Efek Antibakteri Ekstrak Daun Sukun terhadap Viabilitas Biofilm Streptococcus sanguinis ATCC 10556 (in vitro) Vaza Nadia, Sri Utami, Ratna Farida Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia
Abstrak Ekstrak daun sukun memiliki efek antibakteri. S. sanguinis diketahui sebagai bakteri yang berperan pada pembentukkan awal plak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis potensi antibakteri ekstrak daun sukun terhadap viabilitas biofilm S. sanguinis secara in vitro. Bakteri S. sanguinis ATCC 10556 dikultur pada 96-well plate dan diinkubasi 370C selama 20 jam (fase akumulasi) dan 24 jam (fase maturasi) kemudian dipaparkan ekstrak daun sukun dengan konsentrasi 5; 10; 15; 20; 40; 80; dan 100%. Viabilitas biofilm S. sanguinis diuji menggunakan MTT assay dengan panjang gelombang 490 nm. Hasil dianalisis dengan oneway ANOVA. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat penurunan bermakna viabilitas S. sanguinis setelah pemaparan dengan ekstrak daun sukun pelbagai konsentrasi pada fase akumulasi dan fase maturasi dibandingkan dengan kelompok kontrol (p<0.05). Viabilitas S. sanguinis setelah pemaparan ekstrak daun sukun konsentrasi 20; 80; dan 100% pada fase akumulasi lebih rendah dibandingkan fase maturasi. Kata kunci: Ekstrak daun sukun, S. sanguinis, uji MTT, viabilitas
Abstract Breadfruit leaf’s extract has a function as antibacterial. S. sanguinis is known as an early agent of formation of bacterial plaque.This research had purpose to analyze the antibacterial effect of breadfruit leaf’s extract against S. sanguinis growth. S. sanguinis ATCC 10556 were cultured in 96-well plate and incubated for 20 hours (accumulation phase) at 37 and 24 hours (maturation phase) then added breadfruit leaf’s extract concentrations 5; 10; 20; 40; 80; and 100%. Viability test was using MTT assay with wavelength of 490 nm. The results were analyzed by one-way ANOVA. The results showed that the viability of S. sanguinis after breadfruit leaf’s extract exposured in all concentrations on accumulation and maturation phase was lower than the control group (p<0.05). The viability of S. sanguinis after added breadfruit leaf’s extract concentration 20; 80; and 100% on accumulation phase was lower than maturation phase. Keywords: Breadfruit leaf extract, S. sanguinis, MTT assay, viability
1 Efek antibakteri …, Vaza Nadia, FKG UI, 2012
Pendahuluan Sukun (Artocarpus altilis) merupakan tanaman yang biasanya ditanam sebagai tanaman sela di pekarangan. Tanaman ini berasal dari daerah New Guenia, Pasifik, yang kemudian berkembang ke Malaysia hingga Indonesia.1 Pohon sukun yang banyak di jumpai di Indonesia, terutama di daerah panas dan lembah, selain buahnya enak untuk dikonsumsi, ternyata daun sukun memiliki khasiat untuk mengobati pelbagai macam penyakit, antara lain mengobati diabetes melitus dan hipertensi.2 Streptococcus sanguinis (S. sanguinis) adalah bakteri Gram positif dan bersifat anaerob fakultatif. Bakteri ini berikatan langsung pada pelikel permukaan gigi dengan pelbagai mekanisme. Salah satunya dengan cara berikatan pada protein saliva seperti proline-rich. Setelah terikat, S. sanguinis memfasilitasi bakteri lain untuk berkoloni pada permukaan gigi untuk membentuk biofilm.3 Kemudian S. mutans, S. sobrinus, dan Lactobacillus yang merupakan bakteri kariogenik secara progresif akan tergabung dalam biofilm. Bakteri kariogenik tersebut bersifat acidogenic, yaitu mampu menghasilkan asam dari karbohidrat yang dikonsumsi oleh host.4 Asam yang dihasilkan oleh bakteri menyebabkan pH plak menurun sehingga menyebabkan karies karena terjadinya demineralisasi.5 Dengan demikian, bakteri S. sanguinis secara tidak langsung memberi kontribusi terjadinya karies dengan berperan sebagai pembentuk koloni awal biofilm. Pembentukan biofilm dapat dibedakan atas tiga fase yaitu fase adhesi (0-4 jam), fase akumulasi (4-20) jam dan fase maturasi (setelah 20 jam).6 Pada fase adhesi dapat ditemukan bakteri yang secara dominan melekat pada pelikel, yaitu Streptococci (61-78%) dan Actinomyces (4-30%). Streptococci yang dimaksud antara lain S. sanguinis, S. mitis, dan S. oralis.7 Pada fase akumulasi, jumlah bakteri pada biofilm meningkat secara eksponensial karena terjadi akumulasi dan pertumbuhan yang cepat.8 Selanjutnya, lebih dari 20 jam, terjadi fase maturasi dimana pertumbuhan bakteri mulai melambat atau terhenti karena jumlah nutrisi terbatas.7 Pemeriksaan uji fitokimia dari ekstrak daun sukun (Artocarpus altilis) yang menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol 70% diketahui mengandung senyawa aktif yang merupakan senyawa metabolit sekunder yang berfungsi sebagai antibakteri yaitu flavonoid, polifenol, kuinon, steroid, saponin, monoterpen dan seskuiterpen.9 Senyawa antibakteri adalah pelbagai macam senyawa yang mampu membunuh bakteri atau menekan pertumbuhan bakteri atau menekan kemampuan bakteri untuk bereproduksi. Suatu zat antimikroba yang ideal memiliki toksisitas selektif yang berarti bahwa suatu obat berbahaya bagi parasit, namun tidak
2 Efek antibakteri …, Vaza Nadia, FKG UI, 2012
membahayakan inang.10,11 Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa antibakteri akan efektif membunuh pada saat bakteri sedang mengalami pertumbuhan (fase akumulasi).12 Berdasarkan kandungan senyawa aktif daun sukun sebagai antibakteri dan S. sanguinis merupakan pembentuk koloni awal yang berperan pada pembentukkan awal plak, maka penelitian ini perlu dilakukan untuk melihat efek antibakteri yang terkandung di dalam daun sukun terhadap viabilitas S. sanguinis fase akumulasi (20 jam) dan fase maturasi (24 jam). Diharapkan penelitian ini akan membantu pengembangan dan pemanfaatan tanaman sukun sebagai tanaman obat tradisional yang dapat meningkatkan upaya kesehatan gigi dan mulut.
Tinjauan Pustaka Sukun tergolong tanaman tropik sejati, tumbuh yang paling baik di dataran rendah yang panas. Tanaman ini tumbuh baik di daerah basah, tetapi juga dapat tumbuh di daerah yang sangat kering asalkan ada air tanah dan aerasi tanah yang cukup. Sukun bahkan dapat tumbuh baik di pulau karang dan di pantai. Di musim kering, di saat tanaman lain tidak dapat atau merosot produksinya, justru sukun dapat tumbuh dan berbuah dengan lebat.13 Beberapa sinonim sukun: Artocarpus communis, Artocarpus communis Forst, breadfruit, Artocarpus incisa L. f. ; A. altilis (Park.) Fosberg13 Deskripsi Sukun. Sukun merupakan pohon monoesis, tingginya mencapai 30 m, daunnya selalu hijau, tumbuh di daerah tropik lembab. Batangnya lurus, tinggi 5-8 m, berdiameter 0.61.8 m dan seringkali berakar papan. Kuncup panjangnya sekitar 10-20 cm tertutup oleh penumpu yang besar berbentuk kerucut dan bertaji. Daun berselang-seling, berbentuk bundar telur sampai menjorong, sewaktu muda pinggirannya tidak berlekuk-lekuk, daun-daun dewasa berpinggiran rata atau terbagi menyirip menjadikan daun itu bercuping tajam. Lembaran daun tebal, berwarna hijau tua dan berkilap pada lembaran sebelah atas, hijau pucat dan kasar pada lembaran bagian bawah. Tangkai daun panjang sekitar 3-5 cm.14 Kandungan Daun Sukun. Kandungan yang terdapat pada daun sukun adalah kandungan gizi yang cukup banyak, antara lain karbohidrat, protein, lemak, vitamin B1, vitamin B2, vitamin C dan mineral (kalsium, fosfor dan zat besi). Daun sukun juga mengandung asam amino esensial seperti: histidine, isoleusin, lysine, methionin, triptophan dan valin.15 Manfaat Daun Sukun. Daun sukun efektif mengobati penyakit seperti penyakit liver, hepatitis, pembesaran limpa, jantung, ginjal, diabetes, hipertensi, dan untuk menyembuhkan kulit yang bengkak atau gatal-gatal.15 Selain itu ekstrak daun sukun juga telah terbukti dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli, Bacillus sublitis, dan jamur Candida albicans.16 3 Efek antibakteri …, Vaza Nadia, FKG UI, 2012
Metode Ekstrasi Maserasi. Ekstraksi dalam istilah farmasi adalah pemisahan senyawa aktif pada jaringan tanaman menggunakan pelarut tertentu melalui prosedur yang sudah distandardisasi. Maserasi merupakan sebuah metode untuk mengekstraksi senyawa aktif menggunakan pelarut yang dilakukan dengan cara pendinginan (cold processing). Simplisia direndam dalam pelarut sehingga pelarut dapat menembus ke dalam dinding sel menuju rongga sel yang mengandung senyawa aktif. Perbedaan konsentrasi antara larutan senyawa aktif di dalam dan luar sel mengakibatkan terdesaknya senyawa aktif keluar sel. Proses tersebut akan terus berulang hingga terjadi keseimbangan konsentrasi di dalam dan di luar sel.17,18 Biofilm Rongga Mulut. Secara umum istilah biofilm digunakan untuk mendeskripsikan komunitas mikroorganisme yang melekat pada suatu permukaan.19 Oral biofilm atau yang lebih dikenal sebagai dental plak pada permukaan gigi, bertanggung jawab dalam menginisiasi karies gigi.20 Komunitas biofilm adalah struktur yang kompleks dan dinamis yang terakumulasi melalui kolonisasi sekuensial dari beberapa bakteri mulut. Sebagian besar spesies bakteri dalam biofilm menunjukkan resistensi yang lebih besar daripada bakteri dalam planktonik terhadap antibakteri. Pada biofilm terjadi interaksi kompleks antar spesies, baik secara kooperatif maupun kompetitif.21 Langkah awal pembentukkan biofilm adalah adhesi dan kolonisasi bakteri terhadap pelikel pada permukaan gigi. Pelikel gigi merupakan lapisan tipis yang berasal dari protein saliva yang segera terbentuk setelah dilakukan pembersihan gigi. Adhesi pada pelikel gigi berkaitan dengan interaksi antara suatu spesies bakteri dengan molekul permukaan gigi pada host. Sebagian besar bakteri Streptococci memiliki kemampuan berikatan pada protein seperti alpha-amylase, proline-rich proteins dan proline-rich glycoproteins sebagai kolonisasi awal. Kemampuan ini memberikan keuntungan pada Streptococci untuk membentuk plak pada kolonisasis awal gigi.22 S. sanguinis merupakan salah satu spesies bakteri pertama yang melekat secara selektif dan berkoloni pada pelikel gigi.21 Bakteri pada planktonik yang tidak mampu berkoloni langsung pada permukaan gigi dapat melekat melalui permukaan koloni awal. Perlekatan ini menghasilkan permukaan baru yang memiliki jembatan antar sel co-agregrat yang berdekatan. Co-aggregation adalah reaksi spesifik yang terjadi antara sel bakteri yang berbeda dan merupakan salah satu mekanisme yang paling penting yang mendasari kolonisasi bakteri dalam mulut dan pembentukkan biofilm.21 Bakteri pada biofilm dapat 100 hingga 1000 kali lebih resisten dibandingkan dengan bakteri pada planktonik.21 Pertama, ada kemungkinan matriks ekstraseluler polisakarida yang 4 Efek antibakteri …, Vaza Nadia, FKG UI, 2012
melapisi biofilm membatasi difusi agen antimikroba. Kedua, pertumbuhan yang lambat dalam biofilm gigi berkontribusi terhadap resistensi antibakteri. Ketiga, adanya faktor enzim yang dapat menginaktifkan antibakteri.20 Ketebalan biofilm juga mempengaruhi resistensi bakteri terhadap antibakteri. Semakin tebal biofilm, maka semakin sulit antibakteri berpenetrasi ke dalam biofilm.22 Streptococcus sanguinis. S. sanguinis adalah bakteri yang memiliki karakteristik berbentuk batang berantai. Berdasarkan struktur dinding sel, bakteri ini digolongkan pada bakteri Gram positif. Berdasarkan kebutuhan terhadap oksigen, S. sanguinis digolongkan pada bakteri anaerob fakultatif karena dapat memanfaatkan oksigen untuk menghasilkan energi dengan respirasi. Namun saat oksigen tidak memadai, bakteri dapat melakukan fermentasi untuk sintesis ATP.3 S. sanguinis yang berperan penting dalam kolonisasi dalam rongga mulut manusia, berikatan langsung pada pelikel di permukaan gigi dengan pelbagai mekanisme. Beberapa komponen saliva yang dapat mengikat S. sanguinis adalah Imunoglobulin A saliva dan αamilase. Setelah terikat, S.sanguinis memfasilitasi bakteri lain untuk berkoloni pada permukaan gigi sehingga membentuk biofilm.3 Kemudian bakteri lainnya yang bersifat kariogenik secara progresif akan tergabung dalam biofilm. Bakteri kariogenik tersebut memiliki sifat acidogenic, yaitu mampu menghasilkan asam dari karbohidrat yang dikonsumsi oleh host.4 Asam yang dihasilkan oleh bakteri menyebabkan pH plak menurun sehingga menyebabkan karies karena terjadinya demineralisasi.5
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan desain eksperimental laboratorik. Penelitian dilakukan di laboratorium Biologi Oral FKG UI. Sampel yang digunakan adalah Streptococcus sanguinis ATCC 10556. Pembuatan larutan induk S. sanguinis. Larutan induk dibuat dengan mengambil beberapa koloni bakteri dari biakan pada BHI agar dengan sengkelit dan dimasukkan ke dalam tabung berisi 10 ml BHI broth. Kemudian larutan induk dimasukkan ke dalam anaerobic jar dan diisi gas campuran 95% NO2 dan 5% CO2 dan diinkubasi pada suhu 37 selama 24 jam.
Penentuan kisaran konsentrasi ekstrak daun sukun. Sebelum dilakukan pembuatan pelbagai konsentrasi, ekstrak daun sukun di saring menggunakan minisart berdiameter
5 Efek antibakteri …, Vaza Nadia, FKG UI, 2012
0.2mm. Ekstrak daun sukun dibuat sesuai konsentrasi yang diinginkan yaitu 5; 10; 20; 40; 80; dan 100%. Pembuatan model biofilm. Untuk pembuatan biofilm, 100 µl saliva buatan dimasukkan dalam tiap 96 well-plate dan diinkubasi pada suhu 37
selama 90 menit. Kemudian saliva
yang tidak melekat pada well dibuang dan well dibilas dengan 100µl PBS. Selanjutnya, 100µl suspensi bakteri S. sanguinis 106 cfu/ml yang telah dilakukan standardisasi, dipaparkan pada tiap well dan diinkubasi selama 20 jam dan 24 jam pada suhu 37 . Well yang sudah terbentuk biofilm dibilas dengan 100µl larutan PBS sebanyak 1 kali. Pemaparan ekstrak daun sukun. Pada tiap well-plate yang telah terbentuk biofilm ditambahkan 100µl ekstrak dengan pelbagai konsentrasi. Pada kontrol positif, tiap well ditambahkan 100µl Chlorhexidine 0.1%. Sedangkan pada kontrol negatif, model biofilm ditambahkan BHI tanpa diberi agen antibakteri. Kemudian well-plate dimasukkan ke dalam anaerobic jar berisi gas campuran 95% NO2 dan 5% CO2 dan diinkubasi selama 2 jam pada suhu 37 . Selanjutnya dilakukan uji MTT. Larutan MTT 50 µl ditambahkan pada 96 wellplate kemudian diinkubasi selama 3 jam pada suhu 37 . Setelah itu ditambahkan 100 µl acidified isopropanol pada tiap well dan diletakkan di atas shaker selama 1 jam. Nilai Optical Density (OD) dibaca pada microplate reader dengan panjang gelombang 490 nm. Perhitungan viabilitas S. sanguinis ditentukan dengan menggunakan rumus: ( )
Analisis data. Analisis data dari data yang diperoleh hasil persentase viabilitas pada tiap kelompok perlakuan S. sanguinis menggunakan one way ANOVA.
HASIL PENELITIAN Pada penelitian ini telah dilakukan uji efek antibakteri terhadap viabilitas S. sanguinis dengan uji MTT. Viabilitas ditetapkan berdasarkan nilai Optical Density (OD) yang dibaca dengan panjang gelombang 490nm. Hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa data tersebut memiliki distribusi normal (p>0.05). Analisa data menggunakan one-way ANOVA.
6 Efek antibakteri …, Vaza Nadia, FKG UI, 2012
Hasil Uji MTT Viabilitas Biofilm S. sanguinis Fase Akumulasi (20 jam)
120%
Viabilitas (%) terhadap kontrol
100% 80% 60% 40%
20% 0% kontrol chl 0,1%
(p<0.05)
5%
10%
20%
40%
80%
100%
Kelompok perlakuan
Gambar 1. Diagram viabilitas S. sanguinis setelah pemaparan ekstrak daun sukun fase akumulasi (20 jam)
Pada gambar 1 menunjukkan viabilitas S. sanguinis kelompok kontrol sebesar 100% dengan nilai rerata OD 1.094±0.053. Sedangkan pada Chlorhexidine 0.1% (Chl 0.1%) sebagai kontrol positif didapatkan viabilitas S. sanguinis sebesar 14% (OD 0.157 ± 0.02). Pada kelompok paparan ekstrak daun sukun konsentrasi 5% didapatkan viabilitas S. sanguinis sebesar 86% (OD 0.945 ± 0.164), pada konsentrasi 10% didapatkan viabilitas S. sanguinis sebesar 66% (OD 0.718 ± 0.083), pada konsentrasi 20% didapatkan viabilitas S. sanguinis sebesar 42% (OD 0.454 ± 0.036), pada konsentrasi 40% didapatkan viabilitas S. sanguinis sebesar 40% (OD 0.437 ± 0.053), pada konsentrasi 80% didapatkan viabilitas S. sanguinis sebesar 38% (OD 0.431 ± 0.048) dan pada konsentrasi 100% didapatkan viabilitas S. sanguinis sebesar 36% (OD 0.398 ± 0.053). Hasil statistik menunjukkan bahwa seluruh kelompok perlakuan berbeda bermakna dibandingkan dengan kelompok kontrol (p<0.05).
7 Efek antibakteri …, Vaza Nadia, FKG UI, 2012
Hasil Uji MTT Viabilitas Biofilm S. sanguinis Fase Maturasi (24 jam)
120%
Viabilitas(%) terhadap kontrol
100% 80% 60% 40% 20% 0% kontrol chl 0,1%
(p<0.05)
5%
10%
20%
40%
80%
100%
Kelompok perlakuan
Gambar 2 Diagram viabilitas S. sanguinis pada pembentukkan fase maturasi (24 jam) setelah pemaparan ekstrak daun sukun
Pada gambar 2 menunjukkan viabilitas S. sanguinis kelompok kontrol sebesar 100% dengan nilai rerata OD 0.898 ± 0.096. Sedangkan pada Chl 0.1% didapatkan viabilitas S. sanguinis sebesar 23% (OD 0.21 ± 0.046). Pada kelompok perlakuan dengan paparan ekstrak daun sukun konsentrasi 5% didapatkan viabilitas S. sanguinis sebesar 75% (OD 0.674 ± 0.082), pada konsentrasi 10% didapatkan viabilitas S. sanguinis sebesar 54% (OD 0.489 ± 0.029), pada konsentrasi 20% didapatkan viabilitas S. sanguinis sebesar 47% (OD 0.422 ± 0.062), pada konsentrasi 40% didapatkan viabilitas S. sanguinis sebesar 38% (OD 0.340 ± 0.027), pada konsentrasi 80% didapatkan viabilitas S. sanguinis sebesar 50% (OD 0.437 ± 0.045) dan pada konsentrasi 100% didapatkan viabilitas S. sanguinis sebesar 56% (OD 0.498 ± 0.029). Hasil statistik menunjukkan bahwa seluruh kelompok perlakuan berbeda bermakna dibandingkan dengan kelompok kontrol (p<0.05).
8 Efek antibakteri …, Vaza Nadia, FKG UI, 2012
Perbandingan uji MTT viabilitas biofilm S. sanguinis 20 jam dan 24 jam 120%
Viabilitas
100%
80% 60% Viabilitas (%) 20 jam
40%
Viabilitas (%) 24 jam
20% 0%
(p<0.05)
Kelompok
Gambar 3 Diagram perbandingan viabilitas biofilm S. sanguinis 20 jam dan 24 jam setelah pemaparan ekstrak daun sukun
Pada gambar 3 menunjukkan adanya penurunan viabilitas biofilm S. sanguinis secara bermakna. Terlihat bahwa viabilitas S. sanguinis dengan paparan Chl 0.1% sebagai kontrol positif fase 20 jam lebih rendah dibandingkan dengan fase 24 jam. Hal ini juga terjadi pada kelompok paparan ekstrak daun sukun konsentrasi 20; 80; dan 100% terdapat penurunan bermakna viabilitas S. sanguinis fase 20 jam dibandingkan dengan fase 24 jam (p<0.05). Hal ini berbeda pada kelompok paparan ekstrak daun sukun konsentrasi 5; 10; dan 40% pada fase 20 jam menunjukkan peningkatan viabilitas S. sanguinis
yang bermakna
dibandingkan dengan fase 24 jam (p<0.05).
Pembahasan Pada hasil penelitian didapatkan hasil bahwa ekstrak daun sukun konsentrasi 5; 10; 20; 40; 80; dan 100% pada fase akumulasi (20 jam) dan fase maturasi (24 jam) dapat menurunkan viabilitas S. sanguinis dibandingkan kelompok kontrol. Penurunan viabilitas S. sanguinis setelah pemaparan ekstrak daun sukun diduga karena ekstrak daun sukun memiliki efek antibakteri yang terkandung di dalamnya, yaitu kandungan fenolik yang terdiri dari tannin, saponin dan flavonoid. Tanin diduga dapat mengganggu permeabilitas sel sehingga mengakibatkan pertumbuhan bakteri terhambat.23 Sedangkan saponin memiliki aktivitas antibakteri dengan cara mengganggu permeabilitas sel dengan menghambat membran ionchannels.24 Pada flavonoid, senyawa fenol bersifat desinfektan yang bekerja dengan cara 9 Efek antibakteri …, Vaza Nadia, FKG UI, 2012
mendenaturasi protein yang dapat menyebabkan aktifitas metabolisme sel bakteri berhenti dan mengakibatkan kematian sel. Flavonoid juga bersifat bakteriostatik yang bekerja melalui penghambatan sintesis dinding sel bakteri.25 Tampak bahwa sukun dengan konsentrasi rendah yaitu 5% sudah dapat menurunkan viabilitas S. sanguinis fase 20 jam (gambar 1). Hal ini sesuai dengan penelitian Sulistiyaningsih yang menguji ekstrak daun sukun terhadap bakteri Gram positif Bacillus subtilis. Dari hasil penelitiannya didapatkan hasil bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun sukun, semakin besar diameter hambatnya dan pada konsentrasi 5% sudah dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif.16 Hal ini juga sesuai dengan penelitian Cut Nina yang menggunakan metode MTT untuk menguji viabilitas S. sanguinis terhadap ekstrak etanol temulawak didapatkan penurunan viabilitas S. sanguinis seiring dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak pada fase akumulasi (20 jam).27 Pada gambar 2 terlihat penurunan viabilitas S. sanguinis seiring dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak daun sukun 5% hingga 40% pada fase maturasi (24 jam). Namun, pada konsentrasi ekstrak daun sukun 80% dan 100% terjadi peningkatan kembali. Pada penelitian diduga karena pada fase maturasi biofilm yang sudah terbentuk dapat meningkatkan resistensi terhadap antibakteri. Semakin tebal biofilm, maka semakin sulit antibakteri berpenetrasi ke dalam biofilm.22 Pada fase maturasi, dosis optimum yang paling baik untuk menurunkan viabilitas S. sanguinis adalah konsentrasi ekstrak daun sukun 40%. Seharusnya, semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun sukun, viabilitas semakin menurun. Namun, setelah mencapai titik optimum, efektivitas ekstrak daun sukun menurun akibatnya terjadi peningkatan viabilitas S. sanguinis.26 Sedangkan pada penelitian Cut Nina yang meneliti ekstrak etanol temulawak terhadap viabilitas S. sanguinis pada awalnya juga terjadi penurunan sampai konsentrasi 5% kemudian terjadi peningkatan kembali hingga konsentrasi 15% dan kemudian menurun kembali pada konsentrasi 25%. Penelitian ini belum diketahui penyebabnya dengan jelas. Namun, Cut Nina menduga karena ekstrak etanol temulawak memiliki efek yang berbeda tergantung pada dosis yang digunakan terhadap viabilitas S.sanguinis.27 Pada gambar 3 paparan ekstrak daun sukun konsentrasi 20; 80; dan 100% menunjukkan viabilitas S. sanguinis fase 20 jam lebih rendah dibandingkan fase 24 jam. Diduga pada fase 24 jam konsentrasi 20; 80 dan 100% bakteri S. sanguinis cenderung resisten terhadap ekstrak daun sukun. Kemungkinan pada fase akumulasi (20 jam), pertumbuhan bakteri masih aktif dan memudahkan zat antibakteri untuk bekerja secara optimal. Sedangkan pada fase
10 Efek antibakteri …, Vaza Nadia, FKG UI, 2012
maturasi, biofilm yang terbentuk lebih tebal dibandingkan fase akumulasi sehingga zat antibakteri sulit berpenetrasi ke dalam biofilm.8, 22
Kesimpulan Ekstrak daun sukun konsentrasi 5; 10; 20; 40; 80; dan 100% menurunkan viabilitas biofilm S.sanguinis pada fase akumulasi (20 jam) dan fase maturasi (24 jam). Viabilitas biofilm S.sanguinis setelah pemaparan ekstrak daun sukun konsentrasi 20; 80; dan 100% fase akumulasi (20 jam) lebih rendah dibandingkan fase maturasi (24 jam).
Saran Diharapkan dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menguji toksisitas ekstrak daun sukun agar diketahui kadar maksimal ekstrak daun sukun yang dapat ditoleransi oleh jaringan rongga mulut manusia. Diharapkan ekstrak daun sukun dapat dikembangkan dalam bentuk sediaan obat kumur.
Kepustakaan 1.
Mengobati Kanker dengan Daun Sukun. [Online].; 2012 [Diunduh 2012 Desember 25]. http://mataharinews.com/kesehatan/obat-penyakit/1743-mengobati-kanker-dengan-daunsukun.html.
2.
Litbang Deptan. Lokakarya Nasional Pengembangan Sukun. [Online].; 2009 [Diunduh 2012 September 25]. http://pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/wr31103.pdf.
3.
Xu, P, Alves JM, Kitten T, Brown A, Chen Z, Ozaki LS, et al. Genome of the Opportunistic Pathogen Streptococcus sanguinis. J Bacteriol. 2007;189(8):3175-3166.
4.
Mount G, Hume WR. Dental Caries. Preservation and Restoration of Tooth Structure. 2nd ed. Queendsland: Knowledge Books and Software; 2005: 25-21.
5.
Walsh L.J. Dental Plaque Fermentation and Its Role In Caries Risk Assessment. International Dentistry SA. 2006; 8(5): 34-40.
6.
Kolenbrander PE, Andersen RM, Blehert DS, Egland PG, Foster JC, Palmer RJ. Communication among Oral Bacteria. Microbiology and Oral Biology Review. 2002; 66 (3): 486-505
7.
Costerton JW, Lappin-Scott HM. Dental Plaque. Microbial Biofilms. 1995;8(9):890-881
8.
Bowden G, Li YH. Nutritional Influences on Biofilm Development. Adv Dent Res. 1997;11(1):81-99 11 Efek antibakteri …, Vaza Nadia, FKG UI, 2012
9.
Abdassah M, Sumiwi S.A, Hendrayana J. Formulasi Ekstrak Daun Sukun (Artocarpus altilis (Parkins.)Fosberg) dengan Basis Gel sebagai Antiinflamasi. Jurnal Farmasi Indonesia. 2009;4(4): 199-209.
10. Ganiswarna SG. Farmakologi dan Terapi. Ed. Ke-4. Jakarta : Gaya Baru, 2005: 571-573. 11. Jawets, Melnick JL, Adelberg EA. Medical Microbiology. 19th ed. USA: Lange Medical Book, 1991:149-152. 12. Lewis K. Riddle of Biofilm Resistance. Antimicrob Agents Chemother. 2001;45(4):9991007. 13. Ragone D. Breadfruit. Rome: International Plant Genetic Resources Institute, 1997: 8 14. Rajendran R. Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg. In: Verheij EWM, Coronel RE, editors. Buah-buahan yang Dapat Dimakan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1997: 92-94. 15. Manfaat Daun Sukun. [Online].; 2012 [cited 2012 12 25]. http://daunsukun.com/ 16. Sulistiyaningsih, Rostinawati T, Permana C. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Etanol Daun Sukun Terhadap Bakteri dan Jamur. Farmaka.2009;7(1):1-13 17. Ditjen POM. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.2000:13-21 18. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Sediaan Galenik.Jakarta: Depkes RI: 1986. 19. Nield,
Gehrig.
Dental
Plaque
biofilms.
[cited
2012
September
25];
http://www.dentalcarestamford.com/pdf/Denta%20%Plaque%20%Biofilms.pdf 20. Boyd R, Marr J. Medical Microbiology. 20th Ed. London: Prentice Hall; 1995:218. 21. Hojo K, Nagaoka S,Ohshima T, Maeda N. Bacterial Interactions within Dental Biofilms. J Dent Res. 2009;88(11):982-990 22. Mah TF, O’Toole GA. Mechanisms of Biofilm Resistance to Antimicrobial Agents. Trends microbiol. 2001;9(1):34-38 23. Doss A, Mubarack M, and Dhanabalan R. Antibacterial Activity of Tannins from The Leaves of Solanum trilobatum Linn. Indian Journal of Science and Technology. 2009;2(2):41-43. 24. Soetan KO, Oyekunie MA, Aiyelaagbe OO, Fafunso MA. Evaluation of the Antimicrobial Activity of Saponin Extract of Sorghum Bicolor L. Moench. AJOL 2006;5(23):2405-2407 25. Cushnie TP, Lamb A.J, Review Antimicrobial activity of Flavonoids. International Journal of Antimicrobial Agent. 2005;26:343-356 26. Bourne H.R, James M.R. Drug Receptors and Pharmacodynamics. In; Basic and Clinical Pharmachology, 3rd ed. Connecticut: Appleton and Lange, 1987:10. 12 Efek antibakteri …, Vaza Nadia, FKG UI, 2012
27. Nina C. Efek Ekstrak Etanol Temulawak terhadap Viabilitas Streptococcus sanguinis BerdasarkanUji MTT (in vitro).(Skripsi). Jakarta : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. 2011
13 Efek antibakteri …, Vaza Nadia, FKG UI, 2012