Bab 2.pdf - Widyatama Repository

secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah dalam kegiatannya ... Keuangan Lainnya” perbedaan jenis bank dapat dilihat dari segi fungsi b...

5 downloads 534 Views 572KB Size
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Tinjauan Umum Perbankan Dalam pembicaraan sehari-hari, bank dikenal sebagai lembaga keuangan

yang kegiatan utamanya menerima simpanan giro, tabungan dan deposito. Kemudian bank juga dikenal sebagai tempat untuk meminjam uang (kredit) bagi masyarakat yang membutuhkannya. Di samping itu, bank juga dikenal sebagai tempat untuk menukar uang, memindahkan uang atau menerima segala macam bentuk pembayaran dan setoran seperti pembayaran listrik, telepon, air, pajak, uang kuliah, dan pembayaran lainnya. Menurut Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tanggal 10 November 1998 tentang Perbankan (pasal 1 ayat 2), yang dimaksud dengan BANK adalah “badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentukbentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.” Dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 menyebutkan bahwa bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Definisi bank lainnya dapat ditemukan dalam berbagai literatur yang dikemukakan oleh para pakar. Menurut Malayu Hasibuan (2002) yang dimaksud dengan bank adalah : “perantara keuangan masyarakat yaitu perantara dari mereka yang kelebihan uangan dengan mereka yang kekurangan uang.” Menurut Kasmir (2012) : “bank merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan artinya aktivitas perbankan selalu berkaitan dalam bidang keuangan. Sehingga berbicara mengenai bank tidak terlepas dari masalah keuangan”

11

12

Dari pengertian di atas dapat kita simpulkan bahwa yang dimaksud dengan bank adalah lembaga keuangan atau badan usaha yang bergerak dalam bidang keuangan yang memiliki 3 (tiga) kegiatan utama yaitu : menghimpun dana, menyalurkan dana dan memberikan jasa kepada bank lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Bank merupakan salah satu bentuk lembaga keuangan yang memegang peranan penting dalam membangun ekonomi. Bank bukan saja hanya sebagai lembaga menghimpun dana, menyediakan dana dalam masyarakat, akan tetapi bank juga merupakan suatu lembaga yang memberikan motivasi dan mendorong terciptanya berbagai kegiatan ekonomi.

2.1.1

Jenis Bank Dalam praktik perbankan di Indonesia saat ini terdapat beberapa jenis

perbankan yang diatur dalam Undang-Undang Perbankan. Jika kita melihat jenis perbankan sebelum keluar Undang-Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 dengan sebelumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967, maka terdapat beberapa perbedaan. Namun, kegiatan utama atau pokok bank sebagai lembaga keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana tidak berbeda satu sama lainnya. Menurut Kasmir (2012) dalam bukunya mengenai “Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya” perbedaan jenis bank dapat dilihat dari segi fungsi bank, kepemilikan bank, status bank, dan cara menentukan harga. Dari segi fungsi perbedaan yang terjadi terletak pada luasnya kegiatan atau jumlah produk yang dapat ditawarkan maupun jangkauan wilayah operasinya. Dari segi kepemilikan perusahaan dilihat dari segi kepemilikan saham yang ada serta akte pendiriannya. Dilihat dari segi status menunjukan ukuran kemampuan bank dalam melayani masyarakat baik dari segi jumlah produk, modal maupun kualitas pelayanannya. Jenis bank jika dilihat dari caranya dalam menentukan harga baik harga jual maupun harga beli terbagi dalam dua kelompok yaitu bank yang berdasarkan prinsip konvensional dan bank berdasarkan prinsip syariah. Berikut ini adalah jenis bank yang tinjau dari berbagai segi :

13

1. Dilihat dari segi fungsinya Menurut Undang-Undang Pokok Perbankan Nomor 14 Tahun 1967 jenis perbankan menurut fungsinya terdiri dari : a. Bank Umum b. Bank Pembangunan c. Bank Tabungan d. Bank Pasar e. Bank Desa f. Lumbung Desa g. Bank Pegawai h. dan bank lainnya Namun setelah keluar UU pokok Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 dan ditegaskan lagi dengan keluarnya Undang-Undangf RI Nomor 10 Tahun 1998 maka jenis perbankan terdiri dari : a. Bank Umum b. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Di mana Bank Pembangunan dan Bank Tabungan berubah fungsinya menjadi Bank Umum sedangkan Bank Desa, Bank Pasar, Lumbung Desa dan Bank Pegawai menjadi Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Adapun pengertian Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 adalah sebagai berikut. a. Bank Umum Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sifat jasa yang diberikan adalah umum, dalam arti dapat memberikan seluruh jasa perbankan yang ada. Begitu pula dengan wilayah operasinya dapat dilakukan di seluruh wilayah. Bank umum sering disebut bank komersil (commercial bank) b. Bank Perkreditan Rakyat

14

Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Artinya di sini kegiatan BPR jauh lebih sempit jika dibandingkan dengan kegiatan bank umum. 2. Dilihat dari segi kepemilikannya. Ditinjau dari segi kepemilikan maksudnya adalah siapa saja yang memiliki bank tersebut. Kepemilikan ini dapat dilihat dari akte pendirian dan penguasaan saham yang dimiliki bank yang bersangkutan. Jenis bank dilihat dari segi kepemilikan tersebut adalah sebagai berikut : a. Bank milik pemerintah Dimana akte pendirian maupun modalnya dimiliki oleh pemerintah sehingga seluruh keuntungan bank ini dimiliki oleh pemerintah pula. b. Bank milik swasta nasional Bank jenis ini seluruh atau sebagian besarnya dimiliki oleh swasta nasional serta akte pendiriannya pun didirikan oleh swasta, begitu pula pembagian keuntungannya untuk keuntungan swasta pula. c. Bank milik koperasi Kepemilikan saham-saham bank ini dimiliki oleh perusahaan yang berbadan hukum koperasi. d. Bank milik asing Bank jenis ini merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri, baik milik swasta asing atau pemerintah asing. Jelas kepemilikannya pun dimiliki oleh pihak luar negeri. e. Bank milik campuran Kepemilikan saham bank campuran dimiliki oleh pihak asing dan pihak swasta nasional. Kepemilikan sahamnua secara mayoritas dipegang oleh warga negara Indonesia. 3. Dilihat dari segi statusnya. Dilihat dari segi status menunjukan ukuran kemampuan bank dalam melayani masyarakat baik dari segi jumlah produk, modal maupun kualitas

15

pelayanannya. Oleh karena itu, untuk memperoleh status tersebut diperlukan penilaian-penilaian dengan criteria tertentu. Status bank yang dimaksud adalah sebagai berikut a. Bank Devisa Merupakan bank yang dapat melaksanakan transaksi ke luar negeri atau yang berhubungan dengan mata uang asing secara keseluruhan, misalnya transfer ke luar negeri, inkaso ke luar negeri, travelers cheque, pembukaan dan pembayaran Letter of credit dan transaksi lainnya. Persyaratan untuk menjadi bank devisa ini ditentukan oleh Bank Indonesia. b. Bank Non Devisa Merupakan bank yang belum mempunyai izin untuk melakukan transaksi sebagai bank devisa sehingga tidak dapat melaksanakan transaksi seperti halnya bank devisa. Jadi bank non devisa hanya dapat melakukan transaksi dalam batas-batas negara. 4. Dilihat dari segi cara menentukan harga Jenis bank jika dilihat dari segi atau caranya menentukan harga baik harga jual maupun harga beli terbagi dalam dua kelompok. a. Bank yang berdasarkan prinsip konvensional Dalam mencari keuntungan dan menetukan harga kepada para nasabahnya,

bank

yang

berdasarkan

prinsip

konvensional

menggunakan dua metode, yaitu: 1) Menetapkan bunga sebagai hargam baik untuk produk simpanan seperti giro, tabungan maupun deposito. Demikian pula harga untuk produk pinjamannya (kredit) juga ditentukan berdasarkan tingkat suku bunga tertentu. Penentuan harga ini dikenal dengan istilah spread based. Apabila suku bunga simpanan lebih tinggi dari suku bunga simpanan maka dikenal dengan nama spread negative, hal ini telah terjadi di akhir tahun 1998 dan sepanjang 1999.

16

2) Untuk jasa bank lainnya pihak perbankan barat menggunakan atau menerapkan berbagai biaya-biaya dalam nominal atau presentase tertentu. Sistem pengenaan biaya ini dikenal dengan istilah fee based. b. Bank yang berdasarkan prinsip syariah Bank yang berdasarkan prinsip syariah dalam penentuan harga produknya

sangat

berbeda

dengan

bank

berdasarkan

prinsip

konvensional. Bank berdasarkan prinsip adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum islam antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana atau pembiayaan usaha atau kegiatan perbankan lainnya. Dalam bentuk harga atau mencari keuntungan bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah adalah sebagai berikut : 1) Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah) 2) Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah) 3) Prinsip

jual-beli

barang

dengan

memperoleh

keuntungan

(murabahah) 4) Pembiayaan barang odal berdasarkan sewa murni tanpa pilihan (ijarah) 5) Pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang di sewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina)

1.1.2

Kegiatan-kegiatan Bank Umum Adapun kegiatan-kegiatan perbankan yang ada di Indonesia dewasa ini

adalah: 1. Menghimpun dana dari masyarakat (Funding) dalam bentuk : a. Simpanan Giro (demand deposit) b. Simpanan Tabungan (saving deposit) c. Simpanan Deposito (Time deposit) 2. Menyalurkan dana ke masyarakat (lending) dalam bentuk : a. Kredit Investasi

17

b. Kredit Modal Kerja c. Kredit Perdagangan 3. Memberikan jasa-jasa bank lainnya (service) seperti : a. Transfer b. Inkaso c. Kliring d. Safe Deposit Box e. Bank Card f. Bank Notes g. Bank Garansi h. Referensi Bank i. Bank Draft j. Letter of Credit k. Cek Wisata l. Jual-beli surat berharga m. Menerima setoran seperti : 1) Pembayaran pajak 2) Pembayaran telepon 3) Pembayaran air 4) Pembayaran listrik 5) Pembayaran uang kuliah n. Melayani pembayaran-pembayaran seperti : 1) Gaji/Pensiun/Honorarium 2) Pembayaran Dividen 3) Pembayaran Kupon 4) Pembayaran Bonus/Hadiah 4. Di dalam pasar modal perbankan dapat memberikan atau menjadi : a. Penjamin emisi (underwriter) b. Penjamin (guarantor) c. Wali amanat (trustee) d. Perantara perdagangan efek (pialang/broker)

18

e. Pedagang efek (dealer) f. Perusahaan pengelola dana (investment company) Secara singkat kegiatan bank sebagai lembaga keuangan melalui gambar berikut

Bank

Menghimpun dana

Menyalurkan dana

Jasa-jasa lainnya

Gambar 2.1: Kegiatan Bank Sumber Kasmir “Dasar-dasar Perbankan” (2012)

2.1

Tinjauan Umum Bank Konvensional

2.2.1

Pengertian Bank Konvensional Pengertian bank menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1999 tentang

perubahan atas Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Di Indonesia, menurut jenisnya bank terdiri dari Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat. Dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 menyebutkan bahwa bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank konvensional dapat didefinisikan seperti pada pengertian bank umum pada pasal 1 ayat 3 Undang-Undang No. 10 tahun 1998 dengan menghilangkan kalimat “dan atau berdasarkan prinsip syariah”, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bank umum (konvensional)

19

merupakan bank yang paling banyak beredar di Indonesia. Bank umum memiliki kegiatan pemberian jasa yang paling lengkap dan dapat beroperasi di seluruh wilayah Indonesia (Kasmir:2012). Dalam menentukan harga dan mencari keuntungan, bank yang berdasarkan prinsip konvensional menggunakan dua metode, yaitu: 1. Menetapkan bunga sebagai harga untuk produk simpanan seperti giro, tabungan, maupun deposito. Demikian pula untuk produk pinjamannya (kredit) juga ditentukan berdasarkan tingkat suku bunga tertentu. Penentuan harga ini dikenal dengan istilah Spread Based. 2. Untuk jasa-jasa bank lainnya, pihak perbankan menerapkan berbagai biaya-biaya dalam nominal atau prosentase tertentu. System pengenaan biaya ini dikenal dengan istilah Fee Based.

2.2.2

Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensional Berdasarkan Booklet Perbankan Indonesia (2011), kegiatan usaha bank

umum konvensional terdiri atas : 1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu; 2. Memberikan kredit; 3. Menerbitkan surat pengakuan hutang; 4. Membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya: 5. Memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah; 6. Menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya; 7. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga; 8. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga;

20

9. Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak; 10. Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek; 11. Melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanat; 12. Menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh BI; 13. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang tentang Perbankan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 14. Melakukan kegiatan dalam valuta asing dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh BI; 15. Melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau perusahaan lain di bidang keuangan, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi, serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh BI; 16. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh BI; dan 17. Bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan dana pensiun yang berlaku.

2.3

Tinjauan Umum Bank Syariah

2.3.1

Pengertian Bank Syariah Bank Islam atau selanjutnya disebut dengan Bank Syariah, adalah bank

yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga. Bank syariah juga dapat diartikan sebagai lembaga keuangan atau perbankan yang operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan Al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad

21

SAW. Antonio membedakan menjadi dua pengertian, yaitu Bank Islam dan Bank yang beroperasi dengan prinsip syariah Islam. Bank Islam adalah bank yang beroperasi dengan prinsip syariah Islam dan bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan Hadits. Bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip syariah Islam adalah bank yang dalam beroperasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalat secara Islam. Syafi’I Antonio (2001)

2.3.2

Sejarah Perbankan Syariah Perbankan syariah pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan

simbol Islam, karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya sebagai gerakan fundamentalis. Pemimpin perintis usaha ini Ahmad El Najjar, mengambil bentuk sebuah bank simpanan yang berbasis profit sharing (pembagian laba) di kota Mit Ghamr pada tahun 1963.Eksperimen ini berlangsung hingga tahun 1967, dan saat itu sudah berdiri 9 bank dengan konsep serupa di Mesir. Bank-bank ini, yang tidak memungut maupun menerima bunga, sebagian besar berinvestasi pada usaha-usaha perdagangan dan industri secara langsung dalam bentuk partnership dan membagi keuntungan yang didapat dengan para penabung.Masih di negara yang sama, pada tahun 1971, Nasir Social Bank didirikan dan mendeklarasikan diri sebagai bank komersial bebas bunga. Walaupun dalam akta pendiriannya tidak disebutkan rujukan kepada agama maupun syariatIslam. Islamic Development Bank (IDB) kemudian berdiri pada tahun 1974 disponsori oleh negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam, walaupun utamanya bank tersebut adalah bank antar pemerintah yang bertujuan untuk menyediakan dana untuk proyek pembangunan di negaranegara anggotanya. IDB menyediakan jasa finansial berbasis fee dan profit sharing untuk negara-negara tersebut dan secara eksplisit menyatakan diri berdasar pada syariah Islam. Dibelahan negara lain pada kurun 1970-an, sejumlah bank berbasis Islam kemudian muncul. Di Timur Tengah antara lain berdiri Dubai Islamic Bank

22

(1975), Faisal Islamic Bank of Sudan (1977), Faisal Islamic Bank of Egypt (1977) serta Bahrain Islamic Bank (1979). Di Asia-Pasifik, Phillipine Amanah Bank didirikan tahun 1973 berdasarkan dekrit presiden, dan di Malaysia tahun 1983 berdiri Muslim Pilgrims Savings Corporation yang bertujuan membantu mereka yang ingin menabung untuk menunaikan ibadah haji. Di Indonesia pelopor perbankan syariah adalah Bank Muamalat Indonesia. Berdiri tahun 1991, bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Bank ini sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir tahun 90-an sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba.

2.3.3

Kegiatan Bank umum Syariah Berdasarkan Booklet Perbankan Indonesia (2011) kegiatan usaha bank

umum syariah terdiri atas : 1. Menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan akad wadi’ah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; 2. Menghimpun dana dalam bentuk investasi berupa Deposito, Tabungan, atau bentuk lainnya yang diper-samakan dengan itu berdasarkan akad mudharabah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; 3. Menyalurkan pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah, akad musyarakah, atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; 4. Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad murabahah, akad salam, akad istishna’, atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; 5. Menyalurkan pembiayaan berdasarkan akad qardh atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah;

23

6. Menyalurkan pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada nasabah berdasarkan akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; 7. Melakukan pengambilalihan utang berdasarkan akad hawalah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah; 8. Melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan prinsip syariah; 9. Membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan prinsip syariah, antara lain, seperti akad ijarah, musyarakah,mudharabah, murabahah, kafalah, atau hawalah berdasarkan prinsip syariah; 10. Membeli surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan oleh pemerintah dan/atau BI; 11. Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan pihak ketiga atau antar pihak ketiga berdasarkan prinsip syariah; 12. Melakukan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu akad yang berdasarkan pinsip syariah; 13. Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan prinsip syariah; 14. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah berdasarkan prinsip syariah; 15. Melakukan fungsi sebagai wali amanat berdasarkan akad wakalah; 16. Memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan prinsip syariah; dan 17. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di bidang sosial sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; 18. Melakukan kegiatan valuta asing berdasarkan prinsip syariah;

24

19. Melakukan kegiatan penyertaan modal pada Bank Umum Syariah atau lembaga keuangan yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah; 20. Melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya; 21. Bertindak sebagai pendiri dan pengurus dana pensiun berdasarkan prinsip syariah; 22. Melakukan kegiatan dalam pasar modal sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal; 23. Menyelenggarakan kegiatan atau produk bank yang berdasarkan prinsip syariah dengan menggunakan sarana elektronik. 24. Menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka pendek berdasarkan prinsip syariah, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pasar uang; 25. Menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui pasar modal; 26. Menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha bank umum syariah lainnya yang berdasarkan prinsip syariah.

2.3.4

Prinsip Perbankan Syariah Prinsip mendasar sesuai hukum Islam yang bersumber dari Al-

Qur’an dan Hadist Dalil-dalil tentang larangan riba secara bertahap yakni: 1. Perintah paling awal dari Allah adalah sekedar mengingatkan manusia bahwa riba itu tidak akan menambah kekayaan individu maupun Negara, namun sebaliknya mengurangi kekayaan. (QS.Ar Rum ayat 39).“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia maka riba itu tidak menambah padasisi Allah. Dan apa

25

yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)” 2. Perintah kedua melarang ummat Islam mengambil bunga sekiranya mereka menginginkan kebahagiaan yang hakiki, ketenangan fikiran dan kejayaan hidup. (QS.An Nisa ayat 160-161) “Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi manusia dari jalan Allah. Dan disebabkan mereka memakan riba padahal mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir diantara mereka itu siksa yang pedih.” 3. Perintah selanjutnya yang melarang kaum Muslim memakan riba. Selain itu, ayat ini juga menjelaskan bahwa sifat umum riba adalah berlipat ganda. (QS.Ali Imran ayat 130) 4. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” 5. Seterusnya setengah orang mulanya mencampuradukkan jual beli dengan kegiatan riba. Bagi mereka tidak ada perbedaan diantara keduanya. (QS.AL Baqarah ayat 275) “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” Sedangkan Sabda Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam yang sahih untuk melarang riba adalah...“Allah melaknat pemakan riba, orang yang memakan

dengan

riba,

dua

orang

saksinya,

dan

penulisnya

26

(sekertarisnya)”.

(Diriwayatkan

semua

penulis

Sunan.At

tirmidzi

menshahihkan hadist ini). Kesimpulannya, Dalam Islam, memungut riba atau mendapatkan keuntungan berupa riba pinjaman adalah haram. Pandangan ini juga yang mendorong maraknya perbankan syariah dimana konsep keuntungan bagi penabung didapat dari sistem bagi hasil bukan dengan bunga seperti pada bank konvensional, karena menurut sebagian pendapat (termasuk Majelis Ulama Indonesia), bunga bank termasuk ke dalam riba. bagaimana suatu akad itu dapat dikatakan riba? Hal yang mencolok dapat diketahui bahwa bunga bank itu termasuk riba adalah ditetapkannya akad di awal. Jadi ketika kita sudah menabung dengan tingkat suku bunga tertentu, maka kita akan mengetahui hasilnya dengan pasti. Berbeda dengan prinsip bagi hasil yang hanya memberikan nisbah bagi hasil bagi deposannya. Dampaknya akan sangat panjang pada transaksi selanjutnya. yaitu bila akad ditetapkan di awal/persentase yang didapatkan penabung sudah diketahui, maka yang menjadi sasaran untuk menutupi jumlah bunga tersebut adalah para pengusaha yang meminjam modal dan apapun yang terjadi, kerugian pasti akan ditanggung oleh peminjam. Berbeda dengan bagi hasil yang hanya memberikan nisbah tertentu pada deposannya. Maka yang dibagi adalah keuntungan dari yang didapat kemudian dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati oleh kedua belah pihak. Secara garis besar riba dikelompokkan menjadi dua.Yaitu riba hutangpiutang dan riba jual-beli. Riba hutang-piutang terbagi lagi menjadi riba qardh dan riba jahiliyyah. Sedangkan riba jual-beli terbagi atas riba fadhl dan riba nasi’ah.Riba Qardh adalah suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang (muqtaridh). Riba Jahiliyyah merupakan hutang dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu membayar hutangnya pada waktu yang ditetapkan. Riba Fadhl adalah pertukaran antarbarang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi. Sedangkan Riba Nasi’ah yakni penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis

27

barang ribawi lainnya. Riba dalam nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian.

2.3.5

Prinsip umum transaksi ekonomi dalam Islam Melakukan transaksi ekonomi sesuai syariah Islam berarti mengacu pada

ekonomi Islam yang dalam prakteknya harus memenuhi minimal syarat-syarat berikut ini : pelarangan riba dalam berbagai bentuknya, tidak mengenal konsep nilai waktu dari uang (time value of money), konsep uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditas, tidak diperkenankan melakukan kegiatan yang bersifat spekulatif, tidak diperkenankan menggunakan dua harga untuk satu barang, tidak diperkenankan dua transaksi dalam satu akad, transaksi tidak mengandung unsur kedzaliman, tidak membahayakan pihak sendiri atau pihak lain, tidak ada penipuan (gharar),tidak mengandung materi-materi yang diharamkan, serta tidak mengandung unsur judi (maisyir). Selain syarat-syarat tersebut diatas, transaksi ekonomi Islam juga memperhatikan hal-hal berikut ini : 1. Adanya perbedaan Investasi dengan Membungakan Uang Ada dua perbedaan mendasar antara investasi dengan membungakan uang. Perbedaan tersebut dapat ditelaah dari definisi hingga makna masingmasing. Investasi adalah kegiatan usaha yang mengandung risiko karena berhadapan dengan unsur ketidakpastian. Dengan demikian, perolehan kembaliannya

(return)

tidak

pasti

dan

tidak

tetap.

Sedangkan

membungakan uang adalah kegiatan usaha yang kurang mengandung risiko karena perolehan kembaliannya berupa bunga yang relatif pasti dan tetap. Islam mendorong masyarakat ke arah usaha nyata dan produktif. Islam mendorong seluruh masyarakat untuk melakukan investasi dan melarang membungakan uang. Sesuai dengan definisi di atas, menyimpan uang di bank Islam termasuk kategori kegiatan investasi karena perolehan kembaliannya (return) dari waktu ke waktu tidak pasti dan tidak tetap. Besar kecilnya perolehan kembali itu tergantung kepada hasil usaha yang

28

benar-benar terjadi dan dilakukan bank sebagai mudharib atau pengelola dana. Dengan demikian, bank Islam tidak dapat sekadar menyalurkan uang. Bank Islam harus terus berupaya meningkatkan kembalian atau return of investment sehingga lebih menarik dan lebih memberi kepercayaan bagi pemilik dana. 2. Adanya perbedaan antara Hutang Uang dan Hutang Barang Ada dua jenis hutang yang berbeda satu sama lainnya, yakni hutang yang terjadi karena pinjam-meminjam uang dan hutang yang terjadi karena pengadaan barang. Hutang yang terjadi karena pinjam-meminjam uang tidak boleh ada tambahan, kecuali dengan alasan yang pasti dan jelas, seperti biaya materai, biaya notaris, dan studi kelayakan. Tambahan lainnya yang sifatnya tidak pasti dan tidak jelas, seperti inflasi dan deflasi, tidak diperbolehkan. Hutang yang terjadi karena pembiayaan pengadaan barang harus jelas dalam satu kesatuan yang utuh atau disebut harga jual. Harga jual itu sendiri terdiri dari harga pokok barang plus keuntungan yang disepakati. Sekali harga jual telah disepakati, maka selamanya tidak boleh berubah naik, karena akan masuk dalam kategori riba fadl. Dalam transaksi perbankan syariah yang muncul adalah kewajiban dalam bentuk hutang pengadaan barang, bukan hutang uang. 3. Adanya perbedaan Bunga dan Bagi Hasil Sekali lagi, Islam mendorong praktek bagi hasil serta mengharamkan riba. Keduanya sama-sama memberi keuntungan bagi pemilik dana, namun keduanya mempunyai perbedaan yang sangat nyata. Perbedaan itu dapat dijelaskan sebagai berikut :

29

Tabel 2.1: Perbedaan Bunga dan Bagi Hasil Bunga

Bagi Hasil

Penentuan bunga dibuat pada waktu Penentuan besarnya rasio/ nisbah akad dengan asumsi harus selalu bagi hasil dibuat pada waktu akad untung.

dengan

berpedoman

pada

kemungkinan untung rugi. Besarnya persentase berdasarkan Besarnya

rasio

pada jumlah uang (modal) yang berdasarkan dipinjamkan.

bagi

pada

hasil jumlah

keuntungan yang diperoleh.

Pembayaran bunga tetap seperti Tergantung

pada

keuntungan

yang dijanjikan tanpa pertimbangan proyek yang dijalankan. Bila usaha apakah proyek yang dijalankan oleh merugi, kerugian akan ditanggung pihak nasabah untung atau rugi.

bersama oleh kedua belah pihak.

Jumlah pembayaran bunga tidak Jumlah pembagian laba meningkat meningkat

sekalipun

jumlah sesuai dengan peningkatan jumlah

keuntungan berlipat atau keadaan pendapatan. ekonomi sedang “booming”. Eksistensi bunga diragukan (kalau Tidak tidak

dikecam)

oleh

ada

yang

meragukan

beberapa keabsahan bagi hasil.

kalangan.

2.3.6

Prinsip Dasar Perbankan Syariah Batasan-batasan bank syariah yang harus menjalankan kegiatannya

berdasar pada syariat Islam, menyebabkan bank syariah harus menerapkan prinsip-prinsip yang sejalan dan tidak bertentangan dengan syariat Islam (Syafi’i:2001). Adapun prinsip-prinsip bank syariah adalah sebagai berikut : 1. Prinsip Titipan atau Simpanan (Al-Wadiah) Al-Wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki. Secara umum terdapat dua jenis al-wadiah, yaitu

30

a. Wadiah Yad Al-Amanah (Trustee Depository) adalah akad penitipan barang/uang di mana pihak penerima titipan tidak diperkenankan menggunakan barang/uang yang dititipkan dan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan barang titipan yang bukan diakibatkan perbuatan atau kelalaian penerima titipan. Adapun aplikasinya dalam perbankan syariah berupa produk safe deposit box b. Wadiah Yad adh-Dhamanah (Guarantee Depository) adalah akad penitipan barang/uang di mana pihak penerima titipan dengan atau tanpa izin pemilik barang/uang dapat memanfaatkan barang/uang titipan dan harus bertanggung jawab terhadap kehilangan atau kerusakan barang/uang titipan. Semua manfaat dan keuntungan yang diperoleh dalam penggunaan barang/uang titipan menjadi hak penerima titipan. Prinsip ini diaplikasikan dalam produk giro dan tabungan. 2. Prinsip Bagi Hasil (Profit Sharing) Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tatacara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah: a. Al -Mudharabah Al-Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola (mudharib). Keuntungan usaha

secara

mudharabah dibagi

menurut kesepakatan yang

dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian ini diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Akad mudharabah secara umum terbagi menjadi dua jenis:

31

b. Mudharabah Muthlaqah Adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. c. Mudharabah Muqayyadah Adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal dan mudharib dimana mudharib memberikan batasan kepada shahibul maal mengenai tempat, cara, dan obyek investasi. d. Al-Musyarakah Al-musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Dua jenis almusyarakah: e. Musyarakah pemilikan, tercipta karena warisan, wasiat, atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih. f. Musyarakah akad, tercipta dengan cara kesepakatan dimana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah. 3. Prinsip Jual Beli (Al-Tijarah) Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli, dimana bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen bank melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan (margin). Implikasinya berupa: a. Al-Murabahah Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.

32

b. Salam Salam adalah akad jual beli barang pesanan dengan penangguhan pengiriman oleh penjual dan pelunasannya dilakukan segera oleh pembeli sebelum barang pesanan tersebut diterima sesuai syaratsyarat tertentu. Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual dalam suatu transaksi salam. Jika bank bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang pesanan dengan cara salam maka hal ini disebut salam paralel. c. Istishna’ Istishna’ adalah akad jual beli antara pembeli dan produsen yang juga bertindak sebagai penjual. Cara pembayarannya dapat berupa pembayaran dimuka, cicilan, atau ditangguhkan sampai jangka waktu tertentu. Barang pesanan harus diketahui karakteristiknya secara umum yang meliputi: jenis, spesifikasi teknis, kualitas, dan kuantitasnya. Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual. Jika bank bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang pesanan dengan cara istishna maka hal ini disebut istishna paralel. 4. Prinsip Sewa (Al-Ijarah) Al-ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan hak kepemilikan atas barang itu sendiri. Al-ijarah terbagi kepada dua jenis: (1) Ijarah, sewa murni. (2) ijarah al muntahiya bit tamlik merupakan penggabungan sewa dan beli, dimana si penyewa mempunyai hak untuk memiliki barang pada akhir masa sewa. 5. Prinsip Jasa (Fee-Based Service) Prinsip ini meliputi seluruh layanan non-pembiayaan yang diberikan bank. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini antara lain: a. Al-Wakalah Nasabah memberi kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti transfer.

33

b. Al-Kafalah Jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. c. Al-Hawalah Al Hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Kontrak hawalah dalam perbankan biasanya diterapkan pada Factoring (anjak piutang), Postdated check, dimana bank bertindak sebagai juru tagih tanpa membayarkan dulu piutang tersebut. d. Ar-Rahn Ar-Rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan utang atau gadai. e. Al-Qardh Al-qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Produk ini digunakan untuk membantu usaha kecil dan keperluan sosial. Dana ini diperoleh dari dana zakat, infaq dan shadaqah.

2.3.7

Sistem Operasional Bank Syariah Pada sistem operasi bank syariah, pemilik dana menanamkan uangnya di

bank tidak dengan motif mendapatkan bunga, tapi dalam rangka mendapatkan keuntungan bagi hasil. Dana nasabah tersebut kemudian disalurkan kepada mereka yang membutuhkan (misalnya modal usaha), dengan perjanjian pembagian keuntungan sesuai kesepakatan (Rindawati:2007). Sistem operasional tersebut meliputi:

34

1. Sistem Penghimpunan Dana Metode penghimpunan dana yang ada pada bank-bank konvensional didasari teori yang diungkapkan Keynes yang mengemukakan bahwa orang membutuhkan uang untuk tiga kegunaan, yaitu fungsi transaksi, cadangan

dan

investasi.

Teori

tersebut

menyebabkan

produk

penghimpunan dana disesuaikan dengan tiga fungsi tersebut, yaitu berupa giro, tabungan dan deposito. Berbeda halnya dengan hal tersebut, bank syariah tidak melakukan pendekatan tunggal dalam menyediakan produk penghimpunan dana bagi nasabahnya. Pada dasarnya, dilihat dari sumbernya, dana bank syariah terdiri atas: a. Modal Modal adalah dana yang diserahkan oleh para pemilik (owner). Dana modal dapat digunakan untuk pembelian gedung, tanah, perlengkapan, dan sebagainya yang secarara tidak langsung menghasilkan (fixed asset/non earning asset). Selain itu, modal juga dapat digunakan untuk hal-hal yang produktif, yaitu disalurkan menjadi pembiayaan. Pembiayaan yang berasal dari modal, hasilnya tentu saja bagi pemilik modal, tidak dibagikan kepada pemilik dana lainnya. Mekanisme penyertaan modal pemegang saham dalam perbankan syariah, dapat dilakukan melalui musyarakah fi sahm asy-syarikah atau equity participation pada saham perseroan bank. b. Titipan (Wadi’ah) Salah satu prinsip yang digunakan bank syariah dalam memobilisasi dana adalah dengan menggunakan prinsip titipan. Akad yang sesuai dengan prinsip ini ialah al-wadi’ah. Dalam prinsip ini, bank menerima titipan dari nasabah dan bertanggung jawab penuh atas titipan tersebut. Nasabah sebagai penitip berhak untuk mengambil setiap saat, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. c. Investasi (Mudharabah) Akad yang sesuai dengan prinsip investasi adalah mudharabah yang mempunyai tujuan kerjasama antara pemilik dana (shahibul maal)

35

dengan pengelola dana (mudharib), dalam hal ini adalah bank. Pemilik dana sebagai deposan di bank syariah berperan sebagai investor murni yang menanggung aspek sharing risk dan return dari bank. Deposan, dengan demikian bukanlah lender atau kreditor bagi bank seperti halnya pada bank konvensional. 2. Sistem Penyaluran Dana (Financing) Produk penyaluran dana di bank syariah dapat dikembangkan dengan tiga model, yaitu: a. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang dilakukan dengan prinsip jual beli. Prinsip jual beli ini dikembangkan menjadi bentuk pembiayaan pembiayaan murabahah, salam dan istishna’. b. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan prinsip sewa (Ijarah). Transaksi ijarah dilandasi adanya pemindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama dengan prinsip jual beli, namun perbedaannya terletak pada obyek transaksinya. Bila pada jual beli obyek transaksinya adalah barang, maka pada ijarah obyek transaksinya jasa. c. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk usaha kerjasama yang ditujukan guna mendapatkan sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil. Prinsip bagi hasil untuk produk pembiayaan di bank syariah dioperasionalkan dengan pola-pola musyarakah dan mudharabah.

2.4

Kelebihan dan kelemahan Bank Syariah Kelebihan 1. Menekankan kepada aspek transparansi dan nilai-nilai kejujuran serta kepercayaan kepada nasabahnya yang mengedepankan aspek legalitas secara duniawi maupun ukhrawi. Nasabah dianggap sebagai mitra bank syariah. 2. Bank syariah rupanya dapat mengungguli bank konvensional dalam hal Non Performing Financing (NPF) alias kredit macet. Kredit macet di bank

36

syariah hanya sekitar 4%, bandingkan dengan bank konvensional yang mencapai 8—10%. Hal ini diungkapkan oleh Syamsul Balda, Wakil Ketua Syabakah Konsumen Produsen Pengusaha Muslim Indonesia yang juga Dewan Penasihat Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia. 3. Bank syariah juga lebih baik kinerjanya dalam penyaluran kredit dari dana yang dikumpulkan atau biasa dikenal dengan istilah Loan to Deposit Ratio (LDR) atau Fund to Deposit Ratio (FDR). LDR bank konvensional hanya sekitar 47% sementara bank syariah mencapai127%. Artinya, dana yang dikumpulkan dari masyarakat sepenuhnya diserahkan kepada masyarakat kembali sebagai pembiayaan, sedangkan di bank konvensional, dana itu hanya sebagian yang diberikan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan sisanya lebih banyak diputarkan di bursa saham atau dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia. 4. Dampak yang timbul dari peningkatan prosentase pembiayaan melalui pola mudarabah dan musyarakah adalah akan menggairahkan sektor riil. Investasi akan meningkat, yang disertai dengan pembukaan lapangan kerja baru. Akibatnya tingkat pengangguran akan dapat dikurangi dan pendapatan masyarakat akan bertambah. 5. Tingkat bagi hasil bank syariah yang nilainya lebih besar daripada tingkat suku bunga yang berlaku. Saat ini prosentase bagi hasil bank syariah mencapai kisaran delapan hingga sembilan persen, masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan tingkat suku bunga yang mencapai lima hingga enam persen. Kekurangannya, antara lain : 1. Jasa pinjaman tinggi, dan bagi hasil orientasinya sama dengan bunga. Untuk posisi aman, bank syariah memang terpaksa mengutip jasa yang tinggi. Lalu, bagi hasil sama dengan bunga, orientasinya sama dengan bunga. Bagi kalangan bisnis, apa bedanya, bagi hasil segitu dengan bunga sekian? Bagi kalangan bisnis, bunga dan bagi hasil yang berlaku, itu dianggap sama.

37

2. Informasi dan sosialisasi bank syariah kepada masyarakat masih sangat lemah sehingga menyebabkan masih terbatasnya pemahaman masyarakat mengenai kegiatan usaha jasa keuangan syariah [bank, asuransi, dana pensiun, reksa dana dan indeks syariah]. Keterbatasan pemahaman ini menyebabkan banyak masyarakat memiliki persepsi yang kurang tepat mengenai operasi jasa keuangan syariah. 3. Masih terbatasnya sumber daya manusia yang memiliki keterampilan teknis jasa keuangan syariah. Karyawan eksisting pun kurang Islami. Pada prakteknya, banyak karyawannya yang belum paham konsep perbankan syariah. Ia hanya berpakain Islami, tapi sistem syariah seperti apa, mereka tidak paham. 4. Kelemahan selanjutnya adalah masih minimnya pola pembiayaan yang mengarah kepada investasi di sektor riil, padahal pengembangan sektor riil akan memberikan dampak yang luar biasa terhadap kondisi perekonomian secara keseluruhan. 5. Bank syariah masih kurang dalam melakukan riset pasar maupun riset perilaku konsumen, sehingga akan sangat sulit memahami kebutuhan rill dari nasabah atau customer need. 6. Masalah

jaringan

mempermasalahkan

kantor

layanan.

perubahan

pola

Bank dual

syariah banking

masih

saja

system,

yang

dikembangkan BI dengan membina bank konvensional untuk membuka unit usaha syariah. 7. Masih terbatasnya jaringan kantor cabang jasa keuangan syariah maupun gerai ATMnya. Keterbatasan kantor cabang dan layanan ini sangat berpengaruh terhadap kemampuan pelayanan terhadap masyarakat yang menginginkan jasa keuangan syariah. 8. Masih belum lengkapnya peraturan dan ketentuan pendukung kegiatan usaha jasa keuangan syariah seperti standar akuntansi, standar prinsip kehati-hatian,standard fatwa produk investasi syariah serta peraturan dan ketentuan pendukung lainnya.

38

2.5

Laporan keuangan

2.5.1

Pengertian Laporan Keuangan Irham Fahmi dalam bukunya yang berjudul “Analisis Laporan

Keuangan” (2011) mendefinisikan laporan keuangan merupakan suatu informasi yang menggambarkan kondisi keuangan suatu perusahaan , dan lebih jauh informasi tersebut dapat dijadikan sebagai gambaran kinerja keuangan perusahaan tersebut. Pada dasarnya laporan keuangan adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data perusahaan tersebut. Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai laporan keuangan, berikut dikemukakan pengertian/definisi laporan keuangan menurut Ikatan Akuntansi Indonesia dalam Standar Akuntasi Keuangan (2009), yaitu : “Laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara seperti misalnya sebagai laporan arus kas atau laporan arus dana), catatan-cacatan dan bagian integral dari laporan keuangan. Di samping itu juga termasuk skedul dan informasi tambahan yang berkaitan dengan laporan tersebut, misalnya informasi keuangan segmen industry dan geografis serta pengungkapan pengaruh harga.” Lebih lanjut Munawir (2007) menyatakan : “Laporan keuangan pada dasarnya adalah hasil dari proses akuntansi yang dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data atau aktivitas perusahaan tersebut.” Dari beberapa penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa laporan keuangan merupakan alat untuk menginformasikan kondidi keuangan pada periode tertentu yang terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan

39

ekuitas, laporan perubahan posisi keuangan serta catatan atas laporan keuangan sebagai gambaran kinerja keuangan perusahaan.

2.5.2

Tujuan dan Manfaat Laporan Keuangan Dalam kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan pada

Ikatan Akuntansi Indonesia dalam Standar Akuntansi Keuangan (2009) disebutkan bahwa : “Tujuan

laporan

keuangan

adalah

menyediakan

informasi

yang

menyangkut posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Laporan keuangan juga menunjukkan apa yang telah dilakukan manajemen atau pertanggugjawaban manajemen atas sumber daya yang telah dipercayakan kepadanya. Pemakai yang ingin menilai apa yang telah dilakukan atau dipertanggungjawabkan, berbuat demikian agar mereka dapat membuat keputusan ekonomi, keputusan ini mungkin mencakup, misalnya keputusan untuk menahan, menjual investasi mereka dalam perusahaan atau untuk mengangkat kembali atau mengganti manajemen.” Dari definisi di atas dapat dilihat bahwa tujuan laporan keuangan adalah untuk memberikan informasi yang bermanfaat bagi pemakainya dalam hal pengambilan keputusan tentang perusahaan yang mengeluarkan laporan keuangan atau pihak manajemen perusahaan tersebut. Manfaat dari laporan keuangan itu sendiri terletak pada interpretasi masing-masing pemakai laporan keuangan. Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia dalam Standar Akuntansi Keuangan (2009), pemakai laporan keuangan terdiri dari berbagai pihak dengan beberapa kepentingan, seperti yang dinyatakan sebagai berikut : “Pemakai laporan keuangan meliputi investor sekarang dan investor potensial, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok dan kreditur usaha lainnya,

pelanggan,

pemerintah

serta

lembaga-lembaganya,

dan

masyarakat. Mereka menggunakan laporan keuangan untuk memenuhi beberapa kebutuhan informasi yang berbeda.”

40

Menurut Fahmi (2011) ada beberapa pihak yang selama ini dianggap memiliki kepentingan terhadap laporan keuangan suatu perusahaan yaitu : 1. Kreditur Kreditur adalah pihak yang memberikan pinjaman baik dalam bentuk uang (money), barang (goods) mapun dalam bentuk jasa (services). Contoh kreditur yang memberikan pinjaman dalam bentuk uang adalah perbankan atau leasing. Pada saat pihak debitur mengajukan permohonan untuk meminjam sejumlah dana kepada kreditur, maka sudah menjadi kewajiban bagi pihak kreditur untuk melakukan pengecekan terhadap laporan keuangan pihak debitur. Karena dengan melihat dan meneliti setiap laporan keuangan tersebut pihak kreditur akan dapat memberikan sebuah rekomendasi apakah usulan pinjaman tersebut layak direalisasikan atau tidak, dan jika layak berapa angka yang harus direalisasikan. Karena bagi pihak kreditur ini menyangkut dengan kemampuan dari pihak debitur untuk mampu mengembalikan pinjaman tersebut. 2. Investor Investor disini bisa mereka yang membeli saham tersebut atau bahkan komisaris perusahaan. Seorang investor berkewajiban untuk mengetahui secara mendalam kondisi perusahaan dimana ia akan berinvestasi atau pada saat ia sudah berinvestasi, karena dengan memahami laporan keuangan perusahaan tersebut artinya ia akan mengetahui berbagai informasi keuangan perusahaan. 3. Akuntan Publik Akuntan publik adalah mereka yang ditugaskan untuk melakukan audit pada sebuah perusahaan. Dan yang menjadi bahan audit seorang akuntan publik adalah laporan keuangan perusahaan, untuk selanjutnya pada hasil audit ia akan melaporkan dan memberikan penilaian dalam bentuk rekomendasi. 4. Karyawan Perusahaan Karyawan merupakan mereka yang terlibat secara penuh di suatu perusahaan. Dan secara ekonomi mereka mempunyai ketergantungan yang

41

besar yaitu pekerjaan dan penghasilan yang diterima dari perusahaan tempat bekerja telah begitu berperan dalam membantu kehidupannya, terutama jika karyawan tersebut telah berkeluarga. Dengan begitu posisi perusahaan yang tergambarkan dalam laporan keuangan menjadi bahan kajian bagi para karyawan dalam memposisikan keputusan ke depan nantinya. 5. Bapepam Bapepam adalah Badan Pengawas Pasar Modal. Bagi suatu perusahaan yang akan go public maka perusahaan tersebut berkewajiban untuk memperlihatkan laporan keuangannya kepada Bapepam dalam hal ini PT. Bursa Efek Indonesia. Bapepam bertugas untuk mengamati dan mengawasi setiap kondisi perusahaan yang go public. go public artinya perusahaan tersebut telah memutuskan untuk menjual sahamnya kepada public dan siap untuk dinilai oleh public secara terbuka. 6. Underwriter Underwriter adalah penjamin emisi bagi setiap perusahaan yang akan menerbitkan sahamnya di pasar modal. 7. Konsumen Konsumen adalah pihak yang menikmati produk dan jasa yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan. Dari sudut marketing konsumen dibagi menjadi dua, yaitu ada yang dimaksud dengan konsumen actual dan konsumen potensial. Konsumen actual adalah konsumen yang loyal terhadap produk dan jasa yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan. Dan konsumen potensial adalah konsumen yang berpotensi menjadi konsumen actual 8. Pemasok (supplier) Pemasok (supplier) merupakan mereka yang menerima order untuk memasok setiap kebutuhan perusahaan mulai dari hal-hal yang dianggap kecil sampai yang besar yang mana semua dihitung dengan skala finansial. 9. Lembaga Penilai Lembaga penilai disini berasal dari berbagai latar belakang seperti GCG (Good Corporate Governance), WALHI (wahana lingkungan hidup),

42

majalah, televise, tabloid, surat kabar dan lainnya yang secara berkala membuat rangking perusahaan berdasarkan klasifikasi masing-masing seperti 10 perbankan terbaik versi majalah Warta Ekonomi misalnya. 10. Asosiasi Perdagangan Asosiasi perdagangan ini mencakup mulai dari KADIN (Kamar Dagang dan Industri), HIPMI (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia), IKAPI (Ikatan Penerbit Indonesia), asosiasi pertekstilan Indonesia dan lainnya. Dimana organisasi tersebut menaungi berbagai perusahaan yang menjadi anggotanya dan setiap tahun diadakan rapat tahunan atau berbagai pertemuan lainnya yang membahas hal yang menjadi hambatan dalam aktivitas bisnis yang dijalankan dan tidak terkecuali seperti terjadinya penurunan angka penjualan. 11. Pengadilan Laporan keuangan yang dihasilkan dan disahkan oleh pihak perusahaan adalah dapat menjadi barang bukti pertanggungjawaban kinerja keuangan, dan pertanggungjawaban dalam bentuk laporan keuangan tersebut nantinya akan menjadi subjek pertanyaan dalam peradilan. 12. Akademis dan Peneliti Pihak akademis dan peneliti adalah mereka yang melakukan research terhadap sebuah perusahaan. Sehingga dengan begitu kebutuhan akan informasi

sebuah

laporan

keuangan

yang

dapat

dipercaya

dan

dipertanggungjawabkan adalah mutlak, apalagi jika nanti penelitian tersebut dipublikasikan ke berbagai jurnal dan media massa baik nasional maupun internasional. 13. Pemerintah Daerah Pemerintah daerah atau local government adalah mereka yang mempunyai hubungan kuat dengan kajian seperti akan lahirnya suatu perda (peraturan daerah) yang berkaitan dengan berbagai aspek. 14. Pemerintah Pusat Pemerintah pusat adalah dengan segala perangkat yang dimilikinya telah menjadikan laporan keuangan perusahaan sebagai data fundamental acuan

43

untuk melihat perkembangan pada berbagai sector bisnis. Juga harus disadari bahwa terbentuknya angka-angka pada laporan keuangan tidak bisa dipungkiri dari regulasi dan deregulasi yang telah digulirkan. 15. Pemerintah Asing Pemerintah asing merupakan pihak yang mengamati perkembangan dan pertumbuhan ekonomi yang terjadi di suatu negara, dimana misalnya negara tersebut saling memiliki keterkaitan dalam bentuk perjanjian dagang (trade contract) yang mencakup dalam berbagai bidang usaha. 16. Organisasi Internasional Organisasi internasional disini seperti IMF (International Monetary Fund), WB (World Bank), ADB (Asian Development Bank), ASEAN, PBB dan lainnya. Mereka ini menjadi pihak yang turut andil dalam usaha menciptakan terbentuknya tatanan dunia baru. Dukungan baik financial dan non financial yang diberikan adalah menjadi ukuran kinerja dari lembaga tersebut, seperti kucuran dana yang diberikan oleh IMF dan WB pada beberapa negara. Dimana dana tersebut akan dikelola guna mendorong pertumbuhan ekonomi termasuk dana tersebut disalurkan bagi tumbuh dan berkembangnya private sector.

Manfaat intern dari hasil interprestasi laporan keuangan dapat berupa tingkat kinerja keuangan perusahaan , kondisi keuangan perusahaan dibandingkan dengan perusahaan saingan, efektivitas manajemen dalam pengoperasian perusahaan dan sebagainya. Sedangkan manfaat ekstern dari hasil interpretasi laporan bagi investor dapat digunakan untuk membantu dalam pengambilan keputusan untuk menanamkan dana atau menaikkan modalnya pada perusahaan, bagi kreditur yaitu membantu pengambilan keputusan dalam pemberian pinjaman pada perusahaan. Secara luas manfaat pokok yang diberikan oleh laporan keuangan adalah informasi mengenai tingkat kinerja keuangan perusahaan yang mengeluarkan laporan keuangan tersebut. Sehingga kita dapat mengetahui tingkat kinerja keuangan suatu perusahaan. Tingkat kinerja perusahaan dapat diketahui dengan

44

melakukan analisis dan interpretasi terhadap laporan keuangan. Dari analisis tersebut, dapat diketahui potensi-potensi dan kelemahan-kelemahan yang dimiliki perusahaan, sehingga pihak-pihak yang berkepentingan dengan perusahaan dapat menggunakannya sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan.

2.5.3

Unsur-unsur Laporan Keuangan Berikut ini dapat diuraikan unsur-unsur laporan keuangan menurut PSAK

No. 31 Revisi 2000 yang dikutip dari buku karangan Indra Bastian dan Suhardjono (2006). 1. Neraca (Balance Sheet) Neraca adalah laporan keuangan yang menggambarkan jumlah kekayaan (harta), kewajiban (hutang) dan modal dari suatu perusahaan pada saat tertentu. Neraca biasanya disusun pada akhir tahun (31 Desember). Kekayaan atau harta disajikan pada sisi aktiva sedangkan kewajiban pada hutang dan modal sendiri disajikan pada sisi pasiva. 2. Laporan Laba Rugi (Income Statement) Laporan laba rugi adalah suatu laporan yang menggambarkan jumlah penghasilan atau pendapatan dan biaya dari suatu perusahaan pada periode tertentu. Sebagaimana halnya neraca, laporan laba rugi biasanya juga disusun setiap akhir tahun (31 Desember) dalam laporan ini disusun penghasilan dan biaya yang terjadi selama satu tahun yaitu mulai tanggal 1 Januari-31 Desember tahun yang bersangkutan. Dari laporan laba rugi akan diperoleh laba rugi perusahaan. 3. Laporan Perubahan Ekuitas Laporan perubahan ekuitas pada prinsipnya mempunyai fungsi sebagai penghubung antara neraca dan laporan laba rugi. Laporan ini menggambarkan posisi ekuitas (kekayaan bersih pemilik) perusahaan pada suatu waktu tertentu beserta elemen-elemen yang mempengaruhi perubahannya selama suatu periode waktu tertentu. Di dalam laporan ini ditunjukkan laba tidak dibagi awal periode ditambah dengan laba seperti

45

yang tercantum dalam laporan laba rugi dan dikurang dengan dividen periode yang bersangkutan. 4. Laporan Arus Kas (Cash Flow Statement) Laporan arus kas menyajikan elemen-elemen laporan keuangan (neraca, laporan laba rugi, dan laporan laba ditahan) yang menyebabkan terjadinya arus kas yang masuk ke perusahaan dan arus yang keluar dari perusahaan. 5. Catatan atas Laporan Keuangan Catatan atas laporan keuangan harus disajikan secara sistematis. Setiap pos dalam neraca, laporan laba rugi, dan laporan arus kas yang perlu penjelasan harus didukung dengan informasi yang dicantumkan dalam catatan atas laporan keuangan.

2.6

Kinerja Keuangan Sebagai sebuah lokomotif pembangunan ekonomi suatu negara, bank jelas

mempunyai peranan yang sangat penting. Bank mempunyai peran untuk menghimpun dan mengelola dana dari masyarakat dan menyalurkan pinjaman kepada yang membutuhkan dana. Setiap bidang usaha tidak terlepas dari kebutuhan akan dana untuk membiayai usahanya. Disinilah peran penting bank dalam menyalurkan dana kepada setiap bidang usaha yang membutuhkan dana. Berkembangnya dunia usaha akan sejalan dengan berkembangnya perekonomian suatu negara. Untuk itu bank selalu di tuntut untuk menghimpun, menjaga, mengelola dan menyalurkan dana masyarakat dengan sangat baik. Bank yang umumnya menarik keuntungan terbesar dari bunga, akhir-akhir ini diterpa isu jika bunga bank bersifat riba. Dalam hukum islam, riba hukumnya haram dan secara tidak langsung mengatakan jika bunga bank adalah haram. Maka bercermin dari mulai berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap bank konvensional, munculah lembaga perbankan yang menganut sistem Syariah yang sesuai prinsip dan hukum islam dan juga sesuai dengan undang-undang yang berlaku di Indonesia. Dengan munculnya UU No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan terhadap UU No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan, maka secara tidak langsung perbankan

46

syariah sudah menjadi bagian dari sistem perbankan nasional. Hal ini cukup menarik karena adanya pelaksanaan dua sistem dalam perbankan nasional. Perbankan mempunyai peran yang sangat penting dalam perkembangan ekonomi suatu negara karena hampir semua sektor bisnis ataupun sektor yang berhubungan dengan berbagai kegiatan keuangan pasti membutuhkan jasa bank. Hal ini menyebabkan jika setiap individu maupun lembaga tidak akan pernah lepas dari kebutuhan akan perbankan jika hendak akan menjalankan aktivitas keuangan. Kasmir (2012) dalam bukunya, mengartikan Bank secara sederhana adalah : “bank merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan, artinya aktivitas perbankan selalu berkaitan dalam bidang keuangan. Sehingga berbicara mengenai bank tidak lepas dari masalah keuangan.” Bank merupakan lembaga keuangan didalam suatu negara yang memegang peranan penting dalam sektor keuangan suatu negara. Dalam Undangundang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan (pasal 1 ayat 2) adalah : “badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.” Sudah jelas bank mempunyai peranan sangat penting bagi perkembangan ekonomi suatu negara. Untuk itu bank selalu dituntut memperlihatkan kinerja terbaiknya bagi masyarakat. Hal itu dapat dilakukan dengan menilai tingkat kesehatan bank menggunakan beberapa rasio keuangan. Sebagaimana layaknya manusia, di mana kesehatan merupakan hal yang paling penting di dalam kehidupannya. Tubuh yang sehat akan meningkatkan kemampuan kerja dan kemampuan lainnya. Begitu pula dengan perbankan harus selalu dinilai kesehatannya agar tetap prima dalam melayani para nasabahnya. Ukuran untuk melakukan penilaian kesehatan bank telah di tentukan oleh Bank Indonesia dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tentang

47

Sistem Penilaian Kesehatan Tingkat Bank Umum. Penilaian untuk menentukan kondisi suatu bank biasanya menggunakan analisis CAMELS. Metode CAMELS merupakan salah satu cara untuk mengukur tingkat kesehatan bank yang digunakan Bank Indonesia. Metode ini digunakan oleh Bank Indonesia untuk menilai beberapa faktor yang dianggap mempengaruhi kinerja suatu bank. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja suatu bank antara lain : 1. Aspek permodalan (Capital) Yang dinilai adalah permodalan yang ada didasarkan kepada kewajiban penyediaan modal minimum bank. Penilaian tersebut didasarkan kepada CAR (Capital Adequaci Ratio) yang telah ditetapkan Bank Indonesia. Perbandingan rasio tersebut adalah rasio modal terhadap aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR) dan sesuai ketentuan pemerintah CAR tahun 1999 minimal harus 8%. (Kasmir:2012) Menurut Hasibuan (2005:88) ketetapan CAR sebesar 8% bertujuan untuk: a. Menjaga kepercayaan masyarakat kepada perbankan b. Melindungi dana pihak ketiga pada bank yang bersangkutan c. Untuk memenuhi ketetapan standar BIS (Bank for International Settlements) perbankan Internasional dengan formula sebagai berikut : 1) 4% modal inti yang terdiri dari shareholder equity, preferred stock, dan freeservers, serta 2) 4% modal sekunder yang terdiri dari subordinate debt, loan loss provision, hybrid securities dan revolution reserves. Sanksi

bagi

bank yang tidak memenuhi CAR

8% disamping

diperhitungkan dalam penilaian tingkat kesehatan bank, juga akan dikenakan sanksi dalam rangka pengawasan dan pembinaan bank. Dalam menilai aspek permodalan Bank Indonesia menggunakan rumus sebagai berikut :

48

Keterangan : 

Modal adalah harga yang dimiliki oleh bank yang bersangkutan



ATMR (Aktiva Tertimbang Menurut Resiko) adalah aktiva yang tercantum dalam neraca tercermin dalam kewajiban yang bersifat kesinambungan dan atau komitmen yang disediakan bank bagi pihak ketiga. Dalam menghitung ATMR, terhadap masing-masing pos aktiva diberikan bobot resiko yang besarnya didasarkan pada golongan nasabah penjamin serta sifat agunan.

Dalam menambahkan bahwa untuk kredit-kredit yang penarikannya dilakukan secara bertahap, bobot resiko dihitung berdasarkna besarnya penarikan kredit pada tahan yang bersangkutan. 2. Aspek kualitas asset (Asset Quality) Yaitu untuk menilai jenis-jenis asset yang dimiliki oleh bank. Penilaian asset harus sesuai dengan peraturan oleh Bank Indonesia dengan memperbandingkan antara : a. aktiva produktif yang diklasifikasikan dengan aktiva produktif

b. penyisihan penghapusan aktiva produktif terhadap aktiva produktif yang diklasifikasikan.

Rasio ini dapat dilihat dari neraca yang telah dilaporkan secara berkala kepada Bank Indonesia. (Kasmir:2012). Sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia SE BI No. 6/23/DPNP tahun 2004 APYD terhadap Total Aktiva Produktif harus kurang dari 6%. Aktiva produktif yang diklasifikasikan dapat diperhitungkan (menurut ketentuan Bank Indonesia) sebagai berikut : a. 0% dari kredit yang lancar

49

b. 25% dari kredit yang dalam perhatian khusus c. 50% dari kredit yang kurang lancar d. 75% dari kredit yang diragukan e. 100% dari kredit macet 3. Aspek kualitas manajemen (Management) Dalam mengelola kegiatan bank sehari-hari juga dinilai kualitas manajemennya.

Kualitas

manajemen

dapat

dilihat

dari

kualitas

manusianya bekerja, juga dilihat dari segi pendidikan dan pengalaman dari karyawannya dalam menangani berbagai kasus-kasus yang terjadi. Dalam aspek ini yang dinilai adalah manajemen permodalan, manajemen kualitas aktiva, manajemen umum, manajemen rentabilitas, dan manajemen likuiditas. Penilaian kesehatan di bidang manajemen tidak lagi didasarkan pada 250 aspek yang berkaitan dengan permodalan, likuiditas, kualitas asset, dan rentabilitas, tetapi kini penilaiannya hanya didasarkan pada 100 aspek saja. (Kasmir:2012) 4. Aspek rentabilitas (Earnings) Merupakan ukuran kemampuan bank dalam meningkatkan labanya, apakah setiap periode atau untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai bank yang bersangkutan. Bank yang sehat adalah bank diukur rentabilitasnya terus meningkat. Penilaian juga dilakukan dengan ROA (Return on Asset) dan BOPO (perbandingan biaya operasi dengan pendapatan operasi). (Kasmir:2012) a. ROA

Return on asset digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba bersih sebelum pajak). Semakin besar ROA, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank, sehingga kemampuan suatu bank dalam suatu kondisi bermasalah semakin kecil. (Kasmir:2012). Sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia SE BI No. 6/23/DPNP tahun 2004 ROA harus lebih dari 1,5% agar dikategorikan sehat. Besarnya nilai ROA dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

50

b. BOPO

Rasio BOPO digunakan mengukur tingkat efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya. Rasio BOPO diperoleh dengan

cara

membagi

biaya

operasional

dengan

pendapatan

operasional, dengan menggunakan rumus :

5. Aspek likuiditas (Liquidity) Suatu bank dapat dikatakan likuid apabila bank yang bersangkutan dapat membayar semua utang-utangnya terutama simpanan tabungan, giro dan deposito pada saat ditagih dan dapat pula memenuhi semua permohonan kredit yang layak dibiayai. Secara umum rasio ini merupakan rasio antara jumlah aktiva lancar dibagi dengan utang lancar (Kasmir:2012) Berdasarkan ketentuan yang sudah dikeluarkan oleh Bank Indonesia, komponen likuiditas bank diukur berdasarkan Loan to Deposit Ratio (LDR). Dalam ketentuan Bank Indonesia sebuah Bank dinyatakan sehat jika LDR kurang dari 110% dan rasio LDR dengan skor paling baik harus di antara 85%-110%.

6. Aspek sensitivitas (Sensitivity of Market Risk) Aspek ini mulai diberlakukan oleh Bank Indonesia sejak bulan Mei 2004. Seperti kita ketahui dalam melepaskan kreditnya, perbankan harus memerhatikan dua unsur, yaitu tingkat perolehan laba yang dicapai dan risiko yang harus diperhatikan. Pertimbangan terhadap risiko yang harus diperhitungkan berkaitan erat dengan sensitivitas perbankan. Sensitivitas terhadap risiko ini penting agar tujuan memperoleh laba dapat tercapai dan

51

pada akhirnya kesehatan bank juga terjamin. Risiko yang dihadapi terdiri dari risiko lingkungan, risiko manajemen, risiko penyerahan, dan risiko keuangan. (Kasmir:2012) Tingkat kinerja suatu bank pada dasarnya dilihat dari aspek-aspek yang berpengaruh pada kondisi dan perkembangan suatu bank dengan cara melakukan penilaian terhadap kecukupan modal, kualitas asset, manajemen, rentabilitas, likuditas, dan sensitivitas terhadap risiko pasar atau disingkat dengan istilah asing CAMELS (Capital Adequecy, Asset Quality, Management, Earnings Ability, Liquidity Sufiency and Sensitivity of Market Risk). Untuk menilai kecukupan modal dari bank yang akan diteliti dapat menggunakan CAR (Capital Adequecy Ratio), untuk menilai kualitas asset digunakan KAP (Kualitas Aktiva Produktif), untuk menilai rentabilitas digunakan rasio ROA (Return On Assets), sedangkan untuk menilai likuiditas dapat menggunakan LDR (Loan to Deposit Ratio). Alasan penulis memilih rasio-rasio tersebut karena rasio-rasio tersebut merupakan rasio yang digunakan Bank Indonesia dalam menilai kinerja keuangan bank, sedangkan untuk aspek manajemen dan sensitivitasnya terhadap risiko pasar, penulis tidak mengambil aspek manajemen karena aspek manajemen merupakan penilaian yang bersifat kualitatif sedangkan untuk aspek sensitivitas terhadap risiko pasar tidak dilakukan karena factor ini tidak berpengaruh terhadap kesehatan bank, tetapi berpengaruh terhadap kelima faktor kesehatan bank lainnya yaitu Capital, Assets Quality, Management, Earnings, Liquidity.

2.7

Kajian Penelitian Terdahulu Beberapa peneliti yang mencoba membandingkan kinerja keuangan Bank

Syariah dan Bank Konvensional adalah Widya (2012) yang mengatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan untuk masing-masing rasio keuangan antara Bank Umum Syariah dengan Bank Umum Konvensional di Indonesia. Bank Umum Syariah lebih baik kinerjanya dari segi rasio LDR dan ROA, sedangkan Bank Umum Konvensional lebih baik kinerjanya dari segi rasio CAR, NPL, dan BOPO.

52

Angraini (2012) yang mengatakan jika analisis kinerja keuangan yang diperoleh dari rasio CAR, NPL, ROA, BOPO, LDR menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja perbankan syariah dibandingkan dengan perbankan konvensional jika dilihat dari mean kinerja bank secara keseluruhan yang diwakili oleh variabel “Kinerja” dan Kinerja perbankan syariah tidak lebih baik jika dibandingkan dengan kinerja perbankan konvensional. Ni’mah

Wati

(2011)

hasil

pengujiannya

dengan

menggunakan

independent sample t-test dimana tingkat signifikansi 0.05 menunjukkan bahwa nilai CAR, NPL, ROE, dan LDR bank syariah dengan bank konvensional tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Sedangkan nilai ROA, BOPO dan kinerja bank syariah dengan bank konvensional memiliki perbedaan yang signifikan. Dilihat dari rata-rata rasio maka rata-rata CAR, NPL, ROA, dan BOPO bank konvensional lebih unggul dibandingkan bank syariah. Sedangkan rata-rata ROE, LDR, dan kinerja bank syariah lebih unggul dari bank konvensional. Fina (2009)

hasil pengujiannya dengan menggunakan independent

sample t-test dimana tingkat signifikansi 0.05 menunjukkan bahwa nilai CAR, KAP, ROE, dan LDR bank syariah dengan bank konvensional memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Rubitoh (2003), melakukan penelitian dengan membandingkan kinerja keuangan Bank Muamalat sebagai Bank Syariah pertama dengan enam Bank Konvensional selama periode 1997-2001. Criteria yang digunakan dalam penelitian adalah ROA, CAR, LDR, FBI, NNRF, hasil kredit dan produktifitas karyawan hasil dari penelitian tersebut menunjukan bahwa secara umum kinerja keuangan bank syariah lebih baik, walaupun ada juga kinerja bank syariah dibawah bank konvensional. Bahkan perkembangan bank syariah mencapai 53% sedangkan bank konvensional hanya 5%. Abustan (2009) selama periode juni 2002-maret 2008 secara keseluruhan perbankan syariah memiliki kinerja lebih baik dibandingkann dengan perbankan konvensional. Analisis yang dilakukan Ema (2007) dengan menggunakan variabel CAR, NPL, ROA, ROE, BOPO menunjukkan bahwa rata-rata rasio keuangan perbankan

53

syariah (NPL dan LDR) lebih baik secara signifikan dibandingkan dengan perbankan konvensional, sedangkan pada rasio-rasio yang lain perbankan syariah lebih rendah kualitasnya. Tetapi bila dilihat secara keseluruhan perbankan syariah menunjukkan kinerja lebih baik dibandingkan perbankan konvensional.

2.8 Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran yang telah diuraikan penulis di atas dapat digambarkan melalui bagan sebagai berikut :

BANK Bank Konvensional

Bank Syariah

Kesehatan Bank

Capital (CAR)

Asset (KAP)

Manajemen

Earning (ROA)

Liquidity (LDR)

Gambar 2.2: Kerangka Pemikiran Ket :

Diteliti Tidak diteliti

2.9

Pengembangan Hipotesis Rubitoh (2003), Abustan (2009) dan Ema (2007) dalam penelitiannya

masing-masing menyimpulkan jika Bank Syariah memiliki kinerja keuangan yang lebih baik dibandingkan dengan Bank konvensional. Kasmir (2012) dalam bukunya menyebutkan jika sumber penentuan harga atau pelaksanaan kegiatan bank prinsip syariah dasar hukumnya adalah Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Al-

Sensitivity of Market

54

Qur’an yang merupakan pedoman hidup masyarakat Muslim jelas menuntun kepada kebenaran. Berdasarkan pandangan di atas, maka pada penelitian dirumuskan beberapa hipotesis untuk diuji apakah kinerja keuangan Bank Syariah lebih baik dari antara Bank Konvensional. Sebagaimana ditulis oleh J. Supranto (2001) yang dikutip dari Abustan bahwa hipotesis pada dasarnya adalah suatu anggapan yang mungkin benar dan sering digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan, pemecahan persoalan maupun dasar penelitian lebih lanjut, anggapan sebagai satu hipotesis juga merupakan data tetapi karena kemungkinan bisa salah, apabila akan digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan harus diuji dahulu dengan memakai data hasil observasi. Berdasarkan hal tersebut maka hipotesis untuk penelitian ini adalah sebagai berikut : 

H1 : Terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja keuangan Bank Konvensional dengan Bank Syariah dari segi rasio CAR dan CAR Bank Syariah lebih baik dibandingkan dengan Bank Konvensional.



H2 : Terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja keuangan Bank Konvensional dengan Bank Syariah dari segi rasio KAP dan KAP Bank Syariah lebih baik dibandingkan dengan Bank Konvensional.



H3 : Terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja keuangan Bank Konvensional dengan Bank Syariah dari segi rasio ROA dan ROA Bank Syariah lebih baik dibandingkan dengan Bank Konvensional..



H4 : Terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja keuangan Bank Konvensional dengan Bank Syariah dari segi rasio LDR dan LDR Bank Syariah lebih baik dibandingkan dengan Bank Konvensional.