PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS II - FARMASI

Download pereaksi ke meja kerja, ambillah secukupnya dengan tabung reaksi. 6. Hindarkan ..... udara terdesak keluar, sementara mata sejajar dengan t...

0 downloads 639 Views 931KB Size
PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS

Disusun oleh : Dwi Putri Safnurbaiti, M.Clin.Pharm.,Apt.

PROGRAM STUDI FARMASI UNIVERSITAS HAMZANWADI 2017/2018

PETUNJUK PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS

Disusun Oleh : Dwi Putri Safnurbaiti, M.Clin.Pharm., Apt.

Program Studi Farmasi Universitas Hamzanwadi 2017/2018

i

KATA PENGANTAR Allhamdulillahi Robbil’alamin. Puja dan puji syukur kehadirat Allah swt yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga buku Petunjuk Praktikum Kimia Analisis ini dapat diselesaikan. Buku ini ditujukan untuk membantu mahasiswa dalam mempraktekan dan memahami prinsip-prinsip kimia analisis dalam bidang farmasi. Buku Petunjuk Praktikum Kimia Analisis terdiri dari dua bagian. Bagian pertama yaitu analisis kualitatif identifikasi senyawa (obat), dan bagian kedua yaitu analisis kuantitatif yang berhubungan dengan teknik volumetrik termasuk metodemetode yang digunakan. Harapan setelah menyelesaikan praktikum ini, mahasiswa mampu memahami dan menerapkan segala aspek analisis kualitatif dan kuantitatif sesuai dengan kaidah kimia. Semoga buku Petunjuk Praktikum Kimia Analisis ini bermanfaat dan dapat digunakan bagi mahasiswa. Buku petunjuk ini masih banyak kekurangannya, sehingga penyusun mengharapkan sumbangan kritik dan saran untuk perbaikan buku ini.

Selong, September 2017 Penyusun Dwi Putri Safnurbaiti, M.Clin.Pharm., Apt.,

ii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................................... i KATA PENGANTAR .................................................................................................. ii DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii BAB I PETUNJUK UMUM ......................................................................................... 1 A.

Tata Tertib .................................................................................................. 1

B.

Hal-hal yang perlu diperhatikan selama praktikum .................................... 2

C.

Teknik Analisis Kualitatif........................................................................... 2

D.

Prinsip dalam analisis kuantitatif ................................................................ 4

E.

Teknik Analisis Volumetri ....................................................................... 10

BAB II ANALISIS KUALITATIF KATION DAN ANION ..................................... 14 A.

Tujuan ....................................................................................................... 14

B.

Bahan kimia yang dibutuhkan .................................................................. 14

C.

Alat ........................................................................................................... 14

D.

Sistematika Kerja ...................................................................................... 14

BAB III ANALISIS KUALITATIF SENYAWA OBAT .......................................... 19 A.

Tujuan ....................................................................................................... 19

B.

Bahan Kimia ............................................................................................. 19

C.

Alat-alat .................................................................................................... 19

D.

Sistematika Kerja ...................................................................................... 19

BAB IV ASIDI-ALKALIMETRI ............................................................................... 25 BAB V ARGENTOMETRI ........................................................................................ 30 BAB VI NITRIMETRI ............................................................................................... 35 BAB VII IODO-IODIMETRI..................................................................................... 38 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 42

iii

BAB I PETUNJUK UMUM A. Tata Tertib 1. Praktikan diharuskan datang 10 menit sebelum acara praktikum dimulai. Keterlambatan hadir lebih dari waktu yang ditentukan tidak diperkenankan mengikuti praktikum. 2. Setiap kali praktikum, praktikan mengisi daftar hadir yang sudah disediakan. 3. Selama

praktikum

berlangsung,

praktikan

harus

menggunakan

jas

laboratorium. Dilarang menggunakan kaos oblong dan memakai sandal. 4. Bila praktikan berhalangan hadir, harus membuat surat ijin yang sah yang diberikan kepada dosen pembimbimg praktikum. 5. Praktikan yang 3 kali berturut-turut tidak mengikuti acara praktikum tanpa ada keterangan maka tidak diperbolehkan mengikuti praktikum selanjutnya. 6. Sebelum praktikum dimulai, mahasiswa mengumpulkan laporan sementara dan melakukan pre test. 7. Setelah menyelesaikan praktikum, praktikan harus mengikuti post tes dengan dosen pembimbing atau asisten praktikum yang bertugas. 8. Setiap selesai praktikum, praktikan harus menyelesaikan laporan resmi yang ditulis tangan dan dikumpulkan pada acara praktikum selanjutnya. 9. Laporkan kepada laboran jika menghilangkan/merusak peralatan

di

labortaorium. Peralatan yang rusak/hilang harus diganti sebelum UAS sebagai syarat keluarnya nilai Kimia Analisis II. 10. Setiap peserta praktikum Kimia Analisis II harus menaati dan melaksanakan ketentuan dan tata cara pratikum. Sanksi akan berlaku sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan.

1

B. Hal-hal yang perlu diperhatikan selama praktikum 1. Jika akan memulai praktikum, semua peralatan disiapkan terlebih dahulu. Alat yang tidak digunakan sebaiknya disimpan supaya tidak menganggu praktikum. 2. Periksalah alat-alat praktikum pada waktu meminjam dan jika ada yang cacat segera dikembalikan. Sebelum mengembalikan alat-alat harus dicuci dan dikembalikan dalam keadaan bersih. 3. Semua kerusakan alat selama peminjaman menjadi tanggung jawab praktikan. 4. Zat yang akan dianalisis ditempatkan dalam wadah tertutup agar tidak terkontaminasi oleh kotaran-kotoran. Ambillah pereaksi secukupnya sesuai dengan yang dibutuhkan. Jika berlebih jangan dikembalikan dalam botolnya untuk menghindari kontaminasi dan kesalahan pengambilan. 5. Zat padat harus diambil dengan sendok atau spatel kering. Jangan membawa pereaksi ke meja kerja, ambillah secukupnya dengan tabung reaksi. 6. Hindarkan dari api dan bahan-bahan yang mudah terbakar seperti eter, alkohol, metanol, dan lain-lain. 7. Hati-hati menggunakan bahan yang dapat menimbulkan luka bakar seperti asam-basa kuat (H2SO4, HCl, HNO3, KOH, NaOH). 8. Jagalah pipet yang digunakan selalu bersih untuk mengambil larutan pereaksi dan dicuci setiap kali habis digunakan. C. Teknik Analisis Kualitatif 1. Reaksi pembentukan warna atau pembentukan endapan :jika tidak disebutkan lain, ambilah 1 ml (20 tetes) larutan sampel, masukkan ke dalam tabung reaksi (jika ada proses selanjutnya) atau druppel plat (jika tidak terdapat proses selanjutnya) kemudian tambahkan pereaksi bertetes-tetes sampai terjadi perubahan warna. Jika pereaksi yang digunakan sudah cukup berlebih (±1 ml) tetapi tidak terjadi perubahan warna atau menghasilkan endapan, maka hasilnya negatif.

2

2. Cara memanaskan Pembakar : Bunsen atau lampu spiritus jika tidak digunakan supaya dimatikan. a. Cara memanaskan dengan cawan porselin/Erlenmeyer/gelas beker : 

ambillah kaki tiga dan letakan kasa kawat di atasnya.



Letakan gelas kimia yang berisi larutan diatas kasa dan panaskan dengan lampu spiritus.

b. Cara memanaskan dengan tabung reaksi : 

Jepit tabung reaksi dengan penjepit.



Panaskan dengan lampu nyala spiritus, api pemanas hendaknya terletak pada bagian atas larutan.



Pada saat melakukan pemanasan arahkan lubang tabung reaksi ke arah tempat kosong jangan diarahkan ke muka sendiri atau orang, dengan sambil digoyang-goyangkan agar pemanasan merata.

3. Cara menyaring : ketika melakukan penyaringan jagalah jangan sampai saringan penuh, cairan hanya boleh sampai 1 cm di bawah pinggir kertas saring dan tepi atas kertas saring 1 cm di bawah tepi atas corong. 4. Cara mencuci endapan pada kertas saring : arahkan aliran air dari botol pencuci. Pertama-tama di sekitar pinggir atas kertas saring menyusul gerakan spiral menuju endapan dan setiap pencucian, kertas saring terisi antara separuh sampai dua pertiganya. 5. Cara melarukan endapan : 

Buatlah lubang kecil pada bagian bawah kertas saring dengan batang pengaduk dan endapan di semprot dengan pelarut, ditampung di gelas piala kecil atau tabung reaksi.



Ambil kertas saring dari corong, buka diatas gelas arloji, endapan diambil dan dilarutkan dalam gelas piala.

3

6. Cara pengenceran : asam kuat atau basa kuat yang mempunyai bobot lebih besar dari air, lakukan dengan cara menuangkan asam atau basa tersebut ke dalam air dan bukan sebaliknya (hati-hati dengan asam sulfat pekat). 7. Cara mengamati kristal di bawah mikroskop : 1 tetes larutan sampel pada objek gelas dan tetesi 1 tetes pereaksi, tutup dengan deck glass. Amati di bawah mikroskop sampai Kristal terlihat jelas. D. Prinsip dalam analisis kuantitatif Beberapa hal dibawah ini ditujukan untuk mengenalkan teknik dasar yang perlu diketahui oleh mahasiswa ketika melakukan teknik analisis kuantitatif agar dalam melaksanakan analisis kuantitatif diperoleh hasil yang benar menurut kaidah kimia. 1. Kebersihan 

Jaga agar meja dan alat yang digunakan tetap bersih. Sediakanlah serbet meja, serbet alat gelas (dibawa dari rumah).



Sebelum digunakan, bilas semua alat gelas dengan air. Seka bagian luar dengan serbet sampai kering tetapi jangan bagian dalam (kecuali dilakukan titrasi bebas air).



Bagian dalam bejana harus bebas minyak. Cucilah alat gelas dengan deterjen atau sabun. Bilaslah dengan air kran sampai bersih.



Pada alat gelas berskala, bilas dengan air yang banyak secepatnya untuk mencegah alat tersebut menjadi panas ketika larutan bercampur dengan air.

2. Kerapian 

Kembalikanlah botol pereaksi ke tempat semula jika sudah digunakan. Jangan menaruh tutup pereaksi di atas meja tetapi dipegang dengan tangan kiri.



Semua larutan dan serbuk harus ditutup untuk mencegah kontaminasi kotoran dan zat lain.

4

3. Penandaan 

Berilah label secara sistematis pada semua larutan, filtrat dan endapan yang dianalisis (Label dibawa sendiri oleh mahasiswa).



Jika bejana berisi cairan selain air maka diberi tanda selama analisis dilakukan.

4. Perencanaan 

Sebelum melakukan praktikum, mahasiswa memahami petunjuk cara kerja dan prinsip penetapan kadar. Sediakan alat dan pereaksi yang akan digunakan. Rencanakan hal apa yang harus dikerjakan utama sehingga pekerjaan akan berjalan lancar.



Jangan memanaskan sampel dengan alat gelas yang berskala karena gelasnya akan memuai dan jika kembali dingin maka volumenya belum tentu kembali dengan sempurna.

5. Penetapan dalam duplo Lakukan penetapan paling sedikit dua kali. Jika kesesuain hasilnya lebih dari 0,4 janganlah hasil tersebut dirata-rata. Jika digunakan volume larutan sama, pembacaan buret tidak boleh berselisih lebih dari 0,05 mL. Jika syaratsyarat ini tidak tercapai lakukan titrasi lagi sampai diperoleh selisih yang tidak lebih dari 0,5 mL. 6. Pencatatan Hal-hal yang perlu dimasukakan dalam catatan : 

Nama, jenis, dan sifat sampel



Tanggal analisis



Semua data numerik, misalnya volume larutan, bobot sampel, normalitas, volume titran.



Suhu pengeringan



Perhitungan, hasil dan lain-lain yang berkaitan dengan pengamatan.

5

7. Penimbangan 

Gunakanlah sendok untuk mengambil zat yang akan ditimbang.



Pilihlah timbangan yang sesuai dengan kapasitas zat yang akan ditimbang. Janganlah menimbang zat yang melebihi kapasitas timbangan. Catatlah hasil penimbangan.



Pengertian “timbang lebih kurang …” artinya jumlah yang harus ditimbang atau diukur tidak boleh kurang dari 90% dan tidak boleh lebih dari 110% dari jumlah yang tertera.



Pengertian “timbang seksama ….” artinya kesalahan penimbangan tidak boleh lebih dari 0,1% dari jumlah yang dimaksud. Misal dengan pernyataan timbang seksama 500 mg, berarti batas kesalahan penimbangan tidak lebih dari 0,5 mg. Penimbangan seksama dapat dinyatakan dengan menambahkan angka 0 di belakang koma pada akhir bilangan yang bersangkutan. Misal dengan pernyataan timbang seksama 300,0 mg artinya bahwa penimbangan harus dilakukan dengan seksama.



Pernyataan “ukur dengan seksama ….” artinya bahwa pengukuran dilakukan dengan pipet volume atau buret yang memenuhi syarat. Pengukuran seksama dapat dinyatakan dengan dengan pipet atau dengan menambahkan angka 0 di belakang koma angka yang besangkutan. Misalnya dengan pernyataan pipet 10,0 mL, artinya adalah bahawa pengukuran harus dilakukan dengan seksama.

8. Cara menyatakan hasil Diantara hasil yang diperoleh dari seri pengukuran adakalnya terdapat hasil yang sangat menyimpnag bila dibandingkan dengan yang lain. Untuk mengetahui apakah harga itu ditolak atau diterima perlu dilakukan analisis data secara statistik Misalnya pada penetapan kadar NaCl diperoleh harga-harga 95,72%; 95,81%; 95,83%; 95,92%; dan 96,18%. Jika diperhatikan harga 96,18% paling

6

besar menyimpang dari hasil pengukuran yang lain, maka harga ini perlu dicurigai tidak dimasukkan. Hasil yang menyimpang ini disebut dengan outlier. Jadi reratanya : X =

(95,72 + 95,81 + 95,83 + 95,92) = 95,82 4 𝒅 = ( X − 𝑿)

d2

-0,10

0,0100

-0,01

0,0001

95,83

+0,01

0,0001

95,92

+0,01

0,0100

∑d = 0,22

∑d2 = 0,0202

X

X

95,72 95,82

95,81

Deviasi rata-rata ( d ) : ∑| x −𝑥|

d=

𝑁

Standar Deviasi (SD) :

∑( X − 𝑋)2 SD = √ (𝑁 − 1) Standar Deviasi Relative (SDR)/Koefisien variasi (CV) Standar Deviasi Relative/koefisien variasi=

SD

× 100%

X

d=

0,22

= 0,055

4

0,0202

SD = √

3

= 0,08

7

Selisih antara hasil yang dicurigai dengan rata-rata = 96,18-95,82= 0,36 Hasil analisis (α) ditolak jika

Hasil analisis (α) ditolak jika

(Xi-

X

)

d

(Xi-

X

SD

)

>2,5 (jika dipakai deviasi rata-rata)

>2 (jika dipakai standar deviasi)

Pada contoh ini : (𝑋𝑖 − X ) 0,36 = = 6,54 > 2,5 𝑑 0,055 Jadi hasil 96,18% ditolak. Jika dihitung berdasarkan SDnya akan diperoleh hasil yang sama (𝑋𝑖 − X ) 0,36 = = 4,5 > 2 𝑆𝐷 0,08 Cara menyatakan hasil akhir penetapan kadar suatu bahan : 𝑺𝑫

𝐊𝐚𝐝𝐚𝐫 = X ± 𝒕. 𝒏 √ X = rerata

t = suatu harga yang besarnya tergantung derajat kebebasan dan taraf kepercayaan yang dipilih n= jumlah penetapan untuk n=4; P=0,095 ; t= 3,182 Jadi kadar NaCl= 95,82 ± (3,182x0,08/√4)% = (95,82 ± 0,13)% 9. Cara penulisan angka Penulisan angka hasil pengukuran atau hasil analisis pada hakikatnya berkaitan dengan ketelitian alat yang digunakan. Angka penting adalah semua 8

digit dalam suatu bilangan (diperoleh dari hasil pengukuran) yang bersifat pasti dan satu yang mengandung suatu ketidakpastian (uncertain number). 

Secara umum, penulisan hasil pengukuran hanya terdapat satu angka yang harganya tak tentu yaitu angka terakhir. Misalnya suatu hasil penimbangan dituliskan dengan 1,0 dan 1,0000 gr, ini berarti bahwa ketelitian timbangan yang pertama hanya sampai 0,1 gr. Jika penulisan dilakukan dengan 1,0000 gr hal ini menunjukkan bahwa penimbangan dilakukan dengan neraca yang mempunyai ketelitian 0,1 mg dan hanya angka nol yang terakhir merupakan angka tidak tentu. Hasil penimbangan ini hanya dapat diperoleh jika menggunakan neraca analitik. Contoh lainnya ; pembacaan buret makro dengan skala terkecil 0,1 ml seharusnya dituliskan dua desimal misalnya 12,50 ml dan bukan 12,5 ml, sebab angka 5 belum pasti sehingga dapat diartikan volume titran berada antara 12,4 ml sampai 12,6 ml, padahal angka 5 yang menyatakan 0,5 ml dapat dibaca dengan pasti.



Dalam menuliskan hasil rata-rata pembacaan buret, banyaknya desimal disesuaikan dengan banyaknya desimal pada masing-masing pembacaan.



Banyaknya desimal hasil penjumlahan atau pengurangan sama dengan faktor penjumlahan atau pengurangan yang mengandung desimal paling sedikit. Contoh : 12,4 + 121,502 + 3,6653 = 137,5673. Hasil akhir cukup dituliskan 137,6. Dalam hal tertentu dapat dituliskan 137,57.



Banyaknya desimal hasil perkalian atau pembagian, sama dengan satu angka lebih banyak daripada yang terdapat pada faktor perkalian atau pembagian yang mengandung desimal paling sedikit. Contoh : 11,32 x 12,2 x 0,0321 = 4,4331384. Hasil perkalian cukup dituliskan, 4,43.



Penulisan hasil akhir yang memerlukan pembulatan angka desimal, maka angka desimal 5 atau lebih dibulatkan ke atas sedangkan angka desimal kurang dari 5 dibulatkan ke bawah.

9

E. Teknik Analisis Volumetri Teknik analisis volumetri memerlukan pengukuran dengan seksama volume larutan yang bereaksi. Alat yang lazim digunakan adalah labu takar, pipet, buret, dan gelas ukur. 1. Labu takar Labu takar biasanya digunakan untuk pembuatan larutan dengan kadar tertentu. Caranya adalah masukkan senyawa dengan bobot tertentu yang sudah ditimbang seksama ke dalam gelas piala, kemudian larutkan dalam air atau pelarut lainnya sampai larut. Masukkan secara kuantitatif larutan ke dalam labu takar dengan bantuan batang gelas, corong dan botol pencuci dengan sebagai berikut : 

pegang gelas piala dengan tangan kanan dan tuangkan pelan-pelan melalui batang gelas yang dipegang dengan tangan kiri ke dalam corong yang ditempatkan di atas labu takar.



Pindahkan gelas piala ke tangan kiri dengan tetap dijungkir dan dipegang di atas corong. Cuci gelas piala dan batang pengaduk dengan aliran air botol pencuci yang dipegang dengan tangan kanan. Goyangkan labu takar untuk mencampur isinya sampai larut semua, dan tambahkan pelarut hingga tanda

2. Pipet Pipet ada dua jenis yaitu : 1. Pipet volume : pipet yang digunakan untuk pengambilan sejumlah volume tertentu secara tepat yang ukurannya seperti tertera pada kapasitas pipet. Pipet jenis ini ditandai dengan bagian tengahnya yang menggelembung. 2. Pipet ukur : pipet yang ada garis-garis skala yang menyatakan banyaknya volume terukur. Pengukuran volume dengan pipet ukur berkisar dari sepersepuluh hingga ke batas kapasitas volumenya. Titik nolnya terletak di sebelah atas, sedangkan paling bawah menunjukkan volume kapasitasnya. Terkadang garis bawahnya tidak ada, artinya volume terukur harus tertuang seluruhnya.

10

Cara menggunakan pipet : 

Sebelum digunakan pipet dicuci denga air dengan cara menghisapnya menggunakan bola penghisap, lalu dikeluarkan lagi. Tetes cairan yang menempel diujung dihilangkan dengan menempelkan ujung pipet di kertas saring. Bagian luar dikeringkan juga agar tidak menambah encernya larutan.



Pembilasan dilakuan 2-3 kali dengan larutan yang akan dipipet. Cairan bilasan dibuang.



Cairan yang akan dihisap dari lubang atas sehingga cairan naik ke atasa sampai tanda. Lubang atas ditutup dengan jari telunjuk, pipet diangkat dari tempat cairan, bagian luar diseka dengan kertas saring atau serbet.



Pipet dipegang tegak berdiri, mata sejajar garis tanda, jari telunjuk dikendorkan yang menutup lubang atas sehingga cairan dalam pipet akan turun sampai meniscus terletak pada garis tanda dan rapatkan lagi jari telunjuk yang menutup lubang. Kenakan ujung piipet pada bagian luar gelas agar menghilangkan tetesan yang ada pada ujung pipet.



Masukkan pipet kedalam labu penerima, alirkan ujung pipet menyentuh dinding bejana dengan membentuk sudu 800. Perhatikan bahwa pipet jangan dicelupkan ke dalam larutan yang telah dipindahkan. Tahan 5 detik lalu pipet diangkat jika cairan telah keluar semua.



Sedikit cairan pada ujung pipet jangan dimasukan kembali ke dalam cairan penerima, sebab adanya sedikit cairan itu sudah diperhitungakan dalam peneraan pipet tersebut.

3. Buret : ada dua macam buret dengan kran dan buret dengan karet penjepit (buret mohr) biasanya digunakan untuk pembakuan natrium hidroksida. 

Periksalah apakah karet buret sudah diolesi dengan pelicin (valesin atau silicon grease) sebelum digunakan. Bilas dua kali dengan sedikit larutan yang akan diisikan. Lebih kurang 5 mL setiap pengambilan biarkan buret tuntas dahulu sebelum dibilas untuk kedua kali.

11



Pemilihan buret : lakukan titrasi orientasi terlebih dahulu menggunakan buret kapasitas 50 ml. untuk titrasi replikasi selanjutnya buret harus berdasarkan ketentuan volume terukur yang teliti adalah sebanyak 20-80% dari kapasitas buret. Jadi jika hasil dari orientasi didapat volume titrasi 10,0 ml maka titrasi selanjutnya menggunakan buret kapasitas 25,0 ml.



Masukan zat kimia yang akan digunakan ke dalam buret dengan menggunakan corong hingga sedikit di atas tanda 0.



Bukalah kran atau bagian penjepit agar semua ujungnya terisi dan gelembung udara terdesak keluar, sementara mata sejajar dengan titik nol. Cairan dikeluarkan hati-hati sampai meniscus terletak tepat pada tanda nol. Hilangkan tetesan pada ujung buret dengan menyentuhkan pada bagian luar gelas. Setelah lapisan tipis



Cara titrasi : zat yang akan dititrasi disebut titrat (ditampung dalam erlenmeyer), sedangkan larutan yang digunakan untuk titrasi disebut titran (dimasukkan ke dalam buret).



Pembacaan : Mata harus sejajar dengan meniscus, gunakan meniscus bawah untuk menentukan volume titrasi. Jangan lupa perhatikan skala buret karena masing-masing kapasitas buret memiliki skala yang berbeda. Untuk mempertajam pembacaan dapat digunakan karton hitam putih sebagai latar belakang di balik meniscus. Tempatkan sisi yang hitam ±1 mm di bawah miniskus, dengan demikian bagian bawah meniscus menjadi gelap dan berlatar belakang delap dan terhadap latar belakang yang putih menjadi nampak jelas sehingga meniscus cairan dapat terbaca dengan teliti. Baca sampai 1/10 skala terkecil.

4. Gelas ukur Gelas ukur ada yang bertutup dan tidak. Gelas ukur yang bertutup digunakan untuk mengukur cairan yang beruap, misalnya asam klorida pekat. Gelas ukur hanya digunakan untuk mengukur volume secara kasar (tidak memerlukan

12

ketelitian yang tinggi). Jangan menggunakan gelas ukur untuk mengukur volume yang seksama.

13

BAB II ANALISIS KUALITATIF KATION DAN ANION A. Tujuan Mahasiswa

mampu

mengkategorikan

dan

memiliki

keterampilan

dalam

mengidentifikasi senyawa golongan kation dan anion. B. Bahan kimia yang dibutuhkan 1. Sejumlah larutan pereaksi 2. Sejumlah pelarut dan bahan kimia lainnya C. Alat 1. Tabung reaksi 2. Drupple plat 3. Pipet tetes 4. Tang tabung (kayu/logam) 5. Serbet bersih 6. Tempat pencuci pipet 7. Beaker gelas 8. Gelas pengaduk 9. Lempeng penates (drupple plat) 10. Objek gelas 11. Lampu spritus 12. Korek api D. Sistematika Kerja 1. Analisis Kualitatif Kation Reagensia golongan yang dipakai untuk klasifikasi kation yang paling umum adalah asam klorida, hydrogen sulfa, ammonium sulfida, dan amonium karbonat. Klasifikasi ini didasarkan atas apakah suatu kation bereaksi dengan dengan reagensia-reagensia ini dengan membentuk endapan atau tidak. Klasfikasi kation 14

yang paling umum didasarkan atas perbedaan kelarutan dari klorida, sulfida dan karbonat dari kation tersebut. a. Analisis golongan I (Hg+, Ag+) a.1. Analisis terhadap ion Hg+ 1. Larutan sampel + asam klorida P

endapan putih (endapan tidak

larut dalam asam encer), + ammonium hidroksida 6N

endapan

hitam. 2. Larutan sampel + larutan natrium hidroksida 1N

endapan

hitam

(tidak larut dalam reagensia yang berlebihan, tetapi mudah larut dalam asam nitrat encer), + ketika dididihkan

endapan berubah menjadi abu-

abu. 3. Larutan sampel + larutan KI P

endapan kekuningan, + diamkan

perlahan-lahan dalam larutan dingin

endapan berwarna hijau.

4. Larutan sampel + larutan natrium karbonat dalam larutan dingin endapan kuning yang kemudian berubah menjadi abu-abu. a.2. Analisis terhadap ion Ag+ 1. Larutan sampel + HCl P

endapan putih (mudah larut dalam

ammonium hidroksida 6 N, tidak larut dalam asam nitrat P) 2. Larutan sampel + ammonium hidroksida 6 N dan sedikit formaldehida LP, hangatkan

cermin logam perak pada dinding tabung.

3. Larutan sampel + larutan KI P

endapan kuning perak iodida

(endapan tidak larut dalam ammonia, mudah larut dalam kalium sianida (RACUN) dan natrium tiosulfat) 4. Larutan sampel + ammonia 1 tetes

endapan

coklat

perak

oksida (endapan larut dalam reagen yang berlebih).

15

b. Analisis golongan II (Hg2+, Cu2+) b.1 Analisis terhadap ion Hg2+ 1. Larutan sampel + NaOH 1 N

endapan kuning

2. Larutan sampel + larutan KI P

endapan merah tua (sangat mudah

larut dalam pereaksi berlebih) 3. Larutan sampel + natrium karbonat dalam larutan dingin

endapan

coklat, dididihkan berubah menjadi kuning. 4. Ke dalam larutan sampel dicelupkan logam Cu atau Fe

endapan

abu-abu. b.2. Analisis terhadap ion Cu2+ 1. Larutan sampel diasamkan dengan HCl P

lapisan tipis merah

logam tembaga pada permukaan logam besi yang megkilap. 2. Larutan sampel + larutan NaOH

endapan biru, dipanaskan

menjadi merah bata. 3. Larutan sampel + sedikit ammonia berlebih

endapan hijau, + ammonia

larut dan larutannya berwarna biru intensif.

4. Larutan sampel + larutan KI

endapan putih dan larutannya

agak kuning. c. Analisis unsur golongan III (Al3+, Fe3+) c.1. Analisis terhadap ion Al3+ 1. Larutan sampel + ammonia 2. Larutan sampel + NaOH 3. Larutan sampel + larutan KOH

endapan koloidal endapan putih endapan

putih

(larut

dalam

endapan

coklat

(larut

dalam

pereaksi KOH berlebih) c.2. Analisis terhadap ion Fe3 1. Larutan sampel + larutan NaOH asam) 16

2. Larutan sampel + larutan ammonium sulfida

endapan hitam

3. Larutan sampel + larutan kalium ferrosianida

endapan biru

4. Larutan sampel + larutan kalium asetat

coklat, panaskan

endapan d. Analisis unsur golongan IV (Ca2+, Ba2+) d.1. Analisis terhadap ion Ca2+ 1. Larutan sampel + ammonia

tidak ada endapan

2. Larutan sampel + asam sulfat encer

endapan putih

d.2. Analisis terhadap ion Ba2+ 1. Larutan sampel + asam sulfat encer

endapan putih (tidak larut

dalam HCl P dan dalam asam sitrat P). 2. Larutan sampel + ammonia

tidak ada endapan

3. Larutan sampel menimbulkan warna hijau kekuningan dalam nyala api yang tidak berwarna dan jika dilihat dengan kaca hijau nyala berwarna biru. e. Analisis unsur golongan V (Mg2+, Na+) e.1. analisis terhadap ion Mg2+ 1. Larutan sampel + NaOH

endapan putih (mudah larut dalam larutan

ammonium klorida, tidak larut dalam pereaksi berlebih) 2. Larutan sampel + ammonium karbonat

endapan putih

e.2. analisis terhadap ion Na+ 1. larutan sampel menimbulkan warna kuning intensif dalam nyala api yang tidak berwarna 2. larutan sampel diasamkan dengan asam asetat encer dan disaring jika perlu, + Zn uranil asetat

endapan hablur kuning.

17

3. Analisis Kualtitatif Anion a. Analisis terhadap ion Cl1. Larutan sampel + larutan perak nitrat

endapan putih (tidak larut

dalam asam nitrat P, larut dalam ammonium hidroksida 6 N sedikit berlebih) 2. Larutan sampel + asam sulfat pekat : produknya dapat dikenali dengan a) baunya yang merangsang daan dihasilkannya asap putih, yang teridri dari butiran halus asam klorida, ketika kita meniup melintasi mulut tabung; b) dari pembentukan kabut putih ammonium klorida, apabila sebatang kaca yang dibasahi dengan larutan aonia dipegang dekat mulut bejana; c) dari sifatnya mengubah kertas lakmus biru menjadi merah. b. Analisis terhadap ion I1. Larutan sampel + larutan perak nitrat

endapan kuning (tidak

larut dalam asam nitrat P dan ammonium hidroksida 6 N) 2. Larutan sampel + larutan asam sulfat encer + kloroform

perubahan

warna lapisan kloroform. c. Analisis terhadap ion NO21. Larutan sampel + asam mineral encer atau asam asetat 6 N

asap

merah kecoklatan 2. Larutan sampel diteteskan pada kertas kanji iodida

biru

3. Larutan sampel + larutan KI, asamkan dengan asam sulfat, + kloroform lapisan kloroform berwarna ungu. d. Analisis terhadap ion CO321. Larutan sampel + larutan perak nitrat perak nitrat berlebih 2. Larutan sampel + asam kedalam kalsium hidroksida LP

endapan putih, + larutan

kuning gelembung gas tidak berwarna, alirkan endapan putih

18

BAB III ANALISIS KUALITATIF SENYAWA OBAT A. Tujuan Memberikan keterampilan bagi mahasiswa dalam melakukana analisis kualitatif dalam identifikasi dan pemisahan obat. B. Bahan Kimia 1. Larutan pereaksi 2. Pelarut dan bahan kimia yang lain C. Alat-alat 1. Tabung reaksi 5 ml 2. Tabung reaksi 10 ml 3. Pipet tetes 4. Tang tabung (kayu/logam) 5. Serbet bersih 6. Tempat akuades 7. Tempat pencuci pipet 8. Beaker gelas 9. Gelas pengaduk 10. Lempeng penetes (drupple plat) 11. Objek gelas 12. Lampu spritus 13. Korek api D. Sistematika Kerja 1. Organoleptis Caranya dilihat, diraba kehalusannya dengan ujung jari, dibau, dan dirasakan. Sampel yang digunakan hanya sedikit saja. Jika perlu amati dibawah mikroskop apakah terdiri dari kristal atau amorf.

19

2. Kelarutan Sampel dilarutkan dalam berbagai macam pelarut yaitu : Pelarut anorganik : akuades, asam bebas, basa bebas. Coba kelarutannya mulamula dalam keadaan dingin lalu dengan keadaan panas. Pelarut organik : alkohol, aseton. pH larutan ditentukan dengan kertas pH. Perhatikan : 

Senyawa yang larut dalam asam biasanya basa, dan sebaliknya yang larut dalam basa biasanya asam.



Senyawa yang larut dalam pelarut anorganik biasanya senyawa anorganik, senyawa organik yang dalam bentuk garam.



Senyawa yang larut dalam pelarut organik biasanya senyawa organik.

3. Flouresensi di bawah lampu ultraviolet Serbuk dala larutan dilihat di bawah sinar ultraviolet, misalnya serbuk asam salisilat berflouresensi ungu. 4. Pengarangan dan pemijaran Zat yang akan diamati dipanaskan dan kemudian dipijarkan (di dalam lemari asam) di atas cawan porselin setiap kali ditetesi dengan HNO3 pekat sampai didapatkan sisa pijar. Perlu diamati warna mula-mula, pada waktu meleleh, terjadi asap atau uap dan warna dari sisa pijar. 5. Analisis elemen : untuk mengetahui unsur-unsur penyusun senyawa tersebut seperti : C, H, N, O, S, P, halogen (Cl, Br). 6. Analisis gugus : identifikasi ada tidaknya inti benzen, fenol, alkohol polivalen, amina, dan lain-lain. 7. Analisis pendahuluan : tujuannya untuk mengetahui senyawa yang diselidiki termasuk golongan apa. a. Golongan fenol/salisilat 

Senyawa uji dalam tabung reaksi ditambah sedikit akuades lalu ditambah dengan larutan FeCl3. Bila terjadi warna ungu-biru maka kemungkinan ada

20

fenol dan salisilat. Bila ditambah etanol warna tetap, maka kemungkinan salisilat. Bila warna ungu-biru setelah ditambah 2 bagian volume etanol berubah menjadi kuning maka kemungkinan fenol. 

Senyawa ditambah metanol, asam sulfat pekat kemudian dipanaskan. Bila timbul bau gondopuro (metil salisilat) maka kemungkinan salisilat positif.

b. Golongan anilin 

Reaksi isonitril : zat ditambah NaOH dan etanol, dipanaskan adanya bau nitril (bau busuk) berarti anilin (turunan amina aromatis) positif.



Reaksi indofenol : zat ditambah ammonia dan natrium hipoklorit, ditambah fenol kemudian dipanaskan terjadi warna hijau-biru. Pada pemanasan selanjutnya menjadi merah.

c. Golongn pirazolon 

Zat dalam tabung reaksi dilarutkan dalam akuades ditambah pereaksi Meyer tidak terjadi endapan. Setelah ditambah HCl terjadi endapan.



Senyawa ditambah FeCl3 bila terjadi warna biru (novalgin), ungu (piramidin), merah (antipirin).



Zat diarutkan dalam akuades ditambah HCl dan natrium nitrit, terjadi warna hijau 9antipirin), ungu (pirimidin), hijau-kuning (salisilat).

d. Golongan alkaloid 

Reaksi Meyer : larutan senyawa dalam tabung ditambah Meyer + HCl terjadi endapan



Reaksi asam pikrat : larutan senyawa ditambah asam pikrat terjadi endapan (lihat dengan mikroskop).



Larutan senyawa dengan larutan sublimat (HgCl2) terjadi endapan (lihat dengan mikroskop).

21

8. Identifikasi senyawa obat : A. Asetosal 1. Tambahkan 1-2 tetes FeCl3 pada asetosal dalam tabung reaksi, panaskan, maka akan memberikan warna violet 2. Tambahkan etanol dan asam sulfat pekat, didihkan perlahan. Setelah dingin tambahkan air ke dalam tabung reaksi sampai penuh, akan berbau etil asetat (menunjukkan adanya asetat). 3. Tambahkan metanol dan asam sulfat pekat, didihkan, akan memberikan bau metil salisilat (bau akan mudah tercium jika tabung reaksi terisi penuh air). B. Paracetamol 1. 10 mg zat dilarutkan dalam 10 mL air dan ditambah 1 tetes FeCl3 akan berwarna biru violet. 2. 10 mg zat ditambah 1 ml NaOH 3 N dipanaskan dan setelah dingin tambah 1 ml larutan asam sulfanilat dan beberapa tetes natrium nitrit, akan terjadi warna merah. 3. Didihkan ±100 mg paracetamol dalam 1 ml HCl P, tambahkan 1 tetes kalium bikromat, akan timbul warna violet yang tak berubah menjadi merah. 4. Di atas drupple plat tambahkan serbuk paracetamol dengan HNO3 encer, amati warna yang terjadi hati-hati. C. Kafein 1. Laruta yang jenuh ditambah larutan iodium; tidak terjadi endapan coklat 2. Sedikit zat pada obyek gelas ditambah 2 tetes HCl ditambah pereaksi Dragendorf jika perlu dipanaskan, lihat kristalnya. 3. Pada larutan jenuh dingin dalam air tambahkan lartan tannin LP, terbentuk endapan putih yang dengan penambahan tannin LP berlebih akan melarut kembali.

22

4. Pada larutan jenuh dingin dalam air tambah iodium LP, tidak terbentuk endapan. Tambahkan asam klorida encer terbentuk endapan coklat yang dengan penambahan sedikit NaOH LP sedikit berlebihan larut kembali. D. Metampiron 1. 3 ml larutan 10% dalam air tambahkan 1 ml HCl encer dan 1 ml FeCl3, akan terbentuk warna biru yang bila dibiarkan menjadi merah dan kemudian menjadi tak berwarna. 2. 1 ml larutan 4% dalam tabung reaksi ditambah 1 mL larutan perak nitrat, terbentuk warna ungu dengan endapan perak metalik (lihat dengan mikroskop dalam medan gelap). 3. Panaskan 2 ml larutan zat 10% dalam air yang telah diasamkan dengan HCl encer maka terbentuk gas belerang oksida HCl encer = 20 gr atau 17 ml HCl pekat + 100 ml air E. Asam mefenamat 1. 5 mg zat dilarutkan dalam etanol, ditambah 2 tetes FeCl3 maka terbentuk warna ungu. 2. Ditambahkan dengan asam sulfat, panaskan sebentar, dilihat dibawah lampu UV berflouresensi warna putih-biru, didinginkan ditambah 1 tetes K2Cr2O7 0,1N terbentuk warna kuat yang cepat menjadi hijau-biru. F. Vitamin B1 (aneurin HCl atau Thiamin) 1. Panaskan serbuk thiamin pada cawan porselin maka berbau khas. 2. Dalam tabung reaksi tambahkan pereaksi Meyer terjadi endapan putih kekuningan 3. Pada objek gelas dengan asam pikrat memberikan endapan. Periksa kristalnya. 4. Dalam tabung reaksi, dengan pereaksi Luff pada keadaan dingin terjadi warna hijau kemudian endapan kuning.

23

5. Larutkan ±5 mg zat dalam 2 mL NaOH, tambahkan 0,5 mL kalium ferri sianida dan 1 mL alkohol, gojog kuat, biarkan memisah. Lapisan amil alkohol akan berflouresensi biru terang. Bila diasamkan hilang dan timbul lagi bila dibasakan. G. Vitamin B6 (piridoksin) 1. Sedikit zat ditambah FeCl3 berwarna merah. 2. Larutkan ±5 mg zat dalam air dan dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama ditambah 1 ml larutan diklorokinon kloroimida dalam etanol ditambah 1 tetes ammonia, terbentuk warna biru yang lama kelamaan menjadi merah. Pada tabung reaksi kedua tambah 1 ml asam borat jenuh, ditambah diklorokinon kloroimida dalam etanol, ditambah 1 tetes ammonia tidak terjadi warna biru. 3. Reaksi Kristal dengan pereaksi Dragendorf amati di bawah mikroskop 4. Ke dalam 2 tabung reaksi tambahkan masing-masing 1 ml larutan zat 0,01% b/v dan 2 ml larutan natrium asetat P 20% b/v. pada tabung pertama tambahkan 1 ml larutan asam borat 4% b/v. Dinginkan kedua tabung hingga suhu ±200 C. pada masing-masing tabung tambahkan dengan cepat 1 ml larutan diklorokinon kloroimida P 0,5% b/v dalam etanol 95% P. dalam tabung pertama akan berwarna biru yang segera memucat dan sesudah beberapa menit akan berubah menjadi merah. Dalam tabung kedua tidak terjadi warna biru. 5. Pada 2 ml larutan zat 0,5% b/v tambahkan 0,5 ml asam fosfowolframat LP akan terbentuk endapan putih.

24

BAB IV ASIDI-ALKALIMETRI 1. Pendahuluan Asidimetri dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yaitu reaksi antara ion hidrogen yang berasal dari asam dan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air yang bersifat netral. Netralisasi dikatakan juga sebagai reaksi antara pemberi proton (asam) dengan penerima proton (basa). Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa-senyawa yang bersifat basa dengan menggunakan larutan baku asam. Sebaliknya alkalimetri merupakan penetapan kadar senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan menggunakan larutan baku basa (Ganjdar dan Rohman, 2010). Untuk mengamati titik akhir titrasi dengan menggunakan indikator atau menggunakan metode elektrokimia. Suatu indikator merupakan asam atau basa lemah yang berubah warna diantara bentuk terionisasi dan bentuk tidak terionisasinya. Kisaran penggunaan indikator adalah 1 unit pH disekitar nilai pKanya (Watson, 2009). Tabel 1. Indikator yang biasa digunakan dalam asidi alkalimetri (Jenkins, 1967) Indikator

Trayek pH

Warna

Kuning metil Biru bromfenol Jingga metil Hijau bromkresol Merah metil Ungu bromkresol Biru bromtimol Merah fenol Merah kresol Biru timol

2,4 - 4,0 3,0 – 4,6 3,1 – 4,4 3,8 -5,4 4,2 – 6,3 5,2 – 6,8 6,1 – 7,6 6,8 – 8,4 7,2 – 8,8 8,0 – 9,6

Asam Merah Kuning Jingga Kuning Merah Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning

Basa Kuning Biru Metil Biru Kuning Ungu Biru Merah Merah Biru

Fenolftalein

8,2 – 10,0

Tak berwarna

Merah

Timolftalein

9,3 -10,5

Tak berwarna

Biru

25

Cara menggunakan indikator (Jenkins, 1957) : a. Gunakan 3 tetes larutan indikator kecuali dinyatakan lain. b. Jika asam kuat dititrasi dengan basa kuat, atau sebaliknya gunakan jingga metil, fenolftalein, atau merah metil. c. Jika asam lemah dititrasi dengan basa kuat gunakan fenolftalein. d. Jika basa lemah dititrasi dengan asam kuat gunakan merah metil e. Suatu basa lemah tidak dapat dititrasi dengan asam lemah, begitu juga sebaliknya, karena tidak ada indikator yang menunjukan titik akhir dengan jelas. f. Timbulnya suatu warna lebih mudah diamati daripada hilangnya warna. Biasakan titrasi yang memungkinkan timbulnya warna.

2. Asidimetri a. Pembuatan larutan indikator merah metil 1. Hangatkan 25 mg metil merah dengan 0,95 ml NaOH 0,05 N dan 5 ml etanol 95%, setelah larut dengan sempurna tambahkan etanol 50% hingga 250 ml (Anonim, 1979). 2. Larutkan 100 mg metil merah dalam 100 ml etanol 95% saring jika perlu (Anonim, 1995). b. Pembuatan larutan HCl 0,5 N Larutkan sejumlah HCl P dalam air secukupnya sehingga tiap 1000,0 ml larutan mengandung 18,23 gr HCl (Anonim, 1979). c. Pembakuan larutan HCl 0,5 N Timbang seksam 750 mg Na2CO3 anhidrat yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 2700 C selama 1 jam, larutkan dalam 50 ml air dan tambahkan 2 tetes metil merah. Tambahkan HCl secara berlahan-lahan dari buret sambil diaduk hingga larutan berwarna merah muda pucat. Panaskan larutan lagi hingga mendidih, dinginkan dan lanjutkan titrasi. Panaskan lagi hingga mendidih dan

26

titrasi lagi bila perlu hingga warna merah muda pucat tidak hilang dengan pendidihan lebih lanjut (Anonim 1995, 1979) Satu ml HCl 0,5 N setara dengan 26,495 mg Na2CO3 anhidrat. Reaksi : Na2 CO3 +2HCl →2NaCl+H2 O+CO2 Perhitungan : Normalitas HCl=

2 x mg Na2 CO3 BM Na2 CO3 x ml NaCl

d. Penetapan Kadar Boraks Timbang seksama 3 gr, larutkan dalam 50 ml air, tambahkan larutan merah metil, titrasi dengan HCl 0,5 N (jika perlu dipanaskan di atas tangas uap guna menambah kelarutan). 1 ml HCl 0,5 N setara dengan 95,34 mg Na2B4O7.10H2O (Anonim,1995). Reaksi : Na2 B4 O7 .10H2 O+2HCl ↑4H3 BO3 +2NaCl+5H2 Perhitungan : Kadar boraks=

ml HCl x N.HCl x 95,34 ×100% mg sampel x 0,5

3. Alkalimetri a. Pembuatan etanol encer 500 ml etanol 95% dicampurkan dengan 500 ml air murni yang diukur secara terpisah dan diukur pada suhu 250 C, volume campuran 970 ml (Anonim, 1995). b. Pembuatan etanol encer netral Tambahkan 2-3 tetes fenolftalein pada sejumlah etanol encer dan larutan NaOH 0,02 N atau 0,01 N hingga terjadi warna merah muda pucat (dibuat baru). c. Pembuatn larutan indikator 1. Larutkan 200 mg fenolftalein dalam 60 ml etanol 90%, tambahkan air hingga 100 ml (Anonnim, 1979).

27

2. Larutkan 1 gr fenoilftalein dalam 100 ml etanol 95% (Anonim, 1995). d. Pembuatan air bebas karbondioksida Didihkan air murni kuat selama 5-10 menit atau lebih, diamkan sampai dingin dan tidak boleh menyerap CO2 dari udara, kemudian labu ditutup dengan sumbat berisi CaO atau kapur tohor (Anonim, 1995). e. Pembuatan larutan NaOH 0,1 N Larutkan sejumlah NaOH dalam air bebas CO2 hingga tiap 1000 ml larutan mengandung 4,001 gr NaOH. f. Pembakuan larutan NaOH 0,1 N Timbang seksama 400 mg kalium biftalat yang sebelumnya telah dihaluskan dan dikeringkan pada suhu 1200 C selama 2 jam dan masukkan dalam labu Erlenmeyer, tambahkan 75 ml air bebas CO2 tutup Erlenmeyer, kocok hingga larut. Tambahkan 2 tetes fenolftalein dan titrasi dengan NaOH hingga terjadi warna merah muda yang mantap (Anonim, 1995). 1 ml NaOH 0,1 N setara dengan 20,42 mg KHC8H4O4 Reaksi : KH8 H4 O4 +NaOH →KNaC8 H4 O4 +H2 O Perhitungan : Normalitas NaOH=

mg KHC8 H4 O4 ml NaOH x BM KHC8 H4 O4

g. Penetapan kadar asam salisilat dalam asetosal 1. Timbang seksama 500 mg, larutkan dalam 25 ml etanol encer yang sudah dinetralkan dengan NaOH 0,1 N, tambahkan fenolftalein dan titrasi dengan NaOH 0,1 N. 1 ml NaOH setara dengan 13,81 mg C7H6O3 (Anonim, 1995). HO.C6 H4 .COOH+NaOH →HO.C6 H4 COONa+H2 O Perhitungan : Kadar asam salisilat=

ml NaOH x N NaOH x 13,81 x 100% mg sampel x 0,1

28

Titrasi tersebut hanyalah titrasi asam salisilat saja, tetapi titrasi juga dapat digunakan untuk analisis asetosal asal kesetaraanya berbeda. Kesetaraan 13,81 mg asam salisilat karena BM asam salisilat adalah 138,12. Tetapi bila berat aspirin atau astosal berbeda maka kesetaraannya akan berbeda sebab BM aspirin atau asetosal adalah 180,16. Perhitungan tersebut kalau hanya akan menghitung asam salisilat sering terjadi kesalahan karena aspirin mengalami penguraian sehingga ada dua gugus asam salisilat dan asetat. Maka perhitungan cara pertama maupun kedua akan timbul kesalahan jika asetosal mengalami hidrolisis. 2. Cara yang benar adalah sampel aspirin ditimbang seksama ±500 mg larutkan dalam 10 ml etanol netral terhadap fenolftaelin dalam labu erlenmeyer 250 ml sampai sempurna, tambah 40,0 ml NaOH 0,1 N dan didihkan selama 30 menit dalam alat refluks atau yang serupa. Setelah dingin dititrasi dengan HCl 0,1 N menggunakan indikator pp sampai warna merah muda stabil dalam 30 detik. Kadar asetosal=

{(ml NaOH x N NaOH-ml HCl x N HCl)}x 18,02 x0,5 x 100% mg asetosal x 0,1N

29

BAB V ARGENTOMETRI A. Pendahuluan Argentometri merupkan metode umum untuk menetapkan kadar halogenida dan senyawa-senyawa lain ysng membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO3) pada suasana tertentu. Metode argentometri disebut juga metode pengendapan karena pada argentometri memerlukan pembentukan senyawa yang relative tidak larut atau endapan (Gandjar dan Rohman, 2010). Reksi yang mendasari adalah : AgNO3 +HCl →AgCls +NO3 Sebagai indikator digunakan kalium kromat yang menghasilkan warna merah dengan adanya kelebihan ion Ag+. Titrasi yang lebih banyak dapat digunakan adalah titrasi balik, kelebihan AgNO3 ditambahkan ke dalam sampel yang mengandung ion klorida atau bromida. Kelebihan AgNO3 kemudian dititrasi dengan ammonium tiosianat dan fero sulfat sebagai indikator kelebihan SCN(Watson, 2009). AgNO3 +NH4 SCN →AgSCNs +NH4 NO3 Ada beberapa metode dalam titrasi argentometri yaitu : 1. Metode Mohr : dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromida dalam suasana netral dengan larutan baku perak nitrat dengan menambahkan larutan kalium kromat sebagai indikator. Metode ini disebut juga dengan titrasi langsung. Pada permulaan titrasi akan terjadi endapan perak klorida dan setelah tercapai titik ekivalen maka penambahan sedikit perak nitrat akan bereaksi dengan kromat dengan membentuk endapan perak kromat berwarna merah. 2. Metode Volhard : digunakan untuk menetapkan kadar kadar klorida, bromida, dan iodida dalam suasana asam dengan menambahkan larutan perak nitrat dan kelebihan perat nitrat dititrasi kembali dengan larutan baku kalium atau tiosianat, dengan menggunakan indikator besi (III) ammonium sulfat yang

30

membentuk warna merah. Metode ini disebut juga dengan titrasi tidak langsung. 3. Metode K. Fajans : digunakan indikator adsorbs, yang mana pada titik ekivalen indikator teradsorbsi oleh endapan. Indikator ini tidak memberikan perubahan warna kepada larutan tetapi pada permukaan endapan. 4. Metode Liebig : pada metode ini, titik akhir titrasi tidak ditentukan dengan indikator, akan tetapi ditentukan dengan kekeruhhan. Ketika larutan perak nitrat ditambahkan pada larutan alkali akan terbentuk endapan tetapi pada penggojokan akan larut kembali karena terbentuk kompleks sianida yang stabil dan larut. B. Pembuatan larutan indikator 1. Kalium kromat (K2CrO4) 5% Timbang secara seksama 5,0 gr K2CrO4 masukkan ke dalam labu takar 100 ml larutkan dengan air secukupnya, kemudian encerkan dengan air sampai batas. 2. Besi (III) ammonium sulfat Sebanyak 8,0 gr besi (III) ammonium sulfat, Fe(NH4).(SO4)2.12H2O yang ditimbang seksama dilarutkan dalam air dan diencerkan hingga 100 ml (Anonim, 1995). 3. Eosin Larutkan 50 mg eosin dalam 10 ml air (Anonim 1979, Anonim, 1995). C. Pembuatan larutan Baku 1. Larutan Perak nitrat (AgNO3) 0,1 N Larutkan 16,99 gr AgNO3 yang ditimbang seksama dalam air hingga volume 1000 ml (Becket, 1969) 2. Larutan ammonium tiosianat ((NH4) CNS))0,1 N Larutkan 8 gr (NH4) CNS dalam air secukupnya hingga 1000 ml (Anonim, 1979).

31

D. Pembakuan 1. Pembakuan larutan Perak nitrat (AgNO3) 0,1 N Sejumlah NaCl P dikeringkan pada suhu 100-1200 C (BM NaCl = 58,44). Timbang seksama 250 mg, larutkan dalam 50 ml air. Titrasi dengan larutan AgNO 3 0,1 N menggunakan 1 ml indikator kalium kromat 5% b/v sampai berwarna coklat merah lemah. 1 ml AgNO3 0,1 N setara dengan 5,844 mg NaCl (Anonim, 1979; Beckett, 1967). Reaksi : Ag+ +Cl- →AgCl (endapan putih) 2Ag+ +CrO-4 →Ag2 Cro4 (endapan merah) Perhitungan : Normalitas AgNO3 =

mg NaCl ml AgNO3 x BM NaCl

2. Pembakuan larutan ammonium tiosianat ((NH4) CNS))0,1 N Masukkan 30 ml larutan AgNO3 0,1 N ke dalam labu Erlenmeyer, encerkan dengan 50 ml air tambahkan 2 ml asam nitrat P. Titrasi dengan (NH4) CNS 0,1 N menggunakan 2 ml indikator larutan besi (III) ammonium sulfat hingga mulai terjadi warna coklat muda (Anonim, 1979) Reaksi : Ag+ + SCN-

AgSCN

Fe3+ + 6CNS-

Fe (CNS)63-

Perhitungan : Normalitas AgNO3 =

30 x N AgNO3 ml NH4 SCN

E. Penggunaan 1. Penetapan kadar kalium klorida Lebih kurang 250 mg sampe ditimbang seksama dan larutkan dalam 50 ml air. Titrasi dengan larutan baku AgNO3 0,1 N menggunakan indikator 2-3 tetes larutan K2CrO4 5% hingga terbentuk warna coklat merah lemah.

32

Tiap 1 ml AgNO3 0,1 N setara dengan 7,455 mg KCl. Perhitungan : Untuk sampel padat : Kadar KCl=

VAgNO3 x VAgNO3 x BE x 100% mg sampel

Untuk sampel larutan : Kadar KCl=

VAgNO3 x VAgNO3 x BE x fp x 100% ml sampel

2. Penetapan kadar kalium bromida Lebih kurang 200 mg sampel ditimbang seksama, larutkam dalam campuran 40 ml air dan 5 ml asam nitrat P, tambahkan 25 ml larutan AgNO3 0,1 N. Titrasi dengan larutan baku ammonium tiosianat 0,1 N menggunakan indikator 2-3 tetes larutan besi (III) ammonium sulfat hingga terbentuk warna coklat merah. Lakukan juga titrasi blangko. Tiap 1 ml AgNO3 0,1 N setara dengan 11,29 mg KCl. Reaksi : Ag+ + Br-

AgBr

Ag+ + CNS-

AgCNS

Fe3+ + 6 CNS-

Fe (CNS)63-

Kadar KBr=

(VNH4 CNS blangko -VNH4 CNS sampel ) x NNH4 CNS x BE x 100% mg sampel

3. Penetapan kadar kalium iodida Timbang seksama lebih kurang 300 mg sampel dilarutkan dalam 25 ml air, tambahkan 1,5 ml asam asetat encer P. Titrasi dengan larutan baku AgNO3 0,1 N menggunakan indikator 2 tetes eosin LP hingga membentuk warna endapan yang berubah merah. Tiap 1 ml AgNO3 0,1 N setara dengan 16,600 mg KI. Reaksi yang terjadi : Ag+ + I-

AgI

33

Perhitungan Kadar KI=

VAgNO3 x NAgNO3 xBE x 100% mg sampel

34

BAB VI NITRIMETRI A. Pendahuluan Metode nitrimetri disebut juga dengan metode titrasi diazotasi, adalah penetapan kadar secara kuantitatif dengan menggunakan larutan baku natrium nitrit. Metode ini didasarkan pada reaksi diazotasi yaitu reaksi antara amina aromatik primer dengan asam nitrit dalam suasana asam membentuk garam diazonium. Titrasi dilakukan dalam keadaan larutan dingin (suhu dibawah 150 C) karena akan mengganggu pembentukan garam diazonium dan terbentuk fenol yang mampu bereaksi dengan asam nitrit. C6 H5 . NH2 +NaNO2 +2HCl →C6 H5 .N2 Cl+NaCl+2H2 O Indikator luar yang digunakan adalah pasta kanji iodida atau kertas kanji iodida. Ketika larutan digoreskan pada pasta atau kertas kanji, adanya kelebihan asam nitrit akan mengoksidasi iododa menjadi iodium dan dengan adanya kanji atau amilum akan menghasilkan warna biru segera. Indikator kanji-iodida ini peka terhadap kelebihan 0,05 – 0,10 ml natrium nitrit dalam 200 ml larutan. Reaksi yang terjadi: NaNO2 +HCl →HNO2 +NaCl KI+HCl →KCl+HI 2HI+2HONO →12 + 2NO + 2H2 O I2 +kanji →kanji iod (biru) Titik akhir titrasi tercapai apabila pada penggoresan larutan yang dititrasi pada pasta kanji iodida atau kertas kanji-iodida akan terbentuk warna biru segera sebab warna biru juga terbentuk beberapa saat setelah dibiarkan di udara. Hal ini disebabkan karena oksidasi iodida oleh udara (O2). Indikator lain yang digunakan adalah tropeolin OO dan metilen biru (Ganjdar dan Rohman, 2010). Reaksi yang terjadi : 4KI+4 HCl+O2 → 2H2 O+2I2 +4KCl

35

I2 +kanji →kanji iod (biru) B. Pembuatan larutan indikator 1. Pembuatan kertas kanji-iodida Gerus 500 mg pati atau pati larut dengan 5 ml air, tambahkan sambil diaduk hingga 100 ml, didihkan selama beberapa menit, dinginkan dan saring. Encerkan dengan KI 0,4% b/v dengan volume yang sama, celupkan kertas yang tidak mengkilap dan biarkan mengering. 2. Pembuatan pasta kanji-iodida a. Panaskan 100 ml air dalam gelas piala 250 ml hingga mendidih, tambahkan larutan KI 750 mg dalam 5 ml air, tambahkan 2 gr ZnCl2 dalam 10 ml air, pada saat larutan mendidih tambahkan sambil diaduk, suspensi halus 5 gr kanji larut dalam 30 ml air dingin. Lanjutkan hingga mendidih selama 2 menit, kemudian dinginkan. b. Larutka 750 mg KI dalam 5 ml air, tambahkan air sampai 10 ml, didihkan, tambahkan sambil diaduk suspensi 5 mg pati dalam 35 ml air, didihkan selama 2 menit, dinginkan. Hamparkan pada lempeng porselen. 3. Pembuatan larutan baku natrium nitri 0,1 M Larutkan 6,900 gr NaNO2 yang telah ditimbang seksama dalam air hingga volume 1000 ml. 4. Pembakuan larutan natrium nitrit 0,1 M Timbang seksama lebih kurang 200 mg asam sulfanilat yang sebelumnya dikeringkan pada suhu 1200 C sampai bobot tetap, masukkan ke dalam gelas piala, tambahkan 0,2 g natrium bikarbonat dan sedikit air, aduk hingga larut. Encerkan dengan 100 ml air, tambahkan 5 ml asam klorida P, dinginkan hingga suhu tidak lebih dari 150 C. Titrasi pelan-pelan dengan larutan natrium nitrit 0,1 N hingga setetes larutan segera memberikan warna biru pada kertas kanji iodida. Titrasi

36

dianggap selesai jika titik akhir dapat ditunjukkan lagi setelah larutan dibiarkan selama 2 menit (Bodin, 1961). Tiap 1 ml larutan NaNO2 setara dengan 13,319 gr NH2-C6H4-SO3H Reaksi : HO3 S-C6 H4 -NH2 +NaNO2 +2HCl →HO3 S-C6 H4 -N2 Cl+NaCl+2H2 O Perhitungan : Normalitas NaNO2 =

mg asam sulfanilat ml NaNO2 x BM asam sulfanilat

5. Penggunaan 1. Penetapan kadar sulfanilamid Timbang seksama lebih kurang 500 mg sampel, larutkan dalam 75 ml air dan 5 ml asam klorida P, dinginka, titrasi dengan larutan baku NaNO2 0,1 M secara berlahan-lahan pada suhu tidak lebih dari 150 C, hingga 1 tetes larutan segera memberikan warna biru pada kertas kanji-iodida. Titrasi dianggap selesai jika titik akhir dapat ditunjukkan lagi setelah larutan dibiarkan selama 1 menit (Anonim, 1979). Tiap 1 ml NaNO2 0,1 M setara dengan 17,22 mg C6H8N2O2S. Reaksi : H2 N.SO2 .C6 H4 .NH2 +NaNO2 +2HCl →H2 N.SO2 .C6 H4 .N2 Cl+NaCl+2H2 O Perhitungan : Kadar sulfanilamid=

VNaNo2 x NNaNo2 x BE x 100% mg sampel

37

BAB VII IODO-IODIMETRI A. Pendahuluan Titrasi yang melibatkan iodium dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu titrasi langsung (iodimetri) dan tidak langsung (iodometri). Iodium merupakan oksidator yang relatif kuat dengan nilai potensial oksidasi sebesar +0,535 V. Pada saat reaksi oksidasi, idoium akan direduksi menjadi iodida sesuai dengan reaksi : I2 +2e⥨2I- E0 =0,535 V Metode titrasi ini dalam penggunaanya dikategorikan menjadi : 1. Iodimetri : merupakn titrasi langsung dengan larutan baku iodium terhadap senyawa dengan potensial reduksi lebih rendah. 2. Iodometri : merupakan titrasi tidak langsung yang diterapkan terhadap senyawa yang mempunyai potensial reduksi lebih tinggi. Iodium yang dibebaskan dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat. B. Pembuatan larutan indikator Larutan iodium sendiri dapat dijadikan sebagai indikator. Satu tetes larutan iodium 0,1 N dalam 100 ml air memberikan warna kuning pucat. Namun untuk menaikkan kepekaan titik akhir, biasa digunakan indikator kanji. Dalam konsentrasi iodida 4x10-4 M sudah memungkinkan iodium dalam konsentrasi 2x10-5 M yang akan memberikan warna biru yang nyata dari komplek antara kanji dan iodium. Penyusun utama dari kanji adalah amilosa dan amilopektin. Amilosa dengan iodium membentuk warna biru, sedangkan dengan amilopektin membentuk warna merah. Titik akhir titrasi juga dapat digunakan dengan menggunakan indikator karbontetraklorida (CCl4), akan memberikan warna ungu. Saat mencapai titik akhir titrasi, CCl4 menjadi jernih.

38

C. Pembuatan larutan Baku 1. Larutan baku iodium 0,1 N Larutkan 18,0 g KI yang telah ditimbang seksama dalam 30 ml air dalam mortir. Timbang seksama 12,69 g iodium dalam gelas arloji, tambah sedikit demi sedikit ke dalam larutan KI sambil digerus. Pindahkan ke dalam labu takar 100 ml tutup labu dan kocok sampai iodium larut. Diamkan larutan pada suhu kamar dan tambahkan air hingga volume 1000 ml. 2. Larutan baku natrium tiosulfat 0,1 N Timbang seksama 24,819 g Na2S2O3.5H2O dalam air secukupnya hingga larut. Pindahkan larutan ke dalam labu takar 1000 ml, tambah air hingga batas. D. Pembakuan larutan baku 1. Pembakuan larutan baku iodium 0,1 N Timbang seksama lebih kurang 150 mg arsentriklorida (As2O3), larutkan dalam 20 ml larutan NaOH 0,1 N panaskan jika perlu. Encerkan dengan 40 ml air, tambahkan 2 tetes jingga metil dan lanjutkan dengan penambahan HCl encer hingga warna kuning berubah menjadi jingga. Tambahkan 2 gr NaHCO3, 20 ml air dan 3 ml larutan kanji 0,5%. Titrasi dengan larutan baku iodium perlahan-lahan hingga timbul warna biru tetap. Tiap 1 ml larutan iodium 0,1 N setara dengan 4,916 mg As2O3. Reaksi : As2 O3 +6NaOH →2Na3 AsO3 +3H2 O Na3 AsO3 +I2 +2NaHCO3 →Na3 AsO4 +2NaI+2CO2 +H2 O Perhitungan : Karena 1 mol As2O3 setara dengan 2 mol natrium arsenit dan 1 mol natrium arsenit setara dengan 1 mol I2 maka 1 mol As2O3 setara dengan 2 mol I2 yang setara dengan 4 elektron sehingga valensi As2O3 adalah 4. Normalitas I2 =

mg As2 O3 x4 ml I2 x BM As2 O3

39

2. Pembakuan larutan baku natrium tiosulfat 0,1 N Pipet 25,0 ml larutan K2Cr2O7 0,1 N, masukkan ke dalam Erlenmeyer bertutup kaca, encerkan dengan 50 ml air. Tambahkan 2 g KI dan 5 ml HCl P, tutup, biarkan selama 10 menit. Encerkan dengan 100 ml air dan titrasi dengan idoium yang dibebaskan dengan larutan Na2S2O3 0,1 N menggunakan indikator kanji. Reaksi : 6I- +Cr2 O-7 +14H+ →3 I2 +2Cr+ +7H2 O 3I2 +6S2 O-3 →3S4 O-6 +6IPerhitungan : Normalitas Na-tiosulfat=

ml K2 Cr2 O7 x N K2 Cr2 O7 ml Na2 S2 O3

E. Penggunaan 1. Penetapan kadar Cu dalam CuSO4 (iodometri) Lebih kurang 2 g tembaga sulfat (CuSO4.5H2O; BM 249,685) ditimbang seksama, larutkan dalam air, pindahkan kedalam labu takar 100 ml secara kuantitatif dan tetapkan volumenya. Pipet 25,0 ml larutan, tambahkan 2 ml asam asetat dan 1,5 g KI. Titrasi iodium yang dibebaskan dengan larutan baku natrium tiosulfat 0,1 N menggunakan indikator kanji. Tiap 1 ml larutan Na2S2O3 0,1 N setara dengan 6,345 mg Cu atau 24,969 mg CuSO4.5H2O. Reaksi : 2CuSO4 .5H2 O+4KI →2CuI+I2 +2K2SO4 +10H2 O I2 +2Na2 S2 O3 →2NaI+Na2 S4 O6 Perhitungan : Kadar Cu=

V Na2 S2 O3 X N Na2 S2 O3 X BE x 100% mg sampel

40

2. Penetapan kadar vitamin C (iodimetri) Lebih kurang 400 mg vitamin C ditimbang seksama, larutkan dalam campuran yang terdiri dari 100 ml air bebas CO2 dan 25 ml H2SO4 encer. Titrasi dengan iodium 0,1 N menggunakan indiktaor kanji sehingga menghasilkan warna biru mantap selama 1 menit. Tiap 1 ml iodium 0,1 N setara dengan 8,806 mg C6H8O6. Reaksi :

Perhitungan : kadar vitamin C=

V I2 x N I2 x BE x 100% mg sampel

3. Penetapan kadar metampiron (iodimetri) Masukkan lebih kurang 400 mg sampel ditimbang seksama, larutkan dengan 50 ml air dan 5 ml HCl encer. Titrasi dengan iodium 0,1 N dan indikator larutan kanji hingga terbentuk warna biru yang mantap selama 1 menit. Tiap 1 ml iodium 0,1 N setara dengan 16,67 mg metampiron. Reaksi : NaSO3 -CH2 -N(CH)3 -C11 H11 N2 O+H2 O →NaHSO3 +CH3 -NH-C11 H11 N2 O+CH2 O

NaHSO3 +H2 O+I2 →NHSO4 +2HI I2 +kanji →biru Perhitungan : kadar metampiron=

ml I2 X N I2 X 16,67 x 100% mg sampel x 0,1

41

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Depkes RI, Jakarta 2. Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, Depkes RI, Jakarta 3. Bodin, J. I. et all, 1961, Pharmaceutical Analysis, Intersience Publisher, New York. 4. David G. Watson, 2005, Analisis Farmasi, Jakarta: EGC 5. Gandjar, I.G. dan Rohman, A., 2010. Kimia Farmasi Analisis. PUSTAKA PELAJAR, Yogyakarta. 6. G. Svehla, 1985, Vogel Analisis Anorganik Kualitatif, Edisi ke lima Bagian I, Jakarta: PT. Kalman Media Pustaka 7. G. Svehla, 1985, Vogel Analisis Anorganik Kualitatif, Edisi ke lima Bagian II, Jakarta: PT. Kalman Media Pustaka 8. Jenkins., G. L., et. al., 1957, Quantitative Pharmaceutical Chemistry, Fifth edition, Mc-Graw-Hill Book Company, Inc, New York.

42