BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian Hasil penelitian adalah berupa deskripsi dan pembahasan deskripsi dan pembahasan terkait gambaran umum lokasi penelitian, serta deskripsi dan pembahasan tentang peran pembelajaran PKn dalam membentuk karakterpada siswa di MAN 1 Yogyakarta, peran kegiatan kepramukaan dalam membentuk karakterpada siswa di MAN 1 Yogyakarta, hambatan yang ditemui guru dan pembina pramuka dalam membentuk karaktermelalui pembelajaran PKn dan kegiatan kepramukaan serta solusi yang dilakukan oleh guru dan pembina pramuka dalam menghadapi hambatan ketika menanamkan nilai-nilai karakter. Dalam penelitian ini hasil penelitian dan pembahasan oleh peneliti dipaparkan secara bersamaan dengan alasan agar lebih efektif, efisien, serta mempermudah dalam menjawab permasalahan. 1.
Gambaran Umum MAN 1 Yogyakarta
a.
Sejarah Singkat MAN 1 Yogyakarta Perjalanan MAN 1 Yogyakarta dimulai pada tahun 1950 ketika Departemen
Agama mendirikan tiga sekolah SGAI (Sekolah Guru Agama Islam) putra dan putri serta SGHA (Sekolah Guru Hakim Agama) secara de facto. SGHA inilah yang dalam perjalannya merupakan titik awal MAN 1 Yogyakarta. Pendirian tiga sekolah di lingkungan Departemen Agama ini secara de jure dengan Surat Penetapan Menteri Agama No. 7 Tanggal 5 Februari 1951.
56
57
Usia SGHA hanya berlangsung tiga tahun, pada tahun 1954 SGHA oleh Departemen Agama RI dialihfungsikan menjadi PHIN (Pendidikan Hakim Islam Negeri). Perubahan fungsi ini ditujukan guna menyiapkan dan membentuk hakimhakim yang saat masa tersebut kebutuhannya sangat besar. Ketika proses penggodokan dan pengkaderan calon hakim telah memenuhi kebutuhan dan seiring kondisi nyata dimasyarakat calon hakim merupakan lulusan fakultas hukum suatu perguruan tinggi. Berpedoman kondisi itu Departemen Agama RI pada tanggal 16 Maret 1978 mengalih fungsikan PHIN sebagai sekolah yang tidak mengkhususkan pada satu bidang yaitu berubah menjadi Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Yogyakarta I. Berubahnya PHIN menjadi MAN 1 Yogyakarta yang secara kejenjangan merupakan sekolah setingkat dengan SMA (Sekolah Menegah Atas). MAN sebagai sekolah yang sederajat dengan SMA secara kelembagaan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan memberikan Surat Keputusan Nomor : 0489/U/1999 yang menyatakan bahwa MAN merupakan SMU berciri Agama Islam. Dengan dikeluarkannya SK Mendibud RI tersebut memberikan bukti nyata bahwa MAN 1 Yogyakarta dalam pembelajarannya menerapkan ketentuan dan ketetapan yang dijalankan oleh SMA pada umumnya dengan ciri khususnya Pendidikan Agama Islam mendapatkan preoritas yang lebih banyak dibanding dengan kurikulum yang diterapkan di lingkungan SMA. Seiring dengan perjalanan waktu dan berbagai perubahan kurikulum nasional untuk tingkat pendidikan menengah (SMA), MAN 1 Yogyakarta tetap mampu menunjukkan jati dirinya sebagai sekolah Agama Islam setingkat SMA yang dikelola Departemen Agama. Di
58
tengah-tengah persaingan yang kompetetif dengan SMA, MAN 1 Yogyakarta merupakan idola terhadap dunia pendidikan Islam, dengan siswa peserta didik kurang lebih 30 % berasal dari luar D.I. Yogyakarta terutama yang berbasis pesantren dan lingkungan Agama Islamnya berakar kuat seperti Demak, Kudus, Pantura dll. Lulusan MAN 1 Yogyakarta telah banyak yang berhasil melanjutkan studi ke jenjang pendidikan tinggi baik Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan PTS (perguruan Tinggi Swasta) di dalam negeri ataupun di luar negeri seperti di Al Azhar (Mesir) dan Pakistan, Kuwait, dan lainnya. Berikut ini sejarah singkat MAN 1 Yogyakarta (Agus Santosa, 2013) Tabel. 2 Sejarah Singkat MAN 1 Yogyakarta No
Tahun
Nama
1
1950/1951 � 1954
SGHA
2
1954 � 1978
PHIN
3
1978 � sekarang
MAN 1 Yogyakarta
(Sumber: Agus Santosa, 2013) b.
Visi dan Misi MAN 1 Yogyakarta MAN 1 Yogyakarta memiliki visi menjadikan generasinya menjadi generasi
yang ULIL ALBAB, sehingga sekolah selain ingin meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan. Madrasah ingin menjadikan peserta didiknya menjadi generasi yang cerdas berilmu tapi juga berakhlaq mulia. Adapun visi dan misi dari MAN 1 Yogyakarta sendiri adalah sebagai beikut ini:
59
1) Visi Madrasah UngguL, ILmiah, Amaliyah, IBAdah dan Bertanggung jawab (ULIL ALBAB). Terwujudnya lulusan Madrasah yang unggul dibidang iman dan taqwa (imtaq) dan IPTEK, berfikir ilmiah, mampu mengamalkan ajaran agama, tekun beribadah, bertanggung jawab dalam kehidupan bermasyarakat dan pelestarian lingkungan. 2)
Misi Madrasah a) b) c)
d)
e) f) g)
Menumbuhkan dan meningkatkan keimanan, ketaqwaan dan ibadah serta akhlakul karimah sehingga menjadi pedoman hidup Menumbuhkembangkan nilai sosial dan budaya bangsa sehingga menjadi sumber kearifan dalam bertindak Melaksanakan proses pendidikan dan pengajaran secara efektif dan efisien agar siswa dapat berkembang secara optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki Meningkatkan pembelajaran terhadap siswa melalui pendidikan yang berkarakter unggul, berbudaya, aktif, inovatif, kreatif dan menyenangkan Menumbuhkan semangat juang menjadi yang terbaik kepada siswa dalam bidang akademik dan non akademik Mempersiapkan dan menfasilitasi siswa untuk studi lanjut ke perguruan tinggi Menumbuhkan rasa tanggung jawab dalam berkehidupan di masyarakat dan pelestarian lingkungan.
2.
Data Siswa dan Tenaga Pendidik serta Nonkependidikan MAN 1 Yogyakarta Berdasar Latar Belakang Pendidikan
a.
Jumlah siswa MAN 1 Yogyakarta pada Tahun Ajaran 2012/2013 dari kelas X, XI dan XII akan disajikan dengan rinci pada tabel berikut ini: Tabel. 3 Keadaan Siswa Tahun Ajaran 2012/2013 Bulan Juli Agus Sept Nov Des Jan Feb
X MAU Lk Pr Jml 106 123 229 106 123 229 106 123 229 106 123 229 106 123 229 105 123 228 104 123 227
Jml Kelas XI Jml Kelas XII Lk Pr Jml Lk Pr Jml 119 120 239 86 147 233 119 120 239 86 147 233 119 120 239 86 147 233 119 120 239 86 147 233 119 120 239 86 147 233 119 120 239 86 146 232 119 120 239 86 146 232
Lk 311 311 311 311 311 310 309
Jml Pr 390 390 390 390 390 389 388
Jml 701 701 701 701 701 699 698
60
(Sumber: Administrasi TU MAN 1 Yogyakarta Tahun 2013) b.
Jumlah tenaga pendidik MAN 1 Yogyakarta secara keseluruhan terdiri dari: Kepala Sekolah 1 orang, Wakil Kepala Sekolah 4 orang masing-masing Waka Kesiswaan, Waka Humas, Waka Agama, dan Waka Kurikulum. Guru PNS 53 orang, dan Guru bukan PNS 7 orang. Jumlah tenaga kependidikan seluruhnya 60 orang dengan rincian sebagai berikut: Tabel. 4 Data Guru Kependidikan Berdasarkan Latar Pendidikan No. 1. 2. 3.
Pendidikan Terakhir Jumlah Sarjana (S2) 20 Sarjana (S1) 39 Diploma (D3) 1 60 Jumlah (Sumber: Administrasi TU MAN 1 Yogyakarta Tahun 2013) Berdasarkan data guru yang diperoleh bahwa guru MAN 1 Yogyakarta mayoritas berpendidikan Sarjana (S1). Sementara yang lainnya adalah Sarjana (S2) dan Diploma (D3). c.
Jumlah tenaga nonkependidikan MAN I Yogyakarta secara keseluruhan berjumlah 23 orang. Berikut disajikan data tenaga nonkependidikan MAN 1 Yogyakarta secara lebih rinci: Tabel. 5 Data Tenaga Nonkependidikan Berdasarkan Latar Belakang No.
Pendidikan Terakhir
1. 2.
Sarjana (S1) Diploma (D3)
3.
SMA
4. 5.
SMP SD
Jabatan Tata Usaha Administrasi Umum Perpustakaan Administrasi Umum Satpam Clening Servis Clening Servis
Jumlah
Jumlah
dan
2 2
dan
16 2 1 23
61
(Sumber: Administrasi TU MAN 1 Yogyakarta Tahun 2013) Dari data tenaga nonkependidikan MAN 1 Yogyakarta dapat diketahui bahwa mayoritas berpendidikan SMA dengan jumlah 16 orang. sementara untuk tenaga nonkependidikan yang berpendidikan Diploma (D3) dan Sarjana (S1) masih cukup minim dengan masing-masing berjumlah 2 orang, dan untuk petugas kebersihan (Cleaning Servis) sendiri berpendidikan SD maupun SMP. 3.
Sarana dan Prasarana Tanah MAN 1 Yogyakarta status kepemilikannya merupakan hak milik
Keraton Yogyakarta dan penggunaan dengan perijinan pinjam pakai dengan jangka waktu 5 (lima) tahun serta dilakukan perpanjangan untuk tiap waktu tersebut. Tabel. 6 Luas Sarana dan Prasarana No Status Luas (m 2) 1 Tanah 10027 2 Bangunan 8367 3 Pagar 380 4 Lapangan / halaman 797,5 5 Taman 248,5 6 Parkir 234 (Sumber: Agus Santosa, 2013) Keberadaan dan kelengkapan serta penggunaan sarana-prasarana yang optimal menjadi keharusan di dalam suatu instansi pendidikan. MAN 1 Yogyakarta sebagai lembaga pendidikan menengah atas memberikan kesiapan sarana dan prasarana yang mencukupi agar KBM secara optimal dapat berlangsung. Keberadaan dan kelengkapan sarana-prasarana MAN 1 Yogyakarta antara lain:
62
Tabel. 7 Inventaris Ruang dan Barang No
Jenis Ruang
Jumlah
Keterangan
1
R. Teori/R. Kelas
23
Fan dengan centar audio room
2
R. Lab. Komputer
1
40 PC, AC, LCD, LAN dan internet
3
R. Lab. Bahasa
1
40 audio, AC, TV dan VCD player
4
R. Lab. Fisika
1
Fan, LCD, TVdan VCD player
5
R. Lab. Kimia
1
Fan, LCD, TV dan VCD player
6
R. Lab. Biologi
1
AC, LCD, TV dan VCD player
7
R. Perustakaan
1
8
R. Lab. Agama
1
2 lantai, Ac, LC, TV dan VCD player, Internet, Pelayanan digital LCD, TV dan Fan
9
R. Lab. IPS
1
LCD dan AC
10
R. Guru
2
Fan dan TV
11
R. Kepala Madrasah
1
AC, TV dan Telp.
12
R. BK
1
Fan
13
R. Aula/Serbaguna
1
AC, LCD, Sound
14
Asrama
2
Berlantai 2 untuk local utara
15
Masjid
1
2 lantai
16
Gudang
1
Fan
17
R. Tata Usaha
1
Fan
18
Rumah Penjaga
1
Fan
19
R. Satpam
1
TV, Tape recorder, HT
20
R. Tamu
1
AC
21
R. Asana/Kegiatan siswa
7
Fan
22
Toilet
12
Keramik
23
Kantin
1
Keramik, Fan
25
R. umum
1
Etalase piala/tropy
26
Lapangan Basket/Fotsall
1
27
Lapangan Bulu tangkis
1
28
Parkir siswa dan guru
4
29
R. UKS
1
30
Garasi Mobil
1
(Sumber: Agus Santosa, 2013)
Tempat tidur dan Fan
63
4.
Organisasi dan Ekstrakurikuler
a.
Gambaran Umum Ekstrakurikuler Pramuka Kualitas tamatan MAN 1 Yogyakarta (MANSA) dituntut untuk memenuhi
standar kompetensi dunia kerja. Salah satunya, selain mampu menguasai materi pelajaran, siswa harus dapat berinteraksi dan aktif dalam hubungan sosial. Kegiatan ekstrakurikuler merupakan salah satu alat pengenalan siswa pada hubungan sosial. Di dalamnya terdapat pendidikan pengenalan diri dan pengembangan kemampuan selain pemahaman materi pelajaran. Berangkat dari pemikiran tersebut, di MAN 1 Yogyakarta diselenggarakan berbagai kegiatan ekstrakurikuler. Salah satunya adalah ekstrakurikuler pramuka dengan nama Ambalan Alibasyah dan Ratnaningsih. Berdasarkan data dokumentasi pada tahun 2012, ambalan putra bernama Alibasyah didirikan pada tanggal 9 Oktober 1987, nama ini diambil dari nama seorang pahlawan Indonesia. Beliau seorang Panglima Perang yang membantu Pangeran Diponegoro dalam mengusir penjajahan Belanda. Nama ini disahkan dalam Musyawarah Ambalan pertama pada tahun 1987. Ambalan putri bernama Ratnaningsih didirikan pada tanggal 9 Oktober 1987, nama ini diambil dari nama istri Pangeran Diponegoro yang selalu mendampingi beliau saat berjuang melawan penjajah. Nama ini disahkan dalam Musyawarah Ambalan pertama pada tahun 1987. Ambalan Alibasyah-Ratnaningsih Gugus Depan 03089-03090 Pangkalan MAN 1 Yogyakarta memiliki tugas untuk melaksanakan dan mengupayakan halhal yang mendukung tercapainya tugas dan misi Gerakan Pramuka. Anggota
64
Ambalan yaitu: Tamu Ambalan, Warga Ambalan, Penegak, dan Purna Ambalan. Kepengurusan Ambalan Alibasyah-Ratnaningsih terdiri dari Dewan Kehormatan, Dewan
Ambalan, BPH Ambalan, Biro dan Kelompok Kerja. BPH terdiri dari
Pradana, Pemangku Adat, Kerani, dan Juru Uang. b.
Visi dan Misi Pramuka Ambalan Alibasyah-Ratnanngsih Pangkalan MAN 1 Yogyakarta Visi Manusia berkepribadian, berwatak, dan berbudi pekerti luhur, yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Maha Esa, kuat mental emosional, dan tinggi moral, tinggi kecerdasan mutu. Misi 1) Memupuk dan mengembangkan rasa cinta dan setia kepada tanah air dan bangsa 2) Memupuk dan mengembangkan persatuan dan kebangsaan 3) Menumbuh dan mengembangkan pada para anggota rasa percaya diri, sikap perilaku dan kreatif, rasa tanggung jawab dan disiplin 4) Memupuk dan mengembangkan kepemimpinan 5) Menumbuhkan jiwa dan sikap kewirausahaan 6) Membina dan melatih jasmani, panca indera, daya pikir, ketrampilan, dan hasta karya.
c.
Potensi Pembina, Dewan Ambalan dan Biro Pembina pramuka di MAN 1 Yogyakarta berjumlah 4 orang dengan rincian,
Pembina Gugus Depan 1 orang, Pembina Satuan 3 orang, dan pembantu pembina 6 orang. Sementara Dewan Ambalan (DA) Gugus Depan 03089-03090 Pangkalan MAN 1 Yogyakarta merupakan lembaga kebersamaan berdasarkan persaudaraan bhakti yang berfungsi sebagai forum komunikasi, edukasi, dan informasi antar Penegak. Dewan Ambalan Gugus Depan 03089-03090 pangkalan MAN 1 Yogyakarta tahun ajaran 2012-2013 beranggotakan para Penegak yang berjumlah 80 orang dengan rincian DA kelas X berjumlah 22 orang, kelas XI berjumlah 21 orang dan kelas XII berjumlah 37 orang. Biro adalah wadah pembinaan warga
65
Ambalan untuk ikut serta dan dan berlatih dibidang pengelolaan pada cabangcabang praktis pengelolaan mekanisme Ambalan dalam rangka merealisasikan tugas pokok dan wewenang BPH Ambalan. Biro bertanggung jawab pada masingmasing BPH yang mempunyai kesamaan fungsi dan wewenang tugas. Jenis-jenis biro meliputi biro latihan, logistik, dan adat. Biro latihan berjumlah 9 orang, biro logistik berjumlah 6 orang, dan biro adat berjumlah 8 orang. B. Deskripsi Hasil Penelitian Pada bagian ini akan disajikan deskripsi hasil penelitian tugas akhir skripsi yang meliputi: peran pembelajaran PKn dalam membentuk karakter, peran kegiatan kepramukaan dalam membentuk karakter, hambatan dalam membentuk karakter serta upaya dalam menghadapi hambatan dalam membentuk karakter. Adapun deskripsi hasil penelitian yang disajikan adalah sebagai berikut: 1.
Peran Pembelajaran PKn dalam Membentuk Karakter Guna memperoleh gambaran data tentang peran pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaran (PKn) dalam membentuk karakter pada siswa di MAN 1 Yogyakarta, maka dapat disajikan deskripsi hasil wawancara, observasi dan dokumentasi sebagai berikut: a.
Persiapan Guru dalam Proses Pembelajaran PKn Salah satu peran guru PKn sebagai pengajar adalah membuat panduan atau
arah rencana mengajar berupa Silabus maupun RPP. Persiapan yang paling utama dilakukan guru adalah dengan menyusun Silabus dan RPP yang akan digunakan selama satu tahun dalam proses pembelajaran PKn.
66
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) merupakan perencanaan yang harus dibuat oleh guru PKn sebelum melaksanakan proses pembelajaran. Dalam penyusunan RPP ini merupakan penjabaran dari Silabus yang juga dibuat baik untuk kelas X, XI, dan XII dengan mengembangkan pendidikan karakter di dalamnya. Berkaitan dengan hal tersebut, berikut pemaparan dari narasumber: Apakah dalam mempersiapkan pembelajaran PKn baik di kelas, lapangan dan laboratorium, guru sudah menyusun RPP secara lengkap berkaitan dengan pendidikan karakter pada mata pelajaran PKn di MAN 1 Yogyakarta? Menurut Hartiningsih, S.Pd selaku guru PKn Kelas XI dan XII beliau menyatakan bahwa: “Kami membuat RPP yang memang sudah bermuatan karakter. Begitu pula dengan silabus sudah bermuatan karakter” (hasil wawancara tanggal 24 April 2013). Sedangkan menurut Retno Wardani, S.Pd selaku guru PKn Kelas X beliau menyatakan bahwa: “Secara lengkap Silabus dan RPP sudah disusun dengan muatan pendidikan karakter di dalamnya” (hasil wawancara tanggal 30 April 2013). Guru PKn di MAN 1 Yogyakarta diketahui dalam proses penyusunan Silabus dan RPP, pendidikan karakter sudah termuat di dalam Silabus dan RPP yang guru PKn MAN 1 Yogyakarta susun. Memasukkan pendidikan karakter di dalam Silabus dan RPP ini akan memudahkan guru dalam membentuk siswa-siswi di MAN 1 Yogyakarta menjadi berkarakter baik. Penyusunan RPP ini juga harus disesuaikan dengan SK-KD yang akan diberikan sehingga dapat berkembang dalam materi ajar yang dengan butir-butir karakter yang hendak dicapai dalam proses pembelajaran PKn. Hal itu terlihat dari
67
observasi hari Jum’at, 26 April 2013 setiap kali guru PKn Kelas XI yaitu Hartiningsih, S.Pd mengajar beliau selalu mengingatkan pada siswa tentang kontrak belajar yang sudah disepakati pada setiap awal sementer baru untuk setiap SK-KD akan melakukan proses pembelajaran dengan materi apa saja. Karena itulah pada observasi Kelas XI pada kegiatan pendahuluan Hartiningsih, S.Pd tidak pernah menyampaikan tujuan dari KD yang akan dipelajari karena semua sudah dibahas di awal semester. Siswa hanya tinggal mematuhi kontrak belajar dengan mempersiapkan diri untuk materi-materi selanjutnya yang juga telah disampaikan di awal semester. Karakter yang berusaha dibentuk oleh guru adalah karakter tanggung jawab. Dari hasil wawancara dan observasi kemudian dilakukan cross check dengan dokumentasi Silabus dan RPP yang dimiliki oleh masing-masing guru yaitu Hartiningsih, S.Pd dan Retno Wardani, S.Pd sebagai pengampu mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Kelas X dan XI tahun ajaran 2012/1013 diketahui bahwa pada dasarnya silabus dan RPP tersebut sudah mengintegrasikan pendidikan karakter di dalam penyusunannya. Dengan menyertakan nilai budaya dan karakter bangsa yang diharapkan tercapai melalui masing-masing KD. Serta dari Silabus dan RPP yang dimiliki guru, dapat diketahui bahwa ketika mengajar guru sudah menyampaikan materi pembelajaran yang sesuai dengan SK-KD yang juga sudah sesuai dengan silabus dan RPP yang disusun. Namun, diketahui untuk silabus yang dimiliki oleh guru PKn kelas XI pada semenster genap nilai budaya dan karakter bangsa belum tercantum, tetapi pada semester ganjil sudah
68
tercantum. Sedangkan untuk kegiatan inti terkadang masih tidak sesuai dengan RPP yang dibuat oleh guru. b. Peran Guru PKn Peran adalah sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, fasilitator, motivator dan evaluator. Peran guru sebagai pengajar sudah disampaikan sebelumnya antara lain sebelum guru siap untuk mengajar guru diharuskan membuat silabus dan RPP selama satu tahun ajaran sebagai pedoman dalam melaksanakan proses pembelajaran PKn di kelas. Bagaimana peran guru PKn dalam membentuk karakter di MAN 1 Yogyakarta. Berdasarkan wawancara dengan Hartiningsih, S.Pd selaku guru PKn Kelas XI dan XII beliau menyatakan bahwa: “Peran guru adalah sebagai fasilitator yaitu dengan mengarahkan siswa agar dapat melakukan evaluasi diri terhadap kasuskasus dilematis. Misalnya dalam bentuk dengan memerankan diri menjadi suatu figur, contohnya anggota DPR”(hasil wawancara tanggal 24 April 2013). Sedangkan menurut Retno Wardani, S.Pd selaku guru PKn Kelas X, beliau menyatakan bahwa: Peran ibu disini sebagai teladan, fasilitator, pendidik, dan mentransfer nilai-nilai yang berkaitan dengan karakter bangsa. Keteladanan dengan guru sebaiknya memberi contoh yang baik misalnya seperti datang tepat waktu, kemudian sikap dikelas ketika proses pembelajaran juga harus diperhatikan supaya dapat memberi contoh yang baik. Guru sebagai fasilitator misalnya ketika guru sedang mengkondisikan kelas supaya siap untuk belajar bersama. Ketika proses pembelajaran sedang terjadi guru tidak sebagai pokok (teacher center). Selain itu peran dan tugas guru tidak hanya mentransfer ilmu tapi juga nilai. Anak disini bukan lagi sebagai objek tapi adalah sebagai subjek. Peran guru PKn dalam membentuk karakter melalui pembelajaran PKn adalah sebagai fasilitator, pendidik, dan teladan bagi peserta didik atau siswanya.
69
Peran guru sebagai pembimbing adalah guru berusaha membimbing peserta didik atau
siswanya
untuk
mempersiapkan
dirinya
ketika
mengikuti
proses
pembelajaran di kelas. Guru membimbing dan mengarahkan peserta didik untuk bersikap positif sehingga dapat menunjang proses pembelajaran yang diharapkan akan tercapai. Peran guru yang lain sebagai pendidik adalah guru berusaha menjadi teladan bagi peserta didik atau siswanya dengan tidak hanya menyampaikan ilmu pengetahuan tapi juga menanamkan nilai-nilai yang akan membuat peserta didik atau siswa menjadi manusia yang memiliki karakter baik. Berikut penyataan Hartiningsih, S.Pd terkait bagaimana cara guru menyiapkan peserta didik supaya siap mengikuti proses pembelajaran PKn? Cara guru yaitu dengan membuat kontrak belajar. Di dalam kontrak belajar akan disampaikan SK-KD selama satu sementer. Kemudian guru akan membuat kesepakatan bersama siswa terkait proses pembelajaran waktu SK-KD disampaikan beserta waktu ulangan. Dengan demikian setiap pertemuan siswa telah mengetahui materi yang akan disampaikan oleh guru, untuk kemudian menyiapkan diri dengan materinya di rumah terlebih dahulu (hasil wawancara tanggal 24 April 2013) Sementara menurut Retno Wardani, S.Pd beliau menyatakan bahwa: “Ibu biasanya meminta siswa untuk menata ruang kelas terlebih dahulu supaya ruang kelas menjadi kondusif dan nyaman untuk belajar. Selain itu juga menanyakan kepada siswa terkait kesiapannya mengikuti proses pembelajaran” (hasil wawancara tanggal 30 April 2013). Guru berperan sangat penting sebagai pembimbing maupun sebagai pendidik dalam mempersiapkan siswa untuk mengikuti proses pembelajaran PKn di kelas. Peran guru sebagai pembimbing dan pendidik itu di MAN 1 Yogyakarta sudah diterapkan oleh guru dengan cara sebagai pembimbing guru mengarahkan siswa
70
untuk mematuhi kontrak belajar yang telah disepakati sehingga ketika melakukan proses pembelajaran PKn di kelas siswa sudah membawa bekal materi yang akan disampaikan pada setiap pertemuan. Ini akan memudahkan guru dalam menjelaskan dan memberikan materi karena waktu yang singkat pada mata pelajaran PKn yaitu yang hanya 2 jam pelajaran tidak akan hanya sia-sia dengan hanya peserta didik atau siswa memperoleh materi dengan ceramah dari guru. Tetapi dari bekal materi mereka dari rumah akan dapat diketahui dari materi tersebut apa yang tidak diketahui atau tidak jelas oleh siswa akan dapat langsung ditanyakan pada guru. Hal ini secara otomatis dapat membentuk karakter siswa yang mandiri dan memiliki rasa ingin tahu, tanggung jawab, dan cerdas. Guru sebagai pendidik ditunjukkan pada saat guru mengajarkan apa itu pentingnya kebersihan dengan selalu mengingatkan siswa ketika proses pembelajaran PKn akan dilaksanakan. Dari kegiatan tersebut guru dapat membentuk karakter siswa yang peduli terhadap lingkungan serta cinta terhadap kebersihan. Setelah melakukan cross check dengan data hasil observasi di kelas, diketahui guru memang selalu mengingatkan siswa pada kontrak belajar yang telah disepakati serta pentingnya kebersihan kelas saat proses pembelajaran PKn berlangsung sehingga suasana belajar pun menjadi nyaman. Siswa pun mengikuti apa yang diminta oleh guru dengan jika masih ada beberapa sampah yang berserakan langsung mereka pungut dan buang pada tempat sampah. Kebiasaan untuk menjaga kebersihan yang dilakukan oleh guru merupakan hal yang positif bagi siswa untuk membiasakan menjaga lingkungannya. Namun, dari hasil angket data terbuka diketahui bahwa 34 siswa dari 50 siswa kadang-kadang masih
71
membuang sampah tidak pada tempatnya dikarenakan berbagai alasan, misalnya reflek, lupa, dan malas mencari tempat sampah yang jauh. Guru sebagai sebagai motivator. Hal ini sangat penting mengingat proses pembelajaran akan berhasil jika peserta didik atau siswa mempunyai motivasi yang tinggi untuk belajar. Salah satu bentuk motivasi belajar yang tinggi adalah rasa ingin tahu peserta didik atau siswa terhadap materi yang dipelajari dan rasa ingin tahu ini akan muncul dalam bentuk partisipasi aktif siswa di kelas. Bagaimana cara guru selama pembelajaran PKn berlangsung dapat membangun dan meningkatkan partisipasi aktif siswa? Menurut pernyataan Hartiningsih, S.Pd selaku guru PKn Kelas XI beliau menyatakan bahwa: Cara guru dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan terkait kasuskasus dilematis pada 10 menit pertama. Dari pertanyaan itu akan muncul jawaban-jawaban yang pro dan kontra. Walaupun demikian guru akan tetap menghargai setiap pendapat yang muncul. Karena dengan demikian siswa akan belajar etika-etika berpendapat, cara berpartisipasi yang benar, mengeluarkan pendapat yang baik. Itu untuk mencerminkan cara bermusyawarah yang baik (hasil wawancara tanggal 24 April 2013). Sedangkan menurut Retno Wardani, S.Pd selaku guru PKn Kelas X beliau menyatakan bahwa: Untuk meningkatkan partisipasi aktif siswa ibu biasanya melakukan diskusi interaktif terhadap setiap penjelasan materi yang disimpulkan. Kemudian juga menanyakan apakah ada materi atau hal-hal yang belum jelas atau belum dimengerti oleh siswa, selain itu juga ibu merancang model dan media pembelajaran yang lebih interaktif, seperti diskusi kelompok, dll (hasil wawancara tanggal 30 April 2013) Peran guru sebagai motivator dengan menciptakan forum diskusi siswa di kelas. Melalui forum diskusi ini diharapkan akan muncul pendapat yang pro dan kontra sehingga peserta didik atau siswa dapat belajar mengemukakan pendapat
72
dengan baik serta dapat berbesar hati menerima kritikan serta belajar menghargai pendapat orang lain serta tidak memaksakan pendapatnya sendiri. Kemudian setelah melakukan pengecekan pada data observasi pembelajaran di kelas, diketahui bahwa guru memang sejauh ini sudah berusaha berperan sebagai motivator bagi siswa melalui berbagai metode pembelajaran yang dilakukan. Hal itu terlihat pada saat observasi proses pembelajaran PKn di kelas guru selalu berusaha memberikan pertanyaan terkait materi supaya membangun partisipasi aktif siswa dan untuk kelas XI hal ini berhasil. Oleh karena itu, setiap satu orang siswa menjawab siswa yang lain juga semangat untuk ikut menjawab atau bertanya. Sementara untuk kelas X untuk meningkatkan partisipasi aktif mereka guru masih harus menunjuk siswa terlebih dahulu supaya muncul keberaniannya untuk berpendapat. Melalui angket data terbuka 47 siswa dari 50 siswa mengakui bahwa melalui metode diskusi pada saat mata pelajaran PKn mereka belajar untuk menghargai dan mampu menerima pendapat orang lain yang berbeda maupun belajar menerima kritik dari temannya. Bentuk partisipasi aktif siswa yang baik perlu didukung dengan respon yang baik pula oleh guru. Sehingga perlu diketahui bagaiamana cara guru dalam memberikan tanggapan atau respon terhadap siswa atau peserta didik yang berpartisipasi aktif maupun tidak? Menurut Hartiningsih, S.Pd selaku guru PKn Kelas XI dan XII, beliau menyatakan bahwa: “Respons ibu yaitu dengan memuji siswa, memberikan katakata positif terhadap apapun pendapat siswa misalnya good, bagus, dsb. Kemudian ibu juga menyebut nama siswa yang aktif tersebut karena hal itu bisa
73
memberikan suatu kebanggaan tersendiri bagi siswa” (hasil wawancara tanggal 24 April 2013). Sedangkan menurut Retno Wardani, S.Pd selaku guru PKn Kelas X, beliau menyatakan bahwa: Respon untuk siswa yang aktif ibu memberikan reward yaitu berupa penilaian yang berkaitan dengan keaktifan siswa. Sedangkan siswa yang kurang aktif yaitu dengan merangsang siswa tersebut agar lebih aktif misal memberikan pertanyaan atau perintah-perintah lain agar siswa juga terpacu untuk bisa menjawab pertanyaan yang ibu berikan (hasil wawancara tanggal 30 April 2013) Guru telah menjalankan perannya sebagai motivator yang tidak hanya dengan menciptakan forum diskusi bagi siswa sebagai ajang mengemukakan pendapat. Tetapi, juga kemampuan guru dalam memberi tanggapan yang baik pula sehingga siswa merasa tidak malu ketika jawabannya salah. Bentuk reward berupa pujian, poin plus dalam keaktifan akan semakin memacu siswa untuk berpartisipasi aktif. Setelah dilakukan pengecekan pada data observasi pada setiap pertemuan atau tatap muka pada pembelajaran PKn di MAN 1 Yogyakarta guru juga telah menunjukkan perannya sebagai motivator dengan memberi respon atau tanggapan pada siswa yang aktif dan berusaha membangun partisipasi peserta didik atau siswa yang kurang aktif. Walaupun bagi siswa kelas X keinginan untuk bertanya dan menanggapai pertanyaan dari guru masih kurang, karena dari yang terlihat siswa masih merasa malu dan takut apabila jawabannya salah. Sementara untuk kelas XI kemampuan untuk berpartisipasi aktif sudah muncul dengan selalu menanggapi pertanyaan dari guru maupun bertanya jika ada materi yang belum dimengerti.
74
c.
Metode Pembelajaran Metode Pembelajaran diperlukan oleh guru untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik atau siswa dapat mencapai kompetisi dasar atau seperangkat indikator yang telah ditetapkan. Metode pembelajaran ini berperan penting dalam meningkatkan daya ingat, daya tangkap, dan daya tarik dalam menerima materi dari guru. Mengingat begitu banyaknya materi yang ada dalam mata pelajaran PKn diperlukan strategi-strategi dalam menanamkan nila-nilai karakter melalui proses pembelajaran PKn. Apa saja strategi yang sudah dilakukan guru dalam membentuk karakter di MAN 1 Yogyakarta dalam proses pembelajaran PKn? Bagaimana cara melaksanakan strategi tersebut? Menurut Hartiningsih, S.Pd selaku guru PKn Kelas XI dan XII, beliau menyatakan bahwa: “Strategi yang dilakukan antara lain dengan melakukan eksplorasi, evaluasi dan juga refleksi. Strategi tersebut harus input dengan pembelajaran. Maksudnya adalah dengan menyesuaikan materi pelajaran yang dipelajari” (hasil wawancara tanggal 24 April 2013). Sedangkan menurut Retno Wardani, S.Pd selaku guru PKn Kelas X, beliau menyatakan bahwa: “Sejauh ini strategi yang dilakukan dalam membentuk karakter itu antara lain melalui pembiasaan, keteladanan, serta pemberian reward berupa poin plus (+) untuk poin positif dan poin minus (-) untuk poin bagi yang melanggar” (hasil wawancara tanggal 30 April 2013). Guru PKn di MAN 1 Yogyakarta sudah memiliki strategi dalam membentuk karakter melalui proses pembelajaran PKn. Hanya saja memang strategi tersebut
75
dalam pelaksanaannya belum sepenuhnya dapat berjalan seperti yang diharapkan mengingat kodisi masing-masing siswa yang berbeda-beda setiap harinya. Berdasarkan hasil pengecekan dengan data observasi bahwa bentuk pembiasaan, teladan dan refleksi merupakan strategi yang cukup efektif diterapkan. Misalnya dengan guru memberi teladan masuk kelas tepat waktu maka sebelum guru masuk kelas semua siswa sudah berada dibangkunya masing-masing. Walaupun 28 siswa dari 50 siswa melalui angket data terbuka menjawab pernah terlambat berangkat sekolah degan berbagai alasan misalnya, kesiangan, macet, jarak sekolah dengan rumah yang jauh, dll. Berdasarkan pengecekan data observasi pada di kelas XC pada Kamis, 25 April 2013 (Pukul 12.45-14.15 WIB), pembiasaan dilakukan guru dengan selalu menghimbau hidup sehat dengan kondisi kelas yang selalu tetap bersih walaupun sudah mencapai jam pelajaran terakhir. Hal ini akan membuat terciptanya suasana belajar yang nyaman karena kelas yang bersih. Membiasakan diri untuk selalu bersikap hormat kepada guru juga dilakukan dengan 43 siswa dari 50 siswa yang mengisi angket data terbuka menyatakan bahwa selalu bersikap hormat kepada orang yang lebih tua karena merupakan kewajiban bagi yang muda. Refleksi dilakukan Hartiningsih, S.Pd pada saat menyampaikan materinya di kelas XI Bahasa pada Selasa, 30 April 2013 (Pukul 08.30-10.00 WIB) dengan menyampaikan materi
terkait
Hukum Internasional dengan sebelumnya
mengingat materi norma hukum. Guru melakukan refleksi bagaimana supaya penegakkan hukum terutama korupsi supaya benar-benar adil? Kemudian siswa bersama-sama mendiskusikan hal tersebut dipandu oleh guru.
76
Metode
pembelajaran
memiliki
peran
penting
seperti
disampaikan
sebelumnya dalam meningkatkan daya ingat, daya tangkap, dan daya tarik dalam menerima materi dari guru. Jika metode yang digunakan guru tidak menarik tentu saja bagi peserta didik atau siswa akan sangat sulit sekali untuk menangkap bahkan mengingat materi yang diberikan oleh guru. Hal itu terbukti dari hasil angket data terbuka yang diberikan kepada siswa bahwa 45 siswa dari 50 lebih suka guru menggunakan metode lain selain ceramah supaya tidak bosan dan merasa mengantuk di dalam kelas. Kemudian setelah dilakukan pengecekan pada data observasi pada proses pembelajaran guru PKn MAN 1 Yogyakarta di kelas XF pada Selasa, 30 April 2013 (Pukul 10.30-12.00 WIB) sudah menggunakan berbagai metode selain metode ceramah yaitu dengan menggunakan media film pada saat proses pembelajaran. Melalui media film peserta didik atau siswa juga diajak untuk melakukan refleksi terhadap kasus atau konflik yang dihadapi. Sehingga dapat pula muncul pro dan kontra yang akan dapat dijadikan bahan diskusi dengan memunculkan karakter demokratis di kelas. Film disesuaikan dengan tema materi untuk memudahkan siswa memahami materi yang sedang dipelajari. Karena pada waktu itu materi berhubungan dengan sistem politik Indonesia maka film yang diputar juga bernuansa politik. Penggunaan metode pembelajaran yang bervariasi tentunya tidak lepas dari peran Teknologi Informasi (TI) dalam memudahkan manusia mengolah data maupun mencari sumber informasi. Apalagi di era modernisasi ini internet menjadi suatu kebutuhan yang tidak dapat lagi dipisahkan dengan pekerjaan manusia. Begitupula dalam proses pembelajaran, internet dewasa ini menjadi
77
suatu media penting bagi guru maupun peserta didik atau siswa sebagai sumber informasi. Apakah dalam melaksanakan proses pembelajaran PKn yang berdimensi pendidikan karakter guru telah memafaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi? Lalu, bagaimana cara guru dalam memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam pembelajaran PKn yang berdimensi pendidikan karakter? Menurut Hartiningsih, S.Pd selaku guru PKn Kelas XI dan XII, beliau menyatakan bahwa: “Cara guru memanfaatkan TIK adalah dengan memanfaatkan internet. Misalnya saja guru menugaskan siswa untuk mencari kasus-kasus terkait materi yang sedang dipelajari kemudian dianalisis. Kedua, dengan tugas membuat film dengan tema tertentu dan siswa yang memainkan peran, kemudian direkam. Selanjutnya didiskusikan di dalam kelas” (hasil wawancara tanggal 24 April 2013). Sedangkan menurut Retno Wardani, S.Pd selaku guru PKn Kelas X, beliau menyatakan bahwa: Guru cukup memanfaatkan TI dalam proses pembelajaran. Caranya yaitu dengan menampilkan media-media yang menarik dalam rangka menanamkan nilai-nilai yang berkaitan dengan karakter. Contohnya: nilai nasionalisme cara menanamkannya dengan menampilkan film yang ditonton bersama-sama oleh siswa yang berkaitan dengan perjuangan bangsa, dll. Dalam proses pembelajaran guru mengembangkan proses KBM yang memanfaatkan TI dengan mengikuti perkembangan beritaberita yang dijadikan sumber faktual dalam proses pembelajaran PKn melalui internet misalnya (hasil wawancara tanggal 30 April 2013) Dalam mengembangkan media pembelajaran guru PKn di MAN 1 Yogyakarta tidak lepas dari Teknologi Informasi dan Komunikasi atau pemanfaatan internet pada umumnya. Mudahnya setiap orang mengakses internet tanpa terikat oleh ruang dan waktu dimanfaatkan pula oleh guru dan peserta didik
78
atau siswa di MAN 1 Yogyakarta. Hal itu dapat dibuktikan dengan pengecekan data observasi kelas XF pada Selasa, 07 Mei 2013 (Pukul 10.30-12.00 WIB) bahwa pada saat proses pembelajaran PKn dengan KD mendeskripsikan supra struktur dan infra struktur politik di Indonesia oleh guru peserta didik atau siswa diminta membentuk kelompok kecil masing-masing 4 orang untuk mencari contoh dari masing-masing supra struktur dan infra struktur politik di Indonesia dari sumber manapun termasuk internet kemudian di diskusikan bersma-sama di kelas. Kebanyakan siswa mencari materi di internet melalui handphone maupun laptop, kemudian setelah semua selesai masing-masing mempresentasikan hasilnya. Melalui kegiatan ini guru berusaha membentuk karakter tanggung jawab, kejujuran, kemandirian, dan berpikir logis serta kritis pada siswa. Namun, karena tidak ada kelompok lain yang yang ingin mengomentari dengan menambahkan, mengurangi ataupun bertanya. Maka untuk memunculkan bentuk partisipasi aktif siswa, guru menunjuk siswa untuk bertanya atau menjawab soal yang diberikan guru. Walaupun 39 siswa dari 50 siswa yang mengisi angket data terbuka mereka menyatakan tidak terlalu suka mengikuti berita-berita yang terjadi baik di tingkat lokal maupun nasional melalui berbagai media cetak maupun elektronik dan mendiskusikannya di kelas pada saat mata pelajaran PKn. d. Karakter Peserta Didik Dalam proses penananaman nilai-nilai karakter di MAN 1 Yogyakarta melalui proses pembelajaran PKn yang merupakan salah satu ujung tombak pendidikan karakter. Tentunya melalui proses tersebut diharapkan terbentuk suatu
79
karakter yang diharapkan sebagai dasar peserta didik atau siswa berperilaku dalam kehidupan sehari-hari diberbagai lingkungan sosial. Karakter siswa seperti apakah yang diharapkan dapat terbentuk apabila pendidikan karakter disampaikan melalui pembelajaran PKn? Menurut Hartiningsih, S.Pd selaku guru PKn Kelas XI dan XII beliau menyatakan bahwa: “Karakter siswa yang ingin dibentuk adalah menjadi warga negara yang baik (good citizen) yang tahu hak dan kewajibannya. Karena jika siswa dapat mengetahui hak dan kewajibannya maka ia mampu menghargai orang lain, yang memunculkan prinsip persamaan sehingga dapat terbentuk karakter demokratis (hasil wawancara tanggal 24 April 2013). Sedangkan menurut Retno Wardani, S.Pd selaku guru PKn Kelas X, beliau menyatakan bahwa: “Karakter siswa yang ingin dikembangkan kurang lebih karakter siswa yang jujur, percaya diri, nasionalis, religius, dan pantang menyerah”(hasil wawancara tanggal 30 April 2013). Karakter siswa yang ingin dicapai adalah karakter good citizen yaitu warga negara yang tahu akan hak dan kewajibannya. Sehingga akan muncul penghargaan atas dirinya sendiri dan orang lain. Salah satu karakter yang berusaha ditekankan misalnya kepedulian dan kepemimpinan. Dari hasil angket data terbuka diketahui 36 siswa dari 50 siswa menyatakan bahwa mereka memiliki kemampuan menjadi seorang pemimpin, walaupun hanya sekedar mengkoordinir teman untuk menjenguk salah satu teman yang sakit. Ada karakter lain yang terbentuk dari kegiatan tersebut yaitu kepedulian. Sementara untuk membentuk karakter seseorang apalagi banyak orang memanglah bukan hal mudah dan tidak bisa pula dalam waktu yang singkat. Hal
80
ini menyebabkan sulitnya mengukur tingkat keberhasilan guru dalam membentuk karakterpada peserta didik atau siswa agar karakter yang diharapkan oleh guru dapat tertanam dalam diri peserta didik atau siswanya dapat terwujud. Bagaimana cara guru mengukur keberhasilan pencapaian pendidikan karakter melalui pembelajaran PKn pada siswa atau peserta didik di MAN 1 Yogyakarta? Dari pemaparan Hartiningsih, S.Pd selaku guru PKn Kelas XI dan XII, beliau menyatakan bahwa: “Pengukurannya berlangsung selama proses pembelajaran berlangsung yang mana tidak seperti pendidikan kognitif lainnya yang diukur dengan test, tetapi pengukuran karakter itu berlangsung sepanjang proses pembelajaran berlangsung” (hasil wawancara tanggal 24 April 2013). Sementara dari pemaparan Retno Wardani, S.Pd selaku guru PKn Kelas X, beliau menyatakan bahwa: “Sulit untuk mengukur keberhasilan pendidikan karakter karena prosesnya yang panjang. Namun, sejauh ini tingkat pencapaian pendidikan karakter melalui PKn yang dapat diukur misalnya sikap siswa ketika mengikuti ulangan dengan sikap jujur maupun mengerjakan tugas secara sukarela” (hasil wawancara tanggal 30 April 2013). Sulit bagi guru dalam mengukur tingkat keberhasilan pencapaian nilai-nilai karakter oleh siswa. Mengingat guru PKn harus dapat tetap menyeleaikan materi yang dibebankan dengan tidak mengesampingkan proses penanaman nilai-nilai sehingga terbentuk karakter pada siswa. Guru PKn MAN 1 Yogyakarta dalam mengukur keberhasilan pencapaian penanaman nilai-nilai sehingga terbentuk karakter pada siswa melalui sikap dan perilaku siswa ketika ulangan harian, ketika diskusi, ketika memperoleh tugas, ketika bersikap terhadap gurunya, terhadap
81
temannya, terhadap lingkungan belajarnya, dll. Dari berbagai proses pemberian tugas guru dapat menilai secara langsung nilai karakter apa yang telah tertanam pada siswa saat proses pembelajaran tersebut terjadi. Hal itu didukung dari hasil angket data terbuka bahwa 44 siswa dari 50 siswa memilih menerima hasil yang buruk daripada berbuat curang ketika ulangan PKn. Setelah di cross check dengan data observasi diketahui bahwa pada saat ulangan harian kelas XI A1 ada siswa yang duduk sebangku tetapi mendapatkan nilai yang berbeda. Salah satu siswa tersebut tidak mencapai nilai KKM. Padahal jika dia ingin nilainya bagus bisa saja dia mencontek teman sebangkunya tetapi hal tersebut tidak dilakukannya. 2.
Peran Pramuka dalam Membentuk Karakter Guna memperoleh gambaran data tentang peran kegiatan kepramukaan dalam
membentuk karakter pada siswa di MAN 1 Yogyakarta, maka dapat disajikan deskripsi hasil wawancara, observasi dan dokumentasi sebagai berikut: a.
Persiapan Pembina Pramuka dalam Menyelenggarakan Kegiatan Kepramukaan Ekstrakurikuler pramuka di MAN 1 Yogyakarta merupakan kegiatan ekstra
kurikuler wajib yag harus diikuti oleh seluruh siswa-siswi MAN 1 Yogyakarta. Untuk itu tentunya pembina pramuka juga harus memiliki persiapan yang matang dalam menyelenggarakan kegiatan kepramukaan yang berkualitas. Apakah dalam menyiapkan kegiatan kepramukaan di MAN 1 Yogyakarta setiap minggunya pembina pramuka membuat semacam pedoman kegiatan pembelajaran seperti silabus/RPP? Menurut Ilham Musfah, S.E selaku pembina satuan putra, beliau menyatakan bahwa: “Sejauh ini kami dalam melaksanakan pendidikan kepramukaan di
82
sekolah sudah menggunakan silabus namun untuk RPP memang masih belum” (hasil wawancara tanggal 06 Mei 2013). Sedangkan menurut Nur Wulansari, S.Pd selaku pembina satuan putri, beliau menyatakan bahwa: “Silabus dibuat pada awal masa bakti tidak setiap minggunya. Sementara RPP diserahkan kepada Dewan Ambalan yang nantinya terimplemtasi dalam program kerja” (hasil wawancara tanggal 30 Mei 2013). Dalam mempersiapkan kegiatan kepramukaan pembina pramuka juga telah membuat silabus. Hanya saja untuk RPP memang belum dibuat. Karena pada prinsipnya pola pembinaan pramuka penegak adalah dari, oleh dan untuk penegak sendiri. Sehingga pembina dalam melakukan pembinaannya hanya sebagai pendorong, motivator dan pemberi arahan kepada anggota pramuka yang disini telah dikukuhnya menjadi Dewan Ambalan (DA). Sementara dalam proses pengolahan organisasinya yang bersentuhan langung dengan peserta didik atau siswa kelas X adalah Dewan Ambalan (DA) itu sendiri. Merekalah yang mengusahakan pelaksanaan dari kegiatan kepramukaan yang akan diadakan sehingga untuk RPP yang akan dibuat disesuaikan dengan kegiatan latihan apa yang akan mereka selenggarakan untuk peserta didik atau siswa kelas X MAN 1 Yogyakarta Ambalan Alibasyah-Ratnaningsih dengan dukungan orang dewasa yaitu pembina pramuka. b. Peran Pembina Pramuka Pembina pramuka sebagai orang dewasa yang terlibat langsung dalam proses pendidikan kepramukaan tentunya memiliki peran yang penting. Sehingga melalui peran tersebut maka apa yang menjadi tujuan dari diselenggarakannya kegiatan
83
kepramukaan dapat terwujud. Terlebih MAN 1 Yogyakarta merupakan sekolah bercirikan Islam, sehingga dalam penyelenggaraan kegiatan pun tidak boleh menyimpang dari nilai-nilai Islam. Hal itu juga sejalan dengan norma pertama yang menjadi kode kehormatan pramuka yaitu Takwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tentunya kegiatan yang akan diselenggarakan justru memperkuat nilai religius setiap anggotanya. Bagaimana peran pembina pramuka melalui kegiatan kepramukaan dalam membentuk karakter di MAN 1 Yogyakarta? Menurut Ilham Musfah, S.E selaku pembina satuan putra, beliau menyatakan bahwa: “Peran pembina adalah sebagai mitra. Karena motto dalam penegak adalah dari, oleh dan untuk penegak sendiri” (hasil wawancara tanggal 06 Mei 2013). Sedangkan menurut Nur Wulansari, S.Pd selaku pembina satuan, beliau menyatakan bahwa: Peran pembina adalah dengan menanamkan jiwa korsa/kebersamaan pada peserta didik. Untuk menanamkan nilai karakter secara pesonalitas pada peserta didik dapat melalui penanaman jiwa korsa, karena dengan demikian dapat tumbuh rasa kekeluargaan diantara sesama anggota. Sehingga tidak akan ada merasa seperti atasan maupun bawahan. Jika pada peserta didik pada umumnya peran pembina adalah bagaimana agar peserta didik dapat mematuhi kontrak belajar mereka (hasil wawancara tanggal 30 Mei 2013). Peran pembina pramuka di MAN 1 Yogyakarta adalah sebagai mitra. Mitra disini adalah sebagai pembimbing dan penasehat apabila terjadi suatu permasalahan di organisasi yang tidak dapat dipecahkan sendiri oleh peserta didik. Bukan peran sebagai atasan maupun bawahan tetapi berperan selayaknya kakak terhadap adiknya. Sehingga ketika peserta didik menghadapi suatu permasalahan mereka tidak akan segan atau ragu-ragu untuk bercerita dan berkonsultasi terhadap permasalahan yang sedang dihadapi tersebut.
84
Dari cross check data observasi pada Selasa, 19 Maret 2013 dapat diketahui pembina sudah melaksanakan perannya sebagai mitra. Untuk mempersiapkan kegiatan perkemahan (Mahabhakti) banyak hal yang harus dipersiapkan oleh panitia (Sangga Kerja/Sangker). Banyaknya hal yang harus dipersiapkan tentunya juga membuat Sangker menemui banyak masalah, yang membuat Sangker perlu berkonsultasi kepada para pembina melalui rapat-rapat persiapan perkemahan. Melalui kegiatan rapat tersebut juga dapat diketahui berbagai macam karakter yang berusaha pembina tanamkan misalnya, bagaimana cara menyampaikan pendapat, menghargai pendapat orang lain, demokratis, toleransi, tidak memaksakan pendapat, ketelitian, dll. Walaupun melalui angket data terbuka yang diberikan kepada 50 siswa 30 diantaranya merasa pola pembinaan di pramuka khususnya penegak tidak seperti kakak dan adiknya karena sudah sejak awal mereka tidak suka terhadap pramuka di MAN 1 Yogyakarta sehingga dalam merespon kegiatan tersebut pun mereka memiliki penilaian yang negatif. Bagaimana cara pembina menyiapkan peserta didik supaya siap mengikuti proses kegiatan kepramukaan di MAN 1 Yogyakarata? Menurut Ilham Musfah, S.E selaku pembina satuan putra, beliau menyatakan bahwa: Dengan menyelenggarakan Orientasi Dasar Tegak (ODT). Melalui kegiatan tersebut akan diberikan berbagai kegiatan yang menarik serta materi singkat terkait pengenalan pramuka MAN 1 Yogyakarta atau Ambalan Alibasyah dan Ratnaningsih nah diharapkan dari kegiatan itu peserta didik yang baru saja berpindah dari SMP ke SMA dari penggalang ke penegak akan lebih mengenal pramuka dalam orientasi dasar itu. Sementara dalam menyiapkan peserta didik dalam setiap latihannya mereka akan dibimbing oleh kakak-kakaknya atau Dewan Ambalan dalam mempersiapkan kegiatan
85
Sedangkan menurut Nur Wulansari, S.Pd selaku pembina satuan putri, beliau menyatakan bahwa: “Dalam suatu kegiatan pembina akan membentuk panitia/ Sangga Kerja (Sangker) dengan berbagai tahapannya. Dari sangker inilah akan terencana suatu kegiatan baik ODT, dll. Sedangkan jika untuk peserta didik maka persiapannya akan dibantu oleh Dewan Ambalan” (hasil wawancara tanggal 30 Mei 2013). Pembina dalam mempersiapkan peserta didik atau siswa mengikuti kegiatan kepramukaan adalah melalui ODT (Orientasi Dasar Tegak). Kegiatan ini diselenggarakan disetiap tahun ajaran baru. Disini peserta didik yang baru saja berpindah dari penggalang menuju calon penegak akan diberikan pelatihan dasar selama tiga hari untuk memperkenalkan pramuka Ambalan AlibasyahRatnaningsih MAN 1 Yogyakarta sehingga untuk satu tahun ke depan mereka sudah mempunyai gambaran seperti apa pramuka di MAN 1 Yogyakarta. Tentunya hal ini akan memudahkan peserta didik atau siswa yang mengikuti ekstrakurikuler pramuka yang diselenggarakan secara wajib oleh sekolah. Setelah dilakukan cross check dengan hasil observasi yang mana penelitisi sebagai partisipan. Memang ODT selalu diselenggarakan secara rutin setiap tahunnya sebagai sarana bagi peserta didik atau siswa baru untuk mengenalkan pramuka pada tingkatan yang lebih tinggi dari penggalang ke penegak. Namun, walaupun diwajibkan berdasarkan hasil angket data terbuka yang diberikan kepada peserta didik atau siswa 32 siswa dari 50 siswa menyatakan tidak suka mengikuti kegiatan kepramukaan di MAN 1 Yogyakarta karena tidak berminat, tidak suka, capek, tidak penting, bosan, dll. Walaupun demikian, tantangan
86
tersendiri bagi pembina pramuka dan para organisator pramuka untuk menyelenggarakan pendidikan kepramukaan yang modern, bermanfaat bagi peserta didik maupun lingkungannya. Bagaimana cara pembina pramuka selama kegiatan kepramukaan berlangsung dapat membangun dan meningkatkan partisipasi aktif siswa? Berdasarkan pemaparan dari Ilham Musfah, S.E selaku pembina satuan putra, beliau menyatakan bahwa: “Metode pendidikan dalam kepramukaan salah satunya adalah learning by doing jadi mereka harus lebih aktif mengusahakan sendiri jadi di dalam bentuk kegiatannya itu. Contohnya kegiatan di luar ruangan seperti tali temali mereka melakukan sendiri dan pembina hanya memberi contoh” (hasil wawancara tanggal 06 Mei 2013). Sedangkan menurut Nur Wulansari, S.Pd selaku pembina satuan putri, beliau menyatakan bahwa: ”Bentuk partisipasi aktif pada Dewan Ambalan dapat dibangun dan ditingkatkan ketika menjadi panitia/Sangga Kerja suatu kegiatan. Sedangkan peserta didik kelas X pada umumnya untuk meningkatkan partisipasi aktifnya dengan cara melakukan kegiatan yang berinteraksi dengan alam, berkelompok, learning by doing, dsb” (hasil wawancara tanggal 30 Mei 2013). Pembina dalam membangun dan meningkatkan partisipasi aktif peserta didik atau siswa adalah dengan metode learning by doing, di sini pembina akan memberikan contoh misalnya dari cross check data observasi pada Jum’at, 03 Mei 2013 diadakan latihan membuat pionnering disitu peserta didik atau siswa praktek sendiri membuat jembatan, kursi, kapal, menara pandang, dan lain-lain dengan terlebih dahulu pembina memberikan contoh simpul-simpul apa saja yag
87
digunakan ketika membuat suatu ikatan. Benda yang terbentuk kemudian akan di display pada open house MAN 1 Yogyakarta pada Minggu, 05 Mei 2013. Dari kegitan ini pembina dapat membentuk karakter mandiri, kerjas sama, kreatif, inovatif, serta kerja keras pada diri peserta didik. Walaupun, kegiatan kepramukaan yang diselenggarakan lebih banyak praktek daripada teori namun tetap saja masih banyak siswa yang menganggap kegiatan kepramukaan membosankan. Hal ini sesuai dengan hasil anget data terbuka yang mana 37 siswa dari 50 siswa menganggap kegiatan kepramukaan membosankan karena diadakan pada siang hari sehingga panas, merasa malas, tidak minat, tidak suka, dll. Selain learning by doing, cara pembina dalam meningkatkan partisipasi aktif peserta didik adalah dengan membentuk suatu Sangga Kerja atau panitia untuk kegiatan tertentu misalnya perkemahan (Mahabhakti) yang diselenggarakan pada tanggal 26-29 Mei 2013 di Bumi Perkemahan Waduk Sermo, Kulon Progo. Melalui kegiatan perkemahan ini DA menjadi aktif di kepanitian yang telah terbentuk untuk mempersiapkan dan melaksanakan kegiatan. Sementara untuk peserta didik atau siswa kelas X menjadi aktif mengikuti kegiatan perkemahan tersebut. Melalui kegiatan perkemahan banyak karakter yang dapat dikembangkan oleh pembina antara lain karakter bagi DA atau Sangker yaitu kerjasama, kekompakan, saling menghargai, kepemimpinan, dll. Sementara untuk peserta didik atau siswa yaitu kekeluargaan sesama satu sangga, kekompakan, kemandirian, cinta alam, kedisiplian, kerjasama, dll. Hal ini didukung dengan pernyataan peserta didik atau siswa yang mengisi agket data terbuka diantara 50
88
siswa 40 siswanya menyatakan melalui kegiatan perkemahan dapat membangun rasa kebersamaan dan kekeluargaan dengan sesama teman satu sangga. Bentuk partisipasi aktif siswa yang baik tentunya perlu didukung dengan tanggapan atau respon yang baik pula dari pembina pramuka supaya mereka terus termotivasi berusaha melakukan yang terbaik. Bagaiamana cara pembina pramuka dalam memberikan tanggapan atau respon terhadap siswa atau peserta didik yang berpartisipasi aktif maupun tidak? Menurut Ilham Musfah, S.E selaku pembina satuan putra, beliau menyatakan bahwa: “Bagi yang berpartisipasi aktif pasti mau menjadi seorang Dewan Ambalan dengan mendapatkan reward berupa Tanda Kecakapan Umum (Bantara dan Laksana). Sedangkan yang kurang aktif akan mendapatkan sanksi dari pihak sekolah baik berupa poin maupun teguran” (hasil wawancara tanggal 06 Mei 2013). Sedangkan menurut Nur Wulansari, S.Pd selaku pembina satuan putri, beliau menyatakan bahwa: Reward bagi peserta didik yang aktif yaitu diikutsertakan dalam berbagai kegiatan atau perlombaan yang diadakan oleh Kwaran, Kwarcab, maupun Kwarda. Sedangkan bagi yang kurang aktif tentunya akan mendapat penilaian yang kurang baik sehingga pembina berusaha membangun karakter disiplin dan tanggung jawabnya supaya muncul keaktifan dalam mengikuti kegiatan kepramukaan. Sehingga tidak malas lagi (hasil wawancara tanggal 30 Mei 2013). Respon atau tanggapan pembina pramuka kepada peserta didik atau siswa yang aktif yaitu dengan memberikan reward berupa TKU (Tanda Kecakapan Umum) setelah menyelesaikan SKU (Syarat Kecakapan Umum) berupa Bantara dan Laksana serta TKK (Tanda Kecakapan Khusus) serta sebagai Duta Ambalan. Berdasarkan cross check data observasi yang mana peneliti sebagai partisipan
89
sejauh ini yang memperoleh TKU Bantara untuk kelas X ada 22 orang, sedangkan untuk kelas XI ada 21 orang. Sedangkan reward yang lain berupa pengiriman Duta Ambalan sebagai perwakilan dalam mengikuti suatu perlombaan misalnya perlombaan PDT (Pengembaraan Desember Tradisional) yang diselenggarakan setiap bulan Desember yang diikuti oleh seluruh SMA/MA/SMK se-Kota Yogyakarta memperoleh 4 piala, untuk Jelajah Budaya memperoleh 3 piala dari 6 piala yang diperebutkan pada Minggu, 26 Mei 2013 dan lain sebagainya. Dari kegiatan ini dapat terbentuk karakter kerja keras, kerja sama, kekompakan, kepemimpinan, religius, kepedulian, dan kekeluargaan pada diri peserta didik dari proses latihan sampai kegiatan lomba itu selesai. Sementara untuk peserta didik atau siswa yang tidak aktif maka yang dilakukan oleh pembina pramuka adalah dilakukan memberi teguran-teguran baik lewat pembina pramuka sendiri ataupun oleh Waka Kesiswaan diteruskan kepada Wali Kelas masing-masing, mendapatkan poin pelanggaran, melakukan perlakuan khusus dengan lebih mengedepankan beberapa nilai yang kurang tertanam kepada diri peserta didik atau siswa misalnya suka membolos atau tidak berpakaian lengkap maka dilakukan pembinaan yang lebih intensif supaya rasa tanggung jawab dan kedisiplinannya dapat lebih terbentuk. Hal ini diperkuat dengan pernyataan 36 siswa dari 50 siswa yang mengisi angket data terbuka bahwa melalui kegiatan latihan rutin pramuka mereka menjadi belajar lebih disiplin dan bertanggung jawab.
90
c.
Metode Pendidikan Metode pendidikan dalam kepramukaan merupakan hal penting yang
menentukan suatu cara atau strategi atau teknik pembina pramuka untuk mempermudah tercapainya tujuan dari kegiatan yang diselenggarakan. Metode pendidikan dalam kepramukaan ini adalah suatu cara dalam memberikan pendidikan watak kepada peserta didik melalui kegiatan kepramukaan yang menantang, menarik, menyenangkan, yang dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan situasi dan kondisi dari peserta didik itu sendiri. Apakah strategi yang dilakukan pembina pramuka dalam membentuk karakter pada peserta didik di MAN 1 Yogyakarta? Menurut pemaparan dari Ilham Musfah, S.E selaku pembina satuan putra, beliau menyatakan bahwa: “Strategi penanaman nilai-nilai sehingga terbentuk karakter pada peserta didik dengan memperhatikan lima area pengembangan. Area tersebut yaitu spiritual, emosional, sosial, intelektual, dan fisik dalam pengujian SKU. Strategi yang lain yaitu dengan menghayati Tri Satya dan mengamalkan Dasa Dharma dalam setiap kegiatan” (hasil wawancara tanggal 06 Mei 2013). Sedangkan menurut Nur Wulansari, S.Pd selaku pembina satuan putri, beliau menyatakan bahwa: Bagi Dewan Ambalan strategi yang digunakan yaitu menanamkan jiwa korsa, sehingga mereka nantinya mampu memecahkan berbagai persoalan yang muncul dalam organisasi. Dari sini mereka juga belajar mengembangkan jiwa kepemimpinannya. Sedangkan strategi yang digunakan pada siswa kelas X yaitu dengan melatih kedisiplinan, sehingga nantinya mereka menjadi anak-anak yang lebih tahu diri dan lebih dapat menata diri (hasil wawancara tanggal 30 Mei 2013).
91
Strategi yang dilakukan pembina pramuka dalam membentuk karakter pada peserta didik di MAN 1 Yogyakarta yaitu yang pertama dari segi pengisian SKU yang dalam mengujinya dipusatkan pada area pengembangan spiritual, emosional, sosial, intelektual, dan fisik. Setelah di cross check dengan observasi pembina pramuka dalam melakukan pengujian tiap butir SKU sudah berdasarkan panduan dari SK Kwarnas No. 199 Tahun 2011 tentang Panduan Penyelesaian Syarat Kecakapan Umum. Para anggota baru yang berhasil di kader memiliki kualitas yang baik sesuai dengan arah pengembangan yang terdiri dari area spiritual, emosional, sosial, intelektual, dan fisik. Hal ini menghasilkan 11 penegak baru yang dikukuhkan dengan rincian 2 orang putra dan 5 orang putri pada Minggu, 28 April 2013. Walaupun dari hasil angket data terbuka yang mau menjadi anggota Pramuka Penegak Bantara dari 50 siswa hanyalah 10 siswa saja yang mau menyelesaikan SKU (Syarat Kecakapan Umum). Strategi kedua adalah menumbuhkan jiwa korsa (kebersamaan) di antara sesama anggota dalam menghadapi berbagai persoalan, melakukan pendampingan kepada peserta didik atau siswa kelas X yang aktif agar bisa melakukan pengkaderan untuk regenerasi kepengurusan organisasi pada masa bhakti berikutnya. Memang untuk menanamkan kedisiplinan pada siswa memang bukan hal yang mudah terlebih pramuka sebagai suatu organisasi dipandang sebelah mata oleh banyak siswa, hal ini membuat mereka malas untuk ikut latihan rutin pramuka yang diselenggarakan setiap hari Jum’at. Pernyataan ini sesuai dengan hasil angket data terbuka yang mana 31 siswa dari 50 siswa menyatakan lebih banyak membolos daripada hadir ketika kegiatan latihan rutin pramuka
92
diselenggarakan dengan alasan antara lain pramuka dianggap tidak penting, kegiatan yang melelahkan, kegiatan yang membosankan serta tidak menyukai pramuka. Dengan kondisi yang demikian tidak mudah bagi pembina pramuka dalam membentuk karakterpada peserta didik atau siswa sehingga diperlukan suatu cara untuk mengatasinya. Bagaimana cara pembina pramuka melaksanakan pendidikan karakter melalui kegiatan kepramukaan di MAN 1 Yogyakarta? Menurut Ilham Musfah, S.E selaku pembina satuan putra, beliau menyatakan bahwa: “Banyak kegiatan-kegiatan yang bisa dilakukan untuk melaksanakan pendidikan karakter, mendidik disiplin misalnya dengan baris berbaris, mendidik menghargai orang dengan musyawarah. Karena di pramuka cukup banyak juga kegiatan yang bentuknya musyawarah” (hasil wawancara tanggal 06 Mei 2013). Sedangkan menurut Nur Wulansari, S.Pd selaku pembina satuan putri, beliau menyatakan bahwa: “Cara pembina melaksanakan strategi yaitu melalui berbagai kegiatan yang telah terancang. Karena memang sejak dulu arahan dari kegiatan kepramukaan adalah pembentukan watak/karakter. Di pramuka peserta didik belajar mengembangkan jiwa kepemimpinan dan sikap mental yang diperlukan saat mereka terjun di masyarakat nantinya ataupun saat kembali mengabdi pada almamater” (hasil wawancara tanggal 30 Mei 2013). Cara pembina pramuka melaksanakan pendidikan karakter melalui kegiatan kepramukaan adalah melalui berbagai kegiatan. Berbagai kegiatan itu antara lain melalui musyawarah ambalan, musyawarah sangga kerja, dll. Melalui berbagai kegiatan musyawarah itu banyak karakter yang dapat dibentuk oleh pembina antara lain demokratis, menghargai pendapat orang lain, menerima kritik yang
93
diberikan, dan lain sebagainya. Cara yang lain yaitu melalui pendampingan terhadap peserta didik atau siswa kelas X yang memiliki minat lebih terhadap pramuka. Hal ini akan memudahkan pembina dalam melakukan pengkaderan, penanaman nilai, pemberian ketrampilan dan ilmu pengetahuan. Selain itu cara yang lain adalah menanamkan jiwa kekeluargaan dan kepedulian. Sehingga ketika peserta didik telah lulus proses pendampingan dalam menjalankan organisasi terhadap adik-adiknya yang masih aktif tetap dapat dilakukan. Hasil dari proses pembelajaran ketika masih menjadi peserta didik pun yang berupa ketrampilan dapat dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun memang hal ini tidak cukup sejalan dengan pedapat siswa yang mana 27 siswa dari 50 siswa merasa tidak memiliki banyak ketrampilan kepramukaan yang dapat dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari dikarenakan sudah sejak awal tidak suka, tidak memperhatikan ketika latihan sehingga tidak bisa, hidup di kota sehingga ketrampilan kepramukaan tidak diperlukan, jaman sudah modern, dan pramuka hanya berlaku di alam luar saja sehingga ketrampilan kepramukaan tidak diperlukan. Setelah dibandingkan dengan hasil observasi dimana peneliti sebagai partisipan ketika kegiatan latihan rutin pramuka diadakan jumlah peserta didik laki-laki sangatlah sedikit karena banyak yang membolos. Jika kegiatan latihan rutin sudah menjelang diadakannya perkemahan baru banyak peserta didik yang hadir karena takut jika presensi tidak memenuhi tidak diijinkan mengikuti perkemahan. Dalam menunjang proses pendidikan kepramukaan diperlukan metode yang tepat supaya tujuan dari pendidikan tersebut dapat tercapai. Metode yang tepat
94
juga perlu ditunjang dengan media yang tepat pula supaya hasil yang dicapai juga maksimal. Apakah dalam melaksanakan kegiatan kepramukaan yang berdimensi karakter pembina pramuka juga memanfaatkan Teknologi Informasi dan komunikasi? Menurut pemaparan Ilham Musfah, S.E selaku pembina satuan putra, beliau menyatakan bahwa: Dewasa ini tentunya manusia memerlukan TIK sebagai sumber informasi tidak terkecuali pramuka. Karena banyak sekali aturan-aturan yang dikeluarkan Kwartir Nasional yang tidak diterapkan dan tidak tersampaikan oleh Kwarcab dan Kwaran yang akhirnya perlu untuk mencari dan menggali sendiri. Sedangkan untuk peserta didik, pembina memanfaatkan jejaring sosial untuk memantau perkembangan mereka (hasil wawancara tanggal 06 Mei 2013) Menurut pemaparan Nur Wulansari, S.Pd selaku pembina satuan putri, beliau menyatakan bahwa: “Pembina memanfaatkan TIK melalui groub dalam jejaring sosial sebagai media berkeluh kesah dan menyampaikan pendapat terhadap berbagai hal yang terjadi dan yang ada dalam organisasi pramuka” (hasil wawancara tanggal 30 Mei 2013). Dalam melaksanakan perannya sebagai pembina pramuka, pembina telah memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi. Kemudian setelah dilakukan pengecekan pembina pramuka dan bahkan peserta didik sendiri memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi misalnya saja untuk mencari SK Kwartir Nasional Nomor 174 Tahun 2012 tentang Petunjuk Penyelenggaraan Pakaian Seragam Anggota Gerakan Pramuka yang menggantikan Keputusan Kwarnas Gerakan Pramuka Nomor 226 Tahun 2007. Karena tidak ada surat edaran dari pihak Kwartir Cabang atau Ranting. Pentngnya SK No. 174 Tahun 2012 tersebut supaya di tahun ajaran baru seragam pramuka di MAN 1
95
Yogyakarta sudah dapat disesuaikan dengan petunjuk penyelenggaraaan pakaian seragam pramuka yang baru. Hal ini menunjukkan bahwa siswa memiliki rasa ingin tahu yang tinggi serta kepedulian terhadap perkembangan dari gerakan pramuka itu sendiri. Selain itu pembina juga menggunakan media jejaring sosial untuk memantau perkembangan pribadi peserta didiknya apabila sedang misalnya saja menghadapi suatu masalah organisasi atau masalah pribadi melalui groub di facebook atau twitter, dan lain sebagainya. Mengingat saat ini sudah era digital maka apabila diadakan suatu lomba pun terkadang peserta diminta untuk mengakses blog atau webside dari penyelenggara kegiatan lomba tersebut. Tentunya hal ini menyebabkan bahwa Teknologi Informasi dan Komunikasi pun lekat dengan kehidupan manusia sehingga sudah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan menyangkut efektifitas dan keefisiensinya waktu. d. Karakter Peserta Didik Penyelenggaraan kegiatan kepramukaan dimaksudkan supaya pembina pramuka dapat memberikan pembentukan watak pada peserta didik. Perlu diketahui watak atau karakter seperti apa yang menjadi tujuan dari diselenggarakannya pendidikan kepramukaan melalui berbagai kegiatan yang menarik, menantang, dan bermanfaat. Karakter siswa atau peserta didik yang seperti apakah yang diharapkan dapat terbentuk apabila pendidikan karakter disampaikan melalui kegiatan kepramukaan? Menurut Ilham Musfah, S.E selaku pembina satuan putra, beliau menyatakan bahwa: “Karakter yang ingin dicapai dapat terbentuk dalam diri peserta didik yaitu 24 nilai karakter yang ada dalam
96
Dasa Dharma yaitu karakter yang sesuai dengan tujuan dari gerakan pramuka” (hasil wawancara tanggal 06 Mei 2013). Sedangkan menurut Nur Wulansari, S.Pd selaku pembina satuan putri, beliau menyatakan bahwa: “Karakter yang kami harapkan dapat terbentuk adalah karakter yang sesuai dengan Dasa Dharma pramuka dan tujuan dari gerakan pramuka itu sendiri melalui berbagai kegiatan kepramukaan yang diselenggarakan” (hasil wawancara tanggal 30 Mei 2013). Tujuan pembentukan karakter yang ditanamkan melalui kegiatan-kegiatan kepramukaan adalah karakter yang sesuai dengan Tri Satya dan Dasa Dharma. Wujud dari pencapaian itu adalah dengan peserta didik atau siswa mampu menghayati Tri Satya sebagai tiga janji dan mengamalkan Dasa Dharma sebagai sepuluh ketentuan moral pramuka yang didalamnya terdapat 24 karakter yang ingin ditanamkan. Berdasarkan hasil observasi di mana peneliti sebagai partisipan adalah dalam mengikuti kegiatan kepramukaan peserta didik atau siswa berusaha melaksanakan dan mematuhi apa yang menjadi ketentuan moral misalnya saja ketika diadakan perkemahan. Perkemahan adalah sarana bagi siswa untuk dapat hidup berdampingan dengan alam, sehingga tumbuh kesadaran untuk menjaga dan melestarikannya. Pada saat perkemahan lokasi tapak kemah kebersihannya tetap terjaga, walaupun tempat sampah dari lokasi tapak kemah cukup jauh tetapi peserta tidak membuang sampah dengan sembarangan. Hal ini didukung dengan 33 siswa dari 50 siswa yang mengisi angket data terbuka menyatakan bahwa menjadi pribadi yang lebih mandiri dan peduli terhadap lingkungan alam setelah mengikuti kegiatan perkemahan. Hal tersebut mereka kemukakan dengan alasan
97
bahwa jauh dari orang tua sehingga harus mandiri, sedikit demi sedikit berubah menjadi pribadi yang lebih baik, belajar untuk lebih peduli terhadap lingkungan, dan lain sebagainya. Bagaimana cara pembina pramuka mengukur keberhasilan pencapaian pendidikan karakter melalui kegiatan kepramukaan di MAN 1 Yogyakarta? Menurut pemaparan Ilham Musfah, S.E selaku pembina satuan putra, beliau menyatakan bahwa: “Salah satu contoh paling minim keberhasilan pendidikan karakter dapat dilihat pada pencapaian peserta didik menyelesaikan SKU dan SKK dan kemudian memperoleh TKU dan TKK. Akan tetapi pada prinsipnya adalah bagaimana siswa dapat saling menghargai, dan berubah sifat, sikap, dan mentalnya” (hasil wawancara tanggal 06 Mei 2013). Menurut pemaparan Nur Wulansari, S.Pd selaku pembina satuan putri, beliau menyatakan bahwa:
“Cara pembina mengukur keberhasilan pencapaian
pendidikan karakter yang pertama melalui prestasi yang diperoleh dari berbagai perlombaan. Kedua, pada saat peserta didik mengikuti kegiatan perkemahan. Ketiga, pengambdian peserta didik yang telah lulus pada almameternya dari berbagai proses tersebut terdapat banyak karakter yang dapat dikembangkan oleh pembina” (hasil wawancara tanggal 30 Mei 2013). Cara pembina mengukur keberhasilan pencapaian pendidikan karakter pada peserta didik atau siswa di MAN 1 Yogyakarta adalah jika untuk Dewan Ambalannya dari pencapaian SKU dan SKK dengan reward TKU dan TKK. Selain itu juga melalui pencapaian prestasi dari berbagai perlombaan, prosesnya dapat dilihat dari bagaimana mereka bekerja sama, kompak, mandiri, menggali
98
ilmu pengetahuan, meningkatkan ketrampilan, dsb. Sementara untuk peserta didik atau siswa kelas X pada umumnya melalui perubahan sifat, sikap, dan mentalnya. Perubahan tersebut diperoleh setelah berakhirnya atau selesainya kewajiban mereka untuk mengikuti penyelenggaraan pendidikan kepramukaan di sekolah. Dari berakhirnya kegiatan pendidikan kepramukaan siswa kelas X jika mereka memiliki rasa kekeluargaan terhadap teman yang dulunya satu sangga, memiliki kepedulian yang lebih terhadap orang lain maupun lingkungan alam sekitar, menjadi lebih disiplin, dan lain sebagainya itu merupakan keberhasilan pembina dalam menanamkan nilai karakter. Meskipun tidak semua nilai karakter yang ditentukan dapat tercapai tetapi ada perubahan kearah yang lebih positif itu juga sudah merupakan suatu keberhasilan. Walaupun memang tidak semua siswa kelas X yang sudah tidak diwajibkan lagi mengikuti latihan rutin pramuka untuk tetap mau mengikuti latihan apabila masih ingin menambah ilmu dan ketrampilan. Hal ini juga diperkuat dengan 40 siswa dari 50 siswa menyatakan bahwa sudah tidak ingin mendalami materi kepramukaan dengan mengikuti kegiatan latihan rutin walaupun sudah tidak wajib dengan alasan tidak suka, malas, capek, tidak menarik dan lain sebagainya. 3.
Hambatan dalam Membentuk Karakter Dewasa ini proses pendidikan yang terjadi juga menemui hambatan.
Hambatan dalam membentuk karakter pada siswa di MAN 1 Yogyakarta juga ditemui oleh guru PKn dan pembina pramuka. Berikut ini akan dipaparkan hasil penelitian hambatan dalam membentuk karakter pada siswa yaitu: a.
Hambatan Guru PKn dalam Membentuk Karakter
99
Guru PKn dalam membentuk karakter melalui pembelajaran PKn pada siswa di MAN 1 Yogyakarta tentunya menemui hambatan-hambatan sehingga hasil yang dicapai pun kurang maksimal. Apakah dalam memembentuk karakter dalam proses pembelajaran PKn guru menemukan hambatan? Apa sajakah hambatanhambatan yang ditemui guru tersebut? Menurut pemaparan Hartiningsih, S.Pd selaku guru PKn Kelas XI dan XII, beliau menyatakan bahwa: “Hambatan yang ditemui guru adalah muatan materi PKn yang cukup banyak, sehingga membuat guru sulit memanajemen waktu antara materi dan muatan nilai yang akan ditanamkan. Karena pada dasarnya pembentukan karakter itu tidak dapat instan tetapi harus berkelanjutan” (hasil wawancara tanggal 24 April 2013). Sedangkan menurut pemaparan Retno Wardani selaku guru PKn Kelas X, beliau menyatakan bahwa: “Hambatan yang ditemui antara lain anak-anak yang tidak berminat dalam pelajaran PKn. Berbagai latar belakang yang berbeda-beda (plural) dan juga terkadang ada anak-anak yang tidak mau membaur, sehingga kurangnya toleransi, dll” (hasil wawancara tanggal 30 April 2013). Hambatan-hambatan yang ditemui dalam membentuk karakter pada siswa melalui pembelajaran PKn di MAN 1 Yogyakarta adalah pertama karena pendidikan karakter itu berkelanjutan maka hasilnya tidak dapat instan. Kedua, karena terbatasnya waktu dalam memberikan penanaman nilai-nilai mengingat muatan materi dalam PKn begitu banyak. Ketiga, kurangnya minat peserta didik atau siswa dalam mempelajari PKn. Keempat, latar belakang siswa yang beranekaragam sehingga kurangnya rasa toleransi diantara sesama.
100
Berdasarkan pengecekan data observasi diketahui bahwa walaupun muncul berbagai macam hambatan yang ditemui oleh guru secara keseluruhan upaya untuk membentuk karakterpada peserta didik atau siswa di MAN 1 Yogyakarta telah berjalan baik. Hambatan tersebut yaitu, saat pelajaran dimulai guru masih harus mengkondisikan peserta didik atau siswa yang belum fokus mengikuti proses pembelajaran PKn. Kemudian sumber belajar yang digunakan masih cukup minim karena dari hasil observasi diketahui peserta didik atau siswa hanya membawa LKS sebagai buku sumber belajar. Kemampuan peserta didik atau siswa dalam menangkap pesan-pesan moral yang disampaikan oleh guru tidak sama. Misalnya, pada saat di kelas XI Bahasa hari Selasa, 30 April 2013 (Pukul 08.30-10.00WIB) guru PKn baru saja selesai menjelaskan norma-norma dan mengaitkannya dengan keunggulan siswa madrasah dibanding siswa SMA pada umumnya. Kemudian, ada siswa yang oleh guru sudah ditegur berkali-kali secara halus untuk memperhatikan tetapi malah bermain HP di depan guru sehingga membuat guru mengambil langkah tegas meminta siswa tersebut untuk keluar supaya tidak mengganggu siswa lain yang sedang belajar. b. Hambatan Pembina Pramuka dalam Membentuk Karakter Tidak hanya guru PKn saja yang menemui hambatan ketika membentuk karakter melalui pembelajaran PKn. Tetapi pembina pramuka pun juga demikian sehingga tentunya membutuhkan perjuangan dan usaha yang lebih keras lagi untuk bisa mencapai tujuan dari pendidikan kepramukaan itu sendiri. Apakah ketika membentuk karakter dalam kegiatan kepramukaan pembina pramuka
101
menemukan hambatan? Apa sajakah hambatan-hambatan yang ditemui pembina tersebut? Menurut pemaparan Ilham Musfah, S.E selaku pembina satuan putra, beliau menyatakan bahwa: “Hambatan yang pertama adalah kurangnya dukungan dari pihak sekolah dalam menyelenggarakan kegiatan kepramukaan. Kedua, masih banyaknya pihak yang memandang sebelah mata pada pramuka bahwa kegiatannya hanya sebagai bentuk pemborosan. Padahal ada hal yang diharapkan dari ekstrakurikuler pramuka dibanding ekstrakurikuler lain” (hasil wawancara tanggal 06 Mei 2013). Sedangkan menurut Nur Wulansari, S.Pd selaku pembina satuan putri, beliau menyatakan bahwa: “Hambatan yang ditemui merupakan suatu tantangan sendiri yaitu bahwa setiap anak maupun angkatan memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Sehingga penanaman nilai-nilai karakter pun harus
disesuaikan
dengan
komdisi
masing-masing
pribadi
yang
melatarbelakangi” (hasil wawancara tanggal 30 Mei 2013). Diketahui ada beberapa hambatan yang ditemui pembina pramuka ketika pendidikan karakter ditanamkan melalui kegiatan kepramukaan. Hambatan tersebut antara lain, kurangnya dukungan oleh pihak sekolah sendiri dalam menyelenggarakan kegiatan kepramukaan, tidak hanya siswa tetapi ternyata juga ada beberapa guru yang memandang pramuka dengan sebelah mata, serta perbedaan karakteristik masing-masing anak yang beraneka ragam. Kemudian berdasarkan pengecekan dari hasil observasi peneliti sebagai partisipan adalah bahwa memang betul hambatan-hambatan yang disampaikan oleh kedua narasumber sering muncul pada saat proses pendidikan berlangsung. Contohnya
102
saja perbedaan karakteristik siswa yang beranekaragam justru malah memberi pembina pramuka pengalaman tersendiri dalam menangangi peserta didik atau siswa semacam itu. Sehingga, ketika hamatan atau permasalahan tersebut muncul kembali maka pengalaman yang lampau dapat digunakan sebagai pembelajaran dalam menghadapi permasalahan pada saat ini. 4.
Upaya dalam Mengatasi Hambatan dalam Membentuk Karakter Membentuk karakter bukanlah hanya menjadi tanggung jawab Pendidikan
Kewarganegaraan dan Pendidikan Agama Islam saja tetapi juga semua mata pelajaran dan ekstrakurikuler yang semua materinya juga terintegrasi dengan pendidikan karakter. Namun, disisi lain peran sekolah juga sangat penting dalam menciptakan kultur yang postif bagi penanaman nilai-nilai karakter. MAN 1 Yogyakarta telah didukung oleh kultur sekolah yang membiasakan peserta didik atau siswa melakukan tadarus Al-Qur’an dan berdoa bersama setiap pagi, peserta didik atau siswa juga melakukan sholat dhuha setiap istirahat pertama. Sementara pada saat istirahat kedua peserta didik atau siswa melakukan sholat dzuhur berjamaah di masjid sekolah baru kemudian jajan istirahat siang, walaupun belum 100% semua siswanya ketika adzan dzuhur langsung ke masjid tetapi setidaknya 80% siswanya sudah melaksanakan sholat dzuhur berjamaah dan tepat waktu. Walaupun memang dari hasil angket data terbuka 45 siswa dari 50 siswa mengakui bahwa kadang-kadang masih tidak beribadah tepat waktu dengan alasan misalnya, malas, masih menyelesaikan suatu pekerjaan, dan suka menunda-nunda. Maka dari itu kemampuan sekolah untuk membangun kebiasaan beribadah tepat waktu sangatlah tepat mengingat MAN 1 Yogyakarta juga merupakan
103
sekolah yang bercirikan Islam. Kultur sekolah yang positif juga membangun motivasi siswa untuk semangat bersekolah hal ini juga didukung dengan pernyataan 46 siswa dari 50 siswa tidak suka membolos sekolah karena merugikan dan bukan hal yang baik untuk dilakukan. a.
Upaya Guru PKn dalam Menghadapi Hambatan Hambatan yang dihadapi guru PKn ketika membentuk karaktermelalui
pembelajaran PKn telah dikemukakan sebelumnya. Berikut ini akan dipaparkan data yang memberikan gambaran atau penjelasan terkait upaya ataupun solusi yang dilakukan oleh guru PKn dalam menghadapi hambatan tersebut. Apa sajakah solusi yang dilakukan guru ketika menghadapi hambatan-hambatan yang muncul dalam melaksanakan pembelajaran PKn yang berdimensi karakter? Menurut pemaparan Hartiningsih, S.Pd selaku guru PKn Kelas XI dan XII, beliau menyatakan bahwa: “Upaya yang dilakukan antara lain pada pertemuan berikutnya siswa diminta untuk membaca dan mempelajari terlebih dahulu di rumah. Kemudian mendiskusikan hasil bacaan di kelas dengan dipandu oleh guru. Dari sini akan muncul banyak karakter yang dapat dikembangkan” (hasil wawancara tanggal 24 April 2013). Sedangkan menurut pemaparan Retno Wardani, selaku guru PKn Kelas X, beliau menyatakan bahwa: Upaya atau solusinya dengan mencari kasus-kasus yang bermuatan nilainilai karakter. Sehingga anak-anak belajar untuk memecahkan atau menganalisis masalah kasus-kasus tersebut. Ketika diskusi guru akan memandu mereka supaya dapat tercipta pendapat yang pro dan kontra. Disini dapat dilihat apakah siswa bisa bersikap demokratis atau tidak (bagian dari karakter). Solusi yang lain antara lain dengan menggunakan metode Role Play (hasil wawancara tanggal 30 April 2013).
104
Upaya atau solusi dalam menghadapi hamabatan yang ditemui adalah melakukan pengamatan sepanjang proses pembelajaran berlangsung kemudian juga melalui metode diskusi. Pertama-tama dengan menguatkan materi dahulu di rumah mempelajari materi dengan menggali informasi melalui berbagai media. Sehingga, siswa tidak akan kosong ketika proses pembelajaran dimulai hal ini akan membuat waktu menjadi efektif dan tidak sia-sia. Mengingat materi PKn yang cukup banyak sehingga partisipasi aktif siswa dalam belajar akan sangat membantu agar materi yang dibebankan dapat tersampaikan semua dengan tidak mengesampingkan pendidikan karakter itu sendiri. Metode diskusi apabila dapat berjalan dengan baik maka akan banyak sekali karakter yang dapat dikembangkan oleh guru melalui metode tersebut. Karakter itu antara lain, demokratis, mandiri, rasa ingin tahu, kritis, meghargai pendapat orang lain, toleransi, dan lain sebagainya. b. Upaya Pembina Pramuka dalam Mengatasi Hambatan Setiap permasalahan pasti ada solusinya. Begitu pula segala permasalahan dan hambatan yang muncul pada saat pembina pramuka membentuk karaktermelalui kegiatan kepramukaan di MAN 1 Yogyakarta. Dibutuhkan suatu upaya atau solusi yang dapat meminimalisir hambatan sehingga tujuan dari penyelenggaraan pendidikan kepramukaan itu dapat terwujud, dan kegiatan kepramukaan untuk peserta didik atau siswa tidak hanya sekedar berlalu begitu saja. Ada nilai-nilai yang diharapkan dapat tertanam kepada diri peserta didik atau siswa dan ada ketrampilan yang mereka kuasai yang nantinya dapat bermanfaat saat mereka berada ditengah-tengah masyarakat. Apa sajakah solusi yang
105
dilakukan pembina pramuka ketika menghadapi hambatan-hambatan yang muncul dalam melaksanakan kegiatan kepramukaan yang berdimensi karakter? Berdasarkan pemaparan dari Ilham Musfah, S.E selaku pembina satuan putra, beliau menyatakan bahwa: “Secara pribadi upaya yang dilakukan adalah berbuat dengan niat yang ikhlas, tidak pantang menyerah dan patah semangat. Karena jika yang menghambat secara pribadi maupun organisasi dapat diatasi maka proses penanaman nilai-nilai karakter juga dapat lebih maksimal” (hasil wawancara tanggal 06 Mei 2013). Sedangkan menurut Nur Wulansari, S.Pd selaku pembina satuan putri, beliau menyatakan bahwa: “Kepada peserta didik kami melakukan pendekatan secara personal.
Kemudian
terhadap
permasalahan-permasalahan
yang
muncul
diselesaikan dengan jalan musyawarah mufakat. Berbagai upaya yang akan dilakukan tetap harus disesuaikan dengan kondisi yang ada” (hasil wawancara tanggal 30 Mei 2013). Upaya atau solusi yang berusaha dilakukan pembina dalam menghadapi hambatan yang muncul pada diri pribadi pembina adalah ikhlas dalam membagi ilmu, pantang menyerah dalam menghadapi hambatan yang ditemui. Sementara upaya atau solusi yang dilakukan pembina dalam menghadapi hambatan yang muncul dalam melaksanakan kegiatan kepramukaan yang berdimensi pendidikan karakter pada peserta didik adalah menjadikan pengalaman dimasa lalu sebagai pembelajaran untuk mengahadapi permasalahan yang mucul dimasa sekarang atau mendatang, melakukan musyawarah mufakat apabila permasalahan yang muncul
106
mempengaruhi jalannya organisasi, serta melakukan pendekatan secara personal dengan tetap mempertimbangkan situasi dan kondisi yang ada. C. Pembahasan Seperti halnya dalam deskripsi hasil penelitian maka dalam pembahasan akan disampaikan pembahasan tentang peran pembelajaran PKn dalam membentuk karakter, peran kegiatan kepramukaan dalam membentuk karakter, hambatan dalam membentuk karakter serta upaya dalam menghadapi hambatan dalam membentuk karakter. 1.
Peran Pembelajaran PKn dalam Membentuk Karakter Pelaksanaan kegiatan pembelajaran aktif melalui proses dari tahapan kegiatan
pendahuluan, inti dan penutup, dipilih dan dilaksanakan agar peserta didik mempraktikkan nilai-nilai karakter yang ditargetkan dapat tercapai oleh guru. Nilai-nilai tersebut telah dirumuskan oleh guru di dalam Silabus dan RPP yang telah disesuaikan pula dengan SK dan KD mata pelajaran PKn. Sementara untuk pelaksanaan proses pembelajaran PKn yang berdimensi pendidikan karakter dapat diuraikan melalui beberapa gambaran terkait persiapan guru dalam proses pembelajaran PKn, peranan guru PKn, karakter peserta didik, dan metode pembelajaran. Adapun uraian mengenai gambaran tersebut sebagai berikut: a.
Persiapan Guru dalam Proses Pembelajaran PKn Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa persiapan guru PKn dalam proses
pembelajaran PKn adalah dengan menyusun Silabus dan RPP pada setiap tahun ajaran baru dengan memasukkan nilai-nilai karakter yang ingin dicapai dari setiap materi SK atau KD. Sehingga Silabus dan RPP yang dimiliki oleh guru PKn
107
MAN 1 Yogyakarta sudah berdimensi pendidikan karakter. Hal ini juga menunjukkan peran guru sebagai pengajar karena salah satu yang menjadi komponen penting guru sebelum melakukan proses belajar mengajar adalah adanya RPP yang bertujuan untuk mengarahkan kegiatan peserta didik atau siswa dalam upaya mencapai KD setiap pertemuannya. Seperti dikemukakan oleh Hartiningsih, S.Pd dan Retno Wardani, S.Pd selaku guru PKn bahwa dalam proses penyusunan Silabus dan RPP, pendidikan karakter sudah termuat di dalam Silabus dan RPP yang guru PKn MAN 1 Yogyakarta susun. Memasukkan pendidikan karakter di dalam Silabus dan RPP ini akan memudahkan guru dalam membentuk karakter siswa-siswinya di MAN 1 Yogyakarta. Dari hasil wawancara dan observasi kemudian dilakukan cross check dengan dokumentasi Silabus dan RPP yang dimiliki oleh masing-masing guru yaitu Hartiningsih, S.Pd dan Retno Wardani, S.Pd sebagai pengampu mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Kelas X dan XI tahun ajaran 2012/1013 diketahui bahwa pada dasarnya Silabus dan RPP tersebut sudah mengintegrasikan pendidikan karakter di dalam penyusunannya. Dengan menyertakan nilai budaya dan karakter bangsa yang diharapkan tercapai melalui masing-masing KD. Serta dari Silabus dan RPP yang dimiliki guru, dapat diketahui bahwa ketika mengajar guru sudah menyampaikan materi pembelajaran yang sesuai dengan SK-KD yang juga sudah sesuai dengan Silabus dan RPP yang disusun. Walaupun memang ditemui untuk semester genap silabus kelas XI nilai budaya dan karakter bangsa
108
belum tercantum. Sedangkan untuk kegiatan inti terkadang masih tidak sesuai dengan RPP yang dibuat oleh guru. b. Peran Guru PKn Peran guru PKn melalui proses pembelajaran PKn dalam membentuk karakterpada siswa tidak lepas dari pera guru sebagai pendidik, pengajar, pembimbing, fasilitator dan evaluator. Hal-hal kecil yang dilakukan oleh guru memiliki dampak yang begitu besar bagi perkembangan perilaku peserta didik atau siswa. Misalnya saja, guru dalam membentuk karakter kejujuran saat melaksanakan ulangan, segala kecurangan yang terjadi tidak akan ditolerir oleh guru. Kedisplinan yang ditunjukkan guru dalam perilaku sehari-hari, dengan datang tepat waktu dan kesiapan materi oleh guru dengan didukung kesiapan materi dari siswa pula. Serta kepedulian terhadap kebersihan lingkungan, bahwa setiap sebelum memulai proses pembelajaran kelas harus dalam keadaan bersih supaya nyaman dalam belajar. Hal yang paling efektif untuk membentuk karakter pada siswa adalah guru sebagai teladan. Hal ini sesuai dalam Kerangka Acuan Pendidikan Karakter yang dikeluarkan oleh Kemendiknas tahun 2010 bahwa keteladanan dalam pendidikan karakter, selain keteladanan dari satuan pendidikan formal maupun non formal dan perilaku dan sikap pendidik dalam memberikan contoh dapat dilakukan juga melalui pengintegrasian ke dalam kegiatan sehari-hari satuan pendidikan formal dan nonformal yang berwujud kegiatan rutin atau kegiatan insidental: spontan atau berkala. Misalnya, lingkungan yang bersih, rapi dan teratur; datang tepat waktu dan berpakaian rapi; hikmat ketika upacara, tertib ketika beribadah.
109
c.
Perilaku Siswa dan Nilai Karakter dalam Proses Pembelajaran PKn Hasil penelitian terhadap peran pembelajaran PKn dalam membentuk
karakter pada siswa dapat dilihat dari perilaku peserta didik atau siswa yang meliputi: bagaimana cara bersikap, bagaimana cara berpikir, dan bagaimana cara berperilaku. Secara deskriptif hasil penanaman nilai-nilai sehingga terbentuk karakter dalam proses pembelajaran PKn dapat diuraikan sebagai berikut: 1) Sikap dan mau menerima nilai-nilai karakter yang coba guru tanamkan melalui proses pembelajaran PKn dengan memberi respon atau tanggapan terhadap pertanyaan guru, berani menjawab pertanyaan dari guru, berani memberi tanggapan terhadap pernyataan teman, bersikap terbuka dan tanggap terhadap permasalahan sosial maupun politik. 2) Pola berpikir peserta didik atau siswa semakin luas dan kritis dengan bertambahnya pengetahuan dan wawasan terkait permasalahan sosial maupun politik. Siswa mampu memberi tanggapan terhadap permasalahan sosial maupun politik yang guru sampaikan. Hal ini terlihat dari respon atau tanggapan aktif dari hampir semua siswa saat guru menyuguhkan suatu permasalahan sosial yang terjadi di lingkungan pelajar maupun politik yang terjadi di tingkat nasional melalui banyaknya kasus-kasus korupsi yang terjadi. Pendidikan karakter dalam pembelajaran PKn dapat diketahui melalui indikator pencapaiannya yang antara lain: 1) Nilai Religius, contohnya: Siswa selalu menjawab salam yang diberikan oleh guru setiap sebelum memulai dan mengakhiri pelajaran, siswa juga
110
menhormati guru dengan bersikap sopan dan satun selama proses pembelajaran berlangsung. 2) Nilai Kejujuran, contohnya: Ketika melaksanakan ulangan harian PKn peserta didik atau siswa mengikuti himbauan guru untuk mengerjakan ulangan dengan mandiri, percaya diri dan dengan kemampuan sendiri karena guru juga tidak akan mentolerir dengan adanya berbagai kecurangan yang terjadi dan langsung mendapatkan nilai nol. 3) Nilai Kecerdasan, contohnya: Sebelum melaksanakan ulangan peserta didik atau siswa sungguh-sungguh mempersiapkan diri untuk melaksankan ulangan sehingga saat memperoleh hasil ulangan ada peserta didik atau siswa yang hanya salah satu saat menjawab soal-soal ulangan. 4) Nilai Ketangguhan, contohnya: Ada beberapa peserta didik atau siswa yang kurang maksimal dalam belajar sehingga memperoleh kesulitan saat mengerjakan soal-soal ulangan. Namun, ia memilih untuk tetap mengerjakan sendiri soal-soal ulangannya walaupun hasilnya nanti akan buruk. Hal ini terlihat dari dua orang siswa yang duduk sebangku yang satu mendapat nilai yang bagus yang satu nilainya di bawah KKM, walaupun untuk memperoleh nilai yang bagus mungkin dia bisa saja mencontek temannya tetapi tidak ia lakukan. 5) Nilai Kepedulian, contohnya: Peserta didik atau siswa selalu mejaga kebersihan lingkungannya baik sekolah maupun di dalam kelas sendiri, sehingga kelas selalu bersih.
111
6) Nilai Demokratis, contohnya: Saat diadakan forum diskusi kepada temannya yang mengemukakan pendapat peserta didik atau siswa yang lain menghargai pendapat temannya, walaupun salah dan sudah dibenarkan oleh guru mereka tidak mencemoohnya. 7) Nilai Nasionalis, contohnya: Saat proses pembelajaran terjadi peserta didik atau siswa menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dalam berkomunikasi terhadap teman maupun guru. Ada poster-poster pahlwan yang peserta didik atau siswa kenang dengan menempelnya di dinding. 8) Nilai Kepatuhan pada Aturan Sosial, contohnya: Peserta didik atau siswa berusaha mematuhi aturan yang telah disetujui dengan pihak madrasah atau sekolah dengan misalnya saja tidak merokok, tidak membolos, dan berusaha datang ke sekolah tepat waktu. 9) Nilai Keberagaman, contohnya: Peserta didik atau siswa yang bersekolah di MAN 1 Yogyakarta tidak hanya terdiri dari orang Yogyakarta saja tetapi juga dari berbagai wilayah lainnya. Namun, dalam berteman mereka tidak membeda-bedakan darimana temannya berasal. 10) Nilai Kesadaran akan Hak dan Kewajiban diri dan orang lain, contohnya: Belajar dengan sungguh-sungguh sebelum ulangan, menghormati guru sebagai orang yang lebih tua. 11) Nilai Bertanggung jawab, contohnya: Peserta didik atau siswa mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru saat guru tidak dapat datang mengajar karena adanya suatu alasan tertentu.
112
12) Nilai berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, contohnya: Membuat peta konsep pada materi tertentu yang ditugaskan oleh guru dengan kreatifitas masing-masing, memberikan masukan yang logis saat berjalannya diskusi. 13) Nilai
Kemandirian,
contohnya:
Mengerjakan
tugas
secara
mandiri,
mengerjakan ulangan dengan kemampuan sendiri dan tidak bergantung pada orang lain. Hal ini sesuai dengan Panduan Guru Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Pendidikan Karakter Terintegrasi dalam Pembelajaran di Sekolah Menengah Pertama yang dikeluarkan oleh Kemendiknas tahun 2010. Nilai-nilai yang ada dalam pendidikan karakter telah diintegrasika ke dalam nilainilai yang ada dalam mata pelajaran PKn. Adapun nilai-nilai yang ada dalam pendidikan karakter dan termuat dalam mata pelajaran PKn antara lain, nilai rasa ingin tahu, cinta ilmu, bergaya hidup sehat, peduli lingkungan, santun dan lain sebagainya. d. Metode Pembelajaran Pentingnya guru dalam mengenal kondisi belajar siswa baik internal yaitu keadaan dalam diri siswa itu sendiri maupun kondisi eksternal yang menyangkut keadaan lingkungan belajar di luar siswa merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Kedua kondisi itu memberi pengaruh pada cara guru dalam menentukan metode pembelajaran. Penggunaan metode belajar yang tepat akan memberikan hasil yang baik pada prestasi peserta didik atau siswa. Dengan metode dan sistem penilaian yang tepat diharapkan
113
keberhasilan peran pembelajaran PKn dalam membentuk karakterpada siswa dapat di dukung oleh lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat. Dari hasil observasi yang dilakukan di lapangan dapat diketahui bahwa guru PKn dalam melaksanakan proses KBM menggunakan berbagai metode dengan menggunakan pendekatan pendidikan katakter yang termuat di dalam grand design pendidikan karakter yang antara lain, keteladanan, pembelajaran, pemberdayaan dan pembudayaan, penguatan, dan penilaian. Berdasarkan hasil pengecekan dengan data observasi bahwa dalam melaksanakan proses pembelajaran guru sudah menggunakan pendekatan pembiasaan, keteladanan dan refleksi merupakan pendekatan yang cukup efektif diterapkan. Misalnya dengan guru memberi teladan masuk kelas tepat waktu maka sebelum guru masuk kelas semua siswa sudah berada dibangkunya masing-masing. Guru membiasakan peserta didik atau siswa dengan selalu menghimbau hidup sehat dengan kondisi kelas yang selalu tetap bersih walaupun sudah mencapai jam pelajaran terakhir. Hal ini akan membuat terciptanya suasana belajar yang nyaman karena kelas yang bersih. Metode pembelajaran yang guru PKn gunakan dalam proses pembelajaran PKn untuk membentuk karakterpada siswa selain menggunakan berbagai pendekatan di atas. Guru juga mengunakan metode pembelajaran seperti tanya jawab, diskusi, program kegiatan movie, dan ceramah bervariasi. Metode pembelajaran selain ceramah tersebut memberikan dampak yang positif bagi siswa karena selain dapat meningkatkan partisipasi aktif siswa juga dapat
114
menambah motivasi belajar siswa karena belajar menjadi hal yang menyenangkan dan tidak membosankan. 2.
Peran Pramuka dalam Membentuk Karakter Gerakan Pramuka memiliki tugas pokok untuk menyelenggarakan kegiatan
kepramukaan bagi kaum muda guna menumbuhkan tunas bangsa agar menjadi generasi yang lebih baik, yang sanggup bertanggungjawab dan mampu membina serta mengisi kemerdekaan. Dalam proses mempersiapkan kegiatan kepramukaan pun pembina pramuka juga mempersiapkan Silabus sebagai acuan pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Peran kegiatan kepramukaan dalam membentuk karakterpada siswa dapat diketahui melalui beberapa gambaran tentang persiapan pembina pramuka dalam menyelenggarakan
kegiatan
kepramukaan, peran pembina pramuka, karakter peserta didik, dan metode pendidikannya. Adapun uraian mengenai beberapa gambaran tersebut adalah sebagai berikut: a.
Persiapan Pembina Pramuka dalam Menyelenggarakan Kegiatan Kepramukaan Hasil pengelitian ini mengungkapkan bahwa dalam menyelenggarakan
kegiatan kepramukaan pembina pramuka juga melakukan berbagai persiapan. Persiapan yang dilakukan pembina pramuka antara lain: menyusun Silabus yang digunakan sebagai pedoman dalam pemberian materi selama masa satu periode kepengurusan Badan Pengurus Harian (BPH) Pramuka. Namun, untuk Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) memang belum disusun secara rutin. Karena adakalanya RPP tersebut diserahkan kepada para Dewan Ambalan (DA) periode tersebut untuk menyusun materi dari dalam Silabus tersebut untuk dilaksanakan
115
melalui kegiatan seperti yang mereka inginkan. Hal ini disebabkan di dalam pembinaan pramuka penegak mereka memiliki motto dari, oleh dan untuk penegak sendiri sementara posisi pembina hanya menjadi mitra saja. Pembina pramuka akan terlihat perannya disaat peserta didiknya mendapati permasalahan dan membutuhkan arahan dalam bertindak. Berdasarkan cross check dari hasil wawancara dan observasi. Seperti yang dikemukakan oleh Ilham Musfah, S.E dan Nur Wulansari, S.Pd selaku pembina satuan pramuka MAN 1 Yogyakarta bahwa memang dalam menyelenggarakan kegiatan kepramukaan di MAN 1 Yogyakarta mereka melakukan persiapan proses pendidikan dengan membuat Silabus terlebih dahulu. Namun, untuk RPP memang belum disusun sebagaimana lazimnya dalam setiap mata pelajaran di sekolah. Hal ini juga terlihat dari tidak adanya dokumen berupa RPP. Sementara terkait pelaksanaan kegiatan oleh Dewan Ambalan (DA) memang pembina jarang terlibat langsung memberi materi kepada peserta didik atau siswa kelas X. Kecuali materi yang oleh Dewan Ambalan sendiri mereka tidak menguasainya dengan cukup baik. Namun, selebihnya materi yang disampaikan kepada peserta didik atau siswa kelas X memang Dewan Ambalan (DA) sendiri yang menyampaikanya setiap latihan rutin diadakan seperti motto pramuka penegak dari, oleh dan untuk penegak. Sehingga bentuk kegiatan kepenegakaan yang dapat dilaksanakan melalui latihan rutin ini berupa bina diri. Bina diri merupakan suatu upaya peningkatan kemampuan jiwa dan ketrampilan dengan cara menuntut ilmu pengetahuan.
116
b. Peran Pembina Pramuka Pembina pramuka diharapkan mampu menciptakan kegiatan yang menarik, menyenangkan, rekreatif dan menantang. Sehingga melalui kegiatan ini peserta didik atau siswa tertarik untuk menunjukkan partisipasi aktifnya. Peran pembina pramuka dalam membentuk karakterpada peserta didik atau siswa adalah mitra sebagai pembimbing dan penasehat apabila terjadi suatu permasalahan di organisasi yang tidak dapat dipecahkan sendiri oleh peserta didik. Bukan peran sebagai atasan maupun bawahan tetapi berperan selayaknya kakak terhadap adiknya. Saat peran pembina sebagai mitra maka dalam proses penanaman nilainilai karakter itu akan lebih mudah karena melalui kegiatan sehari-hari yang mana pembina memberikan teladan yang baik, hal ini akan menjadi suatu pembiasaan. Peserta didik atau siswa pun menjadi merasa lebih nyaman karena yang dijadikan teladan oleh mereka sendiri adalah seseorang yang berperan sebagai kakaknya seperti halnya di dalam keluarga sendiri. Kemudian cara pembina pramuka dalam menyiapkan peserta didik atau siswa supaya
siap
mengikuti
proses
kegiatan
kepramukaan
adalah
dengan
memperkenalkan jenjang pramuka penegak melalui kegiatan Orientasi Dasar Penegak (ODT). Sementara untuk kegiatan latihan setiap minggunya pembina akan mempersiapakan para Dewan Ambalan (DA), lalu kemudian Dewan Ambalan (DA) inilah yang akan mempersiapkan peserta didik atau siswa kelas X. Saat peserta didik atau siswa sudah cukup siap mengikuti kegiatan latihan rutin pramuka maka akan membuat minat mereka dalam ikut perpasrtisipasi aktif di kegiatan akan tinggi. Cara pembina pramuka dalam membangun dan
117
meningkatkan partisipasi aktif peserta didik atau siswa dalam kegiatan kepramukaan adalah learning by doing. Belajar sambil melakukan. Peran pembina pramuka adalah sukarelaan yang memiliki komitmen tinggi terhadap prinsip-prinsip dalam kepramukaan dan sebagai mitra peserta didik sangat peduli terhadap kebutuhan mereka, serta dengan penuh kesabaran: memotivasi, membimbing, membantu, dan memfasilitasi kegiatan sehingga kegiatan peserta didik dapat berjalan dengan lancar, sukses, dan terjaga keselematannya (Pusdiklatda, 2011: 70). Dari hasil wawancara kemudian juga di cross check dengan data observasi diketahui bahwa pembina pramuka berperan sebagai mitra dengan peserta didik atau siswa. Hal ini ditunjukkan salah satunya pada saat panitia/ Sangga Kerja (Sangker) Mahabhakti sibuk mempersiapkan perkemahan, bukan pembina pramuka yang menyiapkan segala keperluannya tetapi panitia/ Sangker itu sendiri. Pembina hanya akan turut serta berperan pada saat panitia/ Sangker mendapati suatu permasalahan dan membutuhkan arahan serta bimbingan oleh pembina pramuka (hasil observasi pada 25 Maret 2013). Dari kegiatan perkemahan peserta didik atau siswa dapat belajar banyak hal antara lain sebagai peserta kegiatan perkemahan dapat belajar hidup bermasyarakat (learning to live together). Sebagai panitia/ Sangker peserta didik atau siswa belajar untuk mengabdi (learning to serve) sehingga muncul kepedulian terhadap sesama. Dari berbagai kegiatan peserta didik atau siswa dapat belajar menjadi seseorang (learning to be) untuk lebih mengembangkan watak
118
serta bertindak dengan kemandirian berpendapat dan tanggung jawab pribadi yang semakin besar (Pusdiklatda, 2011: 23). Cara pembina pramuka dalam mempersiapkan peserta didik atau siswa agar siap mengikuti kegiatan kepramukaan dapat dilhat bahwa setiap hari kamis pembina akan memberikan latihan khusus kepada para Dewan Ambalan (DA), hasil latihan pada hari kamis ini akan dipraktekkan oleh Dewan Ambalan (DA) pada hari jum’at kepada seluruh peserta didik atau siswa kelas X. Walaupun terkadang ada materi yang langsung disampaikan oleh pembina pramuka sendiri kepada peserta didik. Namun, pembina berusaha melaksanakan motto pramuka penegak yaitu dari, oleh dan untuk penegak sendiri, supaya mereka para Dewan Ambalan (DA) dapat mengembangkan ketrampilan dan pengetahuan yang dimiliki. Sementara cara pembina pramuka dalam membangun dan meningkatkan partisipasi aktif siswa adalah dengan belajar sambil melakukan hal ini terlihat saat peserta didik atau siswa berlatih membuat pionnering, pembina hanya memberikan contoh-contoh simpul yang digunakan dan peserta didik sendiri yang mempraktekannya (hasil observasi 03 Mei 2013). Belajar berbuat (Learning to do) bukan hanya untuk memperoleh kecakapan/ketrampilan kerja, melainkan juga untuk memiliki ketrampilan hidup yang luas, termasuk hubungan antar pribadi dan hubungan antar kelompok (Pusdiklatda, 2011: 22). Belajar berbuat (learning to do) akan membuat peserta didik memiliki ketrampilan hidup yang luas. Maka dari ketrampilan itu akan muncul keinginan untuk belajar mengetahui (learning to know) pengetahuan
119
umum yang cukup luas dan untuk dapat bekerja secara mendalam dalam beberapa hal, c.
Perilaku Peserta Didik atau Siswa dan dikembangkan dalam Kegiatan Kepramukaan
Nilai
Karakter yang
Pendidikan dalam kepramukaan diartikan secara luas adalah suatu proses pembinaan dan pengembangan sepanjang hayat yang berkesinambungan atas kecakapan yang dimiliki peserta didik, baik dia sebagai pribadi maupun sebagai masyarakat. Sasaran pendidikan dalam arti luas tersebut adalah menjadikan peserta didik sebagai manusia yang mandiri, peduli, bertanggungjawab dan berpegang teguh pada nilai dan norma dalam masyarakat (Pusdiklatda, 2011: 22). Nilai dan norma yang menjadi kode kehormatan dalam pramuka adalah Tri Satya dan Dasa Dharma. Hasil penelitian yang menunjukkan perilaku siswa dan nilai karakter yang dikembangkan dalam kegiatan kepramukaan yaitu sebagai berikut: 1) Takwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa; Walaupun sedaangkan melakukan kegiatan di alam terbuka (kemah) tetapi peserta didik tidak lupa untuk tetap beribadah dengan sholat lima waktu. Pada malam kedua di perkemahan juga diadakan sholat qiyamul lail dan mujahadah bersama. 2) Cinta Alam dan kasih sayang sesama manusia; Kegiatan di alam terbuka membuat peserta didik untuk lebih peduli terhadap lingkungannya dengan tidak
membuang
sampah
sembarang.
Kegiatan
perkemahan
juga
menumbuhkan kasih sayang diantara anggotanya dengan hidup bersama selama 4 hari 3 malam peserta didik menjadi keluarga sementara.
120
3) Patriot yang sopan dan ksatria; Dalam berperilaku peserta didik bersikap sopan baik kepada kakak-kakaknya selaku Dewan Ambalan, Pembina maupun masyarakat sekitar saat di perkemahan. 4) Patuh dan suka bermusyawarah; Setiap permasalahan yang ditemui dimusyawarahkan secara bersama-sama untuk mencapai mufakat. Misalnya saja kepada siapa panitia/ Sangker akan melaksanakan bakti sosial, untuk warga masyarakat atau panti asuhan. Hal itu mereka musywarahkan bersama agar bantuan yang akan diberikan dapat tepat sasaran. 5) Rela menolong dan tabah; Ketika berkemah peserta didik dihadapkan pada lingkungan yang berbeda dengan keseharian mereka di rumah. Sehingga, saat berkemah mereka juga menempatkan diri sebagai warga masyarakat perkemahan yang mana jika tetangganya membutuhkan pertolongan mereka diharapkan mau menolong, karena bisa jadi di suatu waktu mereka yang gantian membutuhkan pertolongan. 6) Rajin, terampil dan gembira; Di pramuka peserta didik diberikan berbagai ketrampilan hidup di alam bebas sehingga saat diadakan kegiatan perkemahan mereka dapat mempraktekannya. Misalnya saja ketrampilan membuat tenda, membuat jemuran pakaian, rak sepatu, kompor, dll. Kegiatan kepramukaan juga berusaha dikemas menjadi kegiatan yang menarik, modern serta menantang sehingga peserta didik menjadi gembira ketika mengikutinya. 7) Hemat, cermat dan bersahaja; Saat hidup di alam terbuka peserta didik harus mampu mempergunakan bahan makanan yang mereka miliki sehingga dapat cukup sampai di akhir kegiatan. Hal ini membuat peserta didik berpikir untuk
121
hemat dan cermat dalam mempergunakan bahan makannya karena tidak ada penjual makanan di lokasi perkemahan. 8) Disiplin, berani dan setia; Di pramuka peserta didik belajar untuk menjadi pribadi yang dapat menghargai waktu sehingga kedisiplinan itu menjadi penting. Saat kegiatan perkemahan peserta didik juga harus disiplin dengan alur kegiatan yang telah direncanakan oleh paniia/ Sangker sehingga kegiatan dapat berjalan dengan lancar dan sukses. Saat kegiatan pun peserta didik atau siswa di latih untuk berani misalnya saja berani untuk berpendapat, berani untuk menampilkan suatu kreasi seni dan karakter setia sendiri ditunjukkan kepada
teman-teman
satu
sangganya
yang
hidup
bersama
selama
perkemahan. 9) Bertanggung jawab dan dapat dipercaya; Peserta didik yang menjadi panitia/ Sangker Mahabhakti memiliki tanggung jawab yang mereka pikul sendirisendiri disetiap seksi bidang masing-masing dengan kepercayaan yang diberikan oleh pembina bahwa mereka mampu mengemban tanggung jawab tersebut. 10) Suci dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan; Di dalam suatu kegiatan apapun peserta didik dilatih untuk menjaga sikapnya, lisannya, dan pikirannya. Nilai-nilai yang terdapat di dalam Dasa Dharma merupakan dasar atau norma dalam bertingkah laku di kehidupan sehari-hari. Walaupun tidak semua ke-24 nilai karakter yang ada di dalam Dasa Dharma dapat diamalkan. Namun, setidaknya melalui berbagai kegiatan kepramukaan yang diselenggarakan
122
pembina pramuka dapat menanamkan berbagai nilai-nilai karakter yang ingin dicapai. d. Metode Pendidikan Ada berbagai macam metode pendidikan yang dapat dilakukan dalam menyelenggarakan kegiatan kepramukaan sebagai proses pendidikan di luar sekolah dan keluarga dalam bentuk kegiatan yang menyenangkan, menantang di alam terbuka dengan sasaran pembentukan watak atau ada nilai-nilai karakter yang berhasil untuk di tanamkan. Pendidikan kepramukaan mendorong peserta didik untuk mengembangkan segala aspek yang ada di dalam dirinya, aspek tersebuk antara lain spiritual, emosional, sosial, intelektual, dan fisik (sesosif). Metode pendidikan yang digunakan dapat membantu pembina pramuka dalam menentukan strategi yang digunakan dalam membentuk karakterpada peserta didik. Salah satu strategi yang dilakukan pembina untuk mengembangkan aspek sesosif peserta didik adalah dalam melaksanakan pengujian Syarat Kecakapan Umum (SKU). Kedua, pengamalan kode kehormatan pramuka Tri Satya dan Dasa Dharma, serta kegiatan yang menantang dan mengikat serta mengandung pendidikan yang sesuai dengan perkembangan jasmani dan rohani anggota muda yaitu dengan mengikuti berbagai kegiatan yang diadakan. Strategi tersebut setelah dilakukan cross check dengan hasil observasi dan dokumentasi dapat diketahui bahwa dalam mengembangkan aspek sesosif peserta didik pembina pramuka lebih selektif dalam melakukan pengujian SKU dan pelantikan penegak bantara gelombang kedua (hasil observasi 25 April 2013). Pengamalan kode kehormatan pramuka dilakukan dalam kegiatan sehari-hari
123
tetapi memang paling bisa dapat dilihat dari kegiatan perkemahan yang diikuti (hasil observasi 26-29 Maret 2013). Sedangkan untuk kegiatan yang menantang dan mengikat serta mengandung pendidikan yang sesuai dengan perkembangan jasmani dan rohani anggota muda melalui kegiatan perlombaan yang diikuti misalnya saja kegiatan jelajah budaya (hasil observasi pada 26 Mei 2013). Metode pendidikan yang dilakukan pembina pramuka telah berdasarkan pada UU No.12 Tahun 2010 Pasal 7 ayat (3) yang menyatakan bahwa metode belajar interaktif dan progresif diwujudkan melalui interaksi: 1) Pengamalan kode kehormatan pramuka yang dapat dilihat dari kehidupan sehari-hari peserta didik dalam kegiatan perkemahan; 2) Kegiatan belajar sambil melakukan yang dapat dilihat dari setiap latihan rutin pramuka yang tidak hanya teori tetapi juga praktek; 3) Kegiatan yang berkelompok, bekerja sama, dan berkompetisi, yang juga dapat dilihat dari berbagai macam kegiatan perlombaan yang dilaksanakan di dalam perkemahan. Seperti lomba asah terampil, lomba memasak, lomba bongkar pasang tenda, dll; 4) Kegiatan di alam terbuka yang menantang, misalnya saja kegiatan tadabur alam yang diadakan dalam perkemahan peserta didik hanya diberi tanda jejak untuk menuju pos-pos yang telah disediakan oleh panitia/ Sangker; 5) Kegiatan orang dewasa yang memberikan dorongan dan dukungan, dapat dilihat dari peran pembina sebagai mitra pramuka penegak; 6) Penghargaan berupa tanda kecakapan, dapat dilihat dari peserta didik yang berhasil menyelesaikan SKU Bantara diberi tanda kecakapan umum Bantara;
124
7) Satuan terpisah antara putra dan putri, dapat dilihat dari ambalan dan kepengurusan organisasi, yang putra ambalan Alibasyah dan yang putri Ratnaningsih. 3.
Hambatan dalam Penanaman Nilai-Nilai Karakter MAN 1 Yogyakarta memiliki visi UngguL, ILmiah, Amaliyah, IBAdah dan
Bertanggungjawab (ULIL ALBAB). Terwujudnya lulusan Madrasah yang unggul dibidang iman dan taqwa (imtaq) dan iptek, berfikir ilmiah, mampu mengamalkan ajaran
agama,
tekun
beribadah,
bertanggung
jawab
dalam
kehidupan
bermasyarakat dan pelestarian lingkungan. Sedangkan visi dari Pramuka Ambalan Alibasyah-Ratnanigsih adalah Manusia berkepribadian, berwatak, dan berbudi pekerti luhur, yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Maha Esa, kuat mental emosional, dan tinggi moral, tinggi kecerdasan mutu. Walaupun antara PKn dan pramuka memiliki kedudukan yang berbeda PKn sebagai mata pelajaran dan pramuka sebagai ekstrakurikuler namun keduanya sama-sama memberikan pendidikan karakter walaupun dengan metode yang berbeda. PKn sebagai instructional effects dan pramuka sebagai nurturant effects. Namun, sebaikbaiknya pelaksanaan pendidikan pastinya ada hambatan yang ditemui. Berikut diuraikan beberapa gambaran terkait hambatan yang ditemui: a.
Hambatan Guru PKn dalam Membentuk Karakter Hambatan yang ditemui guru PKn dalam membentuk karakter pada siswa di
MAN 1 Yogyakarta adalah sebagai berikut: 1) Banyaknya muatan materi di dalam mata pelajaran PKn (hasil wawancara pada tanggal 24 April 2013). Hal tersebut menyebabkan pendidikan karakter
125
yang diberikan tidak bisa instan langsung dapat membentuk karakter siswa. Wawasan pelajaran yang ada dalam PKn begitu luas mencakup delapan ruang lingkup, yaitu Pancasila, Konstitusi Negara, Norma, Hukum, dan Peraturan, HAM, Kekuasaan dan Politik, Persatuan dan Kesatuan Bangsa, Kebutuhan Warga Negara, dan Globalisasi. Apabila mencermati kedelapan ruang lingkup tersebut, maka yang lebih dikedepankan dari mata pelajaran ini bukan hanya lagi sebatas moral atau karakter saja seperti mata pelajaran sebelumnya (PMP dan PPKn) (Sekar Purbarini Kawuryan, 2010: 99). 2) Terbatasnya
waktu
yang
dimiliki
oleh
guru
PKn
sehingga
sulit
menyeimbangkan antara materi yang harus di dapat oleh siswa dengan nilainilai yang harus tertanam pada siswa (hasil wawancara tanggal 24 April 2013). Hal tersebut terjadi mengingat waktu yang dimiliki guru PKn setiap minggunya hanyalah 90 menit atau 2 jam pelajaran saja, sementara muatan materi dalam PKn begitu banyak belum lagi PKn sebagai ujug tombak pendidikan karakter harus mampu membentuk karakterpada siswa, sehingga ada perubahan dalam diri siswa kearah yang lebih baik. Secara mikro pengembangan karakter dibagi dalam empat pilar, yakni kegiatan belajarmengajar di kelas dengan pengintegrasian pada semua mata pelajaran. Kegiatan keseharian dalam bentuk pengembangan budaya satuan pendidikan formal dan nonformal sehingga terbiasa membangun kegiatan keseharian yang
mengandung
nilai
karakter.
Kegiatan
kokurikuler
dan/atau
ekstrakurikuler sehingga dapat terjadi proses pembiasaan karakter. Kegiatan keseharian di rumah dan masyarakat yang diupayakan terjadi proses
126
penguatan dari orang tua/wali serta tokoh-tokoh masyarakat terhadap perilaku berkarakter mulia (Kemendiknas, 2010). Sehingga tidak cukup pendidikan karakter itu hanya disampaikan melalui mata pelajaran PKn. 3) Kurangnya minat dari peserta didik atau siswa dalam mempelajari PKn (hasil wawancara tanggal 30 April 2013). Tidak adanya minat peserta didik atau siswa membuat rendahnya prosentase keberhasilan pendidikan karakter yang disampaikan melalui PKn. Karena jika berminat belajar saja tidak bagaimana peserta didik atau siswa mau mendengar dan menjalankan apa yang diajarkan dan ditanamkan oleh guru PKn itu sendiri. 4) Beranekaragamnya latar belakang siswa (hasil wawancara tanggal 30 April 2013). Latar belakang siswa yang plural membuat guru juga kesulitan dalam menentukan metode yang tepat bagi keseluruhan peserta didik sehingga dapat diterima dengan baik. b. Hambatan Pembina Pramuka dalam Membentuk Karakter Hambatan yang ditemui oleh pembina pramuka dalam membentuk karakter pada siswa dapat diuraikan sebagai berikut: 1) Banyak siswa yang tidak suka mengikuti kegiatan kepramukaan. Hal ini di sebabkan masih adanya pihak-pihak yang memandang pramuka sebelah mata atau kegiatan yang tidak bermanfaat (hasil wawancara tanggal 06 Mei 2013). Tidak adanya pihak yang mempercayai positifnya kegiatan ekstrakurikurel terkhusus pramuka dalam memberikan manfaat pada peserta didik juga akan menyebabkan
pembina
pramuka
menemui
kesulitan
dalam
menyelenggarakan kegiatan kepramukaan yang dapat bermanfaat baik untuk
127
bertambahnya ketrampilan peserta didik sendiri maupun pembentukan watak/ karakter peserta didik sendiri. Gerakan Pramuka yang memang sudah diresmikan sejak tahun 1961 dipandang sebagai kegiatan yang kuno dan tidak mengikuti jaman. Padahal ilmu yang ada di dalamnya tetap bermanfaat walaupun
jaman
telah
berubah
dan
dalam
penyampaian
maupun
pelaksanaannya juga selalu disesuaikan dengan perkembangan jaman dan kebutuhan dari peserta didik itu sendiri. Pasal 8 AD Gerakan Pramuka, dalam mencapai tujuan Gerakan Pramuka melakukan usaha salah satunya adalah pembinaan dan pengembanan minat terhadap kemajuan teknologi dengan keimanan dan ketakwaan. 2) Perbedaan karakteristik peserta didik atau siswa yang beranekaragam (hasil wawancara tanggal 30 Mei 2013). Hambatan ini juga ditemui oleh guru PKn dalam membentuk karakterpada peserta didik. Sehingga di dalam menjalankan organisasi terkadang masing-masing individu tidak cukup mampu menyesuaikan diri. 4.
Upaya Menghadapi Hambatan dalam Membentuk Karakter Upaya atau solusi apabila ditemuinya suatu hambatan dalam membentuk
karakterpada siswa tentunya perlu segera diambil. Upaya atau solusi yang dilakukan oleh guru PKn maupun pembina pramuka berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: a.
Upaya Guru PKn dalam Menghadapi Hambatan
128
Berdasarkan hasil penelitian upaya atau solusi yang dilakukan oleh guru PKn dalam menghadapi hambatan yang ditemui ketika membentuk karakterpada peserta didik yaitu: 1) Solusi yang dilakukan oleh guru adalah melakukan pengamatan sepanjang proses pembelajaran berlangsung mengingat banyaknya muatan materi di dalam mata pelajaran PKn (hasil wawancara pada tanggal 24 April 2013). Hal tersebut menyebabkan pendidikan karakter yang diberikan tidak bisa instan langsung dapat membentuk karakter siswa. Guru hanya memiliki kesempatan memantau perkembangan peserta didiknya secara mendalam hanya pada saat di dalam kelas mengingat begitu banyak jumah siswa disetiap kelas yang diampu oleh guru PKn tidak hanya satu kelas saja. 2) Solusi yang dilakukan oleh guru PKn adalah melakukan metode diskusi. Mengingat terbatasnya waktu yang dimiliki oleh guru PKn sehingga sulit menyeimbangkan antara materi yang harus di dapat oleh siswa dengan nilainilai yang harus tertanam pada siswa (hasil wawancara tanggal 24 April 2013). Metode diskusi dinilai sebagai metode yang cukup efektif dalam mengembangkan pola berfikir siswa maupun membentuk karakterpada diri peserta didik atau siswa. 3) Menguatkan materi terlebih dahulu di rumah mempelajari materi dengan menggali informasi melalui berbagai media. Sehingga, ketika proses pembelajaran dimulai hal ini akan membuat waktu menjadi efektif dan tidak sia-sia (hasil wawancara tanggal 30 April 2013).
Kurangnya minat dari
peserta didik atau siswa dalam mempelajari PKn karena beranekaragamnya
129
latar belakang siswa. Strateginya adalah belajar di rumah melalui berbagai media yang ada baik melalui media cetak maupun elektronik. Sehingga diharapkan dari peserta didik atau siswa menguasai suatu materi yang ditugaskan padanya dan akan tumbuh minat untuk belajar di kelas. 4) Menggunakan berbagai metode pembelajaran yang menarik (hasil wawancara tanggal 30 April 2013). Sehingga keanekaragaman peserta didik atau siswa justru dapat memberikan efek positif bagi proses pembelajaran di kelas. b. Upaya Pembina Pramuka dalam Menghadapi Hambatan Upaya atau solusi yang dilakukan oleh pembina pramuka dalam menghadapi hambatan yang ditemui ketika membentuk karakter pada peserta didik atau siswa yaitu: 1) Menciptakan kegiatan yang menarik dan menantang. Atas dasar niat yang ikhlas untuk mengabdi dan memberikan ilmu kepada peserta didik (hasil wawancara tanggal 06 Mei 2013). Walaupun tugas yang dibebani pembina pramuka cukup berat. Namun, tugas mendidik anak bangsa agar menjadi anak bangsa yang berjiwa Pancasilais, setia dan berguna merupakan tugas suci dan mulia. Hal ini sesuai dengan semboyan “Ikhlas Bakti Bina Bangsa Berbudi Bawa Laksana” seseorang yang terpanggil secara sukarela memerankan diri sebagai
pembina pramuka
yang melengkapi
diri
dengan
berbagai
pengetahuan dan menghayati prinsip-prinsip dalam kepramukaan, sehingga dapat menciptakan kegiatan yang menyenangkan bagi peserta didik yaitu kegiatan yang menarik dan menantang.
130
2) Solusi yang digunakan dalam menghadapi beranekaragamnya karakteristik peserta didik atau siswa adalah dengan menjalankan musyawarah mufakat (hasil wawancara tanggal 30 Mei 2013). Dalam melaksanakan kegiatan kepramukaan yang berdimensi pendidikan karakter pada peserta didik adalah menjadikan
pengalaman
dimasa
lalu
sebagai
pembelajaran
untuk
mengahadapi permasalahan yang mucul dimasa sekarang atau mendatang, melakukan musyawarah mufakat apabila permasalahan yang muncul mempengaruhi jalannya organisasi, serta melakukan pendekatan secara personal dengan tetap mempertimbangkan situasi dan kondisi yang ada.