BAB II KAJIAN TEORI 2.1 KONSEP BUDAYA KEBUDAYAAN BERASAL DARI

Download evolusionis. Suatu ciri dalam ekologi budaya ialah perhatian mengenai adaptasi pada dua tataran: ..... Kajian, teori fungsionalisme mempela...

0 downloads 512 Views 307KB Size
BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Konsep Budaya Kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta buddhayah kata buddhaya adalah bentuk jamak dari buddhi yang berarti “ budi” atau “ akal”.Secara etimologis, kata “kebudayaan” berarti hal-hal yang yang berkaitan bengan “akal”.Namun ada pula anggapan

bahwa kata

“budaya” berasal dari kata majemuk budidaya yang berarti “daya dari budi” atau “daya dari akal” yang berupa cipta,karsa,dan rasa.Kata “kebudayaan” itu sepadan dengan kata culture dalam bahasa inggris.Kata culture itu sendiri berasal dari bahasa latin colere yang berarti merawat,memelihara,menjaga,mengolah, terutama mengelolah tanah atau bertani.. Budaya menurut Kroeber dan Kluckhohn ada enam pemahaman mengenai budaya, yaitu: 1

Definisi

deskriptif:

cenderung melihat budaya sebagai totalitas

komprehensif

yang

menyusun keseluruhan hidup sosial sekaligus menunjukkan sejumlah ranah( bidang kajian) yang membentu budaya . 2

Definisi historis: cenderung melihat budaya sebagai warisan yang di ahlikan-turunkan dari generasi satu ke kenerasi berikutnya.

3

Definisi normatif: bisa mengambil dua bentuk. pertama ,budaya adalah aturan atau jalan hidup yang membentuk pola-pola perilaku dan tindakan yang kongkret. kedua, menekankan peran gugus nilai tanpa mengacu pada perilaku.

4

Devinisi psikologis: cenderung memberikan tekanan pada peran budaya sebagai piranti pemecahan masalah yang membuat orang bisa kebutuhan material maupun emosionalnya.

berkomunikasi, belajar atau memenuhi

5

Definisi stuktural : mau menunjukan pada hubungan atau keterkaitan antara aspek-aspek yang terpisah dari budaya sekaligus menyoroti fakta bahwa budaya adalah abstraksi yang berbeda dari perilaku konkret.

6

Definisi genetis : definisi budaya yang melihat asal usul bagaimana budaya itu bisa eksis atau tetap bartahan. Definisi ini cenderung melihat melihat budaya lahir dari interaksi antara manusia dan tetap bisa bertahan karena di transmisikan dari satu generasi ke generasi lain. Budaya menurut Barnouw, (1985) bahwa “budaya adalah sebagai sekumpulan sikap, nilai,

keyakinan, dan perilaku yang di miliki bersama oleh sekelompuk orang, yang di komunikasikan dari generasi ke generasi berikutnya lewat bahasa atau

beberapa sarana komunikasi lain.

Devinisi budaya ini” kabur”. Artinya, tidak ada aturan yang baku dan cepat untuk menentukan sebuah budaya atau siapa-siapa yang termasuk dalam budaya tersebut. Dalam pengertian ini, budaya adalah sebuah konstruk sosiopsikologis, suatu kesamaan dalam sekelompok orang dalam fenomena psikologis seperti nilai, sikap, keyakinan dan perilaku. Kebuyaan menurut Falsom (1928) Kebudayaan adalah keseluruhan benada yang di ciptakan manusia. Ia merupakan

seperangkat alat-alat, kebiasaan-kebiasaan hidup yang diciptakan

manusia yang kemudian di turunkan dari generasi ke generasi berikutnya. Kebudayaan menurut Sir Edward B.Tylor (1871) seorang anropologi Inggris, mengunakan kata kebudaya untuk menunjukan “keseluruhan kompleks dari ide dan segala sesuatu yang dihasilkan manusia dalam pengalaman historisnya”. Termasuk di sini ialah “pengetahuan, kepercayaan, seni,

moral hukum, kebiasaan, dan kemampuan serta perilaku lainya yang

diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat”

Dari beberapa devinisi diatas dapat di simpulkan bahwa kebudayaan adalah hasil daya pemikiran

manusia baik bentuk abstrak maupun konkret. Daya pikir manusialah yang di

andalkan dalam kebudayaan, dengan kata lain manusialah yang menciptakan kebudayaan tersebut sehingga dua unsur manusialah dan budaya tidak dapat di pisahkan. Kebudayaan mempunyai tiga wujud, yakni pertama wujud kebudayaan sebagai suatu khasanah dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma peraturan dan sebagainya, kedua wujud kebudayaan sebagai suatu khasanah aktivitas perilaku terpola dari manusia dalam mayarakat, dan ketiga, wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia. 2.2 Konsep Masyarakat Istilah

yang paling lazim

di pakai

untuk menyebutkan kesatuan-kesatuan hidup

manusia, baik dalam tulisan ilmiah maupun dalam bahasa sehari-hari,adalah masyarakat. Dalam bahasa Inggris di pakai istilah society yang berasal dari kata latin socius, yang berarti “ kawan”.istilah masyarakat sendiri berasal dari akar kata Arab syaraka yang berarti “ikut serta, berpartisifasi” Pengertian masyarakat menurut Koentjaraningrat (2002: 146) masyarakat adalah semua kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinu,dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Masyarakarat menurut M.J. Herskotvite

menulis, bahwa masyarakat adalah sekelompok individu

jang

yang di

organisasikan jang mengikuti mengikuti satu tjara hidup terentu. Masyarakat menurut J.L Gillin dan J.P Gillin mengatakan, bahwa masyarakat itu adalah kelompok manusia jang terbesar

yang mempunyai kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan persatuan

Masyarakat itu meliputi pengelompokan-pengelompokan yang lebih kecil.

jang sama.

Masyarakat menurut Sofia Rangkuti-Hasibuan, ( 2002:152-153) bahwa masyarakat dapat di artikan sebagai kelompok manusia yang angotanaya satu sama lain berhubungan erat dan memiliki hubungan timbal- balik. Dalam interaksi tersebut tedapat nilai-nilai sosial tertentu, yang menjadi pedoman untuk bertingkan laku bagi anggota masyarakat. Dengan demikian, anggota masyarakat biasanya memiliki kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan tertentu yang sama, dan seliruhnya menciptakan ciri tersendiri bagi masyarakat tersebut. Masyarakat menurut Linton seorang ahli antropologi mengemukakan bahwa masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama sehingga mereka dapat mengorganisasikan diri dirinya dan berfikir tentang dirinya sebagai sutu kesatuan social dengan batas-batas tertentu. Masyarakat itu timbul dari setiap kumpulan individu-individu yang telah cukup hidup dan bekerja sama. Dalam waktu yang cukup lama itu, kelompok manusia seperti yang di maksud diatas, yang belum terorganisasikan, mengalami proses yang fundamental yaitu (1) Adaptasi dan organisai dari tingkah laku para anggota. (2) timbulnya secara lambat laun, perasaan kelompok atau L‟espirit de corps. Jadi menuru Linton factor penting dalam pembentukan suatu masyarakat dari kelompok individu itu, yaitu factor waktu. Seperti apa yang telah terurai di atas dapat di simpulkan bahwa tiap masyarakat merupakan suatu kesatuan dari individu-individu yang satu dengan yang lain berada dalam hubungan berinteraksi yang berpola mantap. Interaksi itu terjadi bila seseorang individu dalam masyarakat berbuat sedemikian rupa sehingga menimbulkan suatu respon atau reaksi dari individu-individu lain manusia .Manusia tidak dapat hidup menyendiri, tanpa ada bantuan dari orang lain dan interaksi social itu adalah alat yang membantunya untuk melangsungkan hidupnya.

2.3 Konsep Adat Sebelum kedatangan orang-orang barat ke Indonesia, bangsa Indonesia telah mengatur kehidupan dan ketatanegaraannya dengan aturan yang di sebut adat. Meskipun pada waktu itu Indonesia belum menjadi suatu Negara kesatuan seperti

sekarang ini. Menurut Rafael

Raga Maran ( dalam Alpian lamusu 2010:9 ) di kemukakan bahwa “ istilah adat-istiadat ini sebagian besar telah di pakai oleh masyarakat Indonesia walaupun dalam dialek bahasa yang berbeda, maka terdengar berlainan ucapannya,‟‟. Pengetian di atas dapat di uraiakn melalui kenyataan yang ada. Misalnya orang gayo ( Aceh) menyebutnya odot, orang lampung menyebutnya hadat,orang jawa menyebutnya ngadat orang bugis menyebutnya ade, dan Gorontalo menyebutanya adati. Usaha memenuhi hidup manusia tidak pernah berhenti beraktifitas. Adapun aktivitas ini adalah realisasi hasil pikiran manusia yang kemudian di aplikasikanya ke dalam berbagai kehidupan yang nyata. Dan karena hasil aktivitas bersifat abstrak maka dapatlah hal ini di golongkan dalam wujud ideal kebudayaan,menurut daulima (Renol Hasan 2008:6) bawha adat istiadat adalah suatu kompleks norma-norma yang oleh individu-individu penganutnya menjunjung tinggi dalam kehidupanya. Selanjutnya menurut asal mulanya bawha adat istiadat berasal dari bahasa arab”adab" yang normative yang telah terwujud tingkah laku yang hidup dalam masyarakat dan sampai sekarang terus di pertahankan keberadaanya. Suatu hal yang perlu di perhatikan bahwa seprtinya terdapatperbedaaan antra adat istiadat dan kebiasaan di tinjau dari fungsinya, kebudayaan mempunyai fungsi yang sama, yaitu untuk mengkaji tentang tingkah laku manusia dalam kehidupanya. Sedangkan di tinjauh darisegi kebudayaan adat-istiadat merupakan kewujudan dan beberapa tingkah laku atau kebiasaan yang

berlaku dalam masyarakat. Sedangkan kebiasaan hanya merupakan adat istiadat yang hanya menyangkut beberapa kehidupan manusia. Bangsa Indonesia adat yang masing-masing daerah suku bangsa yang berbeda-beda ragamnya. Adat istiadat suku bangsa Indonesia menujukan sifat kebinekaan yang memiliki makna warna walaupun terdapat perbedaan yang sangat beragam, namun satu dalam bingkai Negara kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu merupakan penjelmaan jiwa dari bangsa yang bersangkutan sepanjang perjalanan massa. Menurut Hajairin(dalam Paskalina Kinugum 2008:11) adat merupakan resepan (endapan ) kesusilahan dalam dalam masyarakat yaitu bahwa kaidah-kaidah merupakan kesusilahan yang sebenarnya mendapat pengakuan umum dalam masyarakat itu. Hukum adat adalah hokum non ststutair yang sebaagan basar adalah hokum kebiasaan dan sebagian kecil hukum islam. Hukum adat itupun melengkapi hukum yang berdasarkan keputusan-keputusan hakim yang berisi asa-asas hukum dalam lingkungan di mana ia memutuskan perkara. Hukum data adalah beraturan berakar pada kebudayaan trdisional. Hukum dat adalah suatu hokum yang hidup, karena ia menjalankan perasaan hukum yang nyata dari rakyat. Sesuai dengan fitranya sendiri, hukum adat terus-menerus dalam keadaan tumbuh dan berkembang seperti hidup itu sendiri. Hukum adat yakni hukum adat perdata, berlaku bagi bangsa Indonsia dalm hal-hal diman hukum perdata tidak diganti dengan peraturan undang-undang. Orang-orang Eropa dan orangorang Tionghoa, yang menjadi tangan Belanda kepada Republic Indonesia ini adalah warisan dari pemerintah Colonial Belanda dan sampai sekarang masih berlaku. Hukum adat pidana dan hukum adat acara berlaku dalam hal-hal, di mana hukum adat itu belum diganti dengan

peraturan-peraturan undang-undang di daerah-daerah Indonesia, di mana masi bertugas apa yang dinamakan “pengendalian adat” (inheemse rechtspaak). Hukum adat konstitusional dan hukum adat usaha-usaha berlaku jika belum diganti dengan peraturan-peraturan undang-undang dalam masyarakat-masyarakat desadan daerah adat otonom yang lebih tinggi tingkatnya. ( prof. DR. R. soepomo, S.H. Hukum adat 1987:03). Dari araian di atas maka dapat di simpulkan bahwa adat merupakan kebiasaan yang bersifat magis religius dari kehidupan penduduk asli yang meliputi nilai-nilai budaya, normanorma hukum dan aturan-aturan yang saling berkaitan dan kemudian menjadi suatu sistim atau aturan-aturan yang saling berkaitan dan kemudian menjadi suatu sistim atau aturan- aturan tradisional. 2.4 Ekologi budaya Ekologi budaya adalah yang terikat di antara pendekatan-pendekatan yang pada hakekatnya bersifat metodologis Davit Kaplan (dalam nasvianty baingan 2013:13 di sebut “orientasi teoretik”) pendekatan alias ancangan, atau pun metodologi, atao orientasi ekologi budaya,merupakan perhatian pokok para antropologi yang di kenal sebagai kelompok evolusionis. Suatu ciri dalam ekologi budaya ialah perhatian mengenai

adaptasi pada dua

tataran: pertaman sehubungan dengan cara system budaya beradaptasi terhadap lingkungan totalnya, dan kedua sebagai konsekuensi adaptasi sistematik itu. Ekologi budaya menyatakan bahwa pentingnya proses-proses adaptasi akan memungkinkan kita melihat cara kemunculan, pemeliharaan dan transformasi berbagai konfigurasi dudaya.

Julian sterward dalam bukunyan Roger M keeng (1999:146) mengendalikan bahwa : Ada bagian inti dari sistim social budaya, khususnya tanggap terhadap adaptasi ekologi,pembagian kerja,ukuran dan stabilitas dari kelompok-kelompok local dan penyebaranya dalam suatu wilayah dan dan ketentuan-ketentuan pemukiman. Berbagai penyesuaian terhadap tekanan ekologis secara langsung mempengaruhi unsure-unsur inti dari struktur social ini, jadi iklim yang bermusim tersedianya air,atau kesuburan tanah akan menentukan beberapa banyak orang dapat tinggal di suatu pemukiman, beberapa lama mereka bisa menetap, bagaimana penyebaran mereka, dan bagaimana penduduk mengatur upaya produktif mereka, dan bagaimana penduduk mengatur upaya produktif mereka. Pengaruh pada srukrur social ini kemudian bercabang-cabang melalui suatu budaya agar perkembanagan perubahan dalam berbagai bidang hanya secara sekunder dikaitkan dengan ekologi dalam gagasan kosmologi, pola sukses politik, seni dan sebagaiya. Umumnya ekologi budaya cultural cenderung menekanakan teknologi dan ilmu ekonomi dalam analisis mereka terhadap adaptasi budaya. Apakah kesadaran dalam segi-segi budaya itulah kelihatan jelas peredaban di antara budaya-budaya di samping peredaban dari waktu ke waktu di dalam suatau budaya. Apakah kesadaran moral manusia atau mutu kehidupan sosialnya telah berubah atau maju sepanjang beberapa ribu tahun yang lalu, adalah soal yang mudah memancing perselisihan pendapat. Akan tetapi jelas sekali bahwa penguasaan manusia atas linngkungannya telah meningkat hebat sejak zaman palaeolithic. Dapat

di katakan bahwa

peningkatan ini sebagai besar terjadi karena perbaikan sarana teknologi yang dapat digunakan manusia dan arena pertumbuhan pengetahuan ilmiah. Budayah-budaya moderen sekarang ini sanggup menganut filsafat moral yang usianya telah 2000 tahun.

Demikianlah maka berdeda dengan ekologi umum,ekologi budaya tidak sekedar membicarakan interaksi bebtuk-bentuk kehidupan dalam suatu ekosistem tertentu, melainkan membahas cara manusia (berkat budaya sebagai sarananya) memanipulasi dan membentuk ekosistim itu sendiri. Para ekolog budaya menekankan bahwa berbagai corak manipulasi lingkungan (adaptasi nonpasif) telah menghasilkan berbagai ragam konfigurasi dan system budaya. Dari pembahasan di atas menjadi jelas bahwa dua konsep sentral dalam ekologi budaya ialah lingkingan (environment) dan adaptasi (adaptation). Kata lingkungan umunya di samaartikan dengan cirri-ciri atau hal-hal menonjol yang menandai habitat alami: cuaca, flora dan fauna, tahah, pola hujan,dan bahkan ada-tidaknya mineral di bawah tanah. Salah satu kaidah dasr ekologi-budaya adalah pembedaan antara lingkungan-sebagaimana adanya dengan lingkungan efektif,yakni lingkungan sebagaimana dikonseptualisasikan, di manfaatkan dan dimodifikasi oleh manusia. Adaptasi merupakan proses yang menghubungakan sistem budaya dengan lingkunganya. Budaya dan lingkungan berinteraksi dalam sesuatau sistem tunggal tidaklah berarti bahwa pengaruh kausal dari budaya ke lingkingan niscaya sama besar dengan pengaruh lingkungan terhadap budaya. Dengan kemajuan teknologi, maka faktor dinamik dalam kepaduan budaya dan lingkungan makin lama makin didominasi oleh budaya dan bukinya oleh lingkungan itu sendiri. Konsep adaptasi menurut para antropolog adalah suatu budaya yang sedang bekerja, dan mengganggap bahwa warga budaya itu telah melakukan semacam adaptasi terhadap lingkungannya secara berhasil baik. Seandainya tidak demikian, budaya itu niscaya sudah lenyap, dan kalaupun ada peninggalannya itu hanya akan berupa kenagan arkeologis tentang

kegagalan budaya itu beradaptasi. Artinya kegagalanya yang sama, salah satunya mampu melebarkan sayapnya dengan dengan menguraikan budaya lainya. Hal ini berarti kelestarian budaya yang pertama mampu beradaptasi dengan baik terhadap lingkunganya dibandingkan dengan adaptasi budaya yang digusurnya. Ekologi budaya adalah sebuah cara pandang memahami persoalan lingkungan hidupnya dalam perfektif budaya. Atau sebaliknya, bagaimana memahami kebudayaan dalam perspektif lingkungan hidup. Ulang-alik antara lingkungan hidup (ekologi) dan budaya itulah yang menjadi didang garap Ekologi Budaya. Menurut Julian Stewaed(dalam ihromi 2006:70) Ekologi budaya yaitu analisa mengenai hubungan antara suatu keudayaan alam dengan sekitarnaya atau lingkungannya. Sterward merasa bahwa penjelasan untuk beberapa aspek-aspek variasi kebudayaan dapat di cari dalam adaptasi masyarakat terhadap lingkunganya. Teory ekologi barbeda dengan teori yang lain. Teori ekologi memempatkan tekanan yang kuat pada landasan perkembangan biologis. Teori ini mengajukan suatu pandanagan bahwa lingkungan sangat kuat mempengaruhi perkembangan. Teori ekologi (ecolological theory) Ialah pandangan sosio cultural tentang perkembangan yang terdiri dari lima system lingkungan mulai dari masukan hingga masukkan kebudayaan yang berbasis luas. Kelima system dalam teori ekilogi bronfenbrenner ialah mikrosistem, mesosistem, makrosistem, dan kronosistem. Mikrosistem (micrisystem) dalam teori ekologi Bronfebrenner ialah setting dalam manaindividu hidup. Mikrosistem adalah yang paling dekat dengan pribadi anak yaitu meliputi keluarga, guru, individu, teman-teman sebaya, sekolah, lingkungan dan sebagainya yang seharihari di temui anak. Dalam mekrosistem inilah interaksi yang paling langsung dengan agen-agen

social berlangsung, misalnya:

dengan orang tua teman sebaya dan guru. Individu tidak di

pandang sebagai penerima pengalaman yang pasif dalam setting ini, tetapi sebagai seorang yang menolong membangun setting. Bronfrenbrenner menunjukkan bahwa kebanyakan penelitian tentang dampak-dampak sosiokultural berfokus pada mikrosistem. Mikrosistem adalah interaksi antara factor-faktor dalam sistem mikro meliputi hubungan antara beberapa mikrosistem atau beberapa konteks misalnya hubungan-hubungan orangtuaguru, orangtua –teman, antara teman,guru-teman,dapat juga hubungan antara pengalaman sekolah dengan pengalaman keagamaan dan pengalaman keluarga, dengan pengalaman teman sebaya. Misalnya anak-anak yang orang tuanya menolak mereka dapat menggalami kesulitan mengembangakan hubungan positif dengan guru. Para devolopmentalis semakin yakin pentinganyamengamati perilaku dalam setting majekuntuk memperoleh gambaran yang lebih lengkap tenyang perkembangan individu. Ekosistem dalam teori bronfenbrenner dilibatkan ketika pengalaman-pengalaman dal setting social lain dimana individu tidak memliki peran yang aktif-mempengaruhi apa yang individu alami dalm konteks yang dekat. Atau sederhanya menurut ekosistem melibatakan pengalaman individu yang tak memiliki peran aktif di dalamnya. Pengalaman kerja dapat mempengaruhi hubungan seorang perempuan dengan suami dan anaknya.Seorang ibu dapat menerima promosi yang menuntutnya melakukan lebih banyak perjalanan yang dapat meningkatkan konflik perkawinan dan perubahan pola interaksi orang tua-anak. Maka diketahui bahwa ekosistem tidak langsung menyentuh pribadi anak akan tetapi akan tetapi masih besar pengarunya seperti koran, televise, dokter, keluarga besar,dll.

Mikrosistem meliputi kebudayaan dimana individu hidup. Kita ketahui bahwa kebudayaan mengacu pada pola prilaku,keyakinan dan semua produk lain dari sekelompok manusia yang di teruskan dari generasi ke generasi.Kita ketahui pula bahwa kebudayaan lainmemberi informasi tentang generalitas perkembangan. Mikrosistem terdiri dari ideology Negara, pemerintah, tradisi, agama, hokum, adat istiadat, budaya,dll. Okosistem meliputi pemolaan peristiwa-peristiwa sepanjang rangkaian kehidupan dan keadaan sosioshistori. Misal, dalam mempelajari dampak penceraian terhadap anak-anak, para peneliti menemukan bahwa dampak negatif sering memuncak

pada tahun tahun pertama setelah pencarian. Atau

dengan

mempertimbangakan keadaan sosihistoris, dewasa ini, kaum perempuan tampaknya sangat di dorong unutuk meneliti karier disbanding pada 20 atau 30 tahun lalu. 2.5 Struktural Fungsional Dalam salah satu bentuknya, fungsionalisme adalah penekanan domonan dalam studi antropologi khusunya penelitian etnongrafis, selama beberapa dasawarsa siman (sudah barang tentu menonjolkan Fungsionalisme dan kerja lapangan dalam antropologi secara bersamaan ini bukan hal kebetulan). Dalam fungsionalisme ada kaidah yang bersifat mendasar bagi suatu antropologi yang mengesplorasi cirri sistematik budaya. Artinya kita harus mengetahui bagaimana perkaitan antar stitusi-stitusi atau sruktur-struktur suatu masyarakat sehngga membentuk suatu sistim yang bulat. Kemungkinan lainya ialah memandang budaya sebagai sehimpun cirri yang berdiri sendiri,khas dan tanpa kaitan,yang muncul di sana sini karena kemunculan historis. Kiranya perwujudan metodologi fungsionalisme inilah yang di uraikan oleh Kingsley Davis dan Davit kaplan (dalam nasvianti baigan 2013 ;19 ). yang menyatakan bahwa: Fungsionalisme sinonim dengan analisis sosiologis dan antropologis.akan tetapi karena semua

ilmu bebkepentingan dengan pengisolasian system secara konsepsual dan pengeksplorasian variable dalam system tersebut, pandangan fungsionalisme bukan hanya sinonim bagi ilmu social saja. Dalam arti yang lebih luas, sinonim dengan semua ilmu. Dalam teori fungsinalisme struktural

di kenal dengan sebagai integration

approach,order approach, dan equilibrium approach,menekankan keteraturan sebagai sumber integrasi dan keseimbangan. Menurut teori ini masyarakat merupakan suatu sistem social yang terdiri atas bagian-bagian atau elemen

yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam

keseimbangan. Perubahan yang terjadi pada suatu bagian akan membawa perubahan pula terhadap bagian yang lain. Asumsi dasarnya adalah bahwa setiap struktur dalam system sosial, fungsional terhadap yang lainya, secara ekstrim dapat di gambarkan bahwa semua peristiwa dan semua struktur adalah fungsional bagi masyarakat. Adapun dalam ilmu antropolog biasanya bekerja dengan menggunakan asumsi yang tersirat, yakni mengenal batasan unit yang sedang diamati ( desa, suku, dan komunitas ). Robet marton dan Davit kaplan ( dalam nasvianti baigan 2013;19) menyebutkan asumsi tersirat itu sebagai : 1) Postulat keutuhan fungsional masyarakat, yakni bahwa segala sesuatu berhubungan fungsional dengan segala sesuatu yang lain. 2) Postulat fungsionalisme universal, yaitu bahwa segala unsure budaya melaksanakan sesuatu fungsi dan tidak ada sutu pun unsure lain yang melaksanakan fungsi yang sama itu. Upaya menjernihkan konsep fungsi Marton dan Davit Kaplan (dalam nasvianty baigan 2013:20) telah memperkenalkan perbedaan antara fungsi manifest dan fungsi laten (fungsi tampak dan funsi terselubung ), dalam suatu tindak atau unsure budaya.Fungsi manifest ialah

konsekuensi objektif yang memberikan sumbangan pada penyesuaian atau adaptasi system yang di kehendaki dan di sadari oleh partisipan system tersebut. Sebaiknya fungsi laten adalah konsekuensi objektif dari suatu budaya yang tidak di kehendaki maupun didasari oleh warga masyarakat. Teory fungsionalisme sturuktural memilki proritas pada kerurunan sosial dan sedikit memperhatikan masalah perubahan sosial. Titik prioritasnya itu antara lain: 1. Sistem memiliki property keteraturan dan bagian-bagian yang saling tergantung. 2. Sistem cenderung bergerak kearah mempertahankan keteraturan-diri atau keseimbangan. 3. Sistem mungkin statis atau bergerak dalam proses perubahan yang tertur. 4. Sifat dasr bagian suatu system berpengaruh terhadap benruk bagian0bagian yang lain. 5. Sistem memelihara batas-batas dengan lingkungannya. 6. Alokasi dan integrasi merupakan dua proses fundamental yang diperlukan untuk memelihara keseimbangan system. 7. Sistem cenderunga kearaha pemeliharaan keseimbangan-diri yang meliputi pemeliharaan batas dan pemeliharaan hubungan antara bagian-bagian dengan keseluruhan sytem, mengendalikan lingkungan yang berbeda-beda dan mengendalikan kecenderungan untuk merubah system dari dalam. Dalam hal ini Raymond fitth ( dalam davit Kaplan 1999:83) mengemukakan bahwa satu di antara masalah-masalah pokok analisis fungsional adalah Kesulitan pihak pengamat untuk memperkirakanya fungsi-fungsi dalam situasi empirik. Bantak hal bergantung pada pandangan pengamatan tentang karakter keseluruhan hubungan- hubungan sosial,dan bergantung pula pada teoty yang menurut pengamat dapat diterapkan.contohnya orang orang dapat membahas “ fungsi

protes” dan fungsi “penekana” yang di miliki serikat-serikat dengan sebagai fungsi introvert yang melayani kepentingan sendiri dan keterpeliharaannya solidaritas internalnya. Akan tetapi orang dapat memandanganya sebagai sesuatu yang di fungsionalkan dari titik pandng bahwa masyarakat adalah suatu keseluruhan yang bulat,dan ada praktek-praktek tertentu yang bersifat menghambat atau menggangu keutuhan itu. Sebaliknya orang dapat memandangnya sebagai bagian dari proses keseluruhan dimana kelompok-kelompok serta-merta mengungkapkan diri dan serta bekerja di tengah masyarakat, memberikan keyakinan diri dan energy kepada anggotaanggotanya, dan mempersembahakan hasil karyanya kepada masyarakat.yang mengandalkan upaya kelompok-kolompok tersebut. Dalam fungsionalisme structural di kenal juga teory tentang sruktur sosial dan anomie yakni analisis mengnai hubungan antara kultur, struktur dan anomie. Kultur sebagai seperangkat nilai normative yang terorganisir,yang mementukan perilaku bersama anggota masyarakat atau anngota kelompok. Sruktur sosial adalah seperangkat hubungan sosial yang terorganisir, yang dengan berbagai cara melibatkan anggota masyarakat atau kelompok didalamya. Anomie terjadi bila ada keputusan hubungan antara norma cultural dan tujuan dengan kapasitas yang tersruktur secara sosial anngota kelompok untuk brtindak sesuai dengan nilai kultur secara sosial dari anggota kelompok untuk bertindak sesuai dengan nilai kultur. Artinya bahwa karena posisi mereka didalam sruktur sosial masyarakat beberapa orang tidak Mampu bertindak sesuai dengan nilai normative. Kultur menghendaki tipe prilaku tertentu yang justru dicegah oleh sruktur sosial. Teory fungsionalisme structural adalah sebuah sudut pandang luas dalam sosiologi dan antropologi yang berupaya menafsirkan masyarakat sebagai sebuah struktur dengan bagianbagian yang saling berhubungan. Fungsionalisme menafsirkan masyarakat secara keseluruhan dalam hal fungsi dari elemen-elemen konstituennya: terutama norma, adat, tradisi, dan

institusi.sebuah

analogi

umum

yang

di

populerkan

Harbert

spencer

http://

rifghy.blongspot.com/2012/06/teory-fungsionalismen-sruktural-dan. Html (di akses tanggal 09 Juni2013). Menampilkan bagian-bagian masyarakat ini sebagai “organ” yang bekerja demi berfungsinya seluruh “badan” secara wajar. Dalam arti paling mendasar, istilah istilah ini menekankan “ upaya untuk menghubungkan,sebisa mungkin, dengan setiap fitur,adat,atau praktik, dampaknya terhadap berfungsinya suatu system yang stabil dan kohesif. Selain itu, ada dua macam mekanisme yang dapat mengintergrasikan system-sistem persoalan ke dalam sistem sosial, yaitu mekanisme sosialisasi dan mekanisme control sosial. Melalui operasi kedua mekanisme ini, sistem personal akan menjadi srukrur dan secara harmonis terlihat di dalam strutur sistem sosial. Pengertiannya yang secara abstrak mekanisme sosial di pandang sebagai cara dimana pola-pola cultural, seperti nilai-nilai, kerercayaan-kerecayaan bahasa serta symbol-simbol lain di internalisasikan ke dalam sistem personal. Mekanisme control sosial melibatkan cara-cara di mana tindakan-tindakan sosial di organisasikan di dalam sistem sosial untuk mengurangi ketengangan dan penyimpangan. Ada bebrapa mekanisme spesifik dari control sosial, antara lain: a) instutisionalisasi, yang membuat pengharapan-penharapn di dalam masyarakat menjadi jelas dan terkontrol, b) adanya sanksi, di mana anggota masyarakat terikat di dalamya, c) aktivitas-aktivitas keagamaan, dimana ketengangan dan penyimpangan dapat di redamkan dan di kurangi, d) struktur-stuktrur reintegrasi, dan f) sistem yang memiliki kemampuan dalam mengunakan kekuasaan dan tekanan. Menurut pandangan melikonowski (dalam ihromi 2006: 62) Tentang kebudayaan, semua unsur kedubayaan akhinranya dapat di pandang sebagai hal yang memenuhi kebutuhan dasar

para warga masyarakat. Pendekatan yang fungsional

mempunyai suatu nilai praktis yang

penting. Nilai yang praktis dari teory tersebt di atas (teory fungsionalisme) adalah bahwa teori ini mengajar tentang kepentingan relative dari berbagai kebiasaan yang beragam itu. Penjelasan tersebut di atas adalah gambaran tentang teory fungsional structural, seperti yang telah kita ketahui bersama adalah teory fungsional structural, seperti yang telah kita ketahui bersama adalah teori fungsional stuctrul melahirkan sebuah reaksi sehingga lahirlah teory konfilik yang berkembang sebagai reaksi terhadap fungsionalisme structural dan akibat berbagai kritik dari teori fungsinal sturuktural. Masalah mendasar dalam teory konflik adalah teory tersebut tak pernah berhasil memisahkan dirinya dari akar srukrural fungsionalnya.teory ini lebih merupakan sejenis fungsionalisme sruktural yang angkuh ketimbang toery yang benar-benar berpandanagn kritis terhadap masyaraakat.

Teori struktural fungsional berkaitan erat dengan sebuah struktur yang tercipta dalam masyarakat. Struktural - fungsional, yang berarti struktur dan fungsi. Artinya, manusia memiliki peran dan fungsi masing - masing dalam tatanan struktur masyarakat. Hal ini tentu telah menjadi perhatian oleh banyak ilmuwan sosial, dari zaman klasik hingga modern. Teori - teori klasik fungsionalisme diperkenalkan oleh Comte, Spencer, dan E. Durkheim, serta fungsionalisme modern yang diteruskan oleh Robert K. Merton dan Anthony Giddens.

Di awal - awal kelahiran teori fungsionalisme. August Comte berpikir agar ilmu - ilmu sosial tetap menjadi ilmiah, dan memandang biologi sebagai dasar melihat perkembangan manusia, hingga lahirlah ilmu sosiologi. Kajian, teori fungsionalisme mempelajari struktur dalam masyarakat seperti halnya perkembangan manusia dalam struturasi organisme. Spencer menyebutkan, “Jika salah satu organ mengalami „ketidakberesan‟ atau „sakit‟, maka fungsi dari

bagian tubuh yang lain juga akan terganggu.” Hal yang sama terjadi pada sebuah tatanan kesatuan dalam masyarakat. Jika salah satu atau dua individu tidak dapat menjalankan fungsi dan perannya dengan baik, maka akan sangat menganggu sistem kehidupan.

Masyarakat, sebuah kesatuan yang terdiri dari beragam individu dengan latar belakang politik, budaya, sosial, dan ekonomi yang berbeda. Dalam pandangan Robert K. Merton yang diteruskan dari Comte, Spencer, dan E. Durkheim, masyarakat cenderung mengalami perubahan seiring dengan perkembangan zaman. Jika perubahan tersebut kearah positif, maka dapat disebut sebagai masyarakat berfungsi, namun jika terjadi hal sebaliknya, maka dapat disebut sebagai masyarakat tidak berfungsi (disfungsional). Menurut Comte dan Spencer, perkembangan masyarakat bermula dari kesederhanaan hingga akhirnya menuju pada masyarakat positif, dengan pembagian struktur yang juga semakin kompleks, dari masyarakat primitif ke masyarakat industri. Dalam arti lain, seperti teori Karl Marx dalam pembagian kelas. Yang menyebutkan bahwa masyarakat berubah dari masyarakat primitif dengan struktur proletarian (pemilik tanah dan buruh), masyarakat Industri (pemilik modal dan buruh industri), lalu masyarakat modern (kapitalis). Penekanan yang terjadi pada teori fungsionalis struktural bersumber pada bagaimana dalam perkembangan tersebut mencakup keragamannya, tercipta sebuah keseimbangan (equilibrium) atau dinamic equlibrium (keseimbangan berjalan). Notebene, berasal dari fungsi dan peran masing – masing individu yang ada dalam masyarakat. Parsons (1957) menyebutkan, keseimbangan dapat tercipta dengan konsep Adaptation (adaptasi), Goals (tujuan), Integration (integrasi), dan Latern Pattern Maintenance (pemeliharaan pola – pola). Adaptation, yang berarti dilaksanakan oleh masing – masing individu, terhadap pengaruh baru yang masuk. Integrasi, mencakup bagaimana fungsi dan peran dalam masyarakat saling terhubung (connected). Tujuan,

jelas merupakan tujuan umum yang ingin dicapai oleh masyarakat tersebut dibantu oleh norma – norma yang dimiliki, dan sanksi terhadap pelanggaran norma.

Meski terjadi konflik pun, dapat diatasi dengan penyesuaian-penyesuaian dan institusionalisasi (Nasikun, 1984 : 11). Lattern Pattern Maintenance, sub – konsep yang terakhir ini merupakan pemeliharaan pola – pola, dimana suatu masyarakat memiliki peluang untuk menjaga tatanan sistem yang sudah terbentuk. Sekali lagi, meski terdapat „penyakit sosial‟ atau pelanggaran norma yang mungkin terjadi, tidak akan mampu merusak tatanan kehidupan masyarakat.

Konsep AGIL oleh Parsons diatas digunakan untuk bertahan (defensed) dalam sebuah struktur fungsionalisme. Tentu, sebuah tatanan masyarakat akan dipengaruhi oleh subsistem yang ada didalamnya (struktur fungsionalisme) diantaranya ; subsistem ekonomi, perubahan ekologis (lingkungan tempat tinggal), politik, kebudayaan, dan sosialisasi (David Easton dan Talcott Persons). Karena menurut Mallinowski, terdapat empat unsur fungsionalisme mencakup (1) sistem norma yang memungkinkan kerjasama antar individu dalam masyarakat, (2) organisasi ekonomi (baik swadaya maupun bentukan pemerintah), (3) alat – alat pendidikan, (4) organisasi kekuatan (politik), yakni regulasi (peraturan/kebijakan) yang dibuat oleh pemerintah atau daerah setempat. Struktural fungsionalisme berjalan melalui individu – individu (invidu Act) sebagai aktor dengan menjalankan fungsi dan perannya masing – masing melalui bentuk adaptasi terhadap subsistem struktural fungsionalisme, yang menghasilkan sebuah tindakan (unit aksi). Dari unit aksi inilah kemudian terjadi sistem aksi (act system) dimana masyarakat telah menemukan tujuan

dari aksi tersebut. Sehingga terbentuklah sebuah tatanan masyarakat dengan keunikannya tersendiri. Nantinya, akan mengalami perubahan yang lebih kompleks.

Teori struktural fungsional juga mengalami perubahan seiring dengan perkembangan masyarakat yang semakin kompleks. Jika diawal – awal lahirnya teori ini diprakarsai oleh Comte, Parsons, dan E. Durkehim dengan menyesuaikan jiwa jaman (Geiisweitch) saat itu, yakni keadaam dimana masyarakat masih begitu sederhana. Maka dalam perkembangan yang lebih lanjut, teori struktural fungsional klasik tersebut dinilai „kurang‟ sesuai dengan perkembangan masyarakat saat ini yang lebih kompleks. Sehingga munculah teori – teori baru yang diteruskan oleh Robert K. Merton (1910 – 2003), dan Anthonny Giddens (1938 – sekarang). Robert K. Merton yang lebih menitikberatkan kajiannya terhadap perubahan sosial dan Anthonny Giddens dengan strukturisasi masyarakatnya.

Dalam masyarakat yang lebih kompleks, pembatasan terhadap teori fungsional dinilai perlu dilakukan, dimana perubahan – perubahan kerap terjadi. Robert K. Merton mengakui bahwa teori fungsionalisme klasik telah banyak membantu bagi perkembangan studi kemasyarakatan, namun tidak dapat menjawab permasalahan sosial secara keseluruhan. Menurut Merton dan Giddens, tindakan sosial (act social) tidak pernah terlepas dari struktur sosial. Raclidffe brown menyebutkan, pembagian dalam masyarakat beserta ide mengenai strata yang membedakan agama, ras, dan suku tersebut dipengaruhi oleh peraturan – peraturan dan hukum yang sedang berlaku di sekitar lingkungan masyarakat.

Ada keterkaitan antara struktur sosial dengan perilaku dan adaptasi individu. Lower class (masyarakat bawah) misalnya, cederung memiliki kesempatan yang lebih kecil jika dibandingkan dengan masyarakat kelas atas. Tentu hal ini berakibat pada keresahan, frustasi, dan

kekecewaan terhadap individu – individu tertentu, sehingga dapat menghasilkan perubahan sosial dengan adaptasi tertentu. Masih menurut Merton, adaptasi dalam teori struktural fungsional terbagi menjadi 5 jenis yakni conformity (keadaan tetap pada keadaan sosial yang lama), Inovation (terdapat perubahan cara untuk menggapai tujuan dalam masyarakat), Ritualism (bentuk penolakan terhadap pengaruh – pengaruh baru), Retreatism (bentuk penarikan diri individu dengan cara melakukan penyimpangan sosial), dan Rebellion yang berarti pemberontak, dan berani mengubah tatanan struktur sosial secara keseluruhan.

Dalam teori Giddens, perubahan sosial yang terjadi memerlukan struktur sosial (recurrent social practise) sebagai sarana dan sumber daya untuk melakukan tindakan sosial. Perubahan sosial yang juga dipengaruhi oleh subsistem (ekonomi, budaya, politik, dan sosialisasi) dan struktur teori fungsionalisme (norma, organisasi ekonomi, alat pendidikan, dan politik kebijakan pemerintah), membutuhkan jarak (space) saat praktiknya dimulai, notabene tidak semua ritual lama

ditinggalkan

oleh

masyarakat

file:///D:/dayango/New%20folder/teori-struk

tural-

fungsional--546379.html ( di akses 15 desember 2013).

2.4 Panggoba Dalam Masyarakat Gorontalo Masyarakat Gorontalo mengenal budaya dengan istilah “panggoba”Yang mengandung arti Orang tua. Budaya ini menjadi ciri khas kepribadian masyarakat gorontalo yang telah di bina secara turun- temurun. Panggoba bangi masyarakat gorontalo merupakan suatu adat istaiadat yang menjadi

panutan anggota

masyarakat,pemimpinya yang di dasarkan pada

solidaritas social,letak geografis, iman dan kepercayaan guna memenuhi kebutuhan dan kepentingan bersama.Sebagian masyarakat gorontalo belum mengetahui konsep “panggoba” sebagai sebuah nilai cultural dasar masyarakat, numun dalam beberapa kesempatan kebanyakat

masyarakat mencampur adukan pengertian panggoba menjadi beberapa bagian. Ada yang mengatakan panggoba sebagai dukun,penjaga, milu tua, orang tua,bulan dan masih banyak lagi orang yang salah menafsirkannya.

Panggoba merupakan indentitas dan corak masyarakat yang di wariskan dari nenek moyang kita yang selama puluhan tahun atau bahkan ratusan tahun. Ditetapkan oleh orang yang dituakan dan menjadi panutan masyarakat dengan sebutan Panggoba Ilmu ini di wariska secara turun-temurun Panggoba adalah sebutan bagi orang yang menguasai ilmu perbintangan. Ilmu tersebut diwariskan turun-temurun, Dengan melihat posisi bintang, panggoba akan menentukan kapan waktu yang tepat untuk memulai menanam atau memanen. Bahkan, dibagi secara rinci saat-saat yang tepat untuk menanam tanaman yang berbuah di bawah (kacang tanah), berbuah di tengah (jagung), dan berbuah di atas (padi).

Melihat posisi bintang, panggoba akan menentukan kapan waktu yang tepat untuk memulai menanam atau memanen. Bahkan, dibagi secara rinci saat-saat yang tepat untuk menanam tanaman yang berbuah di bawah (kacang tanah), berbuah di tengah (jagung), dan berbuah di atas (padi). Ada tiga posisi bintang yang jadi acuan Ketiga posisi bintang itu adalah taa daata, otoluwa,dan toto’iya. Posisi bintang taa daata artinya kumpulan bintang dalam jumlah yang banyak Otoluwa dan toto’iya memiliki jumlah bintang sebanyak tujuh buah, pembagiannya adalah tiga bintang di atas dan empat bintang otolowa dan toto’iya memiliki perbedaan,perbedaanya yaitu antara otoluwa dan toto’iya adalah waktu peredarannya, bintang Otoluwa beredar mulai Juni hingga Desember. Bintang toto’iya beredar mulai Januari hingga April. Adapun bintang jenis taa daata beredar mulai Mei hingga Juni. Bintang toto’iya disebut

oleh panggoba sebagai rajanya bintang karena pada bulan-bulan itulah waktu yang tepat untuk menyebar bibit tanaman.

Selain menguasai ilmu perbintangan dan penetapan waktu menanam, seorang panggoba juga menguasai ilmu penetapan waktu menanam,selain itu seorang panggoba juga menguasai ilmu pembasmian hama. Dalam membasmi hama, mereka menggunakan bahan-bahan alami, seperti kayu cendana, air kelapa muda, atau batu kemenyang. Caranya, kayu cendana dan batu kemenyan dihancurkan sampai halus dan dicampur dengan air kelapa muda. Setelah larut, campuran itu disebarkan di seliling petak sawah atau di pematang sesaat setelah penanaman dimulai, Maksud dari ritual ini tak lain adalah agar buah pada tanaman tidak mendapat gangguan binatang atau di serang hama selain itu panggoba juga berperan penting dunia pertanian. Kepada panggoba, petani bertanya kapan waktu yang tepat untuk menanam dan memanen.

Pada zaman dulu, seorang panggoba selalu menjadi rujukan petani sebelum mereka memulai penebaran benih, menanam, atau memanen. Jika mereka tidak mengikuti anjuran panggoba, biasanya hasil panen akan buruk. Seiring perubahan cuaca dan ilmu modern bidang pertanian, kini peran panggoba mulai surut. Saat ini tak bisa diprediksi waktu musim hujan tiba atau berakhir.Yang terpenting perawatan tanaman karena faktor i

Hal ini kalau diwariskan dan diterapkan secara baik maka pasti akan meningkatkan produksi pangan lokal yang variatif, karena masyarakat setempat sangat pandai dan bijak membaca tanda tanda alam, sebelum menanam, sesudah menanam maupun pada waktu panen. Numun panggoba tidak hanya berperan pada satu bidang saja panggoba selain berperan dalam dunia pertanian panggoba juga berperan di bidang payanggo, jam yang baik untuk melakukan pekarjaan, tanggal yang baik memulai pekerjaan, hari na‟as setiap bulan(lowangga) , cahaya

setiap bulan,perhitungan bulan di langit dan hari untuk di pakai pada sewa pekerjaan, jatuhnya 1 hari awharam tahun baru islam,dan masi banyak lagi perananya Hal ini kalau diwariskan dan diterapkan secara baik maka pasti akan meningkatkan produksi pangan lokal yang variatif, karena masyarakat setempat sangat pandai dan bijak membaca tanda tanda alam, sebelum menanam, sesudah menanam maupun pada waktu panen.

Tujuan dan manfaat pelaksanaan panggoba memanag sudah menjadi kepribadian bangsa Indonesia yang harus benar-benar di jaga dan di pelihara,akan tetapi akan tetapi arus kemajuan ilmu dan teknologi ternyata membawa pengaruh yang cukup besar terhadap sikap dan kepribadian suatu bangsa,serta selalu di ikuti oleh perubahan tatanan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Adapun nilai-nilai yang telah menjadi bagian dari kebudayaan bangsa Indonesia, tentu tidak akan lepas dari penggaruh tersebut. Namun sykurlah bahwa sistim budaya kita di landasi oleh nilai-nilai keagamaan yang merupakan benteng kokoh dalam menghadapi arus perubahan jaman.

Tradisi panggoba memiliki aturan main yang di sepakati bersama(norma), menghargai prinsisp timbale balik di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dan dalam waktu tertentu akan menerima kompensasi/reward sebagai suatu bentuk sistim resiprositas (reciprocity), ada saling percaya antara pelaku bahwa masing-masing akan memetuhi semua bentuk aturan main yang telah di sepakati(trust), serta kegiatan kerjasama tersebut diikat kuat oleh hubungan-hubungan spesifik antara lain mencakup kekerabatan (prinsip), pertentangan (neighborship) dan pertemanan (friendship) sehingga semakin menguatkan jaringan antara pelaku (network).

Dengan demikian dapat di katakan Dalam masyarakat demi kepentingan bersama adalah sanggat penting,karena dengan kegiatan menjadi lancer dalam mencapai tujuannya. Dengan prinsip masyarakat terkandung nilai norma antara lain: (1) keiklasan berpartisipasi dan kebersamaan/persatuan. (2) saling membantu dan mengutamakan kepentingan bersama/umum. (3) uasah meningkatkan / pemenuhan kesejahteraan. (4) usaha menyesuaikan dan integrasi/penyatuan kepentingan sendiri dengan kepentingaan bersama.

Fakto-faktor yang mendorong jalanya proses perubahan pelaksanaan panggoba adalah proses perubahan social di masyarakat termasuk dalam pelaksanaan budaya panggoba adalah (a) kontak dengan kebudayaan lain,(b) sisteim pendidikan formal yang maju,(c) sikap menghargai karya seseorang dan keinginan-keniginan untuk maju,(d) toleransi terhadap perbuatan – perbuatan yang menyimpang(deviation), yang bukan merupakan delik,(e) sistim terbuka lapisan masyarakat(open srtatification),(f) penduduk yang herterogen,(g) ketidak puasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu,(h) orientasi ke masa depan,(i) nilai budaya manusia harus senantiasa berikhtiar untuk memperbaiki hidupnya.

Pendidikan mengajarkan kepada individu aneka macam kemampuan. Pendidikan memberikan nilai-nilai tertentu bagi manusia, terutama dalam membuka pikiranya serta menerima hal-hal baru dan juga bagaimana cara berfikir secara objektif, serta memberikan kemampuan untuk menilai apakah kebudayaan masyarakat akan memenuhi kebutuhankebutuhan zaman atau tidak.

Sikap menghargai karya orang lain dan keinginan-keinginan untuk maju. Apabila sikap saling menghargai tersebut melembaga dalam masyarakat , maka masyarakat akan merupakan pendorong

bagi

usaha-usaha

penemuan

baru.

Sisteim

terbuka

lapiasan

masyarakat

memungngkinkan adanyagerak social vertical luas atu berarti memberikan kesempatan kepada para individu untuk maju atas dasr kemampuan sendiri dalam keadaan demikian,seseorang mungkin akan mengadakan identivikasi dengan harga yang

mempunyai status lebih

tinggi,identifikasi merupakan tingkah laku yang sedemikian rupa sehingga seseorang merasa kedudukanya sama dengan orang ataug olongan lain di annggap lebih tinggi dengan harapan agar di perlakukuan sama dengan orang lain tersebut. Pada golongan yang berkedudukan lebih rendah, keadaan tersebut dalam sosiologi terseebut status anxiety, ststus anxiety menyebabkan seseorang berusaha untuk menaikan pendidikan sosialnya.

Penduduk yang heterogen di mana masyarakat yang terdiri dari kelompok-kelompok sosial yang mempunyai latar belakang kebudayaan yang berbeda,ras yang berbeda,idiologi yang berbeda dan seterusnya. Mempermuda terjadinya pertentangan pertentangan yang mengandung kegoncangan –kegoncangan. Keadaan dimikian menjadi pendorong bagi terjadinya peresubahanperubahan dalam masyarakat. Ketidak puasan masyarakat terhadap budaya-budaya kehidupan tertentu,yaitu dalam hal ketidak puasan yang berlangsung terlalu lama dalam sebuah masyarakat berkemakmuran berkemakmuran besar akan mendatangkan masa depan dan harus senantiasa berikhtiar untuk memperbaiki hidupnya.

Foktor-faktor yang menghalangi pelaksanaan panggoba adalah perubahan social dalam masyarakat termasuk dalam pelaksanaan budaya panggoba di antara lain adalah (a) kurangnya hubungan dengan masyarakat lain. (b) perkembangan ilmu penggetahuan yang terlambat. (c) sikap masyarakat yang tradisional. (d) adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertanam dengan kuat atau vested interest. (e) rasa takut akan terjadinya kegoyaan pada interaksi

kebudayaan(f) prasangka terhadap hal-hal baru atau asing yang tertutp. (h) adat atau kebiasaan. (i) nilai baru untuk hidup pada hakikat buruk dan tidak mungkin mungkin di perbaiki.

Kurangnya hubungan dengan masyarakat, menyebabkan sebuah masyarakat tidak mengetahui perkembangan-perkembangan apa yang terjadi pada masyarakat lain yang mungkin akan memperkaya kebudayaan sendiri. Hal itu juga menyebabkan bahwa para warga terkungnkung pemikiranya oleh tradisi. Sikap masyrakat yang tradisional yaitu suatu sikap yang mengagung-agungkan tradisi dan masa lampau serta anggapan bahwa tradisi secara mutlak tak dapat diubah, menghambat jalanya proses perubahan. Keadaan tersebut akan menjadi lebih parah apabila masyarakat yang bersangkutan di kuasai oleh golongan konservatif.

Adanya kepentingan-kepentingan yang telah tertanam dengan kuat atau vested interets. Disetiap organisasi sosial yang mengenal sistim lapisan pasti akan ada sekelompok orang yang menikmati kedudukan perubahan-perubahan. Misalnya dalam masyarakat feodal dan juga pada masyarakat yang sedang mengalami trasisi. Dewasa ini, ada golongan-golongan dalam masyarakat yang di anggap sebagai pelopor proses transisi. Karena selalu mengidentifikasikan diri dengan usaha-usaha dan jasa-jasanya, sukar sekali bagi mereka untuk melepaskan kedudukannya di dalam suatu proses perubahan.

Rasa takut akan terjadi kegoyaan pada interaksi kebudayaan, memang harus diakui kala atau tidak mungkin integrasi semua unsur suatu kebudayaan bersifat sempurna. Bebrapa pengelompokan unsur-unsur tertentu mempunyai derajat integrasi tinggi. Maksudnya unsurunsur luar di khawatirkan akan mengoyahkan integrasi dan menyebabakan perubahan-perubahan pada aspek-aspek tertentu masyarakat.

Prasangka terhadap hal-hal baru atau asing atu sikap yang tertutup. Dalam hal ini sikap yang demikian banyak di jumpai pada masyarakat yang tidak pernah bias melupakan pengalaman-pengalaman pahit.hambatan-hambatan bersifat ideologis masyarakat yang sudah menjadi dasar integrasi masyarakat tersebut.

Adat atau kebiasaan merupakan pola-pola perilaku bagi anngota masyarakat di dalam memenuhi segala kebutuhan pokoknya. Apabila kemudian ternyata pola-pola perilaku tersebut efektif lagi di dalam memenuhi kebutuhan pokok,krisis akan muncul. Mungkin adat kebiasaan yang mencakup bidang kepercayaan,sistim mata pencaharian,pembuatan rumah,cara berpakaian tertentu, begitu kokoh sehingga sukar untuk diubah. Di samping itu factor pengahambat yang tidak dapat di abaikan adalah nilai bahwa hidup pada hakekatnyaburuk dan tidak mungkin di perbaiki. Penemuan –penemuan baru dapat mempengaruhi kehidupan masyarakat, pengaruh tersebut tidak hanya pada satu bidang tertentu saja,melainkan meluas ke bidang-bidang lain. Penemuan baru akan memancarkan pengarunya keberbagai arah dan menyebabkan perubahanperubahan dalam lembanga-lembaga kemasyarakatan dan pada istiadat.

Sejarah dan Tradis Ketika air surut, perlahan terbentuklah rawa di mana ikan tola (ikan gabus). Rawa yang kemudian menjadi daratan ini lalu di sebut hulua lo tola (tempat berkembang biakan ikan gabus)yang kemudian di eja Hulontalo. Asal usul nama gorontalo itu sendiri sebenarnya banyak versi,seperti gunung tellu, ucapan orang Gowa yang melihat tonjolan tiga bulan buah gunung dari kejauhan. Mengingat perpindahan penduduk dari bukit-bukit (hunto)ke tempat yang di genangi air (langi-langi). Hulontalangi artinya lebih mulia. Hulondatalangi: nama

salah satu kerajaan yang kemudiandi simgkat Hulontalo. Lidah orang Belanda sulit mengucapaka denga tapat .Mereka menyabutnya Horontalo (di tulis Gorontalo).

Tercatatat dalam Sejarah Gorontalo, daratan Gorontalo sekarang merupakan lautan. Bukitnya, banyak di temukan garam lautan, karang dan kerang di puncak-puncak bukit/gunung. Demikianlah maka kerajaan pada waktu itu terdapat terdapat di sekitar puncak gunung. kerajaan tertua: suwawa terdiri dari dua kelompok masyarakat. Pidodotiya adalah kelompok yang menetapkan dan witohiya sebagai kelompok yang bebas merantau ke mana-mana.

Takkalah air makin surut kelompok perntau di atas keluar kerajaan dan kawin mawin di perntauanya. Salah sati di antaranya adalah putrid Bulaidaa,adik Raja Mooduto Hulontalangi bernama Humolanggi. Anak keturunannya pemikiran Wantogia berpendapat bahwa mitos asalusul nenek moyang Gorontalo yang berasal langgit,dari busa laut,kayu rotan dan lain-lain adalah tidak benar( Alim S. Niode “Gorontalo Perubahan Nilai-Nilai Budaya dan Pranata Sosial “2007:19).

2.5 Gorontalo dalam Sejarah Awal Gorontalo atau dalam lama hulontalo, merupakan kerajaan yang tidak dapat di pisahkan dari kedudukan kerajaan

tua lainya yang pernah hadir di kawasan ini provinsi gorontalo

sekarang. Kerajaan-kerajaan tua yang pernah berkuasa di wilayah gorontalo berdasarkan awal berdirinya adalah dua kerajaan wadda, letaknya berada di kaki Gunung Tilongkabila, dengan raja pertama di bawah kekuasaan Binuanguguto,selanjutnya,kerajaan suwawa,letaknya di daratan tinggi bagnio di kaki Gunung Tilongkabila, dengan pemerintah awalnya kerajaan berada di bawah kekuasaan Raja Ayudugia. Kerajaan tua selanjutnya adalah kerajaan limutu (limboto),

pusat pemerintahannya terletak di lintalo sebelah barat danau limboto. kerajaan ini pada awalnya berada di bawah kekuasaan Ratu Buibungale. Kerajaan

Gorontalo berdiri melalui persekutuan 17 linula(komunitas kecil) yang

memiliki teritori dan ikatan geneologis.Denagan musyawarah di pilihlah seorang raja bernama Wadipalapa atau ilahudu. Adapun kerajaan bolongo awalnya di bawah kekuasaan Gorontalo, tapi selanjutnya mengalami kemajuan dan membentuk kerajaan sendiri. Selanjutnya adalah kerajaan Atinggola (Andagile) dan kerajaan boalemo yang pusat pemerintahnnya berada di tilamuta (awalnya di bawah pengaruh kekuasaan Gorontalo), tapi pada tahun1790 membentuk kekuasaan sendiri yang otonom. Kerajaan-kerajaan tertua yang pernah berkuasa di kawasan Gorontalo tersebut telah menampilkan berbagai hubungan yang saling mempengaruhi dan saling ketergantungan antara berbagai aspek kehidupan kerajaan dan kemasyarakatan pada masa itu. Tradisi lisan Gorontalo dikatakan bahwa asal mula kerajaannya di bentuk melalui persekutuan 17 rumpun komunitas kecil yang di sebut linula. Setiap kelompok linula di pimpin seorang olongia, kemudian berinteraksi ke dalam suatu kerajaan (lipu lo Hulondalo) di bawah kekuasan Raja Wadipalapa atau ilahudu sekitar tahun 1385. Diantara 17 linula, Huondalangi adalah

linula terbesar dengan Olangia pertama yang tercatat dalam laporan arsip adalah

halawadula (ilahudu), kemudian mengawini tantahula (Tolanggohula) sebagai Olangia limutu (limboto). Ketuju belas olangia kecil yang telah mengintegrasikan kerajaan adalah: 1.Linula Hungginaa sebagai olangia adalah lihawa 2. Linula Lupoyo sebagai olangia adalah pel

wilayahnya ke dalam satu

3 Linula Billinggata sebagai olangia adalah luo 4 Linula Wuwabu (Uwabu) sebagai olongia adalah Wahumolungo 5 Linula Biawao sebagai olongia adalah Walango Huladu 6 Linula Padengo sebagai olongia adalah

palanggo

7 Linula Huangoboto sebagai olongia adalah

Dawangi

8 Linula Tapa sebagai olongia adalah Deyilohijodaa 9 Linula lawuwono sebagai olongia adalah Bongohulawa 10 Linula Tuto sebagai olongia adalah Tilopalani 11 Linula Dumati sebagai olongia adalah buata 12 Linula Ilotedia sebagai olongia adalah Tamau 13 Linula Patonggo sebagai olongia adalah ngobuto 14 Linula panggulo sebagai olangia adalah hungginyalo 15 Linula huangobotu sebagai olangia adalah lealini 16 Linula olangia sebagai olangia adalah dajilombuto 17 Linula hulontalanggi sebagai olangia adalah wadipalapa(Ilahudu). Dari persekukutuan tujuh belas linula di atas terdapat linula besar yang mempunyai peranan sangat penting dalam proses pembentukan kerajaan gorontalon. Linula besar tersebuta adalah Hungginaa, Lopoyo, Bilinggata dan Wuwabu (Uwabu). Keempat linula ini secara

langsung menempatkan olongia-nya untuk memengang peranan penting pada struktur politikdan birokrasi kerajaan. Mereka berperan sebagai tiang utama kerajaan. Pada masa kekuasaan Raja Walipalapa atau ilahudu, kerajaan Gorontalo mempunyai hubungan erat dengan kerajaan Wadda, sehingga di beri gelar Lantarang papang La To wadda (Pelindung Kerajaan Wadda ).Raja Wadipalapa juga melakukan ekspansi bersama sawerigadingputra Raja Luwu-untuk memperluas supremasi kekuasaannya sampai Teluk Tomini. Dalam tradisi lisan dikisahkan pula tentang perjalanan Saweringading bersama pengikutnya mencari sudara kembarnya bernama Rawe-ke Gorontalo dengan memekai perahu. Konon mereka tiba pertama kali di bayolamilate(padengo). Di bayolamilate inilah kemudian Sawerigading berhasil bertemu dengan Putri Rawe, tapi rupanyan ia telah menikah dengan Raja

Wadipalapa.

Pertemuan kedua pembesar kerajaan ini secara langsung mengikat suatu hubungan diplomasi dan akhinrnya mereka sepakat untuk memperluas kekuasaan kedua kerajaan mereka di sekitar negeri-negeri Teluk Tomini. Dalam ekspansinya,merera akhinya berhasil menaklukan negeri-negeri di kawasan Teluk tomini. Setelah kembali ke Gorontalo dari ekspansinya , Wadipalapa maupun Sriwegading kemudian membagi negeri-negeritaklukanya itu.Raja Wadipalapa mendapatkan bagian daerah taklukan yang penduduknya merupakan orang-orangnya memakai senjata sejenis keris. Degan demikianpembagian hasil ekspansi di dasarkan peda jenis senjata yang di gunakan peeduduk pada negeri taklukanya. Setelah itu,Sawerigading melanjutkan pelayaranya ke negeri Cina. Tidak muda bagi Walipalapa dalam menjaga kekuasaanya di Teluk Tomini, terutama karena dia selalu terganggudan kuatir akan kegiatan ekspansi yang di lakukan orang-orang Bugis dan Mandar di Pantai teluk Tomini.

Setelah berakhirnya masa pemerintah Raja Wadipalapa selanjunyadi nobatkan Uloli sebagai penganti raja. Pada masa pemerintahanya Gorontalo tidak mengalami banyak perkembangan,beliau hanya meneruskan kebijakan-kebijakan yang di rintis oleh Raja Wadipala. Selanjutnya peralihan kekuasaan kerajaan kepada Raja wolanga. Dalam periode itu terjadiperistiwa

penting

dalam

kehidupan

kerajaan

Gorontalo

dan

kerajaan

tetangganya,Limboto. Raja Wolanga melakukan hubungan kerja samadengan kerajaan Limboto, sehingga begitu kuatnya kerja sama tersebut maka dalam struktur birokrasi kedua kerajaan mempunyai banyak kesamaan sampai pada hubungan ikatan keluarga yang erat. Hubungan ini diperkut dengan perkawinan Raja

Wolanga Ratu Moliye- dari Kerajaan Limboto. Dari hasil

perkawinannya di karunia seorang putra benama Polamolo. Setelah putranya memasuki masa dewa, baik Raja Wolanga maupun Ratu Moiye bersama-sama melakukan ekspansi di wilayah Teluk Tomini. Degan demikian kekuasaan pemerintahan Kerajaan Gorontalo Limboto di serahkan kepada putranya, Polamolo. Dalam ekspansinya, Raja Wolanga di samping para prajuritnya kerajaan bertolak dari muara Sungai Paguyaman menuju Kepulapuan Togian dan kemudian melanjutkan perjalananya ke daerah Tanjung Api. Dari tempat itu kembali melanjutkan pelayarannya ke daerah barat dan bertemu dengan suaminya Raja Wolanga di Sausu (Kabepaten Moutong-parigi,Sulawesi Tengah sekaarng). Pada pertemuan di Sausu telah melahirkan kesepakatan bersama dikenak dengan perjanjian ”Sausu Masabuku”antara lain kesepakatan tentang batas –batas wilayah kekuasaan Kerajaan Gorontalo-Limboto di mulai dari daerah Sausu.

Peryataan kedua Kerajaan Gorontalo-Limboto dalam ikatan perkawinan penguasa utamanya (Raja Wolanga dan Ratu Moliye) secara langsung semakin memrekuat kekuasaan,kewibawaan dan meliterGorontalo dan limbot. Dalam mempertahankan kelangsungan kebesaran kerajaan, pada 1481 mereka menobatkan putranya, Polamolo sebagai raja yang yang memerintahnya, baik di Gorontalo maupan di limboto. Pada masm pemirintahannya Polamolo merupakan Raja pertama yang menguasai dua kerajaan sehingga disebut sebagai ”Olangia lo balanga” Artinya raja yang melaksanakan pemerintahanya selama 7hari berpindah kerajaan dari Gorontalo ke limboto, begitu pula sebaliknya. Dalam kekuasaanya, Polamolo menambahkan jabatan pemerintah kerajaan dengan mengangkat walaapula dan diti olangiadengan tujuan dapat membantu tugas-tugasnya apabila dia sebagai raja tidak berada di tempat. Sampai akhir masa kekuasaanya, ternyata Polamolo tidak mampu mempersatukan para pembesar kerajaan Gorontalo dan Limboto dalam satu kesatuan. Dalam masa pemerintahanya Polamolo terjadi peristiwa penting di kawasan ini, di sebabkan oleh pemecahan politik pada kedua kerajaan tersebut, hal mana sangat mempengaruhi perjalanan sejarah Gorontalo dan Limboto pada masa yang cukup panjang. Untuk itu perlu di bentangkan proeses terjadinya konflik tersebut.Pada bagian ini dimulai dari kepemimpinan dan kewibawaan Polamolo yang lemah dan di anggap kurang mampu mengatur kedua kerajaan, sehinggamenyebabkan hubungan Gorontalo dan Limboto semakin renggang, walaupun dalam pengambilan keputusan berada di tanganya. Proses ini mengakibatkan munculnya perselisihan berkembang menjadi konflik cukup lama antara Gorontalo-Limboto. Dalam perjalanan sejarah, terjadinya konfrontasi dan konflik cukup lama berlangsung sekitar dua abad. Beberapa versi menyatakan tentang foktor terjadinya konflik kedua kerajaan

tersebut, di antaranya kedua kerajaan ini. Hal ini di sebabkan penduduk Gorontalo maupun Limboto sering kali melanggar perbatasan untuk menggambil emas, produk hutan dan hasil laut. Pada bagian versi lain, persaingan para kepala prajurit kerajaan Gorontalo bernama hilibaladan Hemuto dari kerajaan Limboto. Peristiwa ini berawal setelah kedua kerajaan kembali dari ekspansi nya di teluk tomini. Setelah kedua prajurit Gorontalo dan Limboto mengadakan pertandingan adu kerbau yang tujuanya utamanya untuk lebih meningkatkan hubungan persaudaraan. Dalam pertandingan tersebut kerbau Gorontalo menang sebabyak dua kali, sedangkan kerbau Limboto hanya menang sekali. Dari peristiwa itu muncul sajak-sajak ejekan yang di tujukan bagi orang orang Limboto sebagai pihak yang kalah, namun sebaiknya pihak Limboto membalasnya dengan mengatakan bahwa “walu kerbaunya kalah, namun orangnyaorangnya belum tentu di kalahkan ”. Demikan pula pada periode kekuasaan Polamolo, 4 kepala Linula Hungginaa, Lupoyo, Balinggata dan Wuwabu (Uwabu) memang peranan penting sebagai tiang kerajaan, sehingga di beri hak istimewa memalui otonomi sendiri. Ologia (raja) Gorontalo hanya menuntut penyerahan upeti hasil bumi, hasil laut-laut dan hasil hutan secara rutin dalam jumlah tertentu. Masa kekuasaan Ratu Ntihedu tidak berlangsung lama,kemudian kekuasaan Ratu Ntihedu tidak berangsung lama, kemudiayan kekusaan Ntihedu berlangsung lama Kemudian kekuasaan Ntihedu di lanjutkan putranya yaitu Raja Detu, Tapi masa pemerintahannya hanya dalam waktu singkat

Permasalahan ini di sebabkan

kuranhya perhatian

Raja Detu dalam

mengatur

pemerintahan kerajaan. Dalam kepemimpinannya beliau lebih mementingkan bakatnya sebagai pembuant perkakas rumah,utamanya perabotan halus seperti meja, lemari pakaian dan kursi. Akibat kurangnya parhatian raja Detu terhadap kerajaan ,maka para wulea lo lipu,walaapulu dan

ditiolangia mengadakan musyawarah untuk menentukan kelangsungan pemerintahan kerajaan. Kemudian di putuskan untuk menambah seorang raja dengan mengangkat Podungge -adik Raja Detu- sebagai Olangia tohiliyaliyala (Raja Atas ),sedangkan Raja Detu di tetapkan sebagai Olangia to tilato(Raja Bawah). Islaminasi hinngga persekutuan limboto-Gorontalo Dalam suasana konflik Gorontalo-Limboto, Pada sekitar 1520 Kejaan Gorontalo di bawaanh

kekuasaan Olangia To Tilayo Amai,sedangkan Olangia To Huliyaliya di jabat

Tuliyabu. Dalam periode ini, terjadi perubahan penting dalam kehidupan masyarakat Gorontalo setelah masuknya agama islam di dalam kerajaan. Raja amai merupakan pelatak dasar islaminasi di Gorontalo setelah melakukan perkawinan dengan Owutang-putri Raja Palasa Ogomonjolo (kumojojo) di Siyendeng, Tomini, yang mempunyai pertalian darah dengan Raja-Raja Ternate. Proses peng-islaman Raja Amai di mulai dari kunjunganya untuk memperkuat hubungan kerajaan sama dengan kerajaan –kerajaan di telik tomini. Di kerajaan palasa, Raja Amai terpikat dan kemudian melamar Putri Owatango. Setelah di sepakati dalam kerajaan palasa, akhinya lamaran Raja Amai di terima dengan suatu syarat harus memeluk Islam dan begitupula secara langsung adat istiadat yang belaku pada masyarakat Gorontalo harus bersumber pada Alquran. Hal ini terbukti ketika Raja Amai melakukan pembauran dalam kerajaan dengan mengembangkan prinsip adat dan kebiasaan masyarakat di sesuaikan dengan ajaran Islam. Setelah pelaksanaan perkawinan, Raja Amai kembali ke Gorontalo bersama istrinya Putri Owutango dan di dampingi 8 raja-raja kecil

di bawah vasalpalasa yaitu Tamalate,

Lemboo, Syiyendeng, Hulongato, Siduan, Sipayo, soginti, dan Bunuyo. Mereka di harapkan bertugas membantu Raja Amai dalam membimbing masyarakat serta merancang adat istiadat

yang berpedoman pada Islam. Kedatangan Raja Amai dan para pembesar kerajaan Gorontalo .Selanjutnya 8 raja-raja kecil Palasa di beri gelar Olangia walu lonto otolopa. Berdasarkan aturan yang berlaku pada Kerajaan Gorontalo, mereka membagi tugas sesuai dengan bidang dan kemampuan yang di milikinya,seperti Raja tamalate, Lemboo, Siyendeng dan Hulamggatodi tugaskan merancang dat-istiadat yang akan di berlakukan pada masyarakat Gorontalo. Selain itu, Raja tamalate dan Siyendeng juga mengajarkan tentang cara pembuatan peralatan rumah tangsga seperti tolu, tutupan saji, dan pembuatan garam dapur. Dimikian pula bagi Raja siduan, sipayo, Soginti dan Bunuyo bertugas megerjakan hal-halyang berhubungan dengan mantera-mantera dan dudukan dalam pengobatan. Di samping itu 8 raja tersebut juga bertugas sebagai mubaligh dalam pengembangan ajaran Islam pada masyarakat. Mereka di berikan lokasi pemukiman tersendiri oleh Raja Amai di daerah Hunto (kelurahan biawu, kecamatan kota selatan sekarang). Di daearh tersebut juga di dirikan sebuah tempat ibadah yang di debut tihi lo hunto (Mesjid Sultan Amai sekarang). Bangunan inilah menjadi pusat kegiatan pendidikan dan kebudayaan Islam bagi masyarakat. Kegiatan pendidikan yang di selengarakan berupa dakwa dan tabling tentang keagamaan –kemasyarakatan dalam hubungan dunia

dan akhirat. Demikian pula Dalam aktifitasnya kebiasaan yang berlaku pada

kerajaan dengan cara ajaran Islam, sehingga adat memengang peranan penting dalam saluran islamisasi. Pada tahun 1530 agama islam secara resmi menjadi agama kerajaan dan mengatur adat Istiadat dengan memasukkan pengaruh islam , sehingga adat dengan memasukan pengaruh islam di dalamnya. Peran islam sebagai agama kerajaan terutama dibentuk pada masa Matolodula, anak Raja Amai.

Dalam kerajaan mulai di tetapkan tentang pentingya adat istiadat di sesuaikan dengan syariat Islam. Hasil rumusan ini di kenal dengan prinsip “saraa topa-topango to adati’’ artinya “ syarah bertempuh pada adat‟‟. Pada rancangan adat yang di buat Raja Amai bersama adat sebanyak 185 adat yang di berlakukan .prinsip-prinsip adat itu menjadi pengangan utama dalam menjalankan pemerintah kerajaan serta hubungan dengan masyarakat yang berpola pada kehidupan isam. Pada 1590 Raja Amai di gantikan oleh outranya Motolodulakiki sebagai Olangia To tilayo. Dalam kehidupan penduduk memeluk penanut anemisme yang kebiasaanya menyembah dewa Gunung Tilongkabila-Toguwata, Melenggabila, dan Longgabilla secara perlahan lahan mulai berpindah ke agama islam Untuk lebih memahami ajaran islam, Motoludulakiki mengutus pembesaran kerajaan guna mempelajari ajaran Islam di Ternate sehingga dalam ajaran islam tersebut lebih di tekankan pada ajaran tauhid ma‟rifat. Sesama pemerintahanya, Motoludulakiki berhasil mengembangkan proses islaminasi dan memperluas Hal ini terbukti setelah di berlakukan suatu pengembangan prinsip hokum adat yang berbunyi :“Adati hulahulaa to saraa;saraa hulahulaa to adati”(adat bersendi syara,syara bersendi adat). Pada tahap ini yang berlaku adalah bahwa hukm adat adalah hokum Islam mempunyai kedudukan yang sama.

Pengaruh Islam makin melus terbentuk pada abad-abad setelah periode Raja Amai Motolodulakiki, seperti terlihat dalam soal pengembangan ilmu-ilmu agam dan peran raja yang akhirnya mengunakan gelar sutan. Kegigatan sosial yang merujuk pada islam makin membumi seperti yang di contohkan Baginda Bayauddian(1790) yang memulai praktek “demdulo” berupa hantaran buat acara seperti, rempah-rempah, minyak, ayam, dsb untuk membantu mereka yang miskin yang sedang di timpah musibah. Kegiatan seperti ini di tanamkan Biyauddin sebagai

kegiatan yang ebrhubungan dengan praktik pahal. Dalam sejarah juga dicatat baginda Mohammad Iskandar Pui Manoarfa, Ta lo tomilo(1860). Dia di kenal karena keulamannya, pandai berbahasa Arap dan mengkaji kitab. Beliau din kenal dengan sebagai pengarang naskah syair Islam di Gorontalo,seperti suruhjanji,zikir,syair tepuk rabana dan lagu-lagu Islami. Istrinya bernama Sjarifah, anak seorang ulama bernama Sayid Alwi Alhabsy.