BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PERKEMBANGAN EMOSI 1. PENGERTIAN

Download mampu berhitung, anak mencari teman sebanyak-banyaknya serta dapat mengatur emosinya. B. Perkembangan emosi pada anak. 1. Pengertian Emosi...

0 downloads 532 Views 70KB Size
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Perkembangan Emosi 1. Pengertian perkembangan Perkembangan (development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya proses diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk juga perkembangan emosi, intelektual, dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya (Soetjiningsih, 1995). Perkembangan dapat diartikan sebagai “perubahan yang progresif dan kontinyu (berkesinambungan) dalam diri individu dari mulai lahir sampai mati”. Pengertian lain dari perkembangan adalah perubahanperubahan yang dialami individu atau organisme menuju tingkat kedewasaannya atau kematangannya (maturtion) yang berlangsung secara sistematis, progresif, dan berkesinambungan, baik menyamgkut fisik (jasmaniah) maupun psikis (rohaniah) (Syamsu, 2008). 2. Tahap perkembangan anak Tahap perkembangan anak berdasarkan usia adalah sebagai berikut: a. Periode prenatal yaitu masa perkembangan yang terjadi dalam rahim ibu (mulai dari pembuahan hingga kelahiran) ± 270 – 280/ 9 bulan. b. Masa bayi, yang terbagi atas : 1) Masa neonatal (0 – 2 minggu ) 2) Masa bayi (2 minggu – 2 tahun ) c. Masa kanak – kanak 1) Masa prasekolah 2 - 6 tahun 2) Masa sekolah dasar 6 – 12 tahun

6

7

3. Anak usia sekolah Pada tahap perkembangan ini anak lebih mampu mengunakan otototot motoriknya. Anak mampu untuk berfikir logis dan terarah anak mampu berhitung, anak mencari teman sebanyak-banyaknya serta dapat mengatur emosinya.

B. Perkembangan emosi pada anak 1. Pengertian Emosi Istilah emosi berasal dari kata emotus atau emovere atau mencerca (to stir up) yang berarti sesuatu yang mendorong terhadap sesuatu, missal emosi gembira mendorong untuk tertawa, atau dengan perkataan lain emosi didefinisikan sebagai suatu keadaan gejolak penyesuaian diri yang berasal dari dalam dan melibatkan hamper keseluruhan diri individu (Sujiono, 2005). Menurut Sarlito Wirawan Sartono berpendapat bahwa emosi merupakan setiap keadaan pada diri seseorang yang disertai warna afekti. Yang dimaksud warna efektif ini adalah perasaan-perasaan tertentu yang dialami pada saat menghadapi (menghayati) suatu situasi tertentu contohnya: gembira, bahagia, takut dan lain-lain. Sedangkan menurut Goleman Bahasa emosi merujuk pada suatu perasaan atau pikiran. Pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis serta rangkaian kecenderungan untuk bertindak (Syamsu, 2008). Berdasarkan pendapat dari para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa emosi adalah suatu keadaan yang kompleksi dapat berupa perasaan / pikiran yang di tandai oleh perubahan biologis yang muncul dari perilaku seseorang. 2. Pengelompokan Emosi Emosi dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu emosi sensoris dan emosi kejiwaan (psikis). a. Emosi Sensoris, yaitu emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dari luar terhadap tubuh, seperti rasa dingin, manis, sakit, lelah, kenyang dan lapar.

8

b. Emosi Psikis, yaitu emosi yang mempunyai alasan – alasan kejiwaan. Yang termasuk emosi jenis ini diantaranya adalah : 1) Perasaan Intelektual, yaitu yang mempunyai sangkut paut dengan ruang lingkup kebenaran. Perasaan ini diwujudkan dalam bentuk : a) Rasa yakin dan tidak yakin terhadap suatu hasil karya ilmiah b) Rasa gembira karena mendapat suatu kebenaran c) Rasa puas karena dapat menyelesaikan persoalan – persoalan ilmiah yang harus dipecahkan 2) Perasaan Sosial, yaitu perasaan yang menyangkut hubungan dengan orang lain, baik bersifat perorangan maupun kelompok. Wujud perasaan ini seperti : a) Rasa solidaritas b) Persaudaraan (ukhuwah) c) Simpati d) Kasih sayang, dan sebagainya 3) Perasaan Susila, yaitu perasaan yang berhubungan dengan nilai – nilai baik dan buruk atau etika (moral). Contohnya : a) Rasa tanggung jawab (responsibility) b) Rasa bersalah apabila melanggar norma c) Rasa tentram dalam mentaati norma 4) Perasaan Keindahan (estetis), yaitu perasaan yang berkaitan erat dengan keindahan dari sesuatu, baik bersifat kebendaan ataupun kerohanian 5) Perasaan Ketuhanan, yaitu merupakan kelebihan manusia sebagai makluk Tuhan, dianugrahi fitrah (kemampuan atau perasaan) untuk mengenal Tuhannya. Dengan kata lain, manusia dianugerahi insting religius (naluri beragama). Karena memiliki fitrah ini, maka manusia di juluki sebagai “Homo Divinans” dan “Homo Religius” atau makluk yang berke-Tuhan-an atau makhluk beragama (Syamsu, 2008).

9

3. Pengaruh Emosi Terhadap Perilaku dan Perubahan Fisik Individu Ada beberapa contoh pengaruh emosi terhadap perilaku individu diantaranya : a. Memperkuat semangat, apabila orang merasa senang atau puas atas hasil yang telah dicapai. b. Melemahkan semangat, apabila timbul rasa kecewa karena kegagalan dan sebagai puncak dari keadaan ini ialah timbulnya rasa putus asa (frustasi). c. Menghambat atau mengganggu konsentrsi belajar, apabila sedang mengalami ketegangan emosi dan bisa juga menimbulkan sikap gugup (nervous) dan gagap dalam berbicara. d. Terganggu penyesuaian sosial, apabila terjadi rasa cemburu dan iri hati. e. Suasana emosional yang diterima dan dialami individu semasa kecilnya akan mempengaruhi sikapnya dikemudian hari, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang lain Tabel 2.1 Jenis – jenis emosi dan dampaknya pada perubahan fisik Jenis emosi

Perubahan fisik

1. Terpesona

1. Reaksi elektris pada kulit

2. Marah

2. Peredaraan darah bertambah cepat

3. Terkejut

3. Denyut jantung bertambah cepat

4. Kecewa

4. Bernafas panjang

5. Sakit / marah

5. Pupil mata bertambah besar

6. Takut / tegang

6. Air liur mongering

7. Takut

7. Berdiri bulu roma

8. Tegang

8. Otot – otot menegang atau bergetar

4. Mekanisme Emosi Proses terjadinya emosi dalam diri seseorang menurut Lewis and Rose Blum ada 5 tahapan yaitu :

10

a. Elicitors yaitu adanya dorongan peristiwa yang terjadi contoh : Peristiwa banjir, gempa bumi maka timbullah perasaan emosi seseorang. b. Receptors yaitu kegiatan yang berpusat pada sistem syaraf contoh : Akibat peristiwa banjir tersebut maka berfungsi sebagai indera penerima. c. State yaitu perubahan spesifik yang terjadi dalam aspek fisiologi contoh : Gerakan reflex atau terkejut pada sesuatu yang terjadi. d. Experission yaitu terjadinya perubahan pada rasiologis. Contoh : Tubuh tegang pada saat tatap muka. Menurut Syamsuddin Kelima komponen tadi digambarkan dalam 3 variabel yaitu: a. Variabel Stimulus: rangsangan yang menimbulkan emosi. b. Variabel

Organismik:

Perubahan

fisiologis

yang

terjadi

saat

mengalami emosi. c. Variabel Respon : Pada sambutan ekspresik atas terjadinya pengalaman emosi (Reza dkk, 2010) 5. Perkembangan emosi pada anak usia sekolah Perkembangan emosi pada anak melalui beberapa fase yaitu : a. Pada bayi hingga 18 bulan 1) Pada fase ini, bayi butuh belajar dan mengetahui bahwa lingkungan di sekitarnya aman dan familier. Perlakuan yang diterima pada fase ini berperan dalam membentuk rasa percaya diri, cara pandangnya terhadap orang lain serta interaksi dengan orang lain. Contoh ibu yang memberikan ASI secara teratur memberikan rasa aman pada bayi. 2) Pada minggu ketiga atau keempat bayi mulai tersenyum jika ia merasa nyaman dan tenang. Minggu ke delapan ia mulai tersenyum jika melihat wajah dan suara orang di sekitarnya. 3) Pada bulan keempat sampai kedelapan bayi mulai belajar mengekspresikan emosi seperti gembira, terkejut, marah dan takut.

11

Pada bulan ke-12 sampai 15, ketergantungan bayi pada orang yang merawatnya akan semakin besar. Ia akan gelisah jika ia dihampiri orang asing yang belum dikenalnya. Pada umur 18 bulan bayi mulai mengamati dan meniru reaksi emosi yang di tunjukan orangorang yang berada di sekitar dalam merespon kejadian tertentu. b. 18 bulan sampai 3 tahun 1) Pada fase ini, anak mulai mencari-cari aturan dan batasan yang berlaku di lingkungannya. Ia mulai melihat akibat perilaku dan perbuatannya yang akan banyak mempengaruhi perasaan dalam menyikapi posisinya di lingkungan. Fase ini anak belajar membedakan

cara

benar

dan

salah

dalam

mewujudkan

keinginannya. 2) Pada anak usia dua tahun belum mampu menggunakan banyak kata untuk mengekspresikan emosinya. Namun ia akan memahami keterkaitan ekspresi wajah dengan emosi dan perasaan. Pada fase ini orang tua dapat membantu anak mengekspresikan emosi dengan bahasa verbal. Caranya orang tua menerjemahkan mimik dan ekspresi wajah dengan bahasa verbal. 3) Pada usia antara 2 sampai 3 tahun anak mulai mampu mengekspresikan emosinya dengan bahasa verbal. Anak mulai beradaptasi dengan kegagalan, anak mulai mengendalikan prilaku dan menguasai diri. c. Usia antara 3 sampai 5 tahun 1) Pada fase ini anak mulai mempelajari kemampuan untuk mengambil inisiatif sendiri. Anak mulai belajar dan menjalin hubungan pertemanan yang baik dengan anak lain, bergurau dan melucu serta mulai mampu merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. 2) Pada fase ini untuk pertama kali anak mampu memahami bahwa satu peristiwa bisa menimbulkan reaksi emosional yang berbeda

12

pada beberapa orang. Misalnya suatu pertandingan akan membuat pemenang merasa senang, sementara yang kalah akan sedih. d. Usia antara 5 sampai 12 tahun 1) Pada usia 5-6 anak mulai mempelajari kaidah dan aturan yang berlaku. Anak mempelajari konsep keadilan dan rahasia. Anak mulai mampu menjaga rahasia. Ini adalah keterampilan yang menuntut

kemampuan

untuk

menyembunyikan

informasi-

informasi secara. 2) Anak usia 7-8 tahun perkembangan emosi pada masa ini anak telah menginternalisasikan

rasa

malu

dan

bangga.

Anak

dapat

menverbalsasikan konflik emosi yang dialaminya. Semakin bertambah usia anak, anak semakin menyadari perasaan diri dan orang lain. 3) Anak usia 9-10 tahun anak dapat mengatur ekspresi emosi dalam situasi sosial dan dapat berespon terhadap distress emosional yang terjadi pada orang lain. Selain itu dapat mengontrol emosi negatif seperti takut dan sedih. Anak belajar apa yang membuat dirinya sedih, marah atau takut sehingga belajar beradaptasi agar emosi tersebut dapat dikontrol (Suriadi & Yuliani, 2006). 4) Pada masa usia 11-12 tahun, pengertian anak tentang baik-buruk, tentang norma-norma aturan serta nilai-nilai yang berlaku di lingkungannya menjadi bertambah dan juga lebih fleksibel, tidak sekaku saat di usia kanak-kanak awal. Mereka mulai memahami bahwa penilaian baik-buruk atau aturan-aturan dapat diubah tergantung dari keadaan atau situasi munculnya perilaku tersebut. Nuansa emosi mereka juga makin beragam. 6. Fungsi emosi pada anak Fungsi dan peranan emosi pada perkembangan anak yang dimaksud adalah :

13

a. Merupakan bentuk komunikasi. b. Emosi berperan dalam mempengaruhi kepribadian dan penyesuaian diri anak dengan lingkungan sosialnya. c. Emosi dapat mempengaruhi iklim psikologis lingkungan. d. Tingkah laku yang sama dan ditampilkan secara berulang dapat menjadi satu kebiasaan. e. Ketegangan emosi yang di miliki anak dapat menghambat aktivitas motorik dan mental anak (Resa, 2010). 7. Ciri Khas Emosi Anak Ciri khas emosi pada anak antara lain : a. Emosi yang kuat Anak kecil bereaksi dengan intensitas yang sama, baik terhadap situasi yang remeh maupun yang serius. Anak pra remaja bahkan bereaksi dengan emosi yang kuat terhadap hal-hal yang tampaknya bagi orang dewasa merupakan soal sepele. b. Emosi seringkali tampak Anak-anak seringkali memperlihatkan emosi yang meningkat dan mereka menjumpai bahwa ledakan emosional seringkali mengakibatkan

hukuman,

sehingga

mereka

belajar

untuk

menyesuaikan diri dengan situasi yang membangkitkan emosi. Kemudian mereka akan berusaha mengekang ledakan emosi mereka atau bereaksi dengan cara yang lebih dapat diterima. c. Emosi bersifat sementara Peralihan yang cepat pada anak-anak kecil dari tertawa kemudian menangis, atau dari marah ke tersenyum, atau dari cemburu ke rasa sayang merupakan akibat dari 3 faktor, yaitu : 1) Membersihkan sistem emosi yang terpendam dengan ekspresi terus terang. 2) Kekurangsempurnaan

pemahaman

terhadap

situasi

ketidakmatangan intelektual dan pengalaman yang terbatas.

karena

14

3) Rentang perhatian yang pendek sehingga perhatian itu mudah dialihkan. Dengan meningkatnya usia anak, maka emosi mereka menjadi lebih menetap. d. Reaksi mencerminkan individualitas Semua bayi yang baru lahir mempunyai pola reaksi yang sama. Secara bertahap dengan adanya pengaruh faktor belajar dan lingkungan, perilaku yang menyertai berbagai macam emosi semakin diindividualisasikan. Seorang anak akan berlari keluar dari ruangan jika mereka ketakutan, sedangkan anak lainnya mungkin akan menangis dan anak lainnya lagi mungkin akan bersembunyi di belakang kursi atau di balik punggung seseorang. e. Emosi berubah kekuatannya Dengan meningkatnya usia anak, pada usia tertentu emosi yang sangat kuat berkurang kekuatannya, sedangkan emosi lainnya yang tadinya lemah berubah menjadi kuat. Variasi ini sebagian disebabkan oleh perubahan dorongan, sebagian oleh perkembangan intelektual, dan sebagian lagi oleh perubahan minat dan nilai. f. Emosi dapat diketahui melalui gejala perilaku Anak-anak mungkin tidak memperlihatkan reaksi emosional mereka secara langsung, tetapi mereka memperlihatkannya secara tidak langsung melalui kegelisahan, melamun, menangis, kesukaran berbicara, dan tingkah yang gugup, seperti menggigit kuku dan mengisap jempol. 8. Tingkat perkembangan emosi Tiga reaksi emosi yang paling kuat adalah rasa marah, kaku, dan takut, yang terjadi akibat dari peristiwa – peristiwa eksternal maupun proses tak langsung. Reaksi tersebut dapat tercermin dalam individu yang meningkatkan aktivitas kelenjar tertentu dan mengubah temperature tubuh. Reaksi umumnya berkurang sesuai proporsi kematangan individu. Hal ini disebabkan oleh pebedaan jenis reaksi emosi, misalnya dengan penyebab

15

ketakutan pada diri seseorang anak mungkin disebabkan oleh jenis emosi yang berbeda sesuai dengan tingkat perkembangannya. Tingkat perkembangan emosi tidak terlepas dari tingkat kestabilan emosi seseorang yang meliputi : a. Emosi stabil Pada seseorang yang mempunyai emosi stabil mempunyai kecenderungan percaya diri, cermat, kukuh. Mereka selaulu menjaga pikiran walaupun dalam keadaan kritis, sedangkan orang-orang di sekitarnya kehilangan kendali. b. Emosi stabil rata-rata Seseorang yang mempunyai derajat rata-rata tingkat emosional mempunyai kecenderungan emosi keseimbangan yang baik, sabar, tak memihak, berkepala dingin. Mereka tidak kebal atas rasa khawatir dan terkadang menunjukkan emosi yang aneh, namun ini adalah pengecualian daripada kebiasaan. c. Emosi labil Seseorang yang mempunyai emosi yang labil, tergesa-gesa, bernafsu, sentimental, mudah tergugah, khawatir dan bimbang. Mereka mungkin agaknya tertekan oleh kehidupan, hal ini membuat mereka mudah terkena hal-hal negatif dan positif, sekaligus kerap dipengaruhi oleh tragedi dan kesenangan serta tiak ada upaya untuk bereaksi mengatasi peristiwa-peristiwa tersebut dalam hidup (Wijaya, 2004). 9. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi a. Keadaan anak Keadaan individu pada anak, misalnya cacat tubuh ataupun kekurangan pada diri anak akan sangat mempengaruhi perkembangan emosional, bahkan akan berdampak lebih jauh pada kepribadian anak. Misalnya: rendah diri, mudah tersinggung, atau menarik diri dari lingkunganya.

16

b. Faktor belajar Pengalaman belajar anak akan menentukan reaksi potensial mana yang mereka gunakan untuk marah. Pengalaman belajar yang menunjang perkembangan emosi antara lain: 1) Belajar dengan coba-coba Anak belajar dengan coba-coba untuk mengekspresikan emosinya dalam bentuk perilaku yang memberi pemuasan sedikit atau sama sekali tidak memberi kepuasan. 2) Belajar dengan meniru Dengan cara meniru dan mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi orang lain, anak bereaksi dengan emosi dan metode yang sama dengan orang-orang yang diamati. 3) Belajar dengan mempersamakan diri Anak meniru reaksi emosional orang lain yang tergugah oleh rangsangan yang sama dengan rangsangan yang telah membangkitkan emosi orang yang ditiru. Disini anak hanya meniru orang yang dikagumi dan mempunyai ikatan emosional yang kuat dengannya. 4) Belajar melalui pengondisian Dengan metode ini objek, situasi yang mulanya gagal memancing reaksi emosional kemudian berhasil dengan cara asosiasi. Pengondisian terjadi dengan mudah dan cepat pada awalawal kehidupan karena anak kecil kurang menalar, mengenal betapa tidak rasionalnya reaksi mereka. 5) Belajar dengan bimbingan dan pengawasan. Anak diajarkan cara bereaksi yang dapat diterima jika suatu emosi terangsang. Dengan pelatihan, anak-anak dirangsang untuk bereaksi terhadap rangsangan yang biasanya membangkitkan emosi yang menyenangkan dan dicegah agar tidak bereaksi secara emosional terhadap rangsangan yang membangkitkan emosi yang tidak menyenangkan (Fatimah, 2006)

17

c. Konflik – konflik dalam proses perkembangan Setiap anak melalui berbagai konflik dalam menjalani fase-fase perkembangan yang pada umumnya dapat dilalui dengan sukses. Namun jika anak tidak dapat mengamati konflik-konflik tersebut, biasanya mengalami gangguan-gangguan emosi d. Lingkungan keluarga Salah satu fungsi keluarga adalah sosialisasi nilai keluarga mengenai bagaimana anak bersikap dan berperilaku. Keluarga adalah lembaga yang pertama kali mengajarkan individu (melalui contoh yang diberikan orang tua) bagaimana individu mengeksplorasi emosinya. Keluarga

merupakan

lingkungan

pertama

dan

utama

bagi

perkembangan anak. Keluarga sangat berfungsi dalam menanamkan dasar-dasar pengalaman emosi, karena disanalah pengalaman pertama didapatkan oleh anak. Keluarga merupakan lembaga pertumbuhan dan belajar awal (learning and growing) yang dapat mengantarkan anak menuju pertumbuhan dan belajar selanjutnya. Gaya pengasuhan keluarga akan sangat berpengaruh terhadap perkembangan emosi anak. Apabila anak dikembangkan dalam lingkungan keluarga yang emosinya positif, maka perkembangan emosi anak akan menjadi positif. Akan tetapi, apabila kebiasaan orang tua dalam mengekspresikan emosinya negatif seperti, melampiaskan kemarahan dengan sikap agresif, mudah marah, kecewa dan pesimis dalam menghadapi masalah, maka perkembangan emosi anak akan menjadi negatif (Syamsu, 2008). Keterkaitan secara teoritik antara lingkungan keluarga dengan pengungkapan emosi juga dijelaskan oleh Goleman (2000), yang meninjau terjadinya proses pengungkapan emosi sejak awal yaitu pada masa anak-anak. Goleman (2000) menjelaskan bahwa cara-cara yang digunakan orang tua untuk menangani masalah anaknya memberikan pelajaran yang membekas pada perkembangan emosi anak. Gaya mendidik orang tua yang mengabaikan perasaan anak, yang tercermin

18

pada persepsi negatif orang tua terhadap emosi, emosi anak dilihat sebagai gangguan atau sesuatu yang selalu direspon orang tua dengan penolakan. Pada masa dewasa, anak tersebut tidak akan menghargai emosinya

sendiri

yang

menimbulkan

keterbatasan

dalam

mengungkapkan emosinya. Sebaliknya, pada kelurga yang menghargai emosi anak yang dibuktikan dengan penerimaan orang tua terhadap ungkapan emosi anak, pada masa dewasa nanti anak akan menghargai emosinya sendiri sehingga ia mampu mengungkapkan emosinya pada orang lain. 10. Pola Emosi pada Anak menurut Syamsu (2008) a. Rasa takut Takut yaitu perasaan terancam oleh suatu objek yang membahayakan. Rasa takut terhadap sesuatu berlangsung melalui tahapan. 1) Mula-mula tidak takut, karena anak belum sanggup melihat kemungkinan yang terdapat pada objek 2) Timbulnya rasa takut setelah mengenal bahaya 3) Rasa takut bias hilang kembali setelah mengetahui cara-cara menghindari bahaya b. Rasa malu Rasa malu merupakan bentuk ketakutan yang ditandai oleh penarikan diri dari hubungan dengan orang lain yang tidak dikenal atau tidak sering berjumpa. c. Rasa canggung Seperti halnya rasa malu, rasa canggung adalah reaksi takut terhadap manusia, bukan ada obyek atau situasi. Rasa canggung berbeda dengan rasa malu daam hal bahwa kecanggungan tidak disebabkan oleh adanya orang yang tidak dikenal atau orang yang sudah dikenal yang memakaai pakaian tidak seperti biasanya, tetapi lebih disebabkan oleh keraguan-raguan tentang penilaian orang lain terhadap prilaku atau diri seseorang. Oleh karena itu, rasa canggung

19

merupakan keadaan khawatir yang menyangkut kesadaran-diri (selfconscious distress). d. Rasa khawatir Rasa khawatir biasanya dijelaskan sebagai khayalan ketakutan atau gelisah tanpa alasan. Tidak seperti ketakutan yang nyata, rasa khawatir tidak langsung ditimbulkan oleh rangsangan dalam lingkungan tetapi merupakan produk pikiran anak itu sendiri. Rasa khawatir timbul karena karena membayangkan situasi berbahaya yang mungkin akan meningkat. Kekhawatiran adalah normal pada masa kanak-kanak, bahkan pada anak-anak yang penyesuaiannya paling baik sekalipun. e. Rasa cemas Rasa cemas ialah keadaan mental yang tidak enak berkenaan dengan sakit yang mengancam atau yang dibayangkan. Rasa cemas ditandai oleh kekhwatiran, ketidakenakan, dan merasa yang tidak baik yang tidak dapat dihindari oleh seseorang; disertai dengan perasaan tidak berdaya karena merasa menemui jalan buntu; dan di sertai pula dengan ketidakmampuan menemukan pemecahan masalah yang dicapai. f. Rasa marah Rasa marah adalah ekspresi yang lebih sering diungkapkan pada masa kanak-kanak jika dibandingkan dengan rasa takut. Alasannya ialah karena rangsangan yang menimbulkan rasa marah lebih banyak, dan pada usia yang dini anak-anak mengetahui bahwa kemarahan merupakan cara yang efektif untuk memperoleh perhatian atau memenuhi keinginan mereka. g. Rasa cemburu Rasa cemburu adalah reaksi normal terhadap kehilangan kasih sayang yang nyata, dibayangkan, atau ancaman kehilangan kasih sayang.

20

h. Duka cita Duka cita adalah trauma psikis, suatu kesengsaraan emosional yang disebabkan oleh hilangnya sesuatu yang dicintai. i. Keingintahuan Rangsangan yang menimbulkan keingintahuan anak-anak sangat banyak. Anak-anak menaruh minat terhadap segala sesuatu di lingkungan mereka, termasuk diri sendiri. j. Kegembiraan Kegembiraan adalah emosi yang menyenangkan yang juga dikenal dengan keriangan, kesenangan, atau kebahagian. Setiap anak berbeda-beda intensitas kegembiraan dan jumlah kegembiraannya serta cara mengepresikannya sampai batas-batas tertentu dapat diramalkan. Sebagai contoh ada kecenderungan umur yang dapat diramalkan, yaitu anak-anak yang lebih muda merasa gembira dalam bentuk yang lebih menyolok dari pada anak-anak yang lebih tua.

C. Kekerasan Orang Tua pada Anak 1. Pengertian a. Kekerasan Anita lie dalam Suyanto (2002) menyatakan bahwa kekerasan adalah suatu perilaku yang disengaja oleh seorang individu pada individu lain dan memungkinkan menyebabkan kerugian fisik dan psikologi. Kekerasan adalah tindakan intimidasi yang dilakukan pihak yang lebih kuat terhadap pihak yang lebih lemah, kekerasan dapat mengambil beragam bentuk yaitu kekerasan fisik, mental dan seksual. b. Pengertian Kekerasan Anak Pengertian terhadap anak-anak atau child abuse pada mulanya berasal dari dunia kedokteran sekitar tahun 1946. Caffey seorang radiologist melaporkan cedera yang berupa gejala-gejala klinis seperti patah tulang panjang yang majemuk pada anak-anak atau bayi yang

21

disertai perdarahan subdural tanpa mengetahui sebabnya, dalam dunia kedokteran kasus ini dikenal dengan istilah caffey syndrome (Suyanto, 2002). Sekarang istilah tersebut lebih dikenal dengan Child Abuse (kekerasan anak) The National Commiaaion Of Inquiry (Andri, 2006), kekerasan pada anak adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh individu, institusi atau suatu proses yang secara langsung depan keselamatan dan kesehatan mereka kearah perkembangan kedewasaan. Kasus ini semakin menarik perhatian publik ketika Hendri Kempe, dalam Suyanto (2002) menulis masalah ini di Journal Of The American Medical Association, dan melaporkan bahwa dari 71 rumah sakit yang diteliti ternyata terjadi 302 kasus tindak kekerasan terhadap anak-anak dimana 33 anak dilaporkan meninggal akibat penganiayaan, dan 85 mengalami kerusakan otak yang permanen. Reid

mendefinisikan

kekerasan

terhadap

anak

sebagai

pemukulan fisik dan psikologi terhadap anak oleh orang tua, kerabat, kenalan atau orang yang tidak dikenal (Suryanto, 2002). Sedangkan menurut pendapat Helfer yaitu ditujukan untuk para klinisi, kekerasan pada anak adalah semua interaksi atau tidak adanya interaksi antara anggota keluarga yang berakibat pada cedera (Andri, 2006). c. Pengertian kekerasan orang tua pada anak Yetty Zem (2005) mendefinisikan kekerasan oleh orang tua sebagai setiap tindakan yang bersifat menyakiti fisik maupun fisik dan psikis yang bersifat traumatik yang dilakukan orang tua terhadap anaknya baik yang dapat dilihat dengan mata telanjang atau dilihat dari akibat bagi kesejahteraan fisik maupun mental anak. Menurut teori PAR, kekerasan terhadap anak merupakan segala tindakan agresif orang tua, baik verbal maupun fisik yang dapat menimbulkan penderitaan bagi anak fisik maupun psikis. Berdasarkan pendapat dari para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa kekerasan orang tua terhadap anak adalah peristiwa perlukaan fisik, mental, dan seksual yang sengaja yang

22

dlakukan oleh orang tua yang mempunyai tanggung jawab terhadap kesejateraan anak dan memungkinkan menyebabkan kerusakan fisik dan psikologis yang mana itu semua diindikasikan dengan kerugian dan ancaman terhadap kesehatan dan kesejahteraan anak-anaknya. 2. Faktor-faktor penyebab terjadinya kekerasan pada anak Faktor-faktor yang menyebabkan kekerasan pada anak yaitu: a. Kondisi anak Anak yang mengalami cacat baik mental maupun fisik anak yang sulit diatur sikapnya, anak yang meminta permintaan khusus, ataupun berposisi sebagai anak tiri, anak angkat. b. Sosial kultural Nilai

/

norma

yang

ada

dimasyarakat

yang

kurang

menguntungkan terhadap anak, misalnya dalam praktek pengasuhan anak, pembiasaan bekerja sejak kecil kepada anak yang berlindung atas nama adat budaya, misalnya dalam pola pengasuhan anak yang menekankan dan menjunjung tinggi nilai kepatuhan yang acap kali masyarakat membiarkan dan mentolerir hukum fisik (cambuk, pukul, tending dan tempeleng), verbal (berkata-kata kotor, mengumpat, damprat atau cemooh) maupun kekerasan dalam pengisolasian social. c. Persepsi masyarakat Masyarakat menilai bahwa persoalan kekerasan terhadap anak yang dilakukan keluarganya sendiri (orang tua) adalah urusan intern mereka sendiri. Mereka melakukan itu dalam rangka mendidik anakanaknya yang bandel dan membangkang orang tua dan adanya anggapan bahwa anak adalah milik orang tuanya sendiri. d. Kondisi orang tua Orang tua yang mengunakan alkohol, orang tua yang mengalami depresi atau gangguan mental, dan orang tua yang dulu dibesarkan dengan kekerasan cenderung meneruskan pendidikan tersebut kepada anaknya.

23

e. Faktor keluarga Keluarga yang cenderung berada dalam keadaan yang kacau secara ekonomi dan lingkungan seperti, perceraian, pengangguran dan keadaan ekonomi kacau. Karena adanya tekanan ekonomi bagi orang tua yang tidak kuat untuk menghadapi akan menjadikannya semakin sensitif sehingga menjadi mudah marah, anak sebagai pihak yang terlemah dalam keluarga menjadi sasaran kemarahan. f. Persepsi orang tua Munculnya anggapan yang salah terhadap anak (wrong perception). Orang tua menganggap kehadiran anak sebagai hak paten yang dapat digunakan sesukanya sehingga pada akhirnya orang tua akan merasa bebas dalam memperlakukan anaknya sesuai dengan keinginannya, apapun yang dilakukan orang tua terhadap anak adalah hak orang tua. 3. Bentuk kekerasan terhadap anak Menurut Terry E, Lawson (2006), Psikiater Internasional kekerasan pada anak di bagi menjadi 4 yaitu: a. Kekerasan emosional (Emotional Abuse) Terjadi bila seseorang pengasuh atau orang tua mengabaikan anak, permintaan perhatian orang tuanya. Hal ini bila terjadi terus menerus akan berakibat anak akan melakukan hal yang sama kelak di masa depannya. b. Kekerasan verbal Terjadi saat seseorang anak yang meminta perhatian orang tuanya, orang

tua

malah

menyuruhnya

diam,

meliputi:

membentak,

menghardik. c. Kekerasan fisik (Phisik Abuse) Terjadi saat orang tua melakukan pemukulan fisik, misalnya: memukul anak

dengan

menggunakan

rotan,

menggunakan setrika agar anak jera.

menghukum

anak

dengan

24

d. Kekerasan seksual (Sexual Abuse) Terjadi saat orang tua atau orang yang dikenal anak melakukan rabaan atau sentuhan dengan tujuan meliputi: perkosaan oleh saudara kandung, sodomi pada anak laki – laki. 4. Dampak kekerasan terhadap anak a. Akibat pada fisik anak 1) Lecet, hematum, luka bekas gigitan, patah tulang, dan adanya kerusakan organ dalam. 2) Sekuelec / cacat sebagai akibat trauma misalnya: jaringan paruh, gangguan pendengaran , kerusakan mata, dan cacat lainya. 3) Kematian b. Akibat pada tumbuh kembang anak. Pertumbuhan dan perkembangan anak yang mengalami perlakuan salah pada umumnya lambat dari anak yang normal. Yaitu: 1) Pertumbuhan fisik lebih lebih lambat dari anak normal yang sebayanya. 2) Perkembangan kejiwaan yang mengalami gangguan yaitu: a) Emosi Terdapat gangguan emosi pada perkembangan konsep diri yang positif dalam mengatasi sifat agresif, perkembangan hubungan social dengan orang lain, maupun untuk percaya diri. b) Konsep diri Anak korban kekerasan akan merasa dirinya tidak berguna hidup, minder lebih suka menyendiri, dengan kondisi seperti ini terus menerus anak akan mempunyai kecenderungan untuk melakukan bunuh diri. c) Agresif Anak yang mendapat perlakuan salah secara badani, lebih agresif terdapat teman sebayanya, yaitu meniru tindakan orang tuanya atau mengalihkan perasaan agresif kepada teman sebayanya sebagai hasil negatifnya konsep diri

25

d) Hubungan sosial Anak kurang dapat bergaul dengan teman sebayanya atau dengan orang dewasa, sehingga memiki sedikit teman. c. Akibat dari penganiayaan seksual Tanda-tanda penganiayaan seksual antara lain : 1) Akibat trauma : nyeri, perdarahan anus. 2) Tanda gangguan emosi, misalnya perubahan tingkah laku d. Akibat dalam masyarakat Anak akan melakukan hal sama kelak di kemudian hari terhadap anak – anaknya (Soetjiningsih, 1995).

26

D. Kerangka Teori Faktor Predisposisi : 1. Keadaan individu 2. Faktor belajar 3. Konflik dalam proses perkembangan 4. Lingkungan keluarga : Kekerasan orang tua pada anak

Perkembangan emosi anak

Bagan 2.2 Kerangka Teori Sumber : Soetjiningsih (1995); Syamsu (2008)

E. Kerangka konsep Variabel Independen

Variabel Dependen

Kekerasan orang tua pada anak

Perkembangan emosi anak

Bagan 2.3 Kerangka Konsep

27

F. Variabel Penelitian Variabel dalam penelitian ini adalah (Sugiyono, 2007) : 1. Variabel Independen (bebas) Variabel

Independen

adalah

merupakan

variabel

yang

mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen. Variabel Independen dalam penelitian ini yaitu kekerasan orang tua terhadap anak. 2. Variabel Dependent (terikat) Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel Dependen dalam penelitian ini yaitu perkembangan emosi anak.

G. Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini adalah : Ha : Ada hubungan antara kekerasan orang tua pada anak dengan perkembangan emosi usia sekolah kelas V di SD Negeri 01 Kedung Mundu Semarang.