ETIKA PENEGAKAN HUKUM DALAM PELAKSANAAN TUGAS DAN

Download merupakan urutan prioritas, sebab ketiga-tiganya sama penting, sedangkan dalam pelaksanaannya tugas pokok mana .... Penegakan kode etik pro...

0 downloads 476 Views 565KB Size
ETIKA PENEGAKAN HUKUM DALAM PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG KEPOLISIAN Oleh: AKBP Teguh Wahono, SH,MH

PENGERTIAN ETIKA • Menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah mengenai Nilai mengenai benar atau salah • Etimologi, (Yunani) adalah “Ethos”, yang berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). • Etika = moral (Latin, yaitu “Mos” dan dalam bentuk jamaknya “Mores”, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghindari hal-hal tindakan yang buruk.

ETIKA menurut ahli Drs. O.P. SIMORANGKIR : etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik. Drs. Sidi Gajalba : etika adalah teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal. K. Bertens: Etika adalah nilai-nila dan norma-norma moral, yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Ramali dan Pamuncak: Etika adalah pengetahuan tentang prilaku yang benar dalam satu profesi.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat dipahami esensi-esensi penting , mengenai peran, fungsi dan tugas pokok Polri, yaitu: a. Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri [(Pasal 5 (1)].

b.

c.

Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat [Pasal 2]. Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia [Pasal 4].

Dari uraian di atas menunjukkan, bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia memang merupakan salah satu lembaga pemerintahan di bawah Presiden yang memiliki peran, fungsi dan tugas pokok melaksanakan urusan keamanan dalam negeri yang meliputi : (1) pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat; (2) penegakan hukum; (3) perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Ketiga tugas pokok tersebut sesungguhnya : “bukan merupakan urutan prioritas, sebab ketiga-tiganya sama penting, sedangkan dalam pelaksanaannya tugas pokok mana yang akan dikedepankan sangat tergantung pada situasi masyarakat dan lingkungan yang dihadapi karena pada dasarnya ketiga tugas pokok tersebut dilaksanakan secara simultan dan dapat dikombinasikan. Disamping itu, dalam pelaksanaan tugas ini harus berdasarkan norma hukum, mengindahkan norma agama, kesopanan, dan kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Karena itu, ketiganya dirumuskan ke dalam satu istilah yang mengandung pengertian umum sebagai berikut : “Keamanan dan ketertiban masyarakat adalah kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum, serta terbinanya ketenteraman, yang mengandung kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat”.

Penyimpangan perilaku anggota Polri tersebut di atas adalah merupakan pelanggaran terhadap peraturan disiplin anggota Polri sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri. Namun penegakan hukum terhadap peraturan disiplin anggota Polri saat ini dirasakan masih jauh dari harapan dan belum mampu secara maksimal memberikan dampak positif bagi perilaku anggota Polri baik dikarenakan proses dari penegakan hukumnya maupun hasil dari penegakan hukum peraturan disiplinnya, antara lain masih terjadi perbedaan persepsi tentang pelaksanaan ketentuan hukum disiplin Anggota Polri yang melakukan pelanggaran disiplin, meskipun hal tersebut telah diatur baik oleh PP RI No. 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri maupun ketentuan acara pelaksanaannya.

PP Nomor 2 Tahun 2013 tersebut merupakan pelaksanaan Pasal 34 dan Pasal 35 Undang-Undang kepolisian yang mengamanatkan agar setiap anggota Polri dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya harus dapat mencerminkan kepribadian bhayangkara Negara seutuhnya. Mengabdikan dirinya sebagai alat Negara penegak hukum, yang tugas dan wewenangnya bersangkut paut dengan hak dan kewajiban warga Negara secara langsung, diperlukan kesadaran dan kecakapan teknis yang tinggi, oleh karena itu setiap anggota Polri harus menghayati dan menjiwai etika profesi kepolisian dalam sikap dan perilakunya.

Upaya penegakan disiplin dan Kode Etik Kepolisian sangat dibutuhkan guna terwujudnya pelaksanaan tugas yang dibebankan dan tercapainya profesionalisme Polri. Sangat tidak mungkin penegakan hukum dapat berjalan dengan baik, apabila penegak hukumnya sendiri (Polri) tidak disiplin dan tidak profesional. Ketidakdisiplinan dan ketidakprofesionalan Polri akan sangat berdampak dalam hal penegakan hukum atau pengungkapan kejahatan yang terjadi di masyarakat.

Dengan demikian, berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara RI, ditetapkan bahwa kepolisian Negara RI tunduk kepada peraturan disipllin Polri. Peraturan disiplin anggota kepolisian Negara RI pada dasarnya adalah serangkaian norma untuk membina, menegakkan disiplin dan memelihara tata tertib kehidupan anggota kepolisian Negara RI. Apabila Anggota Polri melanggar HAM dan berkaitan dengan yang tercantum pada Pasal 7 dan Pasal 8 hukum disiplin Polri, maka anggota Polri tersebut dikenakan hukuman disiplin.

Dalam rangka memelihara kehidupan bernegara dan bermasyarakat, anggota Polri dilarang : Melakukan hal hal yang dapat menurunkan kehormatan dan mertabat negara, pemerintah atau kepolisian RI Bertindak sbg pelindung di tempat perjudian, prostitusi, dan tempat hiburan. Menadi penagih hutangatau menjadi pelindung orang yg punya hutang. Menjadi perantara / markus Melantarkan keluarga. Mempengaruhi proses penyidikan untuk kepentingan pribadisehinngga mengubah arah kebenaran materiil perkara. Menyalahgunakan wewenang

Pasal 7 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2003 yaitu : Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang ternyata melakukan pelanggaran Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dijatuhi sanksi berupa tindakan disiplin dan/atau hukuman disiplin. Pasal 8 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2003 yaitu : (1) Tindakan disiplin berupa teguran lisan dan/atau tindakan fisik. (2) Tindakan disiplin dalam Ayat (1) tidak menghapus kewenangan Ankum untuk menjatuhkan Hukuman Disiplin.

Pasal 9 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2003, menegaskan hukuman disiplin tersebut berupa: a. Teguran tertulis b. Penundaan mengikuti pendidikan paling lama 1 (satu) tahun c. Penundaan kenaikan gaji berkala d. Penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu) tahun e. Mutasi yang bersifat demosi f. Pembebasan dari jabatan g. Penempatan dalam tempat khusus paling lama 21 (dua puluh satu) hari.

Tujuan penjatuhan hukuman disiplin tersebut ialah untuk memperbaiki dan menuntun anggota Polri yang melakukan pelanggaran disiplin. Oleh sebab itu, setiap atasan yang berhak menghukum (ankum) wajib memeriksa terlebih dahulu dengan seksama anggota Polri yang melakukan pelanggaran disiplin itu. Pelaksanaan tugas, kewenangan, dan tanggung jawab anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia harus dijalankan secara profesional, proporsional, dan prosedural yang didukung oleh nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Tribrata dan Catur Prasetya dijabarkan dalam kode etik profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai norma berperilaku yang patut dan tidak patut.

Penegakan kode etik profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia harus dilaksanakan secara obyektif, akuntabel, menjunjung tinggi kepastian hukum dan rasa keadilan (legal and legitimate), serta hak asasi manusia dengan memperhatikan jasa pengabdian anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diduga melanggar kode etik profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Selaras dengan ketentuan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang mengamanatkan pengaturan Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Peraturan kode etik kepolisian tersebut, kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia/(PERKAP No 14 Tahun 2011 tentang kode etik).

Pasal 1 angka 4 PERKAP tersebut menyatakan “Etika Profesi Polri adalah kristalisasi nilai-nilai Tribrata dan Catur Prasetya yang dilandasi dan dijiwai oleh Pancasila serta mencerminkan jati diri setiap Anggota Polri dalam wujud komitmen moral yang meliputi etika kenegaraan, kelembagaan, kemasyarakatan, dan kepribadian.” Sementara itu, Kode Etik Profesi Polri yang selanjutnya disingkat KEPP adalah norma-norma atau aturan-aturan yang merupakan kesatuan landasan etik atau filosofis yang berkaitan dengan perilaku maupun ucapan mengenai hal-hal yang diwajibkan, dilarang, patut, atau tidak patut dilakukan oleh Anggota Polri dalam melaksanakan tugas, wewenang, dan tanggung jawab jabatan (Pasal 1 angka 5).

A. KEWAJIBAN Etika Kenegaraan (Pasal 6) Setiap Anggota Polri wajib: 1. setia kpd NKRI, Pancasila, UUD’45; 2. jaga Kamdagri, harkamtibmas, tib & tegaknya hukum, lind. yom, dan yan masy serta binkamtibmas dengan unjung tinggi HAM; 3. jaga terpeliharanya keutuhan wilayah NKRI; 4. jaga har persatuan dan kesatuan bangsa dlm kebhinekatunggalikaan dengan junjung tinggi kedaulatan rakyat; 5. utamakan kept bangsa dan NKRI dp kept sendiri, ss’orang, gol; 6. har dan jaga k’hor sang merah putih, bahasa Indonesia, Pancasila, dan lagu kebangsaan sesuai dgn per- UU; 7. bangun kerma dgn ss’ama pbjt p’lenggara neg’ dan pjbt neg dlm lak gas; dan 8. bersikap netral dalam kehidupan berpolitik

Pasal 9 Setiap Anggota Polri yg laks tgs gak hkm sbg p’nyelidik, p’nyidik pembantu, dan penyidik wajib lakn lidik, sidik perkara pidana, n selesaikan ssuai k’ttuan per- UU serta melaporkan hsl pelaksanaan gasnya kpd atasan penyidik.

Etika Kemasyarakatan Pasal 10 • menghormati harkat dan martabat manusia berdasarkan prinsip dasar HAM; • menjunjung tinggi prinsip kesetaraan bagi setiap warga negara di hadapan hukum; • memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan cepat, tepat, mudah,nyaman, transparan, dan akuntabel berdasarkan ketentuan peraturanperundang-undangan; • melakukan tindakan pertama kepolisian sebagaimana yang diwajibkan dalamtugas kepolisian, baik sedang bertugas maupun di luar tugas. • memberikan pelayanan informasi publik kepada masyarakat sesuai denganketentuan peraturan perundang-undangan; dan • menjunjung tinggi kejujuran, kebenaran, keadilan, dan menjaga kehormatandalam berhubungan dengan masyarakat.

Etika Kelembagaan Pasal 13

• • •

• • • •

lakukan, menyuruh lakukan,/ turut serta lakukan KKN dan/atau gratifikasi; ambil keputusan yg bertentangan dg ketentuan per-UU krn pengaruh keluarga, ssama agt Polri,/pihak ketiga; Sapaikan n sebarluaskan info yg tdk dp dipertangungjawabkan kebenarannya ttg institusi Polri dan/atau pribadi Agt Polri kpd pihak lain; menghindar dan/atau menolak perint dinas dlm rangka riksa internal yg dilakukan olh fungsi was terkait dg lap/aduan masy; lahgun kewenangan dlm laks gas kedinasan; keluarkan tahanan tanpa perintah tertulis dari penyidik, atasan penyidik atau PU, atau hakim yang berwenang; dan laks gas tanpa perintah kedinasan dari pejabat yg berwenang, kecuali ditentukan lain dlm ketentuan per-UU

Setiap Atasan dilarang: memberi perint yg bertentangan dg norma hukum, agama, dan norma kesusilaan; dan gun kewenangannya scr tidak bertanggung jawab.

Setiap Bawahan dilarang: melawan/menentang Atasan dg kata’s/ tindakan yg tidak sopan; dan menyampaikan lap yg tidak benar kepada Atasan.

Sesama Anggota Polri dilarang: 1. 2. 3. 4.

saling menista dan/atau menghina; meninggalkan Anggota Polri lain yang sedang bersama laks tugas; melakukan tindakan yang diskriminatif; melakukan permufakatan pelanggaran KEPP atau disiplin atau tindakpidana; dan berperilaku kasar dan tidak patut.

Pasal 14 Setiap penyelidik, penyidik pembantu, dan penyidik dilarang 1. abaikan keptingan p’lapor, t’lapor,/pihak lain yg terkait dlm perkara yg bertentangan dg ketentuan peraturan perundang-undangan; 2. tempatkan tsk di tempat bukan rutan/Polri dan tdk beritahukan kpd keluarga atau kuasa hukum tsk; 3. rekayasa dan manipulasi perkara yg menjadi tanggung jawabnya dlm rangka gakkum; 4. rekayasa isi ket. dalam BAP; 5. lakukan riksa thd ss’orang dg cara memaksa utk dptkan pengakuan; 6. lakukan penyidikan yg bertentangan dg ketentuan per-UU karena adanya campur tangan pihak lain; 7. hambat kepentingan p’lapor, t’lapor, dan pihak terkait lainnya yg sedang berperkara utk peroleh haknya dan/atau laksanakan kewajibannya;

8. rekayasa status BB sbg barang temuan atau barang takbertuan; 9. hambat dan menunda-nunda waktu penyerahan BB yg disita kpd pihak yg berhak sbg akibat di hentikannya penyidikan TP; 10. lakukan p’hentian atau buka kembali penyidikan TP yg tdk sesuai dg k’tuan per-UU; 11. lakukan hub/pertemuan scr langsung/tidak langsung diluar keptingan dinas dg pihak’s terkait dg perkara yg sdang ditangani; 12. lakukan riksa di luar kantor penyidik kecuali ditentukan lain sesuai dg tuan Per-UU; dan menangani perkara yg berpotensi timbulkan konflik kepentingan

8. rekayasa status BB sbg barang temuan atau barang takbertuan; 9. hambat dan menunda-nunda waktu penyerahan BB yg disita kpd pihak yg berhak sbg akibat di hentikannya penyidikan TP; 10. lakukan p’hentian atau buka kembali penyidikan TP yg tdk sesuai dg k’tuan per-UU; 11. lakukan hub/pertemuan scr langsung/tidak langsung diluar keptingan dinas dg pihak’s terkait dg perkara yg sdang ditangani; 12. lakukan riksa di luar kantor penyidik kecuali ditentukan lain sesuai dg tuan Per-UU; dan menangani perkara yg berpotensi timbulkan konflik kepentingan

Etika Kemasyarakatan Pasal 15 Setiap Anggota Polri dilarang: •

• • • • • •

Tolak /abaikan permintaan p’tolongan, bantuan, atau lap/aduan dr masy yg m’jadi lingkup tugas, fungsi dan kewenangannya; Mencari’s kesalahan masy yg bertentangan dg k’tuan per-UU; sebarluaskan berita bohong dan/atau sampaikan ketidak patutan berita yg dpt resahkan masy; keluarkan ucapan, isyarat, dan/atau tind dg m’sud utk dptkan imbalan /keuntungan pribadi dlm berikan yan masy; bersikap, berucap, dan bertindak sewenang-wenang; persulit masy yg butuhkan lind, yom, dan yan; lak perbuatan yg dpt rendahkan k‘hor perempuan pd saat lak tind kepolisian; dan/atau bebankan biaya tambahan dlm mb’rikan yan di luar k’tuan per-UU

Etika Kepribadian Pasal 16 Setiap Anggota Polri dilarang: anut n sebarkan agama dan kepercayaan yg dilarang oleh pemerintah; pengaruhi atau memaksa sesama Anggota Polri untuk mengikuti cara-cara beribadah di luar keyakinannya; tampilkan sikap dan perilaku m’hujat, serta menista kesatuan, Atasan dan/atau sesama Anggota Polri; dan/atau menjadi pengurus dan/atau anggota lembaga swadaya masyarakat dan organisasi kemasyarakatan tanpa persetujuan dari pimpinan Polri.

1. 2.

3.

4. 5. 6. 7.

Pasal 21 perilaku Pelanggar dinyatakan sebagai perbuatan tercela; kewajiban Pelanggar untuk meminta maaf secara lisan dihadapan Sidang KKEP dan/atau secara tertulis kepada pimpinan Polri dan pihak yang dirugikan; kewajiban Pelanggar untuk mengikuti pembinaan mental kepribadian, kejiwaan, keagamaan dan pengetahuan profesi, sekurang-kurangnya 1 (satu) minggu dan paling lama 1 (satu) bulan; dipindah tugaskan ke jabatan berbeda yang bersifat Demosi sekurang kurangnya 1 (satu) tahun; dipindah tugaskan ke fungsi berbeda yang bersifat Demosi sekurang kurangnya 1 (satu) tahun; dipindah tugaskan ke wilayah berbeda yang bersifat Demosi sekurang kurangnya 1 (satu) tahun; dan/atau PTDH SEBAGAI ANGGOTA POLRI.

Pid penjara bdsk puts pengadilan berkekuatan hukum tetap + pertimb pejabat yang berwenang tidak dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas Polri

lakukan TP dengan anc pid 4 th atau lebih telah diputus & berkekuatan hukum tetap;

Diket. memberikan ket palsu /tidak benar pada saat mendaftarkan diri sbg calon anggota Polri;

PTDH SEBAGAI ANGGTA POLRI

Lakukan perbuatan dan berperilaku yang dapat merugikan dinas kepolisian

Lak ush atau perbtan yg bertujuan ubah Pancasila, terlibat dlm gerakan, /lak perbuatan yg t’tang Neg./ Pem RI

Tinggalkan tgsnya scr tdk sah dlm lebih dari 30 hari berturut-turut;

Langgar sumpah/janji agt Polri, sumpah/janji jabatan dan/atauKEPP;

Pasal 26 1) Terhadap Terduga Pelanggar KEPP yang diancam dengan sanksi administrative berupa rekomendasi putusan PTDH diberikan kesempatan untuk mengajukan pengunduran diri dari dinas Polri atas dasar pertimbangan tertentu dari Atasan Ankum sebelum pelaksanaan Sidang KKEP. 2) Pertimbangan tertentu dari Atasan Ankum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada Terduga Pelanggar: a) memiliki masa dinas paling sedikit 20 (dua puluh) tahun; b) memiliki prestasi, kinerja yang baik, dan berjasa kepada Polri sebelum melakukan Pelanggaran; dan c) melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.

Pasal 28 1) Penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (1) bersifat kumulatif dan/atau alternatif sesuai dengan penilaian dan pertimbangan Sidang KKEP. 2)

Penjatuhan sanksi KEPP tidak menghapuskan tuntutan pidana dan/atau perdata.

3)

Penjatuhan sanksi KEPP gugur karena: a) Pelanggar meninggal dunia; atau b) Pelanggar dinyatakan sakit jiwa oleh panitia penguji kesehatan personel Polri.

PERKAP NO. 14 Tahun 2011 bertujuan guna:

a. menerapkan nilai-nilai Tribrata dan Catur Prasetya dalam pelaksanaan tugas dan wewenang umum Kepolisian; b. memantapkan profesionalisme, integritas, dan akuntabilitas Anggota Polri; c. menyamakan pola pikir, sikap, dan tindak Anggota Polri; d. menerapkan standar profesi Polri dalam pelaksanaan tugas Polri; dan e. memuliakan profesi Polri dengan penegakan KEPP.

Prinsip-prinsip KEPP meliputi: a. kepatutan, yaitu standar dan/atau nilai moral dari kode etik Anggota Polri yang dapat diwujudkan ke dalam sikap, ucapan, dan perbuatan; b. kepastian hukum, yaitu adanya kejelasan pedoman bagi Anggota Polri dalam melaksanakan tugas, wewenang, dan tanggung jawab dalam pelaksanaan penegakan KEPP; c. sederhana, yaitu pelaksanaan penegakan KEPP dilakukan dengan cara mudah, cepat, serta akuntabel dengan tetap menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan;

d.

e.

f.

kesamaan hak, yaitu setiap Anggota Polri yang diperiksa atau dijadikan saksi dalam penegakan KEPP diberikan perlakuan yang sama tanpa membedakan pangkat, jabatan, status sosial, ekonomi, ras, golongan, dan agama; aplikatif, yaitu setiap putusan Sidang KKEP dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya; dan akuntabel, yaitu pelaksanaan penegakan KEPP dapat dipertanggungjawabkan secara administratif, moral, dan hukum berdasarkan fakta.

Untuk menutup uraian ini dapat disampaikan bahwa tugas dan peran Polri dalam penegakan hukum harus selalu dilandasi dengan nilai nilai yang berpedoman pada Tribrata dimana setiap anggota Polri harus memahami dengan benar bahwa tugas Polri sangat mulia. Untuk mewujudkan tugas Polri yang profesional maka diperlukan Etika kepolisian sebagai pedoman hidup namun semua itu kembali kepada masing masing individu yang harus memiliki kesadaran, penuh kejujuran dan komitmen untuk mewujudkan Polri yang sesuai dengan keinginan dari masyarakat. Karena tugas Polri adalah menciptakan bagaiamana masyarakat dapat merasa aman dan sebagai lembaga hukum dapat memberikan yang terbaik kepada masyarakat melalui rasa keadilan dan kepastian hukum.

DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL POLDA DIY