BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Korean pop (K-Pop) atau istilah hallyu wave sudah tidak asing lagi ditelinga masyarakat. Hallyu merupakan gambaran produk-produk populer asal Korea Selatan yang meliputi musik dari boyband, girlband, grup band, film, drama, variety show, dan talk show yang mengundang artis-artis papan atas (penulisan selanjutnya menggunakan kata negara Korea untuk menunjukan negara Korea Selatan). Bahkan perkembangan saat ini produk kecantikan, makanan dan tempat pariwisata menjadi produk dari hallyu. Hallyu yang sering disebut dengan Korean Wave di Indonesia lebih dikenal dengan nama K-Pop. Hallyu wave atau gelombang korea merupakan istilah dari terjemahan 한류 (Hallyu) dalam bahasa Korea yang artinya ‘arus Han’ yang maksudnya Hankuk atau Korea dan 류 artinya ‘arus, aliran’. Namun ternyata istilah hallyu wave berasal dari media massa di Cina, tepatnya pada tahun 1997 di Cina ditayangkan drama yang berjudul ‘What is Love All About’ yang ternyata banyak penikmatnya. Selain itu, kehadiran grup boyband H.O.T. berhasil membuat mencetak ketenaran di Cina. Kombinasi terkenalnya drama dan musik Korea (istilah K-Pop saat itu belum ada) di Cina menjadikan media massa Cina memunculkan istilah ini. Dari situlah muncul istilah Hallyu. Setelah itu, Taiwan, Vietnam, Jepang dan negara-negara lain terimbas dan ikut mulai menyukai Hallyu. Berbeda dengan budaya pop Jepang yang hanya digemari anak-anak dan remaja, budaya pop Korea menjangkau semua kalangan umur baik anak-anak, remaja dan
dewasa terutama kaum wanita. Melalui drama Korea Winter Sonata, Endless Love, Dae Jang Geum dan Full House perkembangan perkenalan Korea Selatan beredar hampir di seluruh Asia Tenggara. Menurut Kim Song Hwan, seorang pengelola sindikat siaran televisi Korea Selatan, produk budaya Korea berhasil menjerat hati penggemar di semua kalangan terutama di Asia disebabkan teknik pemasaran Asian ValuesHollywood Style. Artinya, mereka mengemas nilai-nilai Asia yang dipasarkan dengan gaya modern. Hal itu diamini oleh Zaini, MA selaku ketua Program Studi Korea Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia yang mengatakan bahwa, “Karena budaya Korea dari Asia Timur, kalau istilah anak muda itu "Ini gue banget",” seperti yang dilansir Tempo (Munawwaroh, 2012). Berbeda dengan budaya dari Barat yang cenderung mengarah ke arah negatif, selain itu menurutnya Korea sangat kreatif dalam mengemas budayanya padahal jika dibandingkan budaya Indonesia, Indonesia tidak kalah dengan Korea. Bahkan suksesnya single Gangnam Style yang dipopulerkan oleh penyanyi PSY menandai kesuksesan Korea Selatan sampai Eropa dan Amerika. Hallyu wave ternyata menyebarkan virusnya sampai di Indonesia. Menurut Surah Agung Nugroho selaku salah salah satu staf pengajar di Jurusan Bahasa Korea Universitas Gadjah Mada, dalam papernya yang berjudul ‘Hallyu dan Indonesia’ hallyu wave terjadi ketika Indosiar menayangkan drama ‘Endless Love’ tahun 2000an dan ditayangkan kembali di RCTI yang notabene mempunyai penonton setia yang tidak sedikit. Menurutnya, saat itu drama ini disiarkan sekaligus untuk ‘memberikan ancangancang’ demam Korea yang pada saat itu juga tengah menjadi tuan rumah piala dunia 2002. Penggemar olahraga sepakbola tertuju matanya ke Korea dan banyak orang yang mulai atau semakin ‘melek’ atau terbuka dengan Korea. Melihat respon positif dari masyarakat, berbagai televisi swasta menayangkan berbagai drama Korea seperti contoh Indosiar, Trans7, Transtv, ANTV, O-Channel, Jak-TV dan B-Channel
(http://www.berita-ane.com/2010/10/daftar-serial-drama-korea-terbaru-di-tv.html). Tercatat sampai penulisan penelitian ini televisi-televisi swasta tersebut masih menanyangkan berbagai drama Korea. Televisi dan internet merupakan media yang dimanfaatkan dalam penyebaran virus hallyu. Mengingat bahwa televisi saat ini sudah menjadi hiburan pokok masyarakat. Seiring perkembangan teknologi membuat masyarakat dimudahkan dalam mengakses internet. Hal itu menjadikan hallyu sangat mudah dikenal oleh masyarakat luas. Saat ini lebih dari 5 juta video K-Pop yang diupload ke Youtube. Sebagian dari jumlah tersebut adalah TVXQ (400.000), Kara (400.000), SNSD (340.000), Super Junior (270.000) serta Wonder Girls (260.000). "YouTube berperan penting dalam menyebarkan genre musik ke seluruh dunia," urai pernyataan resmi Presiden Korea Selatan (Shinji, 2012). Melalui berbagai produk hallyu terutama drama, film dan variety show Korea Selatan membuat peluang untuk memperkenalkan berbagai tempat pariwisata dan kebudayaaan mereka. Hal tersebut terbukti benar karena menurut data Korea International Trade Association (KITA) pada 2004, Hallyu wave meningkatkan $ 1.87 juta atau 2,14 triliun won pada ranah pariwisata Korea. Selain itu budaya karaoke, kimchi, ramen, hanbok, festival-festival tradisional serta makanan tradisional turut menjadi aspek pemasaran Korea Selatan. Bahkan sekarang mulai banyak orang-orang yang ingin belajar berbahasa Korea menurut data Korean Culture Center pada tahun 2013 terdapat 700 siswa yang mendaftar. Kesuksesan Korea Selatan dalam membangun citra melalui K-Pop, terbukti munculnya masyarakat penggemar budaya Korea atau yang biasa disebut Korean Lovers. Tingkah polah Korean Lovers bermacam-macam seperti membeli CD/DVD
original yang harganya selanggit, menonton konser boyband girlband yang diselenggarakan di Indonesia atau negara tetangga, begadang menonton drama Korea, pergi ke warnet untuk mendownload dan update berita, music video boyband girlband favorit, datang ke berbagai pertunjukan berbau K-Pop, bergaya ala artis Korea dan bahkan berwisata ke Korea. Diantara tinggal laku polah Korean Lovers tersebut yang paling menarik adalah yang melakukan cover dance dari boyband dan girlband idola mereka. Cover dance merupakan aktivitas menirukan gerakan tarian para boyband dan girlband termasuk bagaimana mereka meniru ekspresi dan kostum yang di pakai sang artis. Mereka rela berkumpul dan berlatih berbagai gerakan dari sang artis guna menunjukan eksistensi mereka terhadap dunia K-Pop. Sebelum maraknya cover dance di Indonesia seperti saat ini, banyak sekali berbagai jenis modern dance yang hadir di Indonesia. Kata dance yang artinya tari, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah gerakan badan (tangan dsb) yg berirama, biasanya diiringi bunyi-bunyian (musik, gamelan, dsb). Menggunakan kata “tari” pasti yang muncul adalah tari kontemporer. Beberapa tarian tradisional dari Indonesia seperti contoh tari piring, tari gambyong, tari serimpi, tari saman, tari topeng memiliki kekhasan tersendiri dalam tiap daerah sesuai budayanya. Hal itu membuat beberapa tari tradisional hanya populer di daerah asalnya saja. Namun terdapat tari tradisional asal Menado yang menjadi populer di seluruh penjuru Indonesia, bahkan dijadikan suatu gerakan senan, yaitu tari poco-poco. Tari poco-poco menjadi salah satu contoh perkembangan tari-tarian di Indonesia. Bukan hanya tari poco-poco yang menjadi populer di Indonesia. Berbagai tari modern pun sempat ng-hits di Indonesia salah satunya adalah break dance, moonwalk dance, shuffle dance. Tari modern adalah suatu bentuk tarian yang terbentuk dan
berkembang sejak dari awal abad 20. Di beberapa tempat yang belum begitu mengenal tari modern seperti di Indonesia, ballroom dance serta concert dance juga masih dianggap sebagai bagian dari tari modern ini. Namun apabila dilihat dari latar belakang sejarah, tari modern ini sebenarnya dipelopori oleh penari-penari dari Amerika Serikat, serta penari-penari di beberapa negara di Eropa Barat yang “memberontak” terhadap ballet dance serta classical dance yang sedang booming saat itu. Beberapa penari yang paling terkenal dengan aksinya saat itu adalah Loie Fuller, Isadora Duncan dan Ruth St. Denis. Aksi mereka dilandasi dengan faktor kelemahan dari ballet dan classical dance sendiri, yaitu diperlukannya perlengkapan khusus selain musik, seperti kostum, sepatu tari, serta bahkan tata rias yang tebal. Beberapa dari perlengkapan tersebut tidak mampu dimiliki oleh orang-orang biasa dengan latar ekonomi yang rendah, yang juga punya ketertarikan besar untuk menari. Oleh sebab itu ketiga penari tersebut kemudian menciptakan suatu free dance yang kemudian dikenal dengan cikal bakal dari tari modern (http://jesss769.wordpress.com/2011/07/16/dance-till-your-feet-cant-move/). Melihat antusias dari masyarakat akan tarian modern di Indoensia, stasiun televisi swasta Global TV bahkan sempat mengadakah ajang modern dance seperti contoh acara “Let’s Dance”. Kini kehadiran boyband girlband asal Korea yang terkenal dengan gerakan tari yang ng-beat dan lincah, membuat masyarakat khususnya remaja mengikuti berbagai gerakannya dan hal itu disebut cover dance. Cover dance di Indonesia sangat booming terbukti banyak sekali grup-grup yang bermunculan. Di Jakarta contohnya terdapat beberapa grup cover dance diantaranya adalah ZUZU (Super Junior cover), SUNSHINee (SHINee cover), XQuizite (KARA cover), Ki Do Shin Ki (TVXQ cover) // YBLAQ (MBLAQ cover; MALE), SOICD
(SNSD cover), Lady's School (After School cover), M-Over (2PM cover; MALE) dan lain-lain (www.DanceCoverIndonesia.blogspot.com). Bahkan jika kita perhatikan pemberian nama dari grup cover dance tersebut dibuat hampir mirip-mirip dengan grup boyband girlband yang mereka tiru. Untuk daerah Yogyakarta beberapa contoh grup cover dance adalah sebagi berikut. GMR (random), X-school (After School cover), NCboys (SNSD cover), DBEJ (Super Junior cover), Flowerboy (VIXX cover), AurorA (AOA dan T-ara cover), Rainbow Carrot, 9FX, BD2R dan lain-lain. Beberapa grup cover dance ini bahkan sering menunjukan aksinya dalam berbagai ajang pertunjukan bernuansa K-Pop, seperti yang diadakan di Jakarta Kpop White Day Concert di Magic Cafe, Artha Gading, K*POP BLAS7 by Gaya FM di NIC's Café, KPOP FEST by detikhot (detik.com) di Warung Buncit, Jakarta Game Show by Digital Life di Plenary Hall, JCC Senayan, ToysMania Event di Blok M Plaza Hallyu Wave Gathering di Korean Culture Center, Korean Festival di UI, DeringS Pagi di Trans TV dan masih banyak lagi. Sedangkan di Yogyakarta adalah Gathering ElfJoy Jogja, UKDW K-Pop Fest 2010 Dance Cover Competition Jogja, AIKEIPOP Gayo Daejun Jogja, Korean Day UGM Jogja, Korean Day Sanata Dharma, Restoran Korea Michigo! dan masih banyak lagi. Bahkan beberapa Universitas mengadakan festival berbau Korea ini setiap tahun sekali, seperti contoh UGM yang telah mengadakan acara Korean Day setiap tahunnya selama 10 tahun terakhir ini. Yogyakarta merupakan salah satu kota yang terpengaruh dampak K-Pop. Sebagai kota pelajar yang mempunyai civitas akademika dari berbagai daerah pastinya mempunyai berbagai selera pula. Salah satunya adalah cover dance yang dilakukan para pengemar K-Pop, mereka rajin berlatih mengikuti berbagai
gerakan tarian para boyband girlband Korea. Bahkan kostum yang mereka pakai heboh bak artis K-Pop.
Gambar 1.1. Penampilan grup Cover Dance asal Jogja X-School Sumber: https://twitter.com/XSCHOOLOFFICIAL Banyak pula yang mengikuti berbagai ajang kontes cover dance seperti yang disebutkan diatas demi menunjukan identitas kecintaan mereka terhadap K-Pop. Bahkan dalam berkehidupan sehari-hari penampilan para pelaku cover dance sangat mudah untuk dikenali. Mereka terlihat sangat memperhatikan penampilan, bahkan pelaku cover dance yang laki-laki cenderung metroseksual dan sedikit lemah gemulai dalam bertingkah laku. Bahkan mereka rela mewarnai rambutnya guna menunjang penampilannya jika berada di panggung (lihat gambar 1.1). Fenomena tersebut bisa dikatakan sebagai fenomena cultural yang telah memassa, dimana fans tersebut bukan hanya menggemari melainkan juga mencoba meniru atau mengimitasi gaya tokoh idola mereka. Budaya Korea telah berhasil menjadi budaya populer, keberhasilan Korea dalam mengemas budaya menjadi salah satu faktornya. Selain itu Korea menjadi kiblat dalam munculnya boyband girlband di Indonesia, seperti Smash, Cherybelle, Princess, Treji, Dragonboys, S4, 7icon, XO-XI dan masih
banyak lagi. Hal itu menimbulkan pro kontra dari masyarakat, karena banyak yang menganggap bahwa boyband dan girlband ini hanyalah seorang plagiat, karena jika dilihat dari konsep seperti Smash terlihat meniru boyband Super Junior dan Cherrybelle meniru girlband SNSD. Bahkan sinetron Indonesia-pun banyak yang meniru-niru ide cerita drama-drama asal Korea. Seperti contoh sinetron Benci Bilang Cinta yang mengadosi cerita drama Princess Hour, sinetron yang saat ini tayang Kau yang Berasal dari Bintang yang meniru cerita drama My Love From Other The Star dan masih banyak lagi. Kondisi pemerintah Indonesia yang cenderung tidak siap menerima masuknya budaya baru ke ranah domestik turut berperan penting di balik proses masuknya Korean Wave di Indonesia ini. Keadaan pemerintah yang belum stabil tersebut semakin mempermudah pergerakan Korean Wave untuk menerobos masuk dan menyebarkan pengaruhnya ke ranah publik. Selain itu, sikap pemerintahan Indonesia yang tidak tegas dalam menanggapi masuknya budaya baru membuat Korean Wave menjadi semakin leluasa masuk ke dalam lingkup nasional (Mularsasi, 2013). Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengangkat isu ini dengan menjadikan judul, yaitu Korean Pop sebagai Arena Budaya Baru (Studi pada Grup Cover Dance X-School).