PRODUKSI DAN KARAKTERISASI α-AMILASE REKOMBINAN

Download dan diisolasi oleh Anselme Payen tahun 1833. α-Amilase ditemukan pada berbagai organisme, dari manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, sampai deng...

0 downloads 340 Views 593KB Size
2

Tinjauan Pustaka

2.1 Bioteknologi Enzim Enzim beperan sebagai biokatalisator yang diperlukan pada hampir setiap proses dalam sel. Enzim bekerja dengan mencarikan jalur reaksi baru yang memiliki energi aktivasi yang lebih rendah, sehingga dapat mempercepat laju reaksi. Sebagian besar laju reaksi enzimatik memiliki kecepatan jutaan kali lebih besar dibandingkan dengan reaksi yang tidak dikatalisis oleh enzim. Sifat-sifat enzim dapat dikembangkan untuk produksi komersial beberapa senyawa biokimia, obat-obatan, dan produk industri. Penggunaan enzim pada industri lebih disukai, karena reaksi enzim bersifat spesifik terhadap substrat tertentu saja dan secara umum enzim memiliki aktivitas katalitik yang tinggi. Enzim untuk keperluan industri dan aplikasi lain dipilih yang bersumber dari organisme yang bersifat aman (safe). Enzim dapat dimodifikasi melalui modelling enzim dan manipulasi gen untuk berbagai tujuan, seperti untuk meningkatkan stabilitas enzim terhadap pH tinggi dan terhadap suhu tinggi. Bioteknologi telah membuat industri tekstil berkembang lebih efisien, lebih ramah lingkungan, meningkatkan kualitas material tekstil seperti produksi serat biodegradabel baru. Amilase (α-amilase, ß-amilase, dan glukoamilase) merupakan salah satu kelompok enzim yang sangat penting dalam bioteknologi. Enzim ini memiliki berbagai aplikasi industri dan bioteknologi, meliputi industri konversi pati menjadi sirup gula, produksi siklodekstrin untuk industri farmasi, dan untuk formula deterjen [Tanaka and Hoshino, 1999]. Keuntungan penggunaan enzim dalam deterjen dari sudut pandang lingkungan adalah lebih hemat energi karena menggunakan suhu pencucian yang lebih rendah, dapat menggantikan atau mereduksi komponen-komponen lain yang berbahaya bagi lingkungan, lebih sedikit dampak negatifnya pada sistem pengolahan air dan kotoran, dan tidak berisiko negatif bagi habitat air [Rodriguez et al.,2006]. Teknik rekombinan DNA merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi enzim dan memperoleh enzim dengan karakteristik yang diinginkan, yang dikenal sebagai enzim/protein rekombinan. Beberapa faktor genetik yang mengontrol ekspresi enzim (protein) dapat dimanipulasi untuk meningkatkan efisiensi sekresi protein rekombinan, diantaranya adalah host mutation [Sakai et al., 1988], chaperone over expression [Shusta et al.,

1998], sinyal urutan nukleotida heterologous dan homologous [Sleep et al., 1990; Hitzeman et al., 1990], jenis promoter [Thomsen, 1983], dan vektor integrating [Smith et al., 1985]. Selain itu, faktor lingkungan seperti aerasi, suhu, pH, komposisi medium produksi juga memiliki peranan penting [Wong et al., 2002].

2.2 α-Amilase sebagai Enzim Pendegradasi Pati Pada awalnya α-amilase dinamakan diastase yang merupakan enzim pertama yang ditemukan dan diisolasi oleh Anselme Payen tahun 1833. α-Amilase ditemukan pada berbagai organisme, dari manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, sampai dengan mikroorganisme. Pada manusia, α–amilase diantaranya ditemukan dalam saliva, cairan pankreas, dan urin. α-Amilase atau α-1,4-glucan-4

glucanohydrolases,

EC

3.2.1.1

merupakan

keluarga

endo-amilase

(Glycosyl hydrolase 13 family) yang mengkatalisis reaksi hidrolisis ikatan glikosidik pada pati dan karbohidrat lain menghasilkan malto-oligosakarida dan glukosa dalam bentuk α-anomerik [Machius et al., 1998]. Kebanyakan α-amilase merupakan metaloenzim yang membutuhkan ion kalsium (Ca2+) untuk aktivitas, integritas, dan stabilitas strukturnya [Borbard et al., 2005]. Enzim ini mencakup sekitar 30% dari produksi enzim dunia [van der Maarel et al., 2002]. Keluarga α-amilase secara umum dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu enzim penghidrolisis pati dan pemodifikasi pati atau enzim transglikosilasi. Dalam industri pengolahan pati, hidrolisis secara enzimatik lebih disukai dari pada hidrolisis asam, karena memiliki berbagai keuntungan seperti bersifat lebih spesifik, menghasilkan produk yang lebih stabil secara umum, energi yang dibutuhkan lebih sedikit, dan tidak membutuhkan tahap netralisasi [Satyanarayana et al., 2005]. α-Amilase diteliti dan dikembangkan untuk mendapatkan sifat-sifat yang lebih baik, misalnya α-amilase yang dapat mendegradasi pati mentah. α-Amilase yang dapat mendegradasi pati mentah ini lebih efisien digunakan pada industri pengolahan pati, karena tidak memerlukan tahap pemanasan. [Burhan et al., 2003].

2.3 Aplikasi α-Amilase dalam Industri α-Amilase merupakan enzim pertama yang diproduksi secara komersial dan dipasarkan. Pasar global untuk enzim adalah sekitar $2 miliar pada tahun 2004, dan diperkirakan akan terjadi peningkatan jumlah per tahun dengan laju 3,3% [Sivaramakrishnan et al., 2006]. Pemanfaatan untuk sektor makanan dan minuman adalah sekitar 90% dari karbohidrase yang dihasilkan.

4

Penjualan tahunan α-amilase di pasar global sekitar $11 juta [Kilara et al., 2002]. Produksi α-amilase dunia dari Bacillus licheniformis dan Aspergillus sp. sekitar 300 ton enzim murni per tahun [Lee, 1996]. Berbagai aplikasi α-amilase dijelaskan sebagai berikut [Gupta et al., 2003]:

a.

Industri roti dan pengembang sebagai agen antistaling

Enzim ini digunakan dalam roti untuk meningkatkan volume roti, memberikan warna yang lebih baik, dan tekstur yang lebih lembut. Saat ini berbagai enzim seperti protease, lipase, xilanase, pululanase, pentosanase, selulase, glukosa oksidase, dan lipoksigenase digunakan pada industri roti untuk berbagai tujuan, tetapi tidak satu pun yang dapat menggantikan peran α-amilase. Penambahan α-amilase dalam tepung tidak hanya meningkatkan laju fermentasi dan mereduksi viskositas adonan, tetapi juga secara umum menambah gula dalam adonan yang dapat meningkatkan rasa, warna kulit, dan kualitas roti setelah dipanggang [van Dam and Hille, 1992]. Selama penyimpanan serat roti menjadi kering dan kaku, kulit roti kehilangan kegaringannya, dan tepung mengeras. Penambahan α-amilase pada adonan roti dapat memperlambat proses staling roti [de Stefanis and Turner, 1981].

b.

Likuifaksi dan sakarifikasi pati

Pasar utama α-amilase adalah untuk produksi hidrolisat pati seperti glukosa dan fruktosa. Pati dikonversi menjadi sirup fruktosa jagung yang bersifat manis dan dapat digunakan sebagai pemanis pada industri minuman seperti untuk soft drink. Proses ini memerlukan α-amilase yang sangat termostabil untuk proses liquefaksi pati yang suhunya mencapai 110°C.

c.

Desizing tekstil

Proses produksi modern untuk tekstil membutuhkan kekerasan benang selama proses weaving. Benang harus dicegah agar tidak patah, sehingga dibutuhkan pelapisan dengan pati. Penggunaan pati didasarkan karena pati lebih murah, jumlahnya banyak, dan mudah dilepaskan kembali dari benang. α-Amilase dibutuhkan untuk melepaskan pati dari serat kain tanpa merusaknya [Hendriksen et al., 1999].

5

d.

Industri kertas

Pada produksi kertas α-amilase digunakan untuk menurunkan viskositas pati yang terlalu tinggi sebagai pelapis kertas [Bruinenberg, 1996]. Lapisan pati meningkatkan kekakuan dan kekuatan kertas, sehingga dapat melindungi kertas dari kerusakan mekanik selama proses pembuatannya. Suhu saat proses pelapisan pati ini sekitar 45-60°C. Viskositas pati alami terlalu tinggi untuk pelapisan ini, maka perlu ditambahkan α-amilase untuk menghidrolisis sebagian pati.

e.

Pembuatan deterjen

Keuntungan penggunaan enzim pada deterjen adalah karena lebih lembut dari pada deterjen bebas enzim, lebih ramah lingkungan, dan menurunkan suhu pencucian. α-Amilase telah digunakan pada deterjen bubuk sejak tahun 1975, dan sekarang 90% deterjen cair mengandung enzim ini. Kebanyakan α-amilase sensitif terhadap oksidan yang umumnya merupakan komponen utama deterjen. Kestabilan enzim ini melawan oksidan dapat diperoleh dengan menambahkan enzim lain seperti protease.

f.

Analisis medis dan klinikal kimia

Beberapa proses medis dan klinis melibatkan α-amilase, misalnya penggunaan enzim ini sebagai reagen cair stabil untuk sistem klinikal kimia Ciba Corning Express [Becks et al., 1995]. Proses deteksi oligosakarida yang melibatkan α-amilase juga telah dikembangkan [Giri et al., 1990]. Metode ini dinyatakan lebih efisien dari pada tes nitrat-perak. Biosensor dengan transducer electrolyte isolator semiconductor capacitor (EIS-CAP) untuk proses pengawasan juga telah dikembangkan [Menzel et al., 1998].

2.4 Mekanisme Katalitik α-Amilase Karakteristik enzim dari keluarga α-amilase adalah dapat bekerja dengan menjaga mekanisme dalam konformasi α, tetapi enzim-enzim ini memiliki spesifisitas substrat dan produk yang sangat luas. Perbedaan ini disebabkan oleh penyerangan domain yang berbeda terhadap inti katalitik atau terhadap subsite pengikatan gula pada sisi katalitik [van der Maarel et al., 2002]. Kelompok α-amilase terdiri dari enzim-enzim yang memiliki sifat-sifat berikut ini, yaitu pertama dapat bekerja pada ikatan α-glikosidik dan menghidrolisis ikatan ini menghasilkan α-anomerik mono atau oligosakarida, membentuk ikatan glikosidik α-1,4 atau 1,6 (transglikosilasi), atau

6

kombinasi dari kedua aktivitas ini. Sifat kedua, memiliki struktur (β/α)8 atau TIM barrel yang mengandung residu sisi katalitik. Sifat ketiga, memiliki empat daerah lestari dalam urutan nukleotida utamanya yang mengandung asam amino yang penting untuk stabilitas topologi TIM barrel [Kuriki and Imanaka, 1999]. Ikatan glikosidik sangat stabil dan memiliki laju hidrolisis spontan sekitar 2x10-15 s-1 pada suhu ruang [Wolfenden et al., 1998]. Mekanisme katalitik keluarga α-amilase yang secara umum lebih diterima adalah perpindahan ganda α-retaining. Mekanisme ini melibatkan dua residu katalitik pada sisi aktif, yaitu asam glutamat sebagai katalis asam/basa dan aspartat sebagai nukleofil (Gambar 2.1). Mekanisme ini terdiri dari lima tahap, pertama setelah substrat terikat pada sisi aktif, asam glutamat mendonorkan satu proton ke oksigen pada ikatan glikosidik, yaitu oksigen antara dua molekul glukosa pada subsite -1 dan +1 dan nukleofil aspartat menyerang atom C1 dari glukosa pada subsite -1. Tahap kedua, keadaan transisi ion-like oksokarbonium terbentuk dengan pembentukkan intermediet kovalen. Tahap ketiga, molekul glukosa pada subsite +1 terprotonasi meninggalkan sisi aktif ketika molekul air atau molekul glukosa baru berpindah ke sisi aktif dan menyerang ikatan kovalen antara molekul glukosa pada subsite -1 dan aspartat. Tahap keempat, keadaan transisi ion-like oksokarbonium terbentuk kembali. Lalu pada tahap terakhir, glutamat katalis basa menerima satu atom hidrogen dari air atau dari molekul glukosa yang baru masuk ke subsite +1, oksigen dari air atau dari molekul glukosa yang baru masuk ke subsite +1 menggantikan ikatan oksokarbonium antara molekul glukosa pada subsite 1, dan aspartat membentuk gugus hidroksil baru pada posisi C1 glukosa pada subsite -1 atau pada ikatan glikosidik baru antara subsite -1 dan +1 (transglikosilasi) [van der Maarel et al., 2002].

Gambar 2.1 Mekanisme perpindahan ganda dan pembentukan intermediet kovalen.

2.5 Pati Pati merupakan komponen utama sebagian besar makanan pokok yang dikonsumsi oleh populasi dunia. Selain sebagai sumber makanan, pati juga diproses untuk menghasilkan berbagai produk

7

seperti hidrolisat pati, sirup glukosa, fruktosa, derivative maltodekstrin, dan siklodektrin. Walaupun sejumlah besar tanaman dapat menghasilkan pati, tetapi hanya pati dari beberapa tanaman saja yang dapat digunakan dalam industri. Sumber industri pati yang utama adalah maizena, tapioka, kentang, dan terigu [DeBaere, 1999]. Sumber-sumber pati diantaranya adalah beras (Oryza sativa), jagung (Zea mays), kentang (Solanum tuberosum), ketela (Manihot esculenta), sagu (Metroxylon sp.), dan gandum (Triticum vulgare). Di industri, pati digunakan di pabrik adhesif, kertas, tekstil, dan sebagai cetakan pada pabrik wine gum dan jelly bean. Pati berbentuk tepung putih dan sesuai dengan sumbernya pati dapat berasa atau berbau. Pati merupakan kompleks campuran dari glukan, yang dapat digambarkan sebagai polimer kondensasi molekul glukosa yang dihubungkan oleh ikatan asetal. Pati memiliki dua komponen utama (Gambar 2.2), yaitu struktur linear atau glukan α-D-1,4 yang disebut amilosa dan struktur bercabang glukan α-D-1,4 yang memiliki ikatan α-D-1,6 pada titik percabangan, struktur ini dikenal dengan istilah amilopektin [Swanson et al., 1993]. Amilopektin ditemukan dalam jumlah yang lebih besar dari pada amilosa. Perbandingan struktur amilosa linear dengan amilopektin pada pati adalah sekitar 30:70 atau 20:80. Amilopektin larut dalam air, sedangkan amilosa dan butiran pati sendiri tidak larut dalam air dingin. Sifat ini membuat relatif mudah mengekstrak pati dari sumbernya. Ketika pati dan air dipanaskan, butiran pati membesar hingga dicapai titik ketika pembesaran butiran ini irreversibel. Tahap pembesaran ini disebut gelatinisasi, selama proses ini amilosa terlepas (leaching) dari butiran dan menyebabkan naiknya viskositas larutan. Kenaikan suhu selanjutnya akan merusak butiran menghasilkan dispersi koloid yang sangat kental [van der Maarel et al., 2002].

8

Gambar 2.2 Struktur amilosa dan amilopektin molekul pati.

2.6 Saccharomyces cerevisiae sebagai Vektor Rekayasa Metabolisme Saccharomyces cerevisiae merupakan spesies ragi yang paling penting dan paling banyak digunakan sejak dahulu sebagai pengembang roti. Ragi merupakan organisme eukariotik yang sering dipelajari pada biologi molekular dan selular. Sebagai eukariot, S. cerevisiae memiliki struktur internal sel yang kompleks. Genom ragi ini terdiri dari sekitar 1,3x107 pasang basa (pb) dan 6.275 gen, walaupun hanya sekitar 5.800 gen yang diketahui memiliki fungsi. Ragi ini hanya dapat menfermentasi glukosa, sukrosa, fruktosa, maltosa, dan maltotriosa. Gula yang lebih besar dan pati tidak dapat difermentasi oleh ragi ini, perlu dihidrolisis terlebih dahulu misalnya dengan enzim atau pemanasan. S. cerevisiae telah digunakan untuk memproduksi makanan dan minuman beralkohol, dan saat ini ragi ini juga digunakan dalam sejumlah proses pada industri farmasi. Organisme ini bersifat non-patogenik dan diklasifikasikan sebagai organisme generally regarded as safe (GRAS). Berkembangnya proses fermentasi dan proses teknologi untuk skala industri menggunakan S. cerevisiae, membuat organisme ini menarik untuk dikembangkan [Ostergaard et al., 2000]. Alasan lain penggunaan organisme ini dalam lahan bioteknologi adalah kerentanannya terhadap

9

modifikasi genetik dengan teknologi rekombinan DNA yang telah difasilitasi dengan tersedianya urutan nukleotida yang lengkap dari S. cerevisiae [Goffeau et al.,1996]. Melalui pengetahuan tentang sifat fisiologis S. cerevisiae dan kemampuannya untuk mengekspresikan gen asing dalam kerja sama dengan sistem pengeluaran, membuat ragi ini menarik sebagai organime tempat produksi protein-protein tertentu temasuk enzim. Sejumlah protein yang berfungsi untuk tujuan diagnosis, agen terapi untuk manusia, dan vaksin telah berhasil diproduksi oleh S. cerevisiae [Glick and Pasternak, 1998]. Interferon manusia merupakan protein rekombinan pertama yang dihasilkan S. cerevisiae pada tahun 1981 [Hitzeman et al.,1981]. Pada tahun berikutnya antigen permukaan Hepatitis B dihasilkan dari ragi ini dan merupakan vaksin hasil rekayasa genetik pertama [Valenzuela et al., 1982]. Produksi peptida hormon insulin oleh S. cerevisiae mencukupi hampir setengah dari kebutuhan insulin yang dibutuhkan oleh 154 juta penderita diabetes di dunia (http://www.who.int/ncd/dia_est.htm). Perkembangan selanjutnya adalah sekresi insulin dari S. cerevisiae yang ditingkatkan dengan rekayasa protein pada urutan nukleotida utamanya (leader sequences). Perkembangan ini selain meningkatkan produksi insulin juga membuat S. cerevisiae potensial sebagai organisme vektor untuk produksi protein heterolog lain [Ostergaard et al., 2000].

2.7 α-Amilase Termostabil Bacillus licheniformis α-Amilase termostabil dari B. licheniformis (BLA) merupakan enzim pendegradasi pati yang telah banyak dikembangkan di laboratorium penelitian dan industri. Walaupun dihasilkan oleh bakteri tanah, tetapi enzim amilolitik ini sangat termostabil dan telah banyak digunakan dalam proses-proses bioteknologi, seperti pada liquefaksi pati pada suhu sekitar 110°C. Sifat termal α-amilase BLA telah lama diteliti, diantaranya tentang subtitusi asam amino yang secara signifikan meningkatkan atau menurunkan termostabilitasnya. Termostabilitas dari α-amilase BLA alami dapat ditingkatkan dan dimodulasi pada rentang suhu 50°C melalui mutasi pada beberapa titik. Substituen penstabil BLA telah ditemukan dan masih besar kemungkinan untuk terus diidentifikasi lebih lanjut [Decklerck et al., 2003]. Mutasi asam amino yang mengandung rantai samping amida, seperti beberapa residu Asn/Gln dapat meningkatkan stabilitas enzim [Declerck et al., 2000]. Inaktivasi BLA pada suhu tinggi disebabkan oleh proses deaminasi, dan diusulkan bahwa penggantian beberapa rantai samping Asn atau Gln labil mempengaruhi termostabilisasi [Tomazic and Klibanov, 1988]. Berdasarkan analisis mutasi disarankan bahwa penentuan termostabilitas BLA lebih terlokasi pada daerah protein sekitar domain B dan bagian pusat domain A [Declecrk et al., 1997].

10

Jumlah α-amilase yang dihasilkan oleh B. licheniformis dipengaruhi oleh sumber karbon yang digunakan dalam pertumbuhannya. Jika glukosa terdapat dalam jumlah yang banyak, maka α-amilase direpresikan. α-Amilase dihasilkan dalam jumlah tinggi ketika digunakan sitrat atau glutamat sebagai sumber karbon. Kondisi pertumbuhan B. licheniformis dalam menghasilkan α-amilase dipengaruhi peningkatan transkripsi dari promoter α-amilase. Sel menggunakan glutamat sebagai sumber karbon yang menginisiasi sejumlah transkripsi α-amilase (Gambar 2.3), konsisten dengan ekspresi yang kuat dari gen α-amilase. Regulasi α-amilase berlangsung pada level transkripsi. Terdapat sisi terminasi transkripsi promoter α-amilase pada -65 (Gambar 2.3), pada lokasi yang diikuti suatu pengulangan terbalik dan suatu poli(T), jenis sisi terminasi prokariotik.

Gambar 2.3 Analisis S1 yang relatif terhadap α-amilase dan upstream RNAs. Karena α-amilase dari B. licheniformis ini tidak dikendalikan oleh penginduksi yang spesifik, kemungkinan diregulasi pada level molekular dengan mekanisme yang lebih umum yang mengontrol ekpresi gen katabolit repressable yang lain, seperti gen pengkode glutamat dehidrogenase [Rothstein et al., 1986]. α-Amilase dari B. licheniformis merupakan protein yang tahan panas dengan suhu optimum sekitar 93°C [Morgan and Priest, 1981]. Dari penelitian lain diketahui bahwa α-amilase dari B. licheniformis 44MB82-A memiliki suhu optimum sekitar 90°C, dengan berat molekul 58 kDa dan pH optimum 6 dan 6.5 [Ivanova et al., 1993].

2.8 Struktur α-Amilase B. licheniformis B. licheniformis merupakan bakteri mesofilik, tetapi dapat menghasilkan α-amilase BLA yang sangat termostabil dari pada enzim yang sama yang dihasilkan oleh organisme termofilik seperti B. stearothermophilus. BLA digunakan pada industri alkohol, gula, dan makanan yang

11

berbasiskan hidrolisis pati [Kandra and Mol, 2003]. Struktur kristal BLA telah ditentukan oleh Machius dkk [Machius et al., 1998]. Struktur umum BLA dapat dilihat pada Gambar 2.4, yang dibedakan oleh tiga domain dengan yang secara keseluruhan topologi ini mirip dengan struktur α-amilase yang telah diketahui dan enzim amilolitik yang terkait. Domain N-terminal pusat (domain A) ditunjukkan oleh warna merah adalah suatu TIM barrel (α/β)8 yang merupakan domain yang paling lestari dari α-amilase. Sisi C-terminal barrel mengandung sisi aktif dan sisi pengikatan ion kalsium yang lestari.

Gambar 2.4 Struktur tersier α-amilase B. licheniformis (BLA). Domain C-terminal (domain C) mengandung motif kunci Greek ditunjukkan oleh warna hijau, yang secara umum juga daerah lestari pada enzim amilolitik kecuali pada α-amilase barley yang secara signifikan lebih kecil. Domain ketiga yaitu domain B yang ditunjukkan oleh warna biru dikenal sebagai prostusion dari domain A. Domain ini merupakan domain yang paling tidak mirip pada α-amilase. Pada BLA domain B dibedakan menjadi dua untai pusat yang panjang yang saling melingkar dalam bentuk double heliks [Nazmi et al., 2006].

2.9 Stabilitas Termal α-Amilase B. licheniformis Beberapa struktur α-amilase B. licheniformis (BLA) telah ditentukan dengan kristalografi, termasuk bentuk bebas kalsium dari wild-type [Machius et al., 1995 and Hwang et al., 1997], dengan ligan kalsium mutan 190F-264S-265Y [Machius et al., 1998], dan mutan hipertermostabil 133V-190F-209ª-264S-265Y dengan kehadiran ion kalsium [Machius et al.,

12

2003]. Mutasi-mutasi yang berpengaruh pada termostabilitas BLA terkelompok pada domain B dan pada antar mukanya dengan domain A. Daerah ini mengandung sisi pengikatan substrat, dan tidak ada rantai samping yang termutasi dalam kontak langsung dengan residu termutasi lain atau dengan ion logam. Kecuali untuk Asp204 dan Lys237 yang membentuk jembatan garam dan merupakan bagian dari cage ligan logam (Gambar 2.5).

Gambar 2.5 Struktur BLA dengan kompleks ion logam dan dekasakarida. Gugus dekasakarida ditunjukkan oleh warna biru, dan domain B residu 101-205 ditunjukkan oleh warna hijau. Berdasarkan pemodelan protein dan penentuan struktur kristal mutan 5-fold, diusulkan bahwa peningkatan kestabilan dihasilkan oleh stabilisasi pada β-sheet posisi 133. Peningkatan hidrofobik pada permukaan lekukan posisi 190 dan 265, dan penghilangan residu deaminasi pada posisi 190, 264 dan 265 [Declerck et al., 1995, 1997; Machius et al., 1998, 2003].

13