BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Siklus Hidrologi Hidrologi adalah suatu ilmu tentang kehadiran dan gerakan air di alam. Pada prinsipnya, jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti suatu aliran yang dinamakan “siklus hidrologi”. Siklus Hidrologi adalah suatu proses yang berkaitan, dimana air diangkut dari lautan ke atmosfer (udara), ke darat dan kembali lagi ke laut, seperti digambarkan pada Gambar 2.1.
Sumber : (http://kelembagaandas.wordpress.com/kelembagaan-pengelolaan-das/skdirjen-rlps-1)
Gambar 2.1. Ilustrasi Siklus Hidrologi
5 Universitas Sumatera Utara
6
Hujan yang jatuh ke bumi baik langsung menjadi aliran maupun tidak langsung yaitu melalui vegetasi atau media lainnnya akan membentuk siklus aliran air mulai dari tempat yang tinggi (gunung, pegunungan) menuju ke tempat yang rendah baik di permukaan tanah maupun di dalam tanah yang berakhir di laut. Dengan adanya penyinaran matahari, maka semua air yang ada dipermukaan bumi akan berubah wujud berupa gas/uap akibat panas matahari dan disebut dengan penguapan atau evaporasi dan transpirasi. Uap ini bergerak di atmosfer (udara) kemudian akibat perbedaan temperatur di atmosfer dari panas menjadi dingin maka air akan terbentuk akibat kondensasi dari uap menjadi cairan (from air to liquid state). Bila temperatur berada di bawah titik beku (freezing point) kristal-kristal es terbentuk. Tetesan air kecil (tiny droplet) umbuh oleh kondensasi dan berbenturan dengan tetesan air lainnya dan terbawa oleh gerakan udara turbulen sampai pada kondisi yang cukup besar menjadi butir-butir air. Apabila jumlah butir sir sudah cukup banyak dan akibat berat sendiri (pengaruh gravitasi) butir-butir air itu akan turun ke bumi dan proses turunnya butiran air ini disebut dengan hujan atau presipitasi. Bila temperatur udara turun sampai dibawah 0º Celcius, maka butiran air akan berubah menjadi salju [Chow dkk., 1988]. Hujan jatuh ke bumi baik secara langsung maupun melalui media misalnya melalui tanaman (vegetasi). Di bumi air mengalir dan bergerak dengan berbagai cara. Pada retensi (tempat penyimpanan) air akan menetap untuk beberapa waktu. Retensi dapat berupa retensi alam seperti darah-daerah cekungan, danau tempat-
Universitas Sumatera Utara
7
tempat yang rendah dll., maupun retensi buatan seperti tampungan, sumur, embung, waduk dll. Secara gravitasi (alami) air mengalir dari daerah yang tinggi ke daerah yang rendah, dari gunung-gunung, pegunungan ke lembah, lalu ke daerah yang lebih rendah, sampai ke daerah pantai dan akhirnya akan bermuara ke laut. Aliran air ini disebut aliran permukaan tanah karena bergerak di atas muka tanah. Aliran ini biasanya akan memasuki daerah tangkapan atau daerah aliran menuju kesistem jaringan sungai, sistem danau atau waduk. Dalam sistem sungai aliran mengalir mulai dari sistem sungai kecil ke sistem sungai yang besar dan akhirnya menuju mulut sungai atau sering disebut estuary yaitu tempat bertemunya sungai dengan laut. Air hujan sebagian mengalir meresap kedalam tanah atau yang sering disebut dengan Infiltrasi, dan bergerak terus kebawah. Air hujan yang jatuh ke bumi sebagian menguap (evaporasi dan transpirasi) dan membentuk uap air. Sebagian lagi mengalir masuk kedalam tanah (infiltrasi, perkolasi, kapiler). Air tanah adalah air yang bergerak di dalam tanah yang terdapat di dalam ruang – ruang antara butir – butir tanah dan di dalam retak – retak dari batuan. Dahulu disebut air lapisan dan yang terakhir disebut air celah (fissure water). Aliran air tanah dapat dibedakan menjadi aliran tanah dangkal, aliran tanah antara dan aliran dasar (base flow). Disebut aliran dasar karena aliran ini merupakan aliran yang mengisi sistem jaringan sungai. Hal ini dapat dilihat pada musim kemarau, ketika hujan tidak turun untuk beberapa waktu, pada suatu sistem sungai tertentu aliran masih tetap dan kontinyu.
Universitas Sumatera Utara
8
Sebagian air yang tersimpan sebagai air tanah (groundwater) yang akan keluar ke permukaan tanah sebagai limpasan, yakni limpasan permukaan (surface runoff), aliran intra (interflow) dan limpasan air tanah (groundwater runoff) yang terkumpul di sungai yang akhirnya akan mengalir ke laut kembali terjadi penguapan dan begitu seterusnya mengikuti siklus hidrologi. Penyimpanan air tanah besarnya tergantung dari kondisi geologi setempat dan waktu. Kondisi tata guna lahan juga berpengaruh terhadap tampungan air tanah, misalnya lahan hutan yang beralih fungsi mejadi daerah pemukiman dan curah hujan daerah tersebut. Sebagai permulaan dari simulasi harus ditentukan penyimpangan awal ( initial storage ). Hujan jatuh ke bumi baik secara langsung maupun melalui media misalnya melalui tanaman (vegetasi), masuk ke tanah begitu juga hujan yang terinfiltrasi. Sedangkan air yang tidak terinfiltrasi yang merupakan limpasan mengalir ke tempat yang lebih rendah, mengalir ke danau dan tertampung. Dan hujan yang langsung jatuh di atas sebuah danau (reservoir) air hujan (presipitasi) yang langsung jatuh diatas danau menjadi tampungan langsung. Air yang tertahan di danau akan mengalir melalui sistem jaringan sungai, permukaan tanah (akibat debit banjir) dan merembes melalui tanah. Hidrologi adalah ilmu yang berkaitan dengan air di bumi, baik mengenai terjadinya, peredaran dan penyebarannya, sifat-sifatnya hubungan dengan lingkungannya terutama dengan makhluk hidup. Penerapan ilmu hidrologi dapat dijumpai dalam beberapa kegiatan seperti perencanaan dan operasi bangunan air, penyediaan air untuk berbagai keperluan (air bersih, irigasi, perikanan,
Universitas Sumatera Utara
9
peternakan), pembangkit listrik, tenaga air, pengendalian banjir, pengendalian erosi dan sedimentasi, transportasi air.( menurut Bambang Triatmodjo). Secara umum evaluasi perencanaan pada embung merupakan salah satu bagian evaluasi awal dalam perencanaan atau perancangan bangunan-bangunan hidraulik. Pengertian yang terkandung didalam perencanaan embung adalah bahwa informasi dan besaran-besaran yang diperoleh dalam evaluasi perencanaan embung dikabupaten Simeulue Tengah ini merupakan masukan penting untuk mensejahterahkan kebutuhan irigasi setempat. Evaporasi yang lain dapat terjadi pada sistem sungai, embung, reservoir, waduk maupun air laut yang merupakan sumber air terbesar. Walaupun laut adalah tempat dengan sumber air terbesar namun tidak bisa langsung di manfaatkan sebagai sumber kehidupan karena mengandung garam atau air asin (salt water). 2.2
Definisi Embung Embung adalah bangunan yang berfungsi untuk menampung air hujan dan
digunakan pada musim kemarau bagi suatu kelompok masyarakat desa, atau embung didefenisikan sebagai konservasi air berbentuk kolam untuk menampung air hujan dan air limpasan (run off) serta sumber air lainnya untuk mendukung usaha pertanian, perkebunan dan peternakan. Embung atau tandon air merupakan waduk berukuran mikro di lahan pertanian (small farm reservoir) yang dibangun untuk menampung kelebihan air hujan di musim hujan. Air yang ditampung tersebut selanjutnya digunakan sebagai sumber irigasi suplementer untuk budidaya komoditas pertanian bernilai
Universitas Sumatera Utara
10
ekonomi tinggi ( high added value crops) di musim kemarau atau di saat curah hujan makin jarang. Menurut komisi Dam dunia embung dan waduk sering juga disebut danau buatan yang besar. Bendungan atau waduk besar. Bendungan atau besar adalah bila tinggi bendungan lebih kecil dari 15 meter, sedangkan embung atau waduk kecil dan tinggi bendungan kurang 15 meter. Embung Seifulu ini memakai beton struktur, dan memakai berupa tanggul dari timbunan tanah pilihan. Embung Seifulu dari muka tanah Cuma 5 meter dengan beton struktur dan urug dengan timbunan pilihan. Panjang tanggulnggul embung Seifulu ini sekitar 200 meter, rata-rata muka tanah permukaan air minimum 7 meter. 2.2.1 Analisa Volume Embung Fungsi utama embung adalah untuk memanfaatkan air pada musim penghujan, menampung air sehingga dapat di manfaatkan pada musim kemarau. Hal yang terpenting dari embung adalah kapasitas embung atau kapasitas tampungan yang meliputi :
Kapasitas Efektif
adalah volume tampungan dari embung yang dapat
dimanfaatkan untuk melayani kebutuhan air yang ada.
Kapasitas Mati adalah volume tampungan untuk sedimen. Kapasitas tampungan tersebut perlu diketahui sebab merupakan dasar untuk perencanaan bangunan-bangunan seperti bendungan, spillway, maupun intake.
Universitas Sumatera Utara
11
2.2.2 Analisa Penyedia Air
Lengkung kapasitas waduk Lengkung kapasitas embung merupakan grafik yang menghubungkan luas daerah genangan dengan volume tampungan terhadap elevasinya. Berhubung fungsi utama embung adalah untuk menyediakan tampungan, maka cirri fisik utama yang terpenting adalah kapasitas tampungan. Secara sistematis volume tampungan waduk dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut : Ii = (h(i+1) x 0,5 x (Fi + F (i+1) .....................................................(2.1) It = ∑
.....................................................................................(2.2)
Dimana : Ii
= Volume pada setiap elevasi ketinggian mulai h(i+1)(m³)
F₁
= Luas genangan pada elevasi tinggi h(i+1) (m³)
F(i+1) = Luas genangan pada elevasi tinggi h (i+1) (m³) It
= Volume total (m³)
Universitas Sumatera Utara
12
2.3 Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan unit hidrologi dasar. Bila kita memandang suatu system yang mengalir yang dapat diterapkan pada suatu daerah aliran sungai, maka akan nampak struktur sistem dari daerah ini adalah Daerah Aliran Sungai yang merupakan lahan total dan permukaan air yang di batasi oleh suatu batas air, topografi dan dengan salah satu cara memberikan sumbangan terhadap debit sungai pada suatu daerah. Daerah aliran sungai merupakan dasar pengelolaan untuk sumber daya air. Gabungan beberapa DAS menjadi Satuan Wilayah Sungai. Dalam mempelajari ekosistem DAS, dapat diklasifikasikan menjadi daerah hulu, tengah dan hilir. DAS bagian hulu dicirikan sebagai daerah konservasi, DAS bagian hilir merupakan daerah pemanfaatan. DAS bagian hulu mempunyai arti penting terutama dari segi perlindungan fungsi tata air, karena itu setiap terjadinya kegiatan di daerah hulu akan menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi debit dan transport sedimen serta material terlarut dalam sistem aliran airnya. Dengan perkataan lain ekosistem DAS, bagian hulu mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan DAS. Perlindungan ini antara lain dari segi fungsi tata air, dan oleh karenanya pengelolaan DAS hulu seringkali menjadi fokus perhatian mengingat dalam suatu DAS, bagian hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui siklus hidrologi. Dalam rangka memberikan gambaran keterkaitan secara menyeluruh dalam pengelolaan DAS, terlebih dahulu diperlukan batasan-batasan mengenai DAS berdasarkan fungsi, yaitu pertama DAS bagian hulu didasarkan pada fungsi konservasi yang dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar
Universitas Sumatera Utara
13
tidak terdegradasi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kondisi tutupan vegetasi lahan DAS, kualitas air, kemampuan menyimpan air (debit), dan curah hujan. Kedua DAS bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang antara lain dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air, kemampuan menyalurkan air, dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada prasarana pengairan seperti pengelolaan sungai, waduk, dan danau. Ketiga DAS bagian hilir didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan menyalurkan air, ketinggian curah hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian, air bersih, serta pengelolaan air limbah.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2 DAS (Daerah Aliran Sungai) Seifulu Simeulue Tengah
14 Universitas Sumatera Utara
2.4 Analisa Curah Hujan 2.4.1 Curah Hujan Rata – Rata Areal Curah hujan rata–rata adalah tinggi air hujan yang jatuh pada suatu wilayah, dihitung setiap periode waktu (perbulan atau pertahun). Data hujan yang tercatat di setiap stasiun penakar hujan adalah tinggi hujan di sekitar stasiun tersebut. Ada tiga cara untuk menghitung hujan rata-rata daearah aliran yang bisa dilakukan, yaitu : 1. Metode Arithmetic Mean Biasanya cara ini digunakan pada daearah datar dan banyak stasiun penakar hujannya dan dengan anggapan bahwa di daerah tersebut sifat curah hujannya adalah merata. Perhitungan dengan cara ini lebih obyektif daripada cara isohyet, dimana faktor subyektif masih turut menentukan. R = 1n (R1 + R2 + ... + Rn )…………………………………......…...…(2.3)
Dimana : R : Area Rainfall (mm)
n : Jumlah stasiun pengamat R1 ,R2 , ..., Rn : Point Rainfall stasiun ke-i (mm) 2. Metode Polygon Thiessen Cara ini memasukkan faktor pengaruh daerah yang diwakili oleh stasiun penakar hujan yang disebut weighting factor atau disebut juga Koefisien Thiessen. Cara ini biasanya digunakan apabila titik-titik pengamatan di dalam daerah studi
15 Universitas Sumatera Utara
16
tidak tersebar secara merata. Metode Theissen akan memberikan hasil yang lebih teliti daripada cara aljabar tetapi untuk penentuan titik pengamatannya dan pemilihan ketinggian akan mempengaruhi ketelitian yang akan didapat juga seandainya untuk penentuan kembali jaringan segitiga jika terdapat kekurangan pengamatan pada salah satu titik pengamatan (Sosrodarsono, Suyono, 1987).
Semua stasiun yang di dalam (atau di luar) DAS dihubungkan dengan garis, sehingga
terbentuk
jaringan
segitiga-segitiga.
Hendaknya
dihindari
terbentuknya segitiga dengan sudut sangat tumpul.
Pada masing-masing segitiga ditarik garis sumbunya, dan semua garis sumbu tersebut membentuk poligon.
Luas daerah yang hujannya dianggap diwakili oleh salah satu stasiun yang bersangkutan adalah daerah yang dibatasi oleh garis-garis poligon tersebut (atau dengan batas DAS).
Luas relatif daerah ini dengan luas DAS merupakan faktor koreksinya.
R = W1 R1 + W2 R2 + ... + Wn Rn ..................................................................(2.4)
Wi =
Ai ............................................................................................................(2.5) An
Dimana : R = Curah hujan maksimum harian rata-rata
Wi = Faktor pembobot Ai = Luas daerah pengaruh stasiun i A = Luas daerah aliran
R = Tinggi hujan pada stasiun n = Jumlah titik pengamat
Universitas Sumatera Utara
17
Berikut ini pada gambar 2.3 merupakan metode poligon Thiessen
Gambar 2.3 Cara Poligon Thiessen Cara di atas dipandang cukup baik karena memberikan koreksi terhadap kedalaman hujan sebagai fungsi luas daerah yang (dianggap) diwakili. Akan tetapi cara ini dipandang belum memuaskan karena pengaruh topografi tidak tampak. Demikian pula apabila salah satu stasiun tidak berfungsi, misalnya rusak atau data tidak benar, maka poligon harus diubah. 3. Metode Isohyet Cara lain yang diharapkan lebih baik (dengan mencoba memasukkan pengaruh topografi) adalah dengan cara isohyets. Isohyets ini adalah garis yang menghubungkan tempat-tempat yang mempunyai kedalaman hujan sama pada saat yang bersamaan. Pada dasarnya cara hitungan sama dengan yang digunakan dalam cara poligon Thiessen, kecuali dalam penetapan besaran faktok koreksinya. Hujan Ri ditetapkan sebagai hujan rata-rata antara dua buah isohyets (atau dengan batas DAS) terhadap luas DAS. Kesulitan yang dijumpai adalah kesulitan dalam setiap kali harus menggambar garis isohyet, dan juga masuknya unsur subjektivitas dalam penggambaran isohyet.
Universitas Sumatera Utara
18
R=
A 1 R 1 + A 2 R 2 + ... + A n R n ....................................................(2.6) A 1 + A 2 + ... + A n
Dimana :
A1 , A 2 , ... , A n = Luas bagian-bagian antara garis-garis Isohyet R 1 , R 2 , ... , R n = Curah hujan rata-rata pada bagian A1 , A 2 , ... , A n Gambar 2.4 berikut ini adalah metode garis Ishoyet.
Gambar 2.4 Cara Garis Isohyet 4. Metode Meteorological Water Balance Dr. F.J. Mock Metode ini ditemukan oleh Dr. F.J. Mock pada tahun 1973 dimana metode ini didasarkan atas fenomena alam dibeberapa tempat di Indonesia. Dengan metode ini, besarnya aliran dari data curah hujan , karakteristik hidrologi daerah pengaliran dan evapotranspirasi dapat dihitung. Pada dasarnya metode ini adalah hujan yang jatuh pada catchment area sebagian akan hilang sebagai evapotranspirasi, sebagian akan langsung menjadi aliran permukaan (direct run off) dan sebagian lagi akan masuk kedalam tanah (infiltrasi), dimana infiltrasi pertama-tama akan menjenuhkan top soil, kemudian menjadi perkolasi membentuk air bawah tanah (ground water) yang nantinya akan keluar ke sungai sebagai aliran dasar (base flow).
Universitas Sumatera Utara
19
2.4.2 Distribusi Frekuensi Curah Hujan Sistem-sistem sumber daya air harus dirancang bagi hal-hal yang akan terjadi pada masa yang akan datang, yang tak dapat dipastikan kapan akan terjadi. Oleh karena itu, ahli hidrologi harus memberikan suatu pernyataan probabilitas bahwa aliran-aliran sungai akan menyamai atau melebihi suatu nilai yang telah ditentukan. Probabilitas adalah suatu basis matematis bagi peramalan, dimana rangkaian hasil lengkap yang didapat merupakan rasio hasil-hasil yang akan menghasilkan suatu kejadian tertentu terhadap jumlah total hasil yang mungkin. Probabilitas-probabilitas tersebut penting artinya bagi evaluasi ekonomi dan
social
dari
suatu
perencanaan
bangunan
air.
Perencanaan
untuk
mengendalikan banjir yang mempunyai probabilitas tertentu mengandung pengakuan bahwa kemampuan proyek sekali-sekali dapat dilampaui dan kerusakan harus dialami. Namun, biaya perbaikan kerusakan itu akan lebih murah setelah periode pengoperasian yang panjang jika dibandingkan dengan pembuatan bangunan yang khusus dimaksudkan sebagai perlindungan terhadapa keadaan yang paling buruk. Tujuan perencanaan itubukan untuk menghilangkan semua banjir tersebut, melainkan untuk mereduksi frekwensi banjirnya, yang berarti juga mengurangi kerusakan yang ditimbulkan. Curah hujan rancangan dihitung berdasarkan analisis Probabilitas Frekuensi seperti yang yang mengacu pada SK SNI M-18-1989 tentang Metode Perhitungan debit banjir. Tujuan dari analisa distribusi frekuensi curah hujan adalah untuk memperkirakan besarnya variate-variate masa ulang tertentu.
Universitas Sumatera Utara
20
Banyak macam distribusi teoritis yang kesemuanya itu dapat dibagi dua, yaitu diskrit dan kontinu. Diskrit diantaranya adalah Binominal dan Poisson, sedangkan kontinu adalah Normal, Log Normal, Gamma, Beta, Pearson dan Gumbel. Untuk menganalisis probabilitas banjir biasanya dipakai beberapa macam distribusi yaitu: a) Distribusi Gumbel Menurut Gumbel (1941), persoalan tertua adalah berhubungan dengan nilai-nilai ekstrem datang dari persoalan banjir. Tujuan teori statistik nilainilai ekstrem adalah untuk menganalisis hasil pengamatan nilai-nilai ekstrem tersebut untuk memperkirakan nilai-nilai ekstrem berikutnya. Gumbel menggunakan teori nilai ekstrem untuk menunjukkan bahwa dalam deret nilai-nilai ekstrem X1, X2, X3, ......., Xn, dengan sampel-sampel yang sama besar, dan X merupakan variabel berdistribusi eksponensial, maka probabilitas kumulatifnya P, pada sebarang nilai di antara n buah nilai Xn akan lebih kecil dari nilai X tertentu (dengan waktu balik Tr). b) Log Person Type III Parameter-parameter statistic yang diperlukan oleh distribusi Pearson Type III adalah: - Nilai tengah - Standard deviasi - Koefisiensi skewness Untuk menghitung banjir perencanaan dalam praktek, the Hydrology Committee of the Water Resources Council, USA, menganjurkan, pertama kali mentransformasikan data ke nilai-nilai logaritma kemudian menghitung
Universitas Sumatera Utara
21
parameter-parameter statistiknya. Karena transformasi tersebut, maka cara ini disebut log Pearson type III. c) Normal d) Log Normal
2.4.3 Debit Andalan Debit andalan (dependable flow) adalah debit yang selalu tersedia sepanjang tahun yang dapat dipakai untuk irigasi. Dalam penelitian ini debit andalan merupakan debit yang memiliki probabilitas 80%. Debit dengan probabilitas 80% adalah debit yang memiliki kemungkinan terjadi di bendung sebesar 80% dari 100% kejadian. Jumlah kejadian yang dimaksud adalah jumlah data yang digunakan untuk menganalisis probabilitas tersebut. Jumlah data minimum yang diperlukan untuk analisis adalah lima tahun dan pada umumnya untuk memperoleh nilai yang baik data yang digunakan hendaknya berjumlah 10 tahun data. Debit andalan 80% ialah debit dengan kemungkinana terpenuhi 80% atau tidak terpenuhi 20% dari periode waktu tertentu. Untuk menentukan kemungkinan terpenuhi atau tidak terpenuhi, debit yang sudah diamati disusun dengan urutan dari terbesar menuju terkecil. Langkah perhitungan metode DR.F.J. Mock : 1. Hitung Evapotranspirasi Potensial a. Data curah hujan dan hari hujan dalam sebulan b. Evapotranspirasi c. Faktor Karakteristik Hidrologi, (Exposed Surface)
Universitas Sumatera Utara
22
Exposed surface (m%) ditaksir berdasarkan peta tata guna lahan atau dengan asumsi : M = 0% untuk lahan dengan hutan lebat, pada akhir musim hujan dan bertambah 10% setiap bulan kering untuk lahan sekunder, M = 10% - 40% untuk lahan yang tererosi, dan M = 20% - 50% untuk lahan pertanian yang diolah. 2. Hitung Limited Evapotranspirasi (ET) 3. Hitung Water Balance Water balance adalah presipitasi yang jatuh ke permukaan daratan setelah mengalami penguapan, yaitu nilai evapotranspirasi Terbatas. 4. Hitung Aliran Dasar (baseflow) dan Limpasan Langsung (direct runoff). Nilai baseflow (Qg) dan runoff (Qi) tergantung dari kondisi daerah tangkapan air dan keseimbangan airnya. 2.5 Jaringan Irigasi Irigasi atau pengairan adalah suatu usaha untuk memberikan air guna keperluan pertanian yang dilakukan dengan tertib dan teratur untuk daerah pertanian yang membutuhkannya dan kemudian air itu dipergunakan secara tertib dan teratur dan dibuang kesaluran pembuang. Istilah irigasi diartikan suatu bidang pembinaan atas air dari sumber-sumber air, termasuk kekayaan alam hewani yang terkandung didalamnya, baik yang alamiah maupun yang diusahakan manusia. Pengairan selanjutnya diartikan sebagai pemanfaatan serta pengaturan air dan sumber-sumber air yang meliputi irigasi, pengembangan daerah rawa,
Universitas Sumatera Utara
23
pengendalian banjir, serta usaha perbaikan sungai, waduk dan pengaturan penyediaan air minum, air perkotaan dan air industri. Jaringan irigasi adalah saluran, bangunan, dan bangunan pelengkapnya yang merupakan satu kesatuan dan diperlukan untuk pengaturan air irigasi mulai dari penyediaan, pengambilan, pembagian, pemberian, penggunaan, dan pembuangannya. Jaringan utama adalah jaringan irigasi yang berada dalam satu sistem irigasi, mulai dari bangunan utama, saluran induk atau primer, saluran sekunder, dan bangunan sadap serta bangunan pelengkapnya. Jaringan tersier adalah jaringan irigasi yang berfungsi sebagai prasarana pelayanan air di dalam petak tersier yang terdiri dari saluran pembawa yang disebut saluran tersier, saluran pembagi yang disebut saluran kuarter dan saluran pembuang berikut. saluran bangunan turutan serta pelengkapnya, termasuk jaringan irigasi pompa yang luas areal pelayanannya disamakan dengan areal tersier. 2.5.1 Pengertian Evapotranspirasi Evapotranspirasi atau disebut penguapan adalah gabungan dari dua peristiwa yakni evaporasi dan transpirasi yang terjadi secara bersamaan disebut juga peristiwa evapotranspirasi. Kedua proses ini sulit untuk dibedakan karena keduanya terjadi secara simultan. Faktor iklim yang sangat mempengaruhi peristiwa ini, diantaranya adalah suhu, udara, kelembaban, kecepatan angin, tekanan udara,dan sinar matahari. Banyak rumus tersedia untuk menghitung besarnya evapotranspirasi yang terjadi, salah satunya adalah Metode Penman.
Universitas Sumatera Utara
24
2.5.2 Perhitungan Evapotranspirasi Pada Metode Penman modifikasi Metode ini pertama kali dibuat oleh H.L Penman (Rothamsted Experimental Station, Harpenden, England) tahun 1984. Metode Penman pada mulanya dikembangkan untuk menentukan besarnya evaporasi dari permukaan air terbuka (E0). Dalam perkembangannya, metode tersebut digunakan untuk menentukan besarnya evapotranspirasi potensial dari suatu vegetasi dengan memanfaatkan data iklim mikro yang diperoleh dari atas vegetasi yang akan menjadi
kajian.
Banyak
rumus
tersedia
untuk
menghitung
besarnya
evapotranspirasi yang terjadi salah satunya adalah Metode Penman. ETO = c [ w Rn + (1 – w) f(u) (ea – ed) ................................................(2.7) Dimana : ETO : Evapotranspirasi acuan (mm/hari) w
: Faktor koreksi terhadap temperatur
Rn
: Radiasi netto (mm/hari)
f(u) : Fungsi angin (ea – ed) : Perbedaan tekanan uap air jenuh dengan tekanan uap air nyata (mbar) c
: Faktor pergantian cuaca akibat siang dan malam
Universitas Sumatera Utara
25
2.5.3 Faktor-faktor Klimatologi Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya evapotranspirasi adalah sebagai berikut: 1. Radiasi Matahari Evapotransirasi merupakan konversi air ke dalam uap air. Proses ini berjalan terus hampir tanpa berhenti di siang hari dan kerap kali juga di malam hari. Perubahan dari keadaan cair menjadi gas ini memerlukan energi berupa panas laten untuk evapotranspirasi. Proses tersebut akan sangat aktif jika ada penyinaran matahari langsung. 2. Angin Jika air menguap ke atmosfir maka batas lapisan atas antara permukaan tanah dan udara menjadi jenuh oleh uap air sehingga proses penguapan berhenti. Agar proses tersebut dapat berjalan terus, lapisan jenuh harus diganti dengan udara kering. Pergantian itu hanya mungkin kalau ada angin, yang akan menggeser komponen uap air. Jadi, kecepatan angin memegang peranan penting dalam proses evapotranspirasi. 3. Kelembaban Relatif Faktor lain yang mempengaruhi evapotranspirasi adalah kelembaban relatif udara. Jika kelembaban relatif ini naik, maka kemampuan udara untuk menyerap air akan berkurang sehingga laju evapotranspirasinya menurun. Penggantian lapisan udara pada batas tanah dan udara dengan udara yang sama kelembaban relatifnya tidak akan menolong dalam memperbesar laju evapotranspirasi.
Universitas Sumatera Utara
26
4. Suhu (Temperatur) Seperti telah disebutkan di atas energi sangat diperlukan agar evapotranspirasi berjalan terus. Jika suhu udara dan tanah cukup tinggi, proses evapotranspirasi berjalan lebih cepat dibandingkan dengan jika suhu udara dan tanah rendah dengan adanya energi panas yang tersedia. Kemampuan udara untuk menyerap uap air naik jika suhunya naik, maka suhu udara mempunyai efek ganda terhadap besarnya evapotranspirasi dengan mempengaruhi kemampuan udara menyerap uap air dan mempengaruhi suhu tanah yang akan mempercepat penguapan.
5. Variasi elevasi/ketinggian Pada suatu zona iklim tertentu ET akan berbeda sesuai dengan ketinggian dihitung dari elevasi permukaan air laut, ini sebenarnya bukan berbeda karena ketinggian itu sendiri tetapi diakibatkan oleh temperature, karena lengas dan kecepatan angin berhembus yang berkaitan dengan ketinggian wilayah yang dimaksud juga radiasi matahari untuk wilayah tinggi berbeda dengan wilayah yang rendah. ETO = c [ w Rn + (1 – w) f(u) (ea – ed) ] ..................................................(2.8) Dimana : ETO
= Evapotranspirasi acuan (mm/hari)
w
= Faktor koreksi terhadap temperatur
Rn
= Radiasi netto (mm/hari)
f(u)
= Fungsi angin
(ea – ed)
= Perbedaan tekanan uap air jenuh dengan tekanan uap air nyata (mbar)
Universitas Sumatera Utara
27
c
= Faktor pergantian cuaca akibat siang dan malam
(ea – ed)
= Perbedaan antara tekanan uap jenuh pada temperatur ratarata udara dengan tekanan rata-rata air di udara yang sebenarnya
ed
= RH x ea = Tekanan uap nyata (mbar), dimana RH = Kelembaban relatif (%)
f(u)
= 0,27(1 +u/100) = Fungsi kecepatan angin, dimana u = Kecepatan angin (km/jam) (Nilai fungsi angin f(u) = 0,27( 1+u/100) untuk kecepatan angin pada tinggi 2m)
1 -w
= Faktor pembobot, dimana w Faktor pemberat
Rs
= (0,25 + 0,5 . n/N). Ra = Radiasi gelombang pendek, dimana Ra = Radiasi Extra Teresterial(mm/hari)
n/N
= Rasio Lama penyinaran
N
= Lama penyinaran rnaksimum
Rns
= Rs . (1-α) = Radiasi netto gelombang pendek, dimana α = 0,25
f(T’)
= σ . T4 = Fungsi Temperatur
f(ed)
= 0,33- 0,044 . (ed)0,5 = Fungsi tekanan uap nyata
f(n/N)
= 0,1 + 0,9 . n/N = Fungsi rasio lama penyinaran
Rnl
= f(T’) . f(ed) . f(n/N) = Radiasi netto gelombang panjang
Rn
= Rns - Rnl = Radiasi netto
Universitas Sumatera Utara
28
Rumus Penmann didasarkan atas anggapan bahwa suhu udara dan permukaan air rata-rata adalah sama. 2.6. Analisa Kebutuhan Air untuk Irigasi 2.6.1 Curah Hujan Efektif Turunnya curah hujan pada suatu areal lahan mempengaruhi pertumbuhan tanaman di areal tersebut. Curah hujan tersebut dapat dimanfaatkan oleh tanaman untuk mengganti kehilangan air yang terjadi akibat evapotranspirasi, perkolasi, kebutuhan pengolahan tanah dan penyiapan lahan. Curah hujan efektif merupakan curah hujan yang jatuh pada suatu daerah dan dapat digunakan tanaman untuk pertumbuhannya. Jumlah hujan yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman tergantung pada jenis tanaman. Namun, tidak semua jumlah curah hujan yang turun pada daerah tersebut dapat dipergunakan untuk tanaman dalam pertumbuhannya, maka disini perlu diperhitungkan dan dicari curah hujan efektifnya. Curah hujan efektif (Reff) ditentukan berdasarkan besarnya R80 yang merupakan curah hujan yang besarnya dapat dilampaui sebanyak 80% atau dengan kata lain dilampauinya 8 kali kejadian dari 10 kali kejadian. Artinya, bahwa besarnya curah hujan yang terjadi lebih kecil dari R80 mempunyai kemungkinan hanya 20%. Untuk menghitung besarnya curah hujan efektif berdasarkan R80 = Rainfall equal or exceeding in 8 years out of 10 years, dinyatakan dengan rumus sebagai berikut : R80 = (n/5) + 1...................................................................................................(2.9) Dimana : Reff = R80 = curah hujan efektif 80 % (mm/hari)
Universitas Sumatera Utara
29
(n/5) + 1
= Rangking curah hujan efektif di hitung dari curah hujan terkecil
n
= jumlah data
a. Menghitung curah hujan efektif dengan rumus :
Reff =
,
mm
R80 = Curah hujan dengan probabilitas 80%. Analisa curah hujan efektif ini dilakukan dengan maksud untuk menghitung kebutuhan air irigasi. Curah hujan efektif atau andalan ialah bagian dari keseluruhan curah hujan yang secara efektif tersedia untuk kebutuhan air tanaman. Untuk irigasi padi curah hujan efektif bulanan diambil 70% dari curah hujan minimum dengan periode ulang rencana tertentu dengan kemungkinan kegagalan 20% (Curah hujan R80 ) Re padi = (R80 x 70%) mm/hari
Universitas Sumatera Utara
30
2.6.2 Kebutuhan Air di Sawah Kebutuhan air untuk tanaman pada suatu jaringan irigasi merupakan air yang dibutuhkan untuk tanaman untuk pertumbuhan yang optimal tanpa kekurangan air yang dinyatakan dalam Netto Kebutuhan Air Lapang ( Net Field Requirement, NFR ). Kebutuhan air bersih disawah (NFR) dipengaruhi oleh faktor-faktor NFR seperti penyiapan lahan, pemakaian konsumtif, penggenangan, efisiensi irigasi, perkolasi dan infiltrasi, dengan
memperhitungkan curah hujan efektif (Re).
Bedanya kebutuhan pengambilan air irigasi (DR) juga ditentukan dengan memperhitungkan faktor efisiensi irigasi secara keseluruhan (e). Perhitungan kebutuhan air irigasi dengan rumus sebagai berikut: NFR = Etc + P + WLR – Re ............................................................................(2.10) DR = (NFR x A)/e...........................................................................................(2.11) Dimana: NFR = kenutuhan air irigasi disawah (lt/det/Ha) DR = kebutuhan air di pintu pengambilan (lt/det/Ha) Etc = penggunaan konsumtif (mm/hari) P = perkolasi (mm/hari) WLR = penggantian lapisan air (mm/hari) Re = curah hujan efektif A = luas areal irigasi rencana (Ha) e = efisiensi irigasi
Universitas Sumatera Utara
31
2.6.3 Kebutuhan Penyiapan Lahan
Pada Standar Perencanaan irigasi disebutkan bahwa kebutuhan air untuk penyiapan lahan umumnya menentukan kebutuhan maksimum air irigasi pada suatu proyek irigasi. Ada 2 faktor penting yang menentukan besarnya kebutuhan air untuk penyiapan lahan ialah: a. Lamanya waktu yang dibutuhkan untuk penyiapan lahan. b. Jumlah air yang diperlukan untuk penyiapan lahan. Metode yang dapat digunakan untuk perhitungan kebutuhan air irigasi selama penyiapan lahan salah satunya adalah metode yang dikembangkan oleh van de Goor dan Zijlstra (1968). Metode ini didasarkan pada laju air konstan dalam l/dt selama penyiapan lahan dan menghasilkan rumus berikut : LP = M. ek / ( ek – 1 ) .......................................................................................(2.12) Dimana : LP = Kebutuhan air irigasi untuk pengolahan tanah (mm/hari) M = Kebutuhan air untuk mengganti kehilangan air akibat evaporasi dan perkolasi di sawah yang telah di jenuhkan (= Eo + P) Eo = Evaporasi air terbuka (mm/hari) (= Eto x 1,10) P = Perkolasi (mm/hari) T = Jangka waktu penyiapan lahan (hari) S
= Kebutuhan air, untuk penjenuhan ditambah dengan lapisan air 50 mm, yakni 250 + 50 = 300 mm
k
= MT / S
Universitas Sumatera Utara
32
2.6.4 Klimatologi Klimatologi juga disebut penguapan adalah gabungan dari dua peristiwa yakni evaporasi dan transpirasi yang terjadi secara bersamaan disebut juga peristiwa evapotranspirasi. Kedua proses ini sulit untuk dibedakan karena keduanya terjadi secara simultan. Faktor iklim yang sangat mempengaruhi peristiwa ini, diantaranya adalah suhu, udara, kelembaban, kecepatan angin, tekanan udara, dan sinar matahari. Kondisi klimatologi keadaan iklim Kabupaten Simeulue sama dengan daerah lain di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yaitu mengikuti iklim moonson. Berdasarkan data iklim yang diperoleh dari Badan Meterologi dan Geofisika Blang Bintang, daerah studi termasuk dalam tipe iklim C menurut Schemidt Ferguson dengan nilai Q = 0, 5429 dan hasil pencatatan suhu dan kelembaban udara stasiun terdekat, menunjukan bahwa suhu rata-rata 26,26 º C dengan maksimum 26,70 º C dan minimum 87,72% dan minimum 85,41%. Penyinaran matahari berkisar antara 44-79 % dengan lama penyinaran 3,57 - 6,29 jam/ hari.
Universitas Sumatera Utara
33
2.6.5 Evaporasi Mengingatkan evaporasi dipengaruhi oleh berbagai-bagai faktor, maka adalah sulit untuk menghitung evaporasi dengan suatu rumus. Akan tetapi, kesulitan itu telah mendorong orang-orang untuk mengemukakan banyak rumus : E = 0,35 (ea-ed) (1+V/100) Dimana : E : evaporasi (mm/hari) ea : Tekanan uap jenuh pada suhu rata-rata harian (mm/Hg) ed : Tekanan uap sebenarnya (mm/Hg) V: Kecepatan angin pada ketinggian 2 m di atas permukaan tanah (mile/hari)
Universitas Sumatera Utara