BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG HUTAN HUJAN TROPIS

Download Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe ekosistem hutan yang sangat produktif dan memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. ...

0 downloads 433 Views 166KB Size
BAB I PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Hutan hujan tropis merupakan salah satu tipe ekosistem hutan yang sangat

produktif dan memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Kawasan ini terletak di sekitar garis khatulistiwa antara 23 ½ 0LU sampai dengan 23 ½ 0LS. Kondisi iklim pada area hutan hujan tropis relatif stabil dengan distribusi curah hujan yang merata sepanjang tahun. Konfigurasi lahan pada kawasan ini didominasi oleh topografi yang bervariasi dengan tingkat kelerengan yang beragam. Meskipun memiliki kondisi tanah yang relatif kurang subur, ekosistem hutan hujan tropis memiliki siklus hara yang berlangsung secara tertutup sehingga mampu mendukung pertumbuhan vegetasi di dalamnya (Terborgh, 1992). Dalam konteks pengelolaan hutan secara lestari, ekosistem hutan hujan tropis memiliki peranan penting baik dari segi ekologi maupun ekonomi. Dinilai dari aspek ekologi, keberadaan kawasan hutan hujan tropis mampu mempengaruhi segala aspek kehidupan manusia. Sukanto dan Pradono (1998) menjelaskan bahwa selain berfungsi sebagai paru – paru dunia, hutan hujan tropis juga berperan penting dalam perlindungan daerah aliran sungai (DAS), konservasi keanekaragaman hayati, dan menjaga keseimbangan sistem tata air. Dilihat dari aspek ekonomi, kawasan hutan hujan tropis memiliki potensi yang tinggi untuk dimanfaatkan secara optimal. Ariyanto et al. (2012) menyatakan bahwa ekosistem hutan hujan tropis terdiri dari berbagai jenis vegetasi. Setiap jenis vegetasi tersebut memiliki potensi

1

yang dapat dikembangkan, baik sebagai produk hasil hutan kayu maupun non kayu dengan nilai ekonomi yang tinggi. Namun demikian, potensi tersebut masih belum banyak dikaji. Sampai saat ini, upaya pengelolaan ekosistem hutan hujan tropis lebih berorientasi pada usaha untuk memanfaatkan produk hasil hutan kayu. Kegiatan pengelolaan hutan hujan tropis di Indonesia telah berlangsung selama lebih dari empat dekade, mulai dari periode tahun 1970 sampai dengan sekarang. Dalam kurun waktu tersebut, terdapat berbagai indikator kelestarian hutan hujan tropis yang menunjukkan trend penurunan. Hal ini diperkuat dengan adanya pengurangan tutupan hutan hujan tropis pada kawasan lindung dan area pelestarian alam selama periode 1984 sampai dengan 2000, dengan kisaran ratarata mencapai 31,04 % dan 31,33 % (Dephut, 2005). Menurut Nawir et al. (2008), terjadinya pengurangan tutupan hutan tropis tersebut disebabkan oleh tingginya laju deforestasi yang mencapai 1,08 juta hektar per tahun. Laju deforestasi yang tinggi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain eksploitasi sumberdaya hutan yang berlebihan, bencana alam berupa kebakaran, dan berlangsungnya alih fungsi lahan hutan menjadi area penggunaan lain. Terjadinya pengurangan tutupan hutan hujan tropis telah memberikan dampak negatif terhadap menurunnya fungsi hutan. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya permasalahan terkait bencana alam seperti banjir dan kekeringan selama dua dekade terakhir (Nawir et al., 2008). Dengan demikian, dibutuhkan suatu upaya untuk dapat menjaga dan melestarikan ekosistem hutan hujan tropis, tanpa mengabaikan aspek pemanfaatannya secara optimal. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan menetapkan suatu area hutan hujan tropis yang masih relatif baik menjadi kawasan “Taman Nasional”.

2

Menurut Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, taman nasional merupakan kawasan pelestarian alam yang mempunyai kondisi ekosistem asli dan dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budaya, pariwisata, dan rekreasi. Pembentukan taman nasional sebagai kawasan pelestarian alam merupakan suatu solusi yang realistis dalam menghadapi tantangan pengelolaan hutan hujan tropis saat ini. Tingginya laju deforestasi telah memberikan tekanan yang besar terhadap eksistensi kawasan hutan hujan tropis sebagai suatu ekosistem, baik dari segi penutupan lahan maupun status kawasannya. Penerapan sistem pengelolaan taman nasional berbasis zonasi merupakan suatu skema efektif untuk menjaga kelestarian ekosistem, sekaligus terintegrasi dengan upaya pemanfaatan hutan secara lestari. Aktivitas pengelolaan taman nasional sebagai kawasan pelestarian alam memiliki posisi strategis dalam mendukung kegiatan pengelolaan hutan. Ditinjau dari sudut pandang ekologi, mayoritas kawasan taman nasional di Indonesia berada di daerah pegunungan dengan dominasi tutupan lahan berupa hutan hujan tropis. Hal ini mengindikasikan bahwa keberadaan taman nasional memiliki peranan penting dalam menjaga fungsi hidro-orologis. Dilihat dari segi ekonomi, eksistensi kawasan taman nasional juga memberikan peluang yang tinggi untuk mengoptimalkan fungsi jasa lingkungan, seperti tata air dan wisata. Selain itu, potensi keanekaragaman hayati di dalam kawasan taman nasional masih membutuhkan berbagai kajian ilmiah untuk dapat dimanfaatkan. Salah satu dari potensi keanekaragaman hayati tersebut adalah adanya jenis tumbuhan bawah yang berpotensi sitotoksik sehingga dapat digunakan sebagai bahan pembuatan obat.

3

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Zuhud (2008) menunjukkan bahwa di dalam kawasan hutan hujan tropis terdapat beragam jenis tumbuhan bawah yang berpotensi obat. Hal ini juga selaras dengan penelitian Hargono (1985) yang menyatakan bahwa terdapat + 1.100 tumbuhan bawah berpotensi obat di dalam kawasan hutan hujan tropis. Penelitian lebih lanjut yang dilakukan oleh Hidayat dan Hardiansyah (2012) menunjukkan bahwa ekosistem hutan hujan tropis memiliki sekitar 10.000 jenis tumbuhan bawah berpotensi obat. Mayoritas dari tumbuhan bawah tersebut tumbuh secara liar. Salah satu dari berbagai jenis tumbuhan bawah tersebut adalah spesies “Harenong Bulu” atau lebih dikenal dengan Clidemia hirta (Gambar 1.1).

Gambar 1.1. Tumbuhan Bawah Clidemia hirta

Franca et al. (1996) menjelaskan bahwa Clidemia hirta merupakan salah satu jenis tumbuhan bawah yang dapat digunakan sebagai alternatif untuk mempercepat re-vegetasi pada ekosistem hutan yang rusak. Jenis tumbuhan ini umumnya dimanfaatkan oleh satwa liar sebagai bahan makanan. Dibandingkan dengan tumbuhan bawah lainnya, Clidemia hirta merupakan jenis tumbuhan bawah yang memiliki daya adaptasi tinggi karena mampu tumbuh secara optimal baik pada kawasan terbuka maupun di bawah naungan.

4

Hasil screening tumbuhan bawah berpotensi obat yang dilakukan oleh Arbiastutie (2012) di dalam kawasan Resort Cibodas, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, menunjukkan bahwa Clidemia hirta merupakan tumbuhan bawah yang memiliki tingkat sitotoksitas tinggi dan berpotensi sebagai obat antikanker rahim. Daun tumbuhan ini mengandung senyawa metabolit sekunder yang berasal dari jenis alkaloid, flavonoid, dan steroid dengan tingkat konsentrasi yang tinggi. Namun demikian, dalam penelitian tersebut belum dikaji lebih lanjut terkait distribusi dan asosiasi vegetasi dari spesies Clidemia hirta pada kondisi habitatnya. Pengembangan pemanfaatan tumbuhan bawah Clidemia hirta sebagai bahan pembuatan obat merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk mendukung upaya pengelolaan taman nasional. Hal ini terkait dengan strategi untuk mengembangkan potensi hasil hutan non kayu secara optimal sehingga dapat mengurangi tekanan terhadap kawasan hutan. Namun, minimnya ketersediaan informasi terkait distribusi dan asosiasi tumbuhan bawah Clidemia hirta dapat menjadi hambatan dalam upaya pengembangannya, khususnya melalui tindakan konservasi. Informasi terkait distribusi Clidemia hirta di dalam kawasan taman nasional dapat memberikan gambaran terkait lokasi persebaran dan kelimpahan populasinya di dalam ekosistem hutan. Informasi ini juga dapat memberikan deskripsi terkait karakteristik habitat dari Clidemia hirta. Kajian terkait distribusi tumbuhan bawah Clidemia hirta juga harus didukung oleh informasi terkait asosiasi vegetasi yang dibentuk oleh tumbuhan bawah tersebut. Identifikasi asosiasi tumbuhan bawah Clidemia hirta bertujuan untuk mengetahui jenis vegetasi lain yang mampu mendukung kehadiran dan pertumbuhan Clidemia hirta. Informasi ini sangat penting untuk digunakan sebagai

5

acuan dalam upaya pengembangan Clidemia hirta melalui strategi konservasi yang efektif dan efisien. Berdasarkan hal tersebut, maka dibutuhkan suatu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui distribusi dan asosiasi tumbuhan bawah Clidemia hirta dalam upaya mendukung pengembangnnya sebagai pembuatan obat. Hasil dari penelitian ini juga dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi pengelola taman nasional dalam merumuskan strategi konservasi pengembangan tumbuhan bawah Clidemia hirta. 1.2.

Perumusan Masalah Hidayat dan Hardiansyah (2012) menjelaskan bahwa pemanfaatan

tumbuhan bawah sebagai bahan obat-obatan dari kawasan hutan hujan tropis telah lama diadopsi oleh masyarakat, khususnya yang tinggal di dalam kawasan hutan. Selain dapat diperoleh langsung dari alam, masyarakat tidak perlu mengeluarkan biaya yang tinggi untuk memperolehnya. Namun demikian, pemanfataan tumbuhan bawah ini masih bersifat tradisional sehingga kurang mendapat perhatian meskipun memiliki potensi yang besar. Sitepu dan Sutigno (2001) menyatakan bahwa pemanfataan tumbuhan bawah sebagai bahan obat dalam konteks pengelolaan taman nasional, dapat memberikan beberapa keuntungan bagi pengelola taman nasional, yaitu : 1. Memberikan alternatif pengembangan produk hasil hutan non kayu sehingga dapat meminimalisir kerusakan tegakan. 2. Menyediakan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat sekitar kawasan taman nasional sehingga dapat mengurangi gangguan terhadap zona inti. 3. Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan bagi pengelola hutan beserta masyarakat dengan adanya komoditi tanaman potensial.

6

Menurut Abdiyani (2008), pengembangan tumbuhan bawah berpotensi obat harus didukung dengan ketersediaan informasi yang memadai terkait distribusi dan kelimpahan jenis tumbuhan bawah tersebut dalam ekosistem hutan. Selain informasi terkait distribusi dan kelimpahannya, upaya pengembangan tumbuhan bawah potensial juga harus didukung informasi terkait kualitas tempat tumbuhnya. Hal ini selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Solichatun et al. (2005) yang menjelaskan bahwa produksi dan kandungan bahan obat dalam tumbuhan bawah sangatlah bervariasi dan dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut antara lain meliputi kesuburan tanah, kondisi iklim, sistem perakaran tumbuhan, dan ketersediaan air. Berdasarkan berbagai uraian tersebut, maka penelitian ini diarahkan untuk mempelajari pola distribusi dan asosiasi tumbuhan bawah Clidemia hirta di kawasan Resort Cibodas, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi lapangan berbasis pada kajian terkait karakteristik habitat yang meliputi faktor biotik dan faktor abiotiknya. Adapun rumusan pertanyaan yang akan dijawab melalui kegiatan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah karakteristik habitat tumbuhan bawah Clidemia hirta yang tumbuh di kawasan Resort Cibodas ? 2. Bagaimanakah pola distribusi dan kelimpahan populasi tumbuhan bawah Clidemia hirta pada berbagai variasi ketinggiaan tempat ? 3. Jenis tumbuhan bawah apa saja yang membentuk asosiasi dengan Clidemia hirta di kawasan Resort Cibodas ?

7

1.3.

Batasan Penelitian Penelitian ini difokuskan untuk mengkaji karakteristik habitat tumbuhan

bawah Clidemia hirta di kawasan Resort Cibodas, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Karakteristik habitat yang dimaksud, meliputi faktor biotik dan faktor abiotik yang berada di sekitar lokasi ditemukannya jenis tumbuhan bawah Clidemia hirta. Variabel yang digunakan dalam pengamatan faktor biotik antara lain meliputi jenis vegetasi, kerapatan, dominansi, dan frekuensi berbagai spesies tumbuhan yang termasuk dalam tingkatan hidup tumbuhan bawah, semai, sapihan, tiang, dan pohon. Adapun untuk pengamatan faktor abiotik, variabel yang digunakan antara lain meliputi iklim, topografi, dan tanah. Parameter iklim yang digunakan dalam penelitian ini adalah intensitas cahaya, suhu, kelembaban, dan curah hujan. Sedangkan parameter topografi yang diukur yaitu tingkat elevasi dan kelerengan. Karakteristik tanah yang diamati dalam kajian studi habitat kali ini meliputi jenis dan tekstur tanah. Hasil informasi terkait karakteristik habitat kemudian digunakan untuk mengidentifikasi pola distribusi dan asosiasi tumbuhan bawah dari jenis Clidemia hirta. Identifikasi pola distribusi dalam penelitian kali ini dilakukan dengan menggunakan analisis korelasi – regresi untuk mengetahui hubungan antara faktor abiotik dengan kelimpahan populasi Clidemia hirta. Selain itu, dalam identifikasi ini juga dilakukan perhitungan indeks morista untuk mengetahui bentuk distribusi dari tumbuhan bawah Clidemia hirta yaitu acak, beraturan, atau mengelompok. Adapun untuk identifikasi asosiasi tumbuhan bawah, metode yang digunakan adalah pendekatan Contingency Table 2 x 2.

8

1.4.

Keaslian Penelitian Penelitian terkait karakteristik habitat tumbuhan dalam ekosistem hutan

hujan tropis, telah banyak dilakukan oleh para peneliti. Berbagai publikasi ilmiah juga dapat ditemukan sebagai acuan dalam melakukan studi pustaka. Kajian terkait studi habitat tumbuhan dalam ekosistem hutan tidak hanya terbatas pada jenis vegetasi pohon, namun juga turut memperhatikan keberadaan tumbuhan lain sebagai komponen penyusun ekosistem hutan seperti epifit dan tumbuhan bawah. Hal ini juga dibuktikan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yulia dan Ruseani (2008) tentang karakteristik habitat Dendrobium capra sebagai salah satu jenis vegetasi epifit yang terdapat di kawasan hutan tanaman jati. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa spesies Dendrobium capra memiliki preferensi terhadap kondisi lingkungan yang kering. Jenis tumbuhan ini terdistribusi pada daerah dengan ketinggian 170 - 349 m dpl. Suhu udara yang mendukung pertumbuhan spesies ini mencapai 31 – 33 0C dengan kelembaban relatif lingkungan antara 46 – 57,75 %. Dari hasil penelitian ini juga diketahui bahwa terdapat 2 jenis tanaman inang yang menjadi tempat tumbuh Dendrobium capra yaitu jati dan bungur. Penelitian lain terkait karakteristik habitat juga dilakukan oleh Hanafiah (2008) yang mengkaji kualitas tempat tumbuh dari tumbuhan bawah Nepenthes ampullaria di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Lembah Harau. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kelimpahan kantong semar di TWA Lembah Harau memiliki perbedaan antara kawasan terbuka dengan kawasan tertutup. Pada kawasan tertutup populasi individu kantong semar lebih banyak dibandingkan dengan kawasan terbuka. Selain itu, dilihat dari morfologi kantong

9

dan daunnya, terdapat perbedaan ukuran antara kondisi habitat terbuka dengan kondisi habitat tertutup. Pada kondisi habitat tertutup, ukuran panjang kantong dan lebar daun Nepenthes ampullaria lebih besar dibandingkan dengan pada kondisi habitat terbuka. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi proses adaptasi morfologi yang dilakukan oleh Nepenthes ampullaria sebagai bentuk respon terhadap kondisi habitat. Penelitian terkait kondisi habitat dan interaksinya dengan pertumbuhan vegetasi juga dilakukan oleh Sugiyarto et al. (2006) yang mengkaji tentang estimasi populasi dan distribusi tumbuhan bawah Plantago major di kawasan Gunung Lawu. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa terdapat variasi kelimpahan populasi Plantago major pada berbagai level ketinggian di Gunung Lawu. Semakin tinggi suatu kawasan, maka populasi Plantago major akan semakin meningkat. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa habitat potensial untuk pertumbuhan Plantago major dimulai pada ketinggian 2.100 – 3.000 m dpl. Fakta lain yang diperoleh dari penelitian ini memperlihatkan bahwa semakin tinggi suatu tempat, kandungan metabolit sekunder tumbuhan Plantago major semakin banyak. Hal ini disebabkan oleh adanya cekaman air yang direspon oleh tumbuhan untuk meningkatkan zat metabolit sekunder sebagai mekanisme pertahanan diri terhadap kondisi lingkungan yang ekstrim. Penelitian lain yang membahas tentang interaksi habitat dengan pertumbuhan tanaman juga dilakukan oleh Botanri et al. (2008) yang mengkaji tentang karakteristik ekologi dari tumbuhan sagu dalam komunitas alami di Pulau Seram. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tumbuhan sagu mampu membentuk asosiasi interspesifik dengan vegetasi lain di sekitarnya. Selain itu, dari

10

penelitian yang dilakukan juga ditemukan adanya interaksi dinamis antara pertumbuhan sagu dengan faktor lingkungan abiotiknya yang meliputi intensitas cahaya, kapasitas pertukaran kation (KTK) dan kadar Ca dalam tanah. Berbagai uraian hasil penelitian di atas merupakan acuan yang digunakan oleh peneliti dalam merumuskan studi kali ini. Penelitian terkait studi habitat dan pemodelan dinamika tumbuhan memang telah banyak dilakukan. Namun demikian, rumusan penelitian kali ini memiliki perbedaan mendasar jika dibandingkan dengan kajian penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya. Perbedaan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Objek tumbuhan bawah yang dipilih sebagai fokus penelitian ini termasuk dalam kategori tumbuhan bawah berpotensi obat. Namun, ketersediaan informasi terkait karakteristik habitat dan populasinya masih terbatas. 2. Jenis tumbuhan bawah yang dikaji telah lama tumbuh di kawasan Resort Cibodas. Akan tetapi, sampai saat ini belum dipetakan pola distribusi dan asosiasi vegetasinya.

1.5.

Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui karakteristik habitat dari tumbuhan bawah Clidemia hirta yang tumbuh di kawasan Resort Cibodas, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. 2. Mengetahui pola distribusi dan kelimpahan tumbuhan bawah Clidemia hirta pada berbagai variasi ketinggian tempat.

11

3. Mengidentifikasi jenis tumbuhan bawah yang membentuk asosiasi vegetasi dengan Clidemia hirta di kawasan Resort Cibodas, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.

1.6.

Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Memberikan informasi baru terkait peranan Clidemia hirta sebagai salah satu komponen penyusun ekosistem hutan hujan tropis. 2. Memberikan informasi pendukung dalam upaya pengembangan Clidemia hirta sebagai tumbuhan berpotensi obat. 3. Memberikan

informasi

pendukung

dalam

upaya

konservasi

sumberdaya alam hayati khususnya tumbuhan bawah di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.

12