BAB 14 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA

Salah satu instrumen penting untuk mewujudkan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa adalah ... penerapan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang ...

30 downloads 436 Views 63KB Size
BAB 14 PENCIPTAAN TATA PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BERWIBAWA

Dalam rangka meningkatkan kinerja birokrasi, pemerintah telah menetapkan prioritas pembangunan pada penciptaan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa sebagaimana ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004–2009. Salah satu instrumen penting untuk mewujudkan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa adalah melalui reformasi birokrasi seperti tertuang dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2006 dan 2007. Tujuan akhir dari reformasi birokrasi adalah terwujudnya pelayanan publik yang prima (cepat, tepat, murah, transparan, dan akuntabel) dan peningkatan kinerja birokrasi yang semakin baik. Selama tahun 2006 sampai dengan semester pertama tahun 2007 sudah banyak kemajuan yang telah dicapai dalam upaya mendukung reformasi birokrasi meskipun belum sepenuhnya sesuai dengan harapan masyarakat. Dukungan terhadap reformasi birokrasi juga diberikan oleh legislatif antara lain melalui inisiatif DPR yang mengajukan Rancangan Undang-Undang Kementerian Negara yang

dimaksudkan untuk membenahi birokrasi membangun tata kepemerintahan yang baik. I.

pemerintahan

dan

Permasalahan yang Dihadapi

Reformasi birokrasi yang dilaksanakan pemerintah belum berjalan sesuai dengan harapan masyarakat. Hal itu merupakan masalah pokok yang dihadapi dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa yang terutama ditunjukkan dengan masih banyaknya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) baik dari jumlah kasus yang terjadi maupun jumlah kerugian yang ditimbulkan serta belum optimalnya kinerja birokrasi yang pada akhirnya mengakibatkan rendahnya kinerja pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat. Berbagai masalah lainnya dalam birokrasi yang belum terselesaikan sebagaimana uraian berikut berpengaruh besar terhadap rendahnya kinerja birokrasi secara keseluruhan. Pertama, upaya penataan kelembagaan pemerintah belum mencapai hasil yang maksimal. Hal itu terutama disebabkan oleh kecenderungan lembaga pemerintah yang lebih mementingkan pendekatan struktural daripada pendekatan fungsional yang tercermin, antara lain, dari (1) masih terdapatnya tumpang tindih tugas pokok, fungsi, dan kewenangan organisasi pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah; (2) struktur organisasi kementerian/lembaga masih cenderung gemuk dan belum efisien meskipun telah melimpahkan beberapa kewenangan kepada daerah; (3) masih adanya lembaga-lembaga non-struktural seperti badan, komisi, dan dewan, yang sebagian besar tugas dan fungsinya merupakan bagian dari tugas dan fungsi kementerian/lembaga; serta (4) masih lemahnya sinkronisasi tata hubungan kerja antara kementerian/lembaga dan instansi pemerintah daerah termasuk dalam pelaksanaan kebijakan otonomi daerah; serta (5) organisasi satuan kerja perangkat daerah juga belum sepenuhnya didisain secara proporsional sesuai kebutuhan dan karakteristik nyata daerah. Kedua, upaya penataan ketatalaksanaan pemerintah belum menunjukkan hasil yang berarti. Hal itu ditunjukkan, antara lain, dengan (1) masih lemahnya sistem dan prosedur dalam pelaksanakan manajemen instansi pemerintah baik di pusat dan daerah; (2) masih 14 - 2

lemahnya dukungan pengelolaan dokumen dan kearsipan negara; (3) belum optimalnya penerapan standar kompetensi dalam menduduki jabatan struktural dan fungsional; serta (4) masih lemahnya penerapan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (good public governance/GPG) di instansi pemerintah pusat dan daerah. Masalah lain yang juga perlu mendapat perhatian adalah belum diterapkannya secara konsisten dan berkelanjutan sistem manajemen yang berorientasi pada peningkatan kinerja (manajemen berbasis kinerja) yang terintegrasi dengan sistem perencanaan, sistem penganggaran, sistem perbendaharaan, dan sistem akuntabilitas pemerintahan yang saling menunjang dengan sistem pengendalian, baik di lingkungan instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah, sebagai bagian dari upaya reformasi birokrasi serta untuk mendukung penerapan kebijakan anggaran berbasis kinerja. Ketiga, pembinaan terhadap sumber daya manusia aparatur belum dikelola dengan baik. Hal itu ditunjukkan, antara lain, dengan (1) masih sulitnya mengubah cara pikir (mind set) dan cara kerja aparatur; (2) masih rendahnya disiplin dan etika pegawai; (3) sistem karier yang belum sepenuhnya berdasarkan prestasi kerja; (4) sistem remunerasi yang belum memadai untuk hidup layak; (5) penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) belum sepenuhnya dilakukan berdasarkan kualifikasi pendidikan yang dibutuhkan; (6) masih rendahnya kualitas sumber daya manusia aparatur secara umum; (7) penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan (diklat) yang hingga kini belum sepenuhnya dapat meningkatkan kinerja aparatur negara; (8) masih lemahnya pengawasan dan audit terhadap kinerja aparatur negara; dan (9) sistem informasi manajemen kepegawaian yang sampai saat ini belum dapat berfungsi secara optimal. Keempat, pelaksanaan pelayanan publik yang efisien dan efektif, yaitu cepat, tepat, murah, dan transparan, belum dapat diwujudkan. Hal itu ditunjukkan, antara lain, dengan (1) belum ditetapkannnya RUU Pelayanan Publik menjadi UU Pelayanan Publik sebagai landasan hukum yang lebih komprehensif terkait dengan standar dan jaminan layanan; (2) mekanisme penyelenggaraan pelayanan masih bersifat sektoral; (3) penerapan sanksi yang tegas atas buruknya kualitas pelayanan publik belum dapat diwujudkan; (4) masih lemahnya pengawasan dan penerapan 14 - 3

reward and punishment dalam pelaksanaan pelayanan publik; dan (5) belum memadainya sarana dan prasarana/fasilitas pelayanan termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (egovernment) dalam pemberian pelayanan. Kelima, kinerja dan sistem pengawasan belum memadai, terutama pengawasan fungsional. Hal itu tercermin, antara lain, dengan (1) masih tingginya tingkat penyalahgunaan wewenang termasuk praktik KKN. Meskipun terjadi peningkatan pada indeks persepsi korupsi menurut hasil survei Transparency International tahun 2006 yaitu dari 2,2 menjadi 2,4, posisi Indonesia masih menjadi negara dengan tingkat korupsi yang tinggi, yaitu berada pada peringkat 130 dari 163 negara yang disurvei; (2) belum memadainya kompetensi aparatur pengawasan; (3) pelaksanaan tindak lanjut hasil pengawasan belum optimal dan belum transparan; (4) belum diterapkannya secara konsisten sanksi baik administratif maupun hukum kepada para pejabat dan pegawai yang terbukti secara hukum melakukan penyalahgunaan wewenang; (5) masih lemahnya sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintah; dan (6) sistem pengawasan yang belum sepenuhnya tertata, baik pengawasan internal pemerintah maupun pengawasan eksternal pemerintah (BPK). Dalam hal itu diperlukan adanya perundangundangan tentang sistem pengawasan nasional dan adanya koordinasi pengawasan antar-aparat pengawasan fungsional pemerintah agar terjadi sinergi antar-aparat pengawasan termasuk pengawasan oleh masyarakat.

II.

Langkah Kebijakan dan Hasil yang Dicapai

Untuk mempercepat terwujudnya tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa melalui reformasi birokrasi, langkah-langkah kebijakan yang ditempuh adalah melanjutkan kegiatan-kegiatan penting yang telah dilakukan sebelumnya dan melakukan kegiatan baru yang bersifat terobosan sebagai berikut: Pertama, pemerintah terus meningkatkan penanggulangan penyalahgunaan kewenangan, melalui (a) peningkatan komitmen para penyelenggara negara dalam pemberantasan korupsi disertai pemberian sanksi yang seberat-beratnya kepada pelaku korupsi 14 - 4

sesuai dengan ketentuan yang berlaku; (b) penerapan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik di semua tingkatan dan kegiatan instansi pemerintahan; (c) penerapan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah secara konsisten dan berkelanjutan melalui penerapan manajemen berbasis kinerja; (d) penataan dan peningkatan efektivitas pengawasan melalui koordinasi dan peningkatan sinergi antara pengawasan internal, pengawasan eksternal, dan pengawasan masyarakat serta percepatan tindak lanjut atas hasil pengawasan; (e) pembangunan budaya kerja organisasi dalam birokrasi agar aparatur berperilaku semakin profesional, bermoral, produktif dan bertanggung jawab; serta (f) peningkatan pemberdayaan dan sinergi antara penyelenggara negara, dunia usaha dan masyarakat dalam pemberantasan korupsi. Kedua, pemerintah meningkatkan kualitas penyelenggaraan administrasi negara sebagai landasan utama untuk meningkatkan pelayanan publik melalui kegiatan-kegiatan sebagai berikut: (a) melanjutkan penataan kelembagaan pemerintahan agar lebih proporsional serta dapat berfungsi secara lebih efektif, efisien, dan responsif terhadap tuntutan pelaksanaan tugas dan fungsi; (b) peningkatan efektivitas dan efisiensi ketatalaksanaan (manajemen) termasuk prosedur kerja di berbagai tingkatan dan kegiatan instansi pemerintah; (c) penataan dan peningkatan kapasitas pegawai agar lebih profesional sesuai dengan tugas dan fungsinya untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat, antara lain melalui berbagai diklat dan melalui berbagai pembinaan yang dilakukan oleh masing-masing instansi pemerintah; (d) meningkatkan koordinasi dan integrasi tugas pokok dan fungsi serta program masing-masing instansi, sesuai dengan tahapan pelaksanaan rencana; (e) peningkatan kesejahteraan pegawai dan pemberlakukan sistem karier berdasarkan prestasi; serta (f) pengembangan dan pemanfaatan e-government dan dokumen/arsip negara dalam pengelolaan tugas dan fungsi pemerintahan. Sejalan dengan peningkatan kesejahteraan pegawai, pemerintah terus mengupayakan peningkatan gaji pegawai secara proporsional, adil, dan layak. Ketiga, pemerintah meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan melalui (a) peningkatan kapasitas masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses 14 - 5

pembangunan dan mengawasi pelaksanaan tugas aparatur pemerintah termasuk pelaksanaan pelayanan publik; serta (b) peningkatan transparansi, partisipasi, dan mutu pelayanan melalui peningkatan akses dan sebaran informasi. Selama kurun waktu tahun 2006–2007 (sampai dengan Juni 2007) telah dilaksanakan berbagai kegiatan dalam rangka pelaksanaan kebijakan dan program-program yang telah ditetapkan dalam RPJMN 2004–2009. Kegiatan-kegiatan yang merupakan lanjutan dari tahun-tahun sebelumnya tersebut, antara lain bersifat penyusunan peraturan perundang-undangan dan rancangan kebijakan, perbaikan sistem dan manajemen, peningkatan kompetensi pegawai, peningkatan keterlibatan dan kesadaran aparatur pemerintah, dunia usaha dan masyarakat untuk mendukung reformasi birokrasi dan penerapan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (GPG). Hasil-hasil yang dicapai dari berbagai kegiatan selama kurun waktu 2006 sampai dengan Juni 2007 diuraikan berdasarkan program-program yang telah ditetapkan di dalam RPJMN 2004– 2009, yaitu sebagai berikut. A.

Program Penerapan Tata Pemerintahan yang Baik

Dalam upaya mendukung terwujudnya tata pemerintahan yang bersih, profesional, responsif, dan akuntabel melalui penerapan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik, telah dilakukan sosialisasi pedoman dan indikator penerapan tata pemerintahan yang baik guna membangun komitmen aparatur pemerintah dalam melaksanakan tata pemerintahan yang baik, antara lain melalui (a) dialog interaktif di media elektronik dan dalam forum-forum lainnya; (b) kampanye publik melalui distribusi publikasi pedoman dan buku indikator penerapan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik beserta cakram padat (CD) multimedianya kepada semua kementerian, LPND, pemda provinsi, kabupaten/kota, dan pihakpihak lainnya yang terkait sebagai bagian dari upaya untuk mendorong reformasi birokrasi dan penerapan tata pemerintahan yang baik di lingkungannya masing-masing; (c) terselenggaranya diskusi lintas pelaku dan sektor untuk mendukung pelaksanaan tata 14 - 6

pemerintahan yang baik melalui seminar-seminar; (d) penyusunan modul-modul sosialisasi penerapan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik; dan (e) pengelolaan website GPG secara rutin. Selain itu, telah dilaksanakan pilot project penerapan model Island of Integrity di beberapa daerah yang mempunyai komitmen tinggi untuk menerapkan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik (GPG). Dalam aspek legalitas, telah dilaksanakan penyusunan RUU Administrasi Pemerintahan sebagai dasar hukum reformasi birokrasi dan pedoman bagi setiap pejabat administrasi pemerintahan dalam menetapkan keputusan, mencegah penyalahgunaan kewenangan dan menutup kesempatan untuk melakukan korupsi, kolusi dan nepotisme, menciptakan tertib penyelenggaraan administrasi pemerintahan, menciptakan kepastian hukum, menjamin akuntabilitas pejabat administrasi pemerintah atau badan, memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat dan aparatur pemerintah, serta menerapkan asas umum kepemerintahan yang baik dalam memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat. Saat ini RUU tersebut telah mendapat persetujuan pemerintah untuk segera dibahas dengan DPR sesuai prioritas program legislasi nasional tahun 2007. Hasil-hasil penting lain yang telah dicapai dalam penerapan tata pemerintahan yang baik adalah terselenggaranya forum teknis pendayagunaan aparatur negara (Fortekpan) yang merupakan forum tingkat pusat untuk membahas pelaksanaan kebijakan bidang pendayagunaan aparatur negara (PAN) untuk peningkatan reformasi birokrasi dan penerapan prinsip-prinsip GPG serta terselenggaranya forum komuninasi PAN daerah (Forkompanda) yang merupakan forum untuk menyosialisasikan program dan kebijakan bidang PAN dan memasukkan kebijakan PAN dalam Rencana Strategis Daerah dan RPJMD sebagai pedoman bagi pemda untuk melakukan upayaupaya strategis dalam rangka reformasi birokrasi. Untuk mendorong pelaksanaan tata pemerintahan yang baik, di beberapa daerah telah berhasil dilaksanakan, antara lain, (a) penerapan kesepakatan kinerja (performance agreement) antara kepala daerah (gubernur, bupati, dan walikota) dan pejabat eselon II (dinas, badan, dan kantor); dan (b) penandatanganan pakta integritas oleh pejabat yang akan dilantik untuk menduduki suatu jabatan. 14 - 7

Selain itu, beberapa pemerintah daerah, seperti Pemerintah Provinsi Gorontalo, Pemerintah Kabupaten Solok, Pemerintah Kabupaten Pare-Pare, Pemerintah Kota Balikpapan, dan Pemerintah Kabupaten Sragen, telah dan sedang giat melakukan reformasi birokrasi dan penerapan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik. Hal ini diharapkan akan mendorong pemerintah daerah dan instansi lainnya untuk melaksanakan reformasi birokrasi dan penerapan tata pemerintahan yang baik di lingkungannya masing-masing. B.

Program Peningkatan Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur

Program peningkatan pengawasan dan akuntabilitas aparatur bertujuan untuk menyempurnakan dan mengefektifkan sistem pengawasan dan audit serta sistem akuntabilitas kinerja dalam mewujudkan aparatur negara yang bersih, akuntabel, dan bebas KKN. Hasil-hasil yang telah dicapai dari berbagai kegiatan yang dilakukan, antara lain meliputi (1) tersusunnya naskah akademik RUU Sistem Pengawasan Fungsional; (2) tersusunnya konsep RPP tentang Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP); (3) diterbitkannya PP No. 8 Tahun 2006 tentang Laporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah; (4) terlaksananya sosialisasi dan bimbingan teknis pada instansi pemerintah baik di pusat maupun di daerah dalam rangka mendorong peningkatan implementasi sistem akuntabilitas kinerja; (5) dalam rangka meningkatkan kualitas penerapan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP), telah diterbitkan Peraturan Menteri Negara PAN Nomor: PER/09/M.PAN/5/2007 tentang Pedoman Umum Penetapan Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Instansi Pemerintah; (6) tersusunnya naskah akademik RUU tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) yang terintegrasi dengan sistem perencanaan, sistem penganggaran, sistem perbendaharaan, dan sistem akuntansi pemerintahan; (7) terselenggaranya sosialisasi kebijakan koordinasi, pemantauan, dan evaluasi atas pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN-PK) sesuai Inpres No. 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi baik di tingkat pusat maupun daerah; (8) terlaksananya peningkatan kapasitas SDM di bidang akuntabilitas kinerja instansi pemerintah 14 - 8

melalui pelatihan baik di dalam maupun di luar negeri, serta pembangunan sistem informasi kinerja instansi pemerintah baik untuk keperluan menyusun laporan kinerja maupun evaluasi kinerja instansi pemerintah; dan (9) pemberdayaan sekitar 800 aparat pengawasan internal pemerintah di inspektorat jenderal departemen dan Badan Pengawas Daerah (Bawasda) melalui pendidikan S-1 dan S-2 Program Akuntansi Pemerintahan/Keuangan Negara di 36 perguruan tinggi negeri dan swasta di dalam negeri, yang persiapannya telah dimulai pada tahun 2006 dan perkuliahannya dimulai pada tahun 2007, dengan susunan kurikulum bersifat akuntansi pemerintahan, pengawasan keuangan dan pengawasan/ evaluasi kinerja untuk mendukung penerapan kebijakan anggaran berbasis kinerja dan mengurangi terjadinya tindakan KKN. Selain itu, beberapa pemda propinsi juga menyatakan komitmennya untuk menyediakan anggaran dalam APBD bagi pegawainya untuk mengikuti program tersebut sebagai salah satu solusi mengatasi kekurangan tenaga akuntansi pemerintahan di pemda. Pada masa yang akan datang diharapkan akan lebih banyak lagi pemda yang dapat menyediakan beasiswa dari APBD-nya bagi pegawaipegawainya untuk mengikuti program-program tersebut. Upaya peningkatan efektifitas pelaksanaan pengawasan oleh aparat pengawasan intern pemerintah dilakukan melalui tiga strategi pengawasan yaitu preemtif, preventif, dan represif. Pengawasan preemptif di antaranya dilaksanakan dengan menyelenggarakan diklat fungsional dan diklat teknis substansi untuk meningkatkan kompetensi aparat pengawasan intern pemerintah; sosialisasi program aplikasi Sistem Informasi Manajemen Keuangan Daerah (SIMDA) yang saat ini telah diimplementasikan pada 148 pemerintah daerah; sosialisasi implementasi good corporate governance dan good corporate management; dan melanjutkan kegiatan sosialisasi Program Anti Korupsi (PAK) dan penyuluhan upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi (UPPK). Pengawasan preventif di antaranya dilakukan melalui bimbingan teknis, audit/evaluasi, serta pengembangan sistem dan bantuan inventarisasi barang milik negara. Kegiatan bimbingan teknis dilakukan melalui pendampingan dan asistensi kepada pemerintah dan BUMN/D dalam rangka meningkatkan implementasi tata kelola yang baik (good governance) untuk mencapai pemerintahan yang bersih (clean 14 - 9

government), di antaranya pendampingan dalam pembuatan perjanjian kerjasama pengelolaan PNBP dari visa kunjungan saat kedatangan (VKSK) antara Ditjen Imigrasi dan BNI 1946; pendampingan dalam percepatan implementasi tata pemerintahan yang baik pada Departemen Hukum dan HAM; asistensi penyusunan laporan keuangan bantuan korban bencana gempa bumi dan tsunami di provinsi NAD dan Sumut; asistensi penyusunan harga perkiraan sendiri (HPS); dan pendampingan ulangan (review) laporan keuangan. Kegiatan evaluasi telah dilakukan terhadap berbagai lembaga pemerintah dan BUMN/D antara lain: (a) terlaksananya evaluasi terhadap pemberian fasilitas bea masuk pada BKPM; (b) evaluasi terhadap kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi rumah pascabencana gempa bumi di Provinsi D.I. Yogyakarta; (c) evaluasi kebijakan dana dekonsentrasi yang telah diikuti dengan penyelarasan beberapa peraturan pemerintah terkait dengan pendanaan dekonsentrasi dan harmonisasi hubungan antara pusat dan daerah; (d) evaluasi kebijakan pelaksanaan anggaran; dan (e) evaluasi kebijakan dan pelaksanaan otonomi khusus Papua. Pengawasan represif diantaranya dilakukan melalui kegiatan investigasi atas hambatan kelancaran pembangunan (HKP), klaim, dan eskalasi harga. Untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengeluaran negara, aparat pengawasan internal pemerintah (BPKP) telah melakukan audit terhadap instansi departemen/LPND, pemda, BUMN, dan BUMD. Temuan hasil pemeriksaan BPKP dan tindak lanjutnya oleh Departemen/LPND, Pemda, BUMN, dan BUMD dalam tahun 2006 sampai dengan bulan Mei 2007 dapat dilihat pada Tabel 1. Selain itu, dalam upaya pemberantasan korupsi, BPKP telah menyampaikan Laporan Hasil Penghitungan Kerugian Keuangan Negara (LHPKKN) kepada instansi penyidik (kepolisian, kejaksaan, dan KPK) sebanyak 350 kasus dengan nilai kerugian keuangan negara sebesar Rp1,87 triliun, USD 46 juta, dan RM 5,3 juta dalam tahun 2006, dan 161 kasus dengan nilai kerugian negara sebesar Rp517,6 miliar dan USD 70,2 juta dalam tahun 2007 (s.d. Juni 2007). Program peningkatan pengawasan dan akuntabilitas aparatur negara di berbagai kementerian/lembaga dilaksanakan melalui berbagai kegiatan antara lain (a) meningkatkan intensitas dan kualitas pelaksanaan audit internal dan pengawasan masyarakat; (b) meningkatkan tindak lanjut temuan pengawasan secara hukum; 14 - 10

(c) mengembangkan penerapan pengawasan berbasis kinerja; dan (d) melakukan audit khusus terkait dengan tugas pokok instansi seperti audit khusus terhadap penyimpangan dalam perizinan pemanfaatan kayu.

C.

Program Penataan Kelembagaan dan Ketatalaksanaan

Program penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan bertujuan untuk menata dan menyempurnakan sistem organisasi dan manajemen pemerintahan pusat, provinsi, dan kabupaten/kota agar lebih proporsional, efisien, dan efektif. Hasil-hasil yang telah dicapai dari berbagai kegiatan yang dilakukan, antara lain (1) tersusunnya RUU Tata Hubungan Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah yang pada tahun 2007 ini dilakukan uji materi dan harmonisasi RUU dan diusulkan menjadi prioritas legislasi nasional (prolegnas) tahun 2008; (2) tersusunnya RUU Kementerian Negara hasil inisiatif DPR yang saat ini sedang dalam proses pembahasan bersama DPR; RUU Kementerian Negara dimaksudkan sebagai pedoman dalam penataan kelembagaan kementerian negara; (3) ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah, yang akan disosialisasikan secara bertahap ke daerah-daerah agar tercipta persepsi yang sama dalam upaya penataan kelembagaan organisasi satuan kerja perangkat daerah yang lebih proporsional, efektif, dan efisien serta benar-benar sesuai dengan kebutuhan nyata daerah; (4) tersusunnya RUU tentang Badan Layanan Nirlaba; RUU itu dibutuhkan untuk mengondisikan unit pelayanan teknis dan badan layanan umum menjadi satu badan yang mandiri dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat; pada tahun 2007 ini dilakukan uji materi RUU, harmonisasi, dan usulan untuk menjadi prioritas legislasi nasional tahun 2008; (5) tersusunnya gambaran profil manajemen di instansi pemerintah pusat dan daerah; berkaitan dengan hal tersebut, saat ini sedang disusun buku putih Reformasi Sistem Administrasi Negara oleh Lembaga Administrasi Negara dan diharapkan dapat menjadi referensi utama bagi semua komponen bangsa dan negara untuk mendukung keberhasilan reformasi sistem administrasi negara; selain itu, juga sedang dilakukan kajian mengenai profil birokrasi Indonesia tahun 14 - 11

2015 sebagai masukan bagi pembuat kebijakan dalam mempersiapkan kebijakan-kebijakan yang perlu dilakukan untuk memperbaiki kinerja birokrasi pada masa mendatang; (6) tersusunnya organisasi dan tata kerja seluruh lembaga pemerintah, baik kementerian dan LPND maupun lembaga nonstruktural; (7) tersusunnya pedoman disain organisasi berbasis kinerja sebagai instrumen bagi lembaga pemerintah baik di pusat dan di daerah untuk mendisain organisasinya secara proporsional dan rasional; (8) tersusunnya pedoman organisasi satuan kerja instansi pemerintah yang menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum sesuai amanat UU Nomor 1 Tahun 2004 dan PP Nomor 23 Tahun 2005; (9) tersusunnya pedoman evaluasi kelembagaan sebagai instrumen bagi instansi pemerintah untuk melakukan evaluasi organisasi secara self assesment; (10) terus dilakukannya perbaikan manajemen keuangan negara berdasarkan UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, baik pada pemerintah pusat maupun daerah; (11) ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 45/PMK.05/2007 tentang Perjalanan Dinas Jabatan Dalam Negeri bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tidak Tetap; (12) penyempurnaan manajemen aset-aset negara di berbagai instansi pemerintah pusat dan daerah; dan (13) tersusunnya RUU tentang Etika Penyelenggara Negara, yang pada tahun 2007 ini dilakukan uji materi dan harmonisasi RUU dan diusulkan menjadi prioritas legislasi nasional tahun 2008. Dalam upaya mendukung optimalisasi pemanfaatan dokumen/arsip negara dalam manajemen pemerintahan, telah dilakukan berbagai kegiatan dengan hasil-hasil antara lain (1) tersusunnya program kearsipan tentang Citra Nusantara yang mengungkapkan kembali perjalanan sejarah bangsa dalam mencapai dan mengisi kemerdekaan, yang pada tahun 2006 telah disusun citra nusantara jilid I dengan tema Tradisi Menjaga Keutuhan Negeri dan pada tahun 2007 sedang dalam proses penyusunan jilid II dengan tema Tradisi Niaga Bangsa; (2) tersusunnya program kearsipan tentang Citra Daerah yang mengungkapkan gambaran perjalanan sejarah suatu daerah provinsi dalam NKRI yang sampai saat ini Arsip Nasional RI telah menyerahkan arsip Citra Daerah kepada 20 provinsi, sedangkan 13 provinsi lainnya akan dilaksanakan pada 14 - 12

tahun 2008 dan 2009; serta (3) terlaksananya penyelamatan dan pelestarian arsip/dokumen penting di instansi pemerintah pusat dan daerah serta dari pihak-pihak lainnya, antara lain yang berkaitan dengan (a) dokumen BPN Kantor Wilayah Provinsi NAD dan BPN Kota Banda Aceh pascagempa bumi dan tsunami di NAD sebanyak 84 m3; (b) dokumen kegiatan International Gathering on Tsunami and Archives yang dihadiri lebih kurang 30 negara yang tergabung dalam International Council on Archives (ICA); (c) dokumen/arsip negara periode Kabinet Gotong Royong dan Kabinet Persatuan Nasional; (d) Arsip pemilu tahun 2004 dan arsip pemilihan kepala daerah; (e) penerimaan arsip darurat sipil dari Pemerintah Maluku; (f) terdokumentasikannya wawancara sejarah lisan dengan tema kembalinya Gerakan Aceh Merdeka (GAM) ke pangkuan Ibu Pertiwi; dan (g) terhimpunnya berkas-berkas tentang batas negara dan berkas-berkas dalam rangka membantu penyelesaian sengketa perbatasan antarprovinsi dan antarkabupaten/kota.

D.

Program Pengelolaan Sumber Daya Manusia Aparatur

Program pengelolaan SDM aparatur bertujuan untuk meningkatkan sistem pengelolaan dan kapasitas SDM aparatur dalam melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan. Hasil-hasil yang telah dicapai dari berbagai kegiatan yang dilakukan, antara lain (1) telah disusun naskah akademik RUU Kepegawaian Negara yang meliputi manajemen kepegawaian pada tingkat eksekutif, legislatif, dan yudikatif, serta penyelenggara negara lainnya; RUU ini merupakan payung hukum bagi pembangunan sistem manajemen kepegawaian berbasis kinerja; (2) dilaksanakan penyusunan dan penyempurnaan berbagai peraturan perundang-undangan di bidang SDM aparatur yaitu: penyusunan RPP tentang penilaian prestasi kerja PNS sebagai pengganti PP No. 10/1979 tentang Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan PNS; RPP tentang Peraturan Disiplin PNS sebagai pengganti PP No. 30/1980; RPP tentang Pemberhentian PNS sebagai pengganti PP No. 32/1979; Rancangan Perpres tentang penilaian, pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian dari dan dalam jabatan struktural; rancangan perpres tentang diklat prajabatan bagi CPNS; (3) perbaikan remunerasi yang layak dan adil bagi aparatur negara antara lain dengan pemberian gaji ke-13 baik di 14 - 13

instansi pusat maupun di daerah, dan kenaikan gaji pokok pegawai pada tahun 2006 rata-rata 15%; (4) penataan kepegawaian dan peningkatan fungsi pelayanan publik di Provinsi NAD setelah tsunami; (5) terselenggaranya pusat penilaian pegawai (assesment center) di Badan Kepegawaian Negara (BKN); beberapa instansi pemerintah juga telah menerapkan sistem assesment center sebagai metode untuk menilai dan mengukur potensi pegawai dan membuat prediksi kesuksesan seseorang pada suatu jabatan melalui serangkaian simulasi berdasarkan kompetensi suatu jabatan; (6) tersusunnya pedoman penyusunan standar kompetensi jabatan struktural PNS dan pedoman pelaksanaan evaluasi jabatan dalam rangka penyusunan klasifikasi jabatan nasional PNS, yang keduanya merupakan acuan bagi instansi pusat dan daerah dalam menyusun standar kompetensi dan evaluasi jabatan pada masing-masing instansi; (7) terlaksananya tambahan formasi pengadaan CPNS nasional tahun 2006 sejumlah 275.000 yang diprioritaskan untuk menuntaskan pengangkatan tenaga honorer dan guru bantu serta memenuhi kebutuhan mendesak di Departemen Hukum dan HAM, Departemen Luar Negeri, Badan Pemeriksa Keuangan, dan Departemen Keuangan; dalam rangka penyelesaian pengangkatan tenaga honorer dan guru bantu menjadi CPNS, telah ditetapkan PP Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perubahan atas PP Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi CPNS; dan (8) tersusunnya data yang lebih akurat tentang komposisi PNS berdasarkan jenis kelamin, kepangkatan, pendidikan dan jenis kepegawaian. Upaya penyempurnaan sistem rekrutmen pegawai dilakukan terus-menerus untuk menjaga kualitas dan objektivitas pelaksanaan seleksi CPNS. Untuk tahun 2007, pelaksanaan seleksi CPNS di daerah dikoordinasikan oleh gubernur selaku wakil pemerintah pusat bekerja sama dengan perguruan tinggi negeri setempat, sedangkan untuk seleksi CPNS di instansi pusat sepenuhnya diserahkan kepada masing-masing pejabat pembina kepegawaian bekerja sama dengan perguruan tinggi negeri. Untuk tahun 2007 telah ditetapkan alokasi formasi pengadaan CPNS nasional sejumlah 300.000 orang dengan rincian: 220.000 untuk alokasi tenaga honorer daerah, 30.000 untuk pelamar umum daerah, 25.000 untuk tenaga honorer pusat, dan 25.000 untuk pelamar umum pusat. Alokasi tersebut diutamakan 14 - 14

untuk menyelesaikan pengangkatan terhadap guru honorer dan guru bantu. Terkait dengan rencana pengangkatan sekretaris desa yang memenuhi persyaratan menjadi pegawai negeri sipil golongan IIA, akan dilakukan pengangkatan terhadap 52.297 dari 63.527 sekretaris desa yang dilakukan secara bertahap mulai tahun 2007 sampai dengan 2009 (data Kementerian Negara PAN Juni 2007). Untuk meningkatkan kapasitas SDM aparatur melalui berbagai diklat, telah diselenggarakan berbagai diklat teknis, fungsional, dan diklat pimpinan antara lain: diklat manajemen penataan organisasi publik di daerah; diklat manajemen investasi; diklat analisis kebijakan publik; diklat membangun sistem budaya kerja; diklat fungsional arsiparis; dan diklat pimpinan tingkat I hingga tingkat IV. Bersamaan dengan hal itu, juga dilakukan berbagai pembinaan terkait dengan integritas moral dan profesionalisme SDM aparatur. Terkait dengan penyelenggaraan diklat untuk SDM aparatur, telah dilakukan berbagai kegiatan untuk meningkatkan kinerja lembaga diklat dengan hasil-hasil antara lain (1) tersusunnya rekomendasi hasil kajian untuk meningkatkan kualitas diklat prajabatan dan diklat kepemimpinan; (2) tersusunnya kurikulum dan bahan ajar diklat peningkatan kompetensi legislatif daerah dan manajemen keprotokoleran; dan (3) terlaksananya akreditasi dan penggambaran (profiling) enam lembaga diklat. Untuk mengevaluasi dan menyempurnakan kebijakan di bidang SDM aparatur, pada tahun 2007 ini sedang dilaksanakan berbagai kajian di bidang sumber daya manusia aparatur yang hasilnya akan menjadi masukan bagi penyusunan kebijakan di bidang sumber daya aparatur, antara lain: kajian penyusunan pola karier PNS; kajian evaluasi sistem rekrutmen PNS; kajian penyusunan beban kerja SDM aparatur daerah; kajian evaluasi kebijakan bidang diklat aparatur; dan pengembangan sistem pendayagunaan SDM aparatur negara.

E.

Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Untuk meningkatkan pelayanan publik yang cepat, tepat, murah, transparan, akuntabel,dan tidak diskriminatif telah dilakukan 14 - 15

berbagai kegiatan dengan capaian antara lain: (1) tersusunnya RUU Pelayanan Publik yang merupakan dasar hukum dalam meningkatkan pelayanan kepada publik, yang saat ini telah disepakati untuk dibahas dalam Panja DPR-RI yang sebelumnya telah melewati mekanisme pembicaraan tingkat I di Komisi II DPRRI; dalam tahun 2007 diharapkan dapat ditetapkan menjadi UU tentang Pelayanan Publik; (2) penerapan ISO-9001:2000 pada unitunit pelayanan publik dan akan dikembangkan secara terus-menerus pada unit pelayanan lainnya di seluruh Indonesia; (3) sosialisasi indeks kepuasan masyarakat (IKM) dan sosialisasi pedoman penyusunan standar pelayanan publik di berbagai daerah; (4) penerapan metode benchmarking untuk pemerintah daerah yang menjadi best practices, seperti Sragen, Jembrana, Solok, Gorontalo, Karanganyar, Pare-Pare, Sidoarjo, Indramayu, Bontang, Merauke, Tarakan, Balikpapan, dan Lamongan; (5) penerapan pelayanan satu pintu di berbagai daerah dalam bidang perizinan; (6) penyempurnaan pelayanan di bidang perpajakan dan pertanahan; (7) peningkatan penggunaan e-procurement dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah sebagai bagian dari peningkatan pelayanan publik dan akuntabilias dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah; serta (8) penerapan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang merupakan acuan bagi kementerian, lembaga pemerintah non-departemen dalam menyusun pedoman pelayanan di bidangnya dan dalam penerapannya oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. PP tersebut dimaksudkan untuk mendorong peningkatan kualitas pelayanan publik di daerah yang merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah daerah sesuai amanah dari UU Nomor 32 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam rangka memenuhi tuntutan masyarakat akan kebutuhan informasi/arsip secara cepat dan tepat, telah dikembangkan sistem kearsipan dengan strategi pengelolaan arsip berbasis teknologi informasi sebagai bagian dari upaya peningkatan kualitas pelayanan publik. Sistem kearsipan yang telah dikembangkan meliputi: Sistem Informasi Kearsipan Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (SiPATI); Jaringan Informasi Kearsipan Nasional (JIKN); dan Jaringan Kearsipan Statis (JKS).

14 - 16

F.

Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur Negara

Dalam kurun waktu 2006–2007 pelaksanaan RPJMN 2004– 2009, pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Hal tersebut didukung dengan upaya peningkatan sarana dan prasarana aparatur pemerintah di berbagai instansi pemerintah sesuai dengan kebutuhan dan keperluan yang nyata dengan tetap mengacu kepada prinsip efisiensi dan efektivitas, serta mempertimbangkan kemampuan keuangan negara. Dalam upaya meningkatkan sarana dan prasarana aparatur negara telah dilakukan berbagai kegiatan, antara lain (1) dibukanya tiga kantor regional baru, yaitu Kantor Regional X BKN Bali, Kantor Regional XI BKN Manado, dan Kantor Regional XII BKN Pekanbaru, yang mulai melaksanakan tugas dan fungsinya sejak awal tahun 2007; (2) pengadaan sarana dan prasarana pelayanan publik; dan (3) melanjutkan pembangunan sarana dan prasarana fisik Pusat Kajian, Pendidikan dan Pelatihan Aparatur (PKP2A) I LAN Bandung. III.

Tindak Lanjut yang Diperlukan

Untuk mewujudkan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa, sebagaimana harapan kita semua, langkah-langkah kebijakan dan kegiatan-kegiatan yang mendukung keberhasilan reformasi birokrasi akan terus dilanjutkan sebagaimana yang tertuang dalam RKP 2007, sedangkan untuk tahun 2008 akan dilakukan upaya percepatan reformasi birokrasi terkait dengan upaya pemberantasan korupsi, peningkatan kinerja aparatur, peningkatan kinerja pelayanan publik, dan peningkatan pengawasan. Upaya meningkatkan penerapan tata pemerintahan yang baik akan dilakukan melalui peningkatan kualitas penerapan prinsipprinsip tata pemerintahan yang baik (good public governance) secara berkelanjutan pada semua tingkat dan lini pemerintahan dan pada semua kegiatan serta melibatkan berbagai pihak termasuk peran aparat pengawasan internal pemerintah (APIP). Kemudian, upaya meningkatkan pengawasan dan akuntabilitas aparatur akan dilakukan melalui peningkatan efektivitas pengawasan aparatur pemerintah 14 - 17

melalui (a) koordinasi dan sinergi pengawasan internal, pengawasan eksternal dan pengawasan masyarakat; (b) percepatan pelaksanaan tindak lanjut hasil-hasil pengawasan dan pemeriksaan; dan (c) peningkatan budaya organisasi aparatur yang profesional, produktif, atau berorientasi pada peningkatan kinerja dan bertanggung jawab. Upaya pembenahan sistem manajemen pemerintahan meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan evaluasi kinerja kebijakan dan program pembangunan akan dilakukan melalui penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan agar lebih efisien dan efektif dan dapat mendukung pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan, sedangkan upaya pembenahan manajemen sumber daya manusia aparatur atau kepegawaian akan dilakukan melalui (a) perbaikan sistem remunerasi; (b) penilaian prestasi kerja sumber daya manusia aparatur; (c) pembinaan karier pegawai dan audit kinerja pegawai berbasis prestasi kerja; (d) penerapan sistem reward and punishment yang memadai dalam pembinaan pegawai; (e) penyempurnaan sistem rekrutmen berbasis kompetensi; dan (f) mewujudkan sistem informasi manajemen kepegawaian secara terpadu. Upaya peningkatan kualitas pelayanan publik akan dilakukan melalui (a) optimalisasi pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (e-services) dalam pelayanan publik; (b) memperbaiki, mengembangkan, dan menyusun kebijakan pelayanan publik untuk lebih meningkatkan kualitas pelayanan; (c) meningkatkan kualitas pelayanan dan menetapkan standar pelayanan publik sesuai dengan hasil indeks kepuasan masyarakat dan hasil evaluasi transparansi dan akuntabilitas aparatur; dan (d) pengembangan Nomor Induk Kependudukan (NIK) atau single identity number (SIN), dan pembentukan/penataan sistem koneksi (inter-phase) tahap awal NIK dengan sistem informasi di kementerian/lembaga terkait. Kemudian upaya meningkatkan penyediaan sarana dan prasarana pendukung pelaksanaan tugas dalam keterbatasan anggaran dilakukan dengan mengoptimalkan pemanfaatan sarana dan prasarana yang tersedia dan melakukan efisiensi dalam pengadaan sarana dan prasarana aparatur pemerintah.

14 - 18