Evaluasi Efektifitas Instrumen Makroprudensial Dalam

kebijakan makroprudensial semenjak 2008. Perekonomian emerging market telah menggunakan instrumen makroprudensial sebelum dan sesudah terjadinya krisi...

62 downloads 503 Views 527KB Size
3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

EVALUASI EFEKTIFITAS INSTRUMEN MAKROPRUDENSIAL DALAM MENGURANGI RESIKO SISTEMIK DI INDONESIA Ayu Swaningrum Universitas Padjadjaran, Bandung [email protected]

Peggy Hariwan Universitas Telkom, Bandung [email protected]

ABSTRACT This study discusses the instrument and the using of macroprudential policy, and aims to test the effectiveness of macroprudential policy in Indonesia. Macroprudential policy is one way of encouraging the creation of a stable and healthy financial system so that these aspects can contribute to the growth and stability of the national economy. The framework of prudential supervision become the foundation for financial stability, and one of goals of macroprudential instrument is to reduce the procyclicality of credit. This study uses the LTV, and the GWM LDR, as a proxy for macroprudential policy instruments, as well as the use of panel method in testing the effectiveness of macroprudential policy. Keywords: macroprudential policy, procyclicality, LTV, GWM LDR, and panel method.

PENDAHULUAN Krisis keuangan yang melanda dunia membuat banyak negara mulai menggunakan instrumen kebijakan makroprudensial semenjak 2008. Perekonomian emerging market telah menggunakan instrumen makroprudensial sebelum dan sesudah terjadinya krisis baru-baru ini untuk mengarahkan risiko sistemik yang mengikuti krisis keuangan selama tahun 1990 an. Instrumen ini adalah bagian dari kerangka kerja stabilitas makro-keuangan yang juga meliputi pengaturan nilai tukar dan modal (Lim, C. Et.al., 2011). Contoh paling nyata adalah krisis subprime mortgage di Amerika Serikat yang tidak hanya memperburuk kinerja sektor keuangan namun juga berdampak buruk terhadap negara lainnya. Maka penting kiranya untuk mengawasi hubungan antara makroekonomi dan sektor keuangan agar risiko yang sifatnya sistemik bisa dicegah agar tidak terjadi (KSK No. 22, 2014). IMF dengan Bank for International Settlements dan Financial Stability Board mencirikan kebijakan makroprudensial dengan 3 elemen yakni (a) elemen tujuan adalah membatasi risiko dari tersebarnya kekacauan penyediaan jasa keuangan sehingga meminimalisir dampak kekacauan tersebut terhadap perekonomian. Risiko sistemik sebagian besar disebabkan oleh fluktuasi perekonomian dan siklus keuangan sepanjang waktu, serta tingkat keterkaitan institusi keuangan dan pasar, (b) elemen lingkup analitis adalah berfokus pada sistem keuangan secara keseluruhan yang meliputi interaksi antara sektor keuangan dan sektor riil, (c) elemen instrumen dan tata kelola yang terkait dengan menggunakan variabel kehati-hatian yang telah dirancang dan dikalibrasi untuk menargetkan risiko sistemik. (Lim, C. et.al, 2011).

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana

1126

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

Instrumen makrorudensial di Indonesia seperti pemberlakuan nilai LTV dan GWM yang didasarkan pada LDR bisa disesuaikan dengan risiko sektor tertentu atau portofolio hutang tanpa menyebabkan penurunan aktivitas perekonomian, sehingga mengurangi biaya kebijakan intervensi. Pembuat kebijakan memilih instrumen ini karena sederhana, efektif, dan mudah diimplementasikan dengan distorsi pasar yang paling kecil. Pemilihan instrumen makroprudensial harus konsisten dan sejalan dengan tujuan kebijakan publik lainnya (moneter, fiskal, dan kehati-hatian). Sektor keuangan di Indonesia didominasi oleh perbankan, sehingga bila terjadi guncangan pada perbankan maka akan berdampak pada sektor keuangan secara keseluruhan. Oleh karena itu kebijakan makroprudensial diperlukan agar dapat tercipta sektor keuangan yang sehat dan kuat. Penyaluran kredit perbankan dipengaruhi oleh kondisi perekonomian makro. Ketika perekonomian sedang membaik (booming), pihak perbankan akan cenderung meningkatkan penyaluran kredit dan sebaliknya bila perekonomian dalam keadaan menurun, perbankan akan menahan pemberian kredit. Kondisi ini dapat memperbesar simpangan siklus ekonomi yakni memperdalam economic downturn atau mempertinggi economic upturn. Kebijakan maroprudensial, seperti penetapan LTV juga pemberlakuan GWM LDR, sebagai instrumen kebijakan makroprudensial, diperlukan untuk mengatasi hal ini serta untuk membuat perbankan tahan menghadapi risiko kredit dan likuiditas. Beberapa negara menggunakan kombinasi beberapa instrumen untuk mengatasi satu risiko karena meningkatkan efektivitas dengan mengatasi risiko dari berbagai sisi, namun hal ini menyebabkan beban biaya administrasi dan pengaturan yang lebih tinggi. Di Indonesia Kebijakan Makroprudensial merupakan kewenangan BI yang tersirat di UU OJK yaitu pasal 7 dan pasal 40 sehingga instrumen yang digunakan dibawah wewenang BI. Kebijakan makroprudensial tersebut adalah pemberlakuan LTV, GWM LDR, transparansi SBDK, countercyclical capital buffer, capital surcharge dan posisi devisa neto. Namun, dalam penelitian ini hanya akan digunakan dua instrumen makroprudensial yakni LTV dan GWM LDR.

RUMUSAN MASALAH Melihat pentingnya kebijakan makroprudensial bagi dunia keuangan di Indonesia, maka perlu melihat bagaimana efektivitas instrumen makroprudensial dalam mengurangi resiko sistemik di indonesia. Besarnya dominansi perbankan dalam sistem keuangan Indonesia membuat perbankan menjadi industri yang paling banyak diregulasi, karena dampaknya terhadap sistem keuangan yang akhirnya bisa menjalar pada keadaan perekonomian. Aktivitas utama perbankan adalah intermediasi, yang salah satunya merupakan penyaluran kredit, sehingga pada penelitian ini akan ditinjau kemampuan instrumen kebijakan makroprudensial dalam mengatasi prosiklikalitas kredit.

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana

1127

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

Manfaat penelitian Manfaat penelitian ini adalah mengetahui seberapa efektif instrumen makroprudensial dalam mengurangi resiko sistemik di Indonesia dengan melihat pengaruh kebijakan makroprudensial pemberlakuan LTV dan GWM LDR terhadap pertumbuhan kredit. KAJIAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Kewenangan Bank Indonesia terkait pengaturan dan pengawasan makroprudensial tercantum di dalam (BI, 2014) :

1. Penjelasan pasal 7 UU OJK : “.............. Adapun lingkup pengaturan dan pengawasan makroprudensial, yakni pengaturan dan pengawasan selain hal yang diatur dalam pasal ini, merupakan tugas dan wewenang Bank Indonesia. Dalam rangka pengaturan dan pengawasan makroprudensial, OJK membantu Bank Indonesia untuk melakukan himbauan moral kepada perbankan.”

2. Pasal 40 dan penjelasan pasal 40 UU OJK Pasal 40 (1)Dalam hal BI untuk melaksanakan fungsi, tugas dan wewenangnya memerlukan pemeriksaan khusus terhadap bank tertentu, BI dapat melakukan pemeriksaan langsung terhadap bank tersebut dengan menyampaikan pemberitahuan tertulis terlebih dahulu kepada OJK. (2)Dalam melakukan kegiatan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BI tidak dapat memberikan penilaian terhadap tingkat kesehatan bank.

Penjelasan Pasal 40

(1)Pada dasarnya wewenang pemeriksaan terhadap bank adalah wewenang OJK. Namun, dalam hal BI melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya membutuhkan informasi melalui kegiatan pemeriksaan bank, BI dapat melakukan pemeriksaan secara langsung terhadap bank tertentu yang masuk systemically important bank dan/atau bank lainnya sesuai dengan kewenangan BI di bidang macroprudential.

Kebijakan makroprudensial adalah komponen utama untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. Kebijakan Makroprudensial merupakan bagian dari Kebijakan Utama yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh BankIndonesia untuk mencegah dan mengurangi risiko sistemik*), mendorong fungsiintermediasi yang seimbang bagi sektor perekonomian, serta meningkatkanakses dan efisiensi sistem keuangan dalam rangka menjaga stabilitas sistemkeuangan, serta mendukung stabilitas moneter dan stabilitas sistem pembayaran. Dimana risiko sistemik merupakan potensi terganggunya seluruh atau sebagian dari sistem keuangan yang timbul karena faktor penularan (contagion) akibat keterkaitan (interconnectedness) antar institusi dan/atau pasar keuangan dan kecenderungan perilaku institusi keuangan untuk mengikuti siklus ekonomi (procyclical), yang dapat menimbulkan ancaman terhadap perekonomian nasional (BI, 2014). Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana

1128

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) : Kondisi dimana institusi keuangan dan pasar keuangan berfungsi secara efektifdan efisien serta mampu bertahan terhadap kerentanan internal dan eksternalsehingga alokasi sumber pendanaan atau pembiayaan dapat berkontribusi dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan (BI, 2014). Implementasi Kebijakan Makroprudensial di Indonesia (KSK, 2014) : 1. Loan to Value Ratio (LTV) untuk KPR dan Down Payment (DP) untuk KKB Kebijakan yang menjadi dasarnya adalah : SE BI No.14/10/DPNP tgl 15 Maret 2012 untuk bank umum konvensional & SE No.14/33/DPbStgl 27 November 2012 untuk bank umum syariah. Kalibrasi ulang dgn SE BI No.15/40/DKMP tgl24 September 2013. Tujuannya diberlakukannya adalah : meredam risiko sistemik yg mungkin timbul akibat pertumbuhan KPR yg pada saat itumencapai lebih dari 40%, serta tingkat kegagalan nasabah KKB untuk memenuhi kewajiban yg pada saat itu mencapai hampir 10%. Pertumbuhan KPR yg terlalu tinggi dapat mendorong peningkatan harga aset properti yg tidakmencerminkan harga sebenarnya (bubble), sehingga dapat meningkatkan risiko kredit bagi bankbankdengan eksposur kredit properti yang besar. Pokok ketentuan: LTV progresif untuk KPR dan 20% - 30% DP untuk KKB.

Sumber : Bank Indonesia Keterangan : *) khusus pembiayaan, hanya untuk pembiayaan dengan akad murabahah dan istishna’ FK : fasilitas kredit; FP : fasilitas pembiayaan.

2. Giro Wajib Minimum (GWM) berdasarkan Loan to Deposits ratio (LDR) Peraturan yang mendasarinya : PBI No.12/19/PBI/2010 tgl 4 Oktober 2010, dirubah dgn PBI No.15/7/PBI/2013 tgl 26September 2013, dan SE BI No.15/41/DKMP tgl 1 Oktober 2013. Tujuannya untuk meningkatkan ketahanan sektor perbankan dalam menghadapi berbagai risiko,khususnya terkait dengan risiko kredit dan likuiditas. Sehingga dapat mendukung stabilitassistem keuangan sekaligus stabilitas moneter melalui penguatan peran intermediasi bank. Pokok ketentuan:

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana

1129

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

a. Bank wajib memelihara tambahan GWM rupiah (selain GWM primer dan GWM sekunder yang besarnya ditentukan berdasarkan persentase tertentu dari total DPK rupiah bank) yg nilainya ditentukan berdasarkan angka LDR bank. b. Apabila angka LDR bank berada dalam kisaran LDR target, yakni 78% - 92%(sebelumnya 100%), maka besarnya (tambahan) GWM LDR bank adalah 0%. c. Apabila LDR bank < 78%, maka besarnya (tambahan) GWM LDR bank adalah:GWM LDR = (78% - LDR bank) x 0,1% (parameter disinsentif bawah) d. Apabila LDR bank > 92%, maka besarnya (tambahan) GWM LDR bank adalah:GWM LDR = (LDR bank – 92%) x 0,2% (parameter disinsentif atas)kecuali: bank dgn CAR >14%, maka besarnya GWM LDR adalah 0%.

Kebijakan GWM LDR (SE Ekstern No.15/41/DKMP tgl 1 Oktober 2013) Kewajiban GWM Sekunder yang saat ini sebesar 2,5% akan dinaikkan :



Menjadi 3% dari DPK dalam Rupiah sejak 1 - 31 Oktober 2013.



Menjadi 3,5% dari DPK dalam Rupiah sejak tanggal 1 November - 1 Desember2013



Menjadi 4% dari DPK dalam Rupiah sejak 2 Desember 2013.

Penyesuaian dilakukan terhadap batas atas GWM LDR yang diturunkan dari 100%menjadi 92%, sementara batas bawah tetap sebesar 78%. Bank diharapkan dapat menjaga LDR mereka pada kisaran 78% sampai dengan 92%. Disinsentif batas atas dikenakan kepada bank-bank yang memiliki LDR diatas 92%dengan KPMM (Kewajiban Penyediaan Modal Minimum) atau CAR kurang dari 14%,sementara disinsentif batas bawah dikenakan kepada bank-bank dengan LDR kurang dari 78%. Adapun perhitungan disinsentif untuk pelanggaran terhadap batas atas atau batas bawah dilakukan dengan mekanisme perhitungan yang ditetapkan oleh bank Indonesia.

3. Transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) Peraturan yang menjadi dasar : SE BI No.13/5/DPNP tgl 8 Februari 2011, diubah dengan SE BI No.15/1/DPNP tgl 15Januari 2013. Tujuannya : a.mitigasi risiko kredit melalui persaingan yang sehat pada industri perbankan; b.meningkatkan good governance & kompetisi melalui market discipline yg lebih baik; c. mendorong bank untuk menciptakan formulasi suku bunga kredit yg efisien &akurat; d.meningkatkan transparansi produk & jasa perbankan, khususnya terkait dengan perhitungan keuntungan, risiko dan biaya; serta e.meningkatkan perlindungan nasabah melalui mitigasi assymetric information antara nasabah dengan bank. Pokok ketentuan: Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana

1130

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

a.Bank wajib melaporkan kpd BI dan melakukan publikasi secara rutin ataskomponen SBDK untuk masingmasing kredit korporasi, ritel, konsumsi (KPR dannon KPR), dan kredit mikro (melalui perubahan SE thn 2013). b.Komponen SBDK yg wajib dilaporkan adalah harga pokok dana untuk kredit (HPDK), biaya overhead, dan marjin keuntungan. Sedangkan risk premium tidak wajib dilaporkan. Hipotesis H0 :Variabel makroprudensial yang diproksi dengan LTV dan GWM LDR tidak bias mengurangi prosiklikalitas kredit Halternative : Variabel makroprudensial yang diproksi dengan LTV dan GWM LDR bias mengurangi prosiklikalitas kredit METODA PENELITIAN Sampel dan Data Penelitian Instrumen makroprudensial bisa menjadi efektif ketika diaplikasikan kepada risiko tertentu jika digunakan secara tepat. Data yang digunakan meliputi bank-bank konvensional di Indonesia periode tahun 2011 hingga 2013. Uraian tentang metode pemilihan sampel dan sumber data penelitian. Model regresi linear berganda menggunakan metoda panel dalam penelitian ini ditunjukkan oleh persamaan berikut : LnCreditit = αt + LnCrediti,t-1 + LnGDPit + IRit + LTV*LnGDPit + GWMLDR*LnGDPit + eit Keterangan : α

: konstanta

LnCredit

: Pertumbuhan Kredit

LnGDP

: Pertumbuhan PDB

IR

: Tingkat suku bunga

LTV*LnGDP

: LTV diinteraksikan dengan pertumbuhan PDB

GWMLDR*LnGDP

: GWM LDR diinteraksikan dengan pertumbuhan PDB

e

: error

i

: bank ke – i

t

: tahun ke - t

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana

1131

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

PEMBAHASAN Hasil Regresi Menggunakan Model Panel Variabel

Koefisien

P>|t|

LTV*GDPGrowth

-0.123114

0.620

LDR*GDPGrowth 7.91*10-8

0.911

Dari hasil regresi menggunakan panel data dan fixed effect didapatkan hasil bahwa instrumen kebijakan makroprudensial :

(a) GWM LDR dikalikan dengan pertumbuhan PDB, dengan koefisiennya sebesar 7,91*10-8, yang artinya bahwa ketika instrumen ini diberlakukan pada tahun penelitian belum memberikan tanda bahwa kebijakan ini mampu mengatasi prosiklikalitas kredit, namun variabel ini tidak menunjukkan hasil yang signifikan. (b) LTV dikalikan dengan pertumbuhan PDB, menunjukkan hasil yang tidak signifikan, dengan koefisiennya sebesar -0.123114, menunjukkan bahwa instrumen ini mampu menurunkan kemungkinan terjadinya prosiklikalitas kredit, namun variabel ini tidak menunjukkan hasil yang signifikan.

SIMPULAN, KETERBATASAN DAN IMPLIKASI Simpulan Penelitian ini dapat menyimpulkan bahwa variabel proksi kebijakan makroprudensial yakni LTV dan GWM LDR pada tahun penelitian belum bisa secara efektif mengatasi prosiklikalitas kredit.

Keterbatasan dan Saran Pada penelitian ini belum semua instrumen kebijakan makroprudensial digunakan dalam menilai efektivitas kebijakan makroprudensial, sehingga disarankan pada penelitian selanjutnya dapat menambah variabel instrumen tersebut. Juga time series yang digunakan masih sangat terbatas.

DAFTAR PUSTAKA Subangun, Herriman Budi. 2011. National Strategies: Leadership by Central banks and national Authorities. Regional Meeting for Asia and the Pacific Child and Youth Finance International. Manila. 4 Desember 2011 Bank Indonesia. 2014. Kebijakan Makroprudensial dan Stabilitas Sistem Keuangan. 17 Januari 2014 Kajian Stabilitas Keuangan No. 22, Maret 2014. BI. Departemen Kebijakan Makroprudensial. Grup Asesmen dan Kebijakan Makroprudensial Ringkasan Eksekutif Kajian Stabilitas Keuangan No.23, September 2014. BI.

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana

1132

3rd Economics & Business Research Festival 13 November 2014

Prakash Kannan, Pau Rabanal, Alasdair M. Scott. 2012. Monetary and Macroprudential Policy Rules ina Model with House Price Booms. The B.E. Journal of Macroeconomics Contributions. Volume 12, Issue 1 2012 Article 16 C. Lim, F. Columba, A. Costa, P. Kongsamu, A. Otani, M. Saiyid, T. Wezel, and X. Wu. 2011. IMF Working Paper. Monetary and Capital Markets Department. Macroprudential Policy: What Instruments and How to Use Them? Lessons from Country Experiences. October 2011 Sutanto, Jeanne Ananti. 2012. Analisis Dampak Rencana Regulasi Loan To Value (Ltv) Pada Kredit Komsumsi Indonesia. Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya. Majalah Ekonomi. Tahun Xxii, No. 3 Desember 2012 Siswanto, Yuniardini Putri. 2012. Pengaruh Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/10/Dpnp Terhadap Risiko Kredit Perbankan Serta Pengaruh Pada Sektor Properti Dan Otomotif, S1 Akuntansi, Fakultas Ekonomi. Universitas Negeri Surabaya Silalahi, Tumpak. 2014. Apakah Kekuasaan Pasar Dan Kebijakan Makro Prudential Berpengaruh Pada Kinerja Bank? Studi Empiris Bank Umum Di Indonesia. Disertasi Universitas Padjadjaran.

Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana

1133