BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Berat Bayi Lahir 1. Pengertian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Berat Bayi Lahir 1. Pengertian Berat bayi lahir adalah berat badan bayi yang di timbang dalam waktu 1 jam pertama setelah l...

65 downloads 507 Views 102KB Size
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Berat Bayi Lahir 1. Pengertian Berat bayi lahir adalah berat badan bayi yang di timbang dalam waktu 1 jam pertama setelah lahir. Hubungan antara berat lahir dengan umur kehamilan, berat bayi lahir dapat dikelompokan : bayi kurang bulan (BKB), yaitu bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi < 37 minggu (259 hari). Bayi cukup bulan (BCB), bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi antara 37-42 minggu (259 - 293 hari), dan Bayi lebih bulan (BLB), bayi yang dilahirkan dengan masa gestasi > 42 minggu (294 hari) (Kosim dkk, 2009, p.12-13). 2. Klasifikasi Berat Bayi Lahir Menurut Kosim dkk (2009, p.12) Berat bayi lahir berdasarkan berat badan dapat dikelompokan menjadi : a. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) Berat yang dilahirkan dengan berat lahir <2500 gram tanpa memandang usia gestasi (Kosim dkk, 2009, p.12). Menurut Prawirohardjo (2007, p.376), BBLR adalah neonatus dengan berat badan lahir pada saat kelahiran kurang dari 2500 gram (sampai 2499 gram). Dahulu bayi ini dikatakan prematur kemudian disepakati disebut low birth weight infant atau Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR). Karena bayi tersebut tidak

9

selamanya prematur atau kurang bulan tetapi dapat cukup bulan maupun lebih bulan. Penelitian oleh gruendwald, menunjukkan bahwa sepertiga bayi berat lahir rendah adalah bayi aterm. (Kosim dkk, 2008, p.11). Menurut Jitowiyono dan Weni (2010, p.78 – 79) bayi dengan BBLR dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu Prematur murni dan Dismaturitas 1) Prematur murni adalah neonatus dengan usia kehamilan kurang dari 37 minggu dan mempunyai berat badan sesuai dengan berat badan untuk masa kehamilan, atau biasa disebut neonatus kurang bulan sesuai masa kehamilan. 2) Dismaturitas atau Kecil untuk masa kehamilan adalah bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan sesungguhnya untuk masa kehamilan. Bayi berat lahir rendah merupakan masalah penting dalam pengelolaannya karena mempunyai kecenderungan ke arah peningkatan terjadinya infeksi, kesukaran mengatur nafas tubuh sehingga mudah untuk menderita hipotermia. Selain itu bayi dengan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) mudah terserang komplikasi tertentu seperti ikterus, hipoglikomia yang dapat menyebabkan kematian. Kelompok bayi berat lahir rendah yang dapat di istilahkan dengan kelompok resiko tinggi, karena pada bayi berat lahir rendah menunjukan angka kematian dan kesehatan yang lebih tinggi dengan berat bayi lahir cukup.

b. Bayi Berat Lahir Normal Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dari kehamilan sampai 42 minggu dan berat badan lahir > 2500 - 4000 gram (Jitowiyono &Weni, 2010, p.60). c. Bayi Berat Lahir Lebih Bayi berat lahir lebih adalah Bayi yang dilahirkan dengan berat lahir lebih > 4000 gram (Kosim dkk, 2009, p.12). Bayi dengan berat lahir lebih bisa disebabkan karena adanya pengaruh dari kehamilan posterm, bila terjadi perubahan anatomik pada plasenta maka terjadi penurunan janin, dari penelitian Vorher tampak bahwa sesudah umur kehamilan 36 minggu grafik rata-rata pertumbuhan janin mendatar dan tampak adanya penurunan sesudah 42 minggu. Namun seringkali pula plasenta masih dapat berfungsi dengan baik sehingga berat janin bertambah terus sesuai dengan bertambahnya umur kehamilan. Zwerdling menyatakan bahwa rata-rata berat janin > 3600 gram sebesar 44,5% pada kehamilan posterm, sedangkan pada kehamilan term sebesar 30,6 %. Risiko persalinan bayi dengan berat >4000 gram pada kehamilan posterm meningkat 2-4 kali lebih besar dari kehamilan term (Prawirohardjo, 2008, p.691). Selain itu faktor risiko bayi berat lahir lebih adalah ibu hamil dengan penyakit diabetes militus, ibu dengan DMG 40% akan melahirkan bayi dengan BB berlebihan pada semua usia kehamilan (Prawirohardjo, 2007, p.291)

3. Faktor yang Mempengaruhi Berat Bayi Lahir Berat lahir merupakan hasil interaksi dari berbagai faktor melalui suatu proses yang berlangsung selama berada dalam kandungan. Menurut Sri Kardjati (1985, p.21) dalam Setianingrum (2005) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi berat bayi lahir adalah sebagai berikut : Faktor lingkungan internal mempengaruhi berat bayi lahir antara lain sebagai berikut : a. Umur Ibu hamil Menurut sitorus (1999, p.13) dalam setianingrum (2005) menyatakan Umur ibu erat kaitannya dengan berat bayi lahir, kehamilan dibawah umur 20 tahun merupakan kehamilan berisiko tinggi, 2-4 kali lebih tinggi di bandingkan dengan kehamilan pada wanita yang cukup umur. Pada umur yang masih muda, perkembangan organ-organ reproduksi dan fungsi fisiologinya belum optimal. Selain itu emosi dan kejiwaannya belum cukup matang, sehingga pada saat kehamilan ibu tersebut belum dapat menanggapi kehamilannya secara sempurna dan sering terjadi komplikasi. Selain itu semakin muda usia ibu hamil, maka anak yang dilahirkan akan semakin ringan. Meski kehamilan dibawah umur sangat berisiko tetapi kehamilan diatas usia 35 tahun juga tidak dianjurkan, sangat berbahaya. Mengingat mulai usia ini sering muncul penyakit seperti hipertensi, tumor jinak peranakan, atau penyakit degeneratif pada persendian tulang belakang dan panggul. Menurut Sitorus (1999, p.15 ) dalam Setianingrum (2005) menyatakan bahwa Kesulitan lain kehamilan diatas usia 35 tahun

ini yakni bila ibu ternyata mengidap penyakit seperti diatas yang ditakutkan bayi lahir dengan membawa kelainan. Dalam proses persalinan sendiri, kehamilan di usia lebih ini akan menghadapi kesulitan akibat lemahnya kontraksi rahim serta sering timbul kelainan pada tulang panggul tengah. Mengingat bahwa faktor umur memegang peranan penting terhadap derajat kesehatan dan kesejahteraan ibu hamil serta bayi, maka sebaiknya merencanakan kehamilan pada usia antara 20-35 tahun. Menurut Depkes RI (1999, p.4) menyatakan bahwa ibu sebaiknya ibu hamil pada umur 20 – 35 tahun, karena masa tersebut merupakan masa yang aman untuk hamil alasanya, mulai umur 20 tahun rahim dan bagian – bagian lainya sudah benar – benar siap untuk untuk menerima kehamilan. Pada umur tersebut biasanya wanita sudah merasa siap untuk menjadi ibu. Dan sebaiknya tidak hamil pada usia >35 tahun, karena kesehatan tubuh ibu sudah tidak sebaik pada umur 20 – 35 tahun, biasanya ibu sudah mempunyai dua anak atau lebih, kemungkinan memperoleh anak cacat lebih besar. Menurut Depkes RI (1999, p.40) menyatakan bahwa kehamilan pada umur dibawah 20 tahun rahim dan panggul ibu belum berkembang dengan baik, hingga perlu diwaspadai kemungkinan mengalami persalinan yang sulit dan keracunan hamil, sedangkan kehamilan pada usia > 35 tahun kesehatan dan keadaan rahim tidak sebaik seperti pada umur 20 – 35 tahun sebelumnya, hingga perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya persalinan lama, perdarahan dan risiko cacat bawaan.

Selain itu semakin muda dan semakin tua umur seorang ibu yang sedang hamil, akan berpengaruh terhadap kebutuhan gizi yang diperlukan. Umur yang muda perlu tambahan gizi yang banyak karena selain digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan dirinya sendiri juga harus berbagi dengan janin yang dikandungnya. Sedangkan umur yang tua perlu energy yang besar juga karena fungsi organ yang semakin melemah dan diharuskan untuk bekerja maksimal maka memerlukan tambahan energi yang cukup guna mendukung kehamilan yang sedang berlangsung ( kristyanasari, 2010, p. 51). b. Jarak Kehamilan/Kelahiran Menurut anjuran yang dikeluarkan oleh badan koordinasi keluarga berencana (BKKBN) jarak kelahiran yang ideal adalah 2 tahun atau lebih, kerena jarak kelahiran yang pendek akan menyebabkan seorang ibu belum cukup

untuk

memulihkan

kondisi

tubuhnya

setelah

melahirkan

sebelumnya. Ini merupakan salah satu faktor penyebab kelemahan dan kematian ibu serta bayi yang dilahirkan. Menurut Sitorus (1999, p.16) dalam Setianingrum (2005) menyatakan bahwa Risiko proses reproduksi dapat ditekan apabila jarak minimal antara kelahiran 2 tahun. Menurut Depkes RI (1999, p.41) menyatakan kehamilan yang perlu diwaspadai adalah jarak persalinan terakhir dengan awal kehamilan sekarang kurang dari 2 tahun, bila jarak terlalu dekat , maka rahim dan kesehatan ibu belum pulih dengan baik. Pada keadaan ini perlu diwaspadai

kemungkinan pertumbuhan janin kurang baik, persalinan lama atau perdarahan. c. Paritas Paritas

secara

luas

mencakup

gravida/jumlah

kehamilan,

prematur/jumlah kelahiran, dan abortus/jumlah keguguran. Sedang dalam arti khusus yaitu jumlah atau banyaknya anak yang dilahirkan. Paritas dikatakan tinggi bila seorang ibu/wanita melahirkan anak ke empat atau lebih. Seorang wanita yang sudah mempunyai tiga anak dan terjadi kehamilan lagi keadaan kesehatannya akan mulai menurun, sering mengalami kurang darah (anemia), terjadi perdarahan lewat jalan lahir dan letak bayi sungsang ataupun melintang. Menurut Depkes RI (1999, p.40) jumlah anak >4 orang perlu diwaspadai kemungkinan persalinan lama, karena makin banyak anak, rahim ibu makin lemah. d. Kadar Hemoglobin (Hb) Kadar hemoglobin (Hb) ibu hamil sangat mempengaruhi berat bayi yang dilahirkan. Menurut Sitorus (1999, p.63) dalam Setianingrum (2005) menyatakan bahwa Seorang ibu hamil dikatakan menderita anemia bila kadar hemoglobinnya dibawah 11 gr%. Hal ini jelas menimbulkan gangguan pertumbuhan hasil konsepsi, sering terjadi immaturitas, prematuritas, cacat bawaan, atau janin lahir dengan berat badan yang rendah (Soebroto, 2009, p.76).

Menurut Depkes RI (1999, p. 8) kadar hemoglobin tidak normal pada ibu hamil akan menambah risiko mendapatkan bayi berat lahir rendah (BBLR), dan gangguan perkembangan otak, resiko perdarahan sebelum dan pada saat persalinan, bahkan dapat menyebabkan kematian ibu dan bayinya, jika ibu hamil tersebut menderita anemia berat. Keadaan ini disebabkan karena kurangnya suplai darah nutrisi akan oksigen pada placenta yang akan berpengaruh pada fungsi plasenta terhadap janin. e. Status Gizi Ibu Hamil Status gizi ibu pada waktu pembuahan dan selama hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan janin yang sedang dikandung. Selain itu gizi ibu hamil menentukan berat bayi yang dilahirkan, maka pemantauan gizi ibu hamil sangatlah penting dilakukan. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengetahui status gizi ibu hamil antara lain memantau pertambahan berat badan selama hamil, mengukur lingkar lengan atas ( LILA) dan mengukur kadar hemoglobin, pertambahan berat badan selama hamil sekitar 10 -12 kg, dimana trimester I pertambahan kurang dari 1 kg, trimester II sekitar 3 kg, dan trimester III sekitar 6 kg.pertambahan berat badan ini juga sekaligus bertujuan memantau pertumbuhan janin. Pengukuran LILA dimaksudkan untuk mengetahui apakah seseorang menderita Kurang Energi Kronis (KEK), sedangkan pengukuran kadar hemoglobin untuk mengetahui kondisi ibu apakah megalami anemia besi ( kristyanasari, 2010, p.66). Menurut Sitorus (1999, p.41) dalam Setianingrum (2005), Sebagai ukuran sekaligus pengawasan bagi

kecukupan gizi ibu hamil bisa di lihat dari kenaikan berat badannya. Ibu yang kurus dan selama kehamilan disertai penambahan berat badan yang rendah atau turun sampai 10 kg, mempunyai risiko paling tinggi untuk melahirkan bayi dengan BBLR. Sehingga ibu hamil harus mengalami kenaikan berat badan berkisar 11-12,5 Kg atau 20% dari berat badan sebelum hamil. Sedang Lingkar Lengan Atas (LLA) adalah antropometri yang dapat menggambarkan keadaan status gizi ibu hamil dan untuk mengetahui resiko Kekurangan Energi Kalori (KEK) atau gizi kurang. Ibu yang memiliki ukuran Lingkar Lengan Atas (LILA) di bawah 23,5 cm berisiko melahirkan bayi BBLR (kristyanasari, 2010, p. 68). Pengukuran LILA lebih praktis untuk mengetahui status gizi ibu hamil karena alat ukurnya sederhana dan mudah dibawa kemana saja, dan dapat dipakai untuk ibu dengan kenaikan berat badan yang ekstrim. Seorang ibu yang sedang hamil mengalami kenaikan berat badan sebanyak 10-12 kg. Pada trimester I kenaikan berat badan seorang ibu tidak mencapai 1 kg, namun setelah mencapai trimester II penambahan berat badan semakin banyak yaitu 3 kg dan pada trimester III sebanyak 6 kg. kenaikan tersebut disebabkan karena adanya pertumbuhan janin, plasenta dan air ketuban . Kenaikan BB yang ideal untuk ibu yang gemuk yaitu antara 7 kg dan 12,5 kg untuk ibu yang tidak gemuk, jika BB ibu tidak normal maka akan memungkinkan terjadinya keguguran, lahir premature, BBLR, gangguan kekuatan rahim saat kelahiran, dan perdarahan setelah persalinan (Proverawati, 2009, p.53).

f. Penyakit Saat Kehamilan Penyakit pada saat kehamilan yang dapat mempengaruhi berat bayi lahir diantaranya adalah Diabetes Melitus Gestasional (DMG), cacar air, dan penyakit infeksi TORCH. Penyakit DMG adalah intoleransi glukosa yang dimulai atau baru ditemukan pada waktu hamil. Tidak dapat dikesampingkan kemungkinan adanya intoleransi glukosa yang tidak diketahui yang

muncul seiring kehamilan, komplikasi yang mungkin

sering terjadi pada kehamilan dengan diabetes adalah bervariasi, Pada ibu akan meningkatkan risiko terjadinya preeklamsia, secsio sesaria, dan terjadiny diabetes mellitus tipe 2 di kemudian hari, sedangkan pada janin meningkatkan risiko terjadinya makrosomi (Prawirohardjo, 2008, p.851). Penyakit infeksi TORCH adalah suatu istilah jenis penyakit infeksi yaitu Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus dan Herpes. Keempat jenis penyakit ini sama bahayanya bagi ibu hamil yaitu dapat menganggu janin yang dikandungnya. Bayi yang dikandung tersebut mungkin akan terkena katarak mata, tuli, Hypoplasia (gangguan pertumbuhan organ tubuh seperti jantung, paru-paru, dan limpa). Bisa juga mengakibatkan berat bayi tidak normal, keterbelakangan mental, hepatitis, radang selaput otak, radang iris mata, dan beberapa jenis penyakit lainnya (Prawirohardjo, 2008, p.935 942). Faktor-faktor yang mempengaruhi berat bayi lahir secara tidak langsung/eksternal dapat dijelaskan sebagai berikut :

1) Faktor lingkungan eksternal yang meliputi kondisi lingkungan, asupan zat gizi ibu hamil dan tingkat social ekonomi ibu hamil, kebersihan dan kesehatan lingkungan serta ketinggian tempat tinggal Faktor kebersihan dan kesehatan lingkungan berkaitan dengan cacing tambang, Seseorang yang asupan zat besinya cukup tetapi jika sering terinfeksi cacing tambang dapat menderita anemia. Demikian juga jika seorang yang asupan zat besi rendah maka daya tahan tubuhnya berkurang sehingga mudah sering mudah terserang penyakit dan akhirnya akan mengalami penurunan kadar Hb. Faktor ketinggian tempat

tinggal

menurut

Jitowiyono

dan

weni

(2010,

p.77)

menyebutkan salah satu faktor penyebab berat bayi lahir tidak normal adalah tempat tinggal yaitu dataran tinggi. Menurut kristyanasari (2010, p. 50) pada dasarnya suhu tubuh dipertahankan pada suhu 36,5 – 370 C untuk metabolisme yang optimum adanya perbedaan suhu antara tubuh dan lingkungan, maka mau tidak mau tubuh harus menyesuaikan diri demi kelangsungan hidupnya yaitu tubuh harus melepaskan sebagian panasnya diganti dengan hasil metabolism tubuh, makin besar perbedaan antara tubuh dengan lingkungan maka akan semakin besar pula panas yang dilepaskan. 2) Faktor ekonomi, sosial dan meliputi jenis pekerjaan, tingkat pendidikan, dan pengetahuan ibu hamil : Menurut kristyanasari (2010, p. 49 -50) menyatakan bahwa keadaan ekonomi keluarga akan mempengaruhi pemilihan ragam dan kualitas

bahan makanan, ekonomi seseorang mempengaruhi dalam pemilihan makanan yang akan dikonsumsi sehari – harinya. Seseorang dengan ekonomi yang tinggi kemudian hamil maka kemungkinan besar sekali gizi yang dibutuhkan tercukupi ditambah lagi adanya pemeriksaan membuat gizi ibu semakin terpantau. jenis pekerjaan atau aktifitas juga mempengaruhi Berat Bayi Lahir, jika aktivitas ibu hamil tinggi, kebutuhan energinya juga akan tinggi. pengetahuan ibu dalam pengambilan keputusan dan juga akan berpengaruh pada perilakunya, ibu dengan pengetahuan gizi yang baik, kemungkinan akan memberikan gizi yang cukup bagi bayinya. kepercayaan terhadap adat juga dapat mempengaruhi asupan makanan ibu hamil, misalnya, ada kepercayaan bahwa pada waktu hamil ibu dilarang makan ikan karena dikhawatirkan bayinya cacingan dan berbau amis, padahal, konsumsi ikan terutama ikan laut justru sangat dianjurkan karena kandungan lemaknya rendah, proteinya tinggi, serta mengandung omega 3 dan omega 6 yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan otak janin dalam kandungan. semua faktor tersebut berpengaruh pada status gizi ibu hamil yang selanjutnya berpengaruh kadar hemoglobin ibu hamil dan berat bayi lahir (Wibisono, 2008, p.63 – 64). g. Faktor penggunaan sarana kesehatan yang berhubungan frekuensi pemeriksaan kehamilan / ANC Pemeriksaan

kehamilan

bertujuan

untuk

mengenal

dan

mengidentifikasi masalah yang timbul selama kehamilan, sehingga

kesehatan selama ibu hamil dapat terpelihara dan yang terpenting ibu dan bayi dalam kandungan akan baik dan sehat sampai saat persalinan. Pemeriksaan kehamilan hendaknya dimulai seawal mungkin, yaitu segera setelah tidak haid selama 2 bulan berturut-turut tujuanya agar kalau ada kelainan pada kehamilan, masih cukup waktu untuk menangani sebelum persalinan (Depkes RI, 1999, p. 36). Menurut Huliana (2001, p. 80) selama masa hamil ibu dianjurkan memeriksakan kondisi kehamilan secara teratur dan berkala: 1) Pada awal kehamilan sampai dengan 28 minggu, pemeriksaan dilakukan setiap satu bulan satu kali 2) Pada kehamilan 28-32 minggu, pemeriksaan yang dilakukan setiap tiga minggu satu kali 3) Pada kehamilan 32–36 minggu, pemeriksaan yang dilakukan setiap dua minggu satu kali 4) Pada kehamilan 36–40 minggu, pemeriksaan yang dilakukan setiap satu minggu satu kali Menurut Profil kesehatan jawa tengah tahun 2009 Kunjungan ibu hamil yang sesuai standar adalah pelayanan yang mencakup minimal: 1) Timbang badan dan ukur tinggi badan 2) Ukur tekanan darah 3) Skrining status imunisasi tetanus (dan pemberian imunisasi tetanus toxoid) 4) Ukur tinggi fundus uteri

5) Pemberian tablet Fe (90 tablet selama kehamilan) 6) Temu wicara (pemberian komunikasi interpersonal dan konseling) 7)

Test laboratorium sederhana (Hb, protein urin) dan atau berdasarkan indikasi (HbsAG, Sifilis, HIV, Malaria, TBC).

B. Hemoglobin Ibu Hamil 1. Pengertian Hemoglobin Hemoglobin adalah suatu protein yang kompleks, yang tersusun dari protein globin dan senyawa bukan protein yang dinamai hem ( Sadikin, 2001, p.17). Hemoglobin merupakan senyawa pembawa oksigen pada sel darah merah (Supariasa dkk, 2001, p.145). Menurut Soebroto (2009, p.2) hemoglobin merupakan protein pernafasan (respiratory protein) yang mengandung besi dalam bentuk heme, yang merupakan tempat terikatnya molekul – molekul oksigen. 2. Struktur Hemoglobin Dalam hemoglobin terdapat protein (globin ) dan hem. Hem terdiri dari senyawa yang rumit, yang tersusun dari suatu senyawa lingkar yang bernama profirin, yang bagian pusatnya ditempati oleh logam besi (Fe). Jadi, hem adalah senyawa porfirin-besi (Fe-porfirin), sedangkan hemoglobin adalah kompleks antara globin-hem. Satu molekul hem mengandung 1 atom besi, demikian pula 1 protein globin hanya mengikat 1 molekul hem. Sebaliknya, 1 molekul hemoglobin terdiri atas 4 buah kompleks molekul globin dengan hem. Jadi, dalam tiap molekul hemoglobin terkandung 4 atom besi (Sadikin, 2001, p.19-20). Hemoglobin terdiri dari besi yang mengandung

pigmen hem dan protein globin yang terdiri dari alpha (α ), beta ( β), delta ( δ), dan gamma ( γ). HbA1 tersusun dari 2 pasang globin yang berbeda yaitu globin 2α dan 2β. Oleh karena itu HbA1 dapat juga dinyatakan dalam jenis globin penyusunya, yaitu sebagai α2β2 dan HbA2 yang dapat dituliskan sebagai α2δ2 karena terdiri dari globin 2α dan 2δ (Sadikin, 2001, p.20). Pada orang dewasa sehat, terdapat 2 macam hemoglobin yaitu HbA1 dan HbA2 (A singkatan dari adult, dewasa). molekul HbA1 tersusun dari 2 pasang globin yang berbeda, yaitu 2 globin α dan 2 globin β. Oleh karena itu, HbA1 dapat juga dinyatakan dalam jenis globin penyusunya (sebagai α2β2) begitu juga dengan HbA2 dapat dituliskan α2δ2, karena terdiri dari 2 rantai globin α dan 2 rantai globin δ. Pada bayi dalam kandungan, terutama 2 trimester pertama, hemoglobin dalam sel darah merah bukanlah salah satu atau dari kedua HbA tersebut, akan tetapi HbF (fetal). HbF dalam janin rumus tetrameternya adalah α2γ2. Dari rumus tetrameter ini, jelaslah ada perbedaan antara HbA dengan HbF terletak pada rantai γ pada HbF dan rantai β/δ pada kedua macam HbA. Kedua macam hemoglobin ini sama – sama mempunyai 2 globin α (Sadikin, 2001, p.19-20). 3. Fungsi Hemoglobin Fungsi hemoglobin adalah mengikat dan membawa oksigen dari paru untuk diedarkan dan dibagikan keseluruh sel di berbagai jaringan. ikatan hemoglobin dan oksigen disebut oksihemoglobin (HbO2), fungsi kedua adalah membawa karbondioksida membentuk karbonmonoksi hemoglobin (HbCO) yang berperan dalam keseimbangan ph darah. Dalam menjalankan

fungsinya membawa oksigen ke seluruh tubuh, hemoglobin didalam sel darah merah mengikat oksigen melalui suatu ikatan kimia khusus. Hemoglobin yang tidak atau belum mengikat oksigen dinamakan deoksihemoglobin (Hb) . hemoglobin yang mengikat oksigen dinamakan oksihemoglobin (HbO2) reaksi penggabungan hemoglobin dan oksigen terjadi di alveolus paru-paru, tempat berlangsungnya pertukaran udara antara tubuh dengan lingkungan. Sebaliknya reaksi penguraian terjadi di dalam berbagi jaringan. Dengan demikian bahwa hemoglobin dalam sel darah merah mengikat oksigen di paru-paru dan melepaskanya di jaringan, untuk diserahkan dan digunakan oleh sel. Fungsi lain dari hemoglobin dalam sel darah merah adalah mengikat dan mempermudah transportasi CO2 yang terbentuk diseluruh jaringan yang mampu melakukan metabolism secara aerob (dengan menggunakan oksigen), untuk dibawa ke jaringan pembuangan ekskreta yang berbentuk gas yaitu paru – paru. Dengan demikian, didalam paru- paru terjadilah pertukaran gas dengan lingkungan, O2 diambil dari lingkungan da CO2 dikeluarkan ke lingkungan (Sadikin, 2001, p.15-16). Pada bayi dalam kandungan, terutama 2 trimester pertama, hemoglobin dalam sel darah merah bukanlah salah satu atau dari kedua HbA tersebut, akan tetapi HbF (fetal). Afinitas HbF terhadap oksigen lebih besar daripada afinitas HbA. seluruh pasokan oksigen janin tergantung dari ibu, hemoglobin dalam sel darah merah adalah HbA, untuk dapat “menarik” dan mengikat oksigen yang terikat dalam darah ibu yang terpisah pula oleh plasenta, dari darah janin, didalam sel darah merah janin harus ada suatu

mekanisme untuk dapat menarik oksigen, mekanisme tersebut dijalankan oleh HbF. Afinitasnya akan oksigen yang lebih besar daripada afinitas HbA, oksigenpun ditarik oleh HbF yang ada dalam sel darah merah janin. Perbedaan afinitas akan oksigen disebabkan oleh perbedaan jenis protein globin yang membentuk tiap – tiap hemoglobin, hemoglobin merupakan suatu tetramer (gabungan 4 molekul hemoglobin yang berinteraksi satu sama lain, yang membentuk molekul yang lebih besar) (Sadikin, 2001, p.19-20). Dengan banyaknya O2 yang dapat diikat dan dibawa oleh darah, berkat adanya Hb yang terkurung dalam sel darah merah, pasokan O2 ke berbagai tempat diseluruh tubuh, bahkan yang paling terpencil dan terisolasi sekalipun akan terjamin. Akibatnya, berbagai sel dalam tubuh dapat bekerja melakukan fungsinya dengan energi cukup. Hasilnya, individu tersebut dapat berfungsi dan berkembang dengan sempurna termasuk janin yang ada dalam kandungan (Sadikin, 2001, p.15). 4.

Penyebab Turunya Kadar Hemoglobin Faktor-faktor penyebab turunya kadar hemoglobin menurut Soebroto (2009, p.21-22) adalah : a. Penghancuran sel darah merah yang berlebihan (anemia hemolitik) yaitu sel darah merah yang dihancurkan secara berlebihan (umur sel darah merah normalnya 120 hari, pada keadaan anemia hemolitik umur sel darah merah lebih pendek) . Sumsum tulang penghasil sel darah merah tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh akan sel darah merah. Kelainan bawaan yang mengakibatkan gangguan sel darah merah juga dapat

menyebabkan anemia. Kekurangan zat besi, penyebab langsung

dari

turunya kadar hemoglobin adalah ketidakcukupan asupan Fe dan infeksi penyakit seperti cacing tambang. Seseorang yang asupan zat besinya cukup tetapi jika sering terinfeksi cacing tambang dapat menderita anemia. Demikian juga jika seorang yang asupan zat besi rendah maka daya tahan tubuhnya berkurang sehingga mudah sering mudah terserang penyakit dan akhirnya akan mengalami penurunan kadar Hb b. Produksi sel darah merah yang tidak optimal ini terjadi saat sumsum tulang tidak dapat membentuk sel darah merah dalam jumlah cukup. Ini akibat dari infeksi virus, paparan terhadap kimia beracun,radiasi atau obat – obatan (antibiotik, antikejang, atau obat kanker). Cacat pada sel darah merah (SDM), sel darah merah mempunyai komponen penyusun banyak sekali, tiap-tiap komponen apabila mengalami cacat akan menimbulkan masalah bagi sel darah merah tidak berfungsi sebagaimana mestinya dan dengan cepat mengalami penuaan dan segera dihancurkan c. Kehilangan darah dapat menyebabkan kadar hemoglobin turun (anemia), pembedahan atau permasalan dengan pembekuan darah. Perdarahan kecil atau mikro yang terjadi dalam jangka waktu yang lama dapat menimbulkan turunya kadar hemoglobin. Kehilangan darah yang banyak karena menstruasi pada remaja atau perempuan juga dapat menyebabkan kadar hemoglobin turun Menurut proverawati & asfuah (2009, p.76) penyebab turunya hemoglobin adalah:

a. Makanan yang kurang bergizi b. Gangguan pencernaan dan malabsorpsi c. Kurangnya zat besi dalam makanan d. Kebutuhan zat besi yang meningkat e. Kehilangan darah banyak f. Penyakit – penyakit kronis seperti TBC, cacing usus, malaria dan lain lain. Sedangkan faktor predisposisi terbesar terjadinya konsentrasi kadar hemoglobin yang turun dibawah normal adalah status gizi yang buruk dengan defisiensi multivitamin. 5. Dampak Turunya Kadar Hemoglobin Pengaruh turunya kadar hemoglobin pada kehamilan dan janin menurut Manuaba (2010, p 30-32) adalah sebagai berikut : a. Pengaruh turunya kadar hemoglobin terhadap kehamilan 1) Bahaya selama kehamilan yaitu Dapat terjadi abortus, Persalinan prematuritas, Hambatan tumbuh kembang janin, Mudah terjadi infeksi, Ancaman dekompensasi cordis (Hb <6 gr %), Mola hidatidosa, Hiperemesis gravidarum, Perdarahan antepartum, Ketuban pecah dini (KPD). 2) Bahaya selama persalinan yaitu Gangguan his kekuatan mengejan, Kala I lama, partus terlantar, Kala II lama sehingga melelahkan dan sering memerlukan tindakan operasi kebidanan, Kala uri dapat diikuti retensio plasenta, dan perdarahan postpartum karena atonia uteri, Kala IV dapat terjadi perdarahan post partum sekunder dan atonia uteri

3) Bahaya

selama

nifas:

terjadi

subinvolusi

uteri

menimbulkan

perdarahan post partum, memudahkan infeksi puerperium, pengeluaran ASI berkurang, terjadi dekompensasi cordis mendadak setelah persalinan, anemia kala nifas, mudah terjadi infeksi mammae b. Bahaya terhadap janin: abortus,terjadi kematian intrauterine, persalinan prematuritas tinggi, BBLR, kelahiran dengan anemia, cacat bawaan, bayi mudah mendapat infeksi, intelegensia rendah Menurut Sadikin (2001, p.24) dampak turunya kadar hemoglobin terhadap kehamilan adalah : Gangguan pada organ uterus, uterus memerlukan kontraksi yang kuat pada saat persalinan, menghentikan perdarahan akibat perlepasan plasenta dari perlekatanya dipermukaan dalam endometrium yang luas selama kehamilan dan sesudah persalinan untuk involusi uterus. Kadar hemoglobin pada ibu hamil yang < 11,0 % akan membuat kontraksi otot rahim lemah ketika persalinan berlangsung (atonia uteri), menyebabkan masa persalinan memenjang (partus lama) dengan bahaya perdarahan atau infeksi serta hipoksia pada janin. Hasil penelitian Rahmawati (2005), menunjukan kadar hemoglobin selama kehamilan <11,0 % melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah dibandingkan dengan kadar hemoglobin yang normal. Keadaan tersebut merupakan faktor yang meningkatkan angka kematian ibu dan anak. 6. Tanda – tanda Kadar Hemoglobin Tidak Normal Tantda – tanda kadar hemoglobin tidak normal menurut Soebroto ( 2009, p.23) adalah sebagai berikut :

a. Wajah tampak pucat, kepucatan pada lidah dan bibir dalam dan conjungtiva, hemoglobin dalam darah merah memberikan warna merah pada lidah dan bibir serta conjungtiva , lidah dan bibir bagian dalam akan terjadi apabila kandungan hemoglobin terlalu sedikit didalam tubuh. Kepucatan merupakan tanda anemia ringan atau akut. b. Lemah, letih, lesu, mudah lelah, dan lunglai. orang yang kadar hemoglobinya turun dibawah normal (anemia) akan merasa tidak sehat, merasa letih, lesu, sakit kepala dan kehilangan nafsu makan. rasa letih terlebih dahulu muncul pada orang yang mengalami kekurangan zat besi dengan kadar Hb rendah c. Mata berkunang – kunang, nafsu makan berkurang, sulit berkonsentrasi dan mudah lupa, sering sakit d. Sesak nafas, orang yang kadar hemopglobinya tidak normal akan merasa sesak nafas dan jantungnya berdebar terlalu keras. Ini menandakan bahwa jantung bekerja terlalu keras untuk memompa darah pada seluruh tubuh untuk mendapat oksigen keseluruh sel e. Pada bayi dan batita biasanya terdapat gejala kulit pucat atau berkurangnya warna merah muda pada bibir dan bawah kuku f. Jika anemia disebabkan penghancuran berlebihan dari sel darah merah, maka terdapat gejala lain seperti jaundice, warna kuning pada bagian putih mata, pembesaran limpa dan warna urin seperti teh.

Menurut Supariasa dkk ( 2001, p. 145) menyatakan bahwa nilai normal yang paling sering dinyatakan adalah 14 – 18 gr% untuk pria dan 12 – 16 gr% untuk wanita. 7. Hemoglobin Ibu Hamil Pada kehamilan jumlah sel darah merah, tingkat hemoglobin dan packed cell volume meningkat sesuai dengan umur kehamilan. Kebanyakan eritrosit mengandung hemoglobin fetus (HbF), pada mingu ke 36, 70% eritrosit mengandung HbF, dan 30% hemoglobin dewasa, namun terdapat variasi yang luas (Hipokrates, 2001, p. 28). Pada saat hamil, jumlah darah yang ada terpakai untuk kebutuhan ibu dan janin, maka otomatis volum darah jadi berkurang. Akibatnya pasokan oksigen ke otak berkurang. Diawal kehamilan sampai pertengahan trimester kedua, pembuluh darah ibu hamil cenderung melebar. Seringkali volume darah yang tersedia tidak cukup untuk mengisi ruang-ruang kosong di pembuluh darah yang melebar. Akibatnya, terjadi tekanan darah rendah (Soebroto, 2009, p.56-57). Penurunan kadar Hb pada wanita sehat yang hamil disebabkan ekspansi volume plasma yang lebih besar daripada peningkatan volume sel darah merah dan hemoglobin. Hal ini terjadi pada TM III. Pada akhir kehamilan, ekspansi plasma menurun sementara hemoglobin terus meningkat. Pada saat nifas, bila tidak terjadi kehilangan darah dalam jumlah besar, konsentrasi hemoglobin tidak berbeda dengan saat hamil (Mansjoer, 2001, p.288).

Menurut kristyanasari (2010, p.67) kondisi kadar hemoglobin yang berada dibawah normal di definisikan anemia. Di Indonesia umumya disebabkan kekurangan zat besi yang merupakan salah satu gangguan yang paling sering terjadiselama kehamilan, ibu hamil umunya mengalami deplesi besi sehingga hanya member sedikit nesi kepada janin yang dibutuhkan untuk metabolisme besi yang normal, selanjutnya kadar hemoglobin akan turun pada sampai dibawah 11 gr/dl selama trimester III. Menurut proverawati & asfuah (2009, p.79) wanita hamil dikatakan anemia jika kadar hb kurang dari 10 gr%. Pengawasan terhadap ibu hamil harus sudah mulai dilaksanakan pada trimester I dan III, karena pengenceran mencapai puncaknya. Hemoglobin merupakan parameter yang digunakan secara luas untuk menetapkan prevalensi anemia. Hemoglobin merupakan senyawa pembawa oksigen pada sel darah merah. Hemoglobin dapat diukur secara kimia dan jumlah Hb/100 ml darah dapat digunakan sebagai indeks kapasitas pembawa oksigen pada darah. Kandungan hemoglobin yang rendah diindikasikan anemia (Supariasa, 2001, p.145). Berdasarkan data penelitian Scott & Pritchard (1967), tentang konsentrasi hemoglobin pada 85 wanita sehat yang terbukti memiliki cadangan besi, maka anemia pada wanita tidak hamil didefinisikan sebagai konsentrasi hemoglobin yang kurang dari 12 g/dl dan kurang dari 10 g/dl selama kehamilan atau masa nifas. Konsentrasi hemoglobin lebih rendah pada pertengahan kehamilan. Pada awal kehamilan dan kembali menjelang aterm, kadar hemoglobin pada sebagian besar wanita sehat yang memiliki cadangan besi adalah 11 g/dl atau lebih. Atas alasan

tersebut, maka dapat didefenisikan anemia sebagai kadar hemoglobin kurang dari 11 g/dl pada trimester pertama dan ketiga, dan kurang dari 10,5 g/dl pada trimester kedua (Proverawati, 2009, p.76). Kadar Hemoglobin (Hb) ibu sangat mempengaruhi berat bayi yang akan dilahirkan. Ibu hamil yang anemia karena Hbnya rendah bukan hanya membahayakan jiwa ibu tetapi juga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan serta membahayakan jiwa janin. Hal ini disebabkan karena kurangnya suplai nutrisi dan oksigen pada placenta yang akan berpengaruh pada fungsi placenta terhadap janin. Turunya kadar hemoglobin pada ibu hamil akan menambah risiko mendapatkan Bayi Berat Lahir rendah (BBLR), risiko perdarahan sebelum dan pada saat persalinan, bahkan dapat menyebabkan kematian ibu dan bayinya, jika ibu hamil tersebut menderita anemia berat (Dinkes Prov, 2009). Kadar Hemoglobin (Hb) ibu sangat mempengaruhi berat bayi yang akan dilahirkan. Ibu hamil yang anemia karena Hbnya rendah bukan hanya membahayakan jiwa ibu tetapi juga mengganggu pertumbuhan dan perkembangan serta membahayakan jiwa janin. Hal ini disebabkan karena kurangnya suplai nutrisi dan oksigen pada placenta yang akan berpengaruh pada fungsi placenta terhadap janin. Untuk mengetahui kadar hemoglobin seseorang maka perlu dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin 8. Metode Pemeriksaan Hemoglobin Menurut supariasa dkk (2002, p.146 - 147) ada beberapa pemeriksaan hemoglobin :

a. Pemeriksaan dengan metode Sahli Metode pemeriksaan Sahli merupakan pemeriksaan kadar hemoglobin yang menggunakan teknik kimia dengan membandingkan senyawa akhir secara visual terhadap standar gelas warna 1. Reagensia a. HCL b. Aquadest 2. Alat/sarana a. Pipet hemoglobin b. Alat sahli c. Pipet pastur d. Pengaduk 3. Prosedur kerja a. Masukan HCL 0,1 N kedalam tabung sahli sampai angka 2 b. Bersihkan ujung jari yang akan diambil darahnya dengan larutan desinfektan (alkohol 70%, betadin) kemudian tusuk dengan lanset c. Isap dengan pipet hemoglobin sampai melewati batas, bersihkan ujung pipet kemudian teteskan darah sampai ke tanda batas dengan cara menggeserkan ujung pipet ke kertas saring atau tissue d. Masukan pipet yang berisi darah kedalam tabung kemudian tiup pelan-pelan. Usahakan tidak timbul gelembung udara. Bilas sisa darah yang menempel pada dinding pipet dengan cara menghisap HCL dan meniupnya lagi sebanyak 2-4 kali

e. Campur sampai rata dan diamkan + 10 menit f. Masukan kedalam alat pembanding, encerkan dengan aquades tetes demi tetes sampai warna larutan homogeny. Bila sudah sama baca kadar hemoglobin pada skala tabung. b. Pemeriksaan dengan metode sian-methemoglobin Reagensia 1) Laruran kalium feerosianida (K3Fe(CN)6 0.6 mmol/l 2) Larutan kalium sianida (KCN) 1.0 mmol/l Alat/sarana: 1) Pipet darah 2) Tabung cuvet 3) Kolorometer Prosedur kerja 1)Masukan campuran reagen sebanyak 5 ml kedalam cuvet 2)Ambil darah kapiler seperti pada metode sahli sebanyak 0,02 ml dan masukan kedalam cuvet diatas, kocok dan diamkan selama 3 menit 3)Baca dengan kalorimeter pada lambda 546 Perhitungan: Kadar Hb = absorpsi x 36,8 gr/dl/100ml, atau Kadar Hb = absorpsi x 22,8 mmol/l

C. Kerangka Teori

Gambar 2.1. Kerangka Teori Penelitian

Umur ibu hamil

Penyakit kehamilan

Berat Bayi Lahir

Jarak kelahiran

Kadar Hb ibu hamil

Paritas

Pemeriksaan kehamilan

Status gizi

Sumber : Sri Kardjati (1985, p. 21) dalam Setianingrum (2005), Proverawati &Asfuah (2009, p. 76) Keterangan : : Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti D. Kerangka Konsep

Gambar 2.2. Kerangka Konsep penelitian

Variabel Bebas: Kadar Hb ibu hamil

Variabel Terikat: Berat bayi lahir

E. Hipotesis Hipotesis : Ada pengaruh kadar hemoglobin ibu hamil terhadap berat bayi lahir di RS Permata Bunda Kab.Grobogan.