2 BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA PADA BAB INI AKAN DIBAHAS

Download radikal hidroksil membentuk radikal lipid peroksida. Oksigen berlebihan saat ... influks kalsium, dan pengubahan aktivitas enzim. 1.1.3.c L...

0 downloads 443 Views 159KB Size
BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas pengertian, jenis, sumber, dan penyakit akibat radikal bebas, pengertian , penggolongan, dan mekanisme antioksidan, serta tinjauan botani tanaman.

1.1 Radikal Bebas Radikal bebas adalah suatu molekul atau ion yang mengandung satu elektron yang tidak berpasangan. Senyawa ini merupakan zat antara yang berusia pendek, sangat reaktif dan berenergi tinggi, sehingga memiliki kecenderungan menarik elektron dari molekul lainnya dan memicu reaksi berantai (Evans, 1991; Kardinaal, 1994). Radikal bebas dihasilkan dari pemutusan ikatan kovalen secara homolitik dimana terbentuk dua fragmen yang memiliki elektron tak berpasangan dan bersifat radikal (Frei, 1994). Radikal bebas dapat bersifat anionik, kationik, atau netral (Punchard, 1996). Fungsi radikal bebas diantaranya membunuh bakteri intraseluler. Bila terdapat radikal bebas dalam tubuh secara berlebih maka akan terjadi perampasan elektron atom komponen struktural maupun fungsional sel kemudian terjadi reaksi berantai (Niwa, 1997).

1.1.1

Jenis-jenis Radikal Bebas

Radikal bebas terdiri dari Reactive Oxigen Species (ROS), Radical Nitrogen Species (RNS), dan radikal lainnya. ROS mencakup Oxygen Free Radicals (OFRs) atau radikal oksigen seperti anion superoksida (O2•-), radikal hidroksil (OH•), radikal peroksil (ROO•), hidrogen peroksida (H2O2), dan oksigen singlet (1O2). Oksigen (O2) mutlak diperlukan oleh manusia untuk proses metabolisme. Tahap-tahap penambahan elektron tunggal dalam reduksi oksigen menghasilkan spektrum intermediat khas yang lebih reaktif, yaitu radikal oksigen. Radikal oksigen berpotensi toksik terhadap sel, menyebabkan peroksidasi lipid, perubahan pada sequens basa asam nukleat sehingga dapat bermutasi dan menyebabkan kanker (Punchard, 1996). Radikal oksigen memiliki potensial aksi yang kuat dan lama aksi yang pendek (Niwa, 1997).

2

3 Reactive Nitrogen Species (RNS) atau radikal nitrogen mencakup nitri oksida (NO•), peroksinitrit (-OONO), dan peroksinitrat (-OONO2). Radikal nitrogen yang paling reaktif adalah peroksinitrit. Ada juga radikal lain misalnya radikal thiil (RS•) (Punchard, 1996). Radikal hidroksil merupakan radikal bebas paling reaktif. Radikal hidroksil dapat dihasilkan dari reduksi superoksida menjadi hidrogen peroksida yang dikatalisis dengan besi (II) melalui reaksi Fenton (Frei, 1994; Perkins, 1994).

1.1.2

Sumber Radikal Bebas

Sumber radikal dapat dibedakan secara fisika misalnya sinar UV, radiasi terionisasi dan secara kimia misalnya dari reaksi reduksi oksidasi. Selain itu radikal bebas dapat berasal baik dari dalam tubuh (endogen) maupun luar tubuh (eksogen). 1.1.2.a Berasal dari dalam tubuh (endogen) Senyawa radikal dapat berasal dari proses biologis normal namun bisa terdapat dalam jumlah berlebihan. Radikal dari sistem biologi terlibat dalam penggunaannya dalam metabolisme asam arakhidonat melalui biosintesis eikosanoid, sebagai senyawa antara dan atau produk dalam reaksi yang dikatalisis enzim, misalnya pada rantai transpor elektron di mitokondria, dan bagian dari respon jaringan dalam melawan mikroorganisme. Selain itu juga dapat berasal dari faktor NO dan iskemia reperfusi yang melibatkan metabolisme xantin oleh xantin oksidase (Niwa, 1994; Punchard, 1996; Evans, 1991). 1.1.2.b Berasal dari luar tubuh (eksogen) Senyawa radikal yang berasal dari lingkungan misalnya radiasi, asap rokok, senyawa pencemar lingkungan, makanan olahan, olahraga yang berlebihan, dan obat-obatan. Konsumsi lemak yang berlebihan khususnya lemak tak jenuh sangat berpotensi menimbulkan radikal bebas. Lemak tak jenuh mudah sekali dioksidasi atau terserang radikal hidroksil membentuk radikal lipid peroksida. Oksigen berlebihan saat beraktivitas masuk lewat pernafasan lalu menyebabkan reaksi yang kompleks dalam tubuh dan menghasilkan produk-produk sampingan berupa radikal bebas atau muncul dalam metabolisme normal lipid.

4 Adanya asap rokok, pembakaran yang tidak sempurna dari kendaraan bermotor, bahan pencemar, radiasi matahari, dan radiasi kosmis juga menyebabkan terbentuknya radikal bebas dan menimbulkan rangkaian reaksi oksidasi. Zat kimia yang memproduksi oksigen radikal dalam inti sel yaitu insektisida, senyawa klorida seperti trihalomethan (dioksin), senyawa nitrogen oksida, PCB, metil merkuri, senyawa-senyawa Mn2+ dan Cd2+, senyawa bakterisidal seperti fenilhidrazid (obat TBC), kloramfenikol, dan obat antikanker seperti bleomycin dan antrasiklin. Sinar UV yang bisa berasal dari perusakan lapisan ozon oleh gas CFC bisa mengeluarkan radikal oksigen. Radiasi lain misalnya sinar X juga dapat mematikan sel dengan merusak membran sel dan menyebabkan peradangan intraselular hingga sel menjadi lisis, merusak ikatan pasangan basa secara tidak langsung, sehingga terjadi gangguan proses replikasi atau transkripsi DNA yang berakibat pada penyakit kanker (Niwa, 1997). Sel yang rentan terhadap radiasi diantaranya sel epitel pada saluran pencernaan, sel integumen (kulit dan rambut), dan sel pada sumsum tulang untuk pembentukan darah. Manifestasi klinik dari radiasi adalah inflamasi kulit, muntah, pusing akibat gangguan gastrointestinal, anemia, dan kanker.

1.1.3

Target Kerusakan oleh Radikal Bebas

Berikut 3 (tiga) macam target kerusakan oleh radikal bebas. 1.1.3.a DNA dan RNA Radikal bebas dapat memutus cincin deoksiribosa, menyebabkan kerusakan basa, terjadi mutasi, kesalahan translasi, dan menghambat sintesis protein. 1.1.3.b Protein Pada protein yang terserang radikal bebas dapat terjadi agregasi dan crosslinking, fragmentasi, modifikasi gugus thiol, menyebabkan pengubahan transpor ion, peningkatan influks kalsium, dan pengubahan aktivitas enzim. 1.1.3.c Lipid Radikal bebas dapat mengakibatkan lipid kehilangan ketidakjenuhan, membentuk metabolit reaktif yang mengubah fluiditas, permeabilitas membran, dan mempengaruhi

5 enzim yang terikat membran. Lipid tak jenuh merupakan target yang paling rentan karena mengandung banyak ikatan rangkap (Evans, 1991).

1.2 Peroksidasi Lipid Oksidasi lemak terdiri dari tiga tahap utama, yaitu inisiasi, propagasi, dan terminasi. Lemak yang diserang bisa berasal dari aliran darah, seperti kolesterol dan lemak netral, juga dapat berasal dari asupan makanan, yaitu lemak tidak jenuh (Niwa, 1997). Pada tahap inisiasi terjadi pembentukan radikal asam lemak, yaitu suatu senyawa turunan asam lemak yang bersifat tidak stabil dan sangat reaktif akibat dari hilangnya satu atom hidrogen atau adisi pada karbon rangkap (1). Lemak tak jenuh mudah diserang radikal pada rantai asil karena memiliki sistem 1,4-pentadien yang memungkinkan pengambilan atom hidrogen dari salah satu gugus metilen -CH2- membentuk radikal karbon. Keberadaan ikatan rangkap karbon melemahkan ikatan karbon hidrogen dan memfasilitasi pengambilan atom hidrogen. Pada tahap propagasi, penghilangan atom hidrogen melibatkan penyusunan ulang ikatan sebagai stabilisasi dengan pembentukan konjugasi diena, yang mudah diserang oleh oksigen membentuk radikal peroksil ROO• (2) (Evans, 1991; Punchard, 1996). Radikal peroksil lebih lanjut akan menyerang asam lemak lain menghasilkan hidroperoksida (ROOH) dan radikal asam lemak baru melalui reaksi berantai hingga menghasilkan lebih banyak lagi hidroperoksida (3) (Combs, 1992; Kardinaal, 1994, Frei, 1994). Inisiasi: RH + •OH Æ R• + H2O -R2C = CR2- + •OH Æ -R2•C-CR2Propagasi:

R• + O2 Æ ROO• ROO• + RH Æ ROOH + R•

Pengambilan atom H Adisi ikatan rangkap (1) (2) (3)

Pada tahap terminasi, sesama radikal dapat bergabung menjadi molekul yang tidak reaktif atau bereaksi dengan senyawa antioksidan setelah senyawa tersebut terbentuk. Hati dan ginjal merupakan tempat kegiatan oksigen radikal dan peroksida lemak terbanyak. Peroksida lemak bersifat adesif terhadap molekul lain, memiliki potensial aksi yang sedang, lama aksi yang panjang dalam sel, tetapi juga tidak dapat dikeluarkan melalui ginjal dan tetap tinggal di dalam tubuh (Niwa, 1997).

6

Lipid hidroperoksida dapat terurai dan dikatalisis oleh logam transisi menghasilkan senyawa karbonil rantai pendek seperti aldehida dan keton yang bersifat sitotoksik. Pemecahan ikatan karbon selama peroksidasi lipid menyebabkan pembentukan alkanal seperti malondialdehid. Proses peroksidasi lipid hingga terbentuknya malondialdehid dapat terlihat seperti pada gambar 1.1.

Malondialdehid

Endoperoksida

Hidroperoksida

Gambar 1.1 Proses peroksidasi lipid hingga terbentuk malondialdehid (1). Malondialdehid merupakan dialdehid tiga karbon yang sangat reaktif yang juga dapat diperoleh dari hidrolisis pentosa, deoksiribosa, heksosa, beberapa asam amino dan DNA. Senyawa ini dapat berinteraksi dengan thiol protein, gugus asam amino, crosslink lipid dan protein, dan agregasi protein. Selain itu juga dapat dihasilkan alkenal seperti 4hidroksinonenal dan senyawa alkana (Evans, 1991).

1.3 Penyakit Akibat Radikal Bebas Berikut ini beberapa penyakit yang dapat diakibatkan oleh radikal bebas.

1.3.1

Penyakit Jantung Koroner dan Stroke

Penyakit ini disebabkan adanya peningkatan resiko aterogenesis dimana molekul besar lemak yang disebut Low Density Lipoprotein (LDL) teroksidasi. Peroksida lemak yang terbentuk dibawa oleh makrofag menuju dinding pembuluh darah kemudian melekat dan mengendap (aterosklerosis). Pengerasan pembuluh darah yang disebabkan aterosklerosis dapat menghilangkan elastisitas dan juga mengakibatkan penyempitan pembuluh yang menjadi penyebab utama gagal jantung (infark myokardia) dan jantung koroner. Penyempitan ini menyulitkan aliran darah sehingga sebagian sel tidak cukup nutrisi dan mati. Peroksida lemak juga dapat menembus dinding pembuluh darah sehingga rapuh dan

7 bocor lalu mengakibatkan pendarahan. Apabila kondisi-kondisi ini terjadi di pembuluh darah otak maka akan mengakibatkan stroke. Peroksida lemak dapat memicu produksi eikosanoid, yang berperan dalam pembentukan trombus (trombogenesis), menghambat produksi prostasiklin, meningkatkan agregasi platelet, dan menyebabkan vasokontriksi yang berakhir pada hipertensi (Niwa, 1997; Kardinaal, 1994)

1.3.2 Kanker Kanker dapat disebabkan oleh adanya serangan radikal bebas pada DNA dan RNA dalam inti sel sehingga terjadi pertumbuhan dan perkembangan sel yang abnormal. Kanker yang terjadi misalnya kanker rahim, kanker paru-paru, kanker kulit, dan lainnya. Senyawa penyebab timbulnya kanker atau karsinogen yang berbahaya salah satunya adalah hidrokarbon aromatik dan kelompok senyawa amina aromatik (Niwa, 1997). Antioksidan dapat berperan mengurangi lesi karsinogen atau menghambat berkembangnya sel kanker (Bagchi, 1998).

1.3.3 Katarak Bola mata merupakan bagian mata yang mengandung protein dan lemak tidak jenuh dalam jumlah cukup banyak. Ketika sinar matahari menerpa mata, UV mengeluarkan oksigen radikal yang membentuk peroksida lemak dan kemudian menempel dalam lensa mata. Kerusakan protein dan lemak pada lensa mata oleh peroksida yang mengendap dapat mengakibatkan sel-sel jaringan di mata menjadi rusak, lensa mata menjadi keruh, dan terjadi katarak.

1.3.4 Penuaan Dini Di dalam tubuh terdapat enzim alami yang dapat menangkal radikal bebas, namun paparan radikal bebas mengakibatkan reaksi enzimatis tidak pernah tercapai secara optimal. Hal ini mengakibatkan elastisitas kolagen pada kulit merosot dan kulit menjadi keriput. Tirosin, salah satu asam amino esensial dalam tubuh kita mengalami oksidasi menjadi DOPA, yang berubah menjadi quinon lalu indol yang berkumpul dan menjadi tumpukan pigmen melanin berupa noda dan bercak penuaan, sehingga timbul bintik-bintik pigmen kecoklatan secara perlahan-lahan.

8 1.3.5 Peradangan Produksi oksigen radikal berlebihan dari fagosit dan enzim lisosomal (faktor peradangan) menyerang jaringan di sekitarnya dan menyebabkan pembengkakan, rasa nyeri, demam, atau kemerahan (Niwa, 1997).

1.4 Antioksidan Antioksidan adalah senyawa yang dapat menetralkan radikal bebas dengan memberikan atau menerima elektron radikal bebas dan dapat memutus reaksi berantai radikal bebas. Senyawa antioksidan tidak menjadi radikal baru karena mempunyai struktur molekul yang stabil. Dalam biologi antioksidan adalah semua senyawa yang dapat mencegah atau meredam dampak negatif radikal bebas termasuk enzim-enzim dan protein pengikat logam (Sidik, 1997). Mekanisme antioksidan secara umum di dalam tubuh adalah menghambat oksidasi lemak, terutama asam lemak tak jenuh (Evans, 1991).

1.4.1 Penggolongan Antioksidan Berikut penggolongan antioksidan berdasarkan mekanisme kerja. 1.4.1.a Antioksidan Primer Antioksidan primer berfungsi mencegah terbentuknya radikal bebas yang baru dengan mengubah radikal bebas yang ada menjadi molekul yang berkurang efek negatifnya sebelum sempat bereaksi. Contoh dari antioksidan primer yaitu enzim superoksida dismutase (SOD), glutation peroksidase (GPx), dan katalase. Kerjanya sangat dipengaruhi oleh mineral-mineral seperti mangan, seng, tembaga, dan selenium. 1.4.1.b Antioksidan Sekunder Antioksidan sekunder berfungsi menangkap radikal bebas serta mencegah terjadinya reaksi berantai sehingga tidak terjadi kerusakan yang lebih besar, contohnya adalah asam askorbat dan α-tokoferol. 1.4.1.c Antioksidan Tersier Antioksidan tersier merupakan senyawa yang memperbaiki sel-sel dan jaringan yang rusak karena serangan radikal bebas (Sidik, 1997).

9 1.4.2 Enzim Antioksidan Tubuh dapat menghasilkan antioksidan berupa enzim yang aktif bila didukung oleh nutrisi pendukung atau mineral yang disebut kofaktor, diantaranya tembaga, seng, selenium, mangan, dan besi. Enzim ini memiliki berat molekul 30.000 atau lebih. Antioksidan yang dihasilkan antara lain antioksidan intraselular seperti superoksida dismutase, sistem glutation, dan katalase (Evans, 1991). 1.4.2.a Superoksida Dismutase (SOD) SOD merupakan metaloenzim yang dapat mengandung atom tembaga, seng, atau besi yang dibentuk dalam sitosol atau yang mengandung mangan yang dibentuk di dalam matriks mitokondria (Combs, 1992). SOD adalah antioksidan intraselular utama dalam sel aerobik. SOD berada di otak, hati, sel darah merah, ginjal, tiroid, testis, otot jantung, mukosa lambung, kelenjar pituitari, pankreas, dan paru-paru. Kerja enzim ini mengkatalisis pemecahan anion superoksida menjadi oksigen dan hidrogen peroksida (Evans, 1991). Reaksi yang terjadi adalah: 2O2•- + 2H2O + SOD Æ 2H2O2 + O2 +2OHTingkat aktivitas SOD pada manusia kurang lebih sama, yang berbeda adalah kapasitas induksi SOD, yaitu kemampuan tubuh untuk meningkatkan jumlah SOD ketika harus merespon naiknya jumlah radikal oksigen di dalam tubuh. Makin tua seseorang, makin turun kekuatan SOD. SOD juga dikendalikan oleh gen (Niwa, 1997). 1.4.2.b Sistem Glutation Sistem glutation terdiri dari glutation (GSH) dan glutation peroksidase (GPx). Glutation merupakan koenzim dan berperan melindungi sel dari radikal oksigen dan senyawa toksik serta terlibat dalam transpor asam amino. Glutation terdapat dalam sitoplasma dan mitokondria sel mamalia, serta diproduksi di hati. Glutation peroksidase merupakan tripeptida yang terdiri dari asam amino glisin, asam glutamat, sistein, dan empat selenium Enzim ini mencegah peroksidasi lipid dengan menggunakan hidrogen peroksida untuk merubah glutation menjadi glutation teroksidasi (GS-SG). Reaksi yang terjadi: H2O2 + 2 GSH Æ 2 H2O + GS-SG Glutation melindungi baik sitosol maupun membran, sedangkan glutation peroksidase terdapat juga dalam plasma (Punchard, 1996).

10

1.4.2.c Katalase Katalase mengandung pusat empat atom besi dalam 500 asam amino dan dibentuk dalam retikulum endoplasma. Katalase banyak terdapat di hati dan eritrosit, namun rendah dalam otak, jantung, dan otot skelet. Kerja enzim ini mengkatalisis pengubahan hidrogen peroksida menjadi molekul air dan oksigen (Evans, 1991; Combs, 1992). 2H2O2 Æ 2H2O + O2 1.4.3 Antioksidan Alami Antioksidan alami dapat diisolasi dari bahan alam. Antioksidan ini memiliki bobot molekul sekitar 200-400. Semuanya mudah diserap oleh usus dan disebarkan ke seluruh tubuh (Niwa, 1997). Antioksidan alami berfungsi sebagai reduktor, peredam pembentukan oksigen singlet, penangkap radikal bebas, dan sebagai pengkelat logam Senyawa antioksidan alami tumbuhan umumnya berupa senyawa fenolik, golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol dan asam-asam organik (Sidik, 1997). 1.4.3.a α-tokoferol α-tokoferol tersimpan terutama dalam jaringan adiposa, hati, dan otot (Bagchi, 1998). Senyawa ini berfungsi sebagai antioksidan utama yang bersifat larut lemak atau membran (Evans, 1991). α-tokoferol mencegah proses peroksidasi lipid dimana perannya adalah sebagai pereduksi yang memecah reaksi rantai oksidatif atau menangkap radikal peroksil sebelum dapat merusak sel. Tokoferol memiliki aktivitas paling tinggi terhadap radikal peroksil. Gugus yang bertanggungjawab terhadap aktivitas antioksidan adalah gugus fenol pada gugus hidroksil cincin C6 dan adanya sistem cincin kromanol untuk menstabilkan elektron tak berpasangan.

Gambar 1.2 Struktur molekul α-tokoferol

11

Efek antioksidan in vivo melibatkan oksidasi tokoferol menjadi tokoferilquinon melalui senyawa antara radikal tokoferoksil. Asam askorbat telah terbukti secara in vitro mereduksi tokoferoksil menjadi tokoferol kembali dan teroksidasi menjadi asam dehidroaskorbat selama proses. α-tokoferol banyak ditemukan dalam minyak tumbuhan seperti minyak bunga matahari, minyak zaitun, kacang-kacangan, biji gandum, dan sayuran berwarna hijau. Kebutuhan αtokoferol paling tidak 15 mg/hari atau bila sakit 30 mg/hari (Combs, 1992). 1.4.3.b Asam askorbat Asam askorbat berperan dalam sintesis kolagen, membantu menjaga kesehatan pembuluh kapiler, gigi, dan gusi, meningkatkan penyerapan asupan zat besi, dan memperbaiki sistem kekebalan tubuh. Asam askorbat juga dapat meningkatkan HDL, menurunkan kolesterol total dalam darah dan mengurangi pengikatan karsinogen pada DNA serta mengurangi atau memperlambat pembentukan sel tumor pada model hewan.

Gambar 1.3 Struktur molekul asam askorbat. Asam askorbat merupakan antioksidan larut air yang utama dalam plasma darah dan sitosol. Asam askorbat menangkap oksigen singlet dan bereaksi secara cepat dengan radikal hidroksil, superoksida, peroksil, dan hidrogen peroksida (Evans, 1991). Aktivitas asam askorbat berada pada gugus 2,3-enediol yang dapat teroksidasi maupun tereduksi. Asam askorbat dioksidasi secara in vivo membentuk radikal askorbil (reversibel), dan dapat dioksidasi lebih lanjut menjadi asam dehidroaskorbat yang secara cepat dan ireversibel diuraikan melalui pembukaan hidrolitik cincin lakton. Asam dehidroaskorbat bersifat relatif tidak stabil dan mengalami hidrolisis menjadi asam 2,3diketogulonat. Reaksi ini terjadi dengan adanya oksigen, ion logam, serta meningkat

12 dengan panas, kondisi netral, hingga basa. Asam askorbat dapat diperoleh kembali dari asam dehidroaskorbat dengan adanya dehidroaskorbat reduktase (Combs, 1992; Punchard, 1996). Asam askorbat terutama berasal dari buah-buahan dan sayur-sayuran. Kebutuhan asam askorbat adalah 45-90 mg per hari (Mc Evoy, 2005).

1.5 Tinjauan Botani

1.5.1 Allium sativum L. Allium sativum L. atau bawang putih merupakan tanaman terna atau herba semusim, tinggi 30-60 cm, berbatang semu, hijau, beralur, berdaun tunggal, berupa roset, panjang 60 cm, lebar 15 cm, berakar bentuk lanset, tepi rata, ujung runcing, menebal dan berdaging, serta mengandung persediaan makanan berupa subang yang dilapisi daun sehingga menjadi umbi lapis, berwarna hijau, berbunga majemuk, bentuk payung, bertangkai panjang dan berwarna putih. Bawang putih diklasifikasikan ke dalam divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Monocotyledonae, bangsa Liliales, suku Liliaceae, marga Allium, dan jenis Allium sativum L. (Hidayat, 1991). Nama daerah untuk tanaman ini adalah bawang putih (Melayu), lasuna, palasuna (Batak), bawang (Jawa), kesuna (Bali), bawang bodas (Sunda), ghabang pote (Madura) (Ditjen POM, 1995). Bawang putih dibudidayakan di pulau Jawa dan digunakan sebagai obat perangsang, influenza, asma, batuk, hipertensi, sakit kepala, dan nyeri haid (WHO, 1999). Bawang putih mengandung minyak atsiri, vitamin A, B, dan C. Konstituen utamanya adalah alliin, ajoen, allicin, enzim aliinase, allilthiosistein, dan dialilsulfida (Ditjen POM, 1995).

Tanaman

ini

memiliki

aktivitas

farmakologi

antidiabetes,

antimikroba,

antihipertensi, antiagregasi platelet, dan antihiperlipidemia. Kombinasi bawang putih dan kunyit dapat menurunkan kadar gula dalam darah, kolesterol total, dan trigliserida pada tikus (Deviana, 2004). Pada tahap uji klinik kombinasi ini juga dapat memperbaiki profil lipoprotein pada penderita dislipidemia dan menurunkan kadar gula dalam darah pada penderita diabetes (Mardiyah, 2007; Patonah, 2007).

13 1.5.2 Curcuma domestica Val. Curcuma domestica Val. atau kunyit merupakan tanaman semak, dengan tinggi lebih kurang 70 cm, memiliki batang semu, tegak, bulat, membentuk rimpang, berwarna hijau kekuningan, daunnya tunggal, memanjang, helai daun 3-8, ujung dan pangkal runcing, tepi rata, panjang 20-40 cm, lebar 8-12½ cm, pertulangan menyirip, berwarna hijau pucat, bunganya majemuk, berambut, bersisik, dengan tangkai 16-40 cm, mahkota panjang lebih kurang 3 cm, lebar lebih kurang 1½ cm, kuning, kelopak silindris, bercangap tiga, tipis, warna ungu, daun pelindung berwarna putih atau ungu, akarnya serabut, berwarna coklat muda. Kunyit diklasifikasikan ke dalam divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Monocotyledonae, bangsa Zingiberales, suku Zingiberaceae, marga Curcuma, dan jenis Curcuma domestica Val. (Hidayat, 1991). Nama daerah untuk tanaman ini adalah kunyit (Aceh), kuning (Gayo), kuning, hunis (Batak), undre (Nias), konyek, temu koneng (Madura), kunyir, koneng, koneng temen (Sunda), kunir, kunir bentis, temu kuning (Jawa) (Dijten POM, 1977). Kunyit tersebar dalam hutan jati di pulau Jawa dan digunakan sebagai rempah, untuk pengobatan radang, asma, reumatik, hipertensi, diare, dan penyakit kulit (Kasahara, 1995). Rimpang kunyit mengandung saponin, flavonoid, polifenol, pati, tanin, kurkumin, bisdemetoksikurkumin, demetoksikurkumin, minyak atsiri seperti turmeron, turmerol, felandren, carvon, camphor, dan bisaboladien (Perry, 1980). Tanaman ini memiliki aktivitas

farmakologi

imunostimulan,

ulserogenik,

antiradang,

antidiabetes,

antihiperlipidemia, dan hepatoprotektif (WHO, 1999).

1.5.3 Zingiber officinale Rosc. var. sunti Val. Zingiber officinale Rosc. var. sunti Val. atau jahe merah merupakan tanaman herba atau terna, semusim, tegak, tinggi 0,3-1 m, memiliki batang semu, beralur, membentuk rimpang, berwarna hijau atau kuning muda, daunnya tunggal, berbentuk lanset, tepi rata, ujung runcing, pangkal tumpul, berwarna hijau tua, berbunga majemuk, berbentuk bulir, sempit, ujung runcing, panjang 3-5 cm, lebar 1½-2 cm, dengan tangkai panjang lebih kurang 2 cm, berwarna hijau merah, kelopak bentuk tabung, bergigi tiga, mahkota bentuk corong, panjang 2- 2½ cm, berwarna ungu, akarnya serabut, berwarna putih (Hidayat, 1991). Jahe merah ukurannya lebih cegak dari jahe biasa, daunnya sama, berwarna hijau, akar rimpangnya seperti jahe gajah yang berwarna merah, tetapi lebih kecil dan lebih keras,

14 di bagian luar ada kulit keabuan, di bawah lapisan tersebut berwarna merah ungu, tetapi di dalamnya berwarna putih (Heyne, 1987). Jahe merah paling banyak digunakan sebagai obat karena kandungan minyak atsirinya lebih banyak. Tanaman ini diklasifikasikan ke dalam divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Monocotyledonae, bangsa Zingiberales, suku Zingiberaceae, marga Zingiber, dan jenis Zingiber officinale Rosc. var. sunti Val. Nama daerah untuk jahe adalah Halia (aceh), beuing (Gayo), bahing, pege, sipode (Batak), lahia (Nias), sipadeh (Minangkabau), jahi (Lampung), jahe (Sunda), jae (Jawa Tengah), jhai (Madura), cipakan (Bali) (Hidayat, 1991). Tanaman ini dibudidayakan di pulau Jawa dan Madura (Jawa Timur) dan digunakan sebagai pemberi aroma dan rasa, pusing, masuk angin, radang, pelega perut, obat batuk, dan reumatik (Kasahara, 1995). Rimpang jahe merah mengandung flavonoid, polifenol, minyak atsiri yang terdiri dari zingiberen, gingerol, shogaol, felandren, kamfer, limonen, borneol, sineol, sitral dan zingiberol. Selain itu juga mengandung asam malat, asam oksalat, vitamin A, B, dan C. Tanaman ini memiliki aktivitas farmakologi antiemetik, antiradang, dapat meningkatkan kadar hemoglobin, dan menurunkan laju endap darah pada penderita Tuberculosis sehingga infeksi cepat membaik (Sovia, 2006). Kombinasi jahe merah dan mengkudu dapat menghambat pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis (Augusta, 2005).

1.5.4

Morinda citrifolia L.

Morinda citrifolia L. atau mengkudu merupakan tanaman berbentuk pohon, dengan tinggi 1-8 m, memiliki batang berkayu, bulat, berkulit kasar, penampang cabang muda segiempat, berwarna coklat kekuningan, berdaun tunggal, bentuk bulat telur, ujung dan pangkal runcing, tepi rata, panjang 10-40 cm, lebar 5-17 cm, pertulangan menyirip, tangkai pendek, daun penumpu bulat telur, berwarna hijau, memiliki bunga majemuk, berbentuk bongkol, benang sari berjumlah lima, melekat pada mahkota, tangkai sari berambut, berwarna hijau kekuningan, mahkota bentuk terompet leher berambut, panjang lebih kurang 1 cm, berwarna putih, buahnya bentuk bongkol, permukaan tidak teratur, berdaging dengan panjang 5-10 cm, berwarna hijau kekuningan, berbiji keras, bentuk segitiga, berwarna coklat kemerahan, berakar tunggang, berwarna coklat muda. Tanaman ini diklasifikasikan ke dalam divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, bangsa Rubiales, suku Rubiaceae, marga Morinda, dan jenis Morinda citrifolia L.

15

Mengkudu memiliki nama daerah keumudu (Aceh), bakudu (Batak), makudu (Nias), bingkudu (Minangkabau), mekudu (Lampung), bangkudu (Melayu), pace (Jawa Tengah), cangkudu (Sunda), kuduk (Madura), wungkudu (Bali) (Hidayat, 1991). Mengkudu tumbuh dan ditanam di Asia Selatan, Cina selatan, Taiwan, Indonesia, dan Filipina (Ditjen POM, 1977). Di pulau Jawa, mengkudu tumbuh pada ketinggian lebih kurang 1500 m di atas permukaan laut, di pantai, tempat berbatu, atau tempat berbatu kapur. Tanaman ini digunakan sebagai obat batuk, radang usus, empedu, ginjal, hipertensi, cacingan, dan pencahar (Kasahara, 1995). Mengkudu mengandung alkaloid, saponin, flavonoid, dan antrakinon (daun dan buah) (Hidayat, 1991). Konstituen utamanya diantaranya alizarin, apigenin, skopoletin dan damnacanthol. Tanaman ini memiliki aktivitas antiradang dan dapat menghambat pertumbuhan Mycobacterium tuberculosis (Augusta, 2005).