PERSEPSI MAHASISWA PRODI PPKN UNESA TERHADAP

Download 20 Nov 2017 ... keberadaan berbagai berita bohong (hoax) di media sosial. Angka rata-rata yang diproleh adalah 0,82%. mahasiswa baru progra...

0 downloads 507 Views 324KB Size
Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017 Vol. 1 No. 1 2017, Hal. 568-571

PERSEPSI MAHASISWA PRODI PPKn UNESA TERHADAP KEMUNCULAN HOAX DI MEDIA SOSIAL Totok Suyanto, Ketut Prasetyo, Ita Mardiani Zein, Prasetyo Isbandono, Iman Pasu Purba, Gading Gamaputera* *Staff Pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Universitas Negeri Surabaya Coresponding author: [email protected] Abstrak Banjirnya berita di era informsi didukung oleh tersedianya berbagai paralatan canggih di bidang teknologi informasi dan komunikasi, menuntut dimilikinya ketrampilan digital bagi penggunanya agar mampu melaksanakan komunikasi di media sosial secara bertanggung jawab dan etis. Dari perspektif kewarganegaraan, hal itu masuk dalam kategori ketrmoian warganegara. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mahasiswa PPKn angkatan 2017 memiliki persepsi negatif terhadap keberadaan berbagai berita bohong (hoax) di media sosial. Angka rata-rata yang diproleh adalah 0,82%. mahasiswa baru program studi S1 PPKn tahun 2017 memiliki persepsi negatif terhadap hoaks. Kata Kunci: berita palsu (hoax), kewarganegaraan, literasi digital PENDAHULUAN Filsuf Ernst Cassier menandaskan bahwa manusia pada hakekatnya adalah animal simbollycum yakni makhluk yang menggunakan simbol sebagai wujud nyata kemampuan manusia dalam berbahasa (Sumantri, 1982). Tanpa bahasa tulisan, kegiatan manusia yang sistematis dan teratur tidak mungkin terlaksana. Tanpa bahasa tulisan, manusia akan kehilangan kemampuannya untuk mentransformasikan nilai-nilai budaya dari generasi pendahulu kepada genersi penerusnya. Kenyataan ini juga ditandaskan oleh Lev Vygotsky (2000) yang menyatakan bahwa tanpa bahasa manusia tidak dapat mengembangkan pengetahuannya. Di era digital model komunikasi antar individu lebih banyak dengan menggunakan bahasa tulis seperti email, sms, whatts ap, twitter, dll. Yang didukung oleh pemanfaatan berbagai media seperti gadget, telepon pintar, media internet maupun berbagai piranti canggih lainnya yang mendukung proses komunikasi secara massif, tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, dan terjadi secara seketika. Satu hal lagi yang menjadi penanda dalam komunikasi sosial ini adalah kecepatannya yang semakin hari semakin luar biasa, sebagaimana digambarkan oleh Goenawan Mohammad (2017) menyatakan: “Masa depan datang dengan sangat cepat. Hampir tiap cabang kehidupan digedor bukan hanya oleh perubahan namun juga dengan kecepatannya – sebuah keadaan yang digambarkan oleh Alfin Toefler (1978) kurang lebih empat puluh tahun yang lalu sebagai the future shock”. Dampak dari kondisi ini maka tiap lembaga, termasuk universitas musti harus menyesuaikan diri dengan situasi dimana hampir setiap hari terdapat penemuan baru – seakan akan masa depan sudah tak sabar ingin menerobos ke kamar kerja dan jalanan kita sekarang juga. Kehadiran mesin-mesin pencari informasi macam Google dan Yahoo sebagai sebuah jawaban terhadap keinginan untuk menghadirkan informasi setiap saat kepada siapapun yang mengaksesnya, pada satu sisi telah menyebabkan telah memudahkan kehidupan. Namun pada sisi lain ternyata hal itu juga menyebabkan orang dapat mengakses informasi apa saja, dan menelannya tanpa upaya untuk bersikap selektif terhadap informasi tersebut. Dengan kata lain, kemampuan literasi media merupakan prasyarat bagi setiap individu yang ingin terjun dalam lautan informasi saat ini. Dalam konteks kewarganegaraan, Milner (2002) menyatakan bahwa kemampuan literasi media merupakan salah satu kompetensi dari literasi kewarganegaraan (civic literacy). Banjirnya informasi ternyata tidak hanya berisikan berita/informasi yang sifatnya positif dalam arti informasi yang benar dan dapat dipertanggung jawabkan isinya. Tidak jarang informasi yang tersajikan adalah informasi palsu atau yang dikenal dengan berita penuh kebohongan (hoaks) yang diinput oleh individu, sekelompok individu maupun organisasi. Hadirnya berita bohong merupakan salah satu sisi negatif dari era banjirnya informasi. Di era demokratisasi saat ini yang bercirikan adanya kebebasan berpendapat setiap warga baik secara lisan ataupun tertulis, maka fenomena hoaks menjadi satu hal yang harus menjadi perhatian bersama. Adapun hoax dapat dalam bentuk, ide palsu (false idea), prinsip yang bertentangan (offence principle), manipulasi media (media manipulation), keseimbangan (balancing), objektifitas (objectivity), melawan netralitas moral (againts moral neutrality) (Almagor, 2013). Adapun ide palsu hanya dapat dibuktikan melalui hasil yang kongkret yang merusak. Prinsip yang bertentangan antara kebebasan dan toleransi tidak pernah dapat dipertemukan.Namun ide palsu yang menimbulkan pernyataan kebencian dan dapat merusak tatanan sosial sehingga, itu harus dikeluarkan dari kebebasan berpendapat. Perbedaan antara Penipuan dan Hoax Berdasarkan Wikipedia, “A hoax is a deliberately fabricated falsehood made to masquerade as the truth”. Unsurnya terdiri dari "deliberately" (dengan maksud/sengaja), "fabricated" (yang telah siap dicetak), "falsehood" (dusta atau kebohongan), "made to masquarade" (yang memakai topeng), as the truth (sebagai http://semnastafis.unimed.ac.id

ISSN: 2598-3237 (media cetak) ISSN: 2598-2796 (media online) 568

Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017 Vol. 1 No. 1 2017, Hal. 568-571

kebenaran). Hoax adalah informasi dusta/kebohongan yang telah siap ditayangkan ditutupi oleh topeng seakan itu mengandung kebenaran. Namun esensinya adalah berita palsu atau berita bohong, sehingga isi (content) beritanya cenderung bersifat menyesatkan. Artinya bisa saja sejak awal sebuah tulisan ditujukan untuk menyudutkan atau mencemarkan nama baik seseorag atau sekelompok orang atau organisasi dengan maksud untuk menimbulkan kebencian antar anggota masyarakat. Untuk melawan munculnya berita bohong dalam berbagai media sosial, diperlukan peran kehadiran negara dan peran aktif dari masyarakat. Negara sebagai institusi tertinggi yang memegang kedaulatan rakyat wajib hadir untuk menciptakan tatanan sosial yang tertib.Melalui fungsi regulasi dan penegakan hukum negara dapat menjaga fungsi ketertiban umum. Saat ini paling tidak ada dua aturan hukum yang dapat digunakan untuk menjerat pelaku penyebaran kebencian sekaligus pelaku penyebaran berita bohong, yakni Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUH Pidana), dan UndangUndang No. 12 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Dalam pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) disebutkan: “Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat ataupun dengan rangkaian kebohongan menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu benda kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun.” Dalam UU ITE setidaknya ada 6 konten perilaku yang dilarang, salah satunya adalah “konten yang memuat penghinaan atau pencemaran nama baik, yang dulu diancam dengan 6 tahun penjara sekarag ancaman hukumnya menjadi 4 tahun penjara”. Semua konten informasi elektronik bisa dijadikan delik, hanya saja sekarang sifatnya adalah delik aduan. Peran aktif masyarakat dapat diwujudkan dalam bentuk munculnya inisiasi kesadaran masyarakat untuk bersamasama melawan berita bohong yang muncul dalam berbagai media sosial seperti what’s app, you tube, twitter, instagram line, telegram dan sebagainya. Perguruan tinggi sebagai lembag akademik perlu mengambil inisiasi untuk melawan berita bohong yang kerap muncul di media sosial. Mahasiswa sebagai bagian dari sivitas akademika perlu memiliki ketrampilan dan tanggung jawab dalam ketika aktif bermedia sosial. Sebagai bagian dari ketrampilan kearganegaraan, ketrampilan literasi media perlu secara terus-menerus disosialisasikan kepada seluruh mahasiswa. Untuk itu sebagai bagian awal dari dari literasi kewarganegaraan perlu diketahui bagaimanakah persepsi mahasiswa program studi S1 PPKn FISH Unesa tentang muncul berita palsu di berbagai media sosial yang ada. Atas dasar latar belakang masalah tersebut dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: (1) Bagaimanakah persepsi mahasiswa Prodi S1 PPKn Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum UNESA terhadap kemunculan berbagai berita bohong (hoaks) di media sosial saat ini?; (2) Bagaimanakah gambaran umum kemampuan literasi bermedia sosial mahasiswa Prodi S1 PPKn Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum UNESA? Dampak Sosial Pemanfaatan Teknologi Digital Menjamurnya penggunaan media sosial di indonesia dapat ditunjukkan oleh data sebagai berikut: jumlah hand phone yang beredar di Indonesia diperkirakan sekitar 300 jutaan, padahal jumlah penduduk Indonesia hanya 254 juta jiwa. Berarti jumlah hand phone yang beredar lebih banyak daripada penduduk Indonesia. Menurut data dari internet jumlah pengguna media sosial di Indonesia masuk kategori 3 besar di dunia, artinya sebagian besar pengguna hand phone aktif dalam bermedia sosial. Data lintas negara menunjukkan bahwa tingkat kemampuan membaca masyarakat Indonesia menduduki ranking ke 64 dari 65 negara yag disurvei. Artinya bahwa tingkat literasi bermedia bangsa Indonesia berada dalam kategori rendah. Gabungan dari berbagai faktor di atas berpotensi menyebabkan munculnya berbagai hujatan, ujaran kebencian, fitnah, maupun maraknya berita palsu dalam bermedia sosial. Dalam pandangan Khalid (2006), dampak negatif dari maraknya penggunaan teknologi digital antara lain: 1) Kecepatan perubahan detik ini berita didapat,detik ini pula dibaca dan diserakan keseluruh dunia; 2) Tidak lagi yang dirahasiakan;3) Munculnya komunitas virtual yang diikat oleh kebersamaan-kebersamaan tertentu dimana berita tidak hanya datang dari media tapi juga dari komunitas tertentu; 4) Cara membaca berubah, masyarakat cenderung membaca judul, berita namun berkesinambungan; 5) Bergeser "power" dari pemerintahan ke individual (Citizen); 6) Akibat poin ke 5 di atas, yang lebih dahsyat lagi timbulnya krisis dalam kepercayaan masyarakat; 7)Switch juga terjadi dalam bentuk multimedia; 8) Adanya dekonstruksi industri. Dari kajian di atas maka dapat ditarik benang merah bahwa pemanfaatan teknolog digital adalah : perkembangan teknologi digital telah membawa akibat orang daoat mengikuti perkembangan berbagai kehidupan manusia dari seluruh dunia secara langsung (live), era transparansi menjadi kata kuncinya, membawa angin demokratisasi ke segenap penjuru dunia. Sementara itu aspek lain yang mungkin perlu diperhatikan dalam pemanfaatan media sosial antara lain: 1) media sosial berpotensi mengeliminasi kemampuan bersosialisasi penggunanya karena untuk bersosialisasi secara nyata dibutuhkan kompetensi riil;2) situs media sosial akan membuat seseorang lebih mementingkan diri sendiri; 3) tertinggal dan terlupakannya bahasa formal; 4) mengurangi kinerja pelajar, karyawan, perusahaan, kantor; 5) munculnya kejahatan dunia maya (cyber crime), dan 6) pornografi. http://semnastafis.unimed.ac.id

ISSN: 2598-3237 (media cetak) ISSN: 2598-2796 (media online) 569

Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017 Vol. 1 No. 1 2017, Hal. 568-571

PEMBAHASAN Responden penelitian ini adalah seluruh mahasiswa rogram studi PPKn FISH UNESA tahun 2017 yang berjumlah 110 orang yang terbagi dalam 2 kelas yakni kelas A dan B. Teknik pengumpulan data menggunaan anget dan wawancara. Angket yang dipilih adalah angket tertutup dengan 4 pilihan jawaban, dan dilengkapi dengan opsi jawaban terbuka untuk menampung aspirasi mereka. Teknik analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif yang meliputi tituk tengah (Median), dan prosentase. Komposisi mahasiswa program studi S1 PPKn Unesa dilihat dari jenis kelamin akan terlihat dalam data berikut: Tabel 1 Komposisi mahasiswa S1 PPKn dilihat dari Jenis Kelamin No

Kelas 2017 A Laki-Laki: 12

Kelas 2017 B Laki-Laki: 10

Jumlah 22

Perempuan: 49

Perempuan: 49

98

Jumlah

120

Dari tabel 1 di atas maka dapat diketahui bahwa jumlah mahasiswa baru program studi S1 PPKn tahun 2017 adalah 120 orang, dengan rincian 22 orang perempuan dan sisanya sebanyak 98 orang adalah laki2. Adapun yang terkait dengan persepsi mahasiswa PPKN terhadap kemunculan berita bohong di media sosial, hasilnya secara lengkap dilihat dalam tabel 2 berikut inii: Tabel 2 Persepsi Mahasiswa Baru prodi S1 PPKn tahun 2017 Netral/ Sedang

Cuek/Rendah

80% 85%

15% 8%

5% 7%

86%

12%

2%

Positif/ Tinggi

No

Variabel Pertanyaan

1 2 3 4

Sikap anti terhadap Berita Bohong Ketrampilan mengenali berita bohong Pengetahuan terhadap berita bohong Kepedulian untuk tidak memforward berita bohong

Dari tabel 2 di atas maka dapat diketahui bahwa sebagian besar mahasiswa PPKn memiliki sikap anti terhadap berita bohong (80%), sedang-sedang saja (15%), dan hanya 5% yang bersikap cuek terhadap keberadaan berita bohong. Adapun ketrampilan untyk mengenali berita bohong, 85% menyatakan dapat mengenali dengan cepat, 8% butuh waktu untk dapat mengenali berita bohong, dan 7% tidak memiliki ketrampilan untuk mengenali. Terkait dengan keharusan menshare/forward sebuah berita di media sosial, maka 86% mahasiswa PPKn menyatakan tidak akan menshare, 12% menyatakan kadang menshare sebuah berita walaupun itu hoaks, dan sisanya 2% cenderung menshare. Realita sosial ini sejalan dengan pendapat Harianto (2017) yang menyatakan bahwa salah satu untuk melawan berita bohong adalah melalui tradisi baca yang baik. Melalui tradisi baca yang baik diharapkan mahasiswa memiliki pengethuan, ketrampilan, dan sikap untuk melawan suat berita bohong. SIMPULAN Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar mahasiswa PPKn FISH Unesa memiliki persepsi yang positif atau setuju untuk menangkal penyebaran berita bohong di media sosial. Persepsi positif tersebut muncul dari hasil analisis terhadap 4 indikator perspsi positif, yakni: (a) sikap anti berita bohong, (b) ketrampilan mengenali berita bohong, (c) pengetahuan akan sebuah berita bohong, dan (d) kepedulian untuk menshare sebuah berita bohong. Data tersebut tentunya memberikan kesan yang positif kepada mahasiswa sebagai insan intelektual, sekaligus agen perubahan dalam masyarakat. Mahasiswa masih memiliki pemikiran yang logis dan positif dalam menangkal pemberitaan bohong di mediia sosial. Pada kesempatan ini kami sampaikan terimakasih kepada bapak rektor Universitas Negeri Surabaya (UNESA beserta pimpinan Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum (Dekan dan Wakil Dekan) Universitas Negeri Surabaya, beserta rekanrekan tim peneliti.

http://semnastafis.unimed.ac.id

ISSN: 2598-3237 (media cetak) ISSN: 2598-2796 (media online) 570

Prosiding Seminar Nasional Tahunan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan Tahun 2017 Vol. 1 No. 1 2017, Hal. 568-571

REFERENSI Almagor, Cohen, Ralph. 2012. Responsibility of and Trust in ISPs. Knowledge, technology and policy.Vol.23 issue 3 (2010) pp 381-396. Goenawan, Muhammad. 2017. Universitas dan Pasca Kebenaran.Ceramah untuk hari ulang tahun Universitas Sebelas Maret pada tanggal 17 maret 2017. Harianto, Ignatius. 2017. ”Imbangi Hoaks dengan Tradisi Baca”.Harian KOMPAS 14/9/2017, hal 7. Millner, Henry. 2002. Civic Literacy.How inform citizens make democracy work.London:Tuft University Rhenal Khalid. 2006. Komunika WartaIilmiah Popular Komunikasi dalam Pembangunan, jakarta: LIPI. Hal.... 3-4 Sumantri, Jujun.,S.1982. Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer.Jakarta:PT Pancaran Intan Indahgraha.

http://semnastafis.unimed.ac.id

ISSN: 2598-3237 (media cetak) ISSN: 2598-2796 (media online) 571