EKSISTENSI BAITUL MAAL WAT TAMWIL (BMT) SEBAGAI LEMBAGA

Download Dipublikasikan pada Jurnal Hukum Pro Justitia Tahun XXII. No.4 Oktober .... Sebagai lembaga keuangan BMT memiliki resiko yang sangat tinggi...

0 downloads 479 Views 244KB Size
Eksistensi Baitul Maal wat Tamwil (BMT) Sebagai lembaga Keuangan Syariah di Indonesia

Dipublikasikan pada Jurnal Hukum Pro Justitia Tahun XXII No.4 Oktober 2004 halaman 71-84,ISSN : 0215-7519 Dan pada Buku kapita Selekta Hukum Perdata (Editor Dr.H.Toto Tohir,S.H.,M.H.) Penerbit Fakultas hukum Unisba.2004

A. PENDAHULUAN Sistem perekonomian yang sesuai dengan prinsip syariah telah dipraktikkan dan melembaga di Indonesia sejak lama, masyarakat Indonesia telah mengenal ekonomi syariah bahkan jauh sebelum sistem kapitalis dikenal bangsa Indonesia, yaitu dengan praktik

bagi

hasil

antara

petani

penggarap

dengan

pemilik

lahan.

Dalam

perkembangannya bahkan memiliki peran secara nasional terbukti dengan didirikannya Syarikat Dagang Islam pada tahun 1909. Kekuatan para pedagang Islam tersebut telah menjadi simbol perlawanan masyarakat terhadap kolonial Balanda. Secara nasional perkembangan ekonomi syariah diawali dengan berdirinya BPRS ( Bank Perkreditan Rakyat Syariah ) di Bandung pada tahun 1991, yaitu P.T. BPRS Berkah Amal Sejahtera dan P.T. BPRS Amanah Robbaniyyah, dan di Nangroe Aceh Darussalam P.T. BPRS Hareukat. Selanjutnya PT BMI yang beroperasi pada tanggal 1 Mei 1992 sebagai Bank Umum pertama yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah. Perkembangan bank syariah1 diikuti dengan berkembangnya lembaga keuangan syariah di luar struktur perbankan2, seperti Baitul Maal wat Tamwil ( BMT), Asuransi Takaful, Pasar Modal Syariah, dan Lembaga Pegadaian Syariah. 1

Di saat perekonomian nasional mengalami krisis dan dunia perbankan belum tampak akan pulih, PERBANKAN Islam menunjukkan fenomena baru yang perkembangannya telah mengejutkan para pengamat perbankan konvensional. Bank – bank besar dari negara non muslim telah memasuki pasar perbankan Islam dengan membuka Islamic Window, tidak kurang dari City Bank, Manhattan Bank, ANZ Bank dan Jardin Fleming telah membuka Islamic window agar dapat berkiprah memberikan jasa – jasa perbankan Islam. Sahril Sabirin mengatakan bahwa pengalaman selama krisis ekonomi ini memberikan suatu pelajaran berharga bagi kita bahwa prinsip risk sharing ( berbagi risiko ) atau profit and los sharing ( bagi hasil ) merupakan prinsip yang dapat meningkatkan ketahanan satuan – satuan ekonomi. Sutan Remy Syahdaeni. Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Perbankan Indonesia, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 1999, hlm. Xvii. 2 Lembaga keuangan dalam arti luas adalah sebagai perantara pihak yang mempunyai kelebihan dana ( surplus of funds ) dengan pihak yang kekuranagan dana ( lack of funds ), sehingga peranan dari lembaga keuangan yang sebenarnya yaitu sebagai perantara keuangan masyarakat ( fincial intermediary ). Dari pengertian yang luas maka lembaga – lembaga keuangan yang termasuk atau menjadi bagian bari lembaga keuangan tersebut dengan sendirinya mempunyai perbedaan fungsi dan kelembagaannya, juga mempunyai derivasi – derivasi menurut fungsi dan tujuannya. Adapun aspek kesamaannya dari lembaga keuangan tersebut, yaitu semua lembaga keuangan merupakan lembaga yang kegiatannya didasarkan pada

1

Di samping perkembangan kelembagaan, perekonomian syariah nasional juga ditandai dengan berkembangnya berbagai instrumen pendukung seperti Sertifikat Wakaf Tunai, Instrumen obligasi, Pasar Uang Antar Bank berdasarkan Prinsip Syariah. Keberhasilan perbankan syariah di Tanah air tidak dapat dilepaskan dari peran Lembaga Keuangan Mikro Syariah ( LKMS ). Kedudukan LKMS – yang antara lain dipresentasikan oleh BPRS, BMT dan Koperasi Pesantren ( Kopontren )- sangat vital dan menjangkau transaksi syariah di daerah yang tidak bisa dilayani oleh bank umum maupun bank yang membuka unit usaha syariah.3 Kalau melihat pemberdayaan ekonomi rakyat dalam arti yang sebenarnya, dapat dilihat dari kiprah BMT. Mulai dari pedagang kecil, bakul sayur, sampai toko – toko kelontong, sembako atau kios sepatu berukuran sedang dan kecil telah

sukses bermitra dengan BMT mereka dapat memperoleh

pendanaan murah lagi berkah dan Lembaga Keuangan Mikro Syariah yang kini jumlahnya ditaksir 3.000 tersebar di seluruh Indonesia.4 Perkembangan lembaga keuangan syariah di Indonesia tidak diikuti dengan pengaturan / landasan hukum yang memadai, sebagai contoh asuransi syariah ( asuransi takaful ) belum ada pengaturannya, demikian halnya dengan pasar modal syariah / dana reks syariah, UU no 8 tahun 1995 tentan pasar Modal tidak dapat dijadikan acuan untuk pengembangan pasar modal syariah, demikian halnya BMT. Saat ini belum ada undangundang yang mengatur tentang BMT. Hal ini membawa akibat terhadap banyak hal, antara lain mengenai bentuk usaha / organisasi usaha, apakah BMT berbentuk firma, kepercayaan masyarakat, dijalankannya harus dengan penuh kehati-hatian, memiliki risiko yang tinggi sehingga tidak berlebihan mendapatkan pengawasan dan pembinaan khusus, juga sangat diatur secara ketat. Dari semua lembaga lembaga yang termasuk di dalam lembaga keuangan, dapat diklasifikasikan kepada dua jenis lembaga keuangan,yaitu Lembaga Keuangan Bank, dan Lembaga Keuangan Bukan Bank. Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 2000, hlm. 77 3

Lutfi Hamid, Op.Cit., hlm. 79 Sebagai contoh BMT Insan Sejahtera atau lebih dikenal masyarakat sekitar Kendal Jawa Tengah dengan INSET berdiri pada Oktober 1998 semula diprakarsai oleh 20 orang yang masing – masing menyetor modal Rp 400.000. Dengan modal Rp 8.000 000 mereka melayani dengan pengembangan sendiri kehidupan pedagang dan usaha – usaha kecil tak kurang dari dari enam kecamatan di Kendal . Tahun 2000 INSET berkembang menjadi 46 kali lipat menjadi Rp 370 juta. Jumlah nasabah mencapai 1000 orang / badan. Berati tiap tahun ada tambahan keuntungan usaha sekitar Rp 123 juta. Kecepatan pemupukan modal ini juga terjadi di BMT Ben Taqwa di Godag Grobogan , jawa tengah. Didirikan tanggal 16 Nopember 1996 dengan dimodali oleh dua orang agniya sebesar Rp 32 juta. Kini modal bersihnya telah menjadi satu milyar. Penghimpunan dana pihak ketiga sampai 6,7 milyar, melayani nasabah 13.000 orang / badan di sepuluh kantor cabang. Lutfi Hamid, Op.Cit., hlm. 83 4

2

Persekutuan komenditer, perseroan terbatas, koperasi, perusahaan perorangan, atau berbentuk yayasan ?, Akibat tidak jelasnya bentuk / organisasi usaha membaa pengaruh terhadap harta kekayaan BMT terpisah dari harta kekayaan pendiri ? apakah para pendiri bertanggung jawab sampai kekayaan pribadi ? Selain itu bagaimana organ BMT, apakah berupa firma didirikan oleh para sekutu ? apakah BMT memiliki sekutu komanditer dan sekutu komplementer ? apakah organ BMT sama dengan organ PT yang terdiri dari RUPS, komisaris dan Direksi ? Bagaimana hak dan kewajiban masing-masing irgan tersebut ? sejauh mana kewenangan, kewajiban dan hubungan hukum para pihak ? bagaimana pula hubungan hukum para pihak dengan pihak ketiga? Dari kenyataan dapat dilihat bahwa selain ada BMT yang tumbuh an berkembang dengan pesat, ada pula BMT yang pailit, siapa yang

mempunyai kewajiban dan

kewenangan melakukan pemberesan harta kekayaan BMT, kepada siapa kreditur dapat menuntut haknya? Bagaimana

upaya hukum yang dapat dilakukan oleh nasabah

penyimpan dana untuk memperoleh haknya ? Demikian halnya dengan pembinaan dan penguasaan BMT. Sebagai lembaga keuangan BMT memiliki resiko yang sangat tinggi. Untuk perlu diatur mengenai menejemen resiko dan standar kesehatan suatu BMT, institusi apa yang mempunyai kewenangan melakukan pembinaan dan pengawasan dan membuat regulasi untuk mendukung eksistensi BMT Indonesia ? Berdasarkan uraian di atas, tampak bahwa perkembangan BMT masih menyimpan banyak persoalan hukum yang harus menjadi perhatian pakar hukum. Untuk itu perlu dikaji beberapa aspek mengenai BMT sebagai Lembaga Keuangan Makro Syariah di Indonesia. Untuk itu perlu dilakuakan penelitian sebagai bahan untuk penyusunan disertasi beberapa masalah berkaitan dengan BMT dengan judul “ Baitul Maal wat Tamwil sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah di Indonesia “. B. PERMASALAHAN Lembaga keuangan syariah di Indonesia telah berkembang dengan pesat, terutama lembaga perbankan. Walaupun perangkat perundang – udangan yang mengaturnya belum memadai, namun demikian sebagai “ payung “ UU No 10 Tahun 1998 dapat digunakan landasan yuridis perbankan syariah. Hal ini berbeda dengan dengan lembaga asuransi syariah, pasar modal syariah, pegadaian syariah atau Baitul Maal wattamwil yang sama sekali belum memiliki landasan yuridis formal. 3

Baitul Maal wat Tamwil merupakan lembaga yang relatif baru dikenal masyarakat Indonesia, namun memiliki peranan yang cukup besar untuk pemberdayaan usaha kecil dan menengah. Sebagai lembaga keuangan yang baru dikenal, menyimpan berbagai peramasalahan terutama masalah – masalah hukum. Antara lain masalah bentuk usaha, organ / pengurus BMT, tanggung jawab para pihak dalam perjanjian dan perlindungan bagi nasasabah sebagai konsumen. Masalah masalah tersebut akan dikaji dengan titik masalah utama sebagai berikut : 1. Apa fungsi BMT dalam pemberdayaan usaha kecil dan menengah ? 2. Bagaimana karakteristik dan bentuk usaha BMT ? 3. Perlukah BMT berbadan hukum ? C. PEMBAHASAN 1. Landasan Sistem Ekonomi Islam Secara filosofis, orientasi dasar ekonomi Islam dilandaskan pada asas ketuhanan

(

tauhid ), yaitu adanya hubungan dari aktivitas ekonomi, tidak saja dengan sesama manusia, tetapi juga dengan tuhan sebagai pencipta. Dari landasan tauhid ini timbul prinsip – prinsip dasar bangunan kerangka sosial, hukum, dan tingkah laku, yang diantaranya adalah prinsip khilafah, keadilan ( ‘adalah ), kenabian ( nubuwwah ), persaudaraan ( ukhuwwah ), kebebasan yang bertanggung jawab ( Al huriyah wal mas’uliyyah ). Disamping itu ada nilai – nilai instrumental, yaitu larangan riba, zakat, kerjasama ekonomi, jaminan sosial dan peran negara.5 Syariah Islam sebagai suatu syariat yang dibawa oleh Rosul terakhir memiliki sifat yang comprehensif dan universal. Comprehensif berarti menrangkum seluruh aspek kehidupan manusia baik ritual ( ibadah ) maupun sosial ( muamalah ). Universal artinya dapat diterapkan dalam setiap waktu dan tempat.6

5

Naskah Akademik Rencana Undang – undang tentang Perbankan Syariah Disusun oleh Law Office of Remy & darus, Jakarrta, Oktober 2002, hlm. 60 6

M. Syafi’i Antonio, Potensi dan Peranan Ekonomi Islam dalam Upaya Pembangunan Umat Islam Nasional, makalah tanpa tahun, hal.2.

4

Lembaga keuangan adalah suatu institusi perekonomian yang merupakan wujud dari muamalah. Sistem ekonomi Islam itu sendiri menurut Amin Aziz,7 adalah sistem ekonomi yang kebijakan-kebijakan atau keputusan-keputusan yang diambil dalam melaksanakan kebijakan ekonomi dipengaruhi / dilandasi oleh syariah Islam. Perekonomian Islam berpedoman pada prinsip-prinsip ekonomi Islam, yaitu : 8 a) Manusia adalah makhluk pengemban amanat Allah untuk memakmurkan kehidupan di bumi, dan diberi kedudukan sebagai khalifah (wakilnya) yang wajib melaksanakan petunjuk-Nya; b) Bumi dan langit seisinya diciptakan untuk melayani kepentingan hidup manusia, dan ditundukkan kepadanya untuk memenuhi amanat Allah. Allah jugalah pemilik mutlak atas semua ciptaan-Nya; c) Manusia wajib bekerja untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidupnya; d) Kerja adalah yang sesungguhnya menghasilkan (produktif); e) Islam menentukan berbagai macam bentuk kerja yang halal dan yang haram, kerja yang halal saja yang dipandang sah; f) Hak milik manusia dibebani kewajiban-kewajiban yang diperuntukan bagi kepentingan masyarakat. Hak milik berfungsi sosial; g) Harta jangan beredar di kalangan kaum kaya saja, tetapi diratakan dengan jalan memenuhi kewajiban-kewajiban kebendaan yang telah ditetapkan dan menumbuhkan keperdulian sosial berupa anjuran berbagai macam shodaqoh; h) Harta jangan dihambur-hamburkan untuk memenuhi kenikmatan melampaui batas. Mensyukuri dan menikmati perolehan usaha hendaklah dalam batas yang dibenarkan saja; i) Kerjasama kemanusiaan yang bersifat saling menolong dalam usaha memenuhi kebutuhan ditegakkan; j) Nilai keadalan dalam kerjasama kemanusia ditegakkan; k) Nilai kehormatan manusia dijaga dan dikembangkan dalam usaha memperoleh kecukupan dan kebutuhan hidup; l) Campur tangan negara dibenarkan dalam rangka penertiban kegiatan ekonomi menuju tercapainya tujuan; Salah satu bagian penting dari ilmu ekonomi adalah pembangunan ekonomi yang dalam pandangan Islam pembangunan ekonomi terdapat faktor-faktor yang merupakan determinan-determinan, yaitu : 9 a) Incestible resources; b) Human resources; 7

Amin Aziz, Tantangan, Prospek dan Strategi Sistem Perekonomian Syariah di Indonesia dilihat dari pengalaman pengembangan BMT, PINBUK, Jakarta, 1996, hal. 2. 8 Ahmad Ashar Basyir, artikel pada Berbagai Aspek Ekonomi Islam (editor M. Rusli Karim), P3EI – FE UII bekerjasama dengan Penerbit Tiara Wacana, Yogyakarta, 1992, hal. 13-14. 9 Dirangkum dari M. Syafi’i Antonio Op.Cit., hal. 3-10.

5

c) Entreprenuership; d) Technology. Memperhatikan prinsip-prinsip ekonomi Islam, tampak bahwa Islam menghendaki produktivitas. Oleh karena

diberikan insentif baik insentif moral amupun insentif

ekonomi terhadap usaha-usaha yang produktif. Islam menghargai human resources yang menghendaki kualitas, baik aspek profesi maupun aspek moralnya. Motivasi untuk berusahan secara produktif, memiliki entrepreneurship dalam bentuk kerja yang halal, mencela adanya sumber yang tidak termanfaatkan dengan baik (idle), melarang segala bentuk penimbunan (hording). Dalam uapaya mengalokasikan sumber ekonomi secara efisien inilah Islam menawarkan suatu sistem finansial dengan konsep bagi hasil sebagai built in sistem yang tercermin dalam produk Al Mudharabah dan Al Musyarakah. Konsep bagi hasil merupakan konsep ekonomi yang berlandaskan pada hubungan akad perniagaan dalam konsep ekonomi Islam, yaitu hubungan akad bersyarikat (Syirkah). Selain itu dikenal akad jual beli (Bai’u), akad sewa (Al Ijaroh), akad titipan (Al Wadia’ah), akad jaminan (Al Kafalah), akad perwakilan (Al Jo’alah). 2. Fungsi BMT Sebelum mengkaji tentang fungsi BMT perlu di telaah pengertian atau batasan BMT. Pengertian BMT dikemukakan oleh beberapa pakar, antara lain Arief Budiharjo. Menurutnya BMT ( B aitul Maal Wattamwil - berasal dari bahasa Arab - ) adalah “ Kelompok Swadaya Masyarakat ( KSM ) sebagai lembaga ekonomi rakyat yang berupaya mengembangkan usaha – usaha produktif dan investasi dengan sistem bagi hasil untuk meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha kecil - bawah dalam rangka pengentasan kemiskinan “.10 Pengertian lain dikemukakan oleh Amin Azis. BMT : “ Balai usaha Mandiri Terpadu yang dikembangkan dari konsep baitl maal wat tamwil. Dari segi baitul maal, BMT menerima titipan BAZIZ dari dana zakat, Infaq, dan Shadaqah memanfaatkannya untuk kesejahteraan masyarakat kecil, faqir,

10

Arief Budiharjo. MESS Jabar . Pengenalam BMT. Makalah disajikan pada…. Dst. Tanpa halaman.

6

miskin. Pada aspek Baitut Tamwil , BMT mengembangkan usaha – usaha produktif untuk meningkatkan pendapatan pengusaha kecil dan anggota”11 Lebih lanjut Amin Azis menjelaskan, bahwa melaksanakan

misi kemanusiaan

BMT dengan baituul maal-nya

melalui penghapusan perbudakan dalam arti

kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan. Sedangkan dengan baitut tamwil-nya mengembangan usaha produktif, antara lain melalui kegiatan menabung dan kegiatan utama BMT antara lain adalah memberikan modal kerja pada anggotanya dan atau kelompok anggota pengusaha kecil dalam besaran ratusan ribu rupiah bahkan puluhan ribu rupiah, mendorong kegiatan menabung dari anggota dari calon anggota. Selanjutnya Arif Budiharjo mengemukakan lima Fungsi BMT, yaitu : 12 1. Mempertinggi sumber daya insani anggota menjadi lebih professional dan islami sehingga semakin utuh dan tangguh dalam beribadah menghadapi tantangan global. 2. Mengorganisir dana sehingga berputar di masyarakat lapisan bawah 3. Mengembangkan kesempatan kerja 4. Ikut menata dan memadukan program pembangunan di masyarakat lapisan bawah. 5. Memperkokoh usaha anggota Berkaitan dengan fungsi BMT dalam perekonomian nasional, B.S. Kusmulgono, Direktur Utama PT Permodalan Nasional Madani ( PNM) mengatakan, memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi (UMKMK) tidak bisa dengan cara konvensional. Sebab usaha mikro itu merupakan usaha yang informal, yang jauh dari masalah legalitas, kelembagaan, manajemen, pembukuan, audit dan kepemilikan asset seperti tanah, rumah yang biasa digunakan jaminan. Karena itu kalau mau melalui pendekatan perbankan - walaupun perbankan syariah - tetap saja sulit bagi UMKMK untuk menghimpun permodalan. Karena itu cara yang paling efektif sebagaimana yang disepakati oleh para pakar dan donor, pemberdayakan UMKMK dapat melalui lembaga keuangan mikro yang menggunakan sistem syariah seperti BMT. LKMS ini harus ada di 11 12

Amin Azis, op. Cit., hlm. 12 Arief Budiharjo, Op. Cit., tanpa halaman

7

setiap kantong daerah yang banyak pengusaha mikro dan kecil di seluruh Indonesia, khususnya di kantong –kantong yang tidak ada perbankannya.13 Berdasarkan data, diketahui bahwa dari seluruh pelaku usaha dalam perekonomian nasional, yang secara kuantitatif UKM diperkirakan tercatat sebanyak 99,91 % merupakan kekuatan riil yang perlu mendapat perhatian. Disamping itu sampai akhir tahun 2003 UKM mampu menyerap tenaga kerja 93 %, 45 dari seluruh tenaga kerja nasional yang bekerja meliputi 88,7 % dari usaha kecil dan 10, 7 % dari usaha menengah ( BPS tahun 2003 )14 Kenyataan menunjukkan bahwa dalam periode krisis ekonomi, KSP / USP – Koperasi pola syariah memiliki daya tahan yang relatif lebih kuat.15 Sejak sepuluh tahun terakhir ini, terdapat lebih dari 54.765 lembaga keuangan mikro yang concern dalam pengentasan kemiskinan / penguatan ekonomi rakyat dan terdapat lebih dari 3000 Lembaga Keuangan Mikro yang bekerja berdasarkan prinsip syariah ( LKMS). Simpanan dana berkembang di LKM sampai tahun 2002 sebesar Rp 29.002 milyar sedangkan simpanan asset LKMS ( BMT) sebesar Rp 209. milyar ( 0,72 % ). Peran BMT dalam memberikan kontribusi kepada gerak roda ekonomi kecil jelas ril, BMT langsung masuk ke pengusaha, bukan itu saja nilai strategis BMT satu yang paling istimewa, BMT juga menjadi penggerak pembangunan dalam menyantuni masyarakat papa. 16 3. Karakteristik dan Bentuk Usaha BMT Seperti telah diuraikan pada bagian terdahulu bahwa BMT melaksanakan dua macam kegiatan, yakni kegiatan bisnis sebagai kegiatan utama dan kegiatan sosial sebagai kegiatan penunjang. Kegiatan baitut tamwil adalah mengembangkan usaha – usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil bawah dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang

13

Syaiful Bahri, Op.Cit., hlm. 95-96 Ai Darukiah ibid. 15 Ai Darukiah. Op. Cit., hlm. 2 16 Lutfhi hamid, Op. Cit., hlm. 87. Hingga saat ini diperkirakan terdapat 126 BMT dengan omzet Rp 130 milyar, Republika 17 Mei 1004, hlm. 2 14

8

pembiayaan kegiatan ekonomi. Sedangkan kegiatan baitul maal menerima titipan ZIS ( zakat, Infaq shadaqah ) dan menjalankan sesuai dengan peraturan dan amanahnya.17 Beberapa pakar mengatakan bahwa BMT bukanlah bank, ia semacam LSM ( Lembaga Swadaya Masyarakat ) yang beroperasi seperti koperasi, dengan pengecualian ukurannya yang kecil dan tidak mempunyai akses ke pasar uang. Sebagai lembaga keuangan Islam yang terkecil, BMT menfokuskan target pasarnya pada bisnis skala kecil, seperti para pedagang kecil yang kurang menarik bagi bank. BMT didukung oleh Presiden R.I. yang meluncurkan BMT sebagai gerakan nasional pada tahun 1994. BMT menapak momentum untuk berkembang secara nasional.18 Dengan demikian BMT memiliki karakteristik yang unik, karena selain memiliki fungsi sebagai badan usaha, juga berfungsi sebagai badan sosial. Mengenai modal BMT dikemukakan oleh Syafi’I Antonio.

Untuk mendirikan

BMT, modal awalnya bisa diawali dengan Rp 3 juta dan dalam enam bulan diangsur untuk bisa menjadi 5 Juta, untuk diperkotaan dibutuhkan modal awal Rp 10 juta. Berdasarkan buku Pedoman cara Pembentukan BMT yang disusun oleh PINBUK 19 disebutkan bahwa anggota pendiri harus terdiri dari 20 – 44 orang. Modal awal yang dibutuhkan BMT dapat diperoleh dari patungan para pendiri itu, disebut simpanan pokok khusus. Simpanan ini mendapat prioritas dan penghargaan yang lebih dari sisa hasil usaha ( SHU ).20 Masih berdasarkan Buku Pedoman Cara Pembentukan BMT, Struktur kepengurusan BMT adalah : 21 1. Rapat anggota yang menjadi lembaga tertinggi dalam BMT 2. Badan pendiri 3. Pengurus yang terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara 4. Pengelola

yang

terdiri

dari

manager,

bagian

pembiayaan,

Bagian

Administrasi/keuangan 17

Arief Budiharjo, ibid Zainul Arifi, Op. Cit., hlm. 172 – 173. 19 Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil , yaitu sebuah LSM yang mendapat pengakuan dari Bank Indonesia dalam kaitan kerjasama pengembangan usaha kecil. 20 Republika, 5 April 2004 21 Arief Budiharjo, Op. Cit., tanpa halaman 18

9

5. Bagian – bagian lain yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan dasar 6. Stap sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan dasar Seperti telah diuraikan, bahwa BMT beroperasi dengan menggunakan prinsip – prinsip ekonomi syariah, antara lain prinsip bagi hasil ( mudharabah dan musyarakah) dan prinsip jual beli. Konstruksi hukum perjanjian pembiayaan mudharabah dan pembiayaan musyarakah yang

berdasarkan pada hubungan perniagaan syirkah ini

memiliki kesamaan dengan perjanjian Persekutuan Perdata (maatschap) yang diatur dalam Pasal 1618 s.d. 1652 KUH Perdata. 22 Tujuan perjanjian perseroan/ persekutuan adalah untuk mendapatkan keuntungan yang harus dibagi di antara anggotanya. Para pihak melakukan usaha dengan bersamasama memberikan imbreng pada persekutuan dan para pihak berhak untuk mendapatkan bagian dari keuntungan yang telah diperoleh dan sama-sama memikul kerugian yang diderita. Unsur-unsur Perjanjian Perseroan / persekutuan adalah : 23 1. Pemasukan / inbreng, pemasukan / inbreng menurut Pasal 1619 ayat (2) dapat berupa uang, barang / benda, tenaga kerja, keahlian. 2. Tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang dibagikan kepada para anggotanya. Untuk mengkaji bentuk usaha

24

BMT, perlu diketahui apa yang dimaksud dengan

bentuk usaha. Abdul Kadir Muhammad menjelaskan bahwa bentuk usaha adalah organisasi usaha atau badan usaha yang menjadi wadah penggerak setiap jenis usaha yang disebut bentuk hukum perusahaan. ( company atau enterprise ). Organisasi atau badan usaha tersebut diatur dan diakui oleh undang – undang, baik bersifat perseorangan, persekutuan atau badan hukum. Di Indonesia dikenal beberapa bentuk usaha, antara lain : Perseroan Terbatas, Firma, CV, Koperasi. Setiap bentuk usaha memiliki beberapa unsure yang berbeda antara bentuk usaha yang satu dengan bentuk usaha yang lain, yaitu para pihak, tujuan,

22

“Perseroan / maatschap adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memberikan sesuatu ke dalam persetujuan dengan maksud untuk membagi keuntungan yang terjadi karenanya”. 23 24

Afzaur Rahman, Op.Cit., hal. 38. Abdulkadir Muhammad. Hukum Perusahaan Indonesia. Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1999, hlm. 1

10

permodalan dan pembagian hasil usaha. Unsur – unsur koperasi dan persekutuan firma / CV, Yayasan Menurut Purwosutjto adalah : UNSUR Para Pihak

KOPERASI Orang

yang

bermodal,

FIRMA / CV

YAYASAN

tidak Orang yang memiliki Orang

jumlahnya modal

banyak

yang

cukup, memiliki

jumlahnya sedikit

modal

cukup, jumlahnya sedikit

Kesejahteraan

Tujuan

– Memperoleh

kemakmuran bersama Permodalan

keuntungan

Dari

simpanan Pemasukan

anggota,

pinjaman, sekutu

penyisihan hasil usaha

Kesejahteran

/

sosial para Pemasukan dilakukan pendiri

para dengan

sekali dg jumlah yg jumlah yang besar besar

Pembagian

Didasarkan atas jasa Sebanding

hasil usaha

para

anggota

dengan Tidak ada

kpd pemasukan

koperasi Bentuk usaha tersebut di atas, ada yang berbadan hukum, ada pula yang tidak berbadan hukum. Menurut Subekti badan hukum pada pokoknya adalah suatu badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak – hak dan melakukan perbuatan seperti seorang manusia, serta memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat atau menggugat di depan hakim. 25

. Badan hukum sebagai subjek hukum mencakup hal – hal sebagai berikut26 : -

perkumpulan orang ( organisasi ); dapat melakukan perbuatan hukum ( rechtshandeling ) dalam hubungan – hubungan hukum ( rectsbetrekking ); mempunyai harta kekayaan tersendiri; mempunyai pengurus;

25

Bandingkan dengan pendapat Rochmat Sumitro : Badan hukum ( rechtpersoon ) ialah suatu badan yang dapat mempunyai harta, hak serta kewajiban seperti orang pribadi. Chidir Ali, Badan Hukum, Alumni, Bandung, 1987, hlm. 19. 26 Chidir Ali, ibid. Berkaitan dengan teori yang dikemukakan oleh para ahli tentang badan hokum, antara lain terdapat dua teori, yaitu teori fiktie dari von Savigny dan teori harta kekayaan bertujuan dari Brinz. Ali Ridho, Badan Hukum dan Kedudukan Hukum Badan Hukum Perseroan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, Bandung, Alumni, 1986, hlm. 9

11

-

mempunyai hak dan kewajiban dapat digugat atau menggugat di depan pengadilan.

B. Kedudukan Hukum Nasabah Penyimpan Dana Menurut Hukum Positif. Bank merupakan salah satu finacial intermediary. Sebagai lembaga perantara keuangan, bank memiliki fungsi menghimpun dana dari pihak yang memiliki kelebihan dana ( surplus of funds ) dan menyalurkannya kepada pihak yang memerlukan dana ( lack of funds ). Dalam hal penghimpunan dana masyarakat, kepercayaan masyarakat untuk menyimpan dananya pada bank merupakan modal utama bank. Jika dilihat dari prosentase dana yang dikelola olah bank, dana titipan masyarakat pada bank memiliki prosentasi yang sangat besar, yaitu sekitar 60 – 70 % dibanding dari modal bank itu sendiri yang berkisar 30 – 40 %. Melihat besarnya dana yang dikelola oleh bank, maka betapa bank sangat memerlukan dana masyarakat untuk bisa beroperasi dengan semestinya. Dari uraian di atas, tampak bahwa dana masyarakat pada bank memiliki peranan yang sangat besar dalam operasi bank khususnya dan dalam pembangunan nasional umumnya, yaitu sebagai salah satu sumber pembiayaan pembangunan. Oleh karena itu dapat dibayangkan apa jadinya dan bagaimana keadaannya jika masyarakat tidak memiliki kepercayan pada bank sehingga enggan menyimpan dananya pada bank, bagaimana jika masyarakat lebih suka menyimpan dananya di balik bantal atau pada celengan kayu yang disimpan di rumahnya. Kalau kita melihat betapa dana masyarakat yang dititipkan pada bank mempunyai peran yang sangat besar dalam proses pembangunan, namun bagaimanakah perlindungan hukum terhadap para nasabah penyimpan dana tersebut ? apakah undang – undang perbankan mengatur mengenai hal ini ? Jika kita kaji pasal-demi pasal undang – undang perbankan yang telah kita miliki – baik UU No 14 Tahun 1967, UU No 7 Tahun 1992, maupun undang – undang yang terakhir, yaitu UU No 10 tahun 1998 – tidak ada satu pasal pun yang mengatur mengenai kedudukan nasabah penyimpan dana. Hal ini sangat berbeda dengan UU No. 2 tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian dan UU No. 11 tahun 1992 tentang Dana Pensiun. Dalam UU Perasuransian diatur tentang kedudukan pemegang polis atas harta kekayaan perusahaan asuransi yang dilikuidasi, pemegang polis diberi kedudukan utama. Demikian halnya dengan peserta dana pensiun, peserta dana pensiun mempunyai hak utama jika perusahaan dana pensiun dilikuidasi. UU perbankan tidak mengatur mengenai kedudukan penyimpan dana bila sebuah bank dilikuidasi. Oleh karena itu untuk bisa melihat kedudukan nasabah penyimpan dana, kita harus merujuk ke undang-undang lainnya, dalam hal ini adalah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Nasabah bank penyimpan dana – yang umumnya penabung-penabung kecil – jika dilihat kedudukannya menurut KUH Perdata adalah sebagai kreditur konkuren, kreditur yang harus berbagi dengan kreditur lainnya dalam memperoleh haknya setelah kekayaan bank tersebut dikurangi untuk kreditur preferen dan kreditur istimewa lainya, termasuk kewajiban bank kepada Negara. Jika diurut berdasarkan undang-undang, maka posisi atau kedudukan nasabah bank penyimpan dana ada posisi ketujuh.

12

Dengan demikian tidak mengherankan jika pada saat Bank Summa dilikuidasi pada tahun 1994 – an yang lalu, banyak nasabahnya yang belum memperoleh haknya atau memperoleh hak tidak sesuai dengan jumlah simpanannya.

3. Pembentukan Hukum dan Fungsi Hukum Pembangunan hukum senantiasa menuntut adanya visi dari proses yang secara sadar diarahkan kepada pertumbuhan dan pembangunan hukum. Pembangunan hukum tidak mungkin hanya dipercayakan dan tergantung pada penguasa saja karena eksistensi hukum tidak bisa dilepaskan dari dinamik sosial. Prioritas “political will” penguasa pemerintahan akan lebih mudah dicurahkan pada pembangunan ekonomi dan teknologi dibandingkan dengan pembangunan hukum dan keadilan. Pembangunan hukum berkorelasi dengan Visi kerakyatan, karena hukum senantiasa menyangkut “behaviour” atau tingkah laku masyarakat. Dalam suatu konstruksi hukum atau undang-undang penempatan posisi rakyat sebagai pemegang peran (role accupat) dan dilack (trace) secara paradigmatik. Apakah perangkat undang-undang itu mempergunakan Paradigma Kontrol Sosial, Paradigma Nilai, Paradigma Institusi atau Paradigma Ideologi. Pembangunan hukum juga menyangkut tingkah laku birokrasi yang berparadigma Menurut Satjipto Rahardjo Pembangunan hukum yang dirancang-bangun oleh dan dengan desain dominasi kebijaksanaan pemerintah, maka akan muncul bangunan hukum yang hanya memberi naungan bagi kekuasaan dan birokrasi. Dalam hubungan ini, jika pemerintahan Orde Lama banyak memberlakukan hukum warisan Kolonial dan hukum buatan Indonesia yang represif serta otorioter sebenarnya merupakan refleksi dari pola pembangunan yang lebih menekankan pada ideologi stabilitas. Pembentukan undangundang terkait dengan proses politik. Proses-proses politik antaranya terlihat pada pembuatan hukum (undang-undang, peraturan). Di sini pembuatan hukum tidak kita lihat sebagai proses hukum melainkan sebagai manifestasi dari kegiatan politik yaitu membuat deskripsi mengenai keadaan ideal dan memobilisasi sumber-sumber daya untuk mencapainya melalui pembangunan kekuasaan. Sedangkan negara yang menyatakan dirinya sebagai negara demokrasi mensyaratkan adanya partisipasi penuh masyarakat secara politik serta keterkaitan maksimal dari rakyat dalam menentukan kebijaksanaan yang menyangkut kepentingan publik. Begitu pula dalam pembangunan hukum nasional,

13

nilai-nilai yang ada dan berkembang dalam kehidupan masyarakat mutlak harus dijadikan fondasi bangunan, agar hukum yang berlaku tidak tercabut dari bumi budaya masyarakatnya. Berbicara tentang fungsi hukum, maka tidak dapat dilepaskan dari peran para teoritisi hukum. Para teoritisi hukum selalu didera oleh berbagai pertanyaan mendasar yang pada akhirnya selalu bermuara pada harkat dan martabat kehidupan dan kemanusiaan. Pola – pola persoalan dan pertanyaan mendasar : 1.

Seberapa jauh hukum mampu memberikan solusi atas setiap kemajuan dan perkembangan IPTEK dalam rangka melindungi kehidupan kemanusiaan ?,

2.

Seberapa jauh hukum mampu mengatur dan memberikan pengamanan dan rambu – rambu bagi kegiatan ekonomi yang dapat memberikan jaminan keseimbangan kepentingan di dalam tata kehidupan ini ?,

3.

Aspek – aspek hukum apa saja yang perlu dipersiapkan untuk mengantisipasi perkembangan IPTEK

dalam rangka kehidupan

kebangsaan dan perekonomian nasional ?27 Persoalan mendasar di atas menjadi landasan untuk mengkaji bagaimana fungsi hukum, perlu dikaji pendapat Antonie A.G. dari Rijksuniversiteit Utrecht tentang fungsi hukum dalam masyarakat. Menurutnya terdapat tiga perspektif dari fungsi hukum dalam masyarakat. Pertama adalah Perspektif kontrol sosial dari pada hukum. Tinjauan ini dapat disebut sebagai tinjauan dari pandangan polisi terhadap hukum ( the policemen view of the law ). Untuk memahami fungsi hukum dalam perspektif ini diajukan teori Emile Durkheuim. Kedua perspektif sosial engineering. Tinjauan ini dipergunakan oleh para pejabat ( the official’s perspective of the law ), oleh karena pusat perhatiannya adalah apa yang diperbuat oleh pejabat / penguasa dengan hukum. Tinjauan ini kerap kali disebut juga dengan the technocrat’s view of the law. Yang dipelajari di sini adalah sumber – sumber kekuasaan apa yang dapat dimobilisasikan dengan penggunaan hukum. Untuk memahami hukum dalam perspektif ini diajukan teori Max Weber mengenai 27

Sri Redjeki Hartono, Op.Cit., hlm. 30

14

hukum dan perubahan masyarakat. Perspektif yang ketiga adalah perspektif emansipasi masyarakat dari pada hukum. Perspektif ini merupakan tinjauan dari bawah terhadap hukum ( the bottom’ up view of the law ), dan dapat pula disebut sebagai perspektif konsumen ( the consumer’s perspective of the law ). Untuk memahami fungsi hukum dalam masyarakat dalam perspektif partisipasi, ditunjuk konsepsi yang dikemukakan oleh Philippe Nonet dan Philip Selzick. 28 Philippe Nonet dan Philip Selznick membedakan tiga keadaan dasar

mengenai

hukum dalam masyarakat, yaitu : (1)

Hukum represif, yaitu hukum sebagai alat kekuasaan yang bertujuan untuk mempertahankan status quo penguasa.

(2)

Hukum otonom, yaitu hukum sebagai suatu pranata yang mampu menetralissir represi dan melindungi integritas hukum itu sendiri.

(3)

Hukum responsive, yaitu hukum sebagai suatu sarana respons terhadap ketentuan – ketentuan sosial dan aspirasi – aspirasi masyarakat.29

Berkaitan dengan pengembangan BMT di Indonesia, fungsi hukum haruslah di arahkan pada fungsi hukum dalam perspektif partisipasi masyarakat. Dengan pilihan hukum responsive, yakni hukum sebagai suatu sarana merespons terhadap ketentuan – ketentuan, lembaga – lembaga

social dan aspirasi – aspirasi masyarakat. Lahir dan

tumbuhnya BMT di Indonesia pada dasarnya karena aspirasi masyarakat. Hal ini terlihat dari Perkembangan BMT khususnya dan lembaga keuangan syariah umumnya secara informal telah dimulai sebelum dikeluarkannya kerangka hukum formal sebagai landasan operasional perkoperasian syariah di Indonesia. Sebelum tahun 1992, telah didirikan beberapa badan usaha pembiayaan non koperasi yang telah menerapkan konsep bagi hasil dalam kegiatan operasionalnya. Hal tersebut menunjukkan kebutuhan masyarakat akan hadirnya institusi – isntitusi keunagan yang dapat memberikan jasa keuangan yang sesuai dengan syariah. 30 Tepat

apa yang dikatakan Satjipto Rahardjo

bahwa

hukum suatu bangsa

sesungguhnya merupakan pencerminan kehidupan sosial bangsa yang bersangkutan. 21 Rony Hanityo. Studi Hukum dan Masyarakat. Alumni Bandung,1985. hlm. 15-16 29 Rony Hanityo, Op.cit., hlm 18 30 Ai Darukiah. Kebijakan Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia dalam Pengembangan Ekonomi Syariah. Makalah disajikan dalam Seminar tentang Prospek Sistem Pembiayaan Syariah pada UKM, Bandung, 10 April 2004, hlm. 1

15

Dengan demikian, layak pula bila dikatakan bahwa hukum adalah fungsi sejarah sosial suatu masyarakat. Tapi hukum bukanlah bangunan sosial yang statis, melainkan ia bisa berubah dan perubahan ini terjadi karena fungsinya untuk melayani masyarakatmya. Perubahan yang paling nyata terjadi manakala diikuti sejarah sosial suatu bangsa. Lembaga keuangan merupakan salah satu contoh apa yang dikemukakan oleh Satjipto Rahadjo, hukum lembaga keuangan tidak boleh statis, pada masa lalu tidak atau belum dikenal dan belum diatur tentang lembaga keuangan syariah, untuk melayani kebutuhan masyarakat, maka perlu disusun aturan tentang lembaga keuangan syariah, khususnya BMT. Menghadapi perubahan yang terjadi pada masyarakat, maka hukumpun perlu penataan dan efektivitas hukum nasional. Mengenai hal ini

Romli Atmasasmita

31

mengatakan empat masalah mendasar yang mendesak untuk dilaksanakan : 1. Reaktualisasi sistem hukum yang bersifat netral dan berasal dari hukum lokal ( hukum adat dan hukum Islam ), ke dalam hukum nasional di satu sisi, dan di sisi lain juga terhadap hukum yang bersifat netral yang berasal / bersumber dari perjanjian internasional. 2. Penataan

kelembagaan aparatur

hukum yang masih belum dibentuk secara

komprehensif sehingga melahirkan berbagai ekses antara lain egoisme sektoral dan menurunnya kerjasama antara aparatur hukum secara signifikan. Hal ini dikarenakan miskinnya visi dan misi aparatur hukum tentang pengertian due proces of law, impartial trial, transparancy, accuntability, the right to councel. 3. Pemberdayaan masyarakat baik dalam bentuk meningkatkan akses masyarakat dalam kinerja pemerintahan dan peningkatan kesadaran hukum masyarakat. Kedua hal tersebut dimasukkan ke dalam “ budaya hukum “. 4. Masalah pemberdayaan birokrasi ( beueucratic Engineering / BE) dalam konteks peranan hukum dalam pembangunan. Pemberdayaan di lingkungan birokrasi ini sangat penting antara lain dalam menjalankan TAP MPR RI No XI/MPR RI/1999 dan TAP MPR RI Nop VIII/MPR/2001.

31

Romli Atmasasmita, Pengantar Hukum Kejahatan Bisnis, Kencana, Jakarta, 2003, hlm. 17-19

16

Menurut E. Saefullah, perkembangan dan tuntutan masyarakat yang terus menerus meningkat diberbagai bidang

memerlukan sarana hokum

yang memadai, sehingga

semua proses interaksi dalam masyarakat berjalan dengan teratur dan damai.

Oleh

karena itu masalah sarana hokum merupakan salah satu dari tiga upaya pembinaan / pengembangan hokum nasional yang harus terus mendapat perhatian yang serius dan diprioritaskan.32 Sependapat dengan Romli Atmasasmita, Sunaryati Hartono

memandang

perlu

reaktualisasi hukum adat ke dalam hukum nasional. Hal ini disebabkan peran yang penting dari hukum kebiasaan. `Peran yang penting hukum kebiasaan yang bersumber pada hukum kontrak disebabkan oleh karena perundang – undangan ( hukum tertulis ) tidak akan mampu mengejar perubahan dalam masyarakat yang begitu besar dan begitu cepat sebagai akibat pembangunan yang berencana. Sehingga dapat dibayangkan bahwa tidak mungkin lagi menyusun kodifikasi. Oleh sebab itu masyarakat akan mencari jalan sendiri untuk mengatur kepentingannya, sampai pembentuk undang – undang tergugah untuk mengatur perkembangan baru itu dalam undang – undang.33 Pernyataan ini seperti apa yang dialami BMT saat ini, BMT telah tumbuh dan berkembang karena masyarakat memandang perlu adanya lembaga ini walaupun pengaturannya belum ada, masyarakat mencari jalan sendiri untuk mengatur BMT antara lain seperti apa yang dilakukan oleh PINBUK. Namun demikian semestinya pengaturan tentang lembaga keuangan syariah dan BMT khususnya haruslah disesuaikan dengan arah pembangunan di bidang hukum ekonomi. Pembangunan di bidang hukum ekonomi perlu difokuskan pada satu konsep yang jelas, salah satu orientasi yang harus dan perlu disiapkan adalah upaya pada mewujudkan terciptanya demokrasi ekonomi yang berorientasi pada kemakmuran, keadilan dan kesejahteraan sosial. Orientasi ini dapat terwujudkan antara lain apabila dapat diwujudkan pula berbagai pranata / peraturan lain yang mengandung nilai keadilan dalam rangka mencapai kemakmuran dan kesejahteraan.

32

H.E. Saefullah, Pembinaan Hukum Nasional Menuju Terwujudnya Masyarakat Madani, Artikel dalam Jurnal Syiar Madani, Fakultas Hukum Unisba, Bandung, Vol.VI No 1 maret 2004, hlm12 33 Artidjo Alkostar ( editor), Pembanguan Hukum dalam Perspektif Politik Hukum Nasional, Rajawali, Jakarta, 86,hlm 21

17

Khusus untuk perangkat hukum yang diharapkan mampu memenuhi kebutuhan hukum di bidang kegiatan ekonomi harus memenuhi asas keseimbangan, pengawasan publik, asas campur tangan negara terhadap kegiatan ekonomi.34 Asas keseimbangan : -

keseimbangan kepentingan umum dan kepentingan privat;

-

Keseimbangan kepentingan produsen dan konsumen,

-

Keseimbangan kepentingan pengusaha dan tenaga keja,

-

Keseimbangan anatar kepentingan para pihak dalam perjanjian.

Asas Pengawasan Publik : Merupakan salah satu mekanisme campur tangan kekuatan masyarakat secara umum melakukan kontrol ( Pengawas terhadap kegiatan individual, kelompok, badan usaha atau kepompok badan usaha yang melakukan kegiatan ekonomi ). Asas campur tangan negara : -

Menjaga keseimbangan kepentingan semua pihak;

-

Melindungi kepentingan produsen dan konsumen

-

Melindungi kepentingan negara dan kepentingan umum terhadap kepentingan perusahaan dan pribadi

Untuk memahami Fungsi hukum dalam pengembangan BMT perlu dijadikan pelajaran berharga, bagaimana politik hukum pada masa penjajahan dulu dan pengaruhnya terhadap kegiatan ekonomi nasional, khususnya untuk tumbuh dan berkembangnya sistem ekonomi syariah. .Bertolak dari masa lalu, yaitu pada suatu kenyataan sejarah bahwa politik hukum Indonesia pada masa penjajahan adalah sangat diskriminatif, baik pada subjek – subjek hukum pelaku ekonomi, mengakibatkan timbulnya diskriminasi lain yang lebih luas, termasuk pada bidang ekonomi dan kegiatan ekonomi masyarakat pada umumnya. Diskriminasi pada kegiatan ekonomi meliputi jenis kegiatan bidang usaha tertentu yang dapat dilakukan oleh yang lain. Alasan yang dipakai antara lain karena faktor perangkat peraturan dirancang untuk keperluan tersebut. Berdasarkan perangkat hukum yang tersedia dapat pula dipakai sebagai dasar untuk memberikan fasilitas – fasilitas tertentu yang sifatnya juga diskriminatif.35 34 35

Sri Redjeki Hartono, Op.Cit.,hlm. 13 - 15 Sri Redjeki Hartono, Kapita Selekta Hukum Ekonomi, Mandar Maju, Bandung, 2000, hlm. 2 )

18

Memperhatikan perkembangan BMT saat ini, selain memiliki keunggulan juga memiliki kelemahan dan tantangan. Kelemahan dan tantangan utama lembaga keuangan syariah seperti BPRS dan BMT dari sisi internal adalah kualitas SDM yang kurang memadai, lemahnya sistem pengendalain internal ( sistem dan prosedur ), lemahnya permodalan, dan pengaturan yang belum memadai. Pada tahap awal pendirian para pendirinya lebih berbekal semangat (ghirah ) untuk menjalankan syariah Islam dan menganggap pendirian BPRS sebagai gerakan ekonomi umat, yang siap menanggung biaya gerakan itu betapa pun besarnya. Pada kenyataannya, betapapun kecilnya BPRS adalah industri bank yang high skill intensif . Pada skala BPRS pun esensi bank management tetap lah risk management, yaitu mengelola risiko menjadi kepentingan.36 Berbicara tentang pengaturan BMT dan lembaga keuangan syariah, kita masih dihadapkan

pada

berbagai

kesulitan

pengembangan

hukum

perdagangan

di

Indonesia.Kesulitan mengembangkan hukum perdagangan di Indonesia adalah belum adanya undang – undang atau hukum tertulis yang mengatur hal ihwal hukum perdata dan dagang sebagai soal yang mendasar seperti misalnya hukum yang mengatur perikatan atau kontrak atau bentuk usaha lain selain perseroan terbatas. Namun demikian banyak ketentuan ketentuan hukum perdata dan dagang sebenarnya sudah berlaku dalam kenyataan hidup masyarakat walaupun tidak ada undang – undang atau hukum tertulis. Asas – asas hukum perdata seperti pacta sunt servanda ( perjanjian yang diadakan harus ditaati atau bona fides ( itikad baik ) dan asas – asas lain maupun konsep hukum perdata seperta seperti asas kebebasan berkontrak sudah cukup dikenal dan dipergunakan. Soalnya demi kepastian hukum kesemuanya ini sebaiknya diberi bentuk hukum tertulis atau undang –undang. Hukum perikatan sudah mendesak sekali untuk diundangkan, bersama dengan bentuk bentuk usaha dagang ( perusahaan dagang ) selain perseroan terbatas, materi ini merupakan dasar atau tulang punggung bagi pengembangan hukum perdata dan dagang.37 Dan akan membawa pengaruh terhadap perkembangan BMT di Indonesia karena pada dasarnya pengaturan tentang BMT harus sejalan dengan aturan perdata dan dagang secara umum. 36

Zainul Arifin, Memahami Bank Syariah, Lingkup, Peluang, Tantangan, dan Prospek. Al fabet, Jakarta, 1999., hlm. 134. 37 Mochtar Kusumaatmadja, Konsep – konsep Hukum dalam Pembangunan Pusat Studi Wawasan Nusantara , Hukum dan Pembangunan , Bandung 2002. hlm. 193

19

Sesuai dengan fungsi hukum dalam masyarakat, hukum berfungsi untuk mengintegrasikan proses-proses sosial, politik, ekonomi dan sebagainya sehingga tercipta suatu pola-pola hubungan yang jelas dan mapan, yang umumnya disebut dengan ketertiban itu. 38 Namun hukum bukan merupakan sarana atau instrumen yang sudah siap belaka, hukum bukan sebagai sarana yang utuh, “solid” sehingga tinggal melihat hasilnya saja. Hukum dipengaruhi oleh unsur-unsur dan berbagai faktor. Lebih jauh Satjipto Rahardjo mengemukakan bahwa agar hukum dapat bekerja sesuai dengan harapan masyarakat, maka diperlukan pembangunan hukum itu sendiri. Pembangunan hukum tersebut meliputi : 1. Pembuatan hukum yang baik. Tolok ukur adalah : Pembuatan hukum suatu peraturan yang memiliki efektivitas tinggi untuk tujuan yang hendak dicapainya. Untuk hal ini diperlukan banyak fasilitas pendukungnya. 2. Manusia-manusia yang berhubungan dengan pelaksanaan hukum. Di sini diperlukan mentalitas manusia-manusia (aparat penegak hukum dan masyarakat itu sendiri). 3. Dukungan kekuatan-kekuatan di luar hukum yang memadai yang memungkinkan hukum itu dijalankan dengan baik, yaitu kemauan politik dari pemerintah untuk menjalankan hukum dengan seksama. D. PENUTUP 1. Kesimpulan a. Fungsi BMT dalam pemberdayaan usaha kecil dan menengah b. BMT memiliki karakteristik yang khas dibandingkan dengan jenis – jenis usaha yang telah ada, karena selain memiliki misi komersial ( baituttamwil ) juga memiliki misi sosial ( baitul maal ), oleh karenanya BMT bias dikatakan sebagai variant baru dari jenis – jenis usaha yang telah ada. Belum ada landasan hukum yang memadai bagi beroperasinya BMT di Indonesia, walaupun beberapa BMT mengambil bentuk hukum koperasi, namun hal ini masih bersifat pilihan, dan bukan keharusan. Untuk BMT yang berbadan hukum koperasi, maka UU No 2 Tahun 1992 tentang Koperasi. dapat dijadikan landasan untuk menentukan hak dan kewajiban, organ , namun untuk BMT yang tidak berbadan hukum, maka tidak jelas ada pemisahan harta kekayaan pendiri dengan BMT, hal ini akan menyulitkan dari segi 38

Satjipto Rahardjo, Op.Cit.,hal. 7.

20

pertanggungjawab, hak, kewajiban dan wewenanga Pendiri dan Pengurus. Dalam hal BMT jatuh pailit. c. BMT berbadan hukum ? d. Fungsi hukum haruslah di arahkan pada fungsi hukum dalam perspektif partisipasi masyarakat. Dengan pilihan hukum responsive, yakni hukum sebagai suatu sarana merespons terhadap ketentuan – ketentuan, lembaga – lembaga social dan aspirasi – aspirasi masyarakat. Lahir dan tumbuhnya BMT di Indonesia pada dasarnya karena aspirasi masyarakat.

21

DAFTAR PUSTAKA - Ai Darukiah. Kebijakan Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia dalam Pengembangan Ekonomi Syariah. Makalah diskusi dalam Seminar tentang Prospek Sistem Pembiayaan Syariah pada UKM. Politeknik Negeri Bandung. Bandung. 10 April 2004. - Annabani, Tqyudin, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif, Perspektif Islam, Risalah Gusti, Surabaya 1996. - Antonio, Syafi’i. Bank Syari’ah Suatu Pengenalan Umum. Tazkia Institute. Jakarta 2000. - Atmasasmita, Romli. 2003. Pengantar Hukum Kejahatan Bisnis. Kencana. Jakarta. - Artidjo Alkostar ( editor). Pembanguan Hukum dalam Perspektif Politik Hukum Nasional. Rajawali. Jakarta. - Arifin, Zainun. 1999. Memahami Bank Syariah, Lingkup, Peluang, Tantangan, dan Prospek. Al fabet, Jakarta. -

Budiharjo, Arief. 2004. Pengenalam BMT. Makalah disajikan pada Seminar tentang Makalah disajikan dalam Seminar tentang Prospek Sistem Pembiayaan Syariah pada UKM. Bandung. 10 April 2004. Politeknik Negeri Bandung.

- Djumhana. 2000. Hukum Perbankan di Indonesia. Citra Aditya Bhakti. Bandung. - Fauzi, Yuslam. Peluang Perbankan Syari’ah di Indonesia, Makalah pada Seminar Nasional Menyongsong Era Double Banking Sistem, Islamic Studies Economic Group. FE UNPAD Bandung, 24 Maret 2001 - Faisal, Sanafiah. 1993. Penelitian Kualitatif: Dasar-dasar dan Aplikasi. YA3. Malang. Utama. Jakarta. 1993. - Fuady, Munir, Hukum Perbankan Modern. Citra Aditya Bhakti. Bandung 1999 - Hamid, Lutfi. 2003. Jakarta.

Jejak – jejak Ekonomi Syariah. Senayan Abadi Publishing.

- Hanityo, Rony. 1986. Studi Hukum dan Masyarakat. Alumni Bandung,1985 22

- Hadi, Sutrisno, 1998. Statistik 2. Andi Ofcet.Yogyakarta - Hartono. Sri Redjeki. 2000. Kapita Selekta Hukum Ekonomi. Mandar Maju. Bandung. - Karim, Adiwarman. 2001. Perspektif Sejarah, Makro dan Mikro Ekonomi Bank Syari’ah. Makalah pada Seminar Nasional Menyongsong Era Double Banking Sytem. Islamic Studies Economic Group. FE UNPAD Bandung. - Kusumaatmadja, Mochtar. 2002. Konsep – konsep Hukum dalam Pembangunan Pusat Studi Wawasan Nusantara . Hukum dan Pembangunan . Bandung. - Lubis, Ibrahim, Ekonomi Islam suatu Pengantar. Kalam Mulya, Jakarta , 1995 - Manan, Abdul, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Dana Bhakti Wakaf, Yogyakarta, 1996 - Muhammad, Abdulkadir. 1999. Hukum Perusahaan Indonesia. Citra Aditya Bhakti. Bandung. - Moleong. Lexi. 1995. Metode Penelitian Kualitataif. Remaja Rosda Karya. Bandung. -

Syahdaeni. Sutan Remy. 1999. Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Perbankan Indonesia. Pustaka Utama Grafiti. Jakarta.

- Suyatno, Thomas. 1990. Dasar-dasar Perkreditan. Gremedia. Jakarta. - Sutjipto, Bahan Penataran dan Lokakarya : Menyimak Ulang Penelitian Hukum - Soekamto, Suryono. 1995. Penelitian Hukum Normatif : Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta.Raja Grafindo Persada. - Samekto, Ajie, F.X. 2003. Studi Hukum Kritis : Jritik terhadap Hukum Modern,.Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang. - Saefullah, E. Pembinaan Hukum Nasional Menuju Terwujudnya Masyarakat Madani, Artikel dalam Jurnal Syiar Madani, Fakultas Hukum Unisba, Bandung, Vol.VI No 1 maret 2004, hlm12 - Warasih, Ismi. 2004. Pemberdayaan Masyarakat dalam Menujudkan Tujuan Hukum ( Proses penegakan Hukum dan Keadilan ). Pidato Pengukuhan Disajikan dapam Upacara Penerimaan Jabatan Guru Besar Madya dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum UNDIP. - Harian Republika

Surat Khabar- Jurnal

23

- Jurnal Hukum Bisnis

Peraturan Perundang-undangan : - KUH Perdata - KUH Dagang - UU No 2 Tahun 1992 Tentang Koperasi - UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas

24

BMT ( BAITUL MAAL WAT TAMWIL ) SEBAGAI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH DI INDONESIA

Pra Usulan Penelitian

NENI SRI IMANIYATI

Promotor Prof.Dr. Hj. Sri Redjeki Hartono,S.H L.C.,M.A

Co Promotor Prof.Dr. Rahmat Syafe’I

25

PROGRAM DOKTOR ILMU HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Kepada Yth. Prof. DR. Hj. Sri Redjeki Hartono, S.H. Jl. Badak III No 33 Semarang

Neni Sri Imaniyati Jl. Bukit Pakar Utara No 36 Bandung

26

F.X. Adji Samekto, Studi Hukum Kritis : Jritik terhadap Hukum Modern, Badan Penerbit Universitas diponegoro, Semarang, 2003, hlm. 44

27

Hal : Permohonan Pinjaman Dana

Bandung, 6 April 2006

Kepada Yth. Bapak Pembantu Rektor II Universitas Islam Bandung

Assalamu’alaikum Wr.Wb. Terlebih dahulu saya informasikan perkembangan pendidikan saya pada Program Doktor Ilmu Hukum UNDIP. Saat ini Promotor dan Co Promotor telah menyetujui saya untuk mengikuti Seminar Hasil Penelitian. Berdasarkan Jadwal, saya dapat mengikuti seminar tersebut pada tanggal 11 April 2006. Adapun biaya untuk mengikuti seminar tersebut sebesar : a. Untuk honor penguji 4 orang ( promotor dan penelaah ) b. Transport dan akomodasi co promotor dari Bandung ( Prof.DR.Rachmat Syafe’i dari UIN Bandung ) Jumlah

: Rp 2.000.000 : Rp 2.000.000 : Rp 4.000.000

Mengingat seminar ini merupakan suatu tahapan yang harus dilalui, jika seminar ini tidak dilaksanakan tentu saja saya tidak dapat melanjutkan proses penyusunan disertasi ini ke tahap selanjutnya. Namun demikian saat ini dana yang saya miliki untuk biaya seminar tersebut tidak memadai. Untuk itu melalui surat ini kami mohon pinjaman dana utuk biaya tersebut dan mohon dikompensasikan dengan dana bantuan penelitian dari UNISBA bagi mahasiswa program doktor. Demikian permohonan ini kami sampaikan, atas perhatian Bapak, saya mengucapkan terimakasih. Wassalamu’alaikum Wr.Wb. Hormat saya,

Neni Sri Imaniyati

28

Kepada Yth Bapak Pembantu Rektor II Universitas Islam Bandung Di Bandung

29