang yang terdapat dalam persamaan mild-slope, CGWAVE juga mensimulasikan efek dari disipasi gelombang akibat gesekan, gelombang pecah, dispersi amplitude nonlinier, dan pengurangan energi gelombang di mulut pelabuhan. CGWAVE adalah finite-element model dengan interface SMS (Surface Water Modelling System). Secara klasik, metode super-element sama seperti metode aproksimasi parabolik yang dikembangkan belakangan ini, yang harus memperhatikan syarat batas terbukanya. Sebuah prosedur iteratif (Conjugate Gradient Method) dan modifikasinya, digunakan untuk menyelesaikan diskritisasi persamaannya, sehingga daerah model lebih luas dapat disimulasikan juga.

Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) ■ Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan

3-23

3.4.2. Penentuan Orientasi Dermaga Dari tabel 3.5 kejadian gelombang (hal 3-10) dapat dilihat kejadian gelombang dalam bulanan/tahunan. Persentase ini didasarkan atas kejadian selama 14 tahun. Tabel 3.13 Persentase Kejadian Gelombang Bulanan dan Tahunan

Arah %Kejadian Utara 9,39 Timur Laut 4,19 Timur 0 Tenggara 0 Selatan 4,49 Barat Daya 2,6 Barat 9,95 Barat Laut 7,66

Jumlah Tahun dalam (% 14 Tahun) Ekivalensi Jumlah Kejadian 14 Tahun dalam Satu Tahun pertahun (bulan) 1,31 0,094 1,1 0,6 0,043 0,5 0 0 0 0 0 0 0,63 0,045 0,5 0,36 0,026 0,3 1,4 0,1 1,2 1,07 0,076 0,9

Dari tabel 3.13 diatas bahwa kejadian dengan durasi lama adalah gelombang dari arah barat (1,2 bulan) sehingga akan dipakai gelombang datang dari arah barat sebagai acuan desain orientasi dermaga. Dari hasil vektor arah gelombang seperti terlihat pada gambar 3.17, kita akan menyesuaikan arah orientasi dermaga searah dengan arah gelombang datang pada lokasi dermaga.

Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) ■ Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan

3-24

Arah Orientasi Dermaga Arah Datang Gelombang

Gambar 3.11 Vektor arah gelombang datang dari arah barat

Apabila orientasi dermaga tegak lurus arah datang gelombang, maka akan terjadi hempasan gelombang pada lambung kapal yang juga akan menghempas dermaga.

Laporan Tugas Akhir (KL-40Z0) ■ Perancangan Dermaga dan Trestle Tipe Deck On Pile di Pelabuhan Garongkong, Propinsi Sulawesi Selatan

3-25