BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG STATUS GIZI YANG

Download anggota hampir selalu didasarkan pada status hubungan anggota, bukan ... minuman beralkohol terdapat etil alkohol atau etanol berupa cairan...

0 downloads 394 Views 481KB Size
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Status gizi yang diartikan sebagai keadaan kesehatan fisik seseorang atau sekelompok orang yang ditentukan dengan salah satu atau kombinasi dari ukuranukuran gizi tertentu. Masalah gizi terjadi akibat dari ketidakseimbangan gizi yang masuk ke dalam tubuh seseorang, sehingga dapat terjadi kurang gizi dan gizi lebih, kedua masalah ini dapat mengakibatkan status kesehatan juga buruk. Persoalan kurang gizi disebabkan karena tidak tersedianya zat-zat gizi dalam kualitas dan kuantitas yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh sedangkan gizi lebih disebabkan karena zat-zat gizi dalam tubuh melebihi kebutuhan tubuh. Kecukupan zat-zat gizi ini pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi, dan makanan yang dikonsumsi pada gilirannya amat ditentukan oleh kebiasaan yang bertalian dengan makanan. Kebiasaan makan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan makanan telah ditanamkan sejak awal pertumbuhan manusia yang berakar dalam setiap kebudayaan manusia. Oleh sebab itu, berbicara mengenai kebiasaan makan berarti juga berbicara mengenai kebudayaan masyarakat (Hendra, 2008). Kebiasaan pemberian makanan yang terjadi karena kekurangtahuan, tahyul, dan adanya kepercayaan yang salah, dalam beberapa hal haruslah dianggap sebgai faktor yang bertanggung jawab dalam memperberat masalah gizi masyarakat, karena sebagian diketahui bahwa kebiasaan makan dalam anggota kelompok memberikan dampak pada distribusi makanan antar anggota kelompok dan mutu serta jumlah

Universitas Sumatera Utara

anggota hampir selalu didasarkan pada status hubungan anggota, bukan atas dasar pertimbangan-pertimbangan gizi (Khumaidi,1994). Pada dasarnya ada dua faktor utama yang memengaruhi kebiasaan makan manusia, yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor instrinsik adalah faktor yang berasal dari dalam diri manusia itu sendiri seperti asosiasi emosional, keadaan jasmani, keadaan jiwa dan penilaian terhadap makanan, sedangkan faktor ekstrinsik adalah faktor yang berasal dari luar diri manusia seperti lingkungan sosial, alam, budaya, agama dan ekonomi. Di daerah Pulau Sumatra bagian utara terutama di Tapanuli Utara merupakan tempat berdiamnya suku Batak Toba. Suku Batak merupakan salah satu dari sekian banyak suku-suku yang ada di Indonesia dan mempunyai tingkat kebudayaan yang tinggi pula. Suku Batak dalam kemajemukannya memiliki cara hidup yang berbeda dari suku-suku lain. Dalam hal tertentu orang Batak sangat terikat oleh adat istiadat mereka dan itu tidak meluntur sekalipun mereka hidup di luar kampung halamannya. Orang Batak juga sangat senang dalam berkumpul, bila orang Batak terutama kaum laki-laki berkumpul biasanya mereka senang untuk minum tuak.Di sekitar tempat orang Batak biasanya banyak warung tuak atau yang lebih dikenal dengan lapo tuak, kebiasaan minum tuak merupakan salah satu kebudayaan batak. Alkohol adalah bahan yang mempunyai efek farmakologik dan cenderung menimbulkan ketergantungan serta dapat berinteraksi dengan obat lain. Dalam minuman beralkohol terdapat etil alkohol atau etanol berupa cairan jernih, tidak berwarna dan rasanya pahit. Alkohol dapat diperoleh melalui proses fermentasi oleh mikroorganisme, gula, sari buah, biji-bijian, madu, umbi-umbian dan getah kaktus. Di Indonesia ada beberapa minuman yang mengandung kadar alkohol seperti bir,

Universitas Sumatera Utara

wiski,brandy, minuman tradisional seperti ciu, saguer dan tuak, masing-masing minuman tersebut mengandung kadar alkohol yang berbeda-beda (Tiur, 2008). Menurut catatan arkeologik, minuman beralkohol sudah dikenal manusia sejak kurang lebih 5000 tahun yang lalu. Alkohol merupakan penekan susunan saraf pusat tertua , dan bersama-sama kafein dan nikotin merupakan zat kimia yang paling banyak digunakan manusia. Alkohol paling berbahaya dibandingkan kafein dan nikotin. Minuman beralkohol merupakan bagian dari kehidupan manusia sehari-hari pada kebudayaan tertentu sehingga istilah drinking mempunyai arti minum minuman keras atau minuman beralkohol (Joewana,1989). Tuak merupakan minuman tradisional yang dijumpai pada beberapa daerah di Sumatera Utara, yang diperoleh dari hasil fermentasi nira aren dan nira kelapa. Tuak sebagai minuman tradisional telah menjadi turun-temurun, dimana konsumsi tuak sangat sulit dihilangkan dari kebiasaan masyarakat. Tuak berposisi sebagai minuman khas Batak Toba, karena meminum tuak bagi orang batak adalah sebagai lambang pergaulan dan simbol secara adat. Tuak diproduksi secara tradisional, sehingga sulit untuk mengetahui dan mengontrol kadar alkohol yang ada di dalam minuman tersebut. Tetapi secara umum Sunanto (1993) melaporkan bahwa tuak hasil fermentasi nira aren yang diperdagangkan dan dikonsumsi di Sumatera Utara rata-rata mengandung alkohol 4 %. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 151/A/SK/V/81 bahwa minuman atau obat tradisional yang tergolong dalam minuman keras adalah yang mengandung alkohol > 1 %. Dengan demikian tuak merupakan minuman beralkohol yang tidak jauh berbeda dengan minuman keras lainnya. Berdasarkan konsentrasi alkohol yang

Universitas Sumatera Utara

terkandung dalam tuak tersebut maka diduga bahwa masyarakat yang mengkonsumsi secara terus-menerus akan dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Berdasarkan data Riskesdas Desember 2007 Sumatera Utara (16.864 RT) prevalensi konsumsi alkohol 12 bulan terakhir adalah 6.1% dan prevalensi konsumsi alkohol 1 bulan terakhir adalah 4,4%. Sedangkan di Tapanuli Utara (640 RT) prevalensi konsumsi alkohol 12 bulan terakhir adalah 17.8% dan

prevalensi

konsumsi alkohol 1 bulan terakhir adalah 13,9%. Berdasarkan daerah, di Sumatera Utara prevalensi peminum alkohol 12 bulan terakhir lebih tinggi pada daerah pedesaan sebesar 7.7% dan konsumsi alkohol 1 bulan terakhir adalah 5,5% sedangkan di perkotaan prevalensi peminum alkohol 12 bulan terakhir sebesar 4,2% dan konsumsi alkohol 1 bulan terakhir adalah 3,0%. Konsumsi alkohol dalam jumlah sedikit tidak terlalu berpengaruh terhadap status gizi. Penelitian Breslow (2005) menyatakan bahwa konsumsi minuman beralkohol dengan kuantitas sedikit tidak mempengaruhi IMT. Hal ini berarti status gizi berada pada batas normal. Mengkonsumsi alkohol terlalu sering dengan kuantitas yang banyak dapat merusak organ-organ tubuh, kemudian dapat merusak sistem dari organ-organ tersebut terutama pada gastrointestinal. Kerusakan pada gastrointestinal trsebut menyebabkan rusaknya saluran usus, gastritis, diare dan mual muntah. Keempat hal tersebut memengaruhi penyerapan zat-zat gizi oleh tubuh sehingga dapat menyebabkan gejala-gejala kurang gizi. Konsumsi alkohol yang berlebihan juga dapat menyebabkan nafsu makan berkurang, karena ada rasa kenyang akibat adanya etanol yang terkandung di dalam alkohol. Etanol memiliki kandungan energi yang

Universitas Sumatera Utara

tinggi, yaitu menghasilkan kira-kira 7,1 kkal/g pada oksidasi, nilai ini terletak di antara senyawa karbohidrat dan lemak. Hal inilah yang menyebabkan pola makan terganggu dan kebutuhan tubuh akan zat-zat gizi tidak terpenuhi, sehingga dapat mengakibatkan kurang gizi. Di sisi lain, minuman beralkohol dapat meningkatkan risiko obesitas. Hal ini dikarenakan minuman beralkohol adalah energi padat dan tidak dapat menggantikan makanan, melainkan ditambahkan ke total asupan energi harian. Selain itu, penghambatan

oksidasi

karbohidrat

dan

lemak

berpotensi

meningkatkan

penyimpanan lemak di dalam tubuh. Berdasarkan penelitian Tolstrub (1997) pada 25.325 pria dan 24.552 wanita usia 50-65 tahun di Denmark ada hubungan positif antara jumlah alkohol yang dikonsumsi dengan kejadian obesitas. Hal ini sejalan dengan penelitian Wannamethee dan Shaper (2003) pada 6.832 pria dewasa muda di Inggris bahwa pria peminum alkohol berat (konsumsi alkohol lebih dari 30 gram) menunjukkan berat badan dan indeks massa tubuh tertinggi. Penduduk Desa Suka Maju sebagian besar bermatapencaharian bertani. Mereka memenuhi kebutuhan pokok dengan menjual hasil pertanian. Setiap sore setelah pulang dari sawah atau ladang kaum laki-laki langsung ke lapo tuak untuk meminum tuak yang disertai dengan tambul (sejenis cemilan) yaitu daging babi, ular, anjing dan biawak baik itu dijadikan sop ataupun digoreng. Biaasanya mereka meminum tuak sambil bernyayi, berbincang-bincang membahas masalah adat, kondisi ladang, politik, maupun masalah-masalah yang terjadi di Desa Suka Maju.

Universitas Sumatera Utara

Kebiasaan minum tuak yang dijumpai di lapo-lapo tuak di Desa Suka Maju, cenderung tidak sesuai dengan yang seharusnya. Tuak seharusnya hanya diminum dalam prosesi adat, misalnya pernikahan atau kematian. Itupun tak lebih dari satu gelas saja, dan sebaiknya diminum siang hari setelah makan. Sementara mereka minum tuak dengan jumlah lebih dari satu gelas bahkan lebih dari 5 gelas untuk sekali minum. Biasanya mereka membeli tuak per botol bir , satu botol bir bisa berisi dua stengah gelas tuak. Bahkan kebanyakan dari mereka mengkonsumsi tuak sebelum makan, padahal kandungan alkohol dalam tuak tersebut cukup besar. Pria lebih sering mengkonsumsi alkohol daripada wanita baik di negara berkembang maupun di negara maju, termasuk di Desa Suka Maju khususnya sebagai daerah penelitian. Berdasarkan hasil survei awal di lapangan, peneliti melihat pria dengan kebiasaan konsumsi tuak di Desa Suka Maju kurus akibat konsumsi tuak yang berlebihan dan ada juga yang memiliki berat badan lebih. Sebagian dari mereka ada yang menderita gastritis, diare dan sirosis hati. Oleh karena itu, perhatian terhadap kebiasaan konsumsi tuak dan masalah status gizi adalah hal yang penting. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis ingin mengetahui gambaran kebiasaan konsumsi tuak dan status gizi pada pria dewasa di Desa Suka Maju Kecamatan Pahae Jae Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2012. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Bagaimana gambaran kebiasaan konsumsi tuak dan status gizi pada pria dewasa di Desa Suka Maju Kecamatan Pahae Jae Tapanuli Utaara tahun 2012”.

Universitas Sumatera Utara

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui gambaran kebiasaan konsumsi tuak dan status gizi pada pria dewasa di Desa Suka Maju Kecamatan Pahae Jae Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2012. 1.3.2. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui frekuensi konsumsi tuak pada pria dewasa di Desa Suka Maju Kecamatan Pahae Jae Kabupaten Tapanuli Utara. 2. Untuk mengetahui kuantitas konsumsi tuak pada pria dewasa di Desa Suka Maju Kecamatan Pahae Jae Kabupaten Tapanuli Utara. 3. Untuk mengetahui waktu konsumsi tuak pada pria dewasa di Desa Suka Maju Kecamatan Pahae Jae Kabupaten Tapanuli Utara. 4. Untuk mengetahui kuantitas energi dan protein yang dikonsumsi oleh pria dewasa yang mengonsumsi tuak di Desa Suka Maju Kecamatan Pahae Jae Kabupaten Tapanuli Utara 1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari hasil penelitian ini adalah agar masyarakat mengetahui dampak dan bahaya konsumsi tuak yang berlebihan terhadap kesehatan yang bisa berpengaruh terhadap

status gizi, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan

pertimbangan bagi penduduk Desa Suka Maju untuk merubah kebiasaan mereka.

Universitas Sumatera Utara