BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN 1 ... - USU Repository

A. KEMANDIRIAN. 1. Defenisi Kemandirian. Menurut Steinberg (2002) kemandirian adalah kemampuan individu untuk bertingkah laku secara seorang diri. Ste...

203 downloads 557 Views 468KB Size
BAB II LANDASAN TEORI

A. KEMANDIRIAN 1. Defenisi Kemandirian Menurut Steinberg (2002) kemandirian adalah kemampuan individu untuk bertingkah laku secara seorang diri. Steinberg (2006) juga menjelaskan bahwa kemandirian adalah kemampuan untuk mengatur perilaku sendiri untuk memilih dan memutuskan sendiri serta mampu melakukannya tanpa tergantung pada orang lain. Pendapat lain dikemukakan oleh Lerner (2001) yang menyatakan bahwa kemandirian merupakan kemampuan seseorang untuk tidak tergantung pada orang lain serta bertanggung jawab atas apa yang dilakukan. Menurut Bhatia (1999) yang mengatakan kemandirian sebagai perilaku yang aktivitasnya diarahkan pada diri sendiri, tidak mengharapkan pengarahan dari orang lain dan mencoba menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa meminta bantuan dari orang lain. Zulfajri (2009) mengatakan kemandirian adalah kemampuan atau keadaan dimana individu mampu mengurus atau mengatasi kepentingannya sendiri tanpa

bergantung

dengan

orang

lain.

Sedangkan

Maslow

(1997)

mengungkapkan kemandirian adalah salah satu karakteristik yang dimiliki oleh

Universitas Sumatera Utara

orang-orang yang mampu mengaktualisasikan diri dan didorong oleh motivasi untuk berkembang sebagai kepuasan utama. Menurut Ryan dan Lynch (2005) kemandirian diartikan sebagai kemampuan untuk mengatur tingkah laku, menyeleksi, dan membimbing keputusan atau tindakan seseorang tanpa pengawasan. Maryam (2008) mengatakan kemandirian berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan pribadi yang masih aktif. Mu’tadin (2002) kemandirian mengandung pengertiannya itu suatu keadaan dimana seseorang yang memiliki keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi, memiliki kepercayaan diri dalam mengerjakan tugas-tugasnya, bertanggung jawab terhadap apa yang dilakukan. Mu’tadin (2002) juga menambahkan bahwa kemandirian merupakan suatu sikap dimana individu akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi dilingkungan sehingga individu pada akhirnya akan mampu berpikir dan bertindak sendiri. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kemandirian menurut Steinberg adalah kemampuan individu untuk bersikap dan berperilaku sendiri untuk memilih dan memutuskan sendiri serta mampu melakukannya tanpa tergantung pada orang lain.

Universitas Sumatera Utara

2. Dimensi Kemandirian Steinberg (2002) membagi kemandirian dalam tiga dimensi, yaitu a. Kemandirian Perilaku (Behavioral Autonomy) Kemandirian perilaku mencakup kemampuan untuk meminta pendapat orang lain jika diperlukan, menimbang berbagai pilihan yang ada dan pada akhirnya mampu membuat keputusan dengan mandiri dan dapat mempertanggungjawabkannya. Dalam dimensi ini terdapat beberapa indikator. Pertama, changes in decision-making, perubahan dalam kemampuan mengambil keputusan yang meliputi dalam menyadari konsekuensi yang muncul pada pengambilan keputusan, dan menghargai serta berhati-hati terhadap saran yang diterima. Kedua, changes in susceptibility,

perubahan

dalam

penyesuaian

terhadap

kerentanan

pengaruh-pengaruh dari luar yang berupa menghabiskan waktu di luar keluarga dan mampu mempertimbangkan berbagai alternatif dari tindakan. Ketiga, changes in feelings of self reliance, perubahan dalam rasa percaya diri serta mampu mengekspresikan tindakannya.

b. Kemandirian Emosi (Emotional Autonomy) Kemandirian emosi didefinisikan sebagai sebuah aspek dari kemandirian yang menyatakan perubahan hubungan individual dengan orang terdekat.Seperti hubungan emosional dengan keluarganya. Dalam dimensi ini terdapat beberapa indikator. Pertama,de-idealized, mampu

Universitas Sumatera Utara

memandang orang terdekat sebagaimana adanya, maksudnya tidak memandang sebagai orang yang sempurna dalam melakukan kesalahan. Kedua, seeing parent as people, mampu memandang orang terdekat seperti orang lainnya yang dapat menempatkan posisi sesuai dengan situasi dan kondisi. Ketiga, non dependency, mampu lebih bersandar pada kemampuan dirinya sendiri, daripada membutuhkan bantuan orang terdekatnya, tetapi tidak sepenuhnya lepas dari pengaruh orang terdekatnya. Keeempat, individuated, mampu dan memiliki kelebihan secara pribadi untuk mengatasi masalah dalam hubungannya dengan orang terdekat ataupun keluarganya. Lansia percaya bahwa ada sesuatu tentang lansia yang tidak diketahui oleh keluarganya.

c. Kemandirian Nilai (Value Autonomy) Kemandirian nilai merupakan kemampuan seseorang untuk mengambil keputusan sendiri dan lebih berpegang pada prinsip yang dimiliki. Dengan kata lain, menggambarkan kemampuan untuk bertahan pada tekanan apakah akan mengikuti permintaan orang lain yang dalam arti memiliki prinsip tentang benar atau salah, tentang apa yang penting dan tidak penting. Kemandirian memiliki beberapa indikator.Pertama, moral development, bagaimana bertindak dalam suatu situasi, bila dikaitkan dengan perilaku menolong, individu bersedia menolong sesama. Kedua, political thinking, mampu berpikir lebih abstrak, misalnya bila ditanya apa tujuan hukum mungkin akan dijawab untuk memberi

Universitas Sumatera Utara

kenyamanan, menuntun orang sehingga tidak sebatas untuk membuat orang tidak mencuri. Ketiga, religious belief, seperti moral dan kepercayaan prinsip menjadi lebih abstrak, lebih prinsip dan lebih bebas. Kepercayaan lebih berorientasi pada spiritual dan bukan hanya mengamati pada kebiasaan agama. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dimensi kemandirian

adalah

kemandirian

perilaku (behavioral

autonomy),

kemandirian emosi (emotional autonomy) dan kemandirian nilai (value autonomy).

3. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian Menurut Allen dkk (dalam Kulbok, 2004) terdapat beberapa hal yang mempengaruhi kemandirian, yaitu; a. Jenis kelamin Perbedaan kemandirian dipengaruhi oleh jenis kelamin. Dalam hal ini, laki-laki

memiliki

kemandirian

yang

lebih

tinggi

dibandingkan

perempuan. b. Usia Semenjak usia muda berusaha mandiri manakala mulai mengeksplorasi lingkungan atas kemauan sendiri, sehingga semakin bertambahnya usia akan semakin rendah tingkat kemandirian seseorang.

Universitas Sumatera Utara

c. Struktur keluarga Keluarga sekarang sangat bervariasi, karena tidak hanya keluarga tradisional yang seperti dulu lagi. Banyaknya perubahan memberikan dampak pada kemandirian. d. Budaya Setiap daerah mempunyai adat istiadat yang berbeda. Pada budaya barat, lansia lebih mandiri. e. Lingkungan Manusia sebagai makhluk sosial memang tidak dapat dipisahkan dengan manusia lain dan juga lingkungan tempat tinggalnya. Lingkungan yang baik dapat mendukung lansia untuk mandiri, f. Keinginan individu untuk bebas Setiap individu berbeda, ada yang ingin melakukan sesuatu dengan bebas tanpa harus dikekang oleh orang lain. Perbedaan setiap individu ini juga mempengaruhi keinginan setiap orang untuk mandiri. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor - faktor yang mempengaruhi kemandirian adalah jenis kelamin, usia, struktur keluarga, budaya, lingkungan dan keinginan individu untuk bebas. 4. Proses Pembentukan Kemandirian Kemandirian merupakan kemampuan individu untuk bersikap dan bertingkah laku tanpa ketergantungan dengan orang lain. Proses kemandirian sudah terbentuk dari remaja yang mulai dari dalam perubahan

Universitas Sumatera Utara

sosial yang diantaranya pada nilai dukungan mana dianggap baik dan salah, memiliki pengertian tentang berbagai masalah sosial, serta memiliki kemampuan untuk memilih mana yang dianggap penting dan tidak penting. Selain itu, pada saat remaja juga memiliki pandangan terhadap agama dan menganggap agama berperan penting dalam kehidupan antara lain tampak dengan membahas agama di sekolah dan perguruan tinggi, dan menghadiri atau mengikuti upacara agama (Hurlock, 1999). Pada masa dewasa kemampuan dalam kemandirian sudah semakin stabil seperti pada kemandirian emosi. Kemandirian emosi pada masa dewasa sudah lebih mampu dalam memecahkan masalah-masalah dengan cukup baik dan tenang serta. Begitu juga dalam kemandirian nilai, menurut Hurlock (1999) pada masa dewasa mereka sudah dapat memutuskan apa yang dianggap penting dan tidak penting untuk dirinya sendiri seperti keyakinan dalam berperilaku berpenampilan yang baik dan benar. Dalam proses menjadi tua seseorang dipandang dalam hubungannya dengan dirinya sendiri dan lingkungannya dalam kemandirian. Lansia dipandang sebagai seseorang yang utuh. Berhubungan dengan lansia semakin bertambahnya usia akan merubah kemampuan kemandirian dari lansia antara lainnya seperti pada ingatan, melakukan aktivitas sehari hari dan juga dalam berbagai proses pengambilan keputusan. Walaupun kemampuan lansia semakin menurun dalam kegiatan sehari-harinya sejalan dengan usianya, tidak demikian dengan adanya kemampuan lasia

Universitas Sumatera Utara

dalam memecahkan masalah yang membebaninya secara interpersonal ataupun emosional (Papalia, 2008).

B. LANSIA 1. Defenisi Lansia Menurut Hardywinoto dan Setiabudhy (2005) lansia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun keatas. Pendapat lain dikemukakan oleh Nugroho (2002) lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Lee dkk (2007) mengatakan lansia sebagai status minoritas, yaitu dimana suatu pengalaman dimana setiap orang akan mengalaminya. Menurut Hurlock (1999), tahap terakhir dalam rentang kehidupan sering dibagi menjadi usia lanjut dini yang berkisar antara usia 60-70 tahun, dan usia lanjut yang mulai pada usia 70 tahun sampai akhir kehidupan seseorang. Individu dalam usia 60 tahunan biasanya digolongkan sebagai usia tua yang berarti antara sedikit lebih tua atau setelah usia madya dan usia lanjut setelah mereka mencapai usia 70 tahun, yang menurut standar kamus, semakin lanjut usia seseorang dalam periode hidupnya dan telah kehilangan kejayaan masa mudanya. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa lansia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun keatas.

Universitas Sumatera Utara

2. Tugas Perkembangan Lansia Tugas perkembangan masa lansia ditemukan oleh Havighurst (dalam Hurlock, 1999) yang terdiri atas : a) Menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan fisik dan kesehatan. b) Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya penghasilan. c) Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup. d) Menyesuaikan diri dengan peran sosial secara luwes. e) Membentuk hubungan dengan orang-orang yang seusia. f) Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan. 3. Perubahan Psikososial Pada Lansia Banyak lanjut usia yang menilai kembali hidup mereka, meyelesaikan urusan yang belum terselesaikan, dan memutuskan cara terbaik menyalurkan energi mereka dan menghabiskan hari-hari, bulan, dan tahun yang tersisa. Pola kualitas tertentu yang terus ada memberikan kontribusi terhadap lansia dalam kemampuan beradaptasi dengan penuaan dan dapat memprediksi kesehatan dan usia. Lansia yang hidup seorang diri umumnya berada pada kondisi kesehatan yang kurang baik dan terutama pada yang oldest old akan menjadi kesepian dan kurang mandiri (Papalia, 2008). Kurangnya kemampuan pada lansia dapat mempengaruhi dalam melaksanakan aktivitas sehari-hari.Lansia juga masih mampu mempelajari halhal yang baru tetapi memerlukan waktu yang lebih banyak sehingga menyulitkan dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Hal ini akan berdampak terhadap kemampuan lansia dalam melakukan kegiatan sehari–hari. Carstensen

Universitas Sumatera Utara

(dalam Papalia, 2008) mengatakan ketika orang menua, mereka cenderung menghabiskan sisa waktunya dengan orang lain. Dalam aktivitas lansia yang secara berkelompok seperti pergi ke pengajian dapat membantu lansia untuk tetap terhubung dengan teman seusianya. Hal ini merupakan nilai penting dalam diri mereka sendiri. Kemampuan lansia juga dipengaruhi oleh berat ringannya perubahan pada lansia. Fungsi dan aktivitas individu yang normalnya dilakukan tanpa bantuan orang lain (Wallace, 1998). Menurut Stanhope dan Knolmuller (1997) menjelaskan bahwa kegiatan sehari-hari adalah hal yang dilakukan seseorang dengan dirinya sendiri dalam mempertahankan hidup, kesehatan, dan kesejahteraan. Katz, dkk (2005) juga menambahkan bahwa kegiatan sehari-hari dalam fungsi yang biasanya dilakukan tanpa bantuan, meliputi kegiatan mandi, berpakaian, dan makan. Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kegiatan seharihari adalah kegiatan rutin yang secara normal dapat dilakukan tanpa bantuan orang lain meliputi; mandi, berpakaian, makan yang dilakukan agar kesehatan dan kesejahteraan seseorang individu tetap terjaga (Nugroho, 2000).

C. PANTI SOSIAL Hurlock (1999) panti sosial adalah tempat tinggal yang dirancang khusus untuk orang lansia, yang didalamnya disediakan semua fasilitas-fasilitas lengkap yang dibutuhkan lansia.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Depsos RI (2003) menyatakan bahwa panti sosial merupakan unit pelaksana teknis yang memberikan pelayanan sosial bagi lansia yang berupa pemberian penampungan, jaminan hidup seperti makanan dan pakaian, pemeliharaan kesehatan, pengisian waktu luang seperti rekreasi, bimbingan sosial, mental agama, sehingga para lanjut usia dapat menikmati hari tuanya dengan diliputi ketentraman lahir dan bathin. Santrock (2002) mengatakan panti sosial merupakan lembaga perawatan ataupun rumah perawatan yang dikhususkan untuk orang-orang lansia yang menyediakan fasilitas kesehatan serta berbagai macam kebutuhan yang dibutuhkan oleh lansia. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa panti sosial adalah tempat tinggal yang dirancang khusus untuk orang lansia yang menyediakan berbagai fasilitas yang dibutuhkan oleh para lansia.

D. GAMBARAN KEMANDIRIAN LANSIA Lansia merupakan individu yang memiliki usia 60 tahun ke atas (Hurlock, 1999). Dalam usia ini, lansia memiliki tugas perkembangan untuk dapat menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang terjadi, seperti perubahan psikososial. Hal ini membuat lansia untuk dapat mengembangkan kemandiriannya dalam melakukan kegiatan sehari-hari. Menurut Steinberg (2002) kemandirian adalah kemampuan untuk mengatur perilaku sendiri dalam memilih dan memutuskan sendiri serta mampu melakukannya tanpa tergantung pada orang lain.

Universitas Sumatera Utara

Kemandirian individu memiliki hubungan dengan usianya. Hal ini didukung oleh penelitian Rina (2011) yang melaporkan bahwa adanya hubungan positif antara usia dengan kemandirian pada lansia, yang mana semakin meningkatnya usia maka akan semakin berkurangnya kemampuan dalam beraktivitas. Hal ini sesuai dengan pendapat Papalia (2008) yaitu dengan meningkatnya usia maka secara alamiah akan terjadi penurunan kemampuan fungsi untuk merawat diri sendiri maupun berinteraksi dengan masyarakat sekitarnya dan akan semakin bergantung pada orang lain. Salah satu hasil penelitian dari Perig-Chiello, dkk (2006) melaporkan bahwa kemandirian dalam kegiatan sehari - hari memiliki hubungan yang positif dengan usia. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi usia maka tingkat kemandirian semakin melemah. Penelitian lain juga dilakukan oleh Haak, dkk (2007) yang menunjukkan bahwa lingkungan tempat tinggal lansia serta keinginan hidup untuk bebas memiliki hubungan positif dengan kemandirian, dimana lansia akan terusmenerus berjuang untuk hidup menjadi lebih mandiri ditempat tinggalnya dalam menjalani kehidupan sehari–hari dan mampu memberi kebebasan dalam melakukan hal-hal yang diinginkan. Hal ini juga dapat dilihat dalam penelitian Oswald (2007) yang mengatakan bahwa adanya hubungan antara kemandirian dengan jangkauan tempat tinggal dan kontrol hidup dalam kegiatan sehari-hari. Salah satu lingkungan lansia yang mempengaruhi tingkat kemandirian lansia adalah tempat tinggal lansia, seperti lansia yang tinggal di rumah

Universitas Sumatera Utara

bersama keluarga atau lansia yang tinggal di institusi tertentu seperti panti jompo. Menurut Noro & Aro (1997) yang melakukan penelitian mengenai kemandirian pada lansia yang tinggal di rumah bersama keluarga dan lansia yang tinggal di institusi sosial. Hal ini menunjukkan bahwa lansia yang tinggal di institusi sosial memiliki kemandirian yang rendah dibandingkan lansia yang tinggal di rumah bersama keluarga. Penelitian lain pada lansia juga dilakukan oleh Sherlock dan Redondo (2009) yang menunjukkan bahwa lansia yang tinggal di panti jompo memiliki kemandirian yang rendah dalam melakukan kegiatan sehari-harinya. Berdasarkan uraian diatas dapat dilihat bahwa terdapat hubungan antara usia dengan kemandirian pada lansia yang menunjukkan bahwa lansia memiliki kemandirian yang rendah. Lingkungan lansia seperti tempat tinggal lansia juga mempengaruhi kemandirian lansia, dimana lansia yang tinggal di panti jompo memiliki kemandirian yang rendah.

Universitas Sumatera Utara