BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kecemasan 1. Pengertian Cemas berasal dari bahasa latin anxius dan dalam bahasa jerman angst kemudian menjadi anxiety yang berarti kecemasan, merupakan suatu kata yang digunakan oleh Freud untuk menggambarkan suatu efek negatif dan keterangsangan (Jatman, 2000). Kecemasan
adalah gangguan
alam
perasaan (affective)
ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam
yang dan
berkelanjutan , tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas , kepribadian utuh, perilaku dapat terganggu tapi masih dalam batas normal (Hawari, 2006). Kecemasan berkaitan erat dengan perasaan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki
obyek yang
spesifik,
kondisi dialami secara subyektif dan
dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal (Hamid,1998 ). Kecemasan tidak dapat dihindarkan dari kehidupan individu dalam memelihara keseimbangan. Pengalaman cemas seseorang tidak sama pada beberapa situasi dan hubungan interpersonal. Hal yang dapat menimbulkan kecemasan biasanya bersumber dari ancaman integritas biologi meliputi gangguan terhadap kebutuhan dasar makan, minum, kehangatan, sex, dan ancaman terhadap keselamatan diri seperti tidak menemukan integritas diri, tidak menemukan status
prestise, tidak memperoleh pengakuan dari orang lain dan ketidaksesuaian pandangan diri dengan lingkungan nyata (Suliswati, 2005). 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan a. Faktor predisposisi Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya kecemasan (Stuart, 2007). Faktor faktor tersebut antara lain : 1). Teori psikoanalitik Menurut teori psikoanalitik Sigmund Freud, kecemasan
timbul karena
konflik antara elemen kepribadian yaitu id(insting) dan super ego (nurani ). Id mewakili dorongan insting dan
impuls primitif
seseorang
sedang
superego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan norma budayanya. Ego berfungsi menengahi tuntutan dari dua elememen yang bertentangan dan fungsi kecemasan adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya. 2). Teori interpersonal Menurut teori ini kecemasan timbul dari perasan takut terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Kecemasan Juga berhubungan dengan perpisahan dan kehilangan yang menimbulkan kelemahan spesifik.
3). Teori behavior Kecemasan merupakan produk frustrasi yaitu segala sesuatu yang
mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan
yang
diinginkan. 4). Teori perspektif keluarga Kecemasan dapat timbul karena pola interaksi yang tidak adaptif dalam keluarga. 5). Teori perspektif biologi Fungsi biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus Benzodiapine. Reseptor ini mungkin membantu mengatur Penghambat asam amino butirik-gamma
kecemasan.
neuro regulator (GABA) juga
mungkin memainkan peran utama dalam mekanisme biologis berhubungan dengan kecemasan sebagaimana endomorfin. Selain itu telah dibuktikan bahwa kesehatan umum seseorang mempunyai akibat nyata sebagai predisposisi terhadap kecemasan. Kecemasan dapat disertai gangguan fisik dan menurunkan kapasitas seseorang untuk mengatasi stressor. b. Faktor presipitasi Faktor presipitasi adalah factor-faktor yang dapat menjadi pencetus terjadinya kecemasan (Stuart, 2007).
Faktor pencetus tersebut adalah :
1) Ancaman terhadap integritas seseorang yang meliputi ketidakmampuan fisiologis atau menurunnya kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari. 2) Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan harga diri dan fungsi sosial yang terintegrasi dari
seseorang.
identitas
Pada pasien yang akan menjalani
operasi faktor
kecemasannya adalah faktor yang dialami individu maupun
pekerjaan,
baik bersifat
eksternal. Faktor internalnya adalah adanya
pembiusan,kecacatan,
Sedangkan
internal
ketakutan akan
kematian, takut akan rasa nyeri, takut
menjadi tanggungan keluarga.
pencetus
kehilangan
faktor eksternalnya
adalah lingkungan yang baru,peralatan operasi atau pembiusan yang asing serta petugas kesehatannya. 3. Tingkat kecemasan Stuart (2007) membagi tingkat kecemasan menjadi empat tingkat antara lain: a. Kecemasan Ringan Kecemasan ini berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan seharihari, kecemasan ini menyebabkan individu
menjadi waspada dan
meningkatkan lapang persepsinya. Kecemasan ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas. Respon fisiologis ditandai dengan sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, gejala ringan pada lambung, muka berkerut, bibir bergetar. Respon kognitif merupakan lapang persepsi luas, mampu menerima rangsangan yang kompleks, konsentrasi pada masalah, menyelesaikan masalah secara efektif. Respon perilaku dan emosi seperti tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan, suara kadang-kadang meningkat. b. Kecemasan Sedang Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang
mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang terarah. Respon fisiologis: sering nafas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat,mulut kering, diare,gelisah. Respon kognitif;
lapang persepsi
menyempit, rangsangan luar tidak mampu diterima, berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya. Respon perilaku dan emosi ; meremas tangan, bicara banyak dan lebih cepat, susah tidur dan perasaan tidak enak. c. Kecemasan Berat Sangat mengurangi lapang persepsi seseorang terhadap sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat berpikir tentang hal yang lain. Semua perilaku
ditujukan
untuk
menghentikan
ketegangan
individu
dengan
kecemasan berat memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pikiran pada suatu area lain. Respon fisiologi : nafas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat, berkeringat, ketegangan dan sakit kepala. Respon kognitif : lapang persepsi amat sempit, tidak mampu menyelesaikan masalah. Respon perilaku dan emosi : perasaan ancaman meningkat.
d. Panik Individu kehilangan kendali diri dan detail perhatian hilang. Hilangnya kontrol, menyebabkan individu tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah. Respon fisologis : nafas pendek, rasa tercekik, sakit dada, pucat, hipotensi, koordinasi motorik rendah. Respon kognitif : lapang persepsi sangat sempit, tidak dapat berpikir logis. Respon perilaku dan emosi:
mengamuk dan marah, ketakutan, kehilangan kendali. Rentang respons ansietas menurut Stuart (2007) sebagai berikut : Respon adaptif
Respon Mal adaptif
Antisipatsi
Ringan
Sedang
Berat
Panik
Skema 2.1 Rentang respon ansietas
4. Respon Kecemasan Kecemasan dapat mempengaruhi kondisi tubuh seseorang, respon kecemasan menurut Suliswati (2005) antara lain: a. Respon Fisiologis terhadap Kecemasan Secara fisiologis respon tubuh terhadap kecemasan adalah dengan mengaktifkan sistem saraf otonom (simpatis maupun parasimpatis). Sistem saraf simpatis akan mengaktivasi proses tubuh, sedangkan sistem saraf parasimpatis akan meminimalkan respon tubuh. Reaksi tubuh terhadap kecemasan adalah “fight” atau “flight”. Flight merupakan reaksi isotonik tubuh untuk melarikan diri, dimana terjadi peningkatan sekresi adrenalin ke dalam sirkulasi darah yang akan menyebabkan meningkatnya denyut jantung dan tekanan darah sistolik, sedangkan fight merupakan reaksi agresif untuk menyerang yang akan menyebabkan sekresi noradrenalin, rennin angiotensin sehingga tekanan darah meningkat baik sistolik maupun diastolik. Bila korteks otak menerima rangsang akan dikirim melalui saraf simpatis ke kelenjar adrenal yang akan melepaskan adrenalin atau epinefrin sehingga efeknya
antara lain napas menjadi lebih dalam, nadi meningkat. Darah akan tercurah terutama ke jantung, susunan saraf pusat dan otot. Dengan peningkatan glikogenolisis maka gula darah akan meningkat. b. Respon Psikologis terhadap Kecemasan Kecemasan dapat mempengaruhi aspek interpersonal maupun personal. Kecemasan tinggi akan mempengaruhi koordinasi dan gerak refleks. Kesulitan mendengarkan akan mengganggu hubungan dengan orang lain. Kecemasan dapat membuat individu menarik diri dan menurunkan keterlibatan dengan orang lain. c. Respon Kognitif Kecemasan dapat mempengaruhi kemampuan berpikir baik proses pikir maupun isi pikir, diantaranya adalah tidak mampu memperhatikan, konsentrasi menurun, mudah lupa, menurunnya lapang persepsi, dan bingung.
d. Respon Afektif Secara afektif klien akan mengekspresikan dalam bentuk kebingungan dan curiga berlebihan sebagai reaksi emosi terhadap kecemasan. 5. Penatalaksanaan kecemasan a. Penatalaksanaan Farmakologi Pengobatan untuk anti kecemasan terutama benzodiazepine, obat ini digunakan untuk jangka pendek, dan tidak dianjurkan untuk jangka panjang karena pengobatan ini menyebabkan toleransi dan ketergantungan. Obat anti
kecemasan
nonbenzodiazepine,
seperti
buspiron
(Buspar)
dan
berbagai
antidepresan juga digunakan (Isaacs, 2005). b. Penatalaksanaan non farmakologi 1) Distraksi Distraksi merupakan metode untuk menghilangkan kecemasan dengan cara mengalihkan perhatian pada hal-hal lain sehingga pasien akan lupa terhadap cemas yang dialami. Stimulus sensori yang menyenangkan menyebabkan pelepasan endorfin yang bisa menghambat stimulus cemas yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli cemas yang ditransmisikan ke otak (Potter & Perry, 2005). Salah satu distraksi yang efektif adalah dengan memberikan dukungan spiritual (membacakan doa sesuai agama dan keyakinannya), sehingga dapat menurunkan hormon-hormon stressor, mengaktifkan hormon endorfin alami, meningkatkan perasaan rileks, dan mengalihkan perhatian dari rasa takut, cemas dan tegang, memperbaiki sistem kimia tubuh
sehingga menurunkan
tekanan
darah
serta memperlambat
pernafasan, detak jantung, denyut nadi, dan aktivitas gelombang otak. Laju pernafasan yang lebih dalam atau lebih lambat tersebut sangat baik menimbulkan ketenangan, kendali emosi, pemikiran yang lebih dalam dan metabolisme yang lebih baik. 2) Relaksasi Terapi relaksasi yang dilakukan dapat berupa relaksasi,
meditasi, relaksasi imajinasi dan visualisasi serta
relaksasi progresif
(Isaacs, 2005). 6. Penilaian Terhadap Kecemasan Parameter penilaian tingkat kecemasan menggunakan Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS). Hamilton Anxiety Rating Scale mempunyai lima parameter penilaian tingkat kecemasan, adapun parameter tersebut yaitu tidak cemas, cemas ringan, cemas sedang, cemas berat dan cemas sangat berat atau panik. Adapun penilaian tingkat kecemasannya adalah: tidak ada kecemasan skor kurang dari 14, kecemasan ringan skor antara 14-20, kecemasan sedang skor antara 21-27, kecemasan berat skor 28-41dan kecemasan berat sekali skore 42-56 (Hidayat, 2003).
B.
Operasi Tindakan operasi merupakan terapi medik yang dapat memuculkan ke cemasan karena terdapat ancaman terhadap tubuh, integritas dan
bahkan
jiwa seseorang. Manifestasi dari kecemasan bisa berupa respon fisiologis berbagai sistem tubuh, respon perilaku, kognitif maupun afektif. Operasi juga dapat memicu respon neuro endokrin, hormonal, Respon
neuro endokrin
menyebabkan vasokonstriksi,
metabolik.
berupa aktifasi dari syaraf simpatis sehingga kenaikan
kardiak
aktifitas gastrointestinal. Respon hormonal
output
berupa
dan
berkurangnya
peningkatan sekresi
glucocorticoid dan sekresi ADH yang melindungi tubuh dari ancaman cidera
sedangkan respon metaboliknya berupa penggunaan karbohidrat dan lemak untuk energi dan katabolisme protein fisiologis (Long,1996) . Dari tinjauan keperawatan jiwa tindakan operasi menimbulkan krisis situasi yaitu gangguan internal yang ditimbulkan oleh peristiwa yang menegangkan, mengancam dan meningkatkan kecemasan (Hamid, 1998). Pengalaman operatif dapat dibagi dalam tiga tahap yaitu pre operatif/pra bedah, operatif/masa sedang dibedah dan post operatif/pasca bedah. 1. Pengertian Pre opeperatif artinya pre berarti sebelum, dan operatif/operasi berarti suatu tindakan pembedahan. Pre operasi berarti suatu keadaan/waktu sebelum dilakukan tindakan operasi. Operatif/masa sedang dibedah berarti saat sedang menjalani pembedahan. Sedangkan post operatif artinya post berarti setelah jadi post operasi berarti suatu keadaan setelah dilakukan tindakan pembedahan (Long, 1996). 2. Klasifikasi operasi Brunner & Suddarth (2002) bedah mengkatagorikan operasi berdasar urgensinya menjadi lima yaitu : a. Kedaruratan, yaitu pasien membutuhkan perhatian segera karena gangguan mengancam jiwa. Sebagai contoh perdarahan hebat, obstruksi kandung kemih, fraktur tulang tengkorak, luka tembak, luka tusuk. b. Urgen yaitu pasien membutuhkan perhatian segera dengan jeda waktu 24-30 jam. Contoh pada kasus infeksi kandung kemih akut, batu ginjal atau batu pada urethra.
c. Diperlukan, yaitu pasien harus menjalani pembedahan dalam tempo bisa beberapa minggu atau bulan ke depan,contoh adalah katarak, hiperplasia prostat, gangguan tiroid. d. Elektif, pasien harus dioperasi bila diperlukan apabila tidak dilakukan pembedahan tidak berbahaya, contoh vaginoplasti,herniotomy. e. Pilihan yaitu keputusan terletak pada keinginan pasien, Contohnya operasi plastik.
3. Alasan operasi Pasien datang ke poliklinik bedah menyampaikan keluhan dengan masalah kesehatannya. Setelah dilakukan pemeriksaan klinik, radiologik,
laboratorik
dan lain lain, maka ada kalanya diperlukan tindakan operasi. Menurut Brunner&Suddarth (2002) tindakan operasi diputuskan dengan berbagai pertimbangan, diantaranya adalah : a. Diagnostik yaitu operasi yang dilakukan untuk menegakkan diagnosa, contohnya tindakan biopsi. b. Kuratif yaitu untuk tujuan pengobatan atau mengambil jaringan yang sakit,contoh appendiktomi,hernioraphy,eksisi tumor. c. Reparatif yaitu operasi untuk perbaikan jaringan, debridement luka robek.
contohnya
suatu
c. Kosmetik (rekonstruktif) yaitu operasi yang dilakukan untuk bentuk sesuai lazimnya dengan pertimbangan
perbaikan
aestetis,
contoh mammoplasti, face off. d. Paliatif yaitu operasi untuk menghilangkan nyeri atau memperbaiki masalah.
4. Fase sebelum operasi Fase sebelum operasi memiliki batasan ketika keputusan intervensi operasi dibuat baik itu pasien masih dirawat jalan maupun rawat
inap sampai dengan
pasien dipindahkan di meja operasi. Pada tahap sebelum operasi ada dua kelompok intervensi yang dilakukan oleh perawat yaitu tahap sebelum masuk rumah sakit (pra hospitalisasi) dan tahap setelah masuk rumah sakit ( di bangsal keperawatan bedah ). Intervensi pra hospitalisasi diantaranya ialah :
penjelasan perlunya
tindakan operasi, resiko yang mungkin terjadi, lama perawatan, biaya,kapan harus masuk rumah sakit,mereduksi kecemasan operasi. Intervensi setelah masuk rumah sakit
berdasarkan pedoman Pusat
Pendidikan Tenaga Kesehatan Republik Indonesia ( 1989 ) yaitu : a. Menerima pasien dan menempatkan pasien di tempat tidur
yang
sesuai kondisinya sehingga ada dukungan psikologis. b. Menjelaskan
tentang
sarana
perawatan
di
bangsal
dan
segera
memberitahukan ke dokter tentang masuknya pasien untuk penjadwalan operasi.
c. Pemberian Informed Consent sehingga pasien faham akan tindakan operasi, resiko yang mungkin terjadi. Apabila pasien telah setuju maka diwujudkan dalam bentuk penandatanganan surat persetujuan operasi. d. Persiapan fisik yang meliputi pemenuhan nutrisi, cairan, personal higiene, istirahat, lavement untuk membersihkan saluran pencernaan dan persiapan kulit daerah operasi dengan pencukuran yang dilakukan sedikitnya 6 jam sebelum operasi. e. Persiapan mental spiritual yaitu perawat dapat melakukan intervensi untuk menanggulangi kecemasan dengan cara
membacakan
Kitab suci,
mendatangkan rohaniawan ataupun perawat yang mendoakan. C. Pengaruh pembacaan doa terhadap kecemasan pre operasi Organisasi kesehatan dunia ( WHO) telah menetapkan unsur spiritual sebagai salah satu dari empat unsur kesehatan. Keempat
unsur itu adalah sehat fisik,
psikhis, social dan spiritual (Hawari, 2006). Larson (1992 ) dalam penelitiannya sebagaimana termuat dalam Religious Commitment and Health menyatakan bahwa komitmen agama amat penting dalam pencegahan agar seseorang tidak mudah jatuh sakit, meningkatkan kemampuan mengatasi penderitaan saat sakit serta mempercepat penyembuhan
selain
terapi medis yang diberikan. Mendoakan adalah bagian dari terapi spiritual
yang merupakan tindakan
untuk mengurangi kecemasan. Keyakinan kepada Yang Maha Kuasa bisa ampuh mengobati
seperti halnya obat obatan (Pusdiknakes, 1989). Bukti penelitian yang
telah dilakukan menyatakan, bahwa aktifitas berdoa/ mendoakan merupakan sumber
yang efektif untuk mengatasi stres dan kecemasan yang ditandai dengan fungsi kardiovaskuler yang stabil, relaksasi otot serta suasana
hati yang lebih damai dan
tenang (Turner & Clancy, 1986 dalam Potter & Perry, 1997). Dalam keyakinan agama Islam doa merupakan permohonan dari
seorang
hamba baik dalam keadaan sehat maupun sakit yang ditujukan kepada Alla SWT sebagai
komunikasi untuk menumpahkan perasaan dan keinginannya sehingga
memperoleh ketenangan jiwa. Karena doa merupa kan daya prefentif sebelum sakit dan
menghilangkannya apabila
sudah terjadi
sakit. Al-Munajjid (2010) dalam
bukunya berjudul terapi kecemasan mengatakan bahwa doa itu sangat bermanfaat. Ada yang yang untuk pencegahan (prefentif) dan yang untuk pengobatan (terapi). Adapun untuk pencegahan adalah seorang muslim hendaknya berlindung kepada Allah dan berdoa menundukan diri kepada-Nya agar Dia melindunginya dan menjauhkannya dari kesedihan dan kecemasan. Ketika kesedihan dan rasa sakit menimpa seseorang, pintu doa selalu terbuka baginya. Bila seseorang mengetuk pintuNya dan meminta kepada-Nya maka Dia akan memberi dan mengabulkannya. Dan Dia akan mengubah kesedihan menjadi suka cita dan kegembiraan. Kekuatan doa sebagai penyembuhan yang disertai keyakinan, kesabaran dan keridhaan menjadi sebab kesembuhan, bahkan doa itu merupakan sebab kesembuhan yang paling kuat (Mahadi &Muadzin, 2009). Ayat Al Qur’an yang
menjelaskan hal tersebut di atas diantaranya :
1. “Berdoalah kepadaKU niscaya akan KU perkenankan bagimu”.(Al Mu’min:60) 2.
“dan apabila aku saki, Dialah yang menyembuhkanku”.(Asy syu’ara:80)
3. ”Yaitu orang -orang mengingat
beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan
Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi
tenteram”.(Ar Ra’d: 28) 4. “Dan apabila hamba-hambaku bertanya kepadamu tentang Aku maka (jawablah) bahwa Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku. Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku agar mereka selalu berada dalam kebenaran”.(Al-Baqarah: 186). Penelitian terkait dengan penelitian yang dilakukan peneliti adalah penelitian yang dilakukan oleh Sutrisno, J. Dengan judul “Pengaruh Bimbingan Doa dan Dzikir Terhadap Pasien Pre Operasi”. Penelitian dilakukan di lakukan di RSUD Swadana Pare Kediri. Subyek penelitian adalah pasien pre operasi di RSUD Swadana Pare Kediri, yang masing-masing diambil sebanyak 20 orang untuk kelompok eksperimen dan 20 orang untuk kelompok kontrol. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive random sampling dengan metode quasi eksperimen dengan rancangan randomized control group only design. Analisa data menggunakan t-Test. Hasil penelitian membuktikan ada perbedaan yang signifikan pada kecemasan pasien pre operasi antara pasien yang diberi bimbingan doa dan dzikir dengan yang tidak (t=3,344dan p=0,002), dengan kesimpulan bahwa pemberian doa dan dzikir efektif menurunkan tingkat kecemasan pasien pre operasi (Sutrisno, J., 2006). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini dilakukan di RSUD Kraton Pekalongan pada tahun 2011, subyek penelitian pasien pre operasi terprogram di RSUD Kraton Pekalongan dengan jumlah responden sebanyak 35 pasien,
pengambilan sampel menggunakan teknik non probability sampling berupa porposive sampling dengan metode eksperimen semu (quasi eksperiment research) dengan rancangan pra eksperimen berbentuk rancangan one group pre-post test. Analisa data menggunakan uji wilcoxon. Hal ini sesuai dengan penelitian di Universitas George Town Amerika Serikat, sebanyak 212 studi dengan hasil 75% menyatakan bahwa komitmen agama menunjukan pengaruh positif.Juga survey oleh majalah TIMEdan CNN serta USA Weekend tahun 1996, menyatakan bahwa lebih 70 pasien percaya bahwa doa dan dzikir dapat membantu mempercepat proses penyembuhan penyakit. Sementara itu lebih dari 64% pasien menyatakan hendaknya para dokter juga memberi terapi keagamaan, misalnya dalam bentuk doa dan dzikir (Hawari, 2004).
D.Kerangka Teori Kecemasan
Faktor predisposisi kecemasan : 1. Konflik id dan super ego 2. Penolakan interpersonal 3. Frustasi 4. Interaksi maladaptif 5. Gangguan kesehatan Faktor presipitasi kecemasan : 1. Ancaman integritas biologi yaitu penurunan aktifitas sehari- hari. 2. Ancaman sistem diri dan fungsi sosial. Tingkat kecemasan
Penatalaksanaan kecemasan : 1.Penatalaksanaan farmakologis 2.Non famakologis: a.Distraksi; dukungan spiritual (doa),mendengarkan musik, komunikasi terapetik, dll b.Relaksasi; meditasi,imajinasi visualisasi,relaksasi progresif.
Skema 2.2 Kerangka Teori Kecemasan (Stuart & Sundeen,2007 dan Isaacs, 2005)
E. Kerangka Konsep Penelitian Kerangka konsep merupakan justifikasi ilmiah terhadap penelitian yang dilakukan dan memberi landasan kuat terhadap topik yang dipilih sesuai dengan identifikasi masalahnya (Hidayat, 2007:31). Pada penelitian ini pembacaan doa merupakan variabel bebas (independent variable), dan kecemasan merupakan variabel terikat (dependent variable). Adapun kerangka konsep penelitian ini sebagai berikut :
Pre test
Pasien pre operasi
Kecemasan sebelum intervensi
Post test
Intervensi pembacaan do’a
Kecemasan sesudah intervensi
Skema 2.3 Kerangka Konsep Penelitian
F. Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua variable yaitu variabel be bas dan variable terikat. 1. Variabel bebas adalah variabel yang nilainya menentukan variabel lain. Dalam ilmu keperawatan variabel bebas biasanya merupakan stimulus atau intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien untuk mempengaruhi tingkah laku klien (Nursalam, 2008). Pada penelitian ini variabel bebasnya adalah pembacaan doa oleh perawat.
2. Variabel terikat adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh variable lain. Dengan kata lain variabel ini merupakan faktor yang diamati/diukur untuk menentukan ada atau tidaknya pengaruh dari variabel bebas (Nursalam, 2008). Variabel terikat yang akan diukur adalah tingkat kecemasan pasien se belum dilakukan pembacaan doa dan setelah pembacaan doa pada pasien pre operasi. G. Hipotesa penelitian Hipotesa dalam penelitian ini adalah ada pengaruh pembacaan doa yang dipimpin perawat terhadap tingkat kecemasan pasien pre operasi di Ruang Rawat Inap RSUD Kraton Pekalongan. Ho ditolak= ada pengaruh pembacaan doa terhadap penurunan tingkat kecemasan pasien pre operasi (p<α=0,05) Ho gagal ditolak= tidak ada
pengaruh pembacaan doa
terhadap
tingkat kecemasan pasien pre operasi (p>α=0,05).
penurunan