ANALISIS BIAYA DAN MANFAAT EKONOMI KONVERSI KAWASAN HUTAN MENJADI PERTAMBANGAN BATUBARA (Studi Kasus: WIUP PTBA Bukit Munggu, Kelurahan Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan)
ESYA SHADRINA RAHMAPUTRI
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Biaya dan Manfaat Ekonomi Konversi Lahan Kawasan Hutan Menjadi Pertambangan Batubara (Studi Kasus: WIUP PTBA Bukit Munggu, Kelurahan Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Esya Shadrina Rahmaputri NIM H44100103
ABSTRAK ESYA SHADRINA RAHMAPUTRI. Analisis Biaya dan Manfaat Ekonomi Konversi Lahan Kawasan Hutan Menjadi Pertambangan Batubara (Studi Kasus: WIUP PTBA Bukit Munggu, Kelurahan Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan). Dibimbing oleh ADI HADIANTO. Batubara adalah salah satu sumberdaya alam yang masih sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan energi nasional. Konsumsi batubara Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan sekitar 13.4 persen per tahun (BPPT, 2013). Hal tersebut berdampak pada produksi batubara nasional yang terus meningkat, sehingga menuntut adanya perluasan areal pertambangan batubara. Salah satu wilayah yang akan menjadi perluasan areal pertambangan batubara adalah kawasan hutan Bukit Munggu, Kelurahan Tanjung Enim, Provinsi Sumatera Selatan. Namun, perluasan areal pertambangan batubara harus mengorbankan beberapa nilai lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi manfaat dan biaya pertambangan batubara, mengestimasi nilai ekonomi sumberdaya kawasan hutan Bukit Munggu, dan menganalisis biaya dan manfaat ekonomi rencana kegiatan konversi kawasan hutan Bukit Munggu menjadi pertambangan batubara. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah valuasi nilai ekonomi kawasan hutan menggunakan Contingen Valuation Method (CVM) dan analisis market value serta metode analisis market value untuk pertambangan batubara, sedangkan untuk analisis biaya dan manfaat ekonomi kegiatan konversi menggunakan B/C rasio. Hasil penelitian menunjukkan bahwa manfaat yang dapat dihasilkan dari produksi batubara di kawasan hutan Bukit Munggu adalah sekitar empat triliun rupiah per tahun, biaya untuk pertambangan batubara adalah sekitar satu triliun rupiah per tahun, dan Total Economic Value (TEV) sebagai opportunity cost adalah sekitar seratus tujuh puluh ribu triliun rupiah per tahun. Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan B/C rasio dari kegiatan konversi adalah < 1. Hasil tersebut menunjukkan bahwa konversi lahan kawasan hutan Bukit Munggu menjadi pertambangan batubara perlu dipertimbangkan kembali. Kata kunci: Analisis Biaya dan Manfaat Ekonomi, Kawasan Hutan, Pertambangan Batubara, Nilai Total Ekonomi.
ABSTRACT ESYA SHADRINA RAHMAPUTRI. Economic Cost and Benefit Analysis of Forest Land Conversion to Coal Mining. (Case Study: WIUP PTBA Bukit Munggu, Tanjung Enim District, Muara Enim Regency, South Sumatra Province). Supervised by ADI HADIANTO Coal is one of natural resources that is still needed to meet the need of national energy. The consumption of Indonesian coal increases about 13.4 persen every year (BPPT, 2013). This influeces the production of national coal which keeps increasing so that this requires the extension of coal mining area. One of the areas that will be become the coal mining area extension are Bukit Munggu forest area, Tanjung Enim District, South Sumatra Province. However, this extension must sacrifice some environmental value. This research aimed to estimate the cost and benefit of coal mining, to estimate the economic value of Bukit Munggu forest resources, and to analyze the economic cost and benefit of plan to change the function of Bukit Munggu forest to coal mining. The method used in this research was valuation of economic value of forest area using Contingen Valuation Method (CVM) and market value analysis and the method of market value analysis for coal mining. Whereas the analysis of economic cost and benefit of conversion activity used B/C ratio. The results showed that the benefit yielded from the coal production in Bukit Munggu forest area was about four trillion rupiah per year, cost for coal mining was about one trillion rupiah per year, and total economic value (TEV) as the opportunity cost was about one hundred seventy thusand trillion rupiah per year. Based on the calculation result, B/C ratio obtained from conversion activity was < 1. The result showed that the land conversion of Bukit Munggu forest area to coal mining should be reconsidered. Keywords : Economic Cost and Benefit Analysis, Forest Area, Coal Mining, Total Economic Value.
ANALISIS BIAYA DAN MANFAAT EKONOMI KONVERSI KAWASAN HUTAN MENJADI PERTAMBANGAN BATUBARA (Studi Kasus: WIUP PTBA Bukit Munggu, Kelurahan Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan)
ESYA SHADRINA RAHMAPUTRI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul skripsi ini adalah Analisis Biaya dan Manfaat Ekonomi Konversi Lahan Kawasan Hutan Menjadi Pertambangan Batubara (Studi Kasus: WIUP PTBA Bukit Munggu, Kelurahan Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan). Penelitian dilakukan sejak bulan Februari 2014. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Adi Hadianto, SP, M.Si selaku pembimbing. Terima kasih pula penulis ucapkan kepada Bapak Novindra, SP, M.Si selaku dosen penguji utama dan Bapak Benny Osta Nababan SPi, M.Si selaku dosen penguji Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Wali Al Hasuna beserta staf satuan kerja perencanaan jangka panjang dari PTBA yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, danadik-adik tersayang, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih kepada teman-teman satu bimbingan Atika Dewi, Ayu Amalia, Dwi Saputra, Entin Febriana, Fikri Nuriyatul, Niki Nurul, Rita Pajarwati, Nurul Puspita, dan Shiraz Fayeza. Terakhir penulis sampaikan terima kasih atas segala dukungan dari sahabat-sahabat terdekat Yunus Djamaluddin, Syarifah Dwi, Melinda, Dian Sidhikah, Yani Luvitasari, Dewi Kuraesin, Tiffany, Asnidar Reni, Rina serta rekan-rekan ESL 47 dan CENTURY 2010-2013. Semoga skripsi ini bermanfaat. Bogor, Agustus 2014
Esya Shadrina Rahmaputri
DAFTAR ISI Halaman PRAKATA .......................................................................................................
i
DAFTAR ISI .....................................................................................................
ii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ iv DAFTAR GAMBAR ........................................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... vi I.
PENDAHULUAN ....................................................................................
1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................
1
1.2 Perumusan Masalah ...........................................................................
8
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 10 1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 10 1.5 Ruang Lingkup Penelitian .................................................................. 11 II.
TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 12 2.1 Definisi dan Kebijakan ....................................................................... 12 2.1.1 Pertambangan Batubara ........................................................... 12 2.1.2 Kawasan Hutan ........................................................................ 14 2.2 Teori Valuasi ...................................................................................... 16 2.2.1 Valuasi Ekonomi Sumber Daya ............................................... 16 2.2.2 Contingen Valuation Method (CVM) ...................................... 20 2.2.3 Model Regresi Linier Berganda ............................................... 22 2.2.4 Analisis Market Value .............................................................. 23 2.3 Konsep Biaya dan Manfaat Ekonomi ................................................ 23 2.4 Penelitian Terdahulu .......................................................................... 26
III. KERANGKA PEMIKIRAN ................................................................... 28 IV. METODE PENELITIAN ........................................................................ 31 4.1 Lokasi dan Waktu .............................................................................. 31 4.2 Jenis dan Sumber Data ....................................................................... 31 4.3 Metode Pengambilan Sampel ............................................................. 32 4.4 Metode Analisis Data ......................................................................... 32 4.4.1 Contingen Valuation Method (CVM) ...................................... 33 4.4.2 Analisis Regresi dalam CVM .................................................. 35 ii
4.4.2.1 Hipotesa ...................................................................... 36 4.4.2.1 Pengujian Parameter ................................................... 36 4.4.3 Analisis Market Value .............................................................. 37 4.4.4 Analisis Biaya dan Manfaat Ekonomi ..................................... 39 V. GAMBARAN UMUM .............................................................................. 41 5.1 Wilayah Penelitian ................................................................................ 41 5.2 Karakteristik Responden ....................................................................... 45 5.2.1 Jenis Kelamin ............................................................................. 45 5.2.2 Status Pernikahan ....................................................................... 45 5.2.3 Usia ............................................................................................ 46 5.2.4 Pendidikan .................................................................................. 46 5.2.5 Pekerjaan .................................................................................... 47 5.2.6 Pendapatan ................................................................................. 48 5.2.7 Jumlah Tanggungan ................................................................... 48 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 49 6.1 Analisis Biaya dan Manfaat Pertambangan Batubara .......................... 49 6.1.1 Manfaat Pertambangan Batubara .............................................. 49 6.1.2 Biaya Pertambangan Batubara .................................................. 52 6.2 Analisis Nilai Penggunaan Kawasan Hutan ........................................ 54 6.2.1 Nilai Air ................................................................................... 55 6.2.2 Nilai Karbon .............................................................................. 55 6.2.3 Nilai Oksigen ............................................................................ 56 6.2.4 Nilai Rumput ............................................................................. 57 6.2.6 Analisis Willingness To Pay (WTP) ................................. 58 6.2.6.1 Analisis WTP Existence Value ............................. 58 6.2.6.2 Analisis WTP Bequest Value ............................... 61 6.2.6.3 Analisis WTP Option Value ................................. 64 6.2.7 Nilai Total Ekonomi Kawasan Hutan ............................... 66 6.3 Analisis Biaya dan Manfaat Ekonomi Konversi .................................. 67 VII. SIMPULAN DAN SARAN .................................................................... 71 7.1 Simpulan ............................................................................................ 71 7.2 Saran ................................................................................................... 72
iii
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 73 LAMPIRAN ...................................................................................................... 77 RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... 88
DAFTAR TABEL Nomor 1
Halaman
PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha Tahun 2008-2012 .........................................................................................
2
2
Matriks Metode Valuasi ............................................................................... 19
3
Penelitian Terdahulu .................................................................................... 26
4
Metode Analisis Data ................................................................................... 32
5
Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Kecamatan Lawang Kidul Tahun 2013 .................................................................................................. 43 Luas Wilayah Kelurahan Tanjung Enim Berdasarkan Penggunaan Tahun 2013 .................................................................................................. 44
6 7
Biaya Pertambangan Batubara ..................................................................... 53
8
Nilai Air ....................................................................................................... 55
9
Nilai Karbon ................................................................................................. 56
10 Nilai Oksigen ............................................................................................... 57 11 Peternak Sapi di Kawasan Hutan ................................................................. 57 12 Nilai Rumput ................................................................................................ 58 13 WTP Existence Value Responden ................................................................ 59 14 Analisis Linier Berganda WTP Existance Value ......................................... 60 15 WTP Bequest Value Responden ................................................................... 62 16 Analisis Linier Berganda WTP Bequest Value ............................................ 63 17 WTP Option Value Responden .................................................................... 64 18 Analisis Linier Berganda WTP Option Value .............................................. 65 19 Nilai Total Ekonomi Kawasan Hutan .......................................................... 67 20 Manfaat dan Biaya Ekonomi Kegiatan Konversi Kawasan Hutan .............. 68
iv
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1
Potensi Batubara Indonesia .........................................................................
3
2
Pasokan Batubara Indonesia Tahun 2007-2011 ..........................................
5
3
Diagram Nilai Sumber Daya Alam dan Lingkungan .................................. 18
4
Kerangka Pemikiran .................................................................................... 30
5
Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ................................ 45
6
Karakteristik Responden Berdasarkan Status Pernikahan .......................... 46
7
Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ................................................ 46
8
Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan ..................................... 47
9
Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan ....................................... 47
10 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendapatan ..................................... 48 11 Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan ....................... 48 12 Produksi Batubara PT. A Unit Tanjung Enim Tahun 2008-2012 ........ 50 13 Penjualan Batubara PT. A Unit Tanjung Enim Tahun 2008-2012 ...... 51
v
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1
Kurva Penawaran WTP Existence Value .................................................... 78
2
Kurva Penawaran WTP Bequest Value ........................................................ 78
3
Kurva Penawaran WTP Option Value ......................................................... 78
4
Hasil Estimasi Regresi Berganda WTP Existence Value ............................ 79
5
Hasil Uji Kolgomornov-Smirnov WTP Existence Value ............................ 80
6
Hasil Uji Scatter plot WTP Existence Value................................................ 80
7
Hasil Uji Gletser WTP Existence Value ...................................................... 81
8
Hasil Estimasi Regresi Berganda WTP Bequest Value................................ 82
9
Hasil Uji Kolgomornov-Smirnov WTP Bequest Value ............................... 83
10 Hasil Uji Scatter plot WTP Bequest Value .................................................. 83 11 Hasil Uji Gletser WTP Bequest Value ......................................................... 84 12 Hasil Estimasi Regresi Berganda WTP Option Value ................................. 85 13 Hasil Uji Kolgomornov-Smirnov WTP Option Value ................................. 86 14 Hasil Uji Scatter plot WTP Option Value .................................................... 86 15 Hasil Uji Gletser WTP Option Value ........................................................... 87
vi
1
I. PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan
sumberdaya alam yang melimpah, baik sumberdaya alam pulih maupun tidak pulih. Sumberdaya alam tersebut harus dimanfaatkan secara bijak dan optimal agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut Fauzi (2010), secara umum sumberdaya alam dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok. Pertama adalah kelompok yang kita sebut sebagai kelompok stok. Sumberdaya ini dianggap memiliki cadangan yang terbatas sehingga eksploitasi terhadap sumberdaya tersebut akan menghabiskan cadangan sumberdaya. Apa yang kita manfaatkan sekarang mungkin tidak lagi tersedia di masa mendatang. Dengan demikian, sumberdaya stok dikatakan tidak dapat diperbarui (non-renewable) atau terhabiskan (exhaustible). Kelompok kedua adalah sumberdaya alam yang kita sebut “flows” (alur). Pada jenis sumberdaya ini jumlah kuantitas fisik dari sumberdaya berubah sepanjang waktu. Berapa jumlah yang kita manfaatkan sekarang, bisa mempengaruhi atau bisa juga tidak mempengaruhi ketersediaan sumberdaya di masa mendatang. Dengan kata lain, sumberdaya jenis ini dikatakan dapat diperbarui (renewable). Salah satu kekayaan sumberdaya alam melimpah yang dimiliki oleh Indonesia adalah sumberdaya tambang. Menurut Kementrian Lingkungan Hidup (2011), kekayaan sumber daya tambang ini telah berperan penting dalam mendukung pembiayaan pembangunan nasional. Meninjau dari struktur Produk Domestik Bruto (PDB) selama tahun 2006-2010 terungkap bahwa sektor pertambangan dan penggalian berkontribusi sekitar 11 persen. Kontribusi ini sepertinya akan tetap bertahan, bahkan cenderung meningkat pada beberapa tahun ke depan. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), berdasarkan harga berlaku tahun 2009-2013 PDB Indonesia tiap tahun semakin meningkat. Peningkatan PDB Indonesia dipengaruhi oleh beberapa sektor lapangan usaha. Lapangan usaha yang paling berpengaruh pada peningkatan PDB Indonesia adalah lapangan usaha pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan serta lapangan usaha
2
pertambangan dan penggalian. Pada Tabel 1 dapat dilihat data statistik PDB atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha: Tabel 1 PDB Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha (Milyar Rupiah) Tahun 2008-2012 Tahun Lapangan Usaha
2008
2009
2010
2011
2012(*)
284 619.10
295 883.80
304 777.10
315 036.80
328 279.70
172 496.30
180 200.50
187 152.50
189 761.40
193 115.70
3. Industri Pengolahan
557 764.40
570 102.50
597 134.90
633 781.90
670 190.60
4. Listrik, gas, dan air bersih
14 994.40
17 136.80
18 050.20
18 921.00
20 080.70
5. Konstruksi 6. Perdagangan, hotel, dan restoran 7. Pengangkutan dan komunikasi
131 009.60 363 818.20
140 267.80 368 463.00
150 022.40 400 474.90
159 993.40 437 199.70
170 884.80 473 110.60
165 905.50
192 198.80
217 980.40
241 298.00
265 383.70
8. Keuangan, real estate, dan jasa perusahaan
198 799.60
209 163.00
221 024.20
236 146.60
253 022.70
193 049.00 2 082 456.10
205 434.20 2 178 850.40
217 842.20 2 314 458.80
232 537.70 2 464 566.10
244 869.90 2 618 938.40
1. Pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan 2. Pertambangan dan penggalian
9. Jasa-jasa Total PDB
Keterangan: (*) Angka Sementara Sumber: Badan Pusat Statistik (2013)
Pada tabel terlihat bahwa sektor yang memberikan konstribusi PDB terbesar selama periode 2008 – 2012 adalah industri pengolahan, diikuti oleh sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan rata-rata memberikan kontribusi sebesar 14 persen dari total PDB nasional. Sektor pertambangan adalah sektor terbesar keempat yang memberikan kontribusi terhadap PDB nasional, yaitu rata-rata sekitar 11 persen pada tahun 2008-2012. Sektor pertambangan baik migas maupun non migas merupakan subsektor strategis yang selama ini menjadi tumpuan dalam percepatan pertumbuhan ekonomi nasional.
3
Subsektor pertambangan non migas salah satunya adalah batubara. Indonesia adalah salah satu negara yang mempunyai kekayaan sumberdaya alam batubara yang melimpah. Batubara adalah kekayaan sumberdaya alam yang tidak banyak dimiliki oleh negara lain, oleh karena itu sumberdaya alam batubara yang ada di Indonesia harus dimanfaatkan secara bijak dan optimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Di Indonesia, endapan batubara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan tersier, yang terletak di bagian barat Paparan Sunda (termasuk Pulau Sumatera dan Kalimantan), pada umumnya endapan batubara tersebut tergolong usia muda, yang dapat dikelompokkan sebagai batubara berumur tersier bawah dan tersier atas (Kementrian Energi dan Sumberdaya Mineral, 2005). Potensi batubara di Indonesia sangat melimpah, terutama di Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan, sedangkan di daerah lainnya dapat dijumpai batubara walaupun dalam jumlah kecil, seperti di Jawa Barat, Jawa Tengah, Papua, dan Sulawesi. Pada Gambar 1 dapat diketahui potensi batubara yang berada di Indonesia. Potensi batubara terbesar di Indonesia terdapat pada Pulau Sumatera yaitu sebesar 52 483.20 juta ton dan potensi batubara terbesar kedua berada pada Pulau Kalimantan yaitu sebesar 52 326.23 juta ton.
Sumber: Direktorat Jendral Energi dan Batubara (2012)
Gambar 1 Potensi Batubara Indonesia
4
Dalam rangka mendukung pembangunan nasional yang berkesinambungan, tujuan pengelolaan mineral dan batubara menurut UU No. 4 tahun 2009 Pasal 3 diantaranya: a.
Menjamin efektifitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha pertambangan secara berdaya guna, berhasil guna, dan berdaya saing;
b.
Menjamin manfaat pertambangan mineral dan batubara secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup;
c.
Menjamin tersedianya mineral dan batubara sebagai bahan baku dan/atau sebagai sumber 4rgani untuk kebutuhan dalam negeri;
d.
Mendukung dan menumbuh kembangkan kemampuan nasional agar lebih mampu bersaing di tingkat nasional, regional, dan internasional;
e.
Meningkatkan pendapatan masyarakat lokal, daerah, dan negara, serta menciptakan lapangan kerja untuk sebesar-besar kesejahteraan rakyat; dan
f.
Menjamin kepastian hukum dalam penyelenggaraan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara. Berdasarkan Undang Undang No. 4 tahun 2009, definisi usaha
pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang. Sedangkan definisi batubara adalah endapan senyawa organik karbonan yang terbentuk secara alamiah dari sisa tumbuh-tumbuhan. Pemerintah memperkirakan kebutuhan batubara domestik untuk tahun 2014 sebesar 95.5 juta ton dengan alokasi terbesar untuk PLN (Persero) sebesar 57.4 ton disusul kemudian untuk IPP (Independent Power Producer) sebesar 19.9 juta ton dan kebutuhan industri semen sebesar 9.8 juta ton. Dimana pada tahun 2013 pemanfaatan batubara dalam negeri adalah sebesar 72 juta ton. Kebutuhan akan batubara tiap tahun memang cenderung meningkat, kebutuhan batubara yang meningkat menyebabkan produksi batubara meningkat. Lebih jelas pasokan batubara Indonesia dapat dilihat pada Gambar 2.
5
40000000 Pasokan Batu8bara (ton)
35000000 30000000 25000000
Produksi Batubara (ton)
20000000
Dalam Negeri (ton)
15000000
Ekspor (ton)
10000000
Impor (ton)
50000000 0 2007
2008
2009
2010
2011
Tahun Sumber: Direktorat Jendral Energi dan Batubara (2012)
Gambar 2 Pasokan Batubara Indonesia Tahun 2007-2011 Produksi batubara Indonesia setiap tahun selalu mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2007 produksi batubara sebanyak 217 juta ton hingga pada tahun 2011 produksi batubara mencapai 795 juta ton. Peningkatan produksi batubara ini disebabkan oleh kebutuhan batubara yang juga terus meningkat terutama kebutuhan batubara dalam negeri. Penggunaan batubara di Indonesia paling panyak dimanfaatkan oleh Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) serta diikuti dengan pemanfaatan batubara untuk keperluan industri (Direktorat Jendral Energi dan Batubara, 2012). Dimana kebutuhan batubara dalam negeri pada tahun 2007 adalah sebesar 61 juta ton hingga pada tahun 2011 kebutuhan batubara dalam negeri mencapai 79 juta ton. Untuk memenuhi kebutuhan energi nasional terhadap sumberdaya batubara, maka diperlukan perluasan lahan pertambangan batubara untuk meningkatkan jumlah produksi. Kegiatan perluasan lahan untuk pertambangan batubara umunya dijalankan dengan mengalihfungsikan suatu lahan misalnya lahan kawasan hutan yang dialih fungsikan atau mengkonversi menjadi lahan pertambangan batubara. Sihaloho (2004) menjelaskan bahwa konversi lahan adalah alih fungsi lahan khususnya dari lahan pertanian ke penggunaan non pertanian atau dari lahan non pertanian ke lahan pertanian.
6
Tidak semua lahan yang dikonversi menjadi pertambangan batubara adalah lahan yang sebelumnya dimanfaatkan, baik oleh masyarakat maupun oleh pemilik lahan itu sendiri. Salah satunya adalah lahan yang direncanakan sebagai perluasan pertambangan batubara yang akan dilakukan di wilayah Bukit Munggu, Kelurahan Tanjung Enim, Sumatera Selatan. Wilayah ini adalah wilayah yang kaya akan sumberdaya batubara, untuk melakukan kegiatan pertambangan batubara lahan sebelumnya akan dikonversi atau beralih fungsi dari kawasan hutan menjadi pertambangan batubara. Kegiatan konversi lahan untuk pertambangan dan kegiatan pertambangan diizinkan untuk dilakukan selama kegiatan tersebut memenuhi syarat dan aturan yang sudah ditetapkan dalam undang-undang yang berlaku. Dalam UU 4/2009 Pasal 95 telah ditetapkan peraturan tentang kewajiban pemegang IUP (Izin Usaha Pertambangan) dan IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus) diantaranya: a.
Menerapkan kaidah penambangan yang baik;
b.
Mengelola keuangan sesuai sistem akuntansi Indonesia;
c.
Meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral/batubara;
d.
Melaksanakan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat setempat; dan
e.
Mematuhi batas toleransi daya dukung lingkungan. Sejak kawasan ini ditetapkan sebagai kawasan IUP PTBA, perusahaan yang
mengelola kawasan hutan Bukit Munggu. Kawasan ini sebelumnya adalah hutan belantara yang tidak menghasilkan manfaat secara langsung untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam hal materil, manfaat yang dapat dihasilkan adalah hanya manfaat tidak langsung dari ekologi yang dihasilkan hutan. Namun setelah dikelola, kawasan hutan ini berubah menjadi kawasan yang lebih bermanfaat bagi masyarakat disekitarnya. PTBA bekerja sama dengan pemerintah daerah membangun banyak fasilitas di kawasan ini, diantaranya adalah jalan umum, rumah sakit, taman kota, sarana olahraga, perumahan, dan lain-lain. Sehingga masyarakat disekitarnya dapat merasakan peningkatan kesejahteraan hidup yang lebih baik. Perubahan kawasan hutan juga berdampak pada perekonomian masyarakat disekitarnya. Masyarakat menjadi lebih kreatif untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya, banyak masyarakat yang mencoba untuk membuka peluang usaha.
7
PTBA sebagai perusahaan pertambangan batubara besar juga ikut andil dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Salah satunya adalah dengan membantu mengembangkan usaha yang dilakukan oleh masyarakat seperti memberdayakan masyarakat sekitar untuk memenuhi keperluan konsumsi perusahaan dan pelatihan pembuatan pupuk sekaligus pemberian modal usaha yang nantinya pupuk tersebut akan dibeli oleh PTBA untuk digunakan pada kegiatan reklamasi lingkungan. Kawasan hutan yang ada di Kelurahan Tanjung Enim tidak seluruhnya diubah untuk digunakan sebagai fasilitas umum, lahan hutan asli masih sangat luas. Status kawasan lahan hutan ini dimiliki oleh pemerintah, dalam hal ini adalah Kementrian Kehutanan yang bertanggung jawab atas penggunaan lahan hutan tersebut. PTBA sebagai pemegang IUP harus membayar biaya sewa lahan kawasan hutan setiap tahunnya. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga bermanfaat secara tidak langsung bagi peningkatan kesejahteraan negara maupun masyarakat Indonesia. Lahan yang berada di Bukit Munggu, Tanjung Enim adalah lahan yang diatasnya terdapat kawasan hutan dimana di dalam kawasan hutan tersebut terdapat hutan yang bermanfaat secara ekologi dan di bawahnya terdapat sumber dayaalam batubara yang dapat bermanfaat bagi masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi. Bahkan tidak hanya masyarakat Tanjung Enim yang dapat merasakan manfaat atas sumber daya alam tersebut, tapi secara tidak langsung bermanfaat bagi masyarakat nasional untuk memenuhi kebutuhan energi maupun untuk meningkatkan pendapatan negara. Upaya untuk mengetahui manfaat sumber daya alam yang terdapat pada kawasan hutan di Kelurahan Tanjung Enim dan penggunaan terbaik atas kekayaan sumber daya alam tersebut menjadi sangat penting untuk dilakukan. Menurut Fauzi (2014), valuasi ekonomi sumber daya alam dan lingkungan mampu menyediakan informasi untuk membantu proses pengambilan keputusan terkait dengan kebijakan publik, dalam hal ini PTBA untuk mengubah kawasan hutan menjadi areal pertambangan batubara. Valuasi dapat menjembatani untuk menilai manfaat dari penggunaan suatu sumber daya alam untuk kegiatan ekonomi tertentu dibanding dengan pemanfaatan lainnya. Champs et al. (2001) dalam
8
Fauzi (2014) menyatakan bahwa kebijakan publik harus mencerminkan pemahaman terkait dengan nilai barang publik, apalagi hal yang menyangkut dengan sumber daya alam dan lingkungan karena nilai publik dari Sumberdaya Alam sering tidak tercermin dalam nilai pasar. Lebih jauh dinyatakan bahwa valuasi ekonomi harus menjadi bagian penting dalam kebijakan publik karena valuasi ekonomi akan menjadi sumber informasi yang sangat vital dalam melakukan analisis biaya dan manfaat yang lebih komprehensif. Menurut Prasetya (2012), dalam menentukan manfaat dan biaya suatu program atau proyek harus dilihat secara luas pada manfaat dan biaya sosial dan tidak hanya pada individu saja. Berdasarkan uraian diatas, maka penting dilakukan penelitian mengenai analisis biaya dan manfaat untuk membandingkan penggunaan terbaik atas pemanfaatan lahan yang ada di areal kawasan hutan Bukit Munggu, Kelurahan Tanjung Enim tersebut.
1.2
Perumusan Masalah Sebagai wilayah yang memiliki kekayaan sumberdaya alam batubara yang
melimpah maka kekayaan sumber daya alam tersebut harus dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat, sesuai dengan UU 4/2009 yang menyatakan bahwa mineral dan batubara yang terkandung dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia merupakan kekayaan alam yang tak terbarukan sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai peranan penting dalam memenuhi hajat hidup orang banyak, karena itu pengelolaannya harus dikuasai oleh Negara untuk memberi nilai tambah secara nyata bagi perekonomian nasional dalam usaha mencapai kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara berkeadilan. Kawasan hutan yang berada di Bukit Munggu, Kelurahan Tanjung Enim adalah kawasan hutan yang sudah menjadi wilayah IUP (Izin Usaha Pertambangan) PTBA. Pada beberapa tahun mendatang PTBA merencanakan untuk mengubah penggunaan kawasan hutan tersebut menjadi areal tambang batubara. Untuk melakukan pertambangan batubara maka akan terjadi konversi lahan dari kawasan hutan menjadi pertambangan batubara. Sebelum kegiatan alih fungsi lahan (konversi) dilakukan, dibutuhkan analisis atau perbandingan biaya
9
dan manfaat dari pelaksanaan kegiatan tersebut agar penggunaan terbaik lahan dapat diketahui sehingga menjadi pertimbangan pelaksanaan kegiatan konversi areal kawasan hutan tersebut. Menurut Suparmoko (2009), setiap kegiatan atau kebijakan selalu timbul adanya biaya dan manfaat sebagai akibat dari kegiatan atau kebijakan tersebut. Sebagai dasar untuk menyatakan bahwa suatu kegiatan atau kebijakan itu layak atau tidak layak diperlukan indikasi yang menunjukkan suatu nilai atau suatu rasio. Untuk itu diperlukan suatu penilaian atau valuasi ekonomi terhadap dampak suatu rencana kegiatan (kebijakan) terhadap lingkungan. Pada penelitian ini analisis biaya dan manfaat yang akan diestimasi adalah analisis biaya dan manfaat ekonomi kegiatan konversi lahan kawasan hutan menjadi pertambangan batubara. Kawasan hutan memiliki banyak manfaat, baik manfaat langsung, manfaat tidak langsung, manfaat dari nilai keberadaan, manfaat dari nilai warisan, dan manfaat dari nilai pilihan yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat yang berada disekitarnya. Manfaat yang dapat dihasilkan dari kawasan hutan diantaranya adalah manfaat ekologis seperti penghasil karbon, penghasil oksigen, penangkap air, pencegah bencana alam, dan sebagainya. Adapun manfaat yang secara langsung dapat dirasakan oleh masyarakat dari sumber daya hutan diantaranya adalah hasil dari sumber daya hutan seperti kayu, madu, rumput, buah-buahan, dan sebagainya, namun pada kawasan hutan ini yang dimanfaatkan hanya sumber daya rumput saja yang digunakan untuk pakan ternak. Perhitungan analisis biaya dan manfaat diperlukan untuk mengetahui penggunaan terbaik pada kawasan hutan, sehingga pemanfaatan kawasan hutan dapat digunakan secara optimal dan memberikan dampak positif atau manfaat baik secara langsung maupun tidak langsung bagi seluruh masyarakat. Untuk melakukan kegiatan konversi atau perubahan pemanfaatan lahan dari kawasan hutan menjadi area perluasan tambang batubara dibutuhkan perhitungan analisis biaya dan manfaat ekonomi. Analisis biaya dan manfaat ekonomi dibutuhkan agar pemanfaatan kawasan hutan yang akan dijadikan areal pertambangan batubara dapat diketahui manfaat dan biaya ekonomi yang akan diperoleh dan dikeluarkan, sehingga rencana pembukaan areal tambang batubara tersebut dilakukan secara bijak dengan mempertimbangkan manfaat ekonomi dan
10
ekologi yang dihasilkan dari kawasan hutan. Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Berapa besar manfaat dan biaya yang dapat diperoleh dari kegiatan pertambangan batubara di kawasan hutan Bukit Munggu yang akan di konversi menjadi pertambangan batubara?
2.
Berapa nilai total ekonomi kawasan hutan Bukit Munggu yang akan di konversi menjadi pertambangan batubara?
3.
Bagaimana analisis biaya dan manfaat ekonomi dari rencana kegiatan konversi kawasan hutan Bukit Munggu menjadi pertambangan batubara?
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut: 1.
Mengestimasi manfaat dan biaya yang dapat diperoleh dari kegiatan pertambangan batubara di kawasan hutan Bukit Munggu yang akan di konversi menjadi pertambangan batubara.
2.
Mengestimasi nilai ekonomi total kawasan hutan Bukit Munggu yang akan di konversi menjadi pertambangan batubara.
3.
Menganalisis biaya dan manfaat ekonomi dari rencana kegiatan konversi kawasan hutan Bukit Munggu menjadi pertambangan batubara.
1.4
Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan tersebut maka penelitian ini memiliki manfaat bagi
pihak yang terkait, diantaranya: 1.
Mahasiswa Penelitian ini dilakukan untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang sudah di
dapatkan pada masa perkuliahan Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan. Menambah dan memberikan pengetahuan bagi mahasiswa tentang analisis biaya dan manfaat serta valuasi ekonomi pertambangan batubara. 2.
Perusahaan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan tambahan
informasi kepada pihak perusahaan untuk mempertimbangkan perluasan areal
11
pertambangan batubara. Apakah areal pertambangan batubara layak untuk diperluas dengan mengkonversi lahan kawasan hutan, dengan membandingkan manfaat yang didapat dan biaya yang dikeluarkan. 3.
Pemerintah Penelitian ini memberikan informasi tambahan kepada pemerintah dalam
mengambil keputusan untuk perluasan areal pertambangan batubara di wilayah Bukit Munggu, Kelurahan Tanjung Enim.
1.5
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini terbatas pada analisis biaya dan manfaat wilayah IUP PTBA
di kawasan hutan Bukit Munggu, Kelurahan Tanjung Enim. Pendekatan yang digunakan adalah valuasi ekonomi menggunakan metode Contingen Valuation Method (CVM) dan market value. Responden pada penelitian ini adalah masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan Bukit Munggu yaitu masyarakat Kelurahan Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan yang merasakan manfaat langsung maupun tidak langsung dari kawasan hutan Bukit Munggu. Penelitian ini hanya membandingkan total benefit dan total cost per tahun bukan per proyek karena keterbatasan data. Perbandingan perhitungan B/C yaitu hanya pada periode ekonomis pemanfaatan batubara.
12
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 2.1.1
Definisi dan Kebijakan
Pertambangan Batubara Menurut Undang-undang No. 4 Tahun 2009 definisi pertambangan adalah
sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan, dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi pendidikan umum, eksplorasi, studi
kelayakan
konstruksi,
penambangan,
pengelolaan
dan
pemurnian,
pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang. Menurut Kementrian Lingkungan Hidup (2011), penyelenggaraan kegiatan pertambangan didasarkan pada tiga hak berikut: a.
Hak milik (Mineral Right), tercantum pada Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945, dimana kekayaan alam berupa mineral dan batubara yang terkandung dalam bumi dan air di wilayah hokum pertambangan Indonesia adalah hak milik Bangsa Indonesia.
b.
Hak penguasaan (Mining Right), tercantum pada Pasal 2 Ayat (2) UU No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria. Hak ini merupakan azas horizontal, dimana Negara diberikan “Hak Penguasaan” atas kekayaan alam milik Bangsa Indonesia agar dapat dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
c.
Hak pengusahaan (Economic Right) sebagaimana tercantum dalam UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dimana badan usaha/perorangan sebagai pelaksana “pengusahaan” pertambangan mineral dan batubara (minerba). Berdasarkan peraturan pemerintah nomor 27 tahun 1980 tentang
penggolongan bahan-bahan galian terbagi atas tiga golongan, diantaranya: a. Golongan bahan galian yang strategis adalah minyak bumi, butimen cair, lilin bumi, gas alam, butimen padat, aspal, antrasit, batubara, batubara muda, uranium, radium, thorium dan bahan-bahan radioaktif lainnya, nikel, kobalt, dan timah. b. Golongan bahan galian yang vital adalah besi, mangan, molibiden, khrom, wolfram, vanadium, titan, bauksit, tembaga, timbal, seng, emas, platina, perak,
13
air raksa, intan, arsin, antimon, bismut, yttrium, rhutenium, cerium dan logamlogam langka lainnya, berillium, korundum, zirkon, kristal kwarsa, kriolit, fluorpar, barit, yodium, brom, khlor, dan belerang. c. Golongan bahan galian yang tidak termasuk golongan a atau b adalah nitratnitrat, pospat-pospat, gatam batu (halite), asbes, talk, mika, grafit, magnesit, yarosit, leusit, tawas (alum), oker, batu permata, batu setengah permata, pasirkwarsa, kaolin, feldspar, gips, bentonit, batu apung, tras, obsidian, perlit, tanah diatome, tanah serap (fullers earth), marmer, batu tulis, batu kapur, dolomit, kalsit, granit, andesit, basal, trakhit, tanah liat, dan pasir sepanjang tidak mengandung unsur-unsur mineral golongan a maupun golongan b dalam jumlah yang berarti ditinjau dari segi ekonomi pertambangan. Adapun menurut Kementrian Lingkungan Hidup (2011) faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kelangsungan kegiatan pertambangan salah satunya adalah faktor ekonomis. Kajian dimaksudkan untuk mengetahui sebuah proyek penambangan menghasilkan keuntungan atau tidak. Dalam perhitungan aliran uang diperhatikan beberapa faktor yang berpengaruh dalam situasi ekonomi, meliputi: 1. Nilai (value) dari endapan mineral per unit berat, biasanya dinyatakan dalam ($/ton) atau (Rp/ton). 2. Ongkos produksi, yaitu ongkos yang diperlukan sampai mendapatkan produk (tidak termasuk ongkos stripping). 3. Ongkos stripping of overburden. 4. Cut off grade, yaitu menentukan batas-batas cadangan sehingga akan menentukan bentuk akhir penambangan. Tambang terbuka hanya memiliki nilai ekonomis apabila lapisan batubara berada dekat dengan permukaan tanah. Menurut UU No. 4 tahun 2009, batubara adalah endapan senyawa organik karbonan
yang
terbentuk
secara
alamiah
dari
sisa
tumbuh-tumbuhan.
Pertambangan batubara adalah pertambangan endapan karbon yang terdapat di dalam bumi, termasuk bitumen padat, gambut, dan batuan aspal. Pertambangan mineral dan/atau batubara dikelola berdasarkan: a. Manfaat, keadilan, dan keseimbangan; b. Keberpihakan kepada kepentingan bangsa;
14
c. Partisipasif, transparansi, dan akuntabilitas; d. Berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
2.1.2 Kawasan Hutan Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.44/Menhut-II/2012 tentang Pengukuhan Kawasan Hutan, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dan lainnya tidak dapat dipisahkan. Sedangkan kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditetapkan pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Menurut Rahmawati (2004) dari definisi dan penjelasan tentang kawasan hutan, terdapat unsur-unsur meliputi: a. suatu wilayah tertentu b. terdapat hutan atau tidak terdapat hutan c. ditetapkan pemerintah (menteri) sebagai kawasan hutan d. didasarkan pada kebutuhan serta kepentingan masyarakat. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan dalam pasal 2 menyebutkan bahwa penggunaan kawasan hutan bertujuan untuk mengatur penggunaan sebagian kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan. Pada pasal 4 ayat (1) menjelaskan penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan hanya dilakukan untuk kegiatan yang mempunyai tujuan strategis yang tidak dapat dielakkan. Lebih lanjut dijelaskan dalam pasal 4 ayat (2) bahwa kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan meliputi: a. religi; b. pertambangan; c. instansi pembangkit, transmisi, dan distribusi listrik, serta teknologi energi baru dan terbarukan; d. pembangunan jaringan telekomusikasi, stasiun pemancar radio, dan stasiun relay televisi; e. jalan umum, jalan tol, dan jalur kereta api;
15
f. sarana transportasi yang tidak dikategorikan sebagai sarana transportasi umum untuk keperluan pengangkutan hasil produksi; g. sarana dan prasarana sumber daya air, pembangunan jaringan instalasi air, dan saluran air bersih dan/atau air limbah; h. fasilitas umum; i. industri terkait kehutanan j. pertahanan dan keamanan; k. prasarana penunjang keselamatan umum; atau l. penampungan sementara korban bencana alam. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2010 pasal 5 ayat (1), penggunaan kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (2) huruf b dilakukan dengan ketentuan: a. Dalam kawasan hutan produksi dapat dilakukan: 1.
penambangan dengan pola pertambangan terbuka; dan
2.
penambangan dengan pola pertambangan bawah tanah.
b. Dalam kawasan hutan lindung hanya dapat dilakukan penambangan dengan pola penambangan bawah tanah dengan ketentuan dilarang mengakibatkan: 1.
turunnya permukaan tanah;
2.
berubahnya fungsi pokok kawasan hutan secara permanen; dan
3.
terjadinya kerusakan akuiver air tanah. Kewajiban pemegang izin pinjam pakai kawasan hutan dijelaskan dalam
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2010 pasal 15, kewajiban tersebut diantaranya adalah: a.
Membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak Penggunaan Kawasan Hutan;
b.
Melakukan penanaman dalam rangka rehabilitasi aliran sungai;
c.
Melaksanakan reboisasi pada lahan kompensasi;
d.
Menyelenggarakan perlindungan hutan;
e.
Melaksanakan reklamasi dan/atau reboisasi pada kawasan hutan yang dipinjam pakai yang sudah tidak digunakan; dan
f.
Melaksanakan kewajiban lain yang ditetapkan oleh Menteri.
16
Berdasarkan izin pinjam pakai kawasan hutan, dalam pasal 16 disebutkan pemegang izin dapat melakukan penebangan pohon dalam rangka pembukaan lahan dengan membayar penggantian nilai tegakan, provisi sumber daya hutan, dan/atau dana reboisasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
2.2
Teori Valuasi
2.2.1 Valuasi Ekonomi Sumberdaya Menurut Fauzi (2010) ilmu ekonomi secara konvensional sering didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana manusia mengalokasikan sumber daya yang langka. Oleh karena itu ilmu ekonomi sumber daya alam dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari pengalokasian sumber daya alam seperti air, lahan, ikan, dan, hutan. Secara eksplisit ilmu ini mencari jawaban seberapa besar sumber daya harus diekstraksi sehingga menghasilkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat. Valuasi ekonomi adalah suatu upaya untuk memperkirakan nilai kuantitatif dari barang dan jasa yang diberikan oleh sumber daya alam, tanpa melihat apakah terdapat harga pasar untuk barang dan jasa tersebut (Barbier et al, 1997) dalam (Kementrian Lingkungan Hidup, 2010). Menurut Suparmoko (2009) sumber daya dapat dinilai atas dasar penggunaan (instrumental value) dan nilai yang terkandung didalamnya (intrinsic value). Penilaian sumber daya hutan dibedakan antara nilai atas dasar penggunaan (instrumental value = use value) dan nilai tanpa penggunaan (intrinsic value = non use value). Atas dasar penggunannnya nilai itu dibedakan lagi menjadi nilai atas dasar penggunaan langsung (direct use value) dan nilai penggunaan tidak langsung (indirect use value). Dari berbagai macam penggunaan dan keberadaan itu ekonom berusaha memberikan nilai dalam rupiah sehingga semua aset alam dan dampak perubahannya akan dapat dievaluasi secara lebih jelas. Jadi dalam menentukan nilai lingkungan secara keseluruhan atau nilai secara total, kita dapat menjumlahkan nilai penggunaan langsung, nilai penggunaan tidak langsung, nilai pilihan, nilai warisan, dan nilai keberadaannya. Sumber daya bisa menghasilkan utilitas tanpa melalui proses produksi. Lahan yang menghasilkan panorama indah, misalnya, bisa saja tidak dijadikan
17
faktor produksi, namun memberikan utilitas (kepuasan) berupa pemandangan (scenery) yang dapat dinikmati oleh masyarakat. Dengan demikian pengertian sumber daya tidak hanya menyangkut nilai yang dikonsumsi, namun juga menyangkut nilai yang tidak dikonsumsi secara langsung (Fauzi, 2010). Persamaan nilai total ekonomi (total economic value) menurut Pearce (1993), Randall and Stoll (1983) adalah sebagai berikut: Total Economic Value = Direct use value + Indirect use value + Existence value + Option value Menurut Nurfatriani (2008), nilai guna langsung (directuse value) merupakan nilai dari manfaat yang langsung dapat diambil dari sumber daya. Berbeda dengan nilai guna tidak langsung (indirect use value), yaitu nilai dari manfaat yang secara tidak langsung dirasakan manfaatnya, dan dapat hal yang berupa mendukung nilai guna langsung. Sedangkan nilai bukan guna yaitu semua manfaat yang dihasilkan bukan dari hasil interaksi secara fisik antara hutan dan konsumen (pengguna). Nilai pilihan mengacu kepada nilai bukan guna meliputi manfaat yang tidak dapat diukur yang diturunkan dari keberadaan hutan di luar nilai guna langsung dan tidak langsung. Nilai bukan guna terdiri atas nilai keberadaan (existence value) dan nilai warisan (bequest value). Nilai keberadaan (existence value) adalah nilai kepedulian seseorang akan keberadaan suatu sumber daya berupa nilai yang diberikan oleh masyarakat kepada kawasan hutan atas manfaat spiritual, estetika, dan kultural. Sementara nilai warisan (bequest value) adalah nilai yang diberikan masyarakat kepada generasi akan datang. Nilai-nilai ini tidak terefleksi dalam harga pasar (Bishop, 1999) dalam Nurfatriani (2006). Berikut adalah diagram total economic value beserta metode analisisnya:
18
Total Economic Value
Nilai penggunaan (Use value)
Nilai tanpa penggunaan (Non use value)
Nilai penggunaan langsung (Direct Use Value)
Nilai penggunaan tidak langsung (Indirect Use Value)
Nilai penggunaan alternatif (Option Value)
Nilai keberadaan, warisan (Existence, Bequest Value)
Hasil penjualan sumberdaya hayati: kayu, rotan, madu, hewan liar
Rekreasi, asimilasi, karbon, pencegah air, tata air
CVM
CVM
Analisis Pasar, TCM, Hedonic Prices
Damage Cost Avoided, Value of Change of Productivitty
Sumber: diadaptasi dari Barbier (1989) dalam Barbier, Acreman, Knowler (1997)
Gambar 3 Diagram Nilai Sumber Daya Alam dan Lingkungan Menurut Fauzi (2010), secara umum nilai ekonomi didefinisikan sebagai pengukuran jumlah maksimum seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh barang dan jasa lainnya. Secara formal, konsep ini disebut keinginan membayar (willingness to pay) seseorang terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumber daya alam dan lingkungan. Dengan menggunakan pengukuran ini, nilai ekologis ekosistem bisa “diterjemahkan” ke dalam bahasa ekonomi dengan mengukur nilai moneter barang dan jasa. Keinginan membayar juga dapat diukur dalam bentuk kenaikan pendapatan yang menyebabkan seseorang berada dalam posisi indifferent terhadap perubahan eksogenous. Perubahan eksogenous ini bisa terjadi karena perubahan harga (misalnya akibat sumber daya makin langka) atau karena perubahan kualitas sumber daya. Secara umum, teknik valuasi ekonomi sumberdaya yang tidak dapat dipasarkan (non-market valuation) dapat digolongkan ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama adalah teknik valuasi yang mengandalkan harga implisit
19
dimana Willingness To Pay terungkap melalui model yang dikembangkan. Teknik ini sering disebut teknik revealed WTP (keinginan membayar yang terungkap). Beberapa teknik yang termasuk dalam kelompok pertama ini adalah travel cost, hedonic pricing, dan teknik yang relatif baru disebut random utility model. Kelompok kedua adalah teknik valuasi yang didasarkan pada survei dimana keinginan membayar atau WTP diperoleh langsung dari responden, yang langsung diungkapkannya secara lisan maupun tertulis. Salah satu teknik yang cukup popoler dalam kelompok ini adalah yang disebut Contingen Valuation Method (CVM), dan Discrete Choice Method (Fauzi, 2010). Beberapa metode valuasi akan disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2 Matriks Metode Valuasi Metode Valuasi
Penjelasan
1. Travel Cost Method (TCM)
a. Metode
2. Hedonic Pricing (HP)
a. Metode ini digunakan untuk mengestimasi nilai
3.Contingen Valuation Method (CVM)
a. Pendekatan CVM sering digunakan untuk mengukur
ini kebanyakan digunakan untuk menganalisis permintaan terhadap rekreasi di alam terbuka (outdoor recreation), seperti memancing, berburu, hiking, dan sebagainya. b. Tujuan TCM adalah ingin mengetahui nilai kegunaan (use value) dari sumberdaya alam melalui pendekatan proxy. c. Teknik ekonomi yang digunakan untuk menentukan nilai ekonomi berdasarkan TCM, diantaranya: 1) Pendekatan sederhana melalui zonasi. 2) Pendekatan individual TCM dengan menggunakan sebagian besar dari survey.
implisit karakteristik dan atribut yang melekat pada suatu produk dan mengkaji hubungan antara karakteristik yang dihasilkan tersebut dengan permintaan barang dan jasa. b. Analisis HP terdiri dari dua tahap, yaitu: 1) Penentuan variabel kualitas lingkungan yang akan dijadikan studi (fungsi HP) dan pengkajiannya memerlukan ketersediaan data spasial dan data harga objek yang akan dinilai. 2) Penentuan fungsi permintaan.
nilai pasif (nilai non-pemanfaatan) sumberdaya alam atau sering juga dikenal dengan nilai keberadaan. b. Tujuan CVM diantaranya adalah: 1) Untuk mengetahui keinginan membayar (Willingness To Pay atau WTP) dari masyarakat,
20
misalnya terhadap perbaikan kualitas lingkungan. 2) Untuk mengetahui keinginan menerima (Willingness To Accept atau WTA), misalnya terhadap kerusakan suatu lingkungan perairan. Jika individu yang ditanya tidak memiliki hak atas barang dan jasa yang dihasilkan dari sumberdaya alam, pengukuran yang relevan adalah WTP maksimum untuk memperoleh barang tersebut. Sebaliknya, jika individu memiliki hak atas sumberdaya, pengukuran yang relevan adalah WTA minimum. c. Tahapan penerapan CVM diantaranya adalah sebagai berikut: 1) Membuat hipotesis pasar. 2) Mendapatkan nilai lelang (Bids). 3) Menghitung rataan WTP dan WTA. 4) Memperkirakan kurva lelang (Bid Curve). 5) Mengagregatkan data. 4. Benefit Transfer
a. Salah satu metode yang digunakan bagi penelitian yang memiliki ketersediaan data yang sedikit dan biaya penelitian yang sedikit. Penelitian dilakukan dengan menilai perkiraan benefit dari tempat lain (dimana sumberdaya tersedia) kemudian benefit tersebut ditransfer untuk memperoleh perkiraan kasar mengenai lingkungan. b. Menurut Krupnick (1993) dalam Fauzi (2010) 1) Benefit transfer sulit dilakukan untuk sumberdaya alam wetland (seperti mangrove dan sejenisnya) karena nilai yang diperoleh akan sangat tergantung pada tempat dan karakteristik populasi. 2) Benefit transfer bisa saja dilakukan jika sumberdaya alam tersebut memiliki ekosistem yang sama baik dari segi tempat maupun karakteristik pasar (market characteristic).
Sumber: Fauzi (2010)
2.2.2 Contingen Valuation Method (CVM) Pendekatan ini disebut contingen (tergantung) karena pada praktiknya informasi yang diperoleh sangat tergantung pada hipotesis yang dibangun. Misalnya, seberapa besar biaya yang ditanggung, bagaimana pembayarannya, dan sebagainya. Pendekatan CVM ini secara teknis dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, dengan teknik eksperimental melalui simulasi dan permainan. Kedua, dengan teknik survei. Pendekatan CVM sering digunakan untuk mengukur nilai pasif (nilai non-pemanfaatan) sumberdaya alam atau sering juga dikenal dengan nilai keberadaan. Di dalam tahap operasional penerapan pendekatan CVM
21
terdapat lima tahap kegiatan atau proses. Tahapan tersebut dapat dikategorikan sebagai berikut (Fauzi, 2010): 1.
Membuat Hipotesis Pasar Pada awal proses kegiatan CVM, seorang peneliti biasanya harus terlebih
dahulu membuat hipotesis pasar terhadap sumberdaya yang akan dievaluasi. 2.
Mendapatkan Nilai Lelang (Bids) Tahap ini dilakukan dengan melakukan survei, baik melalui survei
langsung dengan kuesioner, wawancara melalui telepon, maupun lewat surat. Tujuan survei ini adalah untuk memperoleh nilai maksimum keinginan membayar (WTP) dari responden terhadap suatu proyek, misalnya perbaikan lingkungan. Nilai lelang ini bisa dilakukan dengan teknik: a.
Permintaan lelang (Bidding Game). Responden diberi pertanyaan secara
berulang-ulang tentang apakah mereka ingin membayar sejumlah tertentu. Nilai ini kemudian bisa dinaikkan atau diturunkan tergantung respons atas pertanyaan sebelumnya. Pertanyaan dihentikan sampai nilai yang tetap diperoleh. b.
Pertanyaan terbuka. Responden diberikan kebebasan untuk menyatakan
nilai moneter (rupiah yang ingin dibayar) untuk suatu proyek perbaikan lingkungan. c.
Payment Card. Nilai lelang dengan teknik ini diperoleh dengan cara
menanyakan apakah responden mau membayar pada kisaran nilai tertentu dari nilai yang sudah ditentukan sebelumnya. Nilai ini ditunjukkan kepada responden melalui kartu. d.
Model referendum atau descrete choice (dichotomous choice). Responden
diberi suatu nilai rupiah, kemudian diberi pertanyaan setuju atau tidak. 3.
Menghitung Rataan WTP dan WTA Setelah survei dilaksanakan, tahap berikutnya adalah menghitung nilai
rataan WTP setiap individu. Nilai yang dihitung berdasarkan nilai lelang (bid) yang diperoleh pada tahap dua. Perhitungan ini biasanya didasarkan pada nilai mean (rataan) dan nilai median (tengah).
22
4.
Memperkirakan Kurva Lelang (Bid Curve) Kurva lelang atau bid curve diperoleh dengan, misalnya meregresikan
WTP/WTA sebagai variabel tidak bebas. Wi = f ( I, E, A, Q ) Keterangan: Wi I E A Q
= Nilai WTP = Pendapatan = Jenis Pekerjaan = Usia = Pengeluaran
5.
Mengagregatkan Data Proses ini melibatkan konversi data rataan sampel ke rataan populasi secara
keseluruhan. Salah satu cara untuk mengkonversi ini adalah mengalikan rataan sampel dengan jumlah rumah tangga dalam populasi (N).
2.2.3 Model Regresi Linear Berganda Analisis linear berganda digunakan untuk mengukur pengaruh antara satu peubah tak bebas (independent variable) dengan banyak peubah bebas (dependen variable). Menurut Juanda (2009), membahas model regresi berganda (multiple regression model) dengan asumsi bahwa peubah tak bebas (respons) Y merupakan fungsi linier dari beberapa peubah bebas X1, X2, ..., Xk, dan komponen sisaan ε (error). Persamaan model regresi linear berganda secara umum (model populasi) adalah sebagai berikut: Yi = β0+β1X1i + β2X2i + β3X3i + ... + βkXki + εi ....................................... (1)
Keterangan: Yi
= Fungsi linier dari beberapa peubah bebas X1, X2, ..., Xk, dan komponen sisaan ε (error)
i
= Nomor pengamatan dari 1 sampai N untuk data populasi, atau sampai nuntuk data contoh (sample)
Xki
= Pengamatan ke-i untuk peubah bebas Xk
β0
= Intersep
β1, β2, ..., βki
= Koefisien regresi
X1i, X2i, ..., Xki = Peubah bebas (dependen variable)
23
2.2.4
Analisis Market Value Menurut Iskandar (2009), harga adalah sejumlah uang yang diminta,
ditawarkan atau dibayarkan untuk suatu barang atau jasa. Biaya adalah sejumlah uang yang dikeluarkan atas barang atau jasa atau jumlah yang dibutuhkan untuk menciptakan atau memproduksi barang atau jasa tersebut. Market value adalah perkiraan jumlah uang pada tanggal penilaian, yang dapat diperoleh dari transaksi jual beli atau hasil penukaran aset antara pembeli dengan penjual dalam suatu transaksi yang bebas ikatan, yang penawarannya dilakukan secara layak dan kedua pihak masing-masing mengetahui dan tanpa paksaan. Sedangkan menurut Koi (2011), nilai pasar (market value) adalah nilai atau harga jual suatu barang yang jika barang tersebut dijual, besarnya harga jual tergantung dengan nilai pasar yang berlaku untuk barang tersebut. Nilai pasar tidak tergantung dengan penyusutan barang tersebut, nilai pasar hanya dipengaruhi kondisi pasar.
2.3
Konsep Biaya dan Manfaat Ekonomi Menurut Dunn (2003), Cost Benefit Analysis atau Analisis Biaya Manfaat
adalah pendekatan untuk rekomendasi kebijakan yang memungkinkan dan menganjurkan suatu kebijakan dengan cara menghitung total biaya dalam bentuk uang. Menurut Yesha (2013), analisis biaya dan manfaat sering kali digunakan untuk menganalisis kelayakan proyek pemerintah. Pada proyek pemerintah, keuntungan (manfaat) sering kali tidak dapat diukur dengan jelas karena tidak berorientasi kepada keuntungan. Dengan kata lain, keuntungan didasarkan kepada manfaat umum yang diperoleh oleh masyarakat. Menurut Noor (2007), biaya adalah pengeluaran yang tidak dapat direlakan (unavoidable exspenses) dalam melakukan suatu kegiatan. Dengan demikian, secara konsep, maka pengertian biaya adalah sebagai berikut. a. Biaya (cost) tidak sama dengan pengeluaran (expense). b. Biaya (cost) harus menggambarkan kegiatan. c. Biaya (cost) harus relevan dengan kegiatan yang dilakukan. Biaya total produksi atau lebih dikenal total cost (TC) merupakan keseluruhan biaya yang harus dikeluarkan oleh produsen kaitannya dengan proses produksi yang sebagai aktivitas utama untuk menghasilkan suatu produk. Dalam
24
jangka pendek total cost sangat ditentukan oleh input berbagai produksi secara kuantitas maupun kualitas. Di mana input-input produksi tersebut dapat memberikan konsekuensi pembiayaan bersifat tetap dan bersifat variabel. Menurut Gray, et al. (1993) opportunity cost adalah benefit yang dikorbankan karena sejumlah sumber yang ada telah digunakan untuk kegiatan X, dan bukan kegiatan Y. Dengan kata lain, kegiatan Y tidak dilaksanakan karena sumber yang seyogiyanya dapat dipergunakan untuk kegiatan Y tidak jadi dilaksanakan karena sumber yang seyogiyanya dapat dipergunakan untuk kegiatan Y telah dipergunakan untuk kegiatan X. Jadi dalam hal ini, benefit yang seyogiyanya dapat dihasilkan oleh kegiatan Y, menjadi opportunity cost kegiatan X, yang perlu dibandingkan dengan benefit netto kegiatan X sendiri. Menurut Kadariah (1999), manfaat dibagi menjadi tiga yaitu manfaat langsung, manfaat tidak langsung, dan manfaat terkait. Pertama, manfaat langsung adalah berupa peningkatan output secara kualitatif dan kuantitatif. Kedua, manfaat tidak langsung adalah manfaat yang muncul akibat adanya suatu kegiatan tertentu. Manfaat ini dapat berupa meningkatnya pendapatan masyarakat sekitar. Ketiga, manfaat terkait adalah keuntungan-keuntungan yang sulit dinyatakan dengan sejumlah uang, namun benar-benar dapat dirasakan. Manfaat yang dihasilkan dari kegiatan konversi kawasan hutan menjadi petambangan batubara adalah manfaat dari pertambangan batubara. Untuk mengidentifikasi manfaat yang dihasilkan dari kawasan hutan digunakan valuasi sedangkan untuk mengidentifikasi manfaat yang dihasilkan batubara digunakan market value, dimana penerimaan adalah cerminan dari manfaat yang dihasilkan dari tambang batubara. Penerimaan dapat diartikan sebagai nilai produk total dalam jangka waktu tertentu baik yang dipasarkan maupun tidak (Soekartawi, 2002). Penerimaan menurut Sunyoto (2013) adalah penerimaan perusahaan dari hasil penjualan output-nya kepada konsumen. Penerimaan total (total revenue = TR) adalah keseluruhan penerimaan yang diterima perusahaan dari penjualan outputnya kepada konsumen. Penerimaan total atau total manfaat dirumuskan: TR = P x Q
.......................................................................................... (2)
25
Keterangan: TR
= Total manfaat (Rp)
Q
= Kuantitas yang dijual perusahaan kepada konsumen (unit)
P
= Harga output yang dijual per unit (Rp/unit) Menurut Devkota (2006) analisis biaya dan manfaat dapat dianalisis
menggunakan benefit cost ratio. Sedangkan kriteria kelayakan suatu kegiatan dapat dijalankan jika B/C ≥ 1. Benefit cost ratio dirumuskan sebagai berikut: B/C
=
TR TC
=
B1+B2+ ,… + Bi C1+C2+ ,…+ Ci
................................................... (3)
Keterangan: B/C
= Benefit-cost ratio
TR
= Total manfaat (Rp)
TC
= Total biaya (Rp)
B1+B2+,...+Bi = Penjumlahan manfaat (Rp) C1+C2+,...+Ci = Penjumlahan biaya (Rp) Untuk penentuan kriteria pengambilan keputusan yaitu: a.
Jika nilai B/C rasio ≥ 1, maka kegiatan atau usaha tersebut layak (feasible) untuk dijalankan.
b.
Jika nilai B/C rasio < 1, maka kegiatan atau usaha tersebut tidak layak (not feasible) untuk dijalankan.
2.4
Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini terkait dengan
identifikasi analisis biaya dan manfaat ekonomi konversi lahan kawasan hutan menjadi pertambangan batubara yang pernah dilakukan sebelumnya dan dapat dijadikan sebagai rujukan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.
26
Tabel 3 Penelitian Terdahulu Peneliti
Judul Penelitian
Analisis
Hasil Penelitian
Iriani (2013)
Analisis Nilai Analisis deskriptif Ekonomi Manfaat dan analisis dan Dampak Negatif pendapatan. Penambangan Pasir Illegal di Sungai Brantas Kelurahan Semampir Kota Kediri.
Total manfaat dari kegiatan penambangan meliputi segala manfaat yang diterima oleh pihakpihak yang terlibat dalam aktivitas penambangan yaitu sebesar Rp 61 703 085 000.33. Terdiri dari pendapatan/keuntungan pengusaha tambang pasir sebesar Rp 17 198 085 000.33, pendapatan buruh tambang pasir sebesar Rp 17 820 000 000, pendapatan kuli angkut pasir sebesar Rp 10 674 000 000, pendapatan sopir truk sebesar Rp 7 116 000 000, dan pendapatan preman/keamanan sebesar Rp 8 895 000.
Albarqoni (2013)
Valuasi Ekonomi Lahan Hutan yang Berpotensi untuk Konversi menjadi Kawasan Industri, Kariangau Balikpapan, Kalimantan Timur.
Analisis WTP (Willingness To Pay) dan analisis resgresi linier berganda.
Total manfaat dari kegiatan penambangan meliputi segala manfaat yang diterima oleh pihakpihak yang terlibat dalam aktivitas penambangan yaitu sebesar Rp 61 703 085 000.33. Terdiri dari pendapatan/keuntungan pengusaha tambang pasir sebesar Rp 17 198 085 000.33, pendapatan buruh tambang pasir sebesar Rp 17 820 000 000, pendapatan kuli angkut pasir sebesar Rp 10 674 000 000, pendapatan sopir truk sebesar Rp 7 116 000 000, dan pendapatan preman/keamanan sebesar Rp 8 895 000.
Sayyidah (2013)
Kerugian Ekonomi Akibat Konversi Lahan Perkebunan Kelapa Sawit menjadi Pertambangan Emas (Studi Kasus: Desa
Analisis deskriptif, teknik loss of earning, contingen valuation method (CVM), dan regresi linier berganda.
Dampak aspek sosialekonomi dari penelitian ini adalah terbukanya lapangan pekerjaan, meningkatkan pendapatan, terjadinya kecelakaan
27
Daya Murni, Kecamatan Pelepat Ilir, Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi).
pertambangan, terjadinya penyempitan lahan perkebunan. Nilai kerugian ekonomi dari produksi kelapa sawit akibat kegiatan konversi lahan pertambangan emas dan pasir adalah sebesar Rp 2 066 333.3/orang /bulan. Selain itu, responden mendapatkan penerimaan dari sewa lahan sebesar Rp 1 166 666.67 /orang/bulan. Nilai rataan WTP responden adalah sebesar Rp 10 150 dan total WTP responden untuk reboisasi pasca tambang adalah sebesar Rp 315 000.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah membahas mengenai manfaat ekonomi yang ditimbulkan dari kegiatan pertambangan, valuasi ekonomi nilai guna hutan (langsung dan tidak langsung), dan analisis ekonomi kegiatan konversi lahan pertambangan. Adapun beberapa kesamaan metode yang digunakan dalam penelitian adalah mengkaji Willingness To Pay (WTP) dengan Contingen
Valuation
Method
(CVM)
dan
menganalisis
faktor
yang
mempengaruhi WTP menggunakan analisis linier berganda. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah lokasi penelitian, dan tujuan penelitian. Penelitian ini akan menghitung nilai ekonomi total kawasan hutan, tidak sebatas nilai ekologinya saja tetapi akan dihitung juga nilai bangunan yang terdapat pada kawasan hutan tersebut dengan menggunakan analisis nilai pasar (market value). Pada penelitian ini akan dilakukan perhitungan analisis biaya dan manfaat dari kegiatan konversi lahan kawasan hutan menjadi pertambangan, sedangkan penelitian sebelumnya hanya menganalisis nilai manfaatnya saja.
28
III. KERANGKA PEMIKIRAN Batubara adalah sumbedaya alam yang tidak dapat diperbarui yang tidak terdapat di seluruh lahan yang ada di Indonesia. Hanya beberapa wilayah di Indonesia yang dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa sumberdaya alam batubara, salah satunya adalah di wilayah Kelurahan Tanjung Enim, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan. Sumberdaya alam batubara mempunyai banyak manfaat yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat maupun sektor perindustrian, seperti pabrik kertas. Salah satu manfaat yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat adalah kebutuhan batubara untuk memenuhi energi nasional. Hasil dari pertambangan batubara yang ada di Kelurahan Tanjung Enim sebagian besar digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi listrik di wilayah Pulau Sumatera, Jawa, dan Bali. Pertambangan batubara yang berada di Kelurahan Tanjung Enim merupakan salah satu sumber mata pencaharian masyarakat, pertambangan batubara diharapkan dapat menopang perekonomian masyarakat. Pemerintah sudah memberikan izin untuk melakukan pertambangan batubara yang ada di wilayah Kelurahan Tanjung Enim, karena wilayah ini adalah salah satu penghasil batubara terbesar di Indonesia yang dapat memenuhi kebutuhan energi nasional. Pertambangan batubara yang sudah dilakukan di Kelurahan Tanjung Enim adalah pertambangan batubara yang peduli akan kelestarian lingkungan, terbukti dengan pelaksanaan reklamasi lahan pasca tambang yang dilakukan oleh PTBA setelah kegiatan pertambangan batubara sudah selesai dilakukan. Hal ini juga yang mendukung pemerintah untuk tetap memberikan izin penambangan batubara kepada PTBA. Peningkatan kebutuhan batubara mengakibatkan produksi batubara harus ditingkatkan. Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi batubara adalah dengan memperluas lahan pertambangan batubara. Maka dari itu Bukit Munggu yang merupakan salah satu wilayah yang memiliki cukup banyak cadangan batubara dengan kalor tinggi direncanakan untuk di konversi menjadi lahan pertambangan batubara. Bukit munggu adalah kawasan hutan yang perizinan penggunaan lahannya dipegang oleh pemerintah Kehutanan, sehingga untuk
29
penggunaan lahan tersebut dibutuhkan perizinan dan biaya sewa lahan hutan yang diserahkan kepada pemerintah Kehutanan. Penelitian ini akan menganalisis biaya dan manfaat ekonomi kawasan hutan dengan menggunakan metode valuasi kawasan hutan. Valuasi hutan yang akan dihitung adalah nilai use value (nilai penggunaan) dan non use value (nilai bukan penggunaan) yang dihasilkan kawasan hutan. Metode untuk mendapatkan nilai hutan adalah dengan menggunakan Willingness To Pay (WTP) masyarakat Kelurahan Tanjung Enim tentang keberadaan hutan, nilai warisan hutan, dan manfaat pilihan hutan. Faktor yang mempengaruhi Willingness To Pay (WTP) masyarakat juga akan dianalisis menggunakan Minitab 14. Sedangkan untuk menganalisis direct value (nilai langsung) kawasan hutan adalah dengan mengidentifikasi manfaat atau hasil hutan yang digunakan secara langsung oleh masyarakat kelurahan Tanjung Enim, misalnya air. Salah satu indirect value (nilai tidak langsung) kawasan hutan yang akan dihitung adalah nilai karbon yang dihasilkan kawasan hutan. Analisis biaya dan manfaat juga akan digunakan pada pertambangan batubara yang direncanakan akan dilakukan di kawasan hutan tersebut. Analisis biaya dan manfaat akan dihitung berdasarkan biaya yang dikeluarkan dan manfaat yang dapat dihasilkan dari pertambangan batubara, dimana manfaat batubara dihitung dari cerminan penerimaan yang didapatkan dari produksi batubara di wilayah tersebut. Setelah itu akan digunakan analisis deskriptif untuk membandingkan manfaat dan biaya dari kawasan hutan dengan pertambangan batubara. Kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada kerangka alur pemikiran Gambar 4.
30
Peningkatan Kebutuhan Batubara Menuntut Peningkatan Produksi Batubara
WIUP PTBA memiliki potensi Sumberdaya Batubara
Rencana Konversi Lahan Kawasan Hutan (WIUP PTBA) menjadi Pertambangan Batubara
Identifikasi Manfaat dan Biaya Kawasan Hutan dan Pertambangan Batubara
Kawasan Hutan
Pertambangan Batubara
Valuasi Ekonomi (CVM)
Market Value
Perbandingan Biaya dan Manfaat Kawasan Hutan dengan Pertambangan Batubara
Rekomendasi
Gambar 4 Kerangka Pemikiran
31
IV. METODE PENELITIAN 4.1
Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Tanjung Enim, Kecamatan Lawang
Kidul, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan. Pemilihan lokasi dipilih secara sengaja dengan mempertimbangkan bahwa wilayah ini adalah salah satu wilayah penghasil batubara terbesar di Indonesia dan direncanakan akan dieksplorasi dengan cara mengkonversi kawasan hutan menjadi pertambangan batubara. Pengambilan data primer pada penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-Februari 2014.
4.2
Jenis dan Sumber Data Jenis dan sumber data yang digunakan pada penelitian ini adalah data
primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang dikumpulkan di lapangan secara langsung terhadap responden menggunakan kuesioner. Data primer yang dibutuhkan dalam penelitian ini antara lain adalah identifikasi manfaat kawasan hutan bagi masyarakat, identitas responden (nama, jenis kelamin, usia, status pernikahan, pekerjaan, pendapatan, jumlah tanggungan), persepsi masyarakat tentang manfaat hutan, besarnya willingness to pay (WTP) masyarakat terhadap keberadaan hutan, nilai warisan hutan, dan manfaat pilihan hutan. Data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini diantaranya adalah harga batubara (Rp/ton), luas lahan kawasan hutan yang akan dikonversi menjadi pertambangan batubara dan jumlah cadangan batubara yang ada di kawasan tersebut yang termasuk dalam lahan yang akan di konversi menjadi pertambangan batubara. Data ini didapatkan dari PTBA sebagai perusahaan batubara yang akan melakukan kegiatan penambangan batubara. Sedangkan data sekunder lainnya diperoleh dari Kementrian Pertambangan Mineral dan Batubara, pemerintah daerah setempat, buku, internet, dan literatur-literatur lain yang mendukung.
32
4.3
Metode Pengambilan Sampel Metode pengambilan sampel untuk penelitian ini digunakan dengan
metode purposive random sampling dimana responden dipilih secara sengaja dan diberikan kesempatan yang sama bagi seluruh elemen populasi. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kelurahan Tanjung Enim, Kecamatan Lawang Kidul, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan. Penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini berdasarkan Gujarati (2007) yang menetapkan pengambilan jumlah sampel sekurang-kurangnya berjumlah 30 orang. Pada penelitian ini sampel yang digunakan sebanyak 40 orang. Pengambilan data dari responden bertujuan memperoleh gambaran seberapa besar nilai ekonomi hutan dengan menggunakan analisis nilai ekonomi manfaat hutan dari secara langsung (use value) dan nilai ekonomi manfaat hutan secara tidak langsung (non use value). 4.4
Metode Analisis Data Hasil data penelitian akan dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif.
Analisis data akan dilakukan dengan bantuan Microsoft Office Excel 2007 dan Minitab 14. Data mengenai Willingness To Pay (WTP) masyarakat diperoleh melalui wawancara yang akan dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif serta akan disajikan secara deskriptif, sedangkan untuk data lainnya akan dianalisis secara kuantitatif dan akan disajikan secara deskriptif. Metode analisis data digunakan untuk menjawab tujuan penelitian dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Metode Analisis Data No. Tujuan Penelitian 1.
Mengestimasi nilai ekonomi total kawasan hutan yang akan di konversi menjadi areal pertambangan batubara.
Metode Analisis Data
Output Analisis Data
Valuasi nonpasar menggunakan metode CVM dengan WTP, regresi linier berganda.
Untuk mendapatkan nilai ekonomi hutan non guna. Nilai yang didapatkan diantaranya: a. Nilai keberadaan hutan. b. Nilai warisan hutan. c. Nilai pilihan hutan. d. Nilai total hutan baik guna maupun non guna.
33
Market Value
Untuk mendapatkan nilai ekonomi manfaat langsung maupun tidak langsung dari hutan. a. Manfaat langsung yaitu nilai rumput. b. Manfaat tidak langsung diantaranya: Nilai air Nilai karbon Nilai oksigen
2.
Mengestimasi pendapatan Market Value dari kegiatan dan analisis pertambangan batubara di pendapatan. wilayah yang di konversi.
Untuk mendapatkan nilai ekonomi yaitu pendapatan dari batubara.
3.
Menganalisis Analisis perbandingan biaya dan kuantitatif manfaat dari penggunaan deskriptif. lahan sebagai kawasan hutan dengan pertambangan batubara.
Untuk mendapatkan hasil dari perbandingan manfaat dan biaya, dengan membandingkan hasil kuantitatif dari tujuan pertama dan kedua. Kemudian akan disajikan secara deskriptif.
Sumber: Data Primer, diolah (2014)
4.4.1
Contingen Valuation Method (CVM) Untuk mendapatkan nilai willingness to pay masyarakat Tanjung Enim
dapat digunakan tahapan CVM (Fauzi, 2010) sebagai berikut: 1.
Membuat Hipotesis Pasar Pasar hipotesis dibentuk berdasarkan pemberian gambaran kepada
responden terhadap keberadaan hutan yang memiliki banyak manfaat, baik manfaat guna (use value) maupun manfaat non guna (non use value). Manfaat use value diantaranya manfaat dari nilai pilihan (option value), serta manfaat langsung dan tidak langsung lain dari kawasan hutan Bukit Munggu. Manfaat langsung dari kawasan hutan Bukit Munggu yaitu dapat menghasilkan rumput yang digunakan oleh peternak sapi, sedangkan manfaat tidak langsung yaitu dapat menghasilkan karbon, oksigen, dan air. Masyarakat juga diberi gambaran tentang manfaat bukan guna (non use value) seperti manfaat dari nilai keberadaan hutan (existence value)
34
dan nilai warisan hutan (bequest value). Selanjutnya dalam hipotesis pasar masyarakat diberikan gambaran tentang dapat berkurangnya manfaat dan jasa hutan karena akan dilakukan alih fungsi pemanfaatan lahan kawasan hutan Bukit Munggu menjadi areal perluasan tambang batubara. Setelah pemberian hipotesis pasar, masyarakat ditanyakan seberapa besar keinginan membayar atas existence value (nilai keberadaan) hutan, bequest value (nilai warisan) hutan yaitu keberlanjutan keberadaan hutan untuk generasi mendatang, dan option value (nilai pilihan) hutan yaitu manfaat yang belum diketahui dari sumber daya alam yang ada dalam kawasan hutan Bukit Munggu. 2.
Mendapatkan Nilai Lelang WTP Teknik yang digunakan untuk memperoleh nilai maksimum keinginan
membayar (WTP) dari responden adalah dengan menggunakan pertanyaan terbuka. Responden diberikan kebebasan untuk menyatakan nilai moneter (rupiah yang ingin dibayar) untuk menjaga kualitas lingkungan. 3.
Menghitung Rataan Nilai WTP Tahap berikutnya adalah menghitung nilai rataan WTP setiap individu. Nilai
ini dihitung berdasarkan nilai lelang pada tahap dua. Perhitungan didasarkan pada nilai mean (rataan) dan nilai median (tengah). Perhitungan dapat menggunakan formula berikut ini:
DWTP =
𝑛 𝑛 =1 𝑊𝑇𝑃𝑥𝑖
𝑛
..................................................................... (4)
Keterangan: DWTP
= Dugaan WTP
WTPxi
= Jumlah nilai WTP responden
n
= Jumlah responden
i
= Responden ke-i yang bersedia membayar
4.
Memperkirakan Kurva Lelang (Bid Curve) Kurva lelang atau bid curve diperoleh dengan meregresikan WTP sebagai
variabel tidak bebas (dependent variable) dengan beberapa variabel bebas. Perkiraan menggunakan persamaan berikut: Wi= (TP, P, JT, U, JK) ....................................................................... (5)
35
Keterangan: Wi TP P JT U JK 5.
= = = = = =
Nilai WTP responden Tingkat pendidikan Pendapatan Jumlah tanggungan Usia Dummy jenis kelamin (0 = Perempuan; 1 = Laki-laki)
Mengagregatkan Data Tahap terakhir dalam teknik CVM adalah mengagregatkan rataan lelang
yang diperoleh pada tahap tiga. Proses ini melibatkan konversi data rataan sampel ke rataan populasi secara keseluruhan. Nilai total WTP dihitung menggunakan formula seperti berikut:
TWTP=
n n=1 WTPi
ni ..................................................................... (6)
Keterangan: TWTP
= Total WTP
WTPi
= WTP responden ke-i
ni
= Jumlah responden ke-i
n
= Jumlah responden
4.4.2
Analisis Regresi dalam CVM Analisis fungsi willingness to pay (WTP) menggunakan analisis linier
berganda. Analisis linier berganda digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap besarnya nilai WTP masyarakat. Pada penelitian ini akan dilakukan tiga analisis WTP yaitu analisis WTP existence value (nilai keberadan), bequest value (nilai warisan hutan), dan (option value) nilai manfaat pilihan hutan. Persamaan regresi besarnya nilai WTP pada penelitian ini adalah sebagai berikut: Fungsi WTP nilai keberadaan hutan (existence value): ln WTPK= β0+β1 TPi+β2 Pi+β3 JTi+β4 Ui+β4 JKi+ e .............. (7) Fungsi WTP nilai warisan hutan (bequst value): ln WTPW= βo+β1 TPi+β2 Pi+β3 JTi+β4 Ui+β4 JKi+e .............. (8)
36
Fungsi WTP nilai pilihan hutan(option value): ln WTPP= βo+ β1 TPi+β2 Pi+β3 JTi+β4 Ui+β4 JKi+ e ............. (9) Keterangan: ln WTPK ln WTPW ln WTPP βo β1,β2,...βn TP P JT U JK e
= = = = = = = = = = =
Nilai WTP responden terhadap nilai keberadaan hutan Nilai WTP responden terhadap nilai warisan hutan Nilai WTP responden terhadap nilai pilihan hutan Intersep Koefisien regresi Tingkat pendidikan Pendapatan Jumlah tanggungan Usia Dummy jenis kelamin (0 = Perempuan; 1 = Laki-laki) Galat
4.4.2.1 Hipotesa Hipotesa penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Nilai WTP masyarakat diduga dipengaruhi oleh karakteristik responden yaitu tingkat pendidikan, jumlah pendapatan, jumlah tanggungan, usia, dan jenis kelamin responden. 2. Tingkat pendidikan, usia, dan tingkat pendapatan pada WTP bequest value diduga akan berkorelasi positif dengan nilai WTP yang ingin dibayarkan oleh responden. 3. Jumlah pendapatan pada WTP existence value dan WTP option value, serta jumlah tanggungan diduga akan berkorelasi negatif dengan nilai WTP yang ingin dibayarkan oleh responden.
4.4.2.2 Pengujian Parameter Menurut Juanda (2009), model estimasi regresi linier yang ideal, optimal, dan efisien harus menghasilkan estimator yang memenuhi kriteria Best Linear Unbiased Estimator (BLUE). Kriteria yang harus dipenuhi dalam model diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Uji normalitas Uji normalitas diperlukan untuk mengetahui apakah error term dari data mendekati sebaran normal sehingga statistik t dapat dikatakan sah. Uji normalitas
37
dapat digunakan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Jika p-value signifikan diatas 5 persen berarti data yang akan diuji tidak terdapat perbedaan yang signifikan dengan data normal baku, artinya data tersebut normal. 2. Uji multikolinieritas Kolinieritas ganda (multicolinierity) adalah hubungan linier sempurna antar variable independen dalam model. Multikolinieritas terjadi jika dua atau lebih variable independen berkorelasi tinggi antar variable independen lainnya (Juanda, 2009). Variance Inflation Factor (VIF) dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya multikolinieritas dalam model. Apabila VIF kurang dari 10 maka tidak ada masalah multikolinieritas (Astuti dan Iriawan, 2006). 3. Uji heteroskedastisistas Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan grafik scatterplot, dengan asumsi model tidak terdapat heteroskedatisistas jika data menyebar dan tidak membentuk pola tertentu. Menurut Gujarati dan Porter (2011), untuk mendeteksi masalah heteroskedatisitas juga bisa dilakukan dengan menggunakan uji glejser. Uji glejser digunakan dengan meregresikan variabel-variabel bebas terhadap nilai absolut residualnya. Residual adalah selisih antara nilai observasi dengan nilai prediksi, sedangkan absolut adalah nilai mutlaknya. Dikatakan tidak terdapat heteroskedastisitas apabila nilai signifikan dari hasil uji glejser lebih besar dari (α) 5 persen.
4.4.3
Analisis Market Value Menurut Pambudi (2012) market value adalah nilai atau harga jual suatu
barang jika barang tersebut dijual. Besarnya harga jual tergantung dengan nilai pasar yang belaku untuk barang tersebut. Nilai pasar tidak tergantung dengan penyusutan barang tersebut, nilai pasar hanya dipengaruhi kondisi pasar. Maka dari itu metode analisis market value adalah metode yang digunakan untuk menghitung manfaat kawasan hutan yang memiliki harga pasar. Dalam penelitian ini manfaat dan hasil hutan tersebut adalah air, karbon, oksigen, dan rumput. Persamaan yang digunakan untuk menghitung nilai air diadaptasi dari Albarqoni (2013), persamaan tersebut adalah sebagai berikut: NA = C x N x Pa ................................................................................ (10)
38
Keterangan: NA
= Nilai air (Rp/tahun)
C
= Konsumsi air per kapita per tahun (Rp/m3/tahun)
N
= Jumlah populasi (Jiwa)
Pa
= Harga air (Rp/m3)
Persamaan yang digunakan untuk menilai karbon diadaptasi dari asumsi-asumsi nilai serapan karbon dari penelitian Yusuf (2010). Maka persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut: NK = (L x Tc) x Pc …......................................................................... (11) Keterangan: NK
= Nilai karbon (Rp/tahun)
L
= Luas lahan (ha)
Tc
= Jumlah karbon (ton/ha)
Pc
= Harga karbon (Rp/ton)
Persamaan yang digunakan untuk menilai oksigen didapatkan dari penelitian yang dilakukan oleh Mahesi (2008). Maka persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut: NO = CoP x Po x Jp ........................................................................... (12) Keterangan: NO
= Nilai oksigen (Rp/tahun)
CoP
= Capability of plant, dalam hal ini berapa besar kemampuan tanaman dalam menghasilkan oksigen (liter/hari)
Po
= Harga oksigen (Rp/liter)
Jp
= Jumlah pohon (pohon)
Sedangkan persamaan yang digunakan untuk menghitung nilai rumput adalah dengan menggunakan rumus penerimaan, karena dalam penelitian ini penerimaan mencerminkan manfaat yang dapat dihasilkan kawasan hutan. Dimana untuk menghitung penerimaan menurut Gilarso (2003) adalah dengan mengalikan jumlah barang dengan harga barang. Maka dari itu persamaan yang digunakan untuk menilai oksigen adalah sebagai berikut:
39
NR = Jr x Pr ....................................................................................... (13) Keterangan: NR
= Nilai Rumput (Rp/tahun)
Jr
= Jumlah Rumput yang dimanfaatkan (kg/ha)
Pr
= Harga Rumput (Rp/kg)
Analisis penerimaan adalah cerminan dari analisis manfaat yang dihasilkan dari pertambangan batubara. Analisis data ini akan digunakan analisis deskriptif dan kuantitatif yang akan disajikan dalam bentuk tabel. Data yang digunakan untuk analisis manfaat adalah data sekunder. Untuk menganalisis manfaat dari perluasan areal pertambangan batubara adalah dengan menggunakan rumus sebagai berikut: MB = Jb x Pb ..................................................................................... (15) Keterangan: MB
= Manfaat Batubara (Rp/tahun)
Jb
= Jumlah Batubara (ton/tahun)
Pb
= Harga Batubara (Rp/ton)
4.4.4
Analisis Biaya dan Manfaat Ekonomi Analisis biaya dan manfaat ekonomi adalah metode yang digunakan untuk
mengetahui pemanfaatan lahan yang paling optimal. Dalam penelitian ini adalah pemanfaatan lahan kawasan hutan, apakah lahan tersebut lebih bermanfaat saat digunakan sebagai kawasan hutan atau pertambangan batubara. Perhitungan analisis biaya dan manfaat pada penelitian ini menggunakan benefit cost ratio. Dengan mengadopsi formula dari Devkota (2006) maka benefit cost ratio pada penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: B/C =
Manfaat Batubara TEV+Biaya Batubara
........................................................................... (16)
Jika hasil B/C rasio ≥ 1, maka kegiatan konversi dapat dijalankan (feasible). Jika hasil B/C rasio < 1, maka kegiatan konversi tidak dapat dijalankan (not feasible). Pada analisis biaya dan manfaat dalam penelitian ini, manfaat
40
terdapat pada hasil dari produksi batubara. Manfaat batubara dihitung menggunakan analisis market value. Sedangkan biaya adalah Total Economic Value (TEV) kawasan hutan dan biaya batubara. TEV adalah total seluruh manfaat yang dihasilkan dari kawasan hutan. TEV termasuk dalam opportunity cost karena jika dilakukan kegiatan konversi lahan kawasan hutan menjadi pertambangan batubara maka manfaat yang dihasilkan dari kawasan hutan akan hilang, sehingga TEV dimasukkan ke dalam komponen opportunity cost. Dimana yang termasuk dalam TEV atau opportunity cost pada kawasan hutan diantaranya adalah nilai rumput, nilai karbon, nilai air, nilai keberadaan, nilai warisan, dan nilai pilihan. Sedangkan biaya batubara dibagi menjadi dua komponen yaitu biaya produksi dan biaya tambang. Biaya produksi pertambangan batubara diantaranya adalah biaya eksplorasi, pompa, CHF cost Tanjung Enim, railway cost, port cost, Surveyor EMKL, rolayalties dan iuran, serta corporate OH dan administration cost. Sedangkan yang termasuk dalam biaya tambang batubara adalah biaya penggalian tanah dan batubara.
41
V. GAMBARAN UMUM
5.1
Wilayah Penelitian Penelitian ini dilakukan di kelurahan Tanjung Enim, Kecamatan Lawang
Kidul, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan. Kabupaten Muara Enim adalah salah satu kabupaten di provinsi Sumatera Selatan, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Muara Enim. Secara geografis posisi Kabupaten Muara enim terletak antara 4° sampai 6° Lintang Selatan dan 104° sampai 106° Bujur Timur. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 7 300.50 km2, terdiri atas 20 kecamatan. Berdasarkan sensus penduduk 2010, jumlah penduduk kabupaten ini bertambah hingga berjumlah 716 676 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk selama 2000-2010 sebesar 2 persen per tahun. Penyebaran penduduk menurut kecamatan di wilayah Kabupaten Muara Enim tidak merata. Kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak adalah Talang Ubi, Lawang Kidul, dan Muara Enim. Menurut pemerintah Kabupaten Muara Enim sektor pertambangan merupakan sektor yang berperan cukup besar dalam perekonomian Muara Enim, terutama komoditas batubara, minyak, dan gas. Banyak produksi minyak bumi tahun 2012 sebesar 7 102 200 barel meningkat sebesar 17.49 persen dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 6 045 120 barel, kemudian produksi gas bumi pada tahun yang sama sebesar 50 375 560 MMSCF atau meningkat sekitar 2.21 persen dari tahun sebelumnya, sedangkan produksi batubara tahun 2012 sebanyak 13 410 440 ton, jika dibandingkan dengan tahun lalu mengalami kenaikan sebesar 57.37 persen. Sementara untuk potensi bahan galian golongan C di Kabupaten Muara Enim terdiri dari komoditas tanah liat, pasir bangunan, batu kali, koral, pasir kuarsa, dan krokos. Dari beberapa komoditas di penggalian C, komoditas pasir kuarsa menempati produksi terbesar di Kabupaten Muara Enim. Listrik merupakan salah satu komponen vital dalam kehidupan masyarakat. Menurut pemerintah Kabupaten Muara Enim, penggunaan listrik di Kabupaten Muara Enim tahun 2012 dilihat dari daya terpasang mengalami peningkatan sebesar 9.60 persen dibanding tahun 2011. Sementara produksi listrik yang terjual mencapai 163 659 633 KWh, meningkat sebesar 13.64 persen dibandingkan tahun
42
sebelumnya. Peningkatan penggunaan listrik secara otomatis meningkatkan konsumsi batubara PLTU di Kabupaten Muara Enim, sehingga produksi batubara terus meningkat setiap tahunnya. Menurut BPS (2012), Kecamatan Lawang Kidul merupakan salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Muara Enim, terletak di bagian barat daya Kabupaten Muara Enim dengan luas wilayah sekitar 380.84 km2. Kecamatan ini berjarak kurang lebih 12 kilometer dari Kabupaten Muara Enim. Kondisi topografi pada umumnya berbukit dengan ketinggian berkisar antara 62-229 meter dari permukaan laut. Kecamatan Lawang Kidul berada di lembah rangkaian Pegunungan Bukit Barisan, berhawa sejuk dengan curah hujan sedang. Di kawasan ini terdapat banyak gunung dan sungai. Kecamatan Lawang Kidul dilalui oleh Sungai Enim dengan beberapa anak sungai yaitu Air Kiyahan dan Air Kelawas. Wilayah Kecamatan Lawang Kidul terdiri dari tiga kelurahan dan empat desa, yaitu Kelurahan Tanjung Enim, Kelurahan Tanjung Enim Selatan, Kelurahan Pasar Tanjung Enim, Desa Darmo, Desa Keban Agung, Desa Tegal Rejo, dan Desa Lingga. Ibu kota Kecamatan Lawang Kidul terletak di Desa Keban Agung yang berjarak sekitar 20 kilometer dari Muara Enim yang merupakan ibu kota Kabupaten Muara Enim (BPS, 2012). Menurut laporan monografi Kecamatan Lawang Kidul (2013), jumlah penduduk di Kecamatan Lawang Kidul tercatat sebanyak 70 262 orang, dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 35 863 orang dan jumlah penduduk perempuan sebanyak 34 399 orang. Kecamatan Lawang Kidul merupakan daerah penambangan batu bara dengan deposit bahan tambang sangat besar. Bersamaan dengan itu, kawasan hunian berkembang dengan cepat sejalan dengan perkembangan wilayah. Hampir seluruh luas wilayah kecamatan ini berupa lahan kering dan hanya sebagian kecil berupa lahan sawah. Lahan sawah hanya berjumlah 65 hektar yaitu berupa sawah tadah hujan. Sedangkan lahan kering di Kecamatan Lawang Kidul, yaitu seluas 38 019 hektar. Sebagian besar lahan kering berupa hutan negara yaitu seluas 22 513 hektar dan perkebunan seluas 2 123 hektar. Untuk keperluan usaha tani rakyat, terdapat tegalan/ladang seluas 3 786 hektar yang pada umumnya diperuntukkan
43
bagi usaha pertanian tanaman pangan (BPS, 2012). Luas lahan sawah dan bukan sawah menurut penggunaannya di Kecamatan Lawang Kidul Tahun 2012 dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini: Tabel 5 Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Kecamatan Lawang Kidul Tahun 2013 Uraian Luas Lahan (Ha) a. b. c. d. e. f. g. h. i.
Bangunan Sawah Kebun/Ladang Hutan negara Hutan rakyat Sementara tidak diusahakan Kolam/Empang Perkebunan Lainnya Jumlah
637 65 3 786 22 513 591 205 108 2 123 8 056 38 084
Sumber: Dinas Pertanian Pangan Kabupaten Muara Enim (2013)
Kelurahan Tanjung Enim merupakan salah satu kelurahan yang terletak di Kecamatan Lawang Kidul, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan. Kelurahan Tanjung Enim terdiri dari 12 Rukun Warga (RW) dan 54 Rukun Tetangga (RT). Jarak Kabupaten Muara Enim dari Kota Palembang sekitar 200 km dapat ditempuh kurang lebih dalam waktu 5 jam, sedangkan jarak tempuh Kabupaten Muara Enim ke Kelurahan Tanjung Enim sekitar 16 km dapat ditempuh kurang lebih dalam waktu 30 menit. Kelurahan Tanjung Enim memiliki luas wilayah sebesar 7 804 ha yang terdiri dari luas pemukiman sebesar 238 ha, kuburan sebesar 14 ha, perkarangan sebesar 1 646 ha, taman sebesar 24 ha, perkantoran sebesar 46 ha, dan prasarana umum sebesar 5 836 ha. Menurut bagian pemerintahan di Kelurahan Tanjung Enim luas pertambangan batubara yang ada di wilayah Kelurahan Tanjung Enim kurang lebih sebesar 3 000 ha, dimana luasan pertambangan batubara ini termasuk kedalam luasan wilayah prasarana umum. Dapat disimpulakan pada wilayah Kelurahan Tanjung Enim penggunaan lahan terbesar adalah untuk pertambangan batubara. Pada tabel 6 dapat dilihat luas wilayah Kelurahan Tanjung Enim berdasarkan penggunaan lahan:
44
Tabel 6 Luas Wilayah Kelurahan Tanjung Enim Berdasatkan Penggunaan Tahun 2013 Uraian Luas Lahan (Ha) a. b. c. d. e. f.
Luas Pemukiman Luas Perkantoran Luas Perkarangan Luas Taman Luas Kuburan Luas Prasarana Umum Jumlah
238 46 1.646 24 14 5.836 7.804
Sumber: Laporan Akhir Tahun Kelurahan Tanjung Enim (2013)
Menurut hasil wawancara dengan Lurah Tanjung Enim, batas-batas wilayah kelurahan Tanjung Enim secara administratif adalah sebagai berikut: a. Sebelah utara
: Desa Tegal Rejo dan Desa Lingga
b. Sebelah selatan
: Desa Keban Agung dan Tanjung Enim Selatan
c. Sebelah barat
: Air Laya dan Kabupaten Lahat, Kecamatan Merapi
d. Sebelah timur
: Desa Darmo
Jumlah penduduk pada Kelurahan Tanjung Enim pada tahun 2013 adalah sebanyak 13 946 orang yang terdiri dari 3 531 kepala keluarga (KK). Jumlah penduduk laki-laki pada kelurahan Tanjung Enim adalah sebanyak 7 099 orang sedangkan jumlah penduduk pereampuan adalah sebanyak 6 847 orang. Sebagian besar penduduk kelurahan Tanjung Enim bekerja pada perusahaan pertambangan maupun kontraktor batubara, baik sebagai karyawan maupun buruh tambang batubara. Menurut data dari Kelurahan Tanjung Enim, penduduk Kelurahan Tanjung Enim sebagain besar bermata pencaharian sebagai buruh pertambangan yaitu sebanyak 1 364 orang. Lalu diikuti dengan penduduk yang bermata pencaharian sebagai buruh bangunan sebanyak 472 orang dan penduduk yang bermata pencaharian sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 162 orang. Sisanya penduduk bermata pencaharian sebagai pedagang, peternak, dan sebagainya.
45
5.2
Karakteristik Responden Karakteristik responden yang diteliti pada penelitian ini adalah usia,
pendidikan, pendapatan, jumlah tanggungan, dan jenis kelamin. Variabel-variabel ini dipilih karena dianggap akan dapat mempengaruhi besarnya WTP existence value, WTP bequest value, dan WTP option value yang dibayarkan oleh individu atau masyarakat terhadap barang dan jasa lingkungan yang dihasilkan kawasan hutan. 5.2.1
Jenis Kelamin Responden dalam penelitian ini berjumlah 40 orang dengan jumlah
responden perempuan sebanyak 23 orang (57 persen) sedangkan responden lakilaki sebanyak 17 orang (43 persen). Jumlah responden perempuan lebih banyak dibandingkan dengan responden laki-laki, karena responden perempuan lebih mudah untuk ditemui dan diwawancara secara mendalam daripada responden lakilaki. Hal ini juga disebabkan oleh responden laki-laki yang tidak mempunyai banyak waktu luang, karena harus bekerja. Perbandingan sebaran responden lakilaki dan perempuan dapat dilihat pada Gambar 5.
Perempuan
43% 57%
Laki-laki
Sumber: Data Primer (2014)
Gambar 5 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 5.2.2
Status Pernikahan Responden pada penelitian ini paling banyak sudah berstatus menikah
yaitu sebanyak 34 orang atau 85 persen. Perbandingan sebaran responden dalam status pernikahan dapat dilihat pada Gambar 6.
46
15% Belum Menikah Menikah 85%
Sumber: Data Primer (2014)
Gambar 6 Karakteristik Responden Berdasarkan Status Pernikahan 5.2.3
Usia Tingkat usia responden sangat bervariasi dimulai dari umur 20 tahun
sampai dengan umur 63 tahun. Jumlah responden terbanyak terdapat pada kisaran usia 31-40 tahun yaitu sebanyak 13 orang atau 33 persen dan responden yang berusia pada kisaran 41-50 tahun memiliki jumlah yang sama yaitu sebanyak 13 orang atau 33 persen, sedangkan paling sedikit responden berusia ≥ 60 tahun yaitu sebanyak 2 orang atau 5 persen. Perbandingan sebaran usia responden dapat dilihat pada Gambar 7. 5%
5% 2% ≤ 20 21 - 30 22%
31 - 40 41 - 50
33%
51 - 60 33%
≥ 60
Sumber: Data Primer (2014)
Gambar 7 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia 5.2.4
Pendidikan Karakteristik tingkat pendidikan responden pada penelitian ini cukup
beragam. Jumlah tingkat pendidikan responden terbanyak adalah tingkat sarjana (S1) yaitu sebanyak 21 orang atau 53 persen, sedangkan responden paling sedikit
47
pada tingkat pendidikan paling rendah yaitu tingkat Sekolah Dasar (SD) sebanyak 1 orang atau 2 persen,. Perbandingan sebaran responden terhadap tingkat pendidikan dapat dilihat pada Gambar 8. 2% 10%
SD SMP 20%
SMA
53%
D3 S1 15%
Sumber: Data Primer (2014)
Gambar 8 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan 5.2.5
Pekerjaan Jenis pekerjaan yang dimiliki responden pada penelitian ini sangat
bervariatif. Responden terbanyak memiliki pekerjaan sebagai PNS/BUMN yaitu sebanyak 17 orang atau 42 persen, sedangkan responden paling sedikit memiliki pekerjaan sebagai pedagang yaitu sebanyak 3 orang atau 8 persen. Jenis pekerjaan responden cukup mewakili jenis pekerjaan seluruh masyarakat Tanjung Enim. Perbandingan sebaran responden berdasarkan jenis pekerjaan dapat dilihat pada Gambar 9.
15% 8%
PNS/BUMN 42%
Swasta Wiraswasta
13%
Pedagang Ibu RT 22%
Sumber: Data Primer (2014)
Gambar 9 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
48
5.2.6
Pendapatan Jumlah pendapatan responden pada penelitian ini dibagi menjadi beberapa
kisaran pendapatan. Responden terbanyak dengan jumlah pendapatan pada kisaran Rp 1 100 000 – 2 000 000 yaitu sebanyak 11 orang atau 27 persen, sedangkan responden paling sedikit pada penelitian ini adalah dengan mempunyai pendapatan pada kisaran Rp 500 000 – Rp 1 000 000 sebanyak 2 orang atau 5 persen. Perbandingan sebaran responden berdasarkan pendapatan dapat dilihat pada Gambar 10. 5% 500.000 - 1.000.000
23%
1.100.000 - 2.000.000
27%
2.100.000 - 3.000.000 3.100.000 - 4.000.000
23%
> 4.000.000
22%
Sumber: Data Primer (2014)
Gambar 10 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendapatan 5.2.7
Jumlah Tanggungan Pada penelitian ini responden terbanyak memiliki jumlah tanggungan 3
orang adalah sebanyak 15 orang atau 37 persen, sedangkan responden paling sedikit memiliki jumah tanggungan 5 orang adalah sebanyak 3 orang atau 8 persen. Perbandingan karakteristik sebaran tanggungan responden dapat dilihat pada Gambar 11. 15% 8%
13%
1 orang 2 orang 3 orang 27%
37%
4 orang 5 orang
Sumber: Data Primer (2014)
Gambar 11 Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan
49
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1
Analisis Biaya dan Manfaat Pertambangan Batubara Analisis biaya dan manfaat pada pertambangan batubara dihitung dari
biaya yang dikeluarkan untuk pertambangan batubara, sedangkan untuk manfaat dihitung dari penerimaan yang didapatkan dari pertambangan batubara. Pada penelitian ini luas lahan yang akan dikonversi menjadi pertambangan batubara adalah seluas 257 ha. Perkiraan jumlah volume batubara yang terdapat pada lahan tersebut sebanyak 33 337 577 ton dengan kandungan 7000 Kcal/kg GAR. Harga batubara yang digunakan pada penelitian ini adalah harga batubara acuan bulan Januari tahun 2014 yaitu sebesar $ 83.94 (Direktorat Jendral Mineral dan Batubara, 2014) jika dikonversikan ke dalam nilai rupiah bulan Januari tahun 2014 yaitu sebesar Rp 12 226, sehingga didapatkan harga batubara 7000 Kcal/kg GAR adalah sebesar Rp 1 026 250 /ton. Produksi batubara diperkirakan setiap tahunnya adalah sebesar 4 000 000 ton, sehingga jika dihitung dari jumlah volume batubara yang dapat dihasilkan pada lahan seluas 257 ha adalah sebanyak 33 337 577 ton. Maka dengan membagi total volume batubara dengan produksi batubara per tahun, dapat diketahui bahwa cadangan batubara dapat digunakan untuk lebih kurang delapan tahun kedepan. Namun produksi batubara setiap tahunnya tergantung pada permintaan konsumen, jika permintaan konsumen terhadap batubara 7000 Kcal/kg GAR menurun maka cadangan batubara dapat dimanfaatkan pada jangka waktu yang lebih lama atau malah sebaliknya. 6.1.1
Manfaat Pertambangan Batubara Pertambangan batubara di daerah Tanjung Enim yang dikelola oleh PTBA
merupakan pertambangan batubara yang berpengaruh bagi pemenuhan kebutuhan energi dunia, baik nasional maupun internasional. Menurut Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tahun 2013, produksi batubara nasional paling besar dimanfaatkan oleh PLN (Perusahaan Listrik Negara) untuk memenuhi kebutuhan energi listrik nasional. Dimana pada tahun 2014 pemanfaatan batubara oleh PLN adalah sebesar 60.08 persen dari total pemanfaatan batubara nasional. Maka dari itu batubara adalah sumber daya yang sangat penting bagi
50
keberlangsungan kegiatan manusia, karena sebagian besar kegiatan manusia membutukan energi listrik begitu pula dengan proses produksi industri seperti industri semen dan kertas. Menurut Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia tahun 2013, pada tahun 2014 PTBA diwajibkan untuk memenuhi kebutuhan energi nasional sebesar 4 498 880 ton. Permintaan batubara untuk pemenuhan kebutuhan energi setiap tahunnya semakin meningkat, sejalan dengan peningkatan permintaan batubara maka produksi batubara pun setiap tahunnya mengalami pengingkatan. Peningkatan produksi batubara PTBA selama lima
Jumlah Produksi (ton)
tahun pada periode tahun 2008 sampai tahun 2012 dapat dilihat pada Gambar 12.
14000000 12000000 10000000 8000000 6000000 4000000 2000000 0 2008
2009
2010
2011
2012
Tahun Sumber: Laporan Tahunan PTBA (2012)
Gambar 12. Produksi Batu Bara PTBA Unit Tanjung Enim Tahun 2008-2012 Pada tahun 2008 PTBA memproduksi batubara Unit Pertambangan Tanjung Enim sebanyak 10 086 509 ton, hingga tahun 2012 produksi batubara meningkat menjadi 13 064 168 ton. Peningkatan produksi ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan energi dunia. Dimana penjualan batubara untuk keperluan domestik maupun ekspor semakin meningkat setiap tahunnya dan penjualan terbesar PTBA adalah untuk keperluan domestik yaitu PLTU yang berada di seluruh wilayah Indonesia dan industri pabrik. Peningkatan penjualan batubara PTBA pada periode tahun 2008 hingga tahun 2012 dapat dilihat pada Gambar 13 berikut ini.
51
Penjualan Batubara (ton)
16000000 14000000 12000000 10000000 8000000
Domestik
6000000
Ekspor
4000000
Jumlah Penjualan
2000000 0 2008
2009
2010
2011
2012
Tahun Sumber: Laporan Tahunan PTBA (2012)
Gambar 13. Penjualan Batubara PTBA Unit Tanjung Enim Tahun 2008-2012 Penjualan batubara pada tahun 2008 sebanyak 12 797 922 ton, untuk keperluan domestik sebanyak 8 321 310 ton. Hingga pada tahun 2012 penjualan menjadi sebanyak 15 335 883 ton, untuk keperluan domestik sebanyak 8 435 302 ton. Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sumber daya batubara masih sangat dibutuhkan di negeri ini. Sumber daya batubara masih menjadi salah satu pilihan bagi PLTU maupun industri untuk pembangkit tenaga listrik. Tetapi untuk memproduksi batubara memang dibutuhkan aturan dan strategi yang baik, agar sumber daya batubara dapat dimanfaatkan secara bijak untuk memenuhi kebutuhan manusia. Maka dari itu pada penelitian ini akan menganalisis biaya dan manfaat ekonomi wilayah kawasan hutan Bukit Munggu yang terdapat sumber daya batubara melimpah di dalamnya dan direncanakan akan dikonversi menjadi pertambangan batubara. Secara ekonomi, akan dianalisis apakah pada kawasan hutan ini akan lebih bermanfaat saat tetap menjadi kawasan hutan atau saat dikonversi menjadi pertambangan batubara. Untuk perhitungan manfaat pertambangan batubara yang dihasilkan, akan diestimasi dari jumlah penerimaan dari kegiatan pertambangan batubara. Seperti yang sudah dijelaskan pada metode penelitian bahwa penerimaan dari produksi batubara adalah cerminan dari manfaat yang dihasilkan dari pertambangan batubara. Penerimaan
52
pertambangan batubara adalah pemasukan (input) yang diperoleh dari kegiatan produksi batubara. Pada lahan kawasan hutan Bukit Munggu yang akan dikonversi menjadi pertambangan batubara ini, jumlah manfaat yang dapat dihasilkan dari produksi adalah sebesar Rp 4 105 001 760 000 /tahun. Jumlah manfaat batubara didapatkan dari mengalikan jumlah volume batubara yang dapat dihasilkan dalam setahun dengan harga batubara sesuai dengan harga pasar, dimana volume batubara yang rata-rata diproduksi dalam setahun adalah sebanyak 4 000 0000 ton/tahun dengan harga batubara (7000 Kcal/kg GAR) adalah sebesar Rp 1 026 250 /ton. Berikut adalah perhitungan manfaat dari pertambangan batubara. Manfaat Batubara
= 4 000 000 ton/tahun x Rp 1 026 250 /ton = Rp 4 105 001 760 000 /tahun
6.1.2 Biaya Pertambangan Batubara Untuk melakukan suatu kegiatan produksi dibutuhkan biaya, termasuk dalam pertambangan batubara. Biaya yang dikeluarkan untuk pertambangan batubara bukan jumlah yang sedikit, karena banyak komponen biaya yang diperlukan untuk kegiatan pertambangan batubara. Biaya yang dibutuhkan pada pertambangan batubara mulai dari biaya eksplorasi hingga reklamasi lahan pasca tambang batubara agar lahan tersebut dapat dimanfaatkan kembali. Pada perhitungan biaya pertambangan batubara dalam penelitian ini daianalisis dari komponen biaya dengan metode full costing. Menurut Khasanah et al. (2011), full costing merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi kedalaman harga pokok produksi. Harga pokok produksi yang dihitung melalui pendekatan full costing terdiri dari unsur harga pokok produksi (biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya overhead variabel, dan biaya overhead tetap) ditambah dengan biaya non produksi (biaya pemasaran, biaya administrasi, dan umum). Uraian komponen biaya yang dibutuhkan untuk pertambangan batubara di lahan kawasan hutan Bukit Munggu dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini:
53
Tabel 7 Biaya Pertambangan Batubara Uraian Biaya (Rp/satuan) Biaya Produksi 1. Eksplorasi (ton) 2. Pompa (ton) 3. CHF Cost Tanjung Enim (ton) 4. Railway Cost (ton) 5. Port Cost (ton) 6. Surveyor, EMKL (ton) 7. Royalties dan iuran (ton) 8. Coorporate OH dan Administration Cost (ton) 9. Lingkungan (ton)
Jumlah Biaya (Rp/tahun)
1 500 3 500 21 000 106 000 20 000 875 5 500 40 000
6 000 000 000 14 000 000 000 84 000 000 000 424 000 000 000 80 000 000 000 3 500 000 000 22 000 000 000 160 000 000 000
5 200
20 800 000 000
35 000 29 000
140 000 000 000 116 000 000 000
Biaya Tambang 1. Tanah (bcm) 2. Batubara (7000 Kcal/kg GAR) (ton) Total Biaya
1 070 300 000 000
Sumber: Satuan Kerja Perencanaan Jangka Panjang PTBA (2014)
Berdasarkan perhitungan, biaya yang dibutuhkan untuk melaksanakan kegiatan pertambangan batubara di lahan kawasan hutan Bukit Munggu dengan produksi sebanyak 4 000 000 ton/tahun adalah sebesar Rp 1.07 triliun/tahun. Komponen biaya dibagi menjadi dua yaitu biaya produksi dan biaya tambang. Biaya produksi yang dimaksud adalah biaya operasi pertambangan batubara, sedangkan biaya tambang adalah biaya penggalian tanah dan batubara beserta alat beratnya. Pada komponen biaya produksi terdapat sembilan jenis biaya. Pertama, biaya eksplorasi digunakan untuk mengeksplorasi lahan yang akan ditambang, dilakukan sebelum melakukan kegiatan penambangan, agar diketahui apakah pada lahan tersebut terdapat batubara didalamnya dan layak untuk dilakukan penambangan. Biaya yang dibutuhkan untuk mengeksplorasi potensi lahan ini adalah sebesar Rp 6 milyar/tahun. Kedua, biaya pompa digunakan untuk memompa air dalam bukaan tambang yang masih terdapat kandungan asam ke dalam kolam, biaya yang dibutuhkan sebesar Rp 14 milyar/tahun. Ketiga, biaya CHF (Coal Handling Facility) Tanjung Enim adalah biaya yang digunakan untuk fasilitas penunjang pertambangan batubara, seperti basecamp karyawan
54
penambang batubara, garasi alat berat, bengkel alat berat, dan lain-lain sebesar Rp 84 milyar/tahun. Keempat, biaya railway cost adalah biaya pengiriman batubara ke stockpile menggunakan kereta api sebesar Rp 424 milyar/tahun. Kelima, biaya port cost adalah biaya pelabuhan yang digunakan untuk pengiriman batubara kepada konsumen sebesar Rp 80 milyar/tahun. Keenam, surveyor, EMKL (Ekspedisi Muatan Kapal Laut) adalah biaya untuk menguji sertifikasi kandungan batubara dengan pihak ketiga (surveyor independent) kegiatan ini bisa dilakukan sebelum maupun setelah pengiriman batubara kepada konsumen. Biaya surveyor, EMKL yang dibutuhkan sebesar Rp 3.5 milyar/tahun. Ketujuh, royalties dan iuran adalah biaya yang dikeluarkan untuk pemerintah daerah dan pemerintah pusat, dari sisi pemerintahan biaya ini termasuk menjadi manfaat sedangkan untuk yang memproduksi batubara termasuk dalam komponen biaya. Biaya royalties dan iuran adalah sebesar Rp 22 milyar/tahun. Kedelapan, biaya coorporate OH (Over Head) dan administration cost adalah biaya untuk pengelolaan dan pelaksanaan administrasi kegiatan pertambangan batubara sebesar Rp 160 milyar/tahun. Kesembilan, biaya lingkungan adalah biaya yang digunakan untuk reklamasi (pemulihan kembali) lahan pasca tambang sebesar Rp 20.8 milyar/tahun. Pada komponen biaya tambang terdapat dua jenis biaya. Pertama, biaya tanah adalah biaya yang digunakan untuk penggalian tanah dan penyewaan alat beratnya sebesar Rp 140 milyar/tahun. Kedua, biaya batubara (7000 Kcal/kg GAR) adalah biaya penggalian batubara dengan kandungan batubara yang ada pada lahan tersebut sebesar 7000 Kcal/kg GAR serta biaya penyewaan alat berat untuk penggalian batubara sebesar Rp 116 milyar/tahun. 6.2
Analisis Nilai Penggunaan Kawasan Hutan Nilai penggunaan kawasan hutan atau Total Economic Value (TEV) yang
dikuantifikasi pada penelitian ini adalah nilai air yang digunakan oleh masyarakat Tanjung Enim, nilai karbon yang dapat dihasilkan kawasan hutan, nilai oksigen yang dapat dihasilkan dari pepohonan dalan kawasan hutan, dan nilai rumput yang digunakan peternak sapi. Nilai penggunaan kawasan hutan pada penelitian ini dikuantifikasi dengan menggunakan metode valuasi dan analisis nilai pasar (market value). Kuantifikasi nilai penggunaan sumberdaya dalam kawasan hutan
55
dilakukan untuk mengestimasi nilai ekonomi manfaat penggunaan kawasan hutan secara moneter, sehingga dapat dibandingkan dengan manfaat dan biaya ekonomi dari kegiatan pertambangan batubara. Tetapi dalam penelitian ini TEV menjadi bagian dari biaya, yaitu opportunity cost. Dimana pada kegiatan konversi kawasan hutan menjadi pertambangan batubara manfaat yang dihasilkan dari sumber daya yang ada dalam kawasan hutan akan hilang digantikan dengan manfaat yang dapat dihasilkan dari produksi batubara.
6.2.1
Nilai Air Pada penelitin ini akan dihitung nilai air yang digunakan oleh masayarakat
Tanjung Enim. Harga air yang digunakan adalah harga air dari PDAM Kabupaten Muara Enim adalah sebesar Rp 25 000 /m3, sedangkan penentuan jumlah penggunaan air rata-rata masyarakat menggunakan literatur dan penelitian yang pernah dilakukan, disebutkan penggunaan air rata-rata manusia per hari adalah 144 liter. Jumlah penduduk Kelurahan Tanjung Enim adalah sebanyak 13 946 orang. Berdasarkan perhitungan didapatkan nilai air adalah sebesar Rp 18.27 milyar/tahun. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Nilai Air Uraian Penggunaan air (m3/tahun) Jumlah penduduk (jiwa) Harga air (Rp/m3) Nilai total air
Jumlah 73 0993.5
Nilai Total (Rp/tahun)
13 946 25 000 18 274 838 400
Sumber: Data diolah (2014)
6.2.2
Nilai Karbon Manfaat tidak langsung yang dihitung pada penelitian ini adalah nilai
karbon. Manfaat nilai karbon yang dihasilkan kawasan hutan dianalisis menggunakan analisis market value (nilai pasar). Menurut penelitian Yusuf (2010) satu hektar hutan sekunder dapat menyimpan 95 ton karbon dan satu hektar hutan primer dapat menyimpan 263 ton karbon, dengan nilai karbon pada saat ini adalah sebesar $ 10 ($ 1 = Rp 12 226). Hutan primer adalah hutan yang telah mencapai umur lanjut dan ciri struktural tertentu yang sesuai dengan
56
kematangannya, sedangkan hutan sekunder adalah hutan-hutan yang merupakan hasil regenerasi (pemulihan) setelah sebelumnya mengalami kerusakan ekologis. Maka dari literatur diatas dapat ditentukan pada kawasan hutan Bukit Munggu ini hutan yang ada termasuk kedalam jenis hutan primer. Berdasarkan perhitungan didapatkan nilai serapan karbon di kawasan hutan Bukit Munggu adalah sebesar Rp 8.26 milyar/tahun, dapat dilihat pada tabel 9 berikut ini: Tabel 9 Nilai Karbon Uraian Luas lahan (ha) Jumlah karbon (ton) Harga karbon (Rp/ton) Nilai total karbon
Jumlah
Nilai Total (Rp/tahun)
257 67 591 122 260 8 263 675 660
Sumber: Data diolah (2014)
6.2.3 Nilai Oksigen Pada penelitian ini oksigen merupakan manfaat tidak langsung yang dihasilkan kawasan hutan, dimana dalam kawasan hutan terdapat banyak tegakan pohon yang dapat menghasilkan oksigen yang sangat diperlukan bagi manusia. Menurut Pracoyo dan Pracoyo (2006) tanpa disadari manusia selalu membutuhkan oksigen agar dapat tetap bernafas. Oksigen adalah barang non ekonomis, karena untuk mendapatkannya kita tak perlu membayar. Oksigen memang bermanfaat, namun karena jumlahnya berlimpah, menjadi tidak punya nilai. Namun begitu tempat tinggal kita mengalami polusi udara dan kita harus pergi ke suatu tempat untuk mendapatkan udara yang bersih maka oksigen sudah menjadi barang ekonomi. Hal ini juga dikemukakan oleh Sugiarto, et al (2002) bahwa status suatu barang dapat berubah terkait dengan waktu dan tempat. Sebagai gambaran, pada umumnya oksigen adalah barang bebas, tapi bagi seseorang yang mengalami kekurangan oksigen, oksigen dapar berubah menjadi barang ekonomi. Maka dari itu dalam penelitian ini jika kegiatan konversi dilakukan, maka udara akan menjadi barang ekonomi. Sehingga manfaat dari udara atau oksigen yang dihasilkan dari pepohonan yang ada di kawasan hutan perlu dihitung dan akan menjadi opportunity cost pada kegiatan konversi kawasan hutan menjadi pertambangan batubara.
57
Pendugaan jumlah pohon di kawasan hutan dilakukan dengan pendekatan luas dan jarak antar pohon. Jarak antar pohon sekitar 3 m dan luas lahan sebesar 257 ha, sehingga pendugaan jumlah pohon yang ada di kawasan hutan Bukit Munggu adalah sebanyak 23 130 000 pohon. Menurut Mahesi (2008), sebuah pohon dapat menghasilkan 1.2 kg oksigen per hari. Untuk mengkonversikan ke dalam satuan liter, maka terlebih dahulu harus diketahui massa jenis oksigen. Massa jenis oksigen adalah (0o C; 101.325 kPa) 1.429 g/liter dengan harga oksigen saat ini adalah sebesar Rp 25 000 per liter. Sehingga nilai oksigen yang dapat dihasilkan dari kawasan hutan Bukit Munggu adalah sebesar 176 752 triliun/tahun, untuk perhitungan nilai oksigen dapat dilihat pada tabel 10 berikut: Tabel 10 Nilai Oksigen Uraian
Jumlah
Luas lahan (ha) Jumlah pohon (pohon) Harga oksigen (Rp/liter) Massa jenis oksigen (g/liter) Nilai total oksigen
257 23 130 000 25 000 1.429
Nilai Total (Rp/tahun)
176 752 694 191 742 000
Sumber: Data diolah (2014)
6.2.4
Nilai Rumput Manfaat langsung yang dihitung pada penelitian ini adalah manfaat hutan
dalam menghasilkan makanan untuk hewan ternak masyarakat Tanjung Enim. Hewan ternak yang dibebaskan untuk mencari makan di kawasan hutan ini adalah sapi. Peternak sapi yang mengembalakan sapinya pada kawasan hutan ini adalah berjumlah empat orang, dengan jumlah sapi yang dimiliki adalah sebanyak 54 ekor. Pada tabel 11 dapat dilihat jumlah peternak sapi yang menggembalakan sapinya di kawasan hutan yang akan dikonversi. Tabel 11 Peternak Sapi di Kawasan Hutan Nama Peternak Peternak 1 Peternak 2 Peternak 3 Peternak 4 Total Sumber: Data diolah (2014)
Jumlah Sapi (ekor) 17 5 9 23 54
58
Menurut Yulianto dan Saparinto (2010), seekor sapi membutuhkan pakan rumput segar sebanyak 45 kg per hari, sehingga dalam setahun dibutuhkan rumput sebanyak 16 380 kg untuk memenuhi kebutuhan makanan sapi. Sedangkan menurut harga pasar, harga rumput adalah sebesar Rp 400 /kg. Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan nilai total rumput adalah sebesar Rp 353 808 000 /tahun. Pada tabel 12 dapat dilihat hasil perhitungan nilai rumput yang dimanfaatkan oleh peternak sapi. Tabel 12 Nilai Rumput Uraian Sapi (ekor) Rumput (kg/tahun) Harga rumput (Rp/kg) Nilai total rumput
Jumlah
Nilai Total (Rp/tahun)
54 884 520 400 353 808 000
Sumber: Data diolah (2014)
6.2.6 Analisis Willingness To Pay (WTP) Responden dalam penelitian ini berjumlah 40 orang, semua responden adalah masyarakat Tanjung Enim yang tinggal pada kawasan hutan. Karakteristik responden dalam penelitian ini sangat beragam sehingga diharapkan dapat mewakili seluruh masyarakat Tanjung Enim yang merasakan manfaat dan jasa lingkungan yang dihasilkan dari kawasan hutan. Pada penelitian ini analisis nilai willingness to pay menggunakan pendekatan CVM (Contingen Valuation Method), untuk mengetahui nilai WTP responden terhadap existence value (nilai keberadaan), bequest value (nilai warisan), dan option value (nilai pilihan) kawasan hutan. Nilai WTP tersebut diperlukan untuk memvaluasi kawasan hutan menjadi nilai moneter sehingga dapat dibandingkan dengan analisis pendapatan pertambangan batubara.
6.2.6.1 Analisis WTP Existence Value Analisis WTP existence value digunakan untuk mengetahui seberapa besar WTP yang ingin dibayarkan oleh responden bagi keberadaan kawasan hutan Bukit Munggu, dimana responden pada penelitian ini adalah masyarakat Tanjung Enim yang merasakan manfaat dari kawasan hutan Bukit Munggu. Hasil perhitungan rataan WTP dan total WTP existence value dapat dilihat pada Tabel 13.
59
Tabel 13 WTP Existence Value Responden No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
WTP (Rp/KK/Tahun) 5 000 10 000 15 000 20 000 25 000 30 000 35 000 40 000 50 000 60 000
Total
Frekuensi (orang)
Rataan WTP (Rp)
Total WTP (Rp)
3 9 4 7 6 5 1 2 2 1
375 2 250 1 500 3 500 3 750 3 750 875 2 000 2 500 1 500
15 000 90 000 60 000 140 000 150 000 150 000 35 000 80 000 100 000 60 000
40
22 000
880 000
Sumber: Data diolah (2014)
Hasil dari analisis WTP existence value menunjukkan nilai rataan WTP existence value responden adalah sebesar Rp 22 000. Rataan nilai WTP dihitung dari data distribusi WTP responden. Kemudian dilakukan pengelompokkan data dari nilai WTP terkecil sampai nilai WTP terbesar yang sedia dibayarkan oleh responden. Sedangkan untuk total nilai WTP existence value yang ingin dibayarkan responden adalah sebesar Rp 880 000. Adapun nilai keberadaan (existence value) didapatkan dari mengalikan nilai rataan dengan jumlah penduduk, dimana jumlah penduduk Kelurahan Tanjung Enim adalah sebanyak 13 465 orang. Maka didapatkan nilai keberadaan hutan adalah sebesar Rp 296 912 000 /tahun. Besaran nilai yang dihasilkan tersebut menggambarkan penilaian masyarakat Tanjung Enim terhadap manfaat dan jasa lingkungan yang diberikan atas keberadaan (exsistance value) hutan. Sedangkan hubungan antara jumlah WTP yang dibayarkan dengan jumlah responden yang bersedia membayar dapat digambarkan dengan kurva bid WTP, dimana semakin tinggi harga yang dibayarkan maka semakin semakin sedikit jumlah orang yang bersedia membayar. Kurva permintaan WTP existence value dapat dilihat pada lampiran 1. Analisis fungsi WTP existence value digunakan untuk mengetahui faktorfaktor yang berpengaruh terdahap WTP responden. Analisis fungsi WTP dilakukan dengan menggunakan analisis regresi berganda dengan menduga lima variabel penjelas (independent variable) yaitu variabel usia, tingkat pendidikan, penghasilan, jumlah tanggungan, dan dengan variabel dummy jenis kelamin. Hasil analisis regresi nilai WTP responden dapat dilihat pada Tabel 14.
60
Tabel 14 Analisis Linier Berganda WTP Existence Value Predictor Constant JK U TP P JT R-Square Adjusted R-Square Durbin Watson F-Statistik
Coef
SE Coef
-4.559 -0.0257 0.2164 0.8321 0.7830 -0.1872 73.3 % 69.4 % 2.3325 18.71
1.741 0.1141 0.2133 0.3044 0.1252 0.1291
T
P
VIF
-2.62 -0.23 1.01 2.73 6.25 -1.45
0.013 0.823 0.317 0.010* 0.000* 0.156**
1.1 1.2 1.6 1.5 1.2
0.000
Keterangan: * : Signifikan pada taraf nyata (α = 0.05) ** : Signifikan pada taraf nyata(α = 0.2)
Berdasarkan hasil regresi tersebut didapatkan nilai R2 sebesar 73.3 persen yang berarti keragaman nilai WTP responden dapat dijelaskan oleh variabel dalam model sebesar 73.3 persen sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel diluar model. Nilai Fhit diperoleh sebesar 18.71 dengan nilai P sebesar 0.000 menunjukkan bahwa variabel penjelas dalam model bersama-sama berpengaruh nyata terhadap nilai WTP responden pada taraf kepercayaan (α) 5 persen. Model yang dihasilkan pada penelitian ini telah dilakukan uji asumsi klasik yaitu uji normalitas, multikolinieritas, dan heteroskedastisitas. Menurut hasil regresi, model sudah memenuhi parameter uji asumsi klasik (sumber lampiran 4). Model yang dihasilkan dari hasil regresi adalah sebagai berikut: ln WTPK = -4.56– 0.026 JK + 0.216 U +0.832 TP + 0.783 P – 0.187 JT Pada model tersebut diketahui variabel penjelas yang berpengaruh nyata pada WTP keberadaan masyarakat Tanjung Enim adalah variabel pendapatan, tingkat pendidikan, dan jumlah tanggungan. Variabel tingkat pendidikan mempunyai nilai P-value sebesar 0.010 menunjukkan bahwa variabel tingkat pendidikan berpengaruh nyata terhadap WTP responden pada taraf kepercayaan (α) 5 persen. Nilai koefisisen yang bertanda positif (+) dengan nilai 0.8321 berarti bahwa setiap kenaikan tingkat pendidikan responden selama 1 tahun maka nilai WTP yang diberikan akan meningkat sebesar 0.8321 persen. Hal ini disebabkan oleh responden yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi memiliki ilmu pengetahuan tentang lingkungan yang lebih tinggi, sehingga memiliki keinginan
61
membayar yang lebih tinggi. Keinginan membayar yang lebih tinggi juga dapat disebabkan karena sebagian besar responden yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi, memiliki pendapatan yang lebih tinggi. Variabel pendapatan memiliki nilai P-value sebesar 0.000 menunjukkan bahwa variabel pendapatan berpengaruh nyata terhadap WTP responden pada taraf kepercayaan (α) 5 persen. Nilai koefisien yang bertanda positif (+) dengan nilai 0.7830 berarti bahwa setiap peningkatan pendapatan responden sebesar satu rupiah akan meningkatkan WTP sebesar 0.7830 persen. Responden yang memiliki pendapatan yang lebih tinggi mempunyai keinginan membayar yang lebih tinggi, karena mereka mempunyai uang lebih untuk disisihkan bagi keperluan lain salah satunya menjaga kelestarian hutan. Variabel
jumlah
tanggungan
mempunyai
P-value
sebesar
0.156
menunjukkan bahwa variabel jumlah tanggungan berpengaruh nyata terhadap WTP responden pada taraf kepercayaan (α) 20 persen. Nilai koefisien yang bertanda negatif (-) dengan nilai 0.1872 berarti bahwa setiap peningkatan jumlah tanggungan responden sebanyak 1 orang maka nilai WTP yang diberikan akan menurun sebesar 0.1872 persen. Hal ini dikarenakan responden memiliki tanggung jawab dan prioritas lebih untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, dibandingkan dengan menyisihkan uangnya untuk kelestarian lingkungan. Adapun variabel-variabel bebas yang diduga berpengaruh terhadap nilai WTP responden, namun setelah dilakukan analisis terhadap model ternyata tidak berpengaruh secara signifikan yaitu jenis kelamin dan usia.
6.2.6.2 Analisis WTP Bequest Value Analisis WTP bequest value digunakan untuk mengetahui seberapa besar WTP yang ingin dibayarkan oleh responden bagi nilai warisan kawasan hutan Bukit Munggu, dimana responden pada penelitian ini adalah masyarakat Tanjung Enim yang merasakan manfaat dari kawsan hutan Bukit Munggu. Hasil perhitungan nilai rataan WTP dan total nilai WTP bequest value responden dapat dilihat pada Tabel 15.
62
Tabel 15 WTP Bequest Value Responden No
WTP (Rp/KK/Tahun)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
5 000 10 000 12 000 15 000 20 000 25 000 30 000 40 000 50 000 60 000
Frekuensi (Orang)
Total
Rataan WTP (Rp)
Total WTP (Rp)
2 7 1 7 7 5 6 2 2 1
250 1 750 300 2 625 3 500 3 125 4 500 2 000 2 500 1 500
10 000 70 000 12 000 105 000 140 000 125 000 180 000 80 000 100 000 60 000
40
22 050
882 000
Sumber: Data diolah (2014)
Berdasarkan perhitungan rataan WTP bequest value dari distribusi data responden didapatkan nilai rataan WTP bequest value responden adalah sebesar Rp 22 050. Sedangkan total nilai WTP bequest value yang ingin dibayarkan oleh responden adalah sebesar Rp 882 000. Nilai warisan (bequest value) didapatkan dari mengalikan rataan WTP bequest value dengan jumlah penduduk, maka didapatkan nilai warisan hutan sebesar Rp 297 586 800 /tahun. Besaran nilai yang dihasilkan tersebut menggambarkan penilaian manfaat dan jasa lingkungan atas nilai warisan (bequest value) hutan. Sedangkan hubungan antara jumlah WTP yang dibayarkan dengan jumlah responden yang bersedia membayar dapat digambarkan dengan kurva bid WTP, dimana semakin tinggi harga yang dibayarkan maka semakin semakin sedikit jumlah orang yang bersedia membayar. Kurva permintaan WTP bequest value dapat dilihat pada lampiran 2. Analisis fungsi WTP bequest value dilakukan dengan menggunakan analisis regresi berganda dengan menduga lima variabel penjelas (independent variable) yaitu variabel usia, tingkat pendidikan, penghasilan, jumlah tanggungan, dan dengan variabel dummy jenis kelamin. Hasil analisis regresi nilai WTP responden dapat dilihat pada Tabel 16.
63
Tabel 16 Analisis Linier Berganda WTP Bequest Value Predictor
Coef
Constant JK U TP P JT R-Square Adjusted R-Square Durbin Watson F-Statistik
-1.598 -0.0528 -0.1282 0.8500 0.6521 0.0519 73.7 % 69.9 % 2.1938 19.09
SE Coef
T
P
VIF
1.586 0.1040 0.1943 0.2773 0.1141 0.1176
-1.01 -0.51 -0.66 3.06 5.72 0.44
0.321 0.615 0.514 0.004* 0.000* 0.662
1.1 1.2 1.6 1.5 1.2
0.000
Keterangan: (*) Signifikan pada taraf nyata (α = 0.05)
Berdasarkan hasil regresi tersebut didapatkan nilai R2 sebesar 73.7 persen yang berarti keragaman nilai WTP responden dapat dijelaskan oleh variabel dalam model sebesar 73.7 persen sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel diluar model. Nilai Fhit diperoleh sebesar 19.09 dengan nilai P sebesar 0.000 menunjukkan bahwa variabel penjelas dalam model bersama-sama berpengaruh nyata terhadap nilai WTP responden pada taraf kepercayaan (α) 5 persen. Model yang dihasilkan pada penelitian ini telah dilakukan uji asumsi klasik yaitu uji normalitas, multikolinieritas, dan heteroskedastisitas. Menurut hasil regresi, model sudah memenuhi parameter uji asumsi klasik (sumber lampiran 8). Model yang dihasilkan dari hasil regresi adalah sebagai berikut: ln WTPW = -1.60 – 0.053 JK – 0.128 U + 0.850 TP + 0.652 P – 0.052 JT Pada model tersebut diketahui variabel penjelas yang berpengaruh nyata pada WTP warisan masyarakat Tanjung Enim adalah variabel pendapatan dan tingkat pendidikan. Variabel tingkat pendidikan mempunyai nilai P-value sebesar 0.000 menunjukkan bahwa variabel tingkat pendidikan berpengaruh nyata terhadap WTP responden pada taraf kepercayaan (α) 5 persen. Nilai koefisisen yang bertanda positif (+) dengan nilai 0.6521 berarti bahwa setiap kenaikan tingkat pendidikan responden selama 1 tahun maka nilai WTP yang diberikan akan meningkat sebesar 0.6521 persen. Keinginan membayar yang lebih tinggi disebabkan oleh responden yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi memiliki ilmu pengetahuan tentang lingkungan yang lebih tinggi.
64
Variabel pendapatan memiliki nilai P-value sebesar 0.004 menunjukkan bahwa variabel pendapatan berpengaruh nyata terhadap WTP responden pada taraf kepercayaan (α) 5 persen. Nilai koefisien yang bertanda positif (+) dengan nilai 0.8500 berarti bahwa setiap peningkatan pendapatan responden sebesar satu rupiah akan meningkatkan WTP sebesar 0.8500 persen. Responden yang memiliki pendapatan yang lebih tinggi mempunyai keinginan membayar yang lebih tinggi, karena mempunyai uang lebih untuk digunakan pada pemanfaatan lain. Adapun variabel-variabel bebas yang diduga berpengaruh terhadap nilai WTP responden, namun setelah dilakukan analisis terhadap model ternyata tidak berpengaruh secara signifikan yaitu jenis kelamin, usia, dan jumlah tanggungan.
6.2.6.3 Analisis WTP Option Value Analisis WTP option value digunakan untuk mengetahui seberapa besar WTP yang ingin dibayarkan oleh responden bagi nilai pilihan kawasan hutan Bukit Munggu, dimana responden pada penelitian ini adalah masyarakat Tanjung Enim yang merasakan manfaat dari kawsan hutan Bukit Munggu. Berdasarkan perhitungan rataan WTP option value dari distribusi data responden didapatkan nilai rataan WTP option value responden adalah sebesar Rp 24 550. Sedangkan total nilai WTP option value yang ingin dibayarkan oleh responden adalah sebesar Rp 982 000. Hasil perhitungan nilai rataan WTP dan total nilai WTP option value responden dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 WTP Option Value Responden No
WTP (Rp/KK/Tahun)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
5 000 10 000 12 000 15 000 20 000 25 000 30 000 35 000 40 000 50 000 60 000
Total Sumber: Data diolah (2014)
Frekuensi (orang)
Rataan WTP (Rp)
Total WTP (Rp)
3 3 1 8 8 2 7 1 2 3 2
375 750 300 3 000 4 000 1 250 5 250 875 2 000 3 750 3 000
15 000 30 000 12 000 120 000 160 000 50 000 210 000 35 000 80 000 150 000 120 000
40
24 550
982 000
65
Sehingga dari hasil perhitungan diperoleh nilai pilihan (option value) kawasan hutan Bukit Munggu adalah sebesar Rp 331 326 800 /tahun, hasil ini didapatkan dari mengalikan rataan WTP option value dengan jumlah penduduk. Nilai tersebut menggambarkan penilaian manfaat dan jasa lingkungan atas nilai pilihan (option value) hutan. Sedangkan hubungan antara jumlah WTP yang dibayarkan
dengan
jumlah
responden
yang
bersedia
membayar
dapat
digambarkan dengan kurva bid WTP, dimana semakin tinggi harga yang dibayarkan maka semakin semakin sedikit jumlah orang yang bersedia membayar. Kurva permintaan WTP option value dapat dilihat pada lampiran 3. Analisis fungsi WTP option value dilakukan dengan menggunakan analisis regresi berganda dengan menduga lima variabel penjelas (independent variable) yaitu variabel usia, tingkat pendidikan, penghasilan, jumlah tanggungan, dan dengan variabel dummy jenis kelamin. Hasil analisis regresi nilai WTP responden dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18 Analisis Linier Berganda WTP Option Value Predictor
Coef
Constant JK U TP P JT R-Square Adjusted R-Square Durbin Watson F-Statistik
-1.673 -0.0188 -0.1093 0.8353 0.6678 -0.0790 60.8 % 55.0 % 1.6254 10.54
SE Coef
T
P
VIF
2.120 0.1390 0.2598 0.3707 0.1525 0.1572
-0.79 -0.14 -0.42 2.25 4.38 -0.50
0.436 0.893 0.676 0.031* 0.000* 0.619
1.1 1.2 1.6 1.5 1.2
0.000
Keterangan: (*) Signifikan pada taraf nyata (α = 0.05)
Berdasarkan hasil regresi tersebut didapatkan nilai R2 sebesar 60.8 persen yang berarti keragaman nilai WTP responden dapat dijelaskan oleh variabel dalam model sebesar 60.8 persen sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel diluar model. Nilai Fhit diperoleh sebesar 10.54 dengan nilai P sebesar 0.000 menunjukkan bahwa variabel penjelas dalam model bersama-sama berpengaruh nyata terhadap nilai WTP responden pada taraf kepercayaan (α) 5 persen. Model yang dihasilkan pada penelitian ini telah dilakukan uji asumsi klasik yaitu uji normalitas, multikolinieritas, dan heteroskedastisitas. Menurut hasil regresi,
66
model sudah memenuhi parameter uji asumsi klasik (sumber lampiran 9). Model yang dihasilkan dari hasil regresi ini adalah sebagai berikut: ln WTPP = -1.67 – 0.019 JK – 0.109 U + 0.835 TP + 0.668 P – 0.079 JT Pada model tersebut diketahui variabel penjelas yang berpengaruh nyata pada WTP pilihan masyarakat Tanjung Enim adalah variabel pendapatan dan tingkat pendidikan. Variabel tingkat pendidikan mempunyai nilai P-value sebesar 0.031 menunjukkan bahwa variabel tingkat pendidikan berpengaruh nyata terhadap WTP responden pada taraf kepercayaan (α) 5 persen. Nilai koefisien yang bertanda positif (+) dengan nilai 0.8353 berarti bahwa setiap kenaikan tingkat pendidikan responden selama 1 tahun maka nilai WTP yang diberikan akan meningkat sebesar 0.8353 persen. Hal ini disebabkan oleh responden yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi memiliki ilmu pengetahuan tentang lingkungan lebih tinggi, sehingga mempunyai kesadaran tentang kelestarian lingkungan lebih tinggi dari responden yang memiliki tingkat pendidikan rendah. Variabel pendapatan memiliki nilai P-value sebesar 0.000 menunjukkan bahwa variabel pendapatan berpengaruh nyata terhadap WTP responden pada taraf kepercayaan (α) 5 persen. Nilai koefisien yang bertanda positif (+) dengan nilai 0.6678 berarti bahwa setiap peningkatan pendapatan responden sebesar satu rupiah akan meningkatkan WTP sebesar 0.6678 persen.Responden yang memiliki pendapatan yang lebih tinggi mempunyai keinginan membayar yang lebih tinggi, karena mempunyai uang lebih untuk ikut serta dalam menjaga kelestarian hutan agar masyarakat masih tetap dapat merasakan berbagai manfaat hutan yang ada di dalamnya baik manfaat secara ekonomi maupun ekologi. Adapun variabel-variabel bebas yang diduga berpengaruh terhadap nilai WTP responden, namun setelah dilakukan analisis terhadap model ternyata tidak berpengaruh secara signifikan yaitu usia, jenis kelamin, dan jumlah tanggungan.
6.2.7 Nilai Total Ekonomi Kawasan Hutan Menurut Fatriani (2006), nilai merupakan persepsi manusia tentang makna atau suatu objek (sumber daya hutan) bagi individu tertentu pada waktu dan tempat tertentu. Oleh karena itu akan terjadi keragaman nilai sumber daya hutan
67
berdasarkan pada persepsi dan lokasi masyarakat yang berbeda-beda. Nilai sumber daya hutan sendiri diperoleh dari manfaat yang diperoleh masyarakat. Masyarakat yang memperoleh manfaat secara langsung akan memiliki persepsi yang positif terhadap nilai sumber daya hutan, dan hal tersebut dapat ditunjukkan dengan tingginya nilai sumber daya hutan tersebut. Hal tersebut mungkin berbeda dengan persepsi masyarakat yang tinggal jauh dari hutan dan tidak menerima manfaat secara langsung. Nilai total ekonomi pada kawasan hutan Bukit Munggu adalah nilai total secara moneter dari semua manfaat yang dapat dihasilkan kawasan hutan, yaitu akumulasi dari nilai penggunaan (use value) kawasan hutan dan nilai bukan penggunaan (non use value) kawasan hutan. Berdasarkan perhitungan total nilai ekonomi kawasan hutan adalah sebesar Rp 1.83 triliun/tahun. Nilai tersebut didapatkan dari penjumlahan nilai penggunaan (use value) kawasan hutan yaitu nilai air, nilai karbon, nilai oksigen, dan nilai rumput dengan nilai bukan penggunaan (non use value) kawasan hutan yaitu nilai keberadaan (existence value), nilai warisan (option value), dan nilai pilihan (option value). Hasil perhitungan nilai total ekonomi kawasan hutan dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19 Nilai Total Ekonomi Kawasan Hutan No. 1. 2. 3. 4. 5. 1. 2.
Keterangan
Nilai Ekonomi (Rp/tahun)
Use Value Nilai air Nilai karbon Nilai oksigen Nilai rumput Nilai pilihan Non Use Value Nilai keberadaan Nilai warisan Total Nilai Ekonomi
18 274 838 400 8 263 675 660 176 752 694 191 742 000 353 808 000 331 326 800 296 912 000 297 586 800 176 752 722 009 890 000
Sumber: Data diolah (2014)
6.3
Analisis Biaya dan Manfaat Ekonomi Konversi Menurut Sugiyono (2001), analisis biaya dan manfaat digunakan untuk
mengevaluasi penggunaan sumber-sumber ekonomi agar sumber daya langka dapat digunakan secara efisien. Dengan analisis ini, dapat menjamin penggunaan sumber-sumber ekonomi yang efisien dengan memilih program yang memenuhi
68
kriteria efisien. Analisis biaya dan manfaat merupakan alat bantu untuk membuat keputusan dengan mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat. Analisis biaya dan manfaat ekonomi pada kawasan hutan dilakukan dengan menghitung B/C rasio dari lahan kawasan hutan, yaitu dengan membagi jumlah manfaat yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan konversi. Dimana pada penelitian ini manfaat dalam konversi lahan adalah manfaat dari produksi batubara yang dianalisis menggunakan analisis market value, sedangkan komponen biayanya adalah biaya produksi batubara dan Total Economic Value (TEV). TEV termasuk dalam opportunity cost dimana manfaat yang diperoleh dari sumber daya yang ada dalam kawasan hutan akan hilang jika lahan kawasan hutan di konversi menjadi pertambangan batubara. TEV di analisis menggunakan metode valuasi dan market value, sedangkan biaya produksi batubara menggunakan analisis market value. Hasil perhitungan manfaat dan biaya ekonomi dari kegiatan konversi lahan kawasan hutan Bukit Munggu dapat dilihat pada tabel 20 berikut: Tabel 20 Manfaat dan Biaya Ekonomi Kegiatan Konversi No.
I. II. 2.1
Keterangan Manfaat Manfaat Produksi Batubara
4 105 001 760 000
Biaya Nilai Ekonomi Total
1 835 184 913 067
a. Nilai air b. Nilai karbon c. Nilai oksigen d. Nilai rumput
2.2
296 912 000
f. Nilai warisan
297 586 800
g. Nilai pilihan
331 326 800
Biaya Produksi Batubara B/C Rasio
Sumber: Data diolah (2014)
Nilai Hasil
18 274 838 400 8 263 675 660 176 752 694 191 742 000 353 808 000
e. Nilai keberadaan
Total Biaya
III.
Nilai Manfaat dan Biaya (Rp/tahun)
1 070 300 000 000 176 753 764 491 742 000 -0.000002
69
Dari tabel 21 dapat diketahui ada delapan nilai yang diestimasi pada valuasi total nilai ekonomi kawasan hutan dalam penelitian ini. Nilai manfaat yang dapat dihasilkan dari pertambangan batubara pada kawasan hutan Bukit Munggu adalah sebesar Rp 4.10 triliun/tahun. Opportunity cost terbesar dari kawasan hutan adalah oksigen, dimana oksigen adalah kebutuhan yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Sebenarnya oksigen bukanlah barang ekonomi, namun jika terjadi penurunan kualitas udara maka oksigen menjadi barang ekonomi, maka dari itu dibutuhkan penilaian untuk oksigen. Berdasarkan perhitungan, nilai oksigen yang ada di kawasan hutan Bukit Munggu adalah sebesar Rp 176 752 triliun/tahun. Untuk opportunity cost terbesar kedua adalah air. Air adalah salah satu sumberdaya yang memiliki nilai yang cukup besar, karena air adalah sumberdaya yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Manusia membutuhkan air setiap harinya untuk kebutuhan sehari-hari, seperti minum, mandi, dan mencuci. Sedangkan opportunity cost terendah adalah rumput. Dimana rumput hanya digunakan oleh peternak saja, sehingga nilainya tidak sebesar manfaat sumber daya dalam kawasan hutan yang dimanfaatkan oleh seluruh masyarakat Tanjung Enim. Berdasarkan perhitungan nilai rumput adalah sebesar Rp 353.81 juta/tahun. Selain itu biaya lain yang harus dikeluarkan adalah biaya untuk memproduksi batubara. Jumlah biaya yang dibutuhkan untuk menjalankan kegiatan pertambangan batubara di kawasan hutan Bukit Munggu adalah sebesar Rp 1.07 triliun/tahun dengan asumsi produksi batubara dalam setahun sebanyak 4 000 000 ton/tahun. Biaya yang dibutuhkan dalam pertambangan batubara dibagi menjadi dua komponen, yaitu biaya produksi dan biaya tambang. Biaya tersebut adalah biaya yang dibutuhkan untuk kegiatan pertambangan batubara mulai dari biaya eksplorasi yaitu biaya untuk identifikasi lahan yang akan dijadikan tambang batubara sampai dengan biaya lingkungan yaitu biaya untuk reklamasi lahan pasca tambang. Penambangan batubara yang dilakukan oleh PTBA disertai dengan kegiatan reklamasi lahan pasca tambang batubara sesuai dengan peraturan pemerintah yang tercantum dalam UU No. 4 tahun 2009 Pasal 96. Adapun dari hasil perhitungan didapatkan total biaya dari kegiatan konversi lahan kawasan
70
hutan Bukit Munggu menjadi pertambangan batubara adalah sebesar Rp 176 753 triliun/tahun. Setelah mengetahui hasil estimasi dari manfaat dan biaya kegiatan konversi kawasan hutan Bukit Munggu menjadi pertambangan batubara maka analisis biaya dan manfaat ekonomi dapat dilakukan dengan menganalisis dari hasil perhitungan benefit cost rasio. Dari hasil perhitungan didapatkan benefit cost rasio pada studi kasus penelitian ini adalah sebesar -0.000002 berarti tidak mamenuhi kriteria B/C rasio dimana suatu kegiatan dapat dijalankan jika hasil dari B/C rasio lebih besar daripada satu. Manfaat yang dihasilkan dari lingkungan jika di moneterkan dan dibandingkan dengan kegiatan lain tentu nilai manfaatkan akan jauh lebih besar dari pemanfaatan lainnya. Tetapi jika ada kebutuhan yang lebih penting dan sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat banyak tentu kegiatan konversi lahan kawasan hutan dapat dipertimbangkan kembali, tentunya disertai dengan aturan dan ketetapan yang jelas dalam melakukan kegiatan konversi tersebut. Misalnya jika akan melakukan kegiatan konversi kawasan hutan menjadi pertambangan batubara adalah dengan menyertainya dengan kegiatan reklamasi, dimana manfaat ekologis kawasan hutan yang hilang saat dijadikan pertambangan dapat kembali memberikan manfaat ekologis bagi masyarakat. Walaupun manfaat ekologis yang didapatkan tidak akan sama persis seperti manfaat ekologis yang dihasilkan kawasan hutan pada saat sebelum dilakukan konversi lahan.
71
VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1 1.
Simpulan Manfaat yang dapat dihasilkan dari kegiatan penambangan batubara di kawasan hutan Bukit Munggu adalah sebesar Rp 4 105 001 760 000 /tahun, sedangkan
biaya
yang
dibutuhkan
untuk
melaksanakan
kegiatan
penambangan batubara di kawasan hutan Bukit Munggu adalah sebesar Rp 1 070 300 000 000 /tahun. Perkiraan cadangan batubara yang terdapat di kawasan hutan Bukit Munggu dapat dimanfaatkan selama kurang lebih untuk sepuluh tahun kedepan. 2.
Nilai ekonomi total kawasan hutan Bukit Munggu adalah sebesar Rp 176 752 722 009 890 000 /tahun, dimana dalam penelitian ini nilai ekonomi total kawasan hutan menjadi opportunity cost dalam kegiatan konversi kawasan hutan menjadi pertambangan batubara. Nilai ekonomi total adalah nilai yang didapatkan dari penjumlahan delapan hasil valuasi nilai ekonomi sumber daya kawasan hutan Bukit Munggu. Nilai ekonomi tersebut diantaranya adalah nilai air, nilai karbon, nilai oksigen, nilai rumput, nilai keberadaan (existence value) kawasan hutan, nilai warisan (bequest value) kawasan hutan, dan nilai pilihan (option value) kawasan hutan.
3.
Berdasarkan hasil perhitungan manfaat yang dapat dihasilkan dari produksi batubara di kawasan hutan Bukit Munggu adalah sebesar Rp 4 105 001 760 000 /tahun. Sedangkan biaya yang harus dikeluarkan dan dikorbankan untuk kegiatan konversi adalah sebesar Rp 176 753 764 491 742 000 /tahun. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa manfaat yang dapat dihasilkan dari kegiatan konversi kawasan hutan Bukit Munggu menjadi pertambangan batubara lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan. Setelah dilakukan analisis biaya dan manfaat ekonomi didapatkan B/C rasio sebesar
-0.000002, sehingga dapat
disimpulkan bahwa kegiatan konversi dari sudut pandang lingkungan belum dapat dijalankan.
72
7.2 1.
Saran Pelaksanaan kegiatan pertambangan batubara harus dilakukan dengan mempertimbangkan luasan hutan yang ada pada wilayah tersebut, agar tercipta pemanfaatan sumberdaya alam lestari.
2.
Nilai lingkungan yang besar dari sumberdaya alam yang dapat dihasilkan dari kawasan hutan harus dikelola secara optimal dan dimanfaatkan secara bijaksana agar lingkungan dan sumberdaya alam yang terdapat pada kawasan hutan dapat tetap lesatari dan manfaatnya dapat dirasakan manfaatnya secara optimal bagi masyarakat.
3.
Dari hasil perhitungan didapatkan B/C < 1, hasil ini menunjukkan bahwa manfaat ekologis yang dapat dihasilkan oleh sumberdaya hutan nilainya sangat besar. Sehingga dibutuhkan pertimbangan atau analisis yang lebih mendalam lagi untuk melaksanakan kegiatan konversi kawasan hutan menjadi pertambangan batubara.
4.
Penelitian lanjutan yang lebih mendalam dengan menggunakan cash flow sehingga dapat dibandingkan manfaat dan biaya dari kegiatan konversi kawasan hutan Bukit Munggu menjadi pertambangan batubara yang lebih rinci sepanjang umur proyek.
73
DAFTAR PUSTAKA Adger N, Brown K, Cerfigni R, Moran D. 1994. Towards Estimating Total Economic Value of Forests in Mexico. Centre for Social and Economic Research on the Global Environment. Inggris (GB): University of East Anglia, University Collage London. Albarqoni F. 2013. Valuasi Ekonomi Lahan Hutan yang Berpotensi Untuk Konversi Menjadi Kawasan Industri Kariangau Balikpapan Kalimantan Timur. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Asisten Deputi Ekonomi Lingkungan. 2011. Panduan Valuasi Ekonomi Kegiatan Pertambangan. Jakarta: Kementrian Lingkungan Hidup. Barbier B, Acreaman M, Knowler D. 1997. Economic Valuation of Wetlands. Ramsar Convention Bureau. United Kingdom: University of York. Barry CF, Martha KF. 2002. Environmental Economics: An Introduction Third Edition. Mc Graw Hill Companies. New York (US). [BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Produk Domestik Bruto Menurut Lapangan Usaha Tahun 2009 – 2013. Jakarta: Badan Pusat Statistik. ________________________. 2013a. Kecamatan Lawang Kidul dalam Angka 2013. Jakarta: Badan Pusat Statistik. ________________________. 2013b. Neraca Energi Indonesia Tahun 2008-2013. Jakarta: Badan Pusat Statistik. [BPTT] Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. 2013. Outlook Energi Indonesia 2013. Jakarta: Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Cavuta, Giacomo. 2012. Environmental Goods Valuation: The Total Economic Value. Pescara (IT): University of Chieti. Devkota, K H. 2006. Benefit-Cost Analysis of Agriculture Enterprise: A Case of Jutpani VDC, Chitwan, Nepal. Nepal: Institute of Agriculture and Animal Sciences. 27: 119-125. Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara. 2012. Statistik Batubara Indonesia Tahun 2012. Jakarta: Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral. Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara. 2013. Produksi Batubara Indonesia Tahun 2008-2013. Jakarta: Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral. Direktorat Jenderal Cipta Karya. 2006. Konsumsi Air Orang Indonesia. Jakarta: Kementrian Pekerjaan Umum.
74
Dunn, William N. 2003. Analisis Kebijakan Publik. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Fauzi, Akhmad. 2010. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. PT GramediaPustaka Utama. Jakarta. Fauzi, Akhmad. 2014. Valuasi Ekonomi dan Penilaian Kerusakan Sumber Daya Alam dan Lingkungan. PT Penerbit IPB Press. Bogor. Firdaus, Muhammad. 2011. Ekonometrika Suatu Pendekatan Aplikatif. Bumi Aksara. Jember. Frick H, Setiawan PL. 2002. Ilmu Konstruksi Perlengkapan dan Untilitas Bangunan. Kanisius. Yogyakarta. Gilarso T. 2003. Pengantar Ilmu Ekonomi Mikro. Kanisius. Yogyakarta. Gray C, Simanjuntak P, Sabur LK, Maspaitella PFL, Varley RCG. 1993. Pengantar Evaluasi Proyek. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Gujarati, D. 2007. Dasar-dasar Ekonometrika Edisi Ketiga Jilid 1. Penerbit Erlangga. Jakarta Gujarati D, Porter DC. 2011. Dasar-dasar Ekonometrika Edisi 5 Buku 1. Salemba Empat. Jakarta. Iriawan N, Astuti SP. 2006. Mengolah Data Statistik dengan Mudah Menggunakan Minitab 14. CV Andi Offset. Yogyakarta. Iriani, Diniyya. 2013. Analisis Nilai Ekonomi Manfaat dan Dampak Negatif Penambangan Pasir Illegal di Sungai Berantas Kelurahan Semampir Kota Kediri. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Iskandar, Aditya. 2009. Pengertian Harga, Biaya, Nilai, dan Pasar. Jakarta (ID) Juanda, Bambang. 2009. Ekonometrika: Pemodelan dan Pendugaan. IPB Press. Bogor. Kadariah. 1999. Evaluasi Proyek Analisis Ekonomi. Lembaga Penelitian Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Kecamatan Lawang Kidul. 2013. Buku Monografi Kecamatan Lawang Kidul, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2013. Sumatera Selatan (ID). Kelurahan Tanjung Enim, 2013. Laporan Monografi Kelurahan/Desa Tanjung Enim, Kecamatan Lawang Kidul, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2013. Sumatera Selatan (ID).
75
Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 2901 K/30/MEM/2013 tentang Penetapan Kebutuhan dan Persentase Minimal Penjualan Batubara untuk Kepentingan dalam Negeri Tahun 2014. Khasanah Eka N, Iskandar R, Kesuma AI. 2011. Penerapan Metode Full Costing dalam Menentukan Harga Jual Batu Bara pada PT Energi Alam Sejahtera di Samarinda (Studi Kasus pada PT Energi Alam Sejahtera di Samarinda). Samarinda (ID). Universitas Mulawarman. Mahesi, Vidya. 2008. Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam Kebun Raya Cibodas. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Marhayana S, Niartiningsih A, Idrus R. 2012. Manfaat Ekonomi Ekosistem Mangrove di Taman Wisata Perairan Padaido Kabupaten Biak Numfor, Papua. Makassar (ID): Universitas Hasanuddin Makassar. Mutia SA, Ramli MI, Zubair A. 2013. Analisis Tingkat Ketersediaan dan Kebutuhan RTH pada Kawasan Perumahan Kota Makassar. Makassar (ID): Universitas Hassanudin. Noor, Henry Faizal. 2007. Ekonomi Manajerial. PT Raja Grasindo Persada. Jakarta. Nurfatriani, Fitri. 2006. Konsep Nilai Ekonomi Total dan Metode Penilaian Sumberdaya Hutan. Bogor (ID): Jurnal Penelitian Sosial Ekonomi Kehutanan 3(1):1829-8109 Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Selatan Nomor 5 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Kegiata Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.44/Menhut-II/2012 tentang Pengukuhan Kawasan Hutan. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1980 tentang Penggolongan Bahan-bahan Galian. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan Kawasan Hutan. Pracoyo Tri K, Pracoyo A. 2006. Aspek Dasar Ekonomi Mikro. PT Grasindo. Jakarta. Prasetya, Ferry. 2012. Modul Ekonomi Publik Bagian VI: Analisis Biaya dan Manfaat. Malang: Universitas Brawijaya.
76
Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara. Batubara. 2005. Jakarta: Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral. Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara. 2005. Batubara Indonesia. Jakarta: Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral. Putri Eka IK, Ismail A, Wijayanti P, Buitenzorgi M, Maresvin N, 2010. Modul Kuliah Ekonomi Lingkungan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rahmawaty, S. 2004. Hutan: Fungsi dan Peranannya Bagi Masyarakat. Sumatera Utara (ID): Universitas Sumatera Utara. Sayyidah, Lailatus. 2013. Kerugian Ekonomi Akibat Konversi Lahan Perkebunan Kelapa Sawit Menjadi Pertambangan Emas (Studi Kasus: Desa Daya Murni, Kecamatan Pelepat Ilir, Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi). [Skripsi]. Bogor: Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Setiawan, Kusrini DE. 2010. Ekonometrika. CV Andi Offset. Yogyakarta. Sihaloho, M. 2004. Konversi Lahan Pertanian dan Perubahan Struktur Agraria (Kasus di Kelurahan Mulyaharjo, Kecamatan Bogor Selatan, Jawa Barat). [Thesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian Teori dan Aplikasi. PT. Raja Grafindo. Jakarta. Sugiarto, Herlambang Tedy, Brastoro, Sudjana Rachmat, dan Kelana Said. 2000. Ekonomi Mikro Sebuah Kajian Komprehensif. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Sugiyono, A. 2001. Analisis Manfaat dan Biaya Sosial. Yogyakarta (ID): Universitas Gadjah Mada. Sunyoto, Danang. 2013. Ekonomi Manajerian Konsep Terapan Bisnis. PT Buku Seru. Jakarta. Suparmoko, M. 2009. Panduan dan Analisis Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan (Konsep, Metode Perhitungan, dan Aplikasi). BPFEYogyakarta. Yogyakarta Undang-undang Republik Indonesia nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Yulianto P, Saparinto C. 2010. Pembesaran Sapi Potong Secara Intensif. Penebar Swadaya. Jakarta. Yusuf, S. 2010. Nilai Hasil Hutan yang Hilang Bila Terjadi Perubahan Fungsi Hutan Lindung. Agritek Vol. 18. FPUB. Balikpapan.
77
LAMPIRAN
78
WTP (Rp/tahun/KK)
Lampiran 1 Kurva Permintaan WTP Existence Value 70000 60000 50000 40000 30000 20000 10000 0
WTP Existance Value Linear (WTP Existance Value) 0
10
20
30
40
50
Jumlah Responden (Orang)
Lampiran 2 Kurva Permintaan WTP Bequest Value
WTP (Rp/tahun/KK)
70000 60000 50000 40000
WTP Bequest Value
30000 20000
Linear (WTP Bequest Value)
10000 0 0
10
20
30
40
50
Jumlah Responden (orang)
WTP (Rp/tahun/KK)
Lampiran 3 Kurva Permintaan WTP Option Value 70000 60000 50000 40000 30000 20000 10000 0
WTP Option Value Linear (WTP Option Value) 0
10
20
30
40
Jumlah Responden (orang)
50
79
Lampiran 4 Hasil Estimasi Regresi Berganda WTP Existence Value The regression equation is WTPK = - 4,56 - 0,026 Jenis Kelamin + 0,216 Umur + 0,832 Pendidikan + 0,783 Penghasilan - 0,187 Tanggungan Predictor Constant Jenis Kelamin Umur Pendidikan Penghasilan Tanggungan
Coef -4,559 -0,0257 0,2164 0,8321 0,7830 -0,1872
SE Coef 1,741 0,1141 0,2133 0,3044 0,1252 0,1291
S = 0,347793
R-Sq = 73,3%
T -2,62 -0,23 1,01 2,73 6,25 -1,45
P 0,013 0,823 0,317 0,010 0,000 0,156
VIF 1,1 1,2 1,6 1,5 1,2
R-Sq(adj) = 69,4%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source Jenis Kelamin Umur Pendidikan Penghasilan Tanggungan
DF 5 34 39 DF 1 1 1 1 1
SS 11,3159 4,1127 15,4285
MS 2,2632 0,1210
F 18,71
P 0,000
Seq SS 0,1941 0,0005 6,3906 4,4762 0,2544
Unusual Observations Obs 38
Jenis Kelamin 0,00
WTPK 9,2103
Fit 9,9417
SE Fit 0,0817
Residual -0,7313
St Resid -2,16R
R denotes an observation with a large standardized residual. Durbin-Watson statistic = 2,33251
80
Lampiran 5 Hasil Uji Kolgomornov-Smirnov WTP Existence Value Probability Plot of Residuals Normal
99
Mean StDev N KS P-Value
95 90
4,440892E-16 0,3247 40 0,082 >0,150
80
Percent
70 60 50 40 30 20 10 5
1
-0,8
-0,6
-0,4
-0,2
0,0 0,2 Residuals
0,4
0,6
0,8
Lampiran 6 Hasil Uji Scatter plot WTP Existence Value Residual Plots for Existance Value Normal Probability Plot of the Residuals
Residuals Versus the Fitted Values
99
0,5 Residual
Percent
90 50 10 1
-0,5 -0,8
-0,4
0,0 Residual
0,4
0,8
8,5
Histogram of the Residuals
9,5 10,0 Fitted Value
10,5
0,5
6
Residual
Frequency
9,0
Residuals Versus the Order of the Data
8
4 2 0
0,0
0,0
-0,5 -0,6
-0,4
-0,2 0,0 Residual
0,2
0,4
1
5
10
15 20 25 30 Observation Order
35
40
81
Lampiran 7 Hasil Uji Glejser WTP Existence Value The regression equation is ln WTPK = 0,908 + 0,0692 Jenis Kelamin - 0,045 Umur + 0,100 Pendidikan - 0,0491 Penghasilan - 0,0511 Tanggungan Predictor Constant Jenis Kelamin Umur Pendidikan Penghasilan Tanggungan
Coef 0,9083 0,06924 -0,0449 0,0998 -0,04909 -0,05109
SE Coef 0,9482 0,06216 0,1162 0,1658 0,06821 0,07032
S = 0,189459
R-Sq = 9,7%
T 0,96 1,11 -0,39 0,60 -0,72 -0,73
P 0,345 0,273 0,701 0,551 0,477 0,473
VIF 1,1 1,2 1,6 1,5 1,2
R-Sq(adj) = 0,0%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source Jenis Kelamin Umur Pendidikan Penghasilan Tanggungan
DF 5 34 39 DF 1 1 1 1 1
SS 0,13112 1,22042 1,35154
MS 0,02622 0,03589
F 0,73
P 0,605
Seq SS 0,05635 0,02435 0,00085 0,03063 0,01894
Unusual Observations Obs 38
Jenis Kelamin 0,00
ln WTPK Fit SE Fit 0,7313 0,2469 0,0445
Residual 0,4845
St Resid 2,63R
R denotes an observation with a large standardized residual. Durbin-Watson statistic = 1,24081
82
Lampiran 8 Hasil Estimasi Regresi Berganda WTP Bequest Value The regression equation is WTPW = - 1,60 - 0,053 Jenis Kelamin - 0,128 Umur + 0,850 Pendidikan + 0,652 Penghasilan + 0,052 Tanggungan Predictor Constant Jenis Kelamin Umur Pendidikan Penghasilan Tanggungan
Coef -1,598 -0,0528 -0,1282 0,8500 0,6521 0,0519
SE Coef 1,586 0,1040 0,1943 0,2773 0,1141 0,1176
S = 0,316918
R-Sq = 73,7%
T -1,01 -0,51 -0,66 3,06 5,72 0,44
P 0,321 0,615 0,514 0,004 0,000 0,662
VIF 1,1 1,2 1,6 1,5 1,2
R-Sq(adj) = 69,9%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source Jenis Kelamin Umur Pendidikan Penghasilan Tanggungan
DF 5 34 39 DF 1 1 1 1 1
SS 9,5843 3,4149 12,9991
MS 1,9169 0,1004
F 19,09
P 0,000
Seq SS 0,1186 0,1466 5,6809 3,6186 0,0196
Unusual Observations Obs 7 10 37 38
Jenis Kelamin 1,00 0,00 1,00 0,00
WTPW 8,5172 9,2103 11,0021 9,2103
Fit 9,1485 9,8495 10,3773 9,9585
SE Fit 0,1668 0,0747 0,0972 0,0745
Residual -0,6314 -0,6391 0,6248 -0,7481
St Resid -2,34R -2,08R 2,07R -2,43R
R denotes an observation with a large standardized residual. Durbin-Watson statistic = 2,19389
83
Lampiran 9 Hasil Uji Kolgomornov-Smirnov WTP Bequest Value Probability Plot of Residuals Normal
99
Mean StDev N KS P-Value
95 90
1,376677E-15 0,2959 40 0,090 >0,150
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-0,8
-0,6
-0,4
-0,2
0,0 0,2 Residuals
0,4
0,6
0,8
Lampiran 10 Hasil Uji Scatter plot WTP Bequest Value Residual Plots for Bequest Value Residuals Versus the Fitted Values 0,8
90
0,4
Residual
Percent
Normal Probability Plot of the Residuals 99
50 10 1 -0,8
-0,4
0,0 Residual
0,4
0,0 -0,4 -0,8
0,8
Histogram of the Residuals
8,5
9,0
9,5 10,0 Fitted Value
10,5
Residuals Versus the Order of the Data 0,8 0,4
7,5
Residual
Frequency
10,0
5,0 2,5 0,0
-0,8 -0,6 -0,4 -0,2 0,0 Residual
0,2
0,4
0,6
0,0 -0,4 -0,8
1
5
10
15 20 25 30 Observation Order
35
40
84
Lampiran 11 Hasil Uji Glejser WTP Bequest Value The regression equation is sln WTPW = 2,25 - 0,0407 Jenis Kelamin - 0,201 Umur - 0,094 Pendidikan - 0,0709 Penghasilan + 0,0165 Tanggungan Predictor Constant Jenis Kelamin Umur Pendidikan Penghasilan Tanggungan
Coef 2,2473 -0,04073 -0,2009 -0,0938 -0,07089 0,01647
SE Coef 0,9372 0,06143 0,1148 0,1639 0,06741 0,06950
S = 0,187245
R-Sq = 16,1%
T 2,40 -0,66 -1,75 -0,57 -1,05 0,24
P 0,022 0,512 0,089 0,571 0,300 0,814
VIF 1,1 1,2 1,6 1,5 1,2
R-Sq(adj) = 3,8%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source Jenis Kelamin Umur Pendidikan Penghasilan Tanggungan
DF 5 34 39 DF 1 1 1 1 1
SS 0,22957 1,19206 1,42163
MS 0,04591 0,03506
F 1,31
P 0,283
Seq SS 0,02584 0,10036 0,06459 0,03682 0,00197
Unusual Observations Obs 10 37 38
Jenis Kelamin 0,00 1,00 0,00
ln WTPW 0,6391 0,6248 0,7481
Fit 0,2537 0,1749 0,2515
SE Fit 0,0441 0,0575 0,0440
Residual 0,3855 0,4499 0,4966
St Resid 2,12R 2,52R 2,73R
R denotes an observation with a large standardized residual. Durbin-Watson statistic = 1,99489
85
Lampiran 12 Hasil Estimasi Regresi Berganda WTP Option Value The regression equation is WTPP = - 1,67 - 0,019 Jenis Kelamin - 0,109 Umur + 0,835 Pendidikan + 0,668 Penghasilan - 0,079 Tanggungan Predictor Constant Jenis Kelamin Umur Pendidikan Penghasilan Tanggungan
Coef -1,673 -0,0188 -0,1093 0,8353 0,6678 -0,0790
SE Coef 2,120 0,1390 0,2598 0,3707 0,1525 0,1572
S = 0,423631
R-Sq = 60,8%
T -0,79 -0,14 -0,42 2,25 4,38 -0,50
P 0,436 0,893 0,676 0,031 0,000 0,619
VIF 1,1 1,2 1,6 1,5 1,2
R-Sq(adj) = 55,0%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source Jenis Kelamin Umur Pendidikan Penghasilan Tanggungan
DF 5 34 39 DF 1 1 1 1 1
SS 9,4535 6,1017 15,5553
MS 1,8907 0,1795
F 10,54
P 0,000
Seq SS 0,2062 0,2135 5,5326 3,4560 0,0453
Unusual Observations Obs 7 10
Jenis Kelamin 1,00 0,00
WTPP 8,5172 8,5172
Fit 9,3467 9,8915
SE Fit 0,2230 0,0999
Residual -0,8295 -1,3743
St Resid -2,30R -3,34R
R denotes an observation with a large standardized residual. Durbin-Watson statistic = 1,62540
86
Lampiran 13 Hasil Uji Kolgomornov-Smirnov WTP Option Value Probability Plot of Residuals Normal
99
Mean StDev N KS P-Value
95 90
1,776357E-16 0,3955 40 0,112 >0,150
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-1,5
-1,0
-0,5 0,0 Residuals
0,5
1,0
Lampiran 14 Hasil Uji Scatter plot WTP Option Value Residual Plots for Option Value Normal Probability Plot of the Residuals
Residuals Versus the Fitted Values
99 0,5 Residual
Percent
90 50
-1
0 Residual
-1,5
1
Histogram of the Residuals 10,0
0,5
7,5
0,0
5,0
9,5 10,0 Fitted Value
10,5
11,0
-0,5 -1,0
2,5 0,0
9,0
Residuals Versus the Order of the Data
Residual
Frequency
-0,5 -1,0
10 1
0,0
-1,0
-0,5 0,0 Residual
0,5
-1,5
1
5
10
15 20 25 30 Observation Order
35
40
87
Lampiran 15 Hasil Uji Glejser WTP Option Value The regression equation is WTPP = 2,07 - 0,0346 Jenis Kelamin - 0,065 Umur + 0,028 Pendidikan - 0,108 Penghasilan - 0,015 Tanggungan Predictor Constant Jenis Kelamin Umur Pendidikan Penghasilan Tanggungan
Coef 2,074 -0,03464 -0,0645 0,0283 -0,1079 -0,0153
SE Coef 1,397 0,09158 0,1712 0,2443 0,1005 0,1036
S = 0,279139
R-Sq = 6,0%
T 1,48 -0,38 -0,38 0,12 -1,07 -0,15
P 0,147 0,708 0,709 0,909 0,290 0,883
VIF 1,1 1,2 1,6 1,5 1,2
R-Sq(adj) = 0,0%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source Jenis Kelamin Umur Pendidikan Penghasilan Tanggungan
DF 5 34 39 DF 1 1 1 1 1
SS 0,16829 2,64924 2,81753
MS 0,03366 0,07792
F 0,43
P 0,823
Seq SS 0,01684 0,02004 0,02768 0,10201 0,00171
Unusual Observations Obs 10
Jenis Kelamin 0,00
WTPP 1,3743
Fit 0,3101
SE Fit 0,0658
Residual 1,0642
St Resid 3,92R
R denotes an observation with a large standardized residual. Durbin-Watson statistic = 1,90210
88
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tanjung Enim pada 21 April 1993 dari Bapak Ahmad Yani dan Ibu Esti Handayani. Penulis adalah putri pertama dari 3 bersaudara. Penulis lulus dari SMA Darul Hikam Bandung pada tahun 2010. Pada tahun yang sama, penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Uji Talenta Mandiri (UTM) pada program Mayor Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB. Selain itu, penulis juga melengkapi mandat dari Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan dengan mengambil program Minor Komunikasi di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Selama mengikuti pendidikan di IPB, penulis aktif mengikuti organisasi kemahasiswaan di IPB seperti Anggota di Organisasi Century (Center of Enterpreneurship Development for Youth) IPB periode tahun 2010-2011, Kepala Divisi Human Resourceand Development (HRD) Century IPB periode tahun 2011-2012, dan menjadi Dewan Komisaris Century IPB periode tahun 2012-2013. Selain itu penulis juga aktif dalam organisasi luar kampus seperti menjadi Ketua Divisi Taman Baca di Organisasi Sanggar Juara periode 2012-2013. Penulis juga aktif dalam beberapa kepanitiaan yang ada di dalam kampus maupun luar kampus.