Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
Potensi Isolat Bakteri dari Lingkungan Pelabuhan Pantai Nusantara (PPN) Karangantu, Serang, sebagai Starter Pendegradasi Rantai Hidrokarbon Potential Bacteri Isolate as Starter Chain Hydrocarbon Degrader From Nussantara Beach Port (PPN) Karangantu, Serang Karina Melias Astriandhita1 1 Mahasiswa Program S-2, Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran Universitas Padjadjaran Jl. Raya Bandung-Sumedang Km 21 Jatinangor, Bandung UBR 40600 Email :
[email protected]
Abstrak Peningkatan aktivitas transportasi kapal di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Karangantu, Banten dapat mempengaruhi tingkat pencemaran yang terjadi di perairan sekitarnya. Salah satu contoh adalah hidrokarbon yang dapat membahayakan lingkungan dan mahluk hidup. Oleh karena itu, rangkaian rantai hidrokarbon tersebut perlu didegradasi menjadi senyawa yang lebih sederhana. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh isolat bakteri dari perairan PPN Karangantu dan mengetahui kemampuan bakteri tersebut dalam mendegradasi rantai hidrokarbon. Isolasi dilakukan dengan metode gores dan dipilih isolat bakteri dominan dari Perairan PPN Karangantu. Pengujian biodegradasi dengan menggunakan media selektif, yaitu media minimal yang diperkaya solar dengan konsentrasi 0,1% dan 1%. Parameter yang diamati adalah morfologi gram, kurva tumbuh, jenis senyawa yang terdegradasi melalui uji semi kuantitatif dengan alat GCMS. Hasil penelitian diperoleh tiga isolat yang memiliki performa terbaik pada media minimal dan media selektif, yakni isolat bakteri K.PT.1.6, K.KK.2.8, dan K.PT.9.7. Isolat bakteri K.PT.1.6 memiliki kemampuan mendegradasi alkana terbaik, yaitu Tetradecane (C14H30) 80.94%, Heneicosane (C21H44) 88.36%, Heptadecane (C17H36) 71.89%, Pentadecane, 2,6,10,14-tetramethyl 60.29%, dan Tetracosane (C24H50) 75.37%). Dengan demikian, isolat bakteri K.PT.1.6 ini berpotensi untuk digunakan sebagai stater pendegradasi rantai hidrokarbon dalam pengelolaan lingkungan perairan. Kata Kunci : Bakteri, PPN Karangantu, pendegradasi, rantai hidrokarbon, solar
Pendahuluan Pencemaran lingkungan oleh senyawa hidrokarbon minyak terus mengalami peningkatan dan telah menimbulkan dampak yang berarti bagi kesehatan organisme hidup (Atlas, 1991). Limbah minyak bumi merupakan B3 (Bahan Beracun dan Berbahaya) yang secara langsung toksik serta menimbulkan bahaya potensial bagi manusia dan lingkungan. Sebenarnya, lingkungan memiliki kemampuan untuk mendegradasi
pencemar yang masuk ke dalamnya melalui proses biologis dan kimiawi namun seringkali beban pencemaran di lingkungan lebih besar dibandingkan dengan kecepatan proses degradasi zat pencemar tersebut secara alami. Akibatnya, zat pencemar akan terakumulasi sehingga dibutuhkan campur tangan manusia dengan teknologi yang ada untuk mengatasi pencemaran tersebut. (Nugroho, 2006). Hidrokarbon merupakan merupakan senyawa yang terdiri dari unsur karbon (C)
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
dan hidrogen (H) dan penyusun minyak yang digunakan sebagai bahan bakar, bahan pelarut, bahan baku tekstil, farmasi maupun industri yang dihasilkan dari proses penyulingan petroleum (Azman, 2005 dalam Nababan, 2008) Minyak mentah merupakan suatu campuran hidrokarbon yang kompleks dengan empat sampai dua puluh enam atau lebih atom karbon (Clark, 1986). Solar adalah salah satu komponen hidrokarbon minyak bumi yang digunakan untuk mesin diesel dengan karakter fisik lebih kental daripada minyak tanah. Minyak solar atau High Speed Diesel (HSD) memiliki angka performa cetane number 45 (Pertamina 2005 dalam Nababan, 2008) Komposisi minyak terdiri dari rangkaian rantai hidrokarbon, di dalam perairan laut dan berbahaya bagi kehidupan biota laut. Oleh karena itu, rangkaian rantai hidrokarbon tersebut perlu didegradasi menjadi senyawa yang lebih sederhana. Salah satu cara adalah dengan upaya bioremediasi yakni suatu proses yang memanfaatkan kemampuan katalitik organisme hidup, khususnya mikroorganisme, untuk memperbesar laju atau tingkat penghancuran polutan, sehingga pencemaran lingkungan dapat diperbaiki atau dihilangkan (Hajar, 2012) Bakteri merupakan organisme yang mempunyai penyebaran terluas di alam. Hal tersebut karena bakteri mampu hidup pada berbagai habitat dan mampu menguraikan senyawa-senyawa kompleks menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana untuk memperoleh zat-zat tertentu yang dibutuhkan dalam rangka mempertahankan hidupnya. (Hatmanti, 2000). Sebagaimana diketahui bahwa karakteristik oseanografi setiap wilayah di Indonesia berbeda-beda, Pelabuhan Pantai Nusantara Karangantu berada di Teluk Banten 15 km dari kota Serang. Pada masa mendatang transportasi laut merupakan primadona yang akan dikembangkan, dengan demikian sarana pelabuhan tempat kapal berlabuh perlu dikelola dengan baik. Peningkatan status dari Pelabuhan Perikanan
Pantai menjadi Pelabuhan Pantai Nusantara tentu pemerintah Provinsi Banten telah mempertimbangkan pelabuhan ini sebagai salah satu faktor infrastuktur pendukung untuk meningkatkan ekonomi masyarakat. Pesatnya laju pembangunan sarana pelabuhan, satu sisi dapat meningkatkan perekonomian namun disisi lain juga berpotensi terjadinya degradasi lingkungan perairan laut. Dalam upaya mengoptimalkan bioremediasi lingkungan perairan, pencarian strain lokal yang mempunyai kapasitas tinggi dalam mendegradasi bahan pencemar. Untuk mendapatkan bakteri yang mampu mendegradasi limbah dari pengolahan minyak bumi dapat dilakukan dengan cara mengisolasi dari tempat tercemar limbah. Kemudian dilakukan suatu kegiatan seleksi, karakterisasi dan identifikasi terhadap isolat bakteri, selanjutnya dilakukan optimalisasi dan penggandaan dari isolat yang didapat, sehingga nantinya dapat digunakan dalam proses bioremediasi (Lazuardi et al., 2011) Tujuan penelitian dilakukan untuk memperoleh isolat bakteri, kemampuan bakteri asal perairan Pelabuhan Pantai Nusantara (PPN) Karangantu terhadap degradasi rantai hidrokarbon menggunakan solar. Kerangka Pekerjaan Metode dalam penelitian ini menggunakan metode eksperimental skala laboratorium. Metode penentuan stasiun pengambilan sampel yang dilakukan ialah dengan metode purposive sampling dengan penentuan stasiun pengamatan dilakukan dengan memperhatikan berbagai pertimbangan dan kondisi daerah penelitian. Isolasi bakteri dilakukan dengan metode gores dan dipilih isolat bakteri dominan dari Perairan PPN Karangantu. Pengujian biodegradasi dengan menggunakan media selektif, yaitu media minimal yang diperkaya solar dengan konsentrasi 0,1% dan 1%. Parameter yang diamati adalah morfologi, gram, kurva tumbuh, jenis senyawa yang terdegradasi
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
melalui uji semi kuantitatif dengan alat GCMS.
pengamatan optical density kerapatan optic pada panjang gelombang 600 nm.
Metodologi
Kemampuan Tumbuh Isolat Bakteri pada Media Selektif 0,1% : Tahap kedua ialah menumbuhkan isolat bakteri pada media selektif dengan solar 0,1% (v/v) dan Tween 80 0,005% (v/v), dalam incubator shaker kecepatan 100 rpm 30°C hingga 120 jam dengan pengamatan optical density kerapatan optic pada panjang gelombang 600 nm.
1. Pengenceran Sampel dari PPN Karangantu Metode serial pengenceran berdasarkan Cappucino et al. 1987 dan perhitungan jumlah bakteri dilakukan dengan menggunakan metode Total Plate Count (Cappucino and Sherman 1987). Sampel ditumbuhkan dalam media agar selama 48 jam dengan suhu 300C yang dilarutkan dengan air laut dari sekitar Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu yang sebelumnya disaring menggunakan kertas saring dengan metode Pour Plate. Setelah 48 jam bakteri dilihat dan dihitung berdasar metode total plate count. 2. Pembuatan Inokulum Degradasi Inokulum untuk persiapan uji degradasi bakteri menggunakan media selektif. Media selektif dibuat dari media minimal yang ditambah 0,1% (v/v) solar dengan Tween 80 0,005% (v/v), dan disterilisasi. Isolat bakteri diinkubasi pada incubator shaker 30°C 100 rpm. Setelah masa inkubasi selesai, bakteri yang telah diadaptasi dipindahkan 1 ml pada media yang baru dengan komposisi solar 0,1% (v/v) dan 1% (v/v) kemudian diukur optical density awal sehingga ketika masuk perlakuan, nilainya sama. 3. Kemampuan Bakteri Pelabuhan Pantai Nusantara Karangantu Mendegradasi Rantai Hidrokarbon Kemampuan Tumbuh Isolat Bakteri pada Media minimal : Tahap pertama ialah membuat kontrol positif dan negatif. Bakteri yang tumbuh pada media minimal sebagai kontrol positif. Kontrol negative ialah merupakan media minimal tanpa isolat bakteri untuk mendeteksi apabila adanya kontaminan (Nasikhin et al. 2013). Sedangkan kontrol negative ialah media minimal tanpa adanya bakteri. Bakteri ditumbuhkan dalam incubator shaker selama 24 jam kecepatan 100 rpm 30°C dengan
Kemampuan Tumbuh Isolat Bakteri pada Media Selektif 1%: Tahap ketiga menumbuhkan isolat bakteri pada media selektif solar 1% (v/v) Tween 80 0,005% (v/v) dengan inkubasi 24 jam dengan pengamatan optical density kerapatan optic pada panjang gelombang 600 nm. 4. Perhitungan Kecepatan Pertumbuhan Isolat Bakteri Hasil Optical density isolat bakteri dihitung kecepatan pertumbuhan dengan menggunakan rumus : ݀ܰ ݀ܺ ܼ݀ = μܰ , = μܺ, = μܼ ݀ݐ ݀ݐ ݀ݐ N ialah jumlah sel/ml, X adalah massa sel/ml, Z adalah jumlah setiap komponen selular/ml, t adalah waktu, dan µ adalah konstanta kecepatan tumbuh (Roger et al, 1984 dalam Hamdiyah, 2000) 5. Analisis GCMS Perlakuan uji semi kuantitatif GCMS dengan mencari persentase penurunan yaitu, membandingkan luas area puncak kromatogram perlakuan yang telah dilakukan dengan media kontrol. Data yang diperoleh pada analisis dengan GCMS berupa berat molekul dan pola fragmentasi yang menunjukkan jenis senyawa, dan intensitas peak yang menunjukkan kadar. Similarity merupakan persentase kemiripan sampel dengan referensi database dan secara otomatis tercantum dalam referensi database spectra massa yang digunakan berdasarkan pola
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
fragmentasi yang dihasilkan. Adapun Metode GCMS yang dilakukan dengan spesifikasi GC column sebagai berikut: oven temperature 500C injection temperature 2500C mode splitless, carrier gas adalah helium primpress 500-900 dengan pressure 104 Kpa, total flow 178,8 mL/min column flow 1,76 mL/min total program time 26,33 min. Sedangkan spesifikasi MS pada GCMS QP2010 ialah ion source temperature 2000C interface 0 temperature 250 C solvent cut time 4.5 min. Hasil dan Diskusi
Gambar 1. Peta Wilayah Kabupaten Serang
Geologi Regional Teluk Banten adalah sebuah teluk di Provinsi Banten dekat ujung barat laut Jawa, Indonesia. Teluk Banten merupakan bagian dari laut Jawa dengan luas 150 km2 dengan beberapa pulau kecil di dalamnya. Pulau terbesar yang berpenghuni adalah pulau Panjang yang berada di sebelah barat mulut teluk dan Pulau Tunda yang terletak di sebelah timur ke arah ujung luar utara teluk Banten. Beberapa sungai yang bermuara di Teluk Banten diantaranya adalah Sungai Soge, Domas, Kasemen, Cikemayungan, Banten, Pelabuhan, Wadas, Baros, Ciujung, Anyar, Cilid, Kesuban, Baru, Serdang, Suban, Kedungingus dan Candi. Sungai terbesar adalah Ciujung dan Anyar (Ristin et al.,2012) Dilansir dari RIPDA Provinsi Banten 20132027 bahwa, morfologi wilayah Banten secara umum terbagi menjadi tiga kelompok yaitu morfologi dataran, perbukitan landaisedang (bergelombang rendah-sedang) dan perbukitan terjal. Morfologi dataran rendah
umumnya terdapat di daerah bagian utara dan sebagian selatan. Wilayah dataran merupakan wilayah yang mempunyai ketinggian kurang dari 50 mdpl sampai wilayah pantai yang mempunyai ketinggian 0-1 mdpl. Morfologi perbukitan landai-sedang (bergelombang rendah-sedang) terletak pada wilayah yang mempunyai ketinggian minimum 50 mdpl. Dataran rendah dimulai dari Teluk Banten membujur ke sebelah timur (termasuk zona Batavia) dan seluruhnya merupakan tanah endapan (sedimen kuarter) meliputi Kecamatan Pontang, Tirtayasa, Kasemen, dan Cikande. Di bagian utara Kota Cilegon terdapat wilayah puncak Gunung Gede yang memiliki ketingian maksimum 553 mdpl, sedangkan perbukitan di Kabupaten Serang terdapat wilayah Selatan Kecamatan Mancak dan Waringin Kurung dan di Kabupaten Pandeglang wilayah perbukitan berada di selatan. Di Kabupaten Lebak terdapat perbukitan di timur berbatasan dengan Bogor dan Sukabumi dengan karakteristik litologi ditempati oleh satuan litologi sedimen tua yang terintrusi oleh batuan beku dalam seperti batuan beku granit, granodiorit, diorit dan andesit. Biasanya pada daerah sekitar terobosaan batuan beku tersebut terjadi suatu proses remineralisasi yang mengandung nilai sangat ekonomis seperti cebakan biji timah dan tembaga. Kondisi Pelabuhan Perikanan Nusantara Karangantu PPP Karangantu mengalami perubahan fasilitas menjadi PPN Karangantu dengan tipe B dimana perbedaannya ialah lahan lebih luas, kapal – kapal perikanan lebih di atas 50100 GT, melayani kapal – kapal perikanan 50 unit per hari dengan jumlah ikan yang didaratkan 100 ton per hari. Adapun sepuluh stasiun yang diukur dari tempat pengambilan sampel air dapat dilihat pada Tabel 1. Peningkatan suhu menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi organisme dan selanjutnya mengakibatkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen.
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
(Effendi, 2003). Stasiun satu hingga enam suhu permukaan di pelabuhan memiliki selisih 0,1oC. Selain itu di stasiun tujuh hingga sepuluh mengalami variasi suhu pada permukaan air hal ini dikarenakan arus yang semakin tinggi mendekati laut. Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 didapat bahwa suhu baku mutu pelabuhan adalah alami dimana dalam kondisi normal suatu lingkungan, bervariasi setiap saat (siang, malam, dan musim) dan diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan <2oC dari suhu alami. Suhu air laut di Indonesia diperkirakan rata-rata 28oC (Maulana, 2010) pH pada antar stasiun berkisar 6.16 hingga 6.93. Semakin banyak garam-garam terlarut yang dapat terionisasi, semakin tinggi pula nilai DHL. Hal ini berkaitan dengan keadaan salinitas perairan wilayah Pelabuhan Perikanan
Nusantara Karangantu. salinitas stasiun satu hingga empat lebih rendah karena percampuran massa air sungai dan laut sehingga membuat kadar garam menurun.
Gambar 2. Peta Pengambilan Sampel PPN Karangantu
Tabel 1 Sebaran Lokasi Sampling STA SIU N
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
PARAMETER YANG DIUKUR NAMA STASIUN Dermaga Pemberhentian Kapal Dermaga Pemberhentian Kapal Dekat Pengisian Solar AKR Depan Syahbandar Depan Pabrik Es Tempat Pelelangan Ikan Muara Muara Muara Muara
SUHU
(0C)
PH
28.6 28.7 28.6 28.6 28.7 28.6 28 28.4 27.5 28.1
6.16 6.18 6.48 6.53 6.47 6.56 6.67 6.84 6.93 6.7
Isolasi Bakteri Asal Pelabuhan Pantai Nusantara Karangantu Isolasi bakteri diperoleh dari perairan Pelabuhan Pantai Nusantara Karangantu. Sampel diencerkan kemudian diinkubasi selama 48 jam pada Nutrien Agar. Kandungan nutrient yang dibutuhkan bakteri untuk tumbuh dengan media universal tersedia dalamnya. Kultivasi ke dalam media padat dengan teknik pengenceran dilakukan untuk memisahkan bakteri menjadi koloni-koloni tunggalnya.
DHL 28.4 31.4 39.7 44.8 46.8 47.1 53.8 54 53.6 53.6
SALINI TAS
TURBI DITAS
(0/00) 17.5 19.7 25.5 29.1 30.4 30.9 35.1 35.8 35.8 35.7
(NTU) 122 294 230 327 458 239 454 69 156 142
POSISI (LONGITUDE LATITUDE) 6° 2'10.59"S 106° 9'48.37"E 6° 2'5.90"S 106°9'48.69"E 6° 1'55.74"S 106° 9'49.02"E 6° 1'45.16"S 106° 9'49.97"E 6° 1'43.89"S 106° 9'49.45"E 6° 1'42.62"S 106° 9'50.26"E 6° 1'32.45"S 106° 9'53.59"E 6° 1'21.35"S 106°10'8.43"E 6° 1'20.87"S 106°10'4.36"E 6° 1'17.40"S 106° 9'57.88"E
Masing-masing isolat yang diperoleh dibedakan berdasarkan penampakan bentuk fisik koloni yang tumbuh pada media padat sehingga belum dapat dipastikan bahwa isolat yang diperoleh merupakan spesies yang berbeda atau sama (Puri, 2013). Isolat yang tampak berbeda dan dominan diambil sebanyak mungkin agar dapat mewakili proses seleksi bakteri pendegradasi rantai hidrokarbon. Setelah diinkubasi di dalam incubator dengan suhu 30°C selama 48 jam terlihat bahwa pada sampel air laut dari ke-10 stasiun titik pengambilan sampel bakteri tumbuh hanya sampai pada pengenceran 10-4. Pengenceran yang lebih tinggi, yaitu 10-5 10-6
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
dan 10-7 tidak ditumbuhi oleh bakteri. Sehingga pengamatan hanya dilakukan pada media yang ditumbuhi bakteri hingga 10-4 saja. Isolat bakteri merupakan hasil seleksi perhitungan bakteri dominan yang ditemukan pada perairan PPN Karangantu. H ini dilakukan karena dengan mendominasinya bakteri memiliki peran khusus pada lingkungannya (Oliver, 2012). Bakteri yang dominan dan digunakan sebagai isolat untuk seleksi kemampuan degradasi rantai hidrokarbon memiliki ciri sebagai berikut : Tabel 2 Morfologi Koloni Bakteri Asal PPN Karangantu Kode Tepian Ukuran Warna Bentuk Elevasi isolat Koloni (mm) K.PT.1.6 Putih irregular lobate 0,5-1 flat K.PT.9.7 Putih irregular lobate 1-3 flat K.KK.2.8 Krem circular undulate 1-2 convex Kuning Keterangan: K= Karangantu, 2 Huruf = Warna, Angka = Stasiun ke.., Angka = no. urut isolat
Pengamatan Morfologi Sel dan Pewarnaan Gram Pewarnaan Gram didasarkan pada sifat kimia dan fisik dinding sel bakteri. Dari pewarnaan bakteri didapat bahwa isolat bakteri gram positif. Isolat bentuk delapan isolat bakteri beragam didapat isolat bakteri K.PT.1.6 memiliki bentuk sel basil. Isolat K.KK.2.8 memiliki bentuk coccus, dan isolat bakteri K.PT.9.7 rod. Kurva Tumbuh Isolat Bakteri Asal PPN Karangantu Mikroba hidrokarbonoklastik merupakan mikroba yang mampu menggunakan sumber karbon dari senyawa hidrokarbon sebagai salah satu sumber nutrisi dan energi untuk metabolisme dan reproduksi selnya. Seperti yang telah diketahui bahwa pertumbuhan bakteri tidak dapat berlangsung terus menerus melainkan dibatasi oleh jumlah substrat, nutrient dan volume reactor. Penggunaan bakteri pendegradasi hidrokarbon pada lingkungan yang tercemar minyak akan lebih
efektif apabila bakteri tersebut berasal dari areal tercemar tersebut. (R.Rezvani, 2006). 1. Kemampuan Tumbuh Isolat Bakteri pada Media Minimal Isolat bakteri yang telah murni ditumbuhkan dalam media minimal dengan tujuan bakteri hanya memanfaatkan media sederhana. Mengacu pada Nashikin et al. 2013 komposisi media minimal terdiri dari yeast extract dan pepton saja. Pepton merupakan sumber nitrogen yang berupa nitrogen organik. Nitrogen ditemukan pada protein, enzim, komponen dinding sel dan asam nukleat dari mikroba. Metabolisme tidak akan terjadi tanpa adanya nitrogen. Yeast extract merupakan sumber karbon. Karbon merupakan elemen paling dasar untuk seluruh bentuk kehidupan dan karbon dibutuhkan dalam jumlah yang lebih besar dari pada elemen-elemen lain. Yeast extract berpengaruh sebagai karbon awal untuk memicu pertumbuhan bakteri, sehingga diharapkan bakteri dapat menggunakan hidrokarbon sebagai sumber C pada media minimal yang diperkaya solar. Profil pertumbuhan bakteri pengambilan sampel dihitung berdasarkan pendekatan nilai absorban pada panjang gelombang 600 nm. Meskipun diketahui bahwa nilai absorban dihasilkan dari serapan biomassa yang hidup dan mati, dari kurva yang diperoleh dapat diperkirakan jumlah biomassa yang hidup dalam media (Komarawidjaja, 2009). Nilai absorbansi cahaya/penghamburan cahaya dari suatu biakan dengan cara fotoelektris yaitu menghubungkan jumlah jasad renik hidup dengan ukuran-ukuran optik dalam suatu kurva standar sehingga kurva standar merupakan hasil pengukuran optik yang dapat diubah menjadi konsentrasi sel (Khodijah et al., 2006). Parameter kandidat isolat bakteri untuk seleksi degradasi ialah isolat yang memanfaatkan media minimal dengan waktu yang singkat sehingga ketika media minimal habis, solar sebagai tambahan hidrokarbon
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
2. Kemampuan Tumbuh Isolat Bakteri pada Media Selektif 0,1% solar Pertumbuhan bakteri dalam kurva tumbuh media minimal dibandingkan dengan kurva tumbuh bakteri pada media minimal yang diperkaya solar 0,1% yang digunakan untuk menyeleksi kemampuan degradasi hidrokarbon mengalami perubahan ditandai dengan kecepatan pertumbuhan yang berbeda. Pada kurva pertumbuhan dengan solar 1% dan 0,1% maupun media minimal setiap tahap seleksi isolat bakteri memiliki kemampuan untuk bertahan hidup. Namun kurva tumbuh bakteri pada media minimal tanpa diperkaya solar, cenderung lebih cepat mengalami fase stasioner dan tidak tumbuh dengan optimal. Keberadaan Tween 80 dalam media selektif bertujuan sebagai emulsikator dan karakterisasi utamanya ialah kemampuannya untuk membentuk agregat yang disebut misel. Bentuk agregat terjadi ketika mencapai Konsentrasi Misel Kritis (KMK). Emulsi yang stabil tersebut membantu bakteri memanfaatkan atom C dari minyak bumi yang dibutuhkan oleh bakteri (Siswanto, 2007). Dilihat dari pertumbuhan media minimal (tanpa diperkaya solar dan Tween 80), terlihat bahwa isolat mengalami fase lag, log, hingga stasioner dalam memanfaatkan pepton dan yeast extract hingga 48 jam. Menurut Srimariana (2000), bahwa waktu generasi bervariasi antara mikroorganisme
yaitu biasanya bakteri memerlukan satu sampai tiga jam untuk membelah diri tetapi ada juga yang hanya memerlukan 10 – 20 menit sedangkan mikroba yang lain memerlukan waktu 24 jam atau lebih. Dalam 48 jam isolat bakteri telah mengalami fase kematian ditandai dengan penurunan nilai absorbansi pada media selektif solar 0,1% Pertumbuhan bakteri terkait dengan metabolisme, pH, penggunaan karbon dan sumber energi, efisiensi degradasi substrat, sintesis protein, dan berbagai materi penyimpanan maupun pelepasan produk metabolisme dari dalam sel (Baily et al., 1986) Isolat bakteri yang tidak memiliki fase lag melainkan langsung menuju proses fase log ialah K.PT.1.6, isolat bakteri K.PT.9.7 dan K.KK.2.8. Namun memiliki fase stasioner hingga 48 jam kemudian kematian. Pada keadaan fase kematian yang tinggi, sel bakteri yang tidak dapat bertahan akan mengalami lisis. Tiga isolat pada Gambar 3 memiliki fase stasioner 8-48 jam yaitu kurva tumbuh isolat bakteri K.PT.1.6, isolat bakteri K.PT.9.7 dan K.KK.2.8 pada media selektif solar 0,1% dan Tween 80. 2 1.5
Absorbansi
akan dimanfaatkan dengan maksimal. Selain itu berdasarkan kecepatan pertumbuhan (µ) isolat bakteri yang dihitung pada waktu eksponensial. Kecepatan tumbuh (µ) isolat K.PT.1.6 0.7849, K.KK.2.8 0.479 dan K.PT.9.7 0.2756. Nilai kecepatan tumbuh menunjukan kemampuan bakteri untuk tumbuh aktif atau tidak dalam media, apabila positif isolat bakteri mampu tumbuh aktif dalam media. Nilai R merupakan besarnya hubungan antara kecepatan tumbuh dengan waktu (Hamdiyah, 2000). Nilai R isolat K.PT.9.7 yaitu 0.9927, isolat bakteri K.KK.2.8 0.9109 dan K.PT.1.6 0.6791.
K.PT.1.6 K.PT.9.7 K.KK.2.8
1
0.5 0 jam 0 jam 8 jam 12 jam 24 jam 48 jam 72 jam 96 Waktu
jam 120
Gambar 3. Tiga Kurva Tumbuh Isolat Bakteri pada Media Selektif 0,1%
Terdapat kemungkinan bahwa bakteri akan mendegradasi hidrokarbon pada saat fase stasionernya. Bakteri dengan cepat membentuk biomassa untuk mencapai fase stasionernya. Menurut penelitian pada saat fase stasioner, bakteri akan membentuk biosurfaktan yang dapat membantu dalam mendegradasi hidrokarbon (Fatimah, 2007 dalam Susanthi et al., 2009) Setelah fase stasioner kemudian diikuti penurunan karena
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
jumlah bakteri sudah tidak seimbang dengan ketersediaan nutrisi. Tiga isolat ini dibuat kurva pertumbuhannya dalam media selektif 1% dalam waktu 24 jam. Analisis GCMS dilakukan pula pada ketiga isolat media selektif 0,1 maupun 1%. 3. Kemampuan Tumbuh Isolat Bakteri pada Media Selektif 1% solar Isolat bakteri dalam mendegradasi hidrokarbon sebagai sumber energinya dengan keadaan yang sama seperti inkubasi media selektif solar 0,1% namun dengan komposisi solar 1% dan Tween 80 0,005% dalam 24 jam. Tiga isolat pada media selektif 0,1%, yang mengalami fase log dan stasioner diujikan pada media selektif 1%. Nilai kecepatan tumbuh (µ) pada Tabel 3 menunjukan kemampuan bakteri untuk tumbuh aktif atau tidak dalam media, apabila nilainya negatif terjadi kematian lebih kurang isolat bakteri yang dapat disebabkan lingkungan barunya pada fase log. Tabel 3. Kecepatan Tumbuh pada Media Selektif 0,1% Isolat K.PT.1.6 K.KK.2.8 K.PT.9.7
Kecepatan tumbuh (µ) 0. 5634 0.0735 0. 5244
R 0.8133 0.3265 0.6977
Tabel 4. Kecepatan Tumbuh pada Media Selektif 1% Isolat K.PT.1.6 K.KK.2.8 K.PT.9.7
Kecepatan tumbuh (µ) 0.0842 0.2777 0.1984
R 0.955 0.8297 0.5146
Tiga isolat yaitu K.PT.1.6, K.KK.2.8, dan K.PT.9.7 pada media minimal dan media selektif 0,1% memiliki peforma baik ditunjukan dengan nilai kecepatan tumbuh yang tinggi walaupun pada media selektif 1% hanya 0.0842-0.2777 pada fase log jam ke lima hingga sembilan. Tiga isolat bakteri yaitu, K.PT.1.6, K.KK.2.8, dan K.PT.9.7 yang dianalisis GCMS guna mengetahui komponen pengurangan luas area.
Pengujian Semi Kuantitatif Menggunakan GCMS Pengujian selanjutnya ialah dengan melihat pengurangan luas area yang terjadi pada pengujian kemampuan tumbuh. Dilakukan perhitungan luas area pada peak GCMS dengan mencocokan library dengan kandungan pada media selektif dan sampel. Seluruh hasil kromatogram dilakukan pembacaan tiga puluh peak dalam total waktu 26,33 menit. Penurunan luas area dihitung dengan membandingkan media selektif solar 0,1% dan 1%, terhadap hasil perlakuan yang telah dilakukan. Dari tiga puluh peak, hanya terdapat lima peak saja yang memiliki retention time sama (similar) antar media selektif dan tiga isolat bakteri hasil Kemampuan Tumbuh. Isolat bakteri K.PT.1.6 dalam waktu 24 jam pada media selektif 1% mampu menurunkan Tetradecane (C14H30) 80.94%, Heneicosane (C21H44) 88.36%, Heptadecane (C17H36) 71.89%, Pentadecane, 2,6,10,14-tetramethyl- 60.29%, Tetracosane (C24H50) 75.37%. Sedangkan pada media selektif 0,1% dalam waktu 120 jam Heptadecane (C17H36) 86.39%, Tetracosane (C24H50) 98.38%. Isolat bakteri K.PT.1.6 memiliki Gram positif. Isolat Gram positive lain dalam penelitian Zhuang et al. (2002) mampu mendegradasi naphthalene pada lingkungan laut. Pristan (2,6,10,14-tetrametil pentadekana) merupakan alkana rantai bercabang dan memiliki reaksi pemecahan β. Pada luas area senyawa Pristan, isolat bakteri K.PT.1.6 mampu menurunkan sebanyak 60,29% pada media selektif 0,1%. Isolat bakteri K.PT.1.6 mampu menurunkan luas area alkana rantai lurus dan bercabang. Isolat bakteri K.PT.9.7 memiliki kemampuan menurunkan luas area tetradecane sebanyak 20,75% pada media selektif 0.1%. Dalam penelitian Zam (2010) terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan tingkat degradasi senyawa hidrokarbon dari nC9 – nC32 yaitu optimasi pH 7,5 yang dapat meningkatkan aktivitas metabolisme sel dan kerja enzim yang berperan dalam degradasi
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
(monooksigenase dan dioksigenase), sehingga mendukung pertumbuhan kultur bakteri dan meningkatkan degradasi limbah minyak bumi. Nilai luas area kandungan setelah perlakuan dalam beberapa senyawa tidak dapat dihitung maupun tidak mengalami penurunan luas area. Berdasarkan Meier dkk dalam Hajar (2012), secara umum alkana merupakan senyawa yang lebih mudah didegradasi. Metabolisme awal dari degradasi n-alkana adalah dengan mempergunakan enzim hidroksilase (monooksidase) yang mengubah n-alkana menjadi 1-alkanol. N-heneicosane merupakan senyawa hidrokarbon yang memiliki rumus C21H44 yang termasuk alkana rantai lurus. Penurunan luas area hingga 58,36% diduga karena isolat bakteri K.KK.2.8 mampu mendegradasi alkana. Dari pengujian semi kuantitatif GCMS dapat dilihat bahwa ketiga isolat merupakan pendegradasi alkana. Dan isolat bakteri K.PT.1.6 memiliki penurunan luas area pada setiap senyawa media selektif sehingga dipilih sebagai isolat terbaik dalam mendegradasi rantai hidrokarbon pada solar. Material (MPMO)
Preservasi
Mikro-organisme
Material Preservasi Mikro-Organisme merupakan suatu sistem penyimpanan bakteri pengurai limbah cair kultur tablet. Cabentonit berperan sebagai media (cangkang) untuk mengisolasi bakteri. Mikroorganisme yang dikembangbiakkan adalah isolate bakteri K.PT.1.6. Penggunaan MPMO kultur tablet dapat memberikan kemudahan bagi pengguna mikroorganisme (bakteri), terutama pada pengolahan limbah cair metoda biologi. MPMO tersebut berpotensi sebagai starter dalam pendegradasi rantai hidro karbon. Kesimpulan Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian yang telah dilakukan ialah :
Tiga isolat bakteri asal PPN Karangantu yang memiliki performa terbaik pada media minimal dan media selektif yaitu
isolat bakteri K.PT.1.6, K.KK.2.8, dan K.PT.9.7. Isolat bakteri K.PT.1.6 memiliki kemampuan mendegradasi alkana terbaik yang ditunjukan dari penuruanan luas area (Tetradecane (C14H30) 80.94%, Heneicosane (C21H44) 88.36%, Heptadecane (C17H36) 71.89%, Pentadecane, 2,6,10,14-tetramethyl60.29%, Tetracosane (C24H50) 75.37%). MPMO K.PT.1.6 berpotensi sebagai starter pendegradasi rantai hidro karbon.
Pustaka Atlas RM. (1991) Microbial Hydrocarbon Degradation – Bioremidation of Oil Spil. J Chem Tech Biotechnol 52:149–156. Bailey, James E. and David F. Ollis. (1986) Biochemical Engineering Fundamentals, edisi 2, McGraw-Hill Book Co., Singapore Cappuccino, JG. & Sherman, N. (1987) Microbiology: A Laboratory Manual. The Benjamin/Cummings Publishing Company, Inc. California. Clark, R.B. (1986) Marine Pollution. Published by Clarendon Press ISBN 10: 019854183X ISBN 13: 9780198541837 Effendi, Hefni. (2003) Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius:Yogyakarta. ISBN 978-979-210613-8 Hajar, Dachniar. (2012) Isolasi, Identifikasi, dan Analisis Kemampuan Degradasi Hidrokarbon Bakteri Tanah Sampel B, Cilegon, Banten. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia; Depok.74 hlm. Hamdiyah, Siti. (2000) Isolasi dan Identifikasi Morfologi Bakteri Pendegradasi Minyak Bumi Serta Efektivitasnya Dalam Proses Bioremediasi. Skripsi. Tidak Dipublikasikan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor. 89 hlm.
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran
Hatmanti. A. (2000) Pengenalan Bacillus spp.. Balitbang Lingkungan Laut, Puslitbang Oseanologi-LIPI. 25(1): 31-41 Khodijah Siti, Tuasikal, Sugoro, Yusneti. (2006) Growth of Streptococcus agalactiae as Causative Bacteria of Subclinical Mastitis in Dairy Cattle. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Komarawidjaja, Wage. (2009) Karakteristik dan Pertumbuhan Konsorsium Mikroba Lokal dalam Media Mengandung Minyak Bumi. Peneliti di Pusat Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lazuardi, W., Wicaksono, A., and Utama, Femylia. (2011) Identifikasi Uji Biokimia Bakteri Bacillus sp. Sebagai Bakteri Petrofilik Pendegradasi Kontaminan Pada Proses Bioremediasi. Laporan Praktikum. Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, IPB, Bogor. Maulana (2010) Dampak El Nino dan La Nina Terhadap Indonesia. Program Studi Kelautan UNPAD Nababan Bungaria. (2008) Isolasi dan Uji Potensi Bakteri Pendegradasi Minyak Solar Dari Laut Belawan. Tesis. Program Studi Biologi, Universitas Sumatera Utara, Medan. 77 hlm. Nasikhin, R. dan Shovitri, M. (2013) Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Pendegradasi Solar dan Bensin dari Perairan Pelabuhan Gresik. Jurnal Sains dan Seni Pomits Vol. 2, No.2 FMIPA ITS Nugroho, A. (2006) Biodegradasi ‘Sludge’ Minyak Bumi Dalam Skala Mikrokosmos. Makara Teknologi. 10 (2): 82-89. Oliver, Frank. (2012) Marine Microbial Diversity and its role in Ecosystem Functiog and Environmental Change. Marine Microbial Diversity. Marine Board Working Group Puri, Elma Dahlia. (2013) Potensi Agarase Pada Isolat Bakteri Dari Gracilaria sp., Sargassum sp. dan Air Laut. Skripsi.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Program Studi Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran, Jatinangor. 153 hlm R. Rezvani. (2006) Analisis Penerapan Dissolved Air Flotation sebagai Metode Alternatif Penanganan Limbah Kapal pada Rancangan Port Reception Facility di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya. Surabaya: Tugas Akhir Jurusan teknik Sistem Perkapalan ITS Ristin,P., Susento, Novi., Agustin. (2012) Studi Isotop Oksigen-18 dan Deuteurium pada Air Laut di Teluk Banten Sembiring , dkk, (2012), Pelletisasi Bentonit Sebagai Preservasi Bakteri Pengurai Limbah Organik Cair. Prosiding Pemaparan Hasil Penelitian Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, ISBN 978979-8636-19-6, Bandung. Srimariana, Endang. (2000) Pengaruh Faktor Fisikokimia Terhadap Pembentukan Pigmen Oleh Bakteri Laut Mesophilobacter sp.Sekolah Pascasarjana IPB; Bogor Siswanto, Ruskam. (2007) Tween 80 sebagai Peningkat Kinerja Bakteri Pendegradasi Minyak Bumi. Skripsi. IPB Susanthi, D., Sudiana, Made., Sembiring L. (2009) Bakteri Laut Isolat Pulau Pari Pendegradasi Komponen Crude Oil. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta. Zam, Syukria I. (2010) Optimasi Konsentrasi Inokulum, Rasio C:N:P dan pH pada Proses Bioremediasi Limbah Pengilangan Minyak Bumi Menggunakan Kultur Campuran. El Hayah Vol.1, No.2 Zhuang, Thay, Mesnan. (2002) Importance of Gram-positive naphthalene-degrading bacteria in oil-contaminated tropical marine sediments. Letters in Applied Microbiology. Oklahoma. ______, RIPDA Provinsi Banten 2013-2027. bantenculturetourism.com. Diakses pada 14 April 2016 13:02
“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”