Bagian 1 Atmosfer Bumi, Sains dan Fenomena

Hermana dan Assomadi, Atmosfer Sains dan Fenomena. Bagian 1. Atmosfer Bumi, Sains dan Fenomena. Kemudian Dia (Allah) menuju kepada langit, dan ia (lan...

20 downloads 467 Views 481KB Size
Hermana dan Assomadi, Atmosfer Sains dan Fenomena

Bagian 1 Atmosfer Bumi, Sains dan Fenomena

Kemudian Dia (Allah) menuju kepada langit, dan ia (langit masih) berupa asap, maka (Allah) berfirman padanya (langit) dan pada Bumi datanglah kalian (menuruti perintah-Ku) sukarela atau terpaksa……….Maka dijadikannya (langit) tujuh langit dalam dua masa, dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya (tugasnya)……(QS: 41(11-12))

Bumi adalah salah satu benda langit yang sangat kecil yang mengembara di jagad raya, diantara milyaran benda-benda langit lain. Populasi benda langit ini sangatlah besar dengan variasi yang sangat kompleks. Sejumlah benda-benda jagad raya terus bergerak (beragam ukuran dan sifat) dengan orbit yang seringkali bersinggungan atau berpotongan. Dengan demikian interaksi antar benda-benda jagad raya sangatlah sering terjadi, dan masing-masing dalam kecepatan yang sangat tinggi. Maka sesungguhnya setiap benda di jagad raya ini berpotensi dihancurkan atau menghancurkan benda lain, ketika terjadi tumbukan. Selain itu, radiasi dan emisi foton dari semua bintang, dengan berbagai tingkat energi, akan bergerak tanpa penghalang dan hanya dilemahkan oleh jarak. Sehingga energi radiasi (foton) yang bersumber dari bintang yang dekat, akan berpotensi sangat menghancurkan benda langit tertentu, baik karena jumlahnya (intensitasnya) maupun karena energinya (panasnya). Termasuk pada bumi kita. Tumbukan dengan benda langit lain atau radiasi energi dari matahari, merupakan ancaman bahaya pada eksistensinya dan kehidupan yang dibawanya. Benda langit yang paling dekat dengan bumi adalah bulan. Satelit planet bumi ini bergerak bersama bumi, dan mengalami lingkungan dan ancaman yang sama bahayanya dengan bumi. Nampak dari bumi dengan walau dengan kasat mata, permukaan Bulan tidaklah rata, banyak kawah terjadi. Para ahli berkeyakinan kawah-kawah di Bulan merupakan dampak dari masuknya benda-benda dari angkasa yang menumbuk permukaan Bulan. Atmosfer bulan yang sangat tipis dan

Hermana dan Assomadi, Atmosfer Sains dan Fenomena tidak bervariatif, menyebabkan benda-benda angkasa menumbuk permukaan bulan dengan ukuran dan momentum yang cukup untuk membentuk kawah sampai sedalam beberapa kilometer. Nampaknya sistem kehidupan cukup sulit bertahan jikapun bisa hidup di Bulan. Bagaimana dengan Bumi kita? Untuk menjaga eksistensinya, maka dalam perjalanannya diperlukan suatu desain yang sempurna untuk bumi agar tetap berada dalam sistem jagad raya. Untuk melindungi dari tumbukan dan radiasi foton berlebihan, diperlukan tameng yang kuat bagi bumi. Tameng tersebut diperlukan bumi agar tidak terjadi kerusakan selama pengembaraanya. Atmosfer merupakan tameng bumi yang didesain berlapislapis dengan masing-masing fungsi unik, saling bersinergi, dan sangat kuat. Atmosfer bumi adalah campuran gas yang secara kimia-fisika relatif homogen pada setiap stratanya, yang membungkus permukaan bumi, dan tetap bertahan karena gravitasi bumi. Dibandingkan dengan diameter bumi (sekitar 12.000 km), atmosfer merupakan lapisan tipis (ketebalan 200-500 km) larutan udara sangat mudah dikompresi maupun diekspansi, dan mengelilingi bumi. Karena pengaruh gravitasi bumi, maka sebagian besar gas-gas penyusun atmosfer terkompresi di bagian bawah dekat permukaan bumi. Makin jauh jarak dari permukaan bumi, maka makin renggang struktur gas-gas penyusun atmosfer, sehingga densitas dan tekanan udara akan semakin rendah. Sesungguhnya, atmosfer tidak jauh berbeda dengan lautan yang membungkus permukaan bumi. Keduanya merupakan fluida yang membungkus permukaan bumi dan terikat secara gravitasi. Perbedaan yang mendasar antara atmosfer dan lautan adalah bahwa atmosfer merupakan campuran gas yang dapat dikompresi atau ekspansi sedangkan lautan berisi cairan yang relatif tidak terkompresi. Kemampuan kompresi dan ekspansi atmosfer, secara substansial dipengaruhi oleh tekanan, menyebabkan berbagai fenomena atmosfer seperti angin, mendung, hujan, iklim, cuaca, dan sebagainya (Petty 2008).

1.1.

Asal-usul Atmosfer

Atmosfer atau langit, merupakan topik kajian manusia yang sangat menarik sejak jaman perbakala. Dalam sejarah kehidupan manusia, banyak artefak-artefak yang menjadi bukti bahwa fokus pada pengamatan langit, telah mewarnai pola hidup manusia. Pada dasarnya, dalam upaya untuk menata hidup material dan spiritualnya, manusia telah mencoba mengungkap rahasia langit. Ada yang realistis, berdasarkan pengamatan dan metodologi ilmiah, seperti teori-teori geosentris, heliosentris, astronomi, meteorology, dan sebagainya. Namun demikian tiap babak sejarah kehidupan manusia, ada yang mengungkapkan rahasia langit dari mitos yang

Hermana dan Assomadi, Atmosfer Sains dan Fenomena irrealistis, seperti ramalan bintang, keberuntungan dan kesialan bersama kemunculan bintang tertentu, atau fenomena komet, gerhana, angin, hujan, petir, dan seterusnya, dihubungkan dengan tanda akan ada peristiwa khusus menimpa manusia/alam. Jika ditelaah lebih lanjut, kedua hal diatas, pendekatan realistis dan irrealistis fenomena langit, telah membawa umat manusia pada pemahaman yang lebih baik pada atmosfer maupun langit. Studi tentang atmosfer awalnya dilakukan untuk memahami fenomena-fenomena yang berhubungan dengan permukaan bumi seperti cuaca/iklim, fenomena pembiasan sinar matahari saat terbit dan tenggelam, serta kelap-kelipnya bintang, komet, meteor, dan lain-lain. Atau bahkan dalam rangka membuktikan apakah nasib individu seseorang atau sekelompok orang, bangsa, dan dunia berhubungan dengan fenomena langit. Percaya atau tidak, suatu saat kedua pendekatan itu, pendekatan realistis dan irrealistis yang benar pijakannya, akan bertemu pada satu titik pemahaman yang mendalam bagi ilmu pengetahuan manusia, tentang kebesaran penciptaan alam oleh Tuhan. Bumi diperkirakan dibentuk beberapa saat setelah penciptaan jagad raya, kira-kira 5 milyar tahun yang lalu. Dan diperkirakan 500 juta pertama setelah penciptaannya, atmosfer dengan kerapatan tinggi, berisi asap seperti pada nebula matahari, utamanya adalah hidrogen. Bersamaan dengan proses pendinginan gas-gas lain dibentuk dari uap dan gas (asap) yang dikeluarkan dari dalam bumi hasil reaksireaksi fusi atau asap dari luar bumi (proses pendinginan planet lain atau bintang atau komet). Asap tersebut, diperkirakan terdiri atas utamanya hidrogen (H2), uap air (H2O), methana (CH4), dan karbon dioksida (CO2). Sampai kira-kira 3,5 juta tahun yang lalu, atmosfer diperkirakan terdiri atas CO2, CO, H2O, N2, dan H2. Karbon dioksida ini menjadi dominan, karena proses oksidasi termal yang berlangsung milyaran tahun dan tidak banyak dimanfaatkan untuk proses lain. Keberadaan air, menyebabkan pengurangan gas CO2, melalui proses pelarutan manjadi garam karbonat atau batuan karbonat. Bumi makin mengeras. Pada awal penciptaan, atmosfer bumi tidak memiliki molekul-molekul atau atomatom oksigen bebas di dekat permukaan. Data-data yang menjelaskan ini tersimpan pada formasi batuan purba yang dominan mengandung besi dan uranium, dengan keadaan tereduksi. Unsur-unsur tersebut tidak ditemui lagi pada batuan Precambrian dan yang lebih muda (< 3 juta tahun). Atmosfer bawah pada saat itu lebih bersifat reduktor karena belum mengandung oksigen. Namun beberapa penyelidikan menyebutkan pada bagian atas terdapat molekul oksigen yang cukup melimpah, didesain untuk membentuk lapisan ozon. Perencanaan Tuhan untuk penempatan kehidupan di bumi, mulai diproses pada masa selanjutnya. Diperkirakan 1 juta tahun yang lalu, ketika bumi sudah cukup dingin,

Hermana dan Assomadi, Atmosfer Sains dan Fenomena diciptakan organisma-aquatik awal yang oleh para kosmolog dinamakan blue-green algae (tidak ada satupun toeri ilmiah yang dengan meyakinkan dapat membuktikan alga ini terbentuk dengan sendirinya atau karena evolusi alam). Kehidupan ini masih terbatas pada perairan. Organisma ini, mulai ditugaskan untuk menggunakan energi dari matahari yang tidak terserap ozone, memecah molekul air dan karbon dioksida, dan menggabungkan kembali menjadi senyawa organik esensial dan membuat molekul oksigen. Inilah pertama kali proses fotosintesis terjadi. Walaupun terjadi respirasi yang melepaskan kembali CO2, tetapi pertumbuhan alga ini cukup besar dengan mendeposit carbon ke jaringan/senyawa organiknya. Proses awal ini berlangsung selama ratusan ribu tahun, sehingga cukup membuat akumulasi oksigen di atmosfer. Bersamaan dengan meningkatnya oksigen (O2) tersebut, kadar karbon dioksida (CO2) menurun. Proses ini berlangsung terus, sampai kadar oksigen di permukaan menjadi cukup besar. Dalam kesimpulan berbagai penelitian atmosfer awal, terdapat dua proses utama yang mengarah pada perubahan komposisi atmosfer. Pertama, adanya tumbuhan yang mengkonversi karbon dioksida menjadi massa jaringan organik, dengan mengeisikan oksigen ke atmosfer. Kedua peluruhan batuan pyrite yang melepaskan sulfur sehingga kadar sulfur di lautan menjadi tinggi. Proses oksidasi sulfur menurunkan oksigen di atmosfer. Walaupun secara meyakinkan perubahan konsentrasi oksigen di atmosfer ini tidak diketahui penyebab jelasnya, namun periode naiknya oksigen ini menjadikan bumi layak bagi kehidupan hewan dan manusia di jaman-jaman berikutnya. Pada atmosfer bagian atas, sebagian molekul-molekul oksigen (O2) bekerja menyerap energi UV dari matahari dan terpecah menjadi atom oksigen tunggal. Sebagian molekul oksigen tunggal ini berkoalisi dengan molekul oksigen yang masih ada mulai membentu ozon (O3). Ozon ini akan menyerap UV dengan panjang gelombang yang berbeda, kembali pecah menjadi O 2 dan O. Akumulasi ozon dalam jutaan tahun ini menghasilkan lapisan ozon di bagian atas (sekarang dikenal dengan troposfer). Lapisan ini bereaksi terus menerus dan sangat efektif menyerap UV (200300 nm), dan melindungi permukaan bumi dari irradiasi UV kuat dari matahari. Reaksi ini merupakan desain siklus yang berkesetimbangan di lapisan ozon atmosfer. Keberadaan lapisan ozon ini, membuat daratan di Bumi menjadi mungkin untuk diberi kehidupan. Radiasi yang diterima permukaan bumi menjadi lebih kecil dan cukup untuk menjaga ikatan senyawa organik tetap utuh. Daratan di Bumi menjadi cukup dingin, untuk memulai kehidupan. Tumbuhan produsen sederhana dan perintis, mulai dipindahkan ke daratan.

Hermana dan Assomadi, Atmosfer Sains dan Fenomena Penelitian tentang asal usul atmosfer saat ini masih terus berkembang. Perkembangan teknologi dan simulasi model, menjadikan semua usaha manusia menguak eksistensi dan asal-usul atmosfer telah menghasilkan berbagai teori pendekatan. Pemahaman yang benar, akan perilaku alam akan membawa manusia mengenal proses penciptaan alam yang sangat agung. Tuhan telah mendesain dan memproses alam ini untuk menjamin kehidupan manusia sangat sempurna. Penyelidikan tentang proses pembentukan alam, mengarahkan semua pengetahuan manusia pada eksistensi Tuhan. Bahwa alam ini direncanakan, bukan terbentuk secara kebetulan. Bahkan sampai hari ini, tidak ada satupun ilmuwan tahu kenapa ada hidrogen, dengan satu elektron dan satu proton, bagaimana tercipta? Bagaimana hidrogen mengetahui hukum kesetimbangan muatan, dan mematuhinya? Bagaimana elektronnya terus berputar dan tidak runtuh? Bagaimana hidrogen harus berikatan dengan hidrogen atau atom lain agar tetap eksis? Bagaimana dengan atom lain? Bagaimana dengan alam? Sungguh terlalu banyak yang manusia tidak ketahui dari rencana Tuhan.

1.2. Komposisi dan Struktur Atmosfer Dengan peralatan sensitif yang dipasang di wahana luar angkasa, kita dapat memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang atmosfer berikut fenomenafenomena yang terjadi di dalamnya. Komposisi Atmosfer Kompsisi atmosfer ini dijabarkan dalam kondisi normal saat ini, tanpa keterlibatan adanya zat-zat pencemar udara. Dalam sejarahnya, komposisi atmosfer diketahui berfluktuasi, sampai terbentuk kesetimbangan seperti sekarang. Sebagai contoh, kadar oksigen dari hasil penyelidikan dan simulasi diketahui berfluktuasi mulai kurang dari 3 % sampai mencapai 35 % (300 juta tahun yang lalu), sebelum akhirnya berada dalam kesetimbangan 21 % (sejak 3 juta tahun yang lalu). Berbagai proses reaksi kimia, kondisi fsika, dan interverensi biokimia, telah berangsur-angsur membentuk komposisi atmosfer yang setimbang. Pada lapisan atmosfer lebih atas, oksigen berperan dalam reaksi siklus pembentukan dan pemecahan ozon. Sedangkan pada lapisan bawah (troposfer), oksigen sangat dipentingkan dalam reaksi oksidasi baik secara kimia maupun biokimia (oleh makhluk hidup). Proses-proses ini merupakan bagian dari pembentukan komposisi atmosfer ideal untuk kehidupan di muka bumi. Gambaran perubahan kadar oksigen atmosfer tersebut dapat dilihat pada grafik dalam Gambar 1, berikut ini:

Hermana dan Assomadi, Atmosfer Sains dan Fenomena Gambar 1 Perubahan kadar

oksigen atmosfer

Secara umum komposisi saat ini atmosfer kering (tanpa kandungan air) adalah 78,6 % (volume) nitrogen (N2), 21 % oksigen (O2), 0,9 % argon (Ar), 0,03 % karbon dioksida (CO2), dan berbagai jenis gas-gas pada level yang sangat kecil (kurang dari 0,002 %) seperti neon (Ne), helium (He), metana (CH 4), kripton (Kr), hidrogen (H2), nitous oksida (NOx), xenon (Xe), sulfur oksida (SOx), ozon (O3) ammonia (NH3), karbon monoksida (CO), dan sebagainya. Normalnya, air terkandung dalam atmosfer sebagai bentuk uap air sebesar 1-3 % volume (Manahan 2000). Gas-gas penyusun atmosfer dapat dikategorikan menjadi dua golongan, dan dapat dilihat pada Tabel 1, yaitu: gas-gas penyusun dengan konsentrasi relatif tetap (permanent gases) pada kondisi normal, yaitu nitrogen (N2), Oksigen (O2), Argon (Ar), Neon (Ne), Helium (He), Hydrogen (H2), Xenon (Xe) gas-gas penyusun dengan konsentrasi bervariasi (variable gases) pada kondisi normal, tergantung latitude, dan kondisi atmosfer setiap saat. Gasgas tersebut adalah uap air (H2O) mulai 0-4 %, karbon dioksida (CO2) sekitar 0,038 %, methana (CH4) sekitar 0,00017 %, dinitrogen oksida (N2O), ozone (O3), dan kloroflorokarbon (CFCs) dalam kadar sangat kecil. Tabel 1 Komposisi Atmosfer Normal

Gas-gas Permanen Nitrogen (78,08 %) Oksigen (20,95 %) Neon (0,0018 %) Helium (0,0005 %) Xenon (sangat kecil)

Gas-gas bervariasi Uap air (0 - 4 %) Karbon dioksida (0,038 %) Metana (0,00017 %) Nitous oksida (sangat kecil) Ozon (sangat kecil) CFC (sangat kecil)

Hermana dan Assomadi, Atmosfer Sains dan Fenomena Struktur Atmosfer Secara umum atmosfer, dipelajari dengan membaginya menjadi dua yaitu regional rendah (lower) dan regional atas (upper). Regional bawah adalah atmosfer dari permukaan bumi sampai ketinggian kira-kira 50 km. Studi untuk regional ini merupakan studi meteorologi. Sedangkan studi regional atmosfer atas (> 50 km), dikenal dengan studi aeronomi. Dari total kebalan atmosfer, kira-kira 500 km lebih dari permukaan bumi, terdapat zona (sampai sekitar 90 km) dengan komposisi gas yang relatif tetap dalam perbandingannya. Zona ini berisi gas-gas inert (N2, O2, He, Ar) yang berinteraksi dengan energi radiasi yang cukup lemah. Sedangkan bagian zona atas (>100 km), merupakan zona yang menerima radiasi dengan intensitas dan energi yang sangat tinggi. Energi spektrum ini memungkinkan terjadinya reaksi molekuler untuk ionisasi, fotolisis, radikalisasi, dan sebagainya. Pada zona ini komposisi menjadi tidak seragam baik karena perubahan altitude maupun latitudnya. Berdasarkan kehomogenan komposisi dan kerapatan pada setiap ketinggian (altitude) dibagi dalam dua lapisan, yaitu:  Lapisan homosfer, merupakan lapisan bawah atmosfer (kurang dari 80 km) yang terdiri atas campuran gas permanen 99,9 % massa atmosfer total dengan perbandingan komposisi tertentu yang tetap untuk setiap segmen altitud. Secara kimia homogen/larutan homogen, pada ketinggian yang sama komposisi kimia dan sifat fisika gas-gas penyusunnya relatif homogen. Jadi lapisan homosfer ini tersusun atas lapisan-lapisan homogen yang tersusun sampai ketinggian 80 km. Terdiri atas troposfer, stratosfer, dan mesosfer.  Lapisan heterosfer, lapisan di atas homosfer yang terdiri atas gas-gas lebih ringan (seperti hidrogen dan helium). Dominasi gas-gas ini berubah karena perbedaan altitude (lihat Gambar 2), sehingga perbandingan komposisi berubahubah, karena diisi dengan gas-gas yang relatif lebih ringan, mono atau diatomic (seperti hidrogen dan helium). Komposisi yang kurang dari 0,1 % dari massa atmosfer, volume ruang yang sangat besar, dan tekanan yang sangat rendah, menyebabkan distribusi gas-gas di lapisan ini sangat besar. Jarak antar gas relatif jauh, tidak banyak interaksi. Parcel gas-gas dilapisan ini sangat besar dipengaruhi radiasi dan keadaan luar atmosfer. Pada lapisan heterosfer ini komposisi berubah/heterogen walaupun di altitude yang sama, salah satunya karena intensitas radiasi yang berfluktuasi sangat besar di siang dan malam, serta kapasitas panas yang rendah dari gas-gas yang mayoritas monoatomik, radikal, atau dalam keadaan tereksitasi.

Hermana dan Assomadi, Atmosfer Sains dan Fenomena

Gambar 2 Perubahan Komposisi Atmosfer vs. Altitude

Pembagian lapisan atmosfer juga dapat dilakukan dengan mempelajari sifat keteraturan perubahan sifat fisik (tekanan dan temperatur). Dalam hal ini, atmosfer bumi dibagi menjadi 4 lapisan utama. Keempat lapisan utama tersebut adalah: troposfer, berada dalam ketinggian dari permukaan bumi sampai ketinggian rata-rata 11 km, temperature rata-rata 15 oC dipermukaan laut menurun dengan bertambahnya ketinggian sampai kira-kira -56 oC di bagian atas (tropopause), stratosfer, dari ketinggian rata-rata 11 km sampai kira-kira 50 km, temperature rata-rata naik dari -56 oC sampai -2 oC di bagian atas (stratopause), kenaikan temperature ini utamanya karena penyerapan radiasi ultraviolet oleh ozon di atmosfer, mesosfer, lapisan diatas stratosfer (50 km) sampai dalam ketinggian ratarata 85 km , profil temperatur sama dengan troposfer, menurun dengan bertambahnya ketinggian, dari -2 oC sampai sekitar -92 oC di bagian lapisan paling atas (mesopause). termosfer, merupakan lapisan yang paling tinggi dari atmosfer mulai 85 km sampai dengan rata-rata 500 km, berisi lapisan gas dengan kerapatan rendah, profil temperatur naik sampai 1200 oC, kenaikan ini utamanya karena penyerapan radiasi dengan panjang gelombang < 200 nm oleh spesies gas-gas penyusun termosfer. Diantara tiap-tiap dua lapisan atmosfer, terdapat lapisan antara (transisi) yang merupakan batas antar muka kedua lapisan. Lapisan batas (antara) berfungsi utama adalah menjaga eksistensi masing-masing lapisan tidak bercampur. Ada 3 lapisan transisi di atmosfer, yaitu: tropopause, lapisan transisi antara troposfer dan stratosfer

Hermana dan Assomadi, Atmosfer Sains dan Fenomena stratopause, lapisan transisi antara stratosfer dan mesosofer, dan mesopause, lapisan transisi antara mesosfer dan termosfer Secara ringkas, struktur vertikal atmosfer dan fungsi umum setiap lapisan dapat diperhatikan pada Gambar 3. Masing-masing lapisan dan lapisan antara digambarkan dengan ketinggian rata-rata. Pada kenyataannya batas altitude masingmasing lapisan akan bervariasi sesuai dengan latitude tiap zona. Setiap lapisan utama dan lapisan transisi atmosfer, mempunyai karakteristik dan peran spesifik, merupakan bagian sistem atmosfer. Sistem atmosfer ini didesain dalam rangka menopang kehidupan manusia dan kelangsungan sistem lingkungan di bumi. Sinergi setiap lapisan ini diciptakan dengan tugas masing-masing, untuk bersama-sama membuat kondisi bumi sangat layak untuk berlangsungnya kehidupan.

Gambar 3 Pembagian Lapisan Atmosfer , Komposisi, Profil, dan Temperatur

Keberlangsungan dinamika di atmosfer dan kehidupan di bumi, digerakkan dengan energi dari matahari. Matahari dengan reaksi fusi yang telah terus berlangsung miliyaran tahun, secara kontinyu mengemisikan dan meradiasikan energi dalam jumlah yang sangat besar. Energi ini yang sampai ke atmosfer luar bumi, terlalu besar untuk kehidupan di permukaan bumi. Atmosfer dengan lapisan gas-gas yang spesifik, menggunakan untuk reaksi, memantulkan, menyerap (absorb) dan menyaring (screen) energi matahari dalam jumlah yang sangat besar tersebut. Hanya sebagian kecil yang diteruskan sampai ke permukaan bumi. Energi (spectrum) yang diteruskan ke bumi ini, merupakan jumlah yang cukup untuk digunakan

Hermana dan Assomadi, Atmosfer Sains dan Fenomena melangsungkan kehidupan di bumi. Dengan berbagai proses fisika kimia di atmosfer ketika berinteraksi dengan spectrum energi radiasi matahari, maka semua fenomena atmosfer terjadi. Langit tampak biru terang atau kemerahan, aurora, perpendaran (flouresense dan fosforesensi), sirkulasi atmosfer, angin, hujan, musim, pemanasan global, dan sebagainya merupakan beberapa saja fenomena yang sampai saat ini mampu dipelajari manusia. Secara prinsip, interaksi energi radiasi matahari dengan gas-gas atmosfer pada tiap lapisannya dapat dirangkum seperti pada Gambar 4, berikut ini:

Gambar 4 Interaksi radiasi matahari pada tiap lapisan atmosfer dan perubahan takanan atmosfer 1.2.1.

Troposfer

Troposfer merupakan lapisan atmosfer yang paling dekat dan berinterakasi langsung dengan permukaan bumi. Posisi ini menyebabkan dinamika pada keduanya, baik di permukaan bumi maupun di troposfer, akan saling mempengaruhi satu sama lain. Perubahan tekanan atau suhu di troposfer akan berpengaruh pada dan juga dipengaruhi oleh permukaan bumi. Bentuk permukaan bumi (terrain atau kekasaran), akan sangat berpengaruh pada turbulensi troposfer. Perubahan komposisi troposfer juga sangat besar karena pengaruh emisi gas-gas dari bumi. Pencemaran karena kegiatan manusia sangat berpengaruh besar pada lapisan troposfer ini. Perubahan tekanan, aliran, suhu, dan stabilitas troposfer, akan berpengaruh langsung pada permukaan bumi. Sebaliknya, fenomena hujan, uap air, angin, badai, kekeringan dan seterusnya, merupakan contoh keadaan di bumi yang langsung dipengaruhi oleh kondisi troposfer.

Hermana dan Assomadi, Atmosfer Sains dan Fenomena Kekhasan tiap lapisan atmosfer dibentuk olah sejumlah gas-gas yang menjadi konstituennya. Kuantitas gas penyusun atmosfer, terdistribusi mulai dari lapisan bawah sampai dengan lapisan atas. Distribusi ini, karena gravitasi bumi yang cukup kuat dan perbedaan berat jenis gas, tidaklah seragam. Gas-gas sebagian besar terkonsentrasi di bagian bawah, dekat dengan permukaan bumi. Makin ke atas, konsentrasi dan kerapatan gas-gas makin kecil, sedangkan volume relatif makin besar. Lapisan troposfer, berisikan kira-kira lebih dari 80 % total massa atmosfer. Gas-gas yang berada dalam troposfer merupakan gas-gas poliatomik dan berdensitas relatif lebih besar. Gas-gas rumah kaca, oksigen dan nitrogen dominan di lapisan troposfer. Uap air, awan, hujan (presipitasi), merupakan variable gas yang sangat berpengaruh besar pada fenomena troposfer. Gambar 5 Absorbsi Spektrum oleh beberapa gas rumah kaca

Gas Rumah Kaca (GRK), sebagian ditinjukkan pada Gambar 5 diatas, adalah gasgas poliatomik yang menjadi konstituen atmosfer, baik alamiah maupun karena kegiatan manusia, yang menyerap dan mengemisikan kembali radiasi inframerah (energi panas). Secara alamiah GRK ini berkontribusi besar dalam menjaga suhu atmosfer tetap hangat untuk menopang reaksi kimia dan biokimia di permukaan bumi. Dalam termodinamika kimia, zat-zat poliatomik ini menyerap energi tinggi (UV panjang atau IR) dan setelah mengalami proses internal molekul (dilatasi, translasi, dan sebagainya) akan mengemisikan kembali dalam bentuk spektrum dengan energi labih rendah (gelombang lebih panjang dan panas). Mekanisme tersebut terkait dengan kesetimbangan energi yang terjadi di lapisan troposfer. Secara parsial umum, energi/panas yang bekerja di atmosfer (kususnya di troposfer) disebabkan oleh 2 sumber (angka-angka dalam kurung menunjukkan perbandingan relatif dari total energi yang bekerja di permukaan bumi) seperti pada Gambar 6, yaitu:

Hermana dan Assomadi, Atmosfer Sains dan Fenomena  

Radiasi matahari (100 bagian) yang sampai ke lapisan troposfer, dan IR permukaan bumi (104 bagian) konveksi,kondensasi (29 bagian)

Energi radiasi matahari (100 bag.) yang masuk ke bumi, dipantulkan kembali ke luar troposfer oleh lapisan gas atas yang sebagian besar adalah gas-gas rumah kaca, sebesar 25 bagian. Sebesar 25 bagian yang lain diserap oleh gas-gas rumah kaca, , diemisikan kembali dalam bentuk spectrum gelombang yang lebih panjang (infra merah) untuk digunakan menghangatkan dan menjaga stabilitas temperature atmosfer. Sedangkan 50 bagian diteruskan hingga ke permukaan bumi, sifat padat permukaan bumi memantulkan kembali sebagian spectrum keluar atmosfer sebesar 5 bagian.

Gambar 6 Kesetimbangan energi di troposfer

Bagian yang diserap permukaan bumi (45) akan dikonversi menjadi energi konveksi/kondensasi (29) dan radiasi infra merah permukaan bumi ((104-88=16) bagian). Energi yang diserap lapisan greenhouse gas (sebesar 158 bagian: 25 bagian dari matahari, 29 bagian dari konveksi/kondensasi di permukaan bumi, dan 104 bagian dari radiasi IR permukaan bumi), sebagian akan dikembalikan ke atmosfer. Sebanyak 88 bagian digunakan untuk menghangatkan atmosfer bawah, dan 70 bagian dilepaskan kembali ke atmosfer atas/space. Secara umum, energi matahari yang diserap atmosfer (25 bagian) dan diserap permukaan bumi (45 bagian), secara kesetimbangan dilepaskan kembali dalam bentuk radiasi infra merah ke luar atmosfer (total 70 bagian) setelah mengalami berbagai proses reaksi/termodinamika di bumi, dan atmosfer bawah. Jeda waktu penyerapan dan pelepasan kembali, merupakan desain pemanfaatan energi, yang diatur dengan hukum kekekalan energi. Proses-proses di atmosfer bawah merupakan proses konversi energi dari satu bentuk ke bentuk lain, sebelum semuanya dilepaskan kembali ke luar atmosfer. Dengan cara demikian maka suhu permukaan

Hermana dan Assomadi, Atmosfer Sains dan Fenomena bumi/atmosfer bawah relatif konstan (berada dalam kesetimbangan), dan dibuat nyaman untuk menopang kehidupan. Kerapatan gas-gas penyusun troposfer yang makin kecil dengan bertambahnya ketinggian. Secara termodinamika perubahan kerapatan (ρ) tersebut akan menyebabkan temperature menurun pada elevasi/altitude lebih tinggi. Penurunan temperature lingkungan dengan bertambahnya altitude pada troposfer rata-rata sebesar 6,5 0C/km. Fenomena perubahan temperature sebagai fungsi perubahan ketinggian di atmosfer (altitude) tersebut dinamakan lapse rate. Topik ini akan dibahas lebih jelas pada sub bab termodinamika atmosfer (lapse rate). 1.2.2.

Stratosfer

Lapisan Stratosfer merupakan lapisan yang berada di atas troposfer. Kedua lapisan ini dibatasi oleh lapisan batas, tropopause, merupakan kondisi perubahan lapse rate (dari lapse rate negatif (troposfer) menuju lapse rate positif (stratosfer)). Ketebalan stratosfer kira-kira 40 km (altitude 10-16 km sampai dengan sekitar 50 km). Lapisan ini ditandai dengan naiknya temperatur lingkungan sebagai fungsi pertambahan altitude. Fenomena ini disebabkan penyerapan spektrum ultra violet (UV) energi yang lebih tinggi di bagian lebih atas, karena makin banyaknya molekul-molekul poliatomik. Sedangkan di bagian lebih bawah, penyerapan spektrum UV lebih rendah, sebanding dengan penurunan jumlah molekul poliatomik dan meningkatnya molekul diatomic atau monoatomik. Secara termodinamika, molekul poliatomik akan menyerap spektrum energi tinggi yang sesuai dan berpotensi meradiasikan spektrum infra red (IR) lebih besar. Lapisan stratosfer bagian atas didominasi oleh proses pembentukan ozon dengan menyerap energi UV tinggi, dan meradiasikan IR tinggi. Sedangkan bagian bawah, didominasi oleh proses pemecahan ozon dengan menyerap UV lebih rendah, dan meradiasikan IR lebih rendah dibanding bagian atas. Secara termodinamika, IR mempunyai panjang gelombang lebih pendek dibanding UV. Spektrum panjang gelombang lebih panjang (energi rendah) akan menimbulkan efek panas, sedangkan spektrum panjang gelombang lebih pendek (energi lebih tinggi) lebih menimbulkan efek perubahan ikatan molekuler. Desain penyerapan dan radiasi spektrum di lapisan stratosfer ini (dalam pngetahuan manusia) ditujukan untuk melindungi permukaan bumi dari menerima radiasi UV yang berlebihan. Seperti dijelaskan sebelumnya, spektrum yang diradiasikan matahari sangat kompleks, dari paket energi sangat tinggi sampai paket energi sangat rendah. Sehingga ada yang sangat diperlukan sebagai sumber energi di kehidupan bumi, namun spektrum yang energinya tinggi tidak mampu diterima

Hermana dan Assomadi, Atmosfer Sains dan Fenomena sistem kehidupan di bumi. Dalam hal ini, Tuhan mendesain filter spektrum dengan membuat atmosfer berlapis-lapis, sesuai dengan tugas dan fungsinya. Pada lapisan stratosfer, fungsi ini diwakili oleh desain siklus pembentukan dan pemecahan ozon dilapisan ozonosfer (stratosfer). Siklus pembentukan dan pemecahan ozon memanfaatkan spektrum radiasi ultra violet dengan panjang gelombang 185 – 240 nm dan 280 – 320 nm. Hal ini dijelaskan oleh Crutzen Molina & Rowland (peraih nobel fo chemistry, 1995). Dalam penjelasannya disebutkan, secara alamiah pembentukan ozon dan pemecahan ozon terjadi secara alaiah dan merupakan siklus yang berkesetimbangan, diperkirakan reaksinya sebagai berikut: pembentukan ozon (O3) alamiah (menyerap UV λ » 185-240 nm) O2 + hv  2 O O + O 2  O3 dan pemecahan ozon alamiah (menyerap UV λ » 280-320 nm) O3 + hv  O + O2 O + O 3  2 O2 Dan lebih detail telah dijelaskan memalui “Chapman Reactions”, bahwa ozon terbentuk melalui rekasi yang sama dengan di atas. Selanjutnya, ketika ozon yang terbentuk menyerap UV, akan terjadi kesetimbangan reaksi pemecahan dan pembentukan (Chapman 1930): O3 + hv -> O2 + O O + O2 -> O3

(3) (2)

atau ozon juga bisa mengalami pemecahan ketika bereaksi dengan O radikal, yang berada di atmosfer, hasil reaksi pemecahan oksigen, seperti reaksi 1 di atas: O + O3 -> O2 + O2

(4)

Pada reaksi-reaksi di atas, proses pembentukan ozon, makin lambat dengan bertambahnya altitude, sementara proses pemecahan ozon makin cepat. Pada area kesetimbangan pembentukan-pemecahan ozon, jumlah energi dan gas terlibat dalam reaksi juga setimbang. Sehingga secara relatif jumlah ozon (O 3), oksigen (O2) dan oksigen radikal (O) dalam kondisi steady, diatur dengan kuantitas penyerapan spektrum UV. Secara alamiah, jumlah elemen yang terlibat dalam reaksi ini sebanding dengan jumlah UV energi menengah (185 nm – 320 nm) yang masuk ke

Hermana dan Assomadi, Atmosfer Sains dan Fenomena atmosfer. Dengan demikian tidak ada sisa spektrum UV energi menengah yang signifikan untuk bisa terus sampai ke permukaan bumi. 1.2.3.

Mesosfer

Lapisan mesosfer ditandai dengan penurunan suhu (temperatur) udara dengan bertambahnya altitude (ketinggian dari permukaan bumi). Laju penurunan temperatur tersebut dilaporkan rata-rata 0,4°C per seratus meter. Penurunan suhu (temperatur) udara ini menandakan mesosfer memiliki kesetimbangan termal negatif. Temperatur tertinggi di mesosfer hampir mendekati -2 °C, di dekat stratopause. Sedangkan di bagian paling atas mesosfer dekat dengan mesopause, yaitu lapisan batas antara mesosfer dengan lapisan termosfer, temperaturnya diperkirakan mencapai sekitar -92 °C. Di daerah mesosfer ini, kadang teramati sebagai daerah dengan fenomena aurora. Ini terjadi karena proses ionisasi gas-gas yang menyusunnya. Pada struktur atmosfer yang dijelaskan sebelumnya (lihat gambar 3), mesosfer dan termosfer masuk dalam wilayah ionosfer. Pada wilayah ionosfer ini, proses reaksi yang dominan adalah ionisasi karena gas-gas menerima radiasi spektrum energi lengkap dari matahari. Spektrum energi tinggi ini yang sangat berpengaruh pada orbital elektron setiap atom, sehingga terjadi proses-proses yang berkaitan dengan ionisasi. Diperkirakan perubahan temperatur pada mesosfer sebanding dengan jumlah ozone yang menyerap UV panjang gelombang menengah (λ : 100 nm - 350 nm). Pada lapisan mesosfer ini konsentrasi gas ozon makin berkurang tajam ketika altitude makin tinggi, sehingga UV terserap juga makin sedikit. Sebagai akibatnya suhu makin ke atas akan makin turun. 1.2.4.

Termosfer

Lapisan ini merupakan tempat terjadinya ionisasi partikel-partikel yang dapat memberikan efek pada perambatan/refleksi gelombang radio, baik gelombang panjang maupun pendek. Disebut dengan termosfer karena terjadi kenaikan temperatur (inversi) yang sangat tinggi pada lapisan ini. Temperatur pada lapisan termosfer ini sangat tergantung pada aktifitas matahari (sunspots atau flares). Karena kuatnya radiasi matahari (active sun), maka suhu di termosfer padal lapisan paling atas sangat tinggi, mencapai sekitar 1700 0C . Namun pada aktivitas matahari yang cukup rendah, seperti malam hari atau kondisi quiet sun, suhu termosfer menjadi cukup rendah, sekitar 300 0C. Pengurangan altitude, menyebabkan perubahan suhu termosfer menurun sangat besar. Perubahan ini terjadi karena

Hermana dan Assomadi, Atmosfer Sains dan Fenomena menurunnya serapan radiasi sinar ultra ungu terutama UV gelombang pendek (< 0.1 μm) oleh gas-gas penyusun termosfer.

sangat

Secara prinsip, radiasi UV sangat pendek dari spektrum matahari, diserap oleh molekul-molekul gas dengan sangat baik sehingga memanaskan daerah ini. Pada lapisan ini, molekul-molekul gas yang ada (seperti O2 akan bertindak sebagai emitter IR) dan mengalami reaksi dissosiasi (fotolisis) dengan energi tinggi UV gelombang pendek sehingga terjadi kelangkaan molekul poliatomik. Kelangkaan molekul poliatomik ini menyebabkan emisi IR rendah, dan energi tetap tersimpan pada molekul gas di region ini. Pada bagian atas termosfer, radiasi UV pendek begitu kuat menyebabkan reaksi kimia (ionisasi). Hasil rekasi ionisasi ini membentuk lapisan bermuatan listrik yang dikenal dengan nama ionosfer. Lapisan ionosfer ini yang kemudian diketahui dapat memantulkan gelombang radio dan menyebabkan atmosfer memiliki sifat-sifat yang sangat penting.

Gambar 7

Kesetimbangan energi di troposfer

1.3.

Dinamika Atmosfer Bawah

Atmosfer bawah adalah atmosfer yang sebagian sifatnya dipengaruhi oleh aktifitas yang ada di bumi. Bagian atmosfer termasuk dalam kajian ini adalah troposfer dan stratosfer. Ketebalan troposfer bervariasi dengan perubahan latitude. Di atas equator rata-rata ketinggian troposfer sekitar 18 km, sementara di atas kutub (utara/selatan) ketebalan troposfer hanya sekitar 8 km. Ketebalan ini diukur dengan menentukan ketinggian tropopause. Menurut kesepakatan WMO (world Meteorological

Hermana dan Assomadi, Atmosfer Sains dan Fenomena Orgaization), tropopause didefinisikan sebagai level terendah dimana laju penurunan temperatur karena perubahan ketinggian (temperature lapse rate) menjadi 2 K/km atau kurang dan rata-rata lapse rate pada level ini dan 2 km berikutnya tidak melebihi 2 K/km (Holton, et al. 1995). Dari pengukuran perubahan temperatur di atmosfer ini, diketahui tropopause berada pada level ketinggian maksimum di atas daerah tropis dan menurun hingga di atas kutub. Nama troposfer sendiri diberikan olah ahli meteorologi Inggris, Sir Napier Shaw, diambilkan dari bahaya Yunani, tropos, yang artinya perubahan atau pertukaran (turning). Troposfer merupakan daerah turbulensi dan percampuran (mixing). Dalam tinjauan cuaca, troposfer mengadung hampir semua uap air dan 80 % massa udara yang ada di atmosfer. Dinamika troposfer ditentukan oleh pergerakan udara baik vertikal dan horizontal, karena perbedaan tekanan dan suhu pada altitude dan latitude yang berbeda. Dalam banyak kepentingan studi berkaitan dengan fenomena yang terjadi, troposfer dibagi dalam dua lapisan, lapisan batas planetari (planetary boundary layer) dan lapisan troposfer bebas (free troposphere). Lapisan batas planetari membentang dari permukaan bumi sampai sekitar 1 km, dan troposfer bebas dengan ketinggian lebih dari 1 km. Ketika parcel (paket) udara bergerak vertikal, temperatur akan berubah sebagai respon turunnya tekanan lokal. Suatu parcel udara akan mengalami ekspansi pada tekanan yang lebih rendah, sehingga suhu parcel akan menjadi lebih rendah. Sebagai gambaran, parcel udara yang ditransport dari permukaan menuju ketinggian 1 km dapat mengalami penurunan temperatur 5 – 10 oC, tergantung pada kandungan air yang dibawanya. Tekanan uap air (jumlah uap air stabil dalam parcel udara) sangat tergantung pada temperatur. Ketika udara bergerak naik, temperatur turun, maka tekanan uap air juga akan turun. Karena jumlah uap air yang terbawa dalam parcel tetap, maka perbandingannya dengan jumlah uap stabil akan semakin besar. Perbandingan ini dikenal dengan kelembaban relatif (relative humidity, RH) dalam parcel. Sebagai hasilnya, pergerakan udara keatas beberapa ratus meter dapat menyebabkan RH mencapai 100 %, dan selanjutnya menjadi superjenuh. Kondisi ini ditandai dengan fenomena pembentukan awan (Seinfeld and Pandis 2006). Pergerakan udara vertikal di atmosfer merupakan akibat dari (Seinfeld and Pandis 2006): 1. 2. 3. 4.

Konveksi dari pemanasan energi matahari pada permukaan bumi Aliran konvergen atau divergen horisontal aliran horisontal melewati roman topografi pada permukaan bumi pelayangan atau pengapungan disebabkan oleh pelepasan panas laten ketika air terkondensasi.

Hermana dan Assomadi, Atmosfer Sains dan Fenomena

Refferensi Chapman, S. "A theory of upper-atmosphere ozone." Mem. Roy. Meteorological Society, 1930. Fenger, Jes, and Jens Christian Tjell, . Air Pollutan, from a Local to a Global Perspective. 1st. RSC Publishing, Polyteknisk Forlag, 2009. Holton, J.R, P.H. Haynes, M.E. McIntyre, A.R. Douglass, R.B. Rood, and L. Pfister. "Strattosphere-troposphere exchange." Rev. Geophysics. vol 33, 1995: 403-439. Manahan, Stanley E. The Atmosphere and Atmospheric Chemistry-Environmental Chemistry. Boca Raton: CRC Press LLC, 2000. Petty, Grant W. A First Course in Atmospheric Thermodynamics. 1st . Madison, Wisconsin: Sundog Publisher, 2008. Seinfeld, John H, and Spyros N Pandis. Atmospheric Chemistry and Physics, from Air Pollution to Climate Change. 2nd edition vols. Hoboken, New Jersey: John Wiley & Sons. Inc., 2006. Trenberth, K.E, and L Smith. "The mass of the atmosphere: A constraint on global Analysis." Journal of Climate vol 18, 2005: 864-875.