BAB II Tinjauan teori - digilib.unimus.ac.id

Indikasinya yaitu manifestasi dari gangguan psikotik, sindroma gillesde la Tourette pada anak-anak dan dewasa maupun pada gangguan perilaku yang berat...

60 downloads 672 Views 50KB Size
BAB II TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan suatu tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap kecemasan / kebutuhan yang tidak terpenuhiyang dirasakan sebagai ancaman (Stuart dan Sundeen, 2002). Perilaku kekerasan merupakan suatu kondisi maladaptif seseorang dalam berespon terhadap marah (Keliat, 2002 ). Sedangkan menurut Stuart dan Sundeen, (1998) perilaku kekerasan atau amuk adalah perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol diri. Tindakan kekerasan/ perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana individu melakukan atau menyerang orang lain atau lingkungan (Carpenito, 2000). Dari beberapa pengertian diatas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa perilaku kekerasan atau tindak kekerasan merupakan ungkapan perasaan marah dan bermusuhan yang mengakibatkan hilangnya kontrol diri dimana individu bisa berperilaku menyerang atau melakukan suatu tindakan yang dapat membahayakan diri sendiri, orang lain atau lingkungan.

8

B. ANATOMI DAN FISIOLOGI 1. Rentang Respon Respon kemarahan dapat berfluktuasi dalam rentang adaptif – maladaptive ( Stuart dan Sundeen, 2002 ) Respon adaptif

Asertif

Frustasi

Respon maladaptive

Pasif

Agresif

Kekerasan

Sumber : Stuart dan Sundeen ( 2002 ) Keterangan :  Asertif : merupakan ungkapan tanpa menyakit orang akan memberi kelegaan pada individu dan tidak akan menimbulkan masalah.  Frustasi : adalah respon yang terjadi akibat gagal mencapai tujuan karena tujuan yang tidak realistis atau hambatan dalam proses pencapaian tujuan.  Pasif : adalah diam dan merasa tidak mampu mengungkapkan perasaan yang dialami.  Agresif : adalah perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan masih terkontrol. Perilaku yang tampak berupa : muka masam, bicara kasar, menuntut, kasar disertai kekerasan.

9

 Kekerasan : dapat disebut juga dengn amuk yaitu perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan kontrol diri individu dapat merusak diri sendiri, orang lain dan lingkungan. Contohnya membanting barang – barang , menyakiti diri sendiri ( bunuh diri ).

C. FAKTOR ETIOLOGI/PREDISPOSISI 1. Faktor Predisposisi Penyebab terjadinya marah yaitu harga diri rendah merupakan keadaan perasaan yang negatif terhapad diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginan gangguan ini dapat situasional maupun kronik. Bila kondisi ini berlangsung terus tanpa kontrol, maka akan dapat menimbulkan perilaku kekerasan (Stuart dan Sundeen, 2002). Faktor predisposisi menurut (Stuart dan Sundeen, 2002), berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor predisposisi, artinya mungkin terjadi atau mungkin tidak terjadi perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu. a. Psikologi, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi yang kemudian dapat menyebabkan agresif atau amuk, masa kanak – kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina, dianiaya atau sanksi penganiyaan dapat menyebabkan ganguan jiwa pada usia dewasa atau remaja. 10

b. Biologis, yaitu perubahan kimia dalam tubuh yang terjadi selama masa depresi. c. Perilaku, Reinforcement yang diterima saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan dirumah atau diluar rumah, semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku kekerasan. d. Sosial Budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku kekerasan akan menciptakan seolah–olah perilaku kekerasan diterima (permissive) 2. Faktor Presipitasi Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa terancam, baik berupa injury secara fisik, psikis, atau ancaman konsep diri. Beberapa faktor pencetus perilaku kekerasan adalah sebagai berikut: a. Kehilangan keterkaitan yang nyata atau yang dibayangkan termasuk kehilangan cinta seseorang, fungsi fisik, kedudukan atau harga diri. b. Peristiwa besar dalam kehidupan c. Peran dan ketegangan peran d. Perubahan fisiologis diakibatkan oleh obat-obatan atau berbagai penyakit fisik e. Sumber-sumber koping meliputi status sosioekonomi, keluarga, jaringan interpersonal dan organisasi sekunder yang dinaungi oleh lingkungan sosial yang lebih luas (Stuart dan Sundeen 2002) 11

D. PATOFISIOLOGI Faktor ini dapat bersumber dari klien, lingkungan atau interaksi dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan pada fisik (penyakit fisik), keputusasaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut, padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang dicintai, atau pekerjaan dan kekerasan berupa faktor yang lain. Interaksi sosial yang provokatif dan konflik dapat memicu perilaku kekerasan (Stuart dan Sundeen, 2002)

E. MANIFESTASI KLINIK Tanda dan gejala perilaku kekerasan : 1. Fisik Muka merah dan tegang, mata melotot/ pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, postur tubuh kaku, jalan mondar-mandir 2. Verbal Bicara kasar, suara keras, membentak atau berteriak, mengancam secara verbal atau fisik, mengumpat dengan kata-kata kotor 3. Perilaku Melempar atau memukul benda/ orang lain, menyerang orang lain, melukai diri sendiri/ orang lain, merusak lingkungan, amuk/ agresif 12

4. Melempar atau memukul benda/ orang lain, menyerang orang lain, melukai diri sendiri/ orang lain, merusak lingkungan, amuk/ agresif 5. Emosi Tidak adekuat, merasa terganggu, dendam/ jengkel, tidak aman atau nyaman, mengamuk, ingin berkelahi 6. Intelektual Cerewet, kasar, berdebat, meremehkan 7. Spiritual Merasa berkuasa, merasa benar, mengkritik pendapat orang lain, tidak peduli, menyinggung perasaan orang lain 8. Sosial Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran 9. Perhatian Melarikan diri, mencuri

F. PENATALAKSANAAN 1. Tindakan Keperawatan Keliat dkk (2002) mengemukakan cara khusus yang dapat dilakukan keluarga dalam mengatasi marah klien yaitu : a.

Berteriak, menjerit, memukul Terima marah klien, diam sebentar, arahkan klien untuk memukul barang yang tidak mudah rusak seperti bantal, kasur 13

b. Bantu klien latihan relaksasi misalnya latihan fisik maupun olahraga. Latihan pernafasan 2x/hari, tiap kali 10 kali tarikan dan hembusan nafas. c. Bantu melalui humor Jaga humor tidak menyakiti orang, observasi ekspresi muka orang yang menjadi sasaran dan diskusi cara umum yang sesuai. 2. Terapi Medis Psikofarmaka adalah terapi menggunakan obat dengan tujuan untuk mengurangi atau menghilangkan gejala gangguan jiwa. Menurut Depkes (2000), jenis obat psikofarma adalah : a.

Clorpromazine(CPZ,Largactile) Indikasi untuk mensupresi gejala -gejala psikosa : agitasi, ansietas, ketegangan, kebingungan, insomnia, halusinasi, waham, dan gejalagejala lain yang bisanya terdapat pda penderita skizofrenia, manik depresif, gangguan personalitas, psikosa involution, psikosa masa kecil. Kontra indikasi sebaiknya tidak diberikan kepada klien dengan keadaan koma, keracunan alkohol, barbiturat, atau narkotika dan penderita yang hipersensitif terhadap derifat fenothiazine. Efek samping yang sering terjadi misalnya lesu dan mengantuk, hipotensi orthostatik, mulut kering, hidung tersumbat, konstipasi, amenorrhea pada wanita, hiperpireksia atau hipopireksia, gejala ekstrapiramida. Intoksikasinya untuk penderita non psikosa dengan dosis yang tinggi 14

menyebabkan gejala penurunan kesadaran karena depresi susunan saraf pusat, hipotensi, ekstrapiramidal, agitasi, konvulsi, dan perubahan gambaran irama EKG. Pada penderita psikosa jarang sekali menimbulkan intoksikasi. b.

Haloperidol(Haldol,Serenace) Indikasinya yaitu manifestasi dari gangguan psikotik, sindroma gillesde la Tourette pada anak-anak dan dewasa maupun pada gangguan perilaku yang berat pada anak -anak. Kontra indikasinya depresi sistem saraf pusat atau keadaan koma, penyakit parkinson, hipersensitif terhadap haloperidol. Efek samping yang sering adalah mengantuk, kaku, tremor, lesu, letih, gelisah, gejala ekstrapiramidal atau pseudo parkinson. Efek samping yang jarang adalah nausea diare, konstipasi, hipersalivasi, hipotensi, gejala gangguan otonomik. Efek samping yang sangat jarang yaitu alergi, reaksi hematologis. Intoksikasinya adalah bila klien memakai dalam dosis melebihi dosis terapeutik dapat timbul kelemasan otot atau kekakuan, tremor, hipotensi, sedasi, koma, depresi pernafasan.

c.

Trihexiphenidyl(THP,Artane,Tremin) Indikasinya untuk penatalaksanaan manifestasi psikosa khususnya gejala skizofrenia. Kontra indikasinya pada depresi susunan saraf pusat yang hebat, hipersensitif terhadap fluphenazine atau ada riwayat

sensitif

terhadap

phenotiazine.

Intoksikasi 15

biasanya terjadi gejala-gejala sesuai dengan efek samping yang hebat. Pengobatan over dosis; hentikan obat berikan terapi simptomatis dan suportif, atasi hipotensi dengan levarterenol hindari menggunakan ephineprine. Terapi Medis (Kaplan dan Sadock, 1997) Rang paranoid atau dalam keadaan luapan katatonik memerlukan trankuilisasi. Ledakan kekerasan yang episodic berespon terhadap lithium (Eskalith), penghambat–beta, dan carbamazepine (Tegretol). Jika riwayat penyakit mengarahkan suatu gangguan kejang, penelitian klinis dilakukan untuk menegakkan diagnosis, dan suatu pemeriksaan dilakukan untuk memastikan penyebabnya. Jika temuan adalah positif, antikonvulsan adalah dimulai, atau dilakukan pembedahan yang sesuai (sebagai contohnya, pada masa serebral). Jika kemarahan disebabkan oleh alcohol atau sebagi bagian

dari

gangguan

psikomotor

pascakejang,

tidur

yang

ditimbulkan oleh medikasi IV dengan jumlah relative kecil dapat berlangsung selama berjam-jam. Saat terjaga, pasien seringkali sepenuhnya terjaga dan rasional dan biasanya memiliki amnesia lengkap untuk perilaku kekerasan.

16

G. MASALAH KEPERAWATAN Masalah dan data yang perlu dikaji: 1. Resiko perilaku kekerasan a. Data Subyektif : Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang. Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau marah. Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya. b. Data Objektif : 1) Mata merah, wajah agak merah 2) Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai: berteriak, menjerit, memukul diri sendiri/orang lain. 3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam 4) Merusak dan melempar barang-barang. 2. Harga diri rendah a.

Data subyektif: Klien mengatakan: saya tidak mampu, tidak bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri sendiri, mengungkapkan perasaan malu terhadap diri sendiri.

b. Data obyektif: Klien tampak lebih suka sendiri, bingung bila disuruh memilih alternatif tindakan, ingin mencederai diri / ingin mengakhiri hidup.

17

H. POHON MASALAH Perilaku Kekerasan

Resiko Perilaku kekerasan

Harga diri rendah

I. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Resiko perilaku kekerasan 2. Harga diri rendah

J. FOKUS INTERVENSI Diagnosa I : Resiko perilaku kekerasan Tujuan Umum : Klien tidak mencederai diri, orang lain dan lingkungan Tujuan Khusus 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya. 1. Kriteria evaluasi a. Klien mau membalas salam b. Klien mau menjabat tangan c. Klien mau menyebutkan nama d. Klien mau tersenyum e. Klien mau kontak mata 18

f. Klien mau mengetahui nama perawat g. Menyediakan waktu untuk kontak 2. Intervensi a.

Beri salam atau panggil nama klien Rasional : Hubungan saling percaya merupakan landasan utama hubungan selanjutnya

b. Sebutkan nama perawat sambil jabat tangan c. Jelaskan maksud hubungan intervensi d. Jelaskan akan kontrak yang akan dibuat e. Berikan rasa aman dan sikap empati f. Lakukan kontak singkat tapi sering Tujuan Khusus 2 : Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan 1. Kriteria evaluasi a. Klien dapat mengungkapkan perasaannya b. Klien dapat mengungkapkan penyebab perasaan jengkel / kesal ( dari diri sendiri, lingkungan / orang lain ) 2. Intervensi a. Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya. Rasional : Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya dapat membantu mengurangi stress dan penyebab perasaan jengkel / kesal dapat diketahui b. Bantu klien, untuk mengungkapkan penyebab jengkel / kesal. 19

Tujuan Khusus 3 : Klien dapat mengidentifikasi tanda- tanda perilaku kekerasan 1. Kriteria evaluasi a. Klien dapat mengungkapkan perasaan marah atau jengkel b. Klien dapat menyimpulkan tanda-tanda jengkel atau kesal yang dialami 2.

Intervensi a. Anjurkan klien mengungkapkan apa yang dialami saat marah atau jengkel Rasional : Untuk mengetahui hal yang dialami dan dirasakan saat jengkel atau marah. b. Observasi tanda perilaku kekerasan pada klien Rasional : Untuk mengetahui tanda – tanda klien jengkel atau kesal. c. Simpulkan bersama klien tanda – tanda jengkel atau kesal yang dialamin klien Rasional : Menarik kesimpulan bersama klien supaya klien mengetahui secara garis besar tanda –tanda marah atau kesal.

Tujuan Khusus 4 : Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan 1.

Kriteria evaluasi a. Klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan 20

b. Klien dapat bermain peran dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan c. Klien mengetahui cara yang biasa dapat menyelesaikan masalah atau tidak 2.

Intervensi a.

Anjurkan klien mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan klien. Rasional : mengeksplorasi perasaan klien terhadap perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

b.

Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan. Rasional : Untuk mengetahui perilaku kekerasan yang biasa dilakukan dan dengan bantuan perawat bisa membedakan perilaku konstrukstif dan destruktif.

c.

Bicarakan dengan klien, apakah dengan cara yang klien lakukan masalah selesai? Rasional : Dapat membantu klien menemukan cara yang dapat menyelesaikan masalah

Tujuan Khusus 5 : Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan 1.

Kriteria evaluasi a. Klien dapat menjelaskan akibat dari cara yang digunakan klien b. Klien dapat menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan 21

2.

Intervensi a. Bicarakan akibat atau kerugian dari cara yang dilakukan klien Rasional : Membantu klien untuk menilai perilakukekerasan yang dilakukan. b. Bersama klien menyimpulkan akibat dan cara yang digunakan klien Rasional : Dengan mengetahui akibat perilaku kekerasan diharapkan klien dapat merubah perilaku destruktif yang dilakukan menjadi perilaku konstruktif.

Tujuan Khusus 6 : Klien dapat menggunakan obat – obat yang diminum dan kegunaannya ( jenis, waktu, dosis, efek ) 1.

Kriteria evaluasi a. Klien dapat menyebutkan obat – obat yang diminum dan kegunaannya ( jenis, waktu, dosis, efek ) b. Klien dapat minum obat sesuai program pengobatan

2.

Intervensi a. Jelaskan jenis –jenis obat yang diminum klien pada klien dan keluarga Rasional : Klien dan keluarga dapat mengetahui nama – nama obat yang diminum oleh klien. b. Anjurkan klien melaporkan pada perawat atau dokter jika merasakan efek yang tidak menyenangkan. Rasional : Mengetahui efek samping sedini mungkin sehinga tindakan dapat dilakukan sesegera mungkin untuk menghindari komplikasi. 22

c. Beri pujian jika klien minum obat dengan benar Rasional : Dapat memotivasi klien dan keluarga secara positif serta dapat meningkatkan harga diri klien.

Diagnosa II : Harga diri rendah Tujuan Umum : Kliendapat membina hubungan saling percaya. Tujuan Khusus 1 : Klien dan keluarga dapat membina hubungan saling percaya. 1.

Kriteria evaluasi a. Ekspresikan wajah bersahabat, menemukan rasa tenang, mau berjabat tangan, klien mau duduk berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi. b. Keluarga dapat mengidentifikasi masalah yang menjadi pencetus klien kambuh.

2.

Intervensi a. Bina hubungan saling percaya dengan klien dan keluarga dengan mengungkapkan prinsip komunikasi terapeutik b. Sapa klien dan keluarg dengan ramah c. Jelaskan tujuan perawatan dan peranan selama bersama klien d. Dorong keluarga untuk mengungkapkan masalahnya

23

Rasional : hubungan saling percaya merupakan dasar kelancaran hubungan interaksi selanjutnya. Hal ini perlu dibina dahulu agar keluarga klien mau berkomunikasi secara terbuka Tujuan Khusus 2 : Klien dapat mengidentifikasi aspek positif dan kemampuan yang dimiliki klien. 1. Kriteria evaluasi Klien mampu menyebutkan aspek positif yang dimiliki 2. Intervensi a. Diskusikan dengan klien tentang :Aspek yang dimiliki klien, keluarga, lingkungan b. Kemampuan yang dimiliki klien Rasional : sebagai dasar asuhan keperawatan Tujuan Khusus 3 : klien dapat menilai kemampuan yang dimiliki untuk dilaksanakan 1. Kriteria evaluasi Klien menyebutkan kemampuan yang dapat dilaksanakan 2. Intervensi Diskusikan dengan klien kemampuan yang masih dapat digunakan selama sakit dan dapat dilanjutkan penggunaannya.

24

Tujuan Khusus 4 : membantu klien memilih kegiatan yang dilatih sesuai dengan kemampuan 1.

Kriteria evaluasi Klien dapat merencanakan kegiatan yang sesuai kemampuan klien

2.

Intervensi a. Tingkatkan kegiatan yang sesuai dengan toleransi dan kondisi b. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan klien c. Beri contoh yang boleh dilakukan Rasional : klien dapat berpikiran positif sehingga bisa membuat klien percaya diri

25