BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang
Vertigo merupakan masalah kesehatan yang nyata pada masyarakat. Pasien mangalami kesulitan dalam mengungkapkan timbulnya gejala. Dokter umum dan spesialis yang memeriksa seringkali memiliki pengetahuan yang terbatas mengenai sistem vestibuler, disamping itu tidak ada pemeriksaan laboratorium yang tersedia untuk mendiagnosis vertigo (Kentala, 2003). Pasien vertigo mengeluhkan berbagai macam gejala meliputi mual, instabilitas postural, pandangan kabur, dan diorientasi. Gejala-gejala ini menimbulkan berbagai macam problem emosional dan fisik seperti emosional, kecemasan, dan ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari. Gangguan sistem vestibuler mempengaruhi kesehatan dan berhubungan dengan kualitas hidup. Pasien vertigo bisa menghindari kegiatan fisik dan stres psikologi dan menarik diri dari aktifitas sosial,
hal
tersebut
berhubungan
dengan
depresi
yang
mempengaruhi
pengendalian diri(Strosser et al., 2000). Penyebab vertigo meliputi vestibuler perifer (berasal dari sistim saraf perifer), vestibuler sentral dan kondisi lain (Sura et al., 2010). Vertigo perifer didefinisikan sebagai sensasi berputar dengan provokasi perubahan posisi disertai mual, muntah dan gangguan keseimbangan. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) dikonfirmasi dengan pemeriksaan Dix Hallpike, sedangkan Meniere disease selain pusing berputar, juga disertai adanya tinitus, dan kehilangan pendengaran (Von Brevern et al., 2007). Lima belas persen
1
2
diantara pasien yang dikonsulkan ke spesialis saraf adalah vertigo (Joesoef, 2002). Dizziness dan vertigo menempati urutan ketiga tersering yang disampaikan pasien di IRD (Koelliker et al., 2001). Di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta, pasien vertigo yang datang ke poliklinik saraf selama tahun 2004, sekitar 4,9% dari 13.355 kunjungan (Muzayyin et al., 2005). Vertigo mengenai semua golongan umur, insidensi 25% pada pasien usia lebih dari 25 tahun, dan 40% pada pasien usia lebih dari 40 tahun, dizziness dilaporkan sekitar 30% pada populasi berusia lebih dari 65 tahun (Kwong et al., 2005). Prevalensi vertigo tergantung faktor usia (Davis et al., 2003).Kelainan vestibuler perifer yang sering adalahBPPV, vestibular neuritis, Meniere”s disease dan vestibulopati. Insidensi vertigo perifer di malaysia berkisar 38-64,7% ( Yeow et.al., 2012).Studi yang dilakukan oleh Shami et al. (2011) terhadap 124 pasien di rumah sakit King Abdul aziz Riyadh, menunjukkan bahwa vertigo perifer didapatkan sebanyak 73,4%, sedangkan vertigo sentral didapatkan 15,3% dan 9,7% tidak diketahui etiologinya.Penelitian vertigo dari 12 klinik rawat jalan menunjukkan 50% pasien mengalami vestibulopati perifer seperti BPPV, vestibuler neuritis, atau penyakit Meniere, dan penyakit serebrovaskuler mencapai 19% (Delaney, 2003).Sampai saat ini, mekanisme yang mendasari penyakit ini belum jelas. Sunami et al.(2005) melaporkan adanya korelasi yang signifikan antara rekurensi BPPV dengan penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup, seperti hipertensi dan hiperlipidemia (Wadaet al., 2008).Sunami et al. (2005) melaporkan adanya hubungan yang signifikan antara rekurensi BPPV dengan hipertensi dan hiperlipidemia. Wada et al. (2005) juga melaporkan adanya
3
hubungan yang signifikan antara lama kesembuhan BPPV dengan riwayat hipertensi dan hiperlipidemi.Beberapa faktor yang berhubungan dengan BPPV yang sudah dilaporkan diantaranya umur, jenis kelamin wanita, penyakit telinga, trauma kepala, migren, diabetes dan osteoporosis (Cohen et al., 2004). Cukup banyak penyebab vertigo, baik vertigo tipe perifer maupun tipe sentral. Kelainan anatomi dan atau fisiologi vertigo terletak pada alat keseimbangan tubuh, penyebabnya dapat meliputi degenerasi, vaskuler, tumor, infeksi, inflamasi, kongenital, dan trauma (Sturzenegger, 1994). Indonesia saat ini menempati posisi keempat dari jumlah pasien DM di seluruh dunia, diperkirakan jumlah kasus DM mencapai 8,4 juta pasien dan akan meningkat menjadi 21,3 juta pasien pada tahun 2030. Diperkirakan prevalensi DM di Indonesia mencapai 1,2% hingga 2,3% berusia diatas 15 tahun (Wild et al., 2004). Diabetes melitus adalah salah satu faktor risiko terpenting untuk penyakit serebrovaskuler (Gillian et al., 1996). Penyebab utama kematian dan besarnya persentasi morbiditas pada pasien diabetes (tipe 1 atau tipe 2) adalah penyakit pembuluh
darah.
Diabetes
tipe
2
mengenai
pembuluh
darah
kecil
(microangiopathy) atau pembuluh darah besar (macroangiopathy). Penyakit pembuluh darah kecil ditandai dengan retinopati, neuropati, dan
nefropati,
sementara makroangiopati pada diabetes dimanifestasikan dengan kecepatan terjadinya aterosklerosis, yang mengenai organ-organ vital (jantung dan otak)(Calles-Escando, 2001). Meskipun prevalensi kerusakan vestibular belum jelas. Studi terbaru menunjukkan bahwa sekitar 60% pasien diabetes melitus baik tipe 1 atau tipe 2 memiliki kelainan vestibuler(Renaud, 2009).
4
Penelitian yang dilakukan Agrawal et al. (2009) terhadap lebih dari 21.000 orang, melaporkan prevalensi disfungsi vestibuler 35,4%, akan meningkat sesuai umur dan meningkat pada penduduk dengan diabetes. Studi morfologi menunjukkan bahwa perubahan mikrovaskuler akan mempengaruhi metabolisme cairan di dalam telinga bagian dalam, sehingga memicu lepasnya otolit pada orang dengan diabetes (Myers et al., 1987).Jika kelainan telinga dalam dikarenakan rusaknya mikrosirkulasi, maka disfungsi dari epitel sensoris akan terjadi, sehingga pelepasan otolit dari membran otolit akan meningkat dan absorbsi dari otolith menjadi terganggu. Lepasnya otolit ini dapat menyebabkan BPPV (Wada et al., 2008). Penelitian yang dilakukan Agrawal et al. (2009) terhadap lebih dari 21.000 orang, melaporkan prevalensi disfungsi vestibuler 35,4%, akan meningkat sesuai umur dan meningkat pada penduduk dengan diabetes. Studi morfologi menunjukkan bahwa perubahan mikrovaskuler akan mempengaruhi metabolisme cairan di dalam telinga bagian dalam, sehingga memicu lepasnya otolit pada orang dengan diabetes (Myers et al., 1987). Penelitian yang dilakukan oleh Yoda et al. (2011) melaporkan bahwa DM tipe II dapat menyebabkan otolith mudah terlepas di kanalis semisirkularis. Pasien dengan DM tipe II lebih sering menderita BPPV, tetapi hal ini tidak berhubungan dengan durasi penyakit. Pasien dengan kelainan metabolisme dapat menimbulkan gejala dan simptom auditori dan vestibuler. Telinga dalam sensitif terhadap gangguan metabolisme glukosa dan level insulin; gejala yang paling sering muncul adalah vertigo, gangguan pendengaran, tinitus dan telinga penuh. Stria vaskuler
5
tergantung dari konsentrasi glukosa darah, sehingga perubahan glukosa darah dapat menyebabkan kelainan pendengaran dan keseimbangan (Klagenberg, 2007). Sejumlah kelainan metabolisme glukosa mempengaruhi fungsi telinga dalam. Kelainan yang melibatkan metabolisme karbohidrat paling sering menyebabkan gangguan vestibuler dan auditori, dan paling sering adalah kasus yang disebabkan kelainan metabolisme glukosa. Pasien biasanya mengeluhkan vertigo, rasa seperti melayang, tinitus, lemas, berkeringat dan gemetar. Hipoglikemia, hiperglikemia dan perubahan level insulin yang ringan cukup menyebabkan gangguan pada labirin. Gangguan metabolik merupakan faktor penyebab mayor pada disfungsi vestibuler atau faktor yang memperburuk kelainan vestibuler yang sudah ada (Serra et al., 2009).Vertigo atau dizziness yang terjadi pada pasien DM yang berhubungan dengan disfungsi dari vestibuler (Zhang, 2008). Prevalensi otolit pada kanal semisirkularis lateral dan posterior secara signifikan lebih tinggi pada DM tipe 1 dibanding orang normal. Prevalensi dari otolit ini berhubungan dengan lama DM dan umur. DM tipe 1 berhubungan dengan deposit bebas yang mengapung di kanalis semisirkularis. Pasien DM tipe 1 dengan durasi penyakit yang lebih lama meningkatkan probabilitas terjadinya benign paroksismal positional vertigo (Yoda et al., 2011). Prevalensi neuropati diabetik sangat berhubungan dengan lama menderita DM, usia, status jender, dan pengendalian metabolik, dan didapatkan pada 20,8% (19,1-22,5%) pasien lama DM kurang dari 5 tahun dan 36,8% (34,9-38,7%) pasien lama menderita DM lebih dari 10 tahun (Young et al., 1993).
6
Kelompok pasien diabetes dengan durasi lebih dari sama dengan 5 tahun lebih sering mengalami aterosklerosis dibandingkan dengan durasi kurang dari 5 tahun (71,4% vs. 34,0%). Selain itu, durasi DM juga bisa untuk memprediksi proses perkembangan ateriosklerosis pada pembuluh darah serebral(Dikanovic et al., 2005). Beberapa faktor yang berhubungan dengan BPPV telah dilaporkan, termasuk usia lanjut, status jenderperempuan, penyakit telinga yang lain, trauma kepala, migren, diabetes dan osteoporosis (Cohen, 2004). Partikel kecil yang mungkin menyebabkan BPPV masuk ke kanalis semisirkularis memicu aliran endolimfe karena perubahan partikel karena posisi kepala.Pada penelitian yang dilakukan oleh Yoda et al. (2011), melaporkan bahwa terdapat prevalensi yang lebih tinggi adanya otolit pada pasien dengan DM tipe II dibandingkan populasi normal. Kelainan vestibuler pada pasien diabetes muda berhubungan secara langsung dengan durasi sakit dan pengendalian faktor metabolik yang jelek. Kelainan sistim vestibuler perifer pada pasien diabetes lebih sering muncul pada penderita DM dengan durasi penyakit lebih dari5 tahun atau lebih dibandingkan yang kurang dari 5 tahun(Abdel, 2011). B.
Perumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang yang yang telah diuraikan di atas terdapat beberapa permasalahan sebagai berikut: 1)
Vertigo perifer merupakan keluhan yang sering yang membawa pasien datang ke dokter.
7
2)
Komplikasi DM tipe 2 baik mikroangiopati maupun makroangiopati bisa menyebabkan keluhan vertigo baik perifer..
3)
Pengaruh lama menderita DM terhadap vertigo perifer masih belum jelas.
4)
Penelitian tentang pengaruh antara lama menderita DM tipe 2 dengan vertigo periferbelum pernah dilakukan di Yogyakarta. C.
Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan permasalahan diatas timbul pertanyaan penelitian, yaitu apakah pasien yang lebih lama menderita DM tipe II mempunyai risiko lebih besar untuk timbulnya vertigo perifer. D.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh antara lama menderita DM tipe 2 dengan terjadinya vertigo perifer. E.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah untuk mengetahui gejala komplikasi mikroangiopati maupun makroangiopati dalam hal ini vertigo perifer sehingga penatalaksanaan dan pencegahan bisa lebih tepat dan spesifik, dan juga bisa untuk mulai melakukan pencegahan dan pelacakan lebih lanjut dari komplikasi DM tipe 2 yang lain dan diharapkan dapat menambah pengetahuan tenaga kesehatan dan masyarakat tentang pengaruh lama menderita DM terhadap kejadian vertigo perifer F.
Keaslian Penelitian
Setelah dilakukan penelusuran terhadap hasil penelitian-penelitian terdahulu, belum didapatkan kesimpulan yang dapat menghubungkan antara lama
8
menderita DM tipe 2vertigo perifer dengan terjadinya vertigo perifer. Penelitian ini belum pernah dilakukan di Yogyakarta. Penelitian sebelumnya tercantum pada tabel 1.
Tabel 1. Penelitian vertigo dan DM sebelumnya Peneliti,Judul Renaud et al., 2009. Neuro-otologic symptoms in patients with type 2 diabetes mellitus Rigon et al., 2007. Otoneurologic findings in type 1 Diabetes mellitus patients. Santos dan Bittar, 2012. Vertigo and metabolic disorder Fonseca et al., 2006. Correlation between dizziness and impaired glucose metabolism. Penelitian ini
Metode Cross sectional
Hasil Pasien dengan DM tipe 2 lebih sering mngeluhkan gejala dizziness (49%).
Clinical prospektive
DM tipe 1 dapat mempengaruhi organ organ vestibuler.
Retrospektif
Prevalensi dizziness pada kelainan metabolik lebih tinggi Dizziness nerupakan indikator perubahan metabolisme glukosa pada respon vectoelectronystagmography. Menilai pengaruh lama DM terhadap vertigo perifer
Studi kasus kontrol
Studi kasus kontrol