Farmaka Suplemen Volume 14 Nomor 1
94
REVIEW ARTIKEL: PERBANDINGAN METODE DIAGNOSIS DEMAM TIFOID COMPARISON OF METHODS FOR DIAGNOSIS OF TYPHOID FEVER Ghaida Putri Setiana dan Angga Prawira Kautsar Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran, Jalan Raya Bandung-Sumedang KM 21 Jatinangor, Sumedang 45363, Indonesia
[email protected] ABSTRAK Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Diagnosis demam tifoid cukup sulit karena gejala kliniknya tidak khas, sehingga diperlukan pemeriksaan laboratorium. Artikel ini bertujuan untuk membandingkan metode diagnosis demam tifoid serta mencari metode diagnosis yang mudah digunakan, prosesnya cepat, dan biayanya rendah. Uji widal merupakan pemeriksaan dengan uji aglutinasi, namun sensitivitas dan spesifitasnya rendah. Biakan darah yaitu isolasi kuman dari bagian tubuh, memiliki sensitivitas yang lebih baik dari uji widal. Tes tubex mendeteksi adanya antibodi anti-Salmonella typhi O9 pada serum dapat dilakukan dengan cepat. Teknik PCR digunakan untuk mengamplifikasi gen spesifik S. typhi menunjukkan hasil yang akurat dan cepat, namun sulit digunakan dan biayanya mahal. Sedangkan sistem pakar hanya tindakan awal dalam diagnosis demam tifoid dan hasilnya tidak akurat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan biakan darah dikombinasikan dengan tes tubex merupakan diagnosis demam tifoid yang efektif karena memiliki sensitivitas dan spesifitas yang baik, mudah digunakan, prosesnya cepat, dan biayanya terjangkau. Diagnosis tidak dapat dikatakan akurat hanya dengan satu pengujian, sehingga harus dibandingkan dengan pengujian yang lain. Kata kunci: demam tifoid, metode diagnosis, biakan darah, uji serologis, PCR, sistem pakar ABSTRACT Typhoid fever is an acute systemic infectious disease caused by Salmonella typhi. Diagnosis is difficult because clinical symptoms of typhoid fever is not typical, so it is necessary to do laboratory tests. This article aims to compare the method of typhoid fever diagnosis and to find methods of diagnosis that is easy to use, the process is fast, and low cost. Widal test is an examintation with agglutination test, but it has low sensitivity and specificity. Blood cultures is done by isolated germs from part of human body and it has better sensitivity than widal test. Tubex test detects the presence of antibodies anti-Salmonella typhi O9 in serum and the process is fast. PCR technique is used to review amplify the gene specific S. typhi, the result is accurate and fast, but it's difficult to use and expensive. While the Expert System is only for early diagnosis of typhoid fever and the result is not accurate. It can be concluded that the culture of blood combined with tubex test are an effective diagnosis of typhoid fever because it has good sensitivity and specificity, easy to use, the process is fast, and affordable. Diagnosis is not accurate with only one test, so it should be compared with other tests. Keywords: typhoid fever, diagnosis methods, culture of blood, serologic testing, PCR, expert systems
Farmaka Suplemen Volume 14 Nomor 1
95
Pendahuluan Demam sistemik
Penegakan diagnosis demam tifoid tifoid
disebabkan oleh Salmonella serotipe typhi,
endemis, demam lebih dari 1 minggu yang
Salmonella serotipe paratyphi A, B dan C,
tidak
ditandai dengan demam berkepanjangan,
dipertimbangkan sebagai demam tifoid
bakteremia tanpa perubahan pada sistem
sampai terbukti penyebabnya.4 Beberapa
endotel, invasi dan multiplikasi bakteri
pemeriksaan
dalam sel pagosit mononuklear pada hati
digunakan untuk mendiagnosis demam
Penyakit
akut,
menjadi cukup sulit bila tidak adanya gejala atau tanda yang spesifik. Di daerah
limpa.1
bersifat
penyakit dapat
dan
yang
adalah
penyebabnya
penunjang
harus
yang
sering
merupakan
tifoid terdiri dari pemeriksaan darah tepi,
penyakit menular yang dapat terjadi di
identifikasi kuman melalui isolasi atau
negara beriklim tropis maupun sub tropis.2
biakan, identifikasi kuman melalui uji
Manifestasi klinis demam tifoid dimulai
serologis, serta identifikasi kuman secara
dari yang ringan (demam tinggi, denyut
molekuler.1 Diagnosis pasti demam tifoid
jantung lemah, sakit kepala) hingga berat
ditegakkan
(perut tidak nyaman, komplikasi pada hati
Salmonella typhi dalam biakan darah, urin,
dan limfa).3
feses, atau sumsum tulang.5
Berdasarkan
data
ini
diketahui
World
Health
Uji
bila
ditemukan
serologis
bakteri
digunakan
untuk
Organization (WHO) tahun 2003, terdapat
mendeteksi
antibodi
spesifik
sekitar 17 juta kasus demam tifoid di
komponen
antigen
Salmonella
seluruh dunia dengan insidensi 600.000
maupun mendeteksi antigen itu sendiri.
kasus kematian setiap tahun. Di Indonesia,
Beberapa
kasus ini tersebar secara merata di seluruh
digunakan
provinsi
daerah
diantaranya adalah uji widal dan tes
perdesaan dan perkotaan sekitar 600.000
tubex.5 Uji widal merupakan pemeriksaan
dan 1,5 juta kasus per tahun.1
yang sering digunakan, namun karena
dengan
insidensi
di
uji
serologis
pada
demam
terhadap
yang tifoid
typhi
dapat ini
sensitivitas dan spesifitasnya rendah maka
Farmaka Suplemen Volume 14 Nomor 1
96
uji widal menjadi kurang efektif lagi.
disebutkan di atas, yaitu uji widal, tes
Prinsip
reaksi
tubex, teknik polymerase chain reaction
kuman
(PCR), biakan darah, sistem pakar dengan
Salmonella typhi dengan antibodi yang
metode Fuzzy Tsukamoto dan certainty
disebut aglutinin.4 Sedangkan uji tubex
factor (CF). Selain itu, artikel ini juga akan
merupakan uji aglutinasi kompetitif semi
mencari metode diagnosis yang mudah
kuantitatif kolometrik yang mendeteksi
digunakan, prosesnya cepat, dan biayanya
adanya antibodi anti-Salmonella typhi O9
rendah.
pada serum pasien.6
Metode
pemeriksaannya
aglutinasi
antara
Diagnosis
adalah
antigen
bila
Data-data metode diagnosis demam
ditemukan adanya kuman S. typhi tetapi
tifoid yang disajikan dalam artikel ini
terdapat kelemahan seperti waktu yang
diperoleh dari studi-studi
lama, sulit dilakukan di daerah, adanya
dilakukan
penggunaan antibiotika, jumlah bakteri
penelitian adalah pasien yang diduga
yang sangat minimal, volume spesimen
terkena demam tifoid, kemudian partisipan
yang
menjalani
tidak
pasti
ditegakkan
mencukupi
dan
waktu
yang telah
sebelumnya.
pemeriksaan
Partisipan
menggunakan
pengambilan spesimen yang tidak tepat.
metode-metode diagnosis yang dibahas
Hal ini menyebabkan beberapa peneliti
dalam artikel ini. Dari hasil pemeriksaan
mulai
PCR
tersebut didapatkan hasil berupa persentase
(Polymerase Chain Reaction).7 Selain itu,
sensitivitas dan spesifitas setiap metode
penggunaan sistem pakar juga sudah mulai
diagnosis,
digunakan untuk mendiagnosis demam
kekurangannya.
tifoid.8
perbandingan setiap metode dan diambil
Pada
menganjurkan
artikel
perbandingan diagnosis
ini
dari
demam
teknik
akan
dibahas
metode-metode
tifoid
yang
telah
serta
kelebihan
Kemudian
dan
dilakukan
kesimpulan metode yang paling efektif untuk diagnosis demam tifoid.
Farmaka Suplemen Volume 14 Nomor 1
97
Hasil Tabel 1. Sensitivitas dan Spesifitas Metode Diagnosis Demam Tifoid9 Metode Diagnosis
Sensitivitas (%)
Spesifitas (%)
40-80
Tidak Tersedia
Uji Widal
47-77
50-92
Tes Tubex
65-88
63-89
100
100
Uji Mikrobiologi Biakan Darah Uji Serologis
Diagnostik Molekular Polymerase Chain Reaction (PCR)
Tabel 2. Kelebihan dan Kekurangan Metode Diagnosis Demam Tifoid Metode Diagnosis
Kelebihan
Kekurangan
Uji Mikrobiologi Biakan Darah
-Sensitivitas paling baik
-Setelah minggu kedua
selama minggu pertama
sakit, hasil positif tidak
sampai minggu kedua
pasti dapat ditemukan.1
sakit.1
-Hasil dipengaruhi oleh penggunaan antibiotik, perbedaan jenis media, jumlah volume darah, dan waktu pengambilan sampel.10
Uji Serologis Uji Widal
-Proses cepat.11
-Sensitivitas dan
-Relatif murah dan mudah
spesifitas rendah.10
untuk dikerjakan.4
-Penggunaan sebagai pemeriksaan tunggal di daerah endemik akan mengakibatkan overdiagnosis.1 -Dapat terjadi reaksi silang dengan
Farmaka Suplemen Volume 14 Nomor 1
98
enterobakter lain, atau penderita demam tifoid tidak menunjukkan peningkatan titer antibodi.1 -Belum ada kesepakatan nilai standar aglutinasi (cut-off point).5 Tes Tubex
-Dapat mendeteksi infeksi
-Hasil dapat terganggu
akut Salmonella
dengan spesimen yang
typhi secara dini.3
sangat hemolitik atau
-Sensitivitas tinggi
ikterik.3
terhadap kuman
-Sulit untuk
Salmonella.3
menginterpretasikan
-Hanya diperlukan sedikit
hasil dalam batas
sampel darah.3
positif.5
-Hasil dapat diperoleh dengan cepat.3 Diagnostik Molekular Polymerase Chain Reaction
-Proses pemeriksaan
-Adanya risiko
(PCR)
cepat.1
kontaminasi yang
-Dapat mendeteksi satu
menyebabkan hasil
bakteri dalam beberapa
positif palsu.1
jam.1
-Adanya bahan-bahan dalam spesimen yang bisa menghambat proses PCR.1 -Biaya yang cukup tinggi.1 -Teknis yang relatif rumit.1
Sistem Pakar Sistem Pakar (Program
-Prosedur sederhana dan
-Hasil tidak akurat.
Komputer) dengan Metode
cepat.
-Pemograman rumit.
Fuzzy Tsukamoto
-Dapat digunakan untuk
-Hanya dapat digunakan
Farmaka Suplemen Volume 14 Nomor 1
99
diagnosis dini.
sebagai tindakan awal,
-Dapat digunakan oleh
bukan diagnosa yang
masyarakat umum.
valid.
Sistem Pakar (Program
-Prosedur lebih sederhana
-Hasil tidak akurat.
Komputer) dengan Metode
dari metode Fuzzy
-Pemograman rumit.
Certainty Factor (CF)
Tsukamoto.
-Hanya dapat digunakan
-Pengerjaan cepat.
sebagai tindakan awal,
-Dapat digunakan oleh
bukan diagnosa yang
masyarakat umum.
valid.
Pembahasan
media empedu (gall) dari sapi, dimana
1.
Biakan Darah
media
Isolasi kuman S. typhi penyebab
positivitas hasil karena hanya S. typhi dan
demam tifoid dapat dilakukan dengan
S. paratyphi yang dapat tumbuh pada
mengambil biakan dari berbagai bagian
media tersebut.1
dalam tubuh. Biakan darah memberikan
2.
hasil
positif
pada
40-60%
kasus.
gall
ini
dapat
meningkatkan
Uji Serologis Uji
serologis
digunakan
untuk
Sensitivitas biakan darah yang paling baik
mendeteksi
antibodi
spesifik
selama minggu pertama sakit, dapat positif
komponen
antigen
Salmonella
sampai minggu kedua dan setelah itu
maupun mendeteksi antigen itu sendiri.
terkadang
Beberapa
ditemukan
hasil
positif.
uji
serologis
terhadap
yang
typhi
dapat
Kegagalan isolasi mikroorganisme dapat
digunakan pada demam tifoid ini meliputi
disebabkan oleh beberapa faktor, antara
uji widal, tes tubex, metode enzyme
lain
immunoassay
terbatasnya
media
laboratorium,
(EIA),
metode
enzyme-
penggunaan antibiotika, jumlah volume
linked immunosorbent assay (ELISA), dan
darah
pemeriksaan
yang
digunakan,
dan
waktu
pengambilan sampel.1 Media
pembiakan
dipstik.
Uji
serologis
sekarang rutin dan luas digunakan dalam yang
direkomendasikan untuk S. typhi adalah
mendiagnosis
demam
tifoid
sejak
Farmaka Suplemen Volume 14 Nomor 1
100
diperkenalkannya uji widal pada tahun
ini spesifik dan khas pada Salmonella
1896.5
serogrup D.3 Tes ini dapat menjadi
2.1 Uji Widal
pemeriksaan
Uji widal masih menjadi uji serologis
yang
ideal
dan
dapat
digunakan untuk pemeriksaan rutin karena
rutin di berbagai daerah endemik, namun
prosesnya
uji ini memiliki banyak kelemahan seperti
sederhana.5 Respon terhadap antigen O9
rendahnya sensitivitas dan spesifisitas,
berlangsung cepat karena antigen O9
serta manfaatnya masih diperdebatkan dan
bersifat
sulit dijadikan pegangan karena belum ada
merangsang respon imun, sehingga deteksi
kesepakatan nilai standar aglutinasi (cut-off
anti‐O9 dapat dilakukan pada hari ke-4
point).5 Biakan darah, tes tubex, dan PCR
hingga ke-5 (infeksi primer) dan hari ke-2
dinilai lebih efektif dibandingkan dengan
hingga ke-3 (infeksi sekunder).3
uji widal karena memiliki sensitivitas dan
cepat,
akurat,
imunodominan
mudah
yang
dan
mampu
Tes tubex menggunakan pemisahan
spesifitas yang lebih baik.
partikel untuk mendeteksi antibodi IgM
2.2 Tes Tubex
dari seluruh serum pada antigen serotipe
Tes tubex merupakan salah satu dari
typhi O9 lipopolisakarida. Antibodi pasien
uji serologis yang menguji aglutinasi
menghambat pengikatan antara partikel
kompetitif
untuk
indikator yang dilapisi dengan antibodi
mendeteksi adanya antibodi IgM terhadap
monoklonal anti-O9 dan lipopolisakarida
antigen lipopolisakarida (LPS) O-9 S. typhi
yang
dan tidak mendeteksi IgG. Tes tubex
Spesimen dapat menggunakan sampel
memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang
serum atau plasma heparin.7 Hasil tes
widal.12
tubex ditentukan berdasarkan skor yang
lebih
semikuantitatif
baik
daripada
Sensitivitasnya
mampu
uji
ditingkatkan
melalui penggunaan partikel berwarna, sedangkan
spesifisitasnya
ditingkatkan
dengan penggunaan antigen O9. Antigen
dilapisi
partikel
magnetik.13
interpretasinya dapat dilihat pada tabel 3.6
Farmaka Suplemen Volume 14 Nomor 1
101
Tabel 3. Interpretasi Hasil Uji Tubex6 Skor
3.
Nilai
Interpretasi
˂2
Negatif
3
Borderline
Tidak menunjukkan infeksi tifoid aktif Pengukuran tidak dapat disimpulkan. Ulangi pengujian, apabila masih meragukan lakukan pengulangan beberapa hari kemudian
4-5
Positif
Menunjukkan infeksi tifoid aktif
˃6
Positif
Indikasi kuat infeksi tifoid
Polymerase Chain Reaction (PCR)
sehingga saat ini penggunaannya masih
Pemeriksaan
terbatas dalam laboratorium penelitian.1
primer
H1-d
PCR
dapat
menggunakan
digunakan
untuk
mengamplifikasi gen spesifik S. typhi dan
4.
Sistem Pakar Sistem pakar adalah suatu program
merupakan pemeriksaan yang cepat dan
komputer
menjanjikan.1 Pemeriksaan PCR memiliki
mengambil keputusan seperti keputusan
sensitivitas dan spesifisitas yang lebih
yang diambil oleh seorang atau beberapa
tinggi daripada biakan kuman, uji widal,
orang
dan tes tubex.7 Kendala yang sering
sistem pakar mengkombinasikan kaidah-
dihadapi pada penggunaan metode PCR ini
kaidah penarikan kesimpulan (inference
meliputi
yang
rules) dengan basis pengetahuan tertentu
menyebabkan hasil positif palsu, adanya
yang diberikan oleh satu atau lebih pakar.
bahan-bahan dalam spesimen yang bisa
Kombinasi
menghambat proses PCR (hemoglobin dan
disimpan dalam komputer, selanjutnya
heparin dalam spesimen darah, bilirubin
digunakan
dan garam empedu dalam spesimen feses),
keputusan untuk penyelesaian masalah
biaya yang cukup tinggi, dan teknis yang
tertentu.14
relatif rumit. Usaha untuk melacak DNA
4.1 Metode Fuzzy Tsukamoto
dari
risiko
spesimen
memberikan
kontaminasi
klinis
hasil
yang
masih
belum
memuaskan,
yang
pakar.
Aplikasi
dirancang
Dalam
dari
dalam
ini
untuk
penyusunannya,
kedua
proses
hal
tersebut
pengambilan
dibangun
untuk
mendiagnosa penyakit DBD dan demam tifoid dengan menggunakan penerapan
Farmaka Suplemen Volume 14 Nomor 1
logika
Fuzzy.
Logika
102
fuzzy
mampu
penyakit dengan nilai CF terbesar yang
menjadi solusi untuk diagnosis demam
diurutkan secara descending.14
tifoid karena kemampuannya yang dapat
Simpulan
memetakan suatu ruang input ke dalam
Pemeriksaan
biakan
ruang output. Dalam hal ini pemetaan
dikombinasikan
ruang input adalah gejala klinis dari
merupakan diagnosis demam tifoid yang
penyakit DBD dan demam tifoid, dan
efektif. Diagnosis tidak dapat dikatakan
ruang output adalah jenis penyakit yang
akurat hanya dengan satu pengujian,
sesuai dengan gejala klinis DBD dan
sehingga
demam tifoid.8
pengujian yang lain.
Secara ringkas, pada aplikasi tersebut
harus
dengan
darah tes
dibandingkan
tubex
dengan
Ucapan Terima Kasih
pasien akan memilih gejala apa saja yang
Penulis menyampaikan terima kasih
dirasakan, sehingga nanti hasil yang akan
kepada Bapak Angga Prawira Kautsar,
didapat adalah pasien positif atau negatif
MARS., Apt. selaku dosen pembimbing
menderita DBD, demam tifoid, atau harus
atas kritik, saran, dan kesediaannya dalam
melakukan pemeriksaan lab.
menelaah artikel ini.
4.2 Metode Certainty Factor (CF)
Daftar Pustaka
Tahapan pembangunan sistem ini
1.
dimulai dengan mengakuisisi pengetahuan dari
dokter
membangun
ahli basis
anak,
kemudian
pengetahuan
2.
dan
memberikan nilai CF pada setiap gejala yang terkait dengan suatu penyakit anak dalam range nilai 0 dan 1. Dengan memilih 3. gejala-gejala penyakit yang dilihat atau dirasakan, maka sistem dapat mendiagnosa 4. penyakit anak dengan menampilkan tiga
Sucipta, A. 2015. Baku Emas Pemeriksaan Laboratorium Demam Tifoid pada Anak. Jurnal Skala Husada, 12 (1): 22-26. Satwika, A. dan Lestari, A. 2015. Uji Diagnostik Tes Serologi Widal Dibandingkan dengan Tes IgM Anti Salmonella Typhi sebagai Baku Emas pada Pasien Suspect Demam Tifoid di Rumah Sakit Surya Husadha pada Bulan Januari sampai dengan Desember 2013. E-Jurnal Medika Udayana, 4 (8): 1-12. Pratama, I. dan Lestari, A. 2015. Efektivitas Tubex sebagai Metode Diagnosis Cepat Demam Tifoid. ISM, 2 (1): 70-73. Choerunnisa, Tjiptaningrum, dan Basuki. 2014. Proporsi Pemeriksaan
Farmaka Suplemen Volume 14 Nomor 1
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
IgM Anti Salmonella Typhi 09 Positif Menggunakan Tubex dengan Pemeriksaan Widal Positif pada Pasien Klinis Demam Tifoid Akut di RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung. Medical Journal of Lampung University, 3 (1): 102-110. Septiawan, I., Herawati, S., dan Yasa, I. 2013. Pemeriksaan Immunoglobulin M Anti Salmonella dalam Diagnosis Demam Tifoid. E-Jurnal Medika Udayana, 2 (6): 1080-1090. Kusumaningrat, I. dan Yasa, I. 2014. Uji Tubex untuk Diagnosis Demam Tifoid di Laboratorium Klinik Nikki Medika Denpasar. E-Jurnal Medika Udayana: 3 (1): 22-37. Marleni, M., Iriani, Y., Tjuandra, W., dan Theodorus. 2014. Ketepatan Uji Tubex TF® dalam Mendiagnosis Demam Tifoid Anak pada Demam Hari ke-4. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, 1 (1): 7-11. Samuel, O., Omisore, M., and Ojokoh, B. 2013. A Web Based Decision Support System Driven by Fuzzy Logic for the Diagnosis of Typhoid Fever. Expert Systems with Applications, 40 (10): 4164-4171. Bhutta, Z. 2006. Current Concepts in the Diagnosis and Treatment of Typhoid Fever. BMJ, 333 (1): 78-82. Siba, V., et al. 2012. Evaluation of Serological Diagnostic Tests for Typhoid Fever in Papua New Guinea Using a Composite Reference Standard. Clinical and Vaccine Immunology, 19 (11): 1833-1837. Harti, A. dan Saptorini. 2012. Pemeriksaan Widal Slide untuk Diagnosa Demam Tifoid. Jurnal Kesehatan Kusuma Husada, 3 (2): 17. Keddy, K., et al. 2011. Sensitivity and Specificity of Typhoid Fever Rapid Antibody Tests for Laboratory Diagnosis at Two Sub-Saharan African Sites. Bull World Health Organ, 89 (1): 640-647. Kawano, R., Leano, S., and Agdamag, D. 2007. Comparison of Serological Test Kits for Diagnosis of Typhoid Fever in the Philippines. Journal of
103
Clinical Microbiology, 45 (1): 246247. 14. Latumakulita, L. 2012. Sistem Pakar Pendiagnosa Penyakit Anak Menggunakan Certainty Factor (CF). Jurnal Ilmiah Sains, 12 (2): 112-119. 15. Wain, J. and Hosoglu, S. 2008. The Laboratory Diagnosis of Enteric Fever. Journal Infect Developing Countries, 2 (6): 421-425.