71
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Data penggunaan bahan anestetika diperoleh dari kuesioner yang diedarkan secara acak kepada 87 Dokter Hewan praktek melalui survei secara acak dari tempat praktek Dokter Hewan di Rumah Sakit Hewan , Klinik Hewan, dan Praktek Umum. Survei dilakukan di daerah Jawa dan Bali dengan jumlah responden 87 tempat praktek dari 110 kuesioner yang diedarkan. Dari evaluasi kuesioner diperoleh informasi bahwa penggunaan metode anestesi yang lebih banyak dipilih adalah metode anestesi secara injeksi, yaitu sebesar 81%, sedangkan anestesi inhalasi hanya 10,5%, dan anestesi gabungan sebesar 8,5%. Penanganan pasien dengan melakukan pembedahan diluar ruangan operasi atau eksitu mencapai 43%. Jenis anestetika yang paling banyak digunakan adalah injeksi kombinasi ketamine HCl-xylazine HCl kurang lebih 85%, sedangkan anestesi inhalasi dengan isofluran hanya 15%. Kendala yang ditemukan apabila menggunakan anestesi injeksi adalah status teranestesi tidak stabil dan memerlukan pengulangan pemberian anestetikum pada saat operasi sedang berlangsung mencapai 45%, sedangkan pemulihan lama, tidak mulus, dan mempunyai efek samping kejang dan muntah mendekati 32,5%. Hal ini berdampak pada ketenangan proses operasi mengalami gangguan sekitar 22,5%. Penggunaan anestesi inhalasi dengan isofluran juga menimbulkan kendala seperti penggunaaan instalasi yang rumit mencapai 48,5%, keterbatasan penggunaan mesin anestesi inhalasi untuk operasi hewan dilapangan kurang lebih 41%, dan keterbatasan jenis operasi yang dapat dilakukan sekitar 10,5% karena tidak dapat digunakan untuk penangan bronkhoskopi dan laringoskopi. Sebagian besar para Dokter Hewan praktek sangat mengharapkan adanya anestesi yang menghasilkan durasi panjang menjangkau 65,4% dan adanya anestetikum yang praktis, aman, serta ekonomis sekitar 34,6%, seperti disajikan pada Tabel 8.
72
Tabel 8 Data hasil edaran kuesioner kepada Dokter Hewan Praktek di Jawa dan Bali dengan responden 87 tempat praktek Dokter Hewan dari 110 kuesioner yang diedarkan (79%)
Parameter
Jenis
Prosentase
Metode anestesi
Injeksi
81,0
Inhalasi
10,5
Gabungan
Jenis anestetikum Tempat pelaksanaan operasi Kendala selama operasi
8,5
Injeksi ketamine HCl dan xylazine HCl
85,0
Inhalasi isofluran
15,0
Lapangan (outdoor)
43,0
Ruangan (indoor)
57,0
Metode Injeksi : Ulangan pembiusan
45,0
Siuman tidak mulus (smooth)
32,5
Gangguan operasi
22,5
Metode Inhalasi :
Keinginan praktisi
Instalasi rumit
48,5
Keterbatasan di lapangan
41,0
Keterbatasan jenis operasi
10,5
Durasi pemeliharaan panjang
65,4
Aman dan praktis
34,6
Catatan : Prosentase yang diperoleh hanya merupakan penilaian individu terhadap pertanyaan, tidak menjelaskan alasan pemilihan.
Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan di atas, diperlukan inovasi untuk mendapatkan jenis anestetikum dan metode anestesi yang praktis untuk operasi dilapangan, aman untuk sistem vital, ekonomis, dan mempunyai durasi yang panjang sehingga menghasilkan anestesi yang lebih stabil dan tindakan operasi dapat berjalan dengan tenang.
Penelitian Tahap Pertama Studi ini dilakukan tanpa tindakan operasi. Penelitian tahap pertama untuk mendapatkan keterpilihan kombinasi preanestesi dan induksi anestesi pada anjing, yaitu : grup 1, 2, dan grup 3 dipreanestesi
dengan atropine sulfate dosis 0,03
73
mg/kgBB–xylazine HCl dosis 2 mg/kgBB secara intramuskuler dan 10 menit kemudian diinduksi secara intravena masing-masing dengan ketamine HCl dosis 4 mg/kg BB, propofol dosis 4 mg/kg BB, dan kombinasi ketamine HCl dosis 4 mg/kg BB - propofol dosis 4 mg/kg BB. Grup 4, 5, dan grup 6 dipreanestesi atropine sulfate dosis 0,03 mg/kgBB–midazolam dosis 0,2 mg/kgBB secara intramuskuler dan 10 menit kemudian masing-masing diinduksi secara intravena dengan ketamine HCl dosis 4 mg/kg BB, propofol dosis 4 mg/kg BB, dan kombinasi ketamine HCl dosis 4 mg/kg BB - propofol dosis 4 mg/kg BB. Pengukuran parameter dilakukan sebelum perlakuan atau menit ke-0 dan setiap 10 menit sampai menit ke-80. Parameter yang diamati adalah waktu anestesi dan respon fisiologis hewan terutama perubahan sistem kardiovaskuler dan respirasi.
Waktu Anestesi Grup 1 menunjukkan waktu induksi sekitar 9,25 ± 3,30 menit, durasi anestesi 17,5 ± 3,87 menit, dan waktu pemulihan 38,00 ± 12,36 menit. Grup 2 menunjukkan waktu induksi lebih cepat, yaitu 2,25 ± 0,50 menit, durasi singkat, sekitar 22,50 ± 5,91 menit, dan waktu pemulihan mencapai 39,75 ± 9,03 menit. Grup 3 menunjukkan waktu induksi yang cepat, menpai 2,75 ± 0,50 menit, durasi lebih lama, yaitu 30,50 ± 9,39 menit, dan waktu pemulihan 31,25 ± 7,32 menit. Grup 4 dan 5 menunjukkan waktu induksi, durasi, dan waktu pemulihan yang tidak dapat ditentukan karena hanya menghasilkan sedasi ringan, sedangkan analgesia dan relaksasi tidak terjadi, sehingga hewan tidak memenuhi syarat disebut teranestesi. Sedangkan grup 6 menunjukkan waktu induksi sekitar 2,25 ± 0,57 menit, durasi 9,00 ± 2,58 menit, dan waktu pemulihan 22,50 ± 8,58 menit. Data tiap grup ditunjukkan pada Tabel 9.
74
Tabel 9
Nilai rata-rata ± simpangan baku (rata-rata ± SD) waktu induksi, durasi, dan waktu pemulihan selama perlakuan preanestesi dan induksi anestesi pada anjing
Perlakuan Anestesi
Waktu (menit) Durasi
Induksi a, α
9,25 ± 3,30 2,25 ± 0,50b, β 2,75 ± 0,50b, β NA NA 2,25 ± 0,57b, β
Grup 1 Grup 2 Grup 3 Grup 4 Grup 5 Grup 6
b, β γ
17,50 ± 3,87 22,50 ± 5,91b, α β 30,50 ± 9,39a, α NA NA 9,00 ± 2,58c, γ
Pemulihan 38,00 ± 12,36a, α β 39,75 ± 9,03a, α 31,25 ± 7,32ab, α β NA NA 22,50 ± 8,58b, β
Keterangan : Pada baris (waktu anestesi) sama, huruf (a,b,c,d) yang berlainan menunjukkan berbeda nyata (P<0,05), huruf (α,β, δ, γ) yang berlainan menunjukkan berbeda sangat nyata (P<0,01). NA= not applicable (hanya sedasi ringan).
Waktu induksi grup 1 sangat nyata (P<0,01) lebih lama dibandingkan dengan grup lainnya. Grup 2, 3, dan grup 6 menunjukkan waktu induksi yang singkat dan tidak berbeda nyata (P>0,05). Durasi anestesi grup 3, nyata (P<0,05) lebih lama dibandingkan dengan grup 2, bahkan sangat nyata (P<0,01) lebih lama dibandingkan dengan grup 1 dan 6. Waktu pemulihan grup 1, 2, dan 3 tidak berbeda (P>0,05), grup 6 nyata lebih cepat (P<0,05) dibandingkan grup 1 dan 2, dan tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan grup 3. Grup 4 dan 5 tidak dapat diukur waktu induksi, durasi, dan waktu pemulihannya karena tidak menunjukkan adanya anestesi. Grup 4, 5, dan grup 6 menunjukkan sedasi ringan, hewan tidak mengalami analgesia, tidak mengalami relaksasi atau tidak terimobolisasi, dan tidak kehilangan kesadaran,
sehingga hewan tidak memenuhi syarat untuk disebut teranestesi.
Sedangkan grup 1, 2, dan grup 3 menunjukkan sedasi yang baik, analgesia, dan relaksasi serta immobilisasi yang sempurna. Durasi anestesi pada grup 4 adalah 0 menit, grup 5 juga 0 menit, dan grup 6 sekitar 9,00 ± 2,58 menit, sangat pendek dibandingkan grup 1, 2, dan 3, masing-masing mencapai 17,50 ± 3,87 menit, 22,50 ± 5,91 menit, dan 30,50 ± 9,39 menit. Gambaran waktu induksi, durasi, dan waktu pemulihan yang ditunjukkan oleh grup 1, 2, dan 3 lebih baik dari pada gambaran yang ditunjukkan grup 4, 5, dan 6, memberikan kejelasan bahwa faktor xylazine HCl berperanan penting dalam preanestesi. Xylazine HCl memiliki kemampuan menekan sistem syaraf pusat, bekerja pada aktivasi reseptor postsinap α2 -adrenoseptor dengan
75
dampak pada pengurangan pelepasan norepineprin dan dopamin (Adams 2001; McKelvey dan Hollingshead 2003). Sedangkan midazolam bekerja pada polisinaps di medula spinalis lebih kuat dibandingkan sebagai neurotransmitter inhibitor di SSP (Brander et all. 1991). Potensi midazolam secara intramuskular menghasilkan peningkatkan relaksasi otot dan analgesik lebih ringan dibandingkan dengan xylazine HCl . Disamping itu dosis midazolam yang diberikan belum cukup meningkatkan relaksasi otot maupun analgesia. Bishop (1996), menyatakan bahwa jika midazolam tidak efektif, harus diberikan secara intavena dan dosisnya dapat ditingkatkan sampai 15mg/kg BB. Selain daripada itu, bioavailibilitas midazolam pada pemberian intramuskuler sangat tidak baik dalam penyiapan status teranestesi (Katzung, 1992). Terungkap pula bahwa Sudisma et al. (2001), menyimpulkan bahwa diazepam yang satu golongan dengan midazolam, bila dikombinasikan dengan ketamine HCl untuk anestesi pada anjing secara intramuskular akan menghasilkan anestesi yang tidak sempurna. Induksi anestesi dengan ketamine HCl, propofol, atau kombinasi ketamine HCl dan propofol menghasilkan waktu anestesi yang berbeda. Grup 1 menunjukkan waktu induksi lebih lama dibandingkan dengan grup 2 masing masing 9,25 ± 3,30 menit dan 2,25 ± 0,50 menit. Durasi yang ditunjukkan oleh grup 1 lebih singkat dibandingkan dengan grup 2 masing masing 17,50 ± 3,87 menit dan 20,50 ± 5,91 menit. Sedangkan waktu pemulihan yang ditunjukkan oleh grup 1 tidak berbeda dengan grup 2, masing-masing 38,00 ± 12,36 menit dan 39,75 ± 9,03 menit. Grup 3 menunjukkan waktu induksi lebih cepat, sekitar 2,75 ± 0,50 menit, waktu durasi anestesi lebih lama, kurang lebih 30,50 ± 9,39 menit, dan waktu pemulihan lebih singkat, yaitu 31,25 ±
7,32 menit, dibandingkan dengan grup 1 maupun grup 2.
Gambaran durasi dan waktu pemulihan yang ditunjukkan oleh grup 3 lebih baik dari pada gambaran yang ditunjukkan grup 1 dan grup 2, memberikan kejelasan bahwa faktor kombinasi ketamine HCl dan propofol memberikan pengaruh yang positif terhadap waktu anestesi. Kombinasi ketamine HCl dan propofol menghasilkan waktu pemulihan cepat dan lembut, induksi lembut, dan fungsi psikomotor cepat kembali saat pemulihan dibandingkan dengan pemberian tanpa dikombinasikan (VanNatta
76
dan Rex 2006; Holmeister et al. 2008; Muhammad et al. (2009) . Propofol menghasilkan pengaruh anestesi dengan mekanisme yang bekerja pada reseptor GABA A dan sering digunakan sebagai induksi anestesi karena mempunyai mula kerja dan waktu pengeluaran dari tubuh yang cepat (Stoelting 1999). Pengaruh anestesi dan efek samping propofol sangat berhubungan dengan dosis dan keuntungan penggunaaan propofol dapat diperoleh dengan cara mengkombinasikan dengan agen anestesi lain seperti ketamin (McKelvey dan Hollingshead 2003). Ketamin mempunyai tempat kerja yang berbeda dengan propofol. Mekanisme ketamin menghasilkan anestesi bekerja secara antagonis dengan reseptor N-methyl-Daspartate (NMDA), mempunyai pengaruh antinociseptik, analgesik, dan mampu meningkatkan pengaruh anestesi apabila dikombinasikan dengan propofol (Lerche et al. 2000). Propofol adalah agen sedasi dan relaksasi, sedangkan ketamine HCl adalah agen analgesik, sehingga kombinasi ketamine-propofol menghasilkan anestesi yang memenuhi komponen anestesi, yaitu sedasi, analgesi, dan relaksasi. Kombinasi ketamine-propofol dapat saling melengkapi dan memberikan pengaruh positif terhadap hasil anestesi yang ditimbulkan.
Denyut Jantung Grup 1 menunjukkan penurunan denyut jantung pada menit ke-10, selanjutnya terjadi peningkatan denyut jantung yang sangat tajam pada menit ke-20, kemudian menurun dari menit ke-40 sampai menit ke-80, tetapi tidak berbeda dengan nilai awal. Grup 2 dan 3 juga menunjukkan pola yang sama dengan grup 1, yaitu menurun pada menit ke-10, kemudian meningkat tajam pada menit ke-10, dan kembali menurun mendekati nilai normal pada menit ke-40 sampai akhir perlakuan. Tetapi, grup 4, 5, dan grup 6 menunjukkan pola yang berlawanan, terjadi peningkatan denyut jantung pada menit ke-10, selanjutnya menurun pada menit ke-30 sampai menit ke80. Grup 4 dan 6 menunjukkan peningkatan denyut jantung yang sangat nyata (P<0,01) pada menit ke-20 dibandingkan dengan nilai awal, selanjutnya menurun mendekati nilai awal sampai menit ke-80. Sedangkan grup 5 menunjukkan penurunan
77
denyut jantung yang sangat nyata (P<0,01) dari menit ke-20 sampai menit ke-80, seperti disajikan pada Tabel 10 dan Gambar 14. Grup 1 AXK Grup 2 AXP Grup 3 AXKP Grup 4 AMK Grup 5 AMP Grup 6 AMKP
Denyut Jantung (x/menit)
250 200 150 100 50
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Waktu (menit) Gambar 14 Perubahan rata-rata denyut jantung selama perlakuan kombinasi preanestesi dan induksi anestesi pada anjing.
Gambaran denyut jantung yang ditunjukkan oleh grup 1, 2, dan 3 lebih baik daripada gambaran yang ditunjukkan grup 4, 5, dan 6, memperlihatkan bahwa xylazine HCl dan modazolam berpengaruh sangat berbeda terhadap denyut jantung. Kombinasi preanestesi atropine sulfate-xylazine HCl
menyebabkan penurunan
denyut jantung pada menit ke-10, sedangkan kombinasi preanestesi atropine sulfate midazolam menyebabkan peningkatan denyut jantung. Xylazine HCl mempunyai potensi bekerja lebih cepat dibandingkan atropine sulfate, sehingga xylazine HCl berpengaruh sangat kuat menurunkan denyut jantung. Potensi xylazine HCl yang termasuk golongan α2-adrenergik agonis menyebabkan menurunnya transmisi simpatik dari susunan syaraf pusat, tertekannya pacemaker secara langsung, tertekannya konduksi, terhambatnya pelepasan noradrenalin dari ujung syaraf simpatik, peningkatan pelepasan acetylcholine dari syaraf parasimpatik, dan meningkatnya tonus vagal (Rossi dan Junqueira 2003). Xylazine HCl menyebabkan aktivitas simpatik menurun dan aktivitas vagal meningkat (Rand et al. 1996 dalam Kul 2001). Sedangkan midazolam mempunyai potensi lebih rendah bekerja
78
mempengaruhi jantung, sehingga potensi atropine sulfate
untuk meningkatkan
denyut jantung terlihat sangat nyata (Muir et al. 2000). Induksi anestesi dengan ketamine HCl, propofol, maupun kombinasi ketamine HCl-propofol menghasilkan pengaruh perubahan denyut jantung anjing yang tidak berbeda dengan sebelum perlakuan. Gambaran denyut jantung terlihat lebih stabil setelah dilakukan induksi anestesi, menunjukkan bahwa propofol menimbulkan pengaruh yang tidak nyata terhadap denyut jantung. Mohamadnia et al. (2008), menyatakan bahwa propofol tidak menimbulkan pengaruh terhadap denyut jantung. Begitu pula penelitian Belo et al. (1994), bahwa propofol menyebabkan penurunan tekanan darah tetapi tidak menyebabkan perubahan pada denyut jantung. Ketamine HCl sebagai induksi anestesi juga menyebabkan perubahan yang tidak nyata pada denyut jantung anjing karena pengaruh preanestesi xylazine HCl
sangat kuat
menurunkan denyut jantung, sehingga pengaruh ketamine HCl meningkatkan denyut jantung tidak terlihat nyata. Kombinasi ketamine HCl -propofol sebagai induksi anestesi juga tidak menyebabkan perubahan yang nyata pada denyut jantung. Kombinasi ketamine HCl-propofol memberikan pengaruh kestabilan yang baik terhadap denyut jantung. Pengaruh anestesi dan efek samping propofol adalah depresi kardiovaskuler, efek samping propofol sangat berhubungan dengan dosis dan keuntungan penggunaaan propofol dapat diperoleh dengan cara mengkombinasikan dengan agen anestesi lain seperti ketamine HCl, sehingga pengaruh depresi kardiovaskuler akibat propofol dapat dikurangi (McKelvey dan Hollingshead 2003).
Respirasi Respirasi pada hewan adalah usaha mengambil udara atau gas inspirasi dalam jumlah yang sama dengan yang dikeluarkan melalui ekspirasi. Volume udara atau gas yang masuk dan keluar saluran respirasi disebut volume tidal, sedangkan jumlah inspirasi atau ekspirasi yang dilakukan setiap menitnya disebut frekuensi respirasi per menit atau respiratory rate. Nilai frekuensi respirasi normal pada anjing adalah 10 – 30 kali per menit, dalam keadaan teranestesi dengan kedalaman sedang akan mencapai 8-20 kali per menit, dan dalam keadaan pemeliharaan anestesi biasanya
79
kurang dari 8 kali per menit.
Keadaan respirasi di bawah normal disebut
hipoventilasi dan sebaliknya adalah hiperventilasi. Grup 1, 2, dan grup 3 menunjukkan pola penurunan nilai respirasi pada menit ke-10 dan terus menurun sampai menit ke-20, selanjutnya terjadi peningkatan nilai respirasi sampai menit ke80 dan tidak berbeda dengan nilai awal. Grup 4, 5, dan grup 6 menunjukkan pola peningkatan nilai respirasi pada menit ke-10, bahkan grup 4 terus menunjukkan peningkatan sampai menit ke-20, selanjutnya terjadi pola penurunan nilai respirasi mendekati nilai awal sampai menit ke-80. Sedangkan grup 6 menunjukkan gambaran pola perubahan nilai respirasi yang tidak stabil, meningkat tajam pada menit ke-10, kemudian turun tajam pada menit ke-20 dan kembali meningkat tajam pada menit ke40 dan 50, selanjutnya turun mendekati nilai awal. Kestabilan nilai respirasi mendekati nilai awal terjadi mulai menit ke-60 sampai 80. Data tiap grup disajikan pada Tabel 10 dan Gambar 15. 45
Grup 1 AXK Grup 2 AXP Grup 3 AXKP Grup 4 AMK Grup 5 AMP Grup 6 AMKP
Respirasi (x/menit)
40 35 30 25 20 15 10 5 0
10
20
30
40
50
60
70
80
Waktu (menit)
Gambar 15 Perubahan rata-rata respirasi selama perlakuan kombinasi preanestesi dan induksi anesthesia pada anjing.
Gambaran respirasi yang ditunjukkan grup 1, 2, dan grup 3 menurun dan lebih stabil dibandingkan gambaran yang ditunjukkan oleh grup 4, 5, dan 6 yang meningkat dan tidak sabil. Pemberian xylazine HCl menyebabkan terjadi relaksasi otot-otot diantara tulang iga dan perut yang dapat mengembang-kempiskan rongga dada
80
sewaktu terjadi respirasi, karena xylazine HCl tergolong muscle relaxant (Adams 2001; Bishop 1996). Respirasi menurun karena tertekannya otot-otot pernapasan oleh xylazine HCl dan pengaruh α2-adrenergik agonis dari xylazine HCl. Xylazine HCl termasuk golongan α2-adrenergik agonis, dikombinasikan dengan atropine sulfate sebagai preanestesi menyebabkan terjadinya sedasi dan tertekannya respirasi (Rossi dan Junqueira 2003). Atropine sulfate
juga memungkinkan terjadinya dilatasi
bronchial pada anjing yang mengalami sedasi (Ko et al. 2001), sehingga penggunaan kombinasi preanestesi atropine sulfate dan xylazine HCl menyebabkan penurunan nilai rata-rata respirasi. Grup 4, 5, dan grup 6 menunjukkan peningkatan respirasi pada menit ke-10, disebabkan karena preanestesi midazolam menyebabkan sedikit penekanan pada respirasi dan penekanan respirasi oleh midazolam bersifat sementara, sehingga penggunaan kombinasi preanestesi dengan atropine sulfate memberikan pengaruh yang dominan terhadap peningkatan respirasi (Lumb dan Jones 1996). Sedangkan grup 6 menunjukkan pola perubahan nilai respirasi yang tidak stabil, karena midazolam tidak menghasilkan preanestesi yang baik sehingga pengaruh ketamine HCl dan propofol tidak menghasilkan induksi yang baik. Grup 1, 2, dan 3 menunjukkan penurunan respirasi yang sangat tajam pada menit ke-20, karena pengaruh xylazine HCl dan propofol. Efek samping utama yang sangat dihindari dari propofol adalah penekanan sistem respirasi (Stawicki 2007). Propofol menyebabkan depresi respirasi terutama apabila diberikan secara cepat dengan dosis yang tinggi (Franks 2008; Miler 2010; Stawicki 2007). Semua grup yang menerima perlakuan xylazine HCl dan propofol menunjukkann penurunan gambaran respirasi pada menit ke-20, kecuali grup 4 menunjukkan peningkatan. Nilai respirasi pada menit ke-20 yang ditunjukkan oleh grup 2 sangat rendah, sedangkan nilai respirasi oleh grup 3 lebih tinggi dibandingkan grup 2. Kombinasi ketamine HCl -propofol mampu mengurangi tekanan respirasi dibandingkan hanya dengan induksi propofol saja. Propofol menghasilkan pengaruh menghilangkan kesadaran dan depresi respirasi terutama apabila diberikan secara cepat dengan dosis yang tinggi (Franks 2008; Miler 2010; Stawicki 2007). Efek samping penggunaaan propofol adalah apnea (Stawicki 2007). Propofol menyebabkan apnea karena
81
pemberian yang cepat (Maddison et al. 2002; Andrews et al. 1997; Mohamadnia et al. 2008). Kombinasi ketamine HCl -propofol mampu mengurangi pengaruh buruk peopofol terhadap respirasi. Nilai respirasi pada menit ke-30 sampai menit ke-80, mulai satabil mendekati nilai awal, terjadi pemulihan nilai rata-rata respirasi mendekati nilai stabil seperti pada awal sebelum perlakuan. Sedangkan ketamine HCl tidak memberikan pengaruh yang berbahaya terhadap frekuensi respirasi (Haskin et al 1985).
82
Tabel 10 Nilai rata-rata ± simpangan baku (rata-rata ± SD) denyut jantung, frekuensi respirasi, suhu rektal, dan nilai saturasi O 2 selama perlakuan kombinasi preanestesi atropine sulfate -xylazine HCl atau atropine sulfate -midazolam dan induksi ketamine HCl dan atau propofol pada anjing Jenis Perlakuan Pengamatan
0
10
20
Waktu Pengamatan (menit) 30 40 50
Grup 1 99±16 46±15** 103±27 75±33 114±17 106±18 Grup 2 104± 9 71±18* 110±35 123±24 107± 7 89± 3 Denyut Jantung Grup 3 99±13 59±16** 120±14* 96±14 100± 9 96±13 (x/menit) Grup 4 100±12 153±52 192±15** 170±55* 154±44 144±36 119± 8 120± 8 106± 4** 102± 7** 101± 7** 91± 1** Grup 5 91± 8 134± 6* 158±35** 121±41 122±26 112±27 Grup 6 Grup 1 19±2 13± 4 11± 5** 12± 3* 15±2 17±3 Grup 2 21±4 17± 4 9± 4** 16± 4 14±3 16±7 Respirasi 21±1 17± 2 10± 4** 14± 1* 13±4* 16±4 Grup 3 (x/menit)) 18±3 20± 2 24± 6** 17± 1 18±2 18±2 Grup 4 16±5 18± 2 11± 1 10± 2** 15±3 14±3 Grup 5 Grup 6 23±8 30±11 16±17 21±11 34±6 33±1 Grup 1 38,7±0,4 38,5±0,7 38,7±0,6 38,6±0,6 38,3±0,7 38,1±0,7 Grup 2 38,4±0,5 38,0±0,3 37,6±0,4* 37,2±0,6** 37,1±0,6** 36,8±0,6** 39,2±0,5 39,1±0,6 38,8±0,7 38,6±0,8 38,5±0,7 38,1±0,7 Grup 3 Suhu Rektal ±0,6 ±0,8 ±0,9 ±0,6 ±0,6 Grup 4 38,2 37,8 37,8 38,0 38,0 37,9±0,5 (oC) Grup 5 38,8±0,4 38,7±0,3 38,5±0,3 38,4±0,3 38,4±0,3 38,3±0,2 38,3±0,5 38,0±1,1 38,1±0,6 38,0±0,8 38,0±0,7 38,0±0,7 Grup 6 98±0,6 96±1,5 97±1,7 95±2,2 95±2,2 97±0,5 Grup 1 Grup 2 96±2,0 89±3,3 81±12,1** 93±1,0 94±1,7 93±1,0 Saturasi O 2 Grup 3 97±2,0 90±1,0* 90±7,2* 89±5,7* 93±1,9 93±2,6 (%) 98±0,8 97±3,0 96±2,5 95±2,9 95±2,9 95±2,9 Grup 4 98±0,5 93±1,2** 93±1,2** 88±2,1** 90±0,5** 91±1,0** Grup 5 97±1,2 97±1,2 95±1,2* 95±1,0* 95±1,0* 94±1,6** Grup 6 Keterangan : Pada kolom (perlakuan) sama, * = berbeda nyata (P<0,05), ** = berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan nilai awal (menit ke-0).
60 94±14 87± 9 85±11 130±26 98± 3** 106±22 21±5 13±7 16±5 13±1 14±2 16±5 37,9±0,8 37,1±,05** 37,9±0,7* 37,9±0,5 38,2±0,2* 37,9±0,6 97±0,5 89±5,1 93±1,9 95±2,9 92±0,0** 94±1,0*
70 86±15 82±10 80±13 123±30 100± 2** 99±17 21±5 14±6 16±5 14±2 14±3 16±4 37,8±0,9 37,1±0,5** 37,7±0,6* 37,8±0,6 38,2±0,2* 37,8±0,7 97±0,5 94±1,5 93±1,9 95±2,9 94±1,0** 95±1,2*
80 78±17 82±10 80±16 118±26 100± 1** 91±10 19±2 14±6 16±5 16±2 16±2 15±5 37,6±1,0 37,1±0,5** 37,7±0,5* 37,8±0,5 38,2±0,1* 37,7±0,6 98±0,6 94±1,5 93±1,9 95±2,9 96±1,0** 95±1,0
83
Suhu Rektal Grup 1 menunjukkan pola penurunan suhu rektal.
Pola penurunan suhu
terjadi pada menit ke-10 setelah penyuntikan sampai akhir anestesi. Grup 2, 3, 4, 5, dan grup 6 juga menunjukkan pola penurunan suhu rektal. Penurunan suhu yang tajam dan berbeda dengan nilai awal ditunjukkan oleh grup 2 pada menit ke-20 dan terus menurun sangat tajam dari menit ke-30 sampai menit ke-80, seperti disajikan pada Tabel 10 dan Gambar 16. 40,00
Grup 1 AXK Grup 2 AXP Grup 3 AXKP Grup 4 AMK Grup 5 AMP Grup 6 AMKP
39,50
Suhu ( C)
39,00 38,50 38,00 37,50 37,00 36,50 36,00 0
10
20
30
40
50
60
70
80
Waktu (menit)
Gambar 16 Perubahan rata-rata suhu rektal selama perlakuan kombinasi preanestesi dan induksi anestesi pada anjing.
Terjadi penurunan suhu yang ditunjukkan oleh grup 1, 2, dan 3, begitu pula grup 4, 5, dan 6, bahkan terjadi penurunan yang sangat tajam ditunjukkan oleh grup 2. Keadaan teranestesi menyebabkan laju metabolisme tubuh menurun sehingga proses pembentukan energi tubuh yang menghasilkan panas juga akan menurun. Xylazine HCl dan propofol menyebabkan sedasi, penurunan metabolisme, relaksasi otot, dan tertekannya susunan syaraf pusat, serta menyebabkan penekanan termoregulasi yang lebih lama (Rossi dan Junqueira 2003). Agen anestesi seperti xylazine HCl, midazolam, propofol, dan ketamine HCl secara umum menekan pusat pengaturan suhu. Penambahan induksi dengan propofol menyebabkan penurunan suhu berlanjut, karena propofol menyebabkan penurunan cardiak output, penurunan
84
tekanan darah, terjadi fase dilatasi arteri dan vena, menyebabkan relaksasi pembuluh darah sehingga terjadi penurunan suhu tubuh lebih tajam, serta menekan pusat pengaturan suhu di hipotalamus, sehingga anjing kehilangan kemampuan untuk mengatur suhu (Karsli et al. 1999).
Propofol mempunyai potensi mendepresi
respirasi dan menyebabkan penurunan metabolik (Seymour dan Novakovski 2007), sehingga menyebabkan penurunan suhu tubuh lebih tajam. Selain pengaruh agen anestesi, hilangnya panas tubuh pada hewan selama teranestesi juga disebabkan karena penempatan hewan diatas meja operasi stainles steel dan ruangan operasi yang menggunakan pendingin ruangan atau airconditioning dengan pengaturan suhu yang rendah, di bawah 24oC. Periode anestesi lama lebih dari 30 menit juga dapat menyebabkan penurunan suhu tubuh (Warren 1983; Muir et al. 2000). Abnormalitas termoregulasi yang menyebabkan penurunan suhu tubuh selama hewan teranestesi disebabkan karena kehilangan panas akibat produksi yang menurun, penekanan pada susunan syaraf pusat, terjadi vasodilatasi, penurunan produksi panas oleh aktivitas otot, penyuntikan cairan dengan suhu rendah, dan kapasitas tubuh yang terbuka terhadap kontak lingkungan (Muir et al. 2000). Penurunan suhu yang ditunjukkan oleh semua grup masih berada pada batas normal suhu rektal anjing dalam kondisi teranestesi, yaitu diatas 35oC.
Saturasi Oksigen (O 2 ) Saturasi oksigen adalah oksigen yang berikatan dengan hemoglobin dalam darah. Prosen saturasi menggambarkan perbandingan volume oksigen yang berikatan dengan hemoglobin dari keseluruhan oksigen dalam tubuh, ikatan hemoglobin dengan oksigen dalam keadaan normal mencapai 95%. Nilai normal saturasi oksigen adalah 95% atau sama dengan tekanan oksigen arteri (PaO 2 ) sekitar 85-100 mmHg. Apabila saturasi turun menjadi 90%, berarti tekanan oksigen arteri menjadi sekitar 60 mmHg, terjadi hipoksia. Apabila nilai oksimetri menunjukkan 85% selama 60 detik, telah terjadi hipoksia yang serius. Grup 1 menunjukkan penurunan nilai saturasi oksigen mulai menit ke-10 sampai akhir anestesi. Grup 2, 3, 4, 5, dan 6 juga menunjukkan penurunan saturasi oksigen mulai menit ke-10 sampai akhir anestesi.
85
Penurunan yang sangat tajam ditunjukkan oleh grup 2 pada menit ke-10 dan 20, kemudian meningkat pada menit ke-30 sampai menit ke-80 mendekati nilai awal. Sedangkan grup lainnya menunjukkan penurunan saturasi oksigen tetapi tidak berbeda nyata dengan nilai awal dan mulai menit ke-50 sampai 80, terjadi saturasi oksigen yang satabil mendekati nilai awal. Data tiap grup ditunjukkan pada Gambar 17. 100
Grup 1 AXK Grup 2 AXP Grup 3 AXKP Grup 4 AMK Grup 5 AMP Grup 6 AMKP
Saturasi O2 (%)
95 90 85 80 75 70 65
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Waktu (menit)
Gambar 17 Perubahan rata-rata saturasi oksigen selama perlakuan kombinasi preanestesi dan induksi anestesi pada anjing.
Penurunan saturasi oksigen ditunjukkan oleh grup 1, 2, dan 3, begitu pula grup 4, 5, dan 6. Obat-obat anestesi menyebabkan relaksasi otot bronkhial dan penurunan tingkat oksigenasi darah (Ismail et al. 2010). Preanestesi xylazine HCl menyebabkan penurunan saturasi oksegen akibat menurunnya respirasi, karena tertekannya otot-otot pernapasan oleh xylazine HCl dan pengaruh α2-adrenergik agonis dari xylazine HCl. Xylazine HCl termasuk golongan α2-adrenergik agonis, dikombinasikan dengan atropine sulfate sebagai preanestesi menyebabkan terjadinya sedasi dan tertekannya respirasi (Rossi dan Junqueira 2003), sehingga saturasi oksigen juga menurun. Atropine sulfate
juga memungkinkan terjadinya dilatasi
bronchial pada anjing yang mengalami sedasi (Ko et al. 2001), selanjutnya Baniadam et al. (2007), menyebutkan bahwa xylazine HCl menyebabkan penurunan saturasi oksigen, sehingga kombinasi preanestesi atropine sulfate-xylazine HCl menyebabkan
86
penurunan nilai rata-rata respirasi dan penurunan saturasi oksigen. Induksi dengan propofol menimbulkan efek samping utama yang sangat dihindari berupa penekanan sistem respirasi, sehingga menurunkan nilai saturasi oksegen
(Stawicki 2007).
Propofol menyebabkan depresi respirasi terutama apabila diberikan secara cepat dengan dosis yang tinggi (Franks 2008; Miler 2010; Stawicki 2007). Nilai saturasi oksegen yang ditunjukkan oleh grup 2 menurun sangat tajam pada menit ke-10 dan lebih tajam pada menit ke-20, setelah dilakukan induksi dengan propofol.
Tekanan Darah Tekanan Darah Sistol (Systole Arterial Pressure/SAP) Systolic arterial pressure (SAP) atau tekanan darah sistol adalah tekanan darah tertinggi yang dihasilkan karena kontraksi ventrikel yang memompa darah ke aorta dan arteri besar. Tekanan darah dapat diukur secara kasar melalui palpasi pulsus, tetapi untuk mendapatkan tekanan darah yang akurat harus dilakukan dengan alat pengukur tekanan darah. Pengukuran tekanan darah dapat dilakukan secara langsung pada pembuluh darah arteri (invasive) atau secara tidak langsung menggunakann cuff tekanan darah yang ditempelkan pada arteri (noninvasive). Tekanan darah sistol normal pada anjing adalah 120 mmHg (90-160 mmHg). Grup 1, 2, dan grup 3 menunjukkan peningkatan tekanan darah sitol pada menit ke 20, 30 dan 40 selanjutnya menurun mendekati nilai awal sampai menit ke-80. Sedangkan grup 4, 5, dan grup 6 menunjukkan penurunan nilai SAP sampai menit ke-50, selanjutnya meningkat mendekati nilai awal sampai menit ke-80. Grup 1, 2, dan grup 3, maupun grup 4, 5, dan grup 6 menunjukkan tekanan darah yang stabil dan mendekati nilai awal mulai menit ke-50 sampai 80, seperti ditunjukkan pada Gambar 18.
87
220
Grup 1 AXK AXP Grup 2 AXKP Grup 3 AMK Grup 4 AMP Grup 5 AMKP Grup 6
200
SAP (mmHg)
180 160 140 120 100 80 60 40 0
10
20
30
40
50
60
70
80
Waktu (menit)
Gambar 18 Perubahan nilai rata-rata tekanan darah sistol (systole arterial pressure, SAP) selama perlakuan kombinasi preanestesi dan induksi anestesi pada anjing.
Grup 1, 2, dan grup 3 menunjukkan peningkatan nilai SAP sampai menit ke40, selanjutnya menurun, sedangkan grup 4, 5, dan grup 6 menunjukkan penurunan, selanjutnya meningkat, memberikan kejelasan bahwa preanestesi xylazine HCl menyebabkan peningkatan tekanan arteri atau hipertensi pada awal pemberian dan diikuti dengan penurunan atau hipotensi akibat tertekannya syaraf pusat (Muir et al. 2000). Peningkatan nilai SAP juga disebabkan karena adanya atropine sulfate pada kombinasi preanestesi atropine sulfate-xylazine HCl. Alibhai et al. (1996), menyebutkan bahwa atropine sulfate dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah, terjadi bersama-sama dengan meningkatnya denyut jantung. Pengaruh atropine sulfate yang dikombinasikan dengan golongan α2-adrenergik seperti xylazine HCl akan menghasilkan lama kerja sekitar 60 menit, sehingga meningkatnya tekanan darah akan terjadi selama 60 menit setelah penyuntikan atropine sulfate. Sedangkan adanya kecenderungan penurunan nilai SAP disebabkan karena pengaruh xylazine HCl yang menstimulasi reseptor adrenergik, menyebabkan pelepasan norepineprin dan pengaruh simpatomimetik dari ketamine HCl ditutupi oleh aktivitas simpatolitik dari xylazine HCl (Wixson et al. 1987). Kombinasi xylazine HCl dan ketamine HCl juga akan menginduksi penurunan tekanan darah arteri. Grup 4, 5, dan grup 6 menunjukkan penurunan tekanan darah sistol akibat penggunaan
midazolam,
yang
bekerja
memperkuat
kerja
GABA
sebagai
88
neurotransmiter inhibitori utama pada otak, mampu menekan reflekss-refleks polisinaps dan berpengaruh terhadap medulla spinalis (Brander et al. 1991). Midazolam bekerja pada reseptor benzodiazepin dengan cara meningkatkan pengikatan GABA pada reseptor GABA A , sehingga menimbulkan penghambatan SSP (Stawicki 2007). Efek samping penggunaan midazolam adalah hipotensi, bradikardi, depresi respirasi, kerusakan fungsi motor, dan koma (Stawicki 2007). Selanjutnya, penurunan tekanan darah juga disebabkan karena efek samping penggunaaan propofol yang menyebabkan apnea dan penurunan tekanan darah (Stawicki 2007). Propofol menyebabkan turunnya tekanan darah karena secara langsung menyebabkan vasodilatasi pada vena dan arteri serta menyebabkan relaksasi pembuluh darah (Karsli et al. 1999). Propofol menyebabkan rendahnya tekanan darah sistol (SAP) dan tekanan darah rata-rata (MAP) tanpa menimbulkan pengaruh pada denyut jantung (Belo et al. 1994 dalam Mohamadnia et al. 2008).
Tekanan Darah Diastol (Diastole Arterial Pressure/DAP Diastolic arterial pressure (DAP) atau tekanan darah diastol adalah tekanan darah terendah yang merupakan tekanan sisa pada saat jantung berada pada tahap istirahat atau relaksasi sebelum kontraksi berikutnya. Pengukuran tekanan darah diastol dapat dilakukan secara langsung pada pembuluh darah arteri (invasive) atau secara tidak langsung menggunakann cuff tekanan darah yang ditempelkan pada arteri (noninvasive). Tekanan darah diastol normal pada anjing adalah 80 mmHg (50-90 mmHg). Grup 1, 2, dan grup 3 menunjukkan peningkatan nilai tekanan darah diastol (diastole arterial pressure, DAP) dari menit ke-20 sampai menit ke-40, selanjutnya menurun mendekati nilai awal sampai menit ke-80.
Grup 4, 5, dan grup 6
menunjukkan penurunan nilai DAP yang sangat nyata sampai menit ke-30, selanjutnya terjadi peningkatan sampai menit ke-70 dan pada menit ke-80 terjadi penurunan, seperti disajikan pada Tabel 11 dan Gambar 19.
89
160
Grup AXK 1 Grup AXP 2 Grup AXKP3 Grup AMK4 Grup AMP 5 AMKP Grup 6
140
DAP (mmHg)
120 100 80 60 40 20
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Waktu (menit)
Gambar 19 Perubahan nilai rata-rata tekanan darah diastol (diastole arterial pressure DAP) selama perlakuan kombinasi preanestesi dan induksi anestesi pada anjing.
Grup 1, 2, dan grup 3 menunjukkan peningkatan nilai DAP pada menit ke-20 sampai 40, sedangkan grup 4, 5, dan 6 menunjukkan penurunan, menggambarkan bahwa adanya perbedaan pengaruh yang sangat nyata antara preanestesi xylazine HCl dengan preanestesi midazolam. Xylazine HCl menyebabkan peningkatan tekanan darah arteri pada awal pemberian, kemudian diikuti dengan penurunan tekanan darah arterial karena tertakannya syaraf pusat oleh xylazine HCl. Peningkatan tekanan darah juga disebabkan karena pengaruh atropine sulfate yang terjadi bersama-sama dengan meningkatnya denyut jantung (Ko et al. 2001). Meningkatnya nilai DAP juga disebabkan karena terjadi fase eksitasi pada awal pemberian anestesi, sedangkan pengaruh penurunan nilai DAP pada menit ke-50 sampai 80 juga disebabkan karena pengaruh xylazine HCl yang menyebabkan relaksasi otot pada pembuluh darah dan menurunnya denyut jantung. Xylazinee HCl bekerja melalui mekanisme yang menghambat tonus simpatik karena xylazine mengaktivasi reseptor postsinap α2 adrenoseptor sehingga menyebabkan relaksasi otot, penurunan denyut jantung, dan penurunan tekanan darah melalui penghambatan transmisi impuls intraneural pada susunan syaraf pusat (Adams 2001). Grup 4, 5, dan grup 6 menunjukkan penurunan tekanan darah diastol akibat penggunaan
midazolam,
yang
bekerja
memperkuat
kerja
GABA
sebagai
90
neurotransmiter inhibitori utama pada otak, mampu menekan reflekss-refleks polisinaps dan berpengaruh terhadap medulla spinalis (Brander et al. 1991). Midazolam bekerja pada reseptor benzodiazepin dengan cara meningkatkan pengikatan GABA pada reseptor GABA A , sehingga menimbulkan penghambatan SSP (Stawicki 2007). Efek samping penggunaan midazolam adalah hipotensi dan bradikardi (Stawicki 2007).
Tekanan Darah Rata-rata (Mean Arterial Pressure/MAP) Mean arterial pressure (MAP) atau tekanan darah rata-rata adalah tekanan rata-rata siklus jantung dan merupakan tekanan darah yang paling penting yang berhubungan dengan anestesi, karena merupakan indikator paling baik untuk mengetahui aliran darah pada organ dalam. Mean arterial pressure dapat diketahui secara langsung pada alat ukur atau dengan menghitung menggunakan rumus berdasarkan nilai SAP dan DAP. Tekanan darah rata-rata normal pada anjing adalah 90-100 mmHg, atau dalam keakaan teranestesi kurang lebih 70 – 90 mmHg. Grup 1, 2, dan grup 3 menunjukkan peningkatan nilai MAP dari menit ke-10 sampai menit ke-40, selanjutnya menurun mendekati nilai awal sampai menit ke-80. Sedangkan grup 4, 5, dan grup 6 menunjukkan pola penurunan nilai MAP dari menit ke-10 sampai menit ke-30, selanjutnya meningkat mendekati nilai awal sampai menit ke-80, seperti ditunjukkan pada Gambar 20.
91
190
Grup 1 AXK Grup 2 AXP Grup 3 AXKP Grup 4 AMK Grup 5 AMP Grup 6 AMKP
170
MAP (mmHg)
150 130 110 90 70 50 30
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Waktu (menit)
Gambar 20 Perubahan nilai rata-rata tekanan darah rata-rata (mean arterial pressure,MAP) selama perlakuan kombinasi preanestesi dan induksi anestesi pada anjing.
Meningkatnya tekanan darah rata-rata (MAP) pada menit ke-10 sampai menit ke-40 yang ditunjukkan oleh grup 1, 2, dan grup 3 karena terjadinya fase eksitasi dan pengaruh xylazine HCl
yang menyebabkan hipertensi pada tahap awal.
Meningkatnya nilai MAP juga akibat dari atropine sulfate dan terjadi peningkatan tekanan darah bersama-sama dengan meningkatnya denyut jantung. Pulsus alternans juga dapat terjadi pada anjing yang diberikan atropine sulfate. Pulsus alternans ditandai dengan terjadinya pergantian antara pulsus kuat dan lemah sebelum terjadi irama jantung yang mantap dan tetap (Ko et al. 2001). Selanjutnya, menurunnya MAP yang ditunjukkan oleh grup 1, 2, dan 3 pada menit ke-50 sampai 80, disebabkan oleh pengaruh xylazine HCl yang menyebabkan relaksasi otot, menurunnya denyut jantung dan tertekannya syaraf pusat. Perubahan tekanan darah juga dapat disebabkan oleh perubahan dosis kombinasi atropine sulfate, xylazine HCl , dan ketamine HCl yang digunakan. Hal ini juga disebutkan oleh Ko et al. (2001) bahwa terjadinya perubahan pada tekanan darah tergantung pada dosis penggunaan atropine sulfate , xylazine HCl
dan ketamine HCl. Selanjutnya, penurunan tekanan darah juga
disebabkan karena efek samping penggunaaan propofol yang menyebabkan apnea (Stawicki 2007). Propofol menyebabkan turunnya tekanan darah karena secara langsung menyebabkan vasodilatasi pada vena dan arteri serta menyebabkan relaksasi
92
pembuluh darah (Karsli et al. 1999). Propofol menyebabkan rendahnya tekanan darah sistol (SAP) dan tekanan darah rata-rata (MAP) tanpa menimbulkan pengaruh pada denyut jantung (Belo et al. 1994 dalam Mohamadnia et al. 2008). Sedangkan penurunan nilai MAP yang ditunjukkan oleh grup 4, 5, dan grup 6 dari menit ke-10 sampai menit ke-30, karena midazolam dapat memperkuat kerja GABA yang merupakan neurotransmiter inhibitori utama pada otak, mampu menekan reflekss-refleks polisinaps dan berpengaruh terhadap medulla spinalis (Brander et al. 1991). Midazolam bekerja pada reseptor benzodiazepin dengan cara meningkatkan pengikatan GABA pada reseptor GABA A , sehingga menimbulkan penghambatan SSP yang menyebabkan hipotensi, bradikardi, depresi respirasi, kerusakan fungsi motor, dan koma. (Stawicki 2007)
End Tidal CO 2 (ET CO 2 ) Respirasi pada hewan akan mengambil udara atau gas inspirasi dalam jumlah yang sama dengan yang dikeluarkan atau ekspirasi. Volume udara atau gas yang masuk dan keluar saluran respirasi disebut volume tidal, sedangkan end tidal CO 2 atau ET CO 2 adalah volume atau tekanan gas CO 2 yang dikeluarkan pada akhir ekspirasi. End tidal CO 2 dapat diukur menggunakan adapter tube yang dipasang pada ujung tracheal tube yang dimasukkan pada saluran pernapasan. Nilai ET CO 2 normal pada anjing adalah 35 – 46 mmHg, keadaan hipercapnia terjadi apabila nilainya di atas normal dan hipocapnia apabila nilanya dibawah normal. Nilai ET CO 2 yang ditunjukkan oleh grup 4 dan 5 tidak dapat diukur, karena anjing hanya mengalami sedasi ringan, tidak mengalami analgesi dan relaksasi. Grup 1, 2, 3, dan grup 6 menunjukkan tidak adanya perubahan nilai ET CO 2 sampai menit ke-40, selanjutnya terjadi penurunan dari menit ke-50 sampai menit ke-70, tetapi masih pada batas normal. Grup 2 dan 6 menunjukkan penurunan yang nyata, sedangkan pada grup 1 dan 3 menunjukkan penurunan yang sangat nyata, seperti disajikan pada Tabel 11 dan Gambar 21.
93
ET CO2 Respirasi (mmHg)
50
AXK Grup 1 AXP Grup 2 AXKP Grup 3 AMK Grup 4 AMP Grup 5 AMKP Grup 6
45 40 35 30 25 20 15
0
10
20
30
40
50
60
70
Waktu (menit)
Gambar 21 Perubahan nilai rata-rata end tidal CO 2 (ET CO 2 ) respirasi selama perlakuan kombinasi preanestesi dan induksi anestesi pada anjing. (grup 4 dan 5 tidak ada data, hanya sedasi ringan).
Tidak adanya perubahan nilai ET CO 2 selama perlakuan anestesi sampai menit ke-40, disebabkan karena perlakuan anestesi belum mengakibatkan perubahan terhadap volume tidal dan nilai ET CO 2 . Greene dan Thurmon (1988) menyebutkan bahwa tidak ditemukan perubahan tekanan O 2 dan CO 2 setelah penyuntikan xylazine HCl
pada anjing. Begitu pula Allen et al. (1986) mendapatkan bahwa anestesi
kombinasi xylazine HCl dan ketamine HCl tidak menyebabkan perubahan pada tekanan CO 2 dan O 2 . Hal ini menunjukkan bahwa volume tidal sangat ditentukan oleh kedalaman respirasi. Respirasi yang lebih dalam dengan frekuensi yang lebih rendah akan dapat mempertahankan volume tidal dan jumlah gas CO 2 respirasi. Penurunan nilai ET CO 2 yang terjadi pada menit ke-50 sampai menit ke-70 disebabkan karena xylazine HCl menyebabkan penurunan suhu dan propofol juga menyebabkan penurunan suhu, sehingga menyebabkan penurunan suhu lebih tajam dan ET CO 2 juga menurun lebih tajam. Turunnya suhu tubuh karena turunnya metabolisme, menurunnya curah jantung (cardiac output), dan menurunya respirasi akibat anestesi sehingga menyebabkan menurunnya gas CO 2 . Tubuh berusaha mempertahankan homeostasis supaya tetap normal
dengan cara metabolisme
anaerobik dan terjadi alkalosis respirasi yang ditandai dengan penurunan tekanan
94
CO 2 respirasi (Woodrow 2004). Apabila kondisi tekanan oksigen darah menurun, akan terjadi rangsangan untuk stimulasi pernapasan atau hiperventilasi yang menyebabkan tekanan CO 2 respirasi akan menurun (Aditama 1987). Penurunan ET CO 2 juga disebabkan karena terhambatnya volume respirasi akibat relaksasi otot-otot pernafasan pada hewan yang teranestesi dan karena terganggunya volume respirasi akibat pemasangan endotracheal tube pada saluran respirasi.
95
Tabel 11 Nilai rata-rata ± simpangan baku (rata-rata ± SD) tekanan darah tidak langsung (NIBP : SAP, DAP, MAP) dan CO 2 respirasi selama perlakuan kombinasi preanestesi atropine sulfate -xylazine HCl atau atropine sulfate -midazolam dan induksi ketamine HCl dan atau propofol pada anjing Jenis Pengamatan Perlakuan
0
10
20
Waktu Pengamatan (menit) 30 40 50
60
70
80
Grup 1 137±22 131±15 147±29 150±19 173±18* 173±20* 150±11 140±13 137±15 Grup 2 123± 8 147±40 145±30 165±24 148±32 126±28 110±25 109±22 112±19 SAP Grup 3 142±14 140±21 182±12** 182±15** 162±30 137± 4 139± 2 130±12 128±11 (mmHg) Grup 4 123±15 83±36** 142±19 94±27* 137± 1 114± 5 108±10 123± 4 127± 8 Grup 5 126± 4 112± 8* 110± 7** 114± 5* 119± 9 117± 6 122± 2 118±11 103± 5** Grup 6 123±14 137± 5* 116± 5 98±15** 98± 3** 96± 3** 116± 5 115±14 103±12* Grup 1 74±28 77±24 102±31 107±31 126±14** 124±15** 110± 8 100±17 97±18 Grup 2 65± 4 102±30* 104±28* 125±27** 114±34* 90±22 70±18 55±14 55±14 DAP Grup 3 91± 8 86±13 130±13** 126±11** 120±17* 99±17 108± 6 87±24 94±10 (mmHg) Grup 4 80± 4 61±15 65±26 41±17** 63±17 59± 1 65± 4 70± 7 54± 8* Grup 5 74±14 66±11 50±10** 45± 5** 62± 4* 67± 3 64± 4 70± 2 45± 5** Grup 6 58± 7 69±5* 53± 9 35± 2** 63± 2 47± 3** 63± 4 68± 4* 49± 8* Grup 1 103±33 99±23 110±51 127±20 139±15 142±9 128±11 117±13 115±17 Grup 2 84±10 117±30 122±25 151±22** 132±28* 97±35 93±22 88±22 88±22 MAP Grup 3 119± 3 115±18 149±15* 147±17* 145±32 106±18 125± 4 101±20 107± 8 (mmHg) Grup 4 93± 9 71±18 90±19 59±26** 106±16 98± 2 121± 7* 118±15 113±15 Grup 5 92± 6 79± 3** 71± 7** 72± 3** 75± 5** 80± 4** 79± 2** 81± 7** 74± 5** Grup 6 75± 2 94±17* 87±10 73±17 84± 4 82± 5 83± 5 115±13** 112±14** Grup 1 40,5±6,4 41,2±2.5 40,8±2,2 41,2±3,0 35,5±1,7 32,0±5,4* 29,3±7,9** 22,8±3,5** NA Grup 2 40,5±6,4 36,8±1,2 37,3±2,2 37,3±0,5 37,3±1,5 35,0±2,0* 35,3±2,2* 35,3±2,2* NA CO 2 Respirasi Grup 3 40,5±6,4 41,8±1,0 41,5±1,3 41,3±1,3 37,3±1,3 34,3±1,5** 33,8±2,5** 33,8±2,5** NA (mmHg) Grup 4 NA NA NA NA NA NA NA NA NA Grup 5 NA NA NA NA NA NA NA NA NA Grup 6 40,5±6,4 41,8±1,3 42,3±2,1 38,0±1,6 33,5±4,4 31,5±6,6* 31,5±6,6* 31,5±6,6* NA Keterangan : SAP = Systole Arterial Pressure (tekanan darah sistol), DAP = Diastole Arterial Pressure (tekanan darah diastol), MAP = Mean Arterial Pressure (tekanan darah rata-rata). NA= not applicable (sedasi ringan, tidak diukur) ; Pada kolom (perlakuan) sama, * = berbeda nyata (P<0,05), ** = berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan nilai awal (menit ke-0).
96
Elektrokardiogram (EKG) Elektrokardiogram
(EKG)
adalah
suatu
rekaman
keadaan
yang
menggambarkan konduksi listrik jantung. Rekaman konduksi listrik jantung sangat umum digunakan secara klinis untuk mendiagnosa disfungsi listrik jantung. Depolarisasi
atrial,
depolarisasi
ventrikel,
dan
repolarisasi
ventrikel
akan
menyebabkan depleksi voltase yang khas dalam bentuk gelombang pada elektrokardiogram. Alat elektrokardiograf dapat digunakan untuk melihat gambaran elektrokardiogram dan denyut jantung. Gelombang EKG ditandai dengan satu seri defleksi atau gelombang, dengan perjanjian bahwa suatu potensial positif menghasilkan defleksi ke atas dan suatu potensial negatif menghasilkan defleksi ke bawah.
Amplitudo Gelombang P Amplitudo gelomgang P, menunjukkan kukuatan listrik pada saat terjadi depolarisasi atau kontraksi atrium yang dinyatakan dalam milli Volt (mV). Gelombang untuk repolarisasi atrium tidak terlihat pada EKG, karena tertutup oleh gelombang Q, R, dan S. Nilai normal gelombang P pada anjing adalah maksimum 0,4 mV dengan durasi maksimum sekitar 0,04 detik. Gelombang P yang ditunjukkan oleh grup 1 selama preanestesi dan induksi anestesi tidak mengalami perubahan dari nilai normal sebelum dianestesi, yaitu sekitar 0,17 ± 0,03 mV. Begitu pula grup 2, 3, 4, 5, dan grup 6 selama teranestesi nilai gelombang P tidak mengalami perubahan dari nilai normalnya masing-masing, yaitu 0,12 ± 0,05 mV, 0,18 ± 0,03 mV, 0,16 ± 0,01 mV, 0,16 ± 0,01 mV, dan 0,16 ± 0,02 mV. Nilai gelombang P tiap grup disajikan pada tabel 12. Amplitudo gelombang P yang ditunjukkan oleh grup 1, 2, dan grup 3 maupun grup 4, 5, dan 6 selama teranestesi, mengalami perubahan yang tidak berbeda dengan nilai awal. Amplitudo gelombang P tidak mengalami perubahan selama perlakuan. Perlakuan anestesi belum menyebabkan perubahan terhadap aliran listrik jantung pada saat terjadi depolarisasi atrium, sehingga amplitudo depolarisasi antrium tidak menunjukkan perubahan yang berbeda nyata. Perubahan amplitudo gelombang P
97
juga tidak terpola secara jelas dan tidak berbeda nyata selama perlakuan anestesi, menunjukkan bahwa perlakuan preanestesi dan induksi anestesi pada grup 1, 2, dan grup 3, maupun grup 4, 5, dan grup 6 tidak menunjukkan perubahan depolarisasi atrium. Kekuatan listrik pada atrium yang bersumber dari nodus sinoatrial (SA node) dan penyebarannya pada dinding atrium, tidak terpengaruh oleh perubahan aksi potensial pada sistim syaraf akibat perlakuan anestesi. Tetapi ada kecenderungan amplitudo gelombang P menunjukkan penurunan pada grup 4, karena pengaruh frekuensi jantung yang lebih tinggi sehingga kekuatan jantung berdenyut akan menurun bersamaan dengan meningkatnya frekuensi denyut jantung.
Amplitudo Gelombang R Gelombang Q, R, dan gelombang S, bersama-sama merupakan komplek QRS. Amplitudo komplek QRS atau disebut gelombang R menunjukkan depolarisasi atau kontraksi ventrikel yang dinyatakan dalam milli Volt (mV). Ketetapan pada komplek QRS adalah setiap awal defleksi negatif ditunjukkan oleh Q, setiap defleksi positif yang disertai dengan atau tanpa didahului oleh Q, ditunjukkan oleh R, dan setiap defleksi negatif yang mengikuti R, ditunjukkan oleh S. Nilai normal gemombang R pada anjing adalah maksimum 3 mV. Grup 1 menunjukkan perubahan nilai amplitudo gelombang R selama teranestesi tidak berbeda dengan nilai normal sebelum dianestesi, yaitu sekitar 1,93 ± 0,66 mV. Begitu pula grup 2, 3, 4, 5, dan grup 6 selama teranestesi tidak mengalami perubahan nilai amplitudo gelombang R dari nilai normalnya masing-masing, yaitu 1,71 ± 0,84 mV, 2,06 ± 0,56 mV, 1,16 ± 0,55 mV, 1,16 ± 0,60 mV, dan 1,16 ± 0,56 mV. Nilai amplitudo gelombang R tiap grup disajikan pada tabel 12.
98
Tabel 12
Nilai rata-rata ± simpangan baku (rata-rata ± SD) elektrokardiogram (EKG) sadapan II gelombang P dan gelombang R selama perlakuan kombinasi preanestesi atropine sulfate -xylazine HCl atau atropine sulfate -midazolam dan induksi ketamine HCl dan atau propofol pada anjing
Jenis
Waktu Pengamatan (menit)
Pengamatan Perlakuan
0
10
20
30
40
50
60
70
80
Grup 1
0,17±0,03
0,18±0,04
0,11±0,04
0,13±0,10
0,20±0,05
0,23±0,05
0,20±0,03
0,19±0,04
0,15±0,11
Grup 2
0,12±0,05
0,13±0,10
0,10±0,10
0,16±0,07
0,17±0,07
0,14±0,05
0,15±0,05
0,19±0,06
0,19±0,06
Grup 3
0,18±0,03
0,15±0,03
0,17±0,06
0,15±0,07
0,17±0,02
0,16±0,01
0,17±0,01
0,14±0,03
0,15±0,05
Grup 4
0,16±0,01
0,17±0,03
0,20±0,04
0,10±0,07
0,10±0,02
0,11±0,01
0,09±0,01
0,09±0,02
0,09±0,02
Grup 5
0,16±0,01
0,16±0,02
0,16±0,02
0,16±0,03
0,16±0,03
0,16±0,03
0,16±0,02
0,16±0,02
0,16±0,02
Grup 6
0,16±0,02
0,16±0,03
0,16±0,03
0,16±0,03
0,16±0,01
0,16±0,01
0,16±0,02
0,16±0,02
0,16±0,02
Grup 1
1,93±0,66
2,08±0,56
2,18±0,54
2,20±0,43
2,14±0,49
2,30±0,45
2,32±0,40
1,93±0,89
2,31±0,37
Grup 2
1,71±0,84
1,76±0,76
1,87±0,89
1,81±0,78
1,85±0,87
1,70±1,05
1,61±1,05
1,63±1,05
1,63±1,05
Grup 3
2,06±0,56
1,91±0,64
1,72±0,55
1,90±0,74
1,88±0,72
1,91±0,69
1,98±0,74
2,03±0,66
2,01±0,67
Grup 4
1,16±0,55
0,99±0,44
1,36±0,45
1,72±0,54
1,68±0,60
1,73±0,65
1,62±0,70
1,62±0,60
1,62±0,60
Grup 5
1,16±0,60
1,16±0,54
1,16±0,60
1,36±0,56
1,36±0,60
1,16±0,56
1,16±0,60
1,16±0,54
1,16±0,54
Grup 6
1,16±0,56
1,26±0,60
1,16±0,56
1,16±0,54
1,16±0,56
1,16±0,54
1,26±0,60
1,16±0,56
1,26±0,56
Gelombang P (mV)
Gelombang R (mV)
Keterangan : Pada kolom (perlakuan) sama, * = berbeda nyata (P<0,05), ** = berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan nilai Awal (menit ke-0).
Perubahan amplitudo gelombang R selama teranestesi yang ditunjukkan oleh sgrup 1, 2, dan grup 3 maupun grup 4, 5, dan grup 6 tidak berbeda nyata dengan nilai awal, bahwa depolarisasi yang terjadi pada ventrikel jantung tidak dipengaruhi oleh semua kombinasi anestesi. Kekuatan listrik pada dinding ventrikel jantung yang bersumber dari nodus atrio ventrikel (AV node), berkas his, dan serabut purkintje tidak terpengaruh oleh perubahan aksi potensial pada sistim syaraf pada jantung akibat perlakuan anestesi. Otot jantung mampu berkontraksi sendiri akibat aliran listrik dari nodus sino-atrial sebagai pace maker, nodus atrio-ventrikel, berkas his, dan serabut purkinje. Sedangkan sistim syaraf hanya dapat memodifikasi aliran listrik pada jantung, sehingga perubahan aliran listrik atau aksi potensial pada sistim syaraf akibat perlakuan anestesi belum mampu mengubah kekuatan aliran listrik pada ventrikel jantung yang bersumber dari nodus atrio-ventrikel, berkas his dan serabut purkinje.
Komplek QRS Interval komplek QRS menunjukkan lamanya atau waktu untuk depolarisasi atau kontraksi ventrikel yang dinyatakan dalam detik. Nilai komplek QRS normal pada anjing adalah 0,04 – 0,05 detik. Perubahan komplek QRS yang ditunjukkan oleh grup 1, 2, dan grup 3 maupun grup 4, 5, dan grup 6 tidak berbeda dengan nilai awalnya masing-masing, yaitu 0,04 ± 0,01 detik, seperti ditunjukkan pada Tabel 13. Lama waktu yang diperlukan untuk terjadinya depolarisasi pada ventrikel jantung tidak terpengaruh oleh semua kombinasi anestesi. Perubahan durasi komplek QRS juga tidak menunjukkan pola yang jelas. Perubahan aksi potensial sistim syaraf akibat perlakuan anestesi, tidak mampu memodifikasi aliran listrik pada ventrikel jantung. Otot jantung mampu berkontraksi sendiri akibat aliran listrik dari nodus sino-atrial sebagai pace maker, nodus atrio-ventrikel, berkas his, dan serabut purkinje.
100
Interval PR Interval PR atau PQ adalah waktu yang berlalu antara permulaan eksitasi atrium dan permulaan eksitasi ventrikel atau penjumlahan dari waktu depolarisasi atrium dan waktu perlambatan simpul Atrio-Ventricular (AV). Nilai interval PR normal pada anjing adalah 0,06 – 0,13 detik. Gambaran nilai interval PR yang ditunjukkan oleh grup 1 selama teranestesi tidak mengalami perubahan dari nilai awalnya, yaitu 0,09 ± 0,06 detik. Grup 2, 3, 4, 5, dan grup 6 juga menunjukkan nilai interval PR yang tidak berbeda dengan nilai awalnya masing-masing, yaitu 0,10 ± 0,02 detik, 0,12 ± 0,01 detik, 0,08 ± 0,02 detik, 0,08 ± 0,04 detik, dan 0,08 ± 0,04 detik. Data masing-masing grup disajikan pada Tabel 13. Perlakuan preanestesi dan induksi anestesi belum menyebabkan perubahan terhadap waktu depolarisasi atrium dan perlambatan atrio-ventrikel, sehingga nilai durasi depolarisasi antrium dan perlambatan atrio-ventrikel tidak menunjukkan perubahan yang berbeda nyata. Semua perlakuan tidak menyebabkan perubahan terhadap waktu depolarisasi atrium dan perlambatan atrio-ventrikel (AV), sehingga nilai durasi depolarisasi antrium dan perlambatan AV tidak menunjukkan perubahan yang berbeda nyata. Perubahan aksi potensial pada sistim syaraf akibat anestesi, tidak mampu memodifikasi aliran listrik pada dinding atrium jantung.
101
Tabel 13 Nilai rata-rata ± simpangan baku (rata-rata ± SD) elektrokardiogram (EKG) sadapan II interval PR, komplek QRS, interval QT dan nilai CRT selama perlakuan kombinasi preanestesi atropine sulfate -xylazine HCl atau atropine sulfate -midazolam dan induksi ketamine HCl dan atau propofol pada anjing Jenis
Waktu Pengamatan (menit)
Pengamatan Perlakuan
Interval PR (detik)
Komplek QRS (detik)
Interval QT (detik)
CRT (detik)
Grup 1 Grup 2 Grup 3 Grup 4 Grup 5 Grup 6 Grup 1 Grup 2 Grup 3 Grup 4 Grup 5 Grup 6 Grup 1 Grup 2 Grup 3 Grup 4 Grup 5 Grup 6 Grup 1 Grup 2 Grup 3 Grup 4 Grup 5 Grup 6
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0,09±0.06
0,09±0,06
0,06±0,07
0,11±0,07
0,12±0,02
0,12±0,01
0,12±0,01
0,11±0,01
0,09±0,06
0,10±0.02
0.08±0,07
0,09±0,08
0,12±0,02
0,12±0,01
0,11±0,01
0,11±0,01
0,11±0,01
0,11±0,01
0,12±0,01
0,14±0,02
0,15±0,04
0,13±0,02
0,13±0,02
0,13±0,02
0,14±0,02
0,14±0,02
0,13±0,02
0,08±0,02
0,07±0,01
0,07±0,01
0,10±0,02
0,10±0,01
0,10±0,04
0,11±0,01
0,11±0,02
0,11±0,02
0,08±0,04
0,08±0,04
0,08±0,02
0,08±0,01
0,08±0,01
0,08±0,02
0,08±0,04
0,08±0,02
0,08±0,02
0,08±0,04
0,08±0,02
0,09±0,01
0,09±0,04
0,08±0,02
0,08±0,01
0,10±0,01
0,10±0,02
0,10±0,02
0,04±0,01
0,04±0,01
0,04±0,01
0,05±0,01
0,05±0,01
0,05±0,01
0,05±0,01
0,06±0,01*
0,05±0,01
0,04±0,01
0,04±0,01
0,04±0,01
0,04±0,01
0,04±0,01
0,05±0,01
0,05±0,01
0,06±0,01*
0,05±0,01
0,04±0,01
0,05±0,01
0,05±0,01
0,04±0,01
0,04±0,01
0,05±0,01
0,05±0,01
0,06±0,01*
0,05±0,01
0,04±0,01
0,04±0,01
0,04±0,01
0,03±0,01
0,04±0,01
0,05±0,01
0,05±0,01
0,05±0,01
0,05±0,01
0,04±0,01
0,04±0,01
0,04±0,01
0,04±0,01
0,04±0,01
0,05±0,01
0,04±0,01
0,04±0,01
0,05±0,01
0,04±0,01
0,05±0,01
0,05±0,01
0,04±0,01
0,04±0,01
0,04±0,01
0,04±0,01
0,04±0,01
0,05±0,01
0,21±0,02
0,22±0,01
0,25±0,06
0,23±0,01
0,17±0,12
0,23±0,03
0,18±0,12
0,24±0,12
0,16±0,14
0,20±0,03
0,21±0,01
0,21±0,02
0,21±0,01
0,22±0,02
0,23±0,04
0,24±0,04
0,25±0,03
0,25±0,03
0,20±0,01
0,21±0,01
0,19±0,02
0,20±0,01
0,20±0,12
0,21±0,01
0,22±0,01
0,21±0,01
0,22±0,01
0,17±0,01
0,16±0,02
0,16±0,01
0,20±0,02
0,21±0,02
0,22±0,02
0,23±0,02
0,17±0,01
0,17±0,01
0,17±0,02
0,17±0,01
0,21±0,02
0,22±0,02
0,17±0,01
0,17±0,02
0,17±0,02
0,17±0,01
0,17±0,01
0,17±0,01
0,17±0,01
0,17±0,01
0,17±0,02
0,21±0,01
0,22±0,01
0,17±0,01
0,18±0,02
0,18±0,02
2,0±0,0
2,8±0,5*
2,8±0,5*
2,3±0,5
2,5±0,6
2,3±0,5
2,3±0,5
2,0±0,0
2,0±0,0
2,0±0,0
2,8±0,5*
2,8±0,5*
2,5±0,6
2,5±0,6
2,0±0,0
2,0±0,0
2,0±0,0
2,0±0,0
2,0±0,0
2,8±0,5*
2,5±0,6
2,5±0,6
2,3±0,5
2,3±0,5
2,0±0,0
2,0±0,0
2,0±0,0
2,0±0,0
2,5±0,5
2,3±0,5
2,3±0,5
2,3±0,5
2,0±0,0
2,0±0,0
2,0±0,0
2,0±0,0
2,0±0,0
2,5±0,6
2,5±0,6
2,5±0,6
2,5±0,6
2,5±0,6
2,5±0,6
2,0±0,0
2,0±0,0
2,0±0,0
2,0±0,0
2,0±0,0
2,0±0,0 2,5±0,6 2,5±0,6 2,5±0,6 2,0±0,0 2,3±0,5 Keterangan : Pada kolom (perlakuan) sama, * = berbeda nyata (P<0,05), ** = berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan nilai Awal (menit ke-0).
102
Interval QT Interval QT bervariasi dengan denyut jantung, segmen ini menunjukkan waktu yang diperlukan untuk depolarisasi dan repolarisasi ventrikel atau jarak antara permulaan gelombang Q sampai akhir gelombang T. Nilai normal interval QT pada anjing adalah 0,15 – 0,25 detik. Grup 1 menunjukkan perubahan nilai interval QT yang tidak berbeda dengan nilai normalnya, yaitu 0,21 ± 0,02 detik. Grup 2 dan grup 3, maupun grup 4, 5, dan grup 6 menunjukkan perubahan nilai interval QT yang tidak berbeda dengan nilai normalnya masing-masing, yaitu 0,20 ± 0,03 detik, 0,20 ± 0,01 detik, 0,17 ± 0,01 detik, 0,17 ± 0,02, dan 0,17 ± 0,01 detik. Data masing-masing grup disajikan pada Tabel 13. Lama waktu yang diperlukan untuk terjadinya depolarisasi dan repolarisasi pada atrium dan ventrikel jantung tidak terpengaruh oleh semua kombinasi anestesi. Perubahan durasi interval QT juga tidak menunjukkan pola yang jelas. Perubahan aksi potensial sistim syaraf akibat perlakuan anestesi, tidak mampu memodifikasi aliran listrik pada atrium dan ventrikel jantung.
Capillary Refill Time (CRT) Capillary refill time (CRT) adalah kecepatan kembalinya warna membrana mukosa setelah dilakukan penekanan yang lembut dengan jari. Capillary refill time menandakan adanya aliran darah pada jaringan. Nilai CRT yang lama, yaitu lebih dari 2 detik, menandakan pengisian jaringan oleh darah tidak optimal dan aliran darah ke jaringan menurun. Grup 1, 2, dan grup 3 menunjukkan perubahan nilai CRT lebih lama dari pada nilai awalnya pada menit ke-10, selanjutnya semakin cepat mendekati nilai awal sampai menit ke-80. Grup 4, 5, dan grup 6 menunjukkan perubahan nilai CRT selama perlakuan preanestesi dan induksi anestesi yang tidak berbeda dengan nilai awalnya, seperti disajikan pada Tabel 13. Grup 1, 2, dan grup 3 menunjukkan nilai CRT lebih lama pada menit ke-10, selanjutnya menurun mendekati nilai CRT sebelum perlakuan, sedangkan nilai CRT yang ditunjukkan grup 4, 5, dan 6 tidak mengalami perubahan. Perbedaan gambaran nilai CRT antara grup 1, 2, dan 3 dengan grup 4, 5, dan 6 disebabkan karena xylazine
103
HCl. Xylazine HCl
pada kombinasi preanestesi atropine sulfate -xylazine HCl
mempunyai potensi bekerja lebih cepat dibandingkan atropine sulfate , xylazine HCl mempunyai pengaruh yang sangat kuat menurunkan denyut jantung sehingga aliran darah juga menurun. Potensi xylazine HCl yang termasuk golongan α2-adrenergik agonis menyebabkan tertekannya pusat vasomotor di bagian perifer yang menyebabkan vasodilatasi, menurunkan curah jantung, dan menurunkan tekanan darah. Penurunan curah jantung dan dilatasi pembuluh darah perifer dapat menyebabkan meningkatnya nilai CRT (Rossi dan Junqueira 2003; Rand et al. 1996 dalam Kul 2001). Grup 1 yang memperoleh perlakuan preanestesi atropine sulfate-xylazine HCl dan induksi ketamine HCl, menunjukkan waktu induksi yang lama, durasi singkat, dan pemulihan yang lama. Gambaran denyut jantung yang tunjukkan oleh grup 1 adalah menurun pada menit ke-10, segera naik dan stabil sampai akhir anestesi. Respirasi menurun sampai menit ke-20, selanjutnya mendekati nilai awal. Gambaran suhu rektal tidak berbeda dengan grup lainnya, menurun pelan sampai akhir anestesi. Gambaran saturasi oksigen juga turun, tetapi pelan dan stabil. Tekanan darah sistol, diastol, maupun tekanan rata-rata yang ditunjukkan oleh grup 1 mengalami peningkatan pada menit ke-20, 30, dan 40, selanjutnya menurun mendekati normal. Sedangkan nilai ET CO 2 dan nilai EKG yang ditunjukkan oleh grup 1 tidak mengalami perubahan yang berarti selama teranestesi. Grup 2 adalah hewan yang mendapatkan perlakuan preanestesi atropine sulfate-xylazine HCl dan induksi propofol, menunjukkan waktu induksi yang cepat, tetapi durasi juga singkat, dan waktu pemulihan yang lama.
Gambaran denyut
jantung yang ditunjukkan grup 2 juga menurun pada menit ke-10 dan segera naik mendekati nilai awal sampai akhir anestesi. Sedangkan nilai respirasi menurun sampai menit ke-20, selanjutnya naik mendekati nilai awal. Grup 2 menunjukkan penurunan suhu rektal yang sangat tajam, tidak stabil dan mengancam sampai akhir anestesi. Begitu pula saturasi oksigen yang ditunjukkan oleh grup 2 menurun sangat tajam pada menit ke-10 dan 20, selanjutnya meningkat mendekati normal. Gambaran tekanan darah sistol, diastol, dan tekanan darah rata-rata yang ditunjukkan oleh grup
104
2 meningkat pada menit ke-20 sampai 40, selanjutnya menurun mendekati normal. Sedangkan nilai ET CO 2 tidak mengalami perubahan yang berarti, begitu pula gambaran EKG yang ditunjukkan oleh grup 2 tidak mengalami perubahan sepanjang teranestesi. Grup 3 mendapatkan perlakuan
preanestesi atropine sulfate-xylazine HCl
dan induksi kombinasi ketamin HCl-propofol, menunjukkan waktu anestesi paling baik, karena induksi yang cepat, durasi panjang , dan pemulihan singkat. Gambaran denyut jantung yang ditunjukkan oleh grup 3, menurun pada menit ke-10 dan segera meningkat mendekati nilai awal sampai akhir anestesi. Sedangkan nilai respirasinya menurun sampai menit ke-20 dan segera stabil mendekati normal. Begitu juga suhu rektal dan nilai saturasi oksigen yang ditunjukkan grup 3 menurun dengan pelan dan teratur. Grup 3 menunjukkan nilai tekanan darah meningkat sampai menit ke-40 dan segera turun dengan stabil mendekati nilai awal. Nilai ET CO 2 dan EKG yang ditunjukkan oleh grup 3 tidak mengalami perubahan. Grup 4 menerima perlakuan
preanestesi atropine sulfate-midazolam dan
induksi ketamin HCl, menunjukkan waktu anestesi yang tidak terukur, karena hanya mengalami sedasi ringan. Gambaran denyut jantung yang ditunjukkan oleh grup 4 meningkat tajam sampai menit ke-20, selanjutnya menurun sangat lambat sampai akhir anestesi. Nilai respirasi juga meningkat sampai menit ke-20, selanjutnya menurun dan stabil. Sedangkan suhu rektal dan saturasi oksigen yang ditunjukkan oleh grup 4 menurun dengan pelan dan teratur. Begitu pula tekanan darah menunjukkan penurunan sampai menit ke-50, kemudian naik menuju normal. Sedangkan nilai ET CO 2 tidak terukur karena hanya mengalami sedasi ringan. Grup 4 juga menunjukkan nilai EKG yang tidak berubah. Grup 5 adalah kelompok hewan yang memperoleh perlakuan preanestesi atropine sulfate-midazolam dan induksi propofol. Waktu anestesi yang ditunjukkan oleh grup 5 juga tidak dapat diukur, karena hanya sedasi ringan dan tidak memenuhi kriteria teranestesi. Gambaran denyut jantungnya menurun sampai akhir anestesi, sedangkan nilai respirasinya menurun sampai menit ke-20 dan selanjutnya meningkat normal. Suhu rektal dan nilai saturasi oksigen yang ditunjukkkan oleh grup 5 turun
105
teratur dan stabil, tekanan darah turun sampai menit ke-50, selanjutnya naik mendekati normal. Grup 5 menunjukkan nilai ET CO 2 yang tidak dapat diukur, karena hanya mengalami sedasi ringan. Begitu pula nilai EKG oleh grup 5 tidak mengalami perubahan sepanjang perlakuan anestesi. Grup 6 merupakan hewan yang diperlakukan dengan preanestesi atropine sulfate-midazolam dan induksi kombinasi ketamin HCl-propofol, menunjukkan nilai induksi singkat, tetapi durasinya juga singkat, dan pemulihan cepat. Gambaran denyut jantung yang ditunjukkan oleh grup 6 meningkat sangat tajam sampai menit ke-20, selanjutnya menurun tajam sampai akhir perlakuan. Gambaran respirasi yang ditunjukkan oleh grup 6 tidak stabil, meningkat tajam pada menit ke-10, turun tajam, dan kembali meningkat sangat jatam pada menit ke-40 sampai 50. Suhu rektal dan nilai saturasi oksigen yang ditunjukkan grup 6 turun dengan teratur dan tidak membahayakan. Tekanan darah yang ditunjukkan oleh grup 6 menurun sampai menit ke-50, kemudian naik mendekati normal. Grup 6 juga menunjukkan nilai ET CO 2 dan EKG yang tidak berubah. Grup 1, 2, dan grup 3, yang dikenakan kombinasi preanestesi atropinexylazine menunjukkan hasil lebih baik dari pada grup 4, 5, dan 6, yang dikenakan kombinasi atropine-midazolam. Pemberian preanestesi atropine-midazolam pada anjing hanya menghasilkan sedasi ringan dan hewan tidak tertidur, sedangkan kombinasi atropine-xylazine menghasilkan sedasi yang baik dan hewan mengalami relaksasi sempurna. Potensi midazolam sebagai preanestesi pada anjing terlihat sangat lemah, hal ini disebabkan karena kemampuan midazolam untuk menghasilkan anestesi bedah yang memadai pada anjing tidak cukup, karena midazolam yang diberikan secara intramuskular pada anjing mempunyai bioavailibilitas tidak baik. Grup 1, 2, dan 3, menunjukkan penurunan denyut jantung pada menit ke-10, sedangkan grup 4, 5, dan 6, menunjukkan peningkatan denyut jantung. Xylazine mempunyai potensi bekerja lebih cepat dibandingkan atropin, sehingga xylazine berpengaruh sangat kuat menurunkan denyut jantung. Potensi xylazine yang termasuk golongan α2-adrenergik agonis menyebabkan menurunnya transmisi simpatik dari susunan syaraf pusat, tertekannya pacemaker secara langsung, tertekannya konduksi,
106
terhambatnya pelepasan noradrenalin dari ujung syaraf simpatik, peningkatan pelepasan acetylcholine dari syaraf parasimpatik, dan meningkatnya tonus vagal (Rossi dan Junqueira 2003). Xylazine menyebabkan aktivitas simpatik menurun dan aktivitas vagal meningkat (Rand et al. 1996 dalam Kul 2001). Sedangkan midazolam mempunyai potensi lebih sedikit bekerja mempengaruhi jantung, sehingga potensi atropin untuk meningkatkan denyut jantung terlihat sangat nyata. Midazolam digunakan untuk mencegah hipertonus otot, meningkatkan efek sedasi, dan menghasilkan efek hipnotis (Muir et al. 2000). Induksi anestesi dengan ketamine, propofol, atau kombinasi ketaminepropofol menghasilakn respon fisiologi yang berbeda. Grup 3 dan 6 yang dikenakan perlakuan induksi dengan kombinasi ketamine-propofol menunjukkan respon fisiologi yang lebih baik dari pada grup lainnya yang dikenakan perlakuan induksi ketamine atau propofol secara tunggal tanpa kombinasi. Kombinasi ketamine HCl dan propofol sangat baik digunakan sebagai induksi anestesi pada anjing (Larche et al. 2000) dan pada manusia dengan hasil anestesi dan respon klinis yang baik (Mayer et al. 1990; Guit et al. 1991; Palermo et al. 1991; Schuttler et al. 1991; Hernandez et al. 1999, dalam Intelisano et al. 2008).
Kombinasi ketamine HCl-propofol
menghasilkan pengaruh sinergis positif dibandingkan tanpa dikombinasikan. Kombinasi ketamine HCl-propofol dapat menurunkan 50 sampai 60% dosis anestesi dibandingkan tanpa dikombinasikan (Hui et al. 1995; Watkins et al. 1987; Intelisano et al. 2008). Grup 2 dan 5 yang dikenakan perlakuan induksi dengan propofol, menunjukkan penurunan respirasi, suhu, serta tertekannya saturasi oksigen dan tekanan darah. Propofol akan menurunkan denyut jantung dan tekanan darah (Scarrone et al. 1990; Hui et al. 1995, dalam Intelisano et al. 2008). Propofol menurunkan tekanan darah arteri karena menurunnya tekanan darah perifer dan menurunnya kontraksi otot jantung (Gauss et al. 1991; Pagel dan Waritier 1993). Induksi anestesi dengan propofol juga akan menurunkan respirasi, tetapi bila dikombinasikan dengan ketamine HCl (Intelisano et al. 2008).
mampu mengurangi tertekannya respirasi
107
Grup 1 menunjukkan peningkatan tekanan darah yang tidak stabil dan penurunan CO 2 respirasi. Grup 2 menunjukkan tertekannya respirasi, suhu, saturasi oksigen, dan peningkatan tekanan darah yang tidak stabil. Sedangkan grup 3 menunjukkan nilai fisiologis yang lebih stabil terhadap jantung, respirasi, suhu, saturasi oksigen, CO 2 , EKG, dan nilai CRT, hanya tekanan darah yang meningkat tidak stabil. Grup 4 menunjukkan peningkatan denyut jantung dan tertekannya tekanan darah. Grup 5 menunjukkan penurunan tekanan darah. Grup 6 menunjukkan peningkatan denyut jantung dan respirasi yang tidak stabil, serta tertekannya tekanan darah. Grup 1, 2, dan 3 menunjukkan komponen anestesi yang sempurna, yaitu sedasi, analgesi, dan relaksai yang baik, sedangkan grup 4, 5, dan 6, menunjukkan komponen anestesi yang tidak sempurna karena hanya mengalami sedasi ringan. Dengan demikian, grup 3 yang mendapatkan perlakuan preanestesi atropine sulfatexylazine HCl dan induksi kombinasi ketamin HCl-propofol menunjukkan kelompok perlakuan terpilih karena menunjukkan hasil anestesi dengan kualitas terbaik dan respon fisiologi lebih stabil. Waktu anestesinya paling baik, karena induksi yang cepat, durasi panjang, dan pemulihan singkat. Begitu pula respon fisiologisnya selama teranestesi menunjukkan kestabilan, karena denyut jantung dan
respirasi
mengalami perubahan yang tidak jauh menyimpang dari nilai normal, suhu rektal dan saturasi oksigen menunjukkan penurunan tetapi stabil, begitu pula tekanan darah, ET CO 2 , CRT, dan EKG tidak menunjukkan perubahan yang membahayakan. Hasil penelitian tahap satu menunjukkan bahwa preanestesi terpilih adalah kombinasi atropine sulfate dosis 0,03 mg/kgBB-xylazine HCl dosis 2 mg/kgBB dan induksi anestesi terpilih adalah kombinasi ketamine HCl dosis 4 mg/kgBB-propofol dosis 4 mg/kgBB, karena menghasilkan preanestesi dan induksi anestesi yang baik, lembut, relaksasi otot yang baik, menghasilkan pengaruh yang tidak bermakna terhadap sistem respirasi dan kardiovaskuler. Kombinasi induksi anestesi dengan ketamine HCl-propofol menghasilkan berpengaruh baik terhadap kestabilan hemodinamik pada anjing. Hasil ini sesuai juga dengan penelitian yang dilakukan Intelisano et al. (2008), bahwa penggunaan kombinasi ketamine HCl dan propofol
108
secara TIVA pada anjing menghasilkan pengaruh yang baik terhadap kestabilan hemodinamik.
Penelitian Tahap Kedua Penelitian tahap kedua merupakan tahap pemeliharaan status teranestesi untuk mendapatkan kebakuan kombinasi dan dosis ketamine HCl
dan propofol untuk
pemeliharaan status teranestesi dengan metode infusi gravimetrik pada anjing. Hewan coba diberikan kombinasi preanestesi dan induksi dari hasil penelitian terpilih tahap pertama. Anjing dipreanestesi atropine sulfate dan xylazine HCl dosis 0,03 mg/kgBB dan 2 mg/kgBB secara intramuskuler, setelah 10 menit dilakukan induksi secara intravena dengan ketamine HCl dan propofol dosis masing-masing 4 mg/kg BB, dan 15 menit kemudian dilanjutkan dengan pemberian kombinasi campuran ketaminepropofol dengan metode tetes infusi intravena secara gravimetrik sampai menit ke120. Dosis campuran ketamine-propofol sebesar 0,2 mg/kg/menit, 0,4 mg/kg/menit, dan dosis 0,6 mg/kg/menit masing-masing pada grup I, II, dan grup III, sedangkan grup IV diinfusi hanya dengan propofol dosis 0,4 mg/kg BB/menit. Sebagai grup V, hewan dianestesi secara inhalasi dengan isofluran 1-2%. Pengukuran parameter dilakukan sebelum perlakuan atau menit ke-0 dan setiap 10 menit sampai menit ke140. Pengamatan dilakukan terhadap parameter seperti penelitian tahap pertama. Waktu Anestesi Grup I menunjukkan waktu induksi sekitar 2,50 ± 0,58 menit, durasi anestesi 115,50 ± 6,03 menit, waktu sadar atau waktu siuman 11,25 ± 5,68 menit, dan waktu pemulihan 29,25 ± 7,89 menit. Grup II menunjukkan waktu induksi mencapai 2,25 ± 0,50 menit, durasi anesthesia sekitar 118,00 ± 12,94 menit, waktu siuman mendekati 11,25 ± 5,68 menit, dan waktu pemulihan 43,50 ± 32,36 menit. Grup III menunjukkan waktu induksi mencapai 2,50 ± 0,58 menit, durasi anesthesia 113,33 ± 5,77 menit, waktu sadar atau waktu siuman 9,75 ± 5,12 menit, dan waktu pemulihan 25,00 ± 1,73 menit. Grup IV menunjukkan waktu induksi sekitar 2,50 ± 0,58 menit, durasi anestesi 117,00 ±
1,42 menit, waktu siuman mendekati 7,50 ± 2,89 menit,
109
dan waktu pemulihan 27,50 ± 20,62 menit. Grup V menunjukkan waktu induksi 2,00 ± 0,00 menit, durasi sekitar 114,75 ±
3,30 menit, waktu sadar atau waktu siuman
4,25 ± 1,50 menit, dan waktu pemulihan kurang lebih 16,25 ± 4,79 menit. Data tiap grup ditunjukkan pada Tabel 14. Tabel 14 Nilai rata-rata ± simpangan baku (rata-rata ± SD) waktu induksi, durasi, sadar, dan waktu pemulihan selama pemberian induksi atropine sulfate -xylazine HCl -ketamine HCl propofol dan pemeliharaan anestesi secara infusi gravimetrik dengan ketamine HCl dan propofol pada anjing Perlakuan
Waktu (menit)
Anestesi
Induksi
Durasi
Sadar/Siuman
Pemulihan
Grup I
2,50 ± 0,58
115,50 ± 6,03
11,25 ± 5,68
29,25 ± 7,89
Grup II
2,25 ± 0,50
118,00 ± 12,94
9,75 ± 5,12
43,50 ± 32,36
Grup III
2,50 ± 0,58
113,33 ± 5,77
5,33 ± 4,04
25,00 ± 1,73
Grup IV
2,50 ± 0,58
117,00 ± 1,42
7,50 ± 2,89
27,50 ± 20,62
Grup V
2,00 ± 0,00
114,75 ± 3,30
4,25 ± 1,50
16,25 ± 4,79
Grup I menunjukkan waktu induksi yang tidak berbeda dengan grup V sebagai kontrol. Begitu pula grup II, III, dan IV menunjukkan waktu induksi yang tidak berbeda dengan kontrol grup V. Grup I, II, III, dan grup IV juga menunjukkan durasi yang tidak berbeda dengan grup V, masing-masing 115,50 ± 6,03 menit, 118,00 ± 12,94 menit, 113,33 ± 5,77 menit, 117,00 ± 1,42 menit, dan 114,75 ± 3,30 menit. Waktu sadar atau waktu pulih yaitu waktu yang dihitung dari dicabutnya perlakuan infusi gravimetrik sampai hewan menunjukkan tanda-tanda kembali sadar, grup I, II, III, dan grup IV tidak berbeda dengan kontrol grup V. Begitu pula waktu pemulihan perlakuan infusi gravimetrik pada grup I, II, III, dan IV menunjukkan tidak adanya perbedaan dengan grup V, masing-masing 29,25 ±7,89 menit, 43,50 ± 32,36 menit, 25,00 ± 1,73 menit, 27,50 ± 20,62 menit, dan 16,25 ± 4,79 menit. Semua grup menunjukkan waktu induksi yang tidak berbeda karena preanestesi dan induksi yang digunakan sama yaitu preanestesi atropine sulfate-xylazine HCl dan induksi ketamine-propofol. Sedangkan durasi, waktu siuman, dan waktu pemulihan yang ditunjukkan oleh semua grup tidak ada perbedaan, artinya pemeliharaan status teranestesi secara gravimetrik dengan kombinasi ketamine-propofol menunjukkan
110
hasil yang tidak berbeda dengan anestesi inhalasi isofluran. Kombinasi campuran ketamine-propofol mempunyai potensi yang baik untuk pemeliharaan status teranestesi. Pemeliharaan status teranestesi secara infusi gravimetrik dengan kombinasi ketamine HCl-propofol menghasilkan kualitas waktu anestesi yang tidak berbeda dengan anestesi inhalasi isofluran. Kombinasi ketamine HCl -propofol dapat digunakan sebagai alternatif terhadap anestesi inhalasi isofluran. Kombinasi ketamine HCl-propofol memberikan pengaruh yang positif terhadap waktu anestesi. Kombinasi ketamine HCl-propofol menghasilkan induksi cepat dan lembut, waktu anestesinya lama, waktu sadar dan waktu pemulihan juga cepat dan lembut. VanNatta dan Rex (2006), Holmeister et al. (2008), dan Muhammad et al. (2009), menyatakan bahwa kombinasi ketamine HCl dan propofol dapat menghindari depresi respirasi, waktu pemulihan yang cepat dan lembut, induksi lembut, dan fungsi psikomotornya cepat kembali saat pemulihan. Propofol menghasilkan pengaruh sedasi yang kuat dan anestesi yang baik dengan mekanisme bekerja pada reseptor GABA A dan digunakan sebagai induksi anestesi karena mempunyai mula kerja dan waktu pengeluaran dari tubuh yang cepat (Stoelting 1999). Ketamine HCl menghasilkan pengaruh analgesia yang kuat dan anestesi dengan mekanisme kerja yang berbeda dengan propofol, mekanisme ketamine HCl
menghasilkan analgesia dan anestesi bekerja secara
antagonis dengan reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA) dan mampu meningkatkan pengaruh anestesi apabila dikombinasikan dengan propofol (Lerche et al. 2000).
Frekuensi Denyut Jantung Grup I menunjukkan pola perubahan denyut jantung yang menurun pada menit ke-10, kemudian naik pada menit ke-20, dan kembali turun sampai menit ke140. Grup II menunjukkan penurunan denyut jantung ringan pada menit ke-10 dan meningkat ringan pada menit ke-20, selanjutnya menurun mulai menit ke-20 sampai menit ke 140 tetapi tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan nilai awal. Sedangkan grup III menunjukkan pola perubahan denyut jantung yang tidak stabil dan meningkat sangat tajam pada menit ke-50 sampai 80, selanjutnya menurun mendekati nilai awal.
111
Grup IV menunjukkan penurunan mulai menit ke-20 sampai menit ke 140, menurun tajam dan berbeda nyata (P<0,05) terjadi pada menit ke-60 dan menurun sangat tajam dan berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan nilai awal terjadi pada menit ke-70 sampai menit ke-140. Sedangkan grup V menunjukkan peningkatan dari menit ke-10 sampai menit ke-40 dan menurun dari menit ke-40 sampai menit ke-140, seperti ditunjukkan pada Tabel 15 dan Gambar 22. Denyut Jantung (X/menit)
180
AXKP-K2P2 Grup I AXKP-K4P4 Grup II Grup III AXKP-K6P6 Grup IV AXKP-P4 Grup V AXKP-I
160 140 120 100 80 60 40 20
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100 110 120 130 140
Waktu (menit) Gambar 22 Perubahan rata-rata denyut jantung selama pemberian induksi atropine sulfate -xylazine HCl -ketamine HCl -propofol dan pemeliharaan anestesi secara infusi gravimetrik dengan ketamine HCl dan propofol pada anjing.
Grup IV adalah kelompok hewan yang mendapat perlakuan pemeliharaan status teranestesi melalui tetes infusi gravimetrik hanya dengan propofol dosis 0,4 mg/kg/menit,
meunjukkan bahwa terjadi penurunan denyut jantung yang sangat
nyata pada menit ke-70 sampai menit ke-140. Sedangkan Grup I dan grup II yang memperoleh perlakuan tetes infusi gravimetrik dengan kombinasi ketamine HClpropofol dosis 0,2 mg/kg/menit dan dosis 0,4 mg/kg/menit, menunjukkan perubahan denyut jantung yang stabil dan tidak berbeda dengan grup V yang memperoleh perlakuan anestesi isofluran (1%). Tetapi grup III yang mendapat perlakuan tetes infusi gravimetrik dengan kombinasi ketamine HCl-propofol dosis 0,6 mg/kg/menit menunjukkan peningkatan denyut jantung yang tajam dan terjadi pola denyut jantung yang tidak stabil. Gambaran denyut jantung yang ditunjukkan oleh grup I, II, dan V
112
lebih baik dan lebih stabil dari pada gambaran yang ditunjukkan grup II dan grup IV, memberikan kejelasan bahwa faktor kombinasi dan perbedaan dosis berperan sangat penting dalam menjaga kestabilan denyut jantung. Perbedaan gambaran denyut jantung ini membuktikan propofol menimbulkan pengaruh yang tidak nyata terhadap denyut jantung anjing (Mohamadnia et al. 2008). Belo et al. (1994), menyatakan bahwa propofol menyebabkan penurunan tekanan darah tetapi tidak menyebabkan perubahan pada denyut jantung. Sehingga infusi dengan propofol saja akan menyebabkan penurunan denyut jantung adalah akibat pengaruah preanestesi xylazine HCl sangat kuat menurunkan denyut jantung dan pengaruh preanestesi atropine sulfate yang diberikan secara intravena sudah hilang sampai menit ke-50. Ko et al. (2001) juga menyebutkan bahwa penambahan atropine sulfate pada anjing yang mengalami sedasi akibat anestesi, akan sangat efektif mencegah bradikardia selama 50 menit. Infusi gravimetrik dengan kombinasai ketamine HCl-propofol dosis 0,2 mg/kg/menit dan dosis 0,4 mg/kg/menit mampu mencegah penurunan denyut jantung, tetapi dengan dosis 6 mg/kg/menit menyebabkan peningkatan denyut jantung yang tajam dan tidak stabil akibat dosis ketamine HCl dan propofol yang tinggi. Pemeliharaan status teranestesi melalui tetes infusi gravimetrik dengan kombinasi ketamine HCl-propofol dosis 0,2-0,4 mg/kg/menit memberikan pengaruh yang baik terhadap denyut jantung, karena tidak menyebabkan perubahan yang nyata terhadap denyut jantung dan tetap stabil sampai akhir anestesi. Tetapi dengan kombinasi ketamine HCl -propofol dosis lebih tinggi, yaitu 0,6 mg/kg/menit, menyebabkan peningkatan denyut jantung yang tajam dan terjadi pola denyut jantung yang tidak stabil. Hal ini disebabkan karena pengaruh anestesi dan efek samping propofol sangat berhubungan dengan dosis dan keuntungan penggunaaan propofol dapat diperoleh dengan cara mengkombinasikan dengan agen anestesi lain seperti ketamine HCl
(McKelvey dan Hollingshead 2003). Ketamine HCl
berperan
menimbulkan analgesia dan mempunyai tempat kerja yang berbeda dengan propofol, mekanisme ketamine HCl
menghasilkan analgesia dan anestesi bekerja secara
antagonis dengan reseptor N-methyl-D-aspartate (NMDA) dan mempunyai pengaruh antinociseptik, serta mampu meningkatkan pengaruh anestesi apabila dikombinasikan
113
dengan propofol (Lerche et al. 2000). Afinitas ketamine HCl
sangat kuat pada
reseptor NMDA, sehingga menghasilkan pengaruh analgesia yang sangat kuat (Stawicki 2007). Antagonis NMDA akan menghambat refleks nosiseptik spinal, menghambat konduksi rasa sakit ke talamus dan daerah kortek. Penghambatan reseptor NMDA dengan dosis ketamine HCl
yang rendah akan menghasilkan
pengaruh analgesik yang baik dan efek samping yang minimal (Intelisano et al. 2008). Adams (2001) menyebutkan bahwa aktivitas ketamin dapat secara langsung menstimulasi pusat adrenergik dan secara tidak langsung menghambat pengambilan (uptake) catecholamine terutama norepineprin. Ketamin dapat menghambat efferen vagal atau vagolitik melalui aktivitas pada syaraf
pusat.
Terhadap sistem
kardiovaskuler, ketamin menyebabkan peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut jantung, peningkatan cardiac output, peningkatan tekanan vena (Cullen 1997). Sedangkan propofol berperan menghasilkan sedasi dan relaksasi yang kuat. Mekanisme propofol menghasilkan sedasi dan relaksai, akan bekerja dan berikatan pada reseptor GABA A pada membran sel syaraf
pada otak khususnya reseptor
GABA A subtipe ß3 pada transmembran (TM)2 dan TM3 bagian N265 (ßN265) sehingga menyebabkan kehilangan kesadaran dan pada reseptor GABA A subtipe ß2 (50% pada SSP) akan menyebabkan sedasi. Propofol menghasilkan pengaruh menghilangkan kesadaran dan pelemas otot yang baik (Franks 2008; Miler 2010; Stawicki 2007).
Respirasi Grup I menunjukkan penurunan respirasi dari menit ke-10 sampai menit ke140, tetapi tidak berbeda dengan nilai awal. Grup II juga menunjukkan penurunan respirasi dari menit ke-10 sampai menit ke-40, kemudian meningkat mendekati nilai normal. Grup III menunjukkan pola perubahan respirasi yang tidak stabil, menurun sampai menit ke-20, kemudian meningkat tidak stabil, dan meningkat sangat tajam pada menit ke-90, kemudian turun tajam dan kembali meningkat dengan tajam sampai menit ke-140. Sedangkan grup IV menunjukkan nilai respirasi yang mengalami penurunan tajam pada menit ke-40 sampai menit ke70, selanjutnya
114
meningkat mendekati nilai awal sampai menit ke-140. Grup V menunjukkan perubahan nilai respirasi yang stabil dan tidak berbeda dengan grup I dan II. Data tiap grup ditunjukkan pada Tabel 15 dan Gambar 23. 50
Grup I AXKP-K2P2 Grup II AXKP-K4P4 Grup III AXKP-K6P6 Grup IV AXKP-P4 AXKP-I Grup V
45
Respirasi (X/menit)
40 35 30 25 20 15 10 5
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
110
120
130
140
Waktu (menit) Gambar 23 Perubahan rata-rata respirasi selama pemberian induksi atropine sulfate -xylazine HCl ketamine HCl -propofol dan pemeliharaan anestesi secara infusi gravimetrik dengan ketamine HCl dan propofol pada anjing.
Grup IV yang menerima perlakuan pemeliharaan status teranestesi melalui tetes infusi gravimetrik hanya dengan propofol dosis 0,4 mg/kg/menit, menunjukkan penurunan respirasi yang sangat tajam dan nyata pada menit ke-40 sampai menit ke70. Sedangkan grup I dan II yang menerima perlakuan masing-masing dengan tetes infusi gravimetrik kombinasi ketamine HCl-propofol dosis 0,2 mg/kg/menit dan kombinasi ketamine HC -propofol dosis 0,4 mg/kg/menit, menunjukkan nilai respirasi yang stabil dan tidak mengalami perubahan dari nilai awalnya. Begitu pula dengan grup V yang mendapat peralakuan anestesi isofluran (1%), juga menunjukkan nilai respirasi yang stabil dan tidak mengalami perubahan yang nyata terhadap nilai awal. Sedangkan grup III yang mendapat perlakuan kombinasi ketamine HClpropofol dosis 0,6 mg/kg/menit, menunjukkan nilai respirasi yang menurun dan tidak stabil sampai menit ke-40 selanjutnya meningkat tajam dan tidak stabil sampai akhir anestesi. Gambaran nilai respirasi yang ditunjukkan oleh grup I, II, dan grup V lebih stabil dari pada gambaran yang ditunjukkan oleh grup III dan IV, memberikan
115
kejelasan bahwa faktor kombinasi dan besarnya dosis berperan penting dalam menjaga stabilitas respirasi. Propofol mempunyi molekul mirip alkohol, melekulnya akan bekerja dan berikatan pada reseptor GABA A pada membran sel saraf pada otak khususnya reseptor GABA A subtipe ß3 (pada transmembran (TM)2 dan TM3 bagian N265 (ßN265)) sehingga menyebabkan kehilangan kesadaran (unconciousness) dan pada reseptor GABA A subtipe ß2 (50% pada SSP) akan menyebabkan sedasi. Propofol menghasilkan pengaruh menghilangkan kesadaran dan pelemas otot yang baik, menyebabkan hipotensi arterial, bardikardial, depresi respirasi terutama apabila diberikan secara cepat dengan dosis yang tinggi (Franks 2008; Miler 2010; Stawicki 2007). Subtipe ß3 yang terdapat pada reseptor GABA A juga merespon terjadinya depresi respirasi akibat etomidat dan propofol pada SSP (Henschel et al .2008). Efek samping penggunaaan propofol adalah hipotensi, apnea, dan rasa sakit pada tempat suntikan (Stawicki 2007). Propofol secara tunggal menyebabkan apnea dan kombinasi
ketamine
HCl-propofol
mampu
mengurangi
tekanan
respirasi
dibandingkan hanya dengan propofol saja (Maddison et al. 2002; Andrews et al. 1997; Mohamadnia et al. 2008). Kombinasi ketamine HCl -propofol dengan dosis yang tinggi sekitar 0,6 mg/kg/menit menyebabkan respirasi yang tidak stabil karena kompensasi respirasi yang dilakukan akibat ketamine HCl dosis tinggi menyebabkan meningkatnya denyut jantung yang lebih kuat serta propofol yang sangat menekan respirasi, sehingga terjadi naik turun respirasi yang tajam dan tidak stabil. seperti ditunjukkan oleh grup III.
116
Tabel 15 Nilai rata-rata ± simpangan baku (rata-rata ± SD) denyut jantung, frekuensi respirasi, suhu rektal dan nilai saturasi O 2 selama pemberian induksi atropine sulfate -xylazine HCl -ketamine HCl -propofol dan pemeliharaan anestesi secara infusi gravimetrik dengan ketamine HCl dan propofol pada anjing Jenis Pengamatan
Perlakuan Grup I
Waktu Pengamatan (menit) 60 70 80
0
10
20
30
40
50
100
110
120
130
140
118± 5
84±35
111±36
95±45
92±31
93±22
86±22
82±17
78±17
75±17*
76±17*
79±15
76±20*
68±16*
73±14*
Grup II Denyut Jantung (x/menit) Grup III
108± 20
101±48
105±19
83±22
85±12
80± 2
80±20
87±24
87±23
88±22
86±26
84±25
87±28
74±25
83±24
110±19
59± 8*
101±33
95±33
94±16
101±22
109±14
105±17
128±29
94±31
98±15
84±28
78±34
87±12
75±29
Grup IV
121±22
65±27**
115± 7
107±29
96±14
89± 5
79±21*
75±17**
72±17**
63±16**
62±21**
58±13**
60±10**
60±11**
71±21**
Grup V
112±19
47±17**
84±19
104± 5
108±15
94±18
81±18
75±13
74± 9*
65± 9*
65± 8*
64± 9*
85±24
83±38
86±34
Grup I
19± 3
19±10
15±10
14± 8
15±10
13± 9
13± 6
13± 5
15± 7
14± 7
14± 7
14± 5
14± 3
16± 7
16± 6
Grup II
21± 7
13± 5
12± 4
11± 5
10± 6
11± 6
13± 6
15±11
14±10
16±10
17±13
18±11
16±10
12± 4
18± 6
Grup III
16± 6
18± 5
13± 3
18± 5
13± 6
18± 8
14± 8
17±10
18± 9
34±23
16±13
28± 6
26±10
19±13
28± 4
Grup IV
23± 6
13± 5
16±12
11± 3
10± 3*
10± 4*
11± 3*
12± 3
14± 3
16± 3
16± 2
21±13
16± 8
14± 6
Respirasi (x/menit)
Suhu Rektal (oC)
Saturasi O 2 (%)
9± 4*
90
Grup V
20±10
18± 4
10± 3*
11± 3
12± 1
13± 1
14± 1
14± 3
15± 2
14± 4
14± 4
13± 6
17± 7
18± 4
17± 4
Grup I
39,0±0,4
38,8±0,5
38,3±1,2
38,8±0,8
38,7±0,8
38,6±0,7
38,4±0,7
38,3±0,7
38,2±0,7
38,1±0,7
38,0±0,7
37,9±0,7
37,7±0,8*
37,4±0,9*
37,4±0,9*
Grup II
38,3±0,2
38,0±0,5
37,5±0,7
37,6±1,0
37,4±1,0
37,3±1,1
37,1±1,0
36,9±0,9
36,8±0,9
36,5±1,0
36,4±1,1*
36,3±1,1*
36,0±1,4*
35,8±1,5*
35,6±1,8**
Grup III
38,8±0,3
38,9±0,2
38,6±0,3
38,5±0,3
38,3±0,3
38,1±0,2
37,9±0,2
37,7±0,3*
37,4±0,3** 37,2±0,4** 37,1±0,5** 36,7±0,7** 36,8±1,1** 36,7±1,2** 36,6±1,3**
Grup IV
38,4±1,4
38,9±0,6
38,8±0,6
38,6±0,5
38,4±0,5
38,2±0,5
38,0±0,6
37,8±0,6
37,6±0,6
Grup V
39,0±0,3
38,9±0,2
38,8±0,5
38,6±0,5
38,4±0,3** 38,2±0,2** 38,0±0,2** 37,8±0,1** 37,6±0,1** 37,4±0,1** 37,3±0,0** 37,1±0,1** 37,1±0,1** 37,0±0,2** 36,9±0,2**
Grup I
96±2
95±2
85±23
86±6
86±5
86± 9
86± 5
87± 5
92± 3
93± 3
93± 2
93± 2
94± 2
95± 2
96± 2
Grup II
97±1
95±2
89± 4
89±5
91±5
92± 6
93± 2
93± 2
82±21
83±21
83±22
91± 5
89±10
93± 3
96± 1
Grup III
97±2
94±4
79± 8
85±6
92±2
74±21
75±23
73±29
71±27
74±29
73±29
74±29
76±31
76±32
78±33
Grup IV
97±2
96±2
85± 8*
90±0
91±6
89± 8
89± 8
86±10*
87± 9
91± 6
94± 4
95± 3
95± 3
95± 3
95± 3
Grup V
97±1
91±6
87± 3
88±5
88±3
92± 3
97± 1
96± 2
96± 2
95± 2
93± 3
88±12
86±10*
91± 9
95± 5
37,4±0,6
37,2±0,6
37,0±0,6** 36,9±0,5** 36,6±0,6** 36,4±0,5**
Keterangan : Semua Grupdi premedikasi Atropine sulfate (0,03mg/kgBB),Xylazine HCl (2mg/kgBB),Ketamine HCl (4mg/kgBB),Propofol(4mg/kgBB). Grup I, II, dan grup III masing-masing diinfusi dengan Ketamine HCl -Propofol (@0,2mg/kgBB/menit), Ketamine HCl -Propofol (@0,4mg/kgBB/menit), dan Ketamine HCl -Propofol 0,6mg/kgBB/menit), Grup IV dengan Propofol(0,4mg/kgBB/menit), dan grup V dengan Isofluran (1%). Pada kolom (perlakuan) sama, * = berbeda nyata (P<0,05), ** = berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan nilai awal (menit ke-0).
117
Suhu Rektal Grup I menunjukkan penurunan suhu rektal mulai menit ke-10 sampai menit ke-140, penurunan suhu terlihat berbeda nyata dengan nilai awal pada menit ke-120 sampai menit ke-140. Grup II juga menunjukkan penurunan suhu rektal mulai menit ke-10 sampai menit ke-140 , tetapi menurun berbeda sangat nyata dengan nilai awal hanya pada menit ke-140. Grup III menunjukkan penurunan suhu rektal yang nyata mulai menit ke-80 sampai menit ke-140. Sedangkan grup IV menunjukkan penurunan suhu rektal yang sangat nyata pada menit ke-110 sampai menit ke-140. Bahkan pada grup V menunjukkan penurunan suhu yang berbeda sangat nyata dengan nilai awal mulai menit ke-40 sampai menit ke-140. Data tiap grup disajikan pada Tabel 15 dan Gambar 24. 41,00
Grup I AXKP-K2P2 Grup II AXKP-K4P4 Grup III AXKP-K6P6 Grup IV AXKP-P4 AXKP-I Grup V
40,00
Suhu ( C)
39,00 38,00 37,00 36,00 35,00 34,00 33,00
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100 110 120 130 140
Waktu (menit) Gambar 24 Perubahan rata-rata suhu rektal selama pemberian induksi atropine sulfate -xylazine HCl ketamine HCl -propofol dan pemeliharaan anestesi secara infusi gravimetrik dengan ketamine HCl dan propofol pada anjing.
Gambaran suhu rektal yang ditunjukkan oleh grup I, II, III, dan grup IV, maupun grup V, semakin lama dilakukan anestesi, terjadi penurunan suhu rektal semakin tajam. Nilai suhu rektal menurun mulai menit ke-10 sampai akhir anestesi, memperlihatkan bahwa dalam keadaan teranestesi, laju metabolisme tubuh akan menurun sehingga proses pembentukan energi tubuh yang menghasilkan panas juga
118
akan menurun. Xylazine HCl
dan propofol menyebabkan sedasi, penurunan
metabolisme, relaksasi otot dan tertekannya susunan syaraf pusat serta menyebabkan penekanan termoregulasi yang lebih lama (Rossi dan Junqueira 2003). Pemeliharaan status teranestesi melalui infusi gravimetrik dengan propofol maupun kombinasi ketamine HCl-propofol dan perbedaan dosis pemberian, menyebabkan penurunan suhu yang semakin tajam apabila pemberiannya dilakukan semakin lama. Perbedaan kombinasi dan dosis tidak menunjukkan perubahan suhu yang berbeda. Propofol menyebabkan penurunan cardiak output, penurunan tekanan darah, terjadi fase dilatasi arteri dan vena, dan menyebabkan relaksasi pembuluh darah sehingga menyebabkan penurunan suhu tubuh semakin rendah (Karsli et al. 1999).
Propofol mempunyai potensi mendepresi respirasi dan menyebabkan
penurunan metabolik (Seymour dan Novakovski 2007) sehingga menyebabkan penurunan suhu tubuh yang lebih rendah. Faktor lain sebagai penyebab hilangnya panas tubuh adalah periode anestesi yang panjang dan penempatan hewan diatas meja operasi stainles steel dan ruangan operasi yang menggunakan pendingin ruangan (airconditioning) dengan pengaturan suhu yang sangat rendah (24oC) (Warren 1983, Muir et al. 2000). Periode anestesi lama lebih dari 30 menit dapat menyebabkan penurunan suhu tubuh lebih tajam (Warren 1983; Muir et al. 2000). Penurunan suhu tubuh selama hewan teranestesi juga dapat disebabkan oleh kehilangan panas akibat produksi yang menurun, penekanan pada susunan syaraf pusat, terjadi vasodilatasi, penurunan produksi panas oleh aktivitas otot, dan kapasitas tubuh yang terbuka terhadap kontak lingkungan (Muir et al. 2000).
Saturasi Oksigen (O 2 ) Nilai saturasi oksigen yang ditunjukkan oleh grup I menurun sampai menit ke-20, selanjutnya meningkat mendekati nilai awal sampai menit ke-140. Begitu juga grup II menunjukkan nialai saturasi oksigen yang menurun sampai menit ke-20, kemudian meningkat, dan menurun pada menit ke-80, kemudian kembali meningkat mendekati nilai normal sampai menit ke-140. Tetapi grup III menunjukkan nilai saturasi oksigen yang sangat tertekan, terjadi penurunan yang sangat tajam mencapai
119
75% mulai menit ke-50, terus tertekan berada di bawah normal, hanya mengalami sedikit peningkatan sampai akhir anestesi. Grup IV menunjukkan nilai saturasi oksigen juga sangat tertekan, terjadi penurunan tajam pada menit ke-20 dan mulai meningkat pada menit ke-80 sampai akhir anestesi. Sedangkan grup V menunjukkan nilai saturasi yang lebih stabil, hanya terjadi penurunan yang nyata pada menit ke120. Data masing-masing grup disajikan pada Tabel 15 dan Gambar 25. Grup I AXKP-K2P2 Grup II AXKP-K4P4 Grup III AXKP-K6P6 Grup IV AXKP-P4 Grup V AXKP-I
120
Saturasi O2 (%)
110 100 90 80 70 60 50 40
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
110
120
130
140
Waktu (menit)
Gambar 25 Perubahan rata-rata saturasi oksigen selama pemberian induksi atropine sulfate -xylazine HCl -ketamine HCl -propofol (AXKP) dan pemeliharaan anestesi secara infusi gravimetrik dengan ketamine HCl (K) dan propofol(P) pada anjing.
Penurunan saturasi oksigen pada hewan yang teranestesi disebabkan karena obat-obat anestesi menyebabkan relaksasi otot bronkhial dan penurunan tingkat oksigenasi darah (Ismail et al. 2010). Preanestesi xylazine HCl juga menyebabkan penurunan saturasi oksigen akibat menurunnya respirasi. Xylazine HCl termasuk golongan α2-adrenergik agonis, dikombinasikan dengan atropine sulfate sebagai preanestesi menyebabkan terjadinya sedasi dan tertekannya respirasi (Rossi dan Junqueira 2003), sehingga saturasi oksigen juga menurun. Atropine sulfate juga memungkinkan terjadinya dilatasi bronchial pada anjing yang mengalami sedasi (Ko et al. 2001), sehingga penggunaan kombinasi preanestesi atropine sulfate xylazine HCl
menyebabkan penurunan nilai rata-rata respirasi dan penurunan saturasi
oksigen. Baniadam et al. (2007) juga menyebutkan bahwa xylazine HCl
120
menyebabkan penurunan saturasi oksigen, sehingga nilai saturasi oksegen pada perlakuan atropine sulfate -xylazine HCl -ketamine HCl -propofol menurun lebih tajam pada menit ke-10 dan 20. Selanjutnya tubuh sudah melakukan kompensasi sehingga nilai saturasi oksegen meningkat mendekati nilai awal. Grup III yang dikenakan perlakuan pemeliharaan status teranestesi melalui infusi gravimetrik dengan kombinasi ketamine HCl-propofol pada dosis yang lebih tinggi, yaitu 0,6 mg/kg/menit, menyebabkan penurunan nilai saturasi oksigen lebih tajam pada menit ke-50 sampai menit ke-140. Konsentrasi propofol yang tinggi menyebabkan tertekannya respirasi lebih dalam, sehingga saturasi oksigen juga menurun. Propofol mempunyai potensi mendepresi respirasi dan menyebabkan saturasi oksigen dan penurunan metabolik (Seymour dan Novakovski 2007). Mohamadnia et al. (2008) menyebutkan bahwa saturasi oksigen akan menurun akibat pemberian propofol dengan konsentrasi yang lebih tinggi. Penurunan saturasi oksigen juga dapat disebabkan oleh terganggunya saluran respirasi karena adanya tranduser pada lidah. Tekanan Darah Tekanan Darah Sistol (Systole Arterial Pressure/SAP) Gambaran perubahan nilai tekanan darah sistol (SAP) yang ditunjukkan oleh grup I sangat stabil dibandingkan grup lainnya, terjadi sedikit penurunan pada menit ke-10,
selanjutnya sedikit meningkat sampai menit ke-50, dan kembali sedikit
menurun sampai menit ke-140. Sedangkan grup II menunjukkan sedikit peningkatan pada menit ke-20, selanjutnya menurun sampai akhir anestesi. Grup III menunjukkan perubahan nilai SAP yang lebih tajam, terjadi peningkatan pada menit ke-20 sampai 30, selanjutnya menurun dengan tajam sampai akhir anestesi. Begitu pula grup IV dan grup V, menunjukkan peningkatan sampai menit ke-30, selanjutnya menurun tajam sampai menit ke-140, seperti disajikan pada Tabel 16 dan Gambar 26.
121
250
AXKP-K2P2 Grup I AXKP-K4P4 Grup II AXKP-K6P6 Grup III AXKP-P4 Grup IV AXKP-I Grup V
SAP (mmHg)
200
150
100
50
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
110
120
130
140
Waktu (menit) Gambar 26 Perubahan nilai rata-rata tekanan darah sistol (SAP) selama pemberian induksi atropine sulfate -xylazine HCl -ketamine HCl -propofol dan pemeliharaan anestesi secara infusi gravimetrik dengan ketamine HCl dan propofol pada anjing.
Gambaran nilai rata-rata SAP yang ditunjukkan oleh grup III, IV, dan V meningkat lebih tajam pada menit ke 20 dan 30 dibandingkan pada grup I dan II. Grup I menunjukkan urutan perubahan nilai SAP yang paling stabil dibandingkan grup lainnya, kemudian grup II, sedangkan grup III, IV, dan V menunjukkan perubahan yang kurang stabil. Gambaran ini memperlihatkan bahwa perbedaan dosis dan jenis kombinasi mempengaruhi kestabilan tekanan darah. Xylazine HCl yang menyebabkan peningkatan tekanan arteri atau hipertensi pada awal pemberian dan diikuti dengan penurunan tekanan arteri atau hipotensi akibat tertekannya syaraf pusat (Muir et al. 2000). Peningkatan nilai SAP juga disebabkan karena adanya atropine sulfate
pada kombinasi preanestesi atropine sulfate
al.(1996) menyebutkan bahwa atropine sulfate
xylazine HCl. Alibhai et
dapat menyebabkan peningkatan
tekanan darah. Meningkatnya tekanan darah terjadi bersama-sama dengan meningkatnya denyut jantung. Sedangkan adanya kecenderungan penurunan nilai SAP disebabkan karena pengaruh xylazine HCl
yang menstimulasi reseptor
adrenergik, menyebabkan pelepasan norepineprin dan pengaruh simpatomimetik dari ketamine HCl ditutupi oleh aktivitas simpatolitik dari xylazine HCl (Wixson et al. 1987). Kombinasi xylazine HCl dan ketamine HCl akan menginduksi penurunan
122
tekanan darah arteri. Selanjutnya terjadi penurunan nilai SAP, penurunan lebih tajam terjadi pada grup yang mendapatkan perlakuan dosis lebih tinggi, yaitu grup II dan rup III maupun perlakuan tunggal hanya propofol. Efek samping penggunaaan propofol adalah hipotensi, apnea, dan rasa sakit pada tempat suntikan (Stawicki 2007). Propofol menyebabkan turunnya tekanan darah karena secara langsung menyebabkan vasodilatasi pada vena dan arteri serta menyebabkan relaksasi pembuluh darah (Karsli et al. 1999). Propofol menyebabkan rendahnya tekanan darah sistol (SAP) dan tekanan darah rata-rata (MAP) tanpa menimbulkan pengaruh pada denyut jantung (Belo et al. 1994 dalam Mohamadnia et al. 2008). Kombinasi propofol dengan ketamine dapat mengurangi pengaruh perubahan tekanan darah akibat propofol.
123
Tabel 16 Nilai rata-rata ± simpangan baku (rata-rata ± SD) tekanan darah tidak langsung (NIBP : SAP, DAP, MAP) dan CO 2 respirasi selama pemberian induksi atropine sulfate -xylazine HCl -ketamine HCl -propofol dan pemeliharaan anestesi secara infusi gravimetrik dengan ketamine HCl dan propofol pada anjing Jenis Pengamatan
SAP (mmHg)
DAP (mmHg)
MAP (mmHg)
CO 2 Respirasi (mmHg)
Waktu Pengamatan (menit) 60 70 80
Perlakuan Grup I
0
10
20
30
40
50
132±29
118±24
129±32
129±15
135±27
140±30
131±21
123±26
Grup II
122±22
120±25
140±35
130±42
119±35
106±18
102± 7
103± 5
Grup III
133±24
125±29
162±22
169±51
145±27
128±25
109±41
104±44
95±47
98±40
97±37
98±45
95±43
126± 6
110±14*
Grup IV
142±17
126±13
168± 9
165± 8
161± 9
141± 6
121±15
124±20
117±22
115±18
115±21
116±20
114±23
106±26*
119±25
Grup V
123± 4
125±22
173±36*
177± 8*
134±48
150±29
134±33
121±19
115±13
111±23
109±19
107±20
104±23
118±12
112± 8
Grup I
83±36
84±22
91±22
96±18
98±21
107±23
101±19
91±17
88±14
84±16
83±13
78±11
80±13
75±12
78±11
Grup II
72±20
95±11
100±32
98±36
86±30
70±17
72±10
68± 5
63± 8
55± 9
60± 8
68±13
61± 4
62± 8
65± 9
Grup III
88±13
90±11
126± 7
131±14
101±10
84± 7
67±33
58±36
55±34
54±27
53±31
55±32
53±31
63±39
60±37
Grup IV
94±13
86±21
80±24
75±25
77±21
73±23
70±25
68±22
76±23
118±24 94± 9*
90
100
110
120
130
140
113±22
110±19
111±18
103±12
107±17
108±17
89± 9**
95± 3*
98±10
95± 4*
96± 4*
97± 4*
77±14
79± 7
130±12**
123±21*
118± 7
111± 7
Grup V
62±15
87±21
126±32**
135± 8**
131±23**
113±31*
98±29
85±27
82±21
91± 5
76±14
74±20
74±27
69±24
65±19
Grup I
109±37
98±23
105±21
115±17
116±25
125±26
114±21
106±20
100±19
92±16
94±17
94±15
90±13
89±14
91±16
Grup II
87±24
86±11
113±34
109±36
102±33
91±18
86±10
85± 9
76± 7
74±10
75± 6
79±15
77± 5
79± 9
78± 9
Grup III
104±18
100±22
140±16
147±41
118±18
105±17
89±42
78±51
75±38
75±36
78±48
73±44
72±40
76±43
70±40
Grup IV
102± 4
97± 2
146±12**
145± 9**
130± 2*
122± 9
108±15
101±13
97±20
87±22
91±16
91±19
92±20
88±20
95±18
Grup V
94±17
90±32
145±38*
153±14*
145±23*
127±30
113±28
98±30
99±11
97±21
91±18
88±22
89±26
84±18
79±11
Grup I
40±6
38±11
56± 9
48±3
45±8
47±7
47± 6
46± 5
45± 5
44± 5
43± 6
43± 4
42± 3
37± 2
35±4
Grup II
40±6
39± 3
46± 4
44±8
43±8
43±7
42± 6
42± 8
46±12
44±15
47±19
43±14
46±17
37± 7
33±3
Grup III
40±6
38± 0
52± 4
40±6
45±3
48±5
58±16
43±13
40±19
38±20
46±11
36± 0
36± 0
34± 0
34±0
Grup IV
40±6
38± 0
42±21
46±3
43±4
45±5
45± 7
44± 6
43± 5
42± 5
38± 2
35± 4
34± 4
34± 4
34±4
Grup V
40±6
39± 2
52± 4
48±2
47±1
46±2
45± 2
44± 3
43± 2
42± 1
41± 2
41± 2
35± 4
34± 6
34±6
Keterangan : Semua Grupdi premedikasi Atropine sulfate (0,03mg/kgBB),Xylazine HCl (2mg/kgBB),Ketamine HCl (4mg/kgBB),Propofol(4mg/kgBB). Grup I, II, dan grup III masing-masing diinfusi dengan Ketamine HCl -Propofol (@0,2mg/kgBB/menit), Ketamine HCl -Propofol (@0,4mg/kgBB/menit), dan Ketamine HCl -Propofol 0,6mg/kgBB/menit), Grup IV dengan Propofol(0,4mg/kgBB/menit), dan grup V dengan Isofluran (1%). Pada kolom (perlakuan) sama, * = berbeda nyata (P<0,05), ** = berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan nilai awal (menit ke-0).
124
Tekanan Darah Diastol (Diastole Arterial Pressure/DAP) Grup I menunjukkan peningkatan nilai DAP yang landai sampai menit ke-50, selanjutnya menurun juga landai sampai menit ke-140. Grup II menunjukkan sedikit peningkatan DAP sampai menit ke- 20, kemudian menurun pelan sampai menit ke140. Sedangkan grup III menunjukkan peningkatan nilai DAP yang tajam sampai menit ke 30, kemudian turun tajam sampai akhir anestesi. Perubahan nilai DAP yang ditunjukkan oleh grup IV dan V juga sama, yaitu meningkat tajam sampai menit ke 30, kemudian turun tajam sampai menit ke-140. Data masing-masing grup ditunjukkan pada Tabel 16 dan Gambar 27.
180
AXKP-K2P2 Grup I AXKP-K4P4 Grup II Grup III AXKP-K6P6 Grup IV AXKP-P4 Grup V AXKP-I
160
DAP (mmHg)
140 120 100 80 60 40 20
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100 110 120 130 140
Waktu (menit) Gambar 27 Perubahan nilai rata-rata tekanan darah diastol (DAP) selama pemberian induksi atropine sulfate -xylazine HCl -ketamine HCl -propofol dan pemeliharaan anestesi secara infusi gravimetrik dengan ketamine HCl dan propofol pada anjing.
Grup I dan II menunjukkan perubahan nilai DAP yang lebih stabil dibandingkan grup III, IV, dan V. Peningkatan nilai DAP pada menit ke-10 sampai 20, disebabkan karena pengaruh atropine sulfate yang menyebabkan tekanan darah meningkat dan terjadi bersama-sama dengan meningkatnya denyut jantung (Ko et al. 2001). Meningkatnya nilai DAP juga disebabkan karena terjadi fase eksitasi dan pengaruh xylazine HCl yang menyebabkan peningkatan tekanan darah arteri pada
125
awal pemberian, kemudian diikuti dengan penurunan tekanan darah arterial karena tertakannya syaraf pusat oleh xylazine HCl. Penurunan nilai DAP pada menit ke-40 sampai 140 juga disebabkan karena pengaruh xylazine HCl
yang menyebabkan
relaksasi otot pada pembuluh darah dan menurunnya denyut jantung. Selanjutnya, pemeliharaan status teranestesi melalui infusi gravimetrik dengan kombinasi ketamine HCl-propofol menyebabkan penurunan nilai DAP. Penurunan yang lebih tajam pada menit ke-40 sampai menit ke-140 ditunjukkan oleh grup yang memperoleh perlakuan kombinasi ketamine HCl-propofol dengan dosis yang lebih tinggi yaitu pada grup II dengan dosis 0,4 mg/kg/menit dan grup III dengan dosis 0,6 mg/kg/menit, begitu pula grup yang memperoleh perlakuan propofol secara tunggal. Hal ini disebabkan karena efek samping penggunaaan propofol adalah hipotensi, apnea, dan rasa sakit pada tempat suntikan (Stawicki 2007). Propofol dengan dosis yang lebih tinggi menyebabkan turunnya tekanan darah karena secara langsung menyebabkan vasodilatasi pada vena dan arteri dan menyebabkan relaksasi pembuluh darah (Karsli et al. 1999).
Tekanan darah Rata-rata (Mean Arterial Pressure/MAP) Gambaran perubahan nilai MAP yang ditunjukkan oleh grup I mengalami sedikit peningkatan sampai menit ke-50, kemudian sedikit menurun sampai menit ke140. Begitu pula perubahan yang ditunjukkan olehn grup II, menunjukkan sedikit peningkatan DAP sampai menit ke- 20, kemudian menurun pelan sampai menit ke140. Sedangkan perubahan nilai MAP yang ditunjukkan oleh grup III, IV, dan V, terjadi perubahan yang lebih tajam. Grup III menunjukkan peningkatan nilai DAP yang tajam sampai menit ke 30, kemudian turun tajam sampai menit ke-70 dan stabil sampai akhir anestesi. Grup IV dan V juga sama, yaitu meningkat tajam sampai menit ke 30, kemudian turun tajam sampai menit ke-140, seperti ditunjukkan pada Tabel 16 dan Gambar 28. Nilai rata-rata MAP meningkat pada menit ke-20, selanjutnya menurun sampai menit ke-140. Hal ini disebabkan karena xylazine HCl yang menyebabkan peningkatan tekanan arteri (hipertensi) pada awal pemberian dan diikuti dengan
126
penurunan (hipotensi) akibat tertekannya syaraf pusat (Muir et al. 2000). Peningkatan nilai MAP juga disebabkan karena adanya atropine sulfate
pada kombinasi
preanestesi atropine sulfate xylazine HCl. Alibhai et al.(1996) menyebutkan bahwa atropine sulfate
dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah. Meningkatnya
tekanan darah terjadi bersama-sama dengan meningkatnya denyut jantung. Sedangkan adanya kecenderungan penurunan nilai MAP disebabkan karena pengaruh xylazine HCl
yang menstimulasi reseptor adrenergik, menyebabkan pelepasan
norepineprin dan pengaruh simpatomimetik dari ketamine HCl ditutupi oleh aktivitas simpatolitik dari xylazine HCl (Wixson et al. 1987).
200 180
AXKP-K2P2 Grup I AXKP-K4P4 Grup II Grup III AXKP-K6P6 Grup IV AXKP-P4 Grup V AXKP-I
MAP (mmHg)
160 140 120 100 80 60 40 20
0
Gambar 28
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
110
120
130
140
Waktu (menit) Perubahan nilai rata-rata tekanan darah rara-rata (MAP) selama pemberian induksi atropine sulfate -xylazine HCl -ketamine HCl -propofol dan pemeliharaan anestesi secara infusi gravimetrik dengan ketamine HCl dan propofol pada anjing.
Gambaran perubahan nilai MAP yang ditunjukkan oleh grup I dan II lebih stabil dibandingakn gambaran yang ditunjukkan grup III, IV, dan V, memberikan gambaran bahwa dosis kombinasi yang lebih rendah dan penggunaaan kombinasi ketamine-propofol dibandinkan hanya propofol saja, berperan mengurangi perubahan nilai
MAP.
Infusi
gravimetrik
dengan
kombinasi
ketamine
HCl-propofol
menyebabkan penurunan nilai MAP, tetapi penurunan yang lebih tajam terjadi pada grup yang memperoleh perlakuan kombinasi ketamine HCl-propofol pada dosis yang
127
lebih tinggi yaitu pada grup II dengan dosis 0,4 mg/kg/menit dan grup III pada dosis 0,6 mg/kg/menit. Propofol menyebabkan hipotensi dan apnea (Stawicki 2007). Propofol menyebabkan turunnya tekanan darah karena secara langsung menyebabkan vasodilatasi pada vena dan arteri dan menyebabkan relaksasi pembuluh darah (Karsli et al. 1999). propofol menyebabkan rendahnya tekanan darah sistol (SAP) dan tekanan darah rata-rata (MAP) tanpa menimbulkan pengaruh pada denyut jantung (Belo et al. 1994 dalam Mohamadnia et al. 2008).
Nilai end tidal CO 2 (ET CO 2 ) Grup I menunjukkan pola perubahan nilai end tidal CO 2 (ET CO 2 ) yang stabil, meningkat sampai menit ke-20, kemudian menurun pelan sampai akhir anestesi. Grup II juga menunjukkan perubahan yang satabil, terjadi sedikit peningkatan sampai menit ke-20, selanjutnya sedikit menurun pada menit ke-30 dan selanjutnya sangat stabil sampai menit ke-140. Sedangkan grup III menunjukkan perubahan nilai ET CO 2 yang tidak stabil, meningkat tajam pada menit ke-20, kemudian turun tajam pada menit ke-30, selanjutnya kembali naik sangat tajam sampai menit ke-60, dan terus naik turun tidak stabil sampai menit ke-140. Grup IV dan V menunjukkan perubahan nilai CO 2 yang stabil, sedikit meningkat pada menit ke-20, kemudian sedikit menurun sampai akhir anestesi. Data tiap-tiap grum disajikan pada Tabel 16 dan Gambar 29.
128
80
ET CO2 (mmHg)
70
Grup I AXKP-K2P2 Grup II AXKP-K4P4 Grup III AXKP-K6P6 Grup IV AXKP-P4 Grup V AXKP-I
60 50 40 30 20 10
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
110
120
130
140
Waktu (menit) Gambar 29
Perubahan nilai rata-rata end tidal CO 2 (ET CO 2 ) respirasi selama pemberian induksi atropine sulfate -xylazine HCl -ketamine HCl -propofol dan pemeliharaan anestesi secara infusi gravimetrik dengan ketamine HCl dan propofol pada anjing.
Grup III menunjukkan perubahan nilai ET CO 2 yang tidak stabil, sedangan grup I, II, IV, dan V menunjukkan nilai CO 2 yang lebih stabil. Gambaran perubahan nilai ET CO 2 ini menandakan bahwa semua kombinasi anestesi tidak menyebabkan perubahan pada ET CO 2 , tetapi pada dosis yang lebih tinggi akan menyebabkan CO 2 yang tidak stabil. Perlakuan anestesi belum mengakibatkan perubahan terhadap volume tidal dan nilai ET CO 2 . Volume tidal sangat ditentukan oleh kedalaman respirasi. Respirasi yang lebih dalam dengan frekuensi yang lebih rendah akan dapat mempertahankan volume tidal dan jumlah gas CO 2 respirasi. Greene dan Thurmon (1988) menyebutkan bahwa tidak ditemukan perubahan tekanan O 2 dan CO 2 setelah penyuntikan xylazine HCl pada anjing. Begitu pula Allen et al. (1986) mendapatkan bahwa anestesi kombinasi xylazine HCl dan ketamine HCl tidak menyebabkan perubahan pada tekanan CO 2 dan O 2 . Selanjutnya, Grup III menunjukkan perubahan nilai CO 2 yang tidak stabil karena efek samping penggunaaan propofol dan ketamine HCl dengan dosis yang lebih tinggi. Pemberian anestesi akan menyebabkan penurunan metabolisme tubuh dan menyebabkan penurunan tekanan oksigen sehingga tubuh berusaha mempertahankan homeostasis supaya tetap normal dengan cara metabolisme anaerobik dan terjadi alkalosis respirasi yang ditandai dengan
129
penurunan tekanan CO 2 respirasi (Woodrow 2004). Apabila kondisi tekanan oksigen darah menurun, akan terjadi rangsangan untuk stimulasi pernapasan atau hiperventilasi yang menyebabkan tekanan CO 2 respirasi akan menurun (Aditama 1987). Dosis propofol yang lebih tinggi, yaitu 0,6 mg/kg/menit akan menekan respirasi lebih kuat dan dosis ketamine HCl yang lebih tinggi (0,6 mg/kg/menit) memaksa jantung berdenyut lebih kuat sehingga terjadi naik turun respirasi yang tajam dan tidak stabil yang menyebabkan tekanan CO 2 juga tidak stabil.
Elektrokardiogram (EKG) Amplitudo Gelombang P Grup I menunjukkan perubahan nilai gelombang P selama tersanestesi tidak berbeda dengan sebelum dianestesi, yaitu 0,15 ± 0,03 mV. Begitu pula grup II, III, IV, dan grup V menunjukkan perubahan nilai gelombang P yang tidak berbeda dari nilai normalnya masing-masing, yaitu 0,16 ± 0,06 mV, 0,17 ± 0,05 mV, 0,19 ± 0,09 mV, dan 0,19 ± 0,06 mV. Nilai gelombang P tiap grup disajikan pada tabel 17. Perubahan amplitudo gelombang P yang ditunjukkan oleh grup I, II, III, IV, dan grup V mengalami perubahan yang tidak berbeda dengan nilai awalnya masingmasing, berarti perlakuan preanestesi, induksi, dan pemeliharaan status teranestesi belum menyebabkan perubahan terhadap aliran listrik jantung pada saat terjadi depolarisasi atrium, sehingga amplitudo depolarisasi antrium tidak menunjukkan perubahan yang berbeda nyata dengan nilai awal. Pemeliharaan status teranestesi secara infusi gravimetrik dengan kombinasi ketamine HCl-propofol tidak menyebabkan perubahan terhadap depolarisasi atrium. Kekuatan listrik pada atrium yang bersumber dari nodus sinoatrial (SA node) dan penyebarannya pada dinding atrium, tidak terpengaruh oleh perubahan aksi potensial pada sistim syaraf akibat perlakuan anestesi.
Amplitudo Gelombang R Perubahan amplitudo gelombang R selama teranestesi yang ditunjukkan oleh grup I tidak berbeda nyata dengan nilai awalnya, yaitu 1,59 ± 0,38 mV. Betitu juga
130
grup II, III, IV, dan grup V menunjukkan perubahan nilai amplitudo gelombang R yang tidak berbeda dengan nilai normalnya masing-masing, yaitu 1,70 ± 0,54 mV, 1,57 ± 0,16 mV, 1,52 ± 0,10 mV, dan 2,03 ± 0,36 mV, seperti ditunjukkan pada Tabel 17. Grup I menunjukkan perubahan gelombang R selama teranestesi tidak berbeda dengan nilai awalnya, begitu pula grup II, III, IV, dan grup V, menggambarkan bahwa depolarisasi yang terjadi pada ventrikel jantung tidak dipengaruhi oleh semua kombinasi anestesi yang diberikan. Perubahan amplitudo gelombang R juga tidak menunjukkan pola yang jelas, menunjukkan kekuatan listrik pada dinding ventrikel jantung yang bersumber dari nodus atrio ventrikel (AV node), berkas his, dan serabut purkintje tidak terpengaruh oleh perubahan aksi potensial pada sistim syaraf pada jantung akibat perlakuan anestesi. Otot jantung mampu berkontraksi sendiri akibat aliran listrik dari nodus sino-atrial sebagai pace maker, nodus atrio-ventrikel, berkas his, dan serabut purkinje. Sedangkan sistim syaraf hanya dapat memodifikasi aliran listrik pada jantung, sehingga perubahan aliran listrik atau aksi potensial pada sistim syaraf akibat perlakuan anestesi belum mampu memodifikasi aliran listrik pada ventrikel jantung yang bersumber dari nodus atrioventrikel, berkas his dan serabut purkinje.
131
Tabel 17 Nilai rata-rata ± simpangan baku (rata-rata±SD) elektrokardiogram (EKG) sadapan II gelombang P dan gelombang R selama pemberian induksi atropine sulfate -xylazine HCl-ketamine HCl-propofol dan pemeliharaan anestesi secara infusi gravimetrik dengan ketamine HCl dan propofol pada anjing Jenis Pengamatan
Waktu Pengamatan (menit) Perlakuan
20
30
40
50
60
70
80
90
100
110
120
130
140
0,15±0,03
0,16±0,08
0,18±0,05
0,14±0,01
0,14±0,05
0,14±0,04
0,14±0,02
0,13±0,02
0,14±0,02
0,13±0,02
0,12±0,02
0,13±0,01
0,14±0,03
0,14±0,06
0,13±0,03
0,16±0,06
0,15±0,08
0,16±0,04
0,16±0,04
0,15±0,03
0,17±0,04
0,16±0,04
0,15±0,03
0,15±0,03
0,14±0,03
0,14±0,03
0,15±0,03
0,11±0,07
0,11±0,07
0,11±0,07
0,17±0,05
0,18±0,04
0,17±0,02
0,17±0,07
0,16±0,01
0,14±0,00
0,15±0,01
0,16±0,01
0,15±0,00
0,14±0,02
0,13±0,04
0,13±0,04
0,10±0,06
0,14±0,02
0,14±0,02
Grup IV
0,19±0,09
0,16±0,04
0,10±0,09
0,10±0,09
0,16±0,03
0,10±0,09
0,18±0,05
0,19±0,04
0,18±0,04
0,16±0,05
0,14±0,04
0,16±0,05
0,16±0,06
0,16±0,06
0,10±0,10
Grup V
0,19±0,06
0,09±0,08
0,20±0,09
0,15±0,01
0,18±0,08
0,16±0,04
0,15±0,03
0,15±0,01
0,10±0,08
0,15±0,02
0,15±0,01
0,10±0,09
0,16±0,03
0,15±0,01
0,15±0,01
Grup I
1,59±0,38
1,63±0,44
1,71±0,56
1,93±0,42
1,97±0,40
1,94±0,42
1,93±0,43
1,91±0,42
1,87±0,43
1,83±0,43
1,84±0,46
1,74±0,43
1,69±0,36
1,65±0,40
1,64±0,42
Grup II
1,70±0,54
1,78±0,54
1,85±0,47
1,90±0,45
1,73±0,54
1,88±0,43
1,91±0,53
1,82±0,47
1,71±0,40
1,64±0,35
1,63±0,38
1,63±0,42
1,75±0,43
1,68±0,39
1,70±0,39
Gelombang R Grup III (mV)
10
Grup II Gelombang P Grup III (mV)
0
Grup I
1,57±0,16
1,67±0,08
1,68±0,32
1,69±0,01
1,69±0,09
1,78±0,18
1,77±0,04
1,70±0,00
1,65±0,04
1,55±0,28
1.44±0,36
1,32±0,53
1,58±0,34
1,93±0,31
1,93±0,31
Grup IV
1,52±0,10
1,65±0,06
1,60±0,26
1,78±0,26
1,56±0,39
1,52±0,36
1,48±0,39
1,53±0,32
1,47±0,28
1,49±0,23
1,50±0,18
1,34±0,42
1,35±0,16
1,36±0,16
1,33±0,18
Grup V
2,03±0,36
1,99±0,03
1,87±0,17
2,11±0,16
1,80±0,70
2,09±0,12
2,06±0,14
2,05±0,15
2,05±0,14
1,52±1,04
1,99±0,16
1,88±0,09
1,88±0,09
2,02±0,22
2,02±0,22
Keterangan : Semua Grupdi premedikasi Atropine sulfate (0,03mg/kgBB),Xylazine HCl (2mg/kgBB),Ketamine HCl (4mg/kgBB),Propofol(4mg/kgBB). Grup I, II, dan grup III masing-masing diinfusi dengan Ketamine HCl -Propofol (@0,2mg/kgBB/menit), Ketamine HCl -Propofol (@0,4mg/kgBB/menit), dan Ketamine HCl -Propofol (@0,6mg/kgBB/menit), Grup IV dengan Propofol(0,4mg/kgBB/menit), dan grup V dengan Isofluran (1%). Pada kolom (perlakuan) sama, * = berbeda nyata (P<0,05), ** = berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan nilai awal (menit ke-0).
132
Interval PR Interval PR atau PQ adalah waktu permulaan eksitasi atrium sampai awal eksitasi ventrikel atau penjumlahan dari waktu depolarisasi atrium dan waktu perlambatan simpul Atrio-Ventricular (AV). Nilai interval PR normal pada anjing adalah 0,06 – 0,13 detik. Grup I menunjukkan perubahan interval PR yang masih stabil dan tidak berbeda dengan nilai interval PR normalnya, sekitar 0,12 ± 0,03 detik. Gambaran nilai interval PR yang ditunjukkan oleh grup II, III, IV, dan grup V juga tidak berbeda dengan nilai awalnya masing-masing, sekitar 0,11 ± 0,01 detik, 0,10 ± 0,00 detik, 0,10 ± 0,01 detik, dan 0,12 ± 0,01 detik. Data tiap grup ditunjukkan pada Tabel 18. Nilai durasi interval PR selama teranestesi yang ditunjukkan oleh grup I tidak berbeda dengan nilai awalnya, begitu pula grup II, III, IV, dan grup V, menandakan bahwa perlakuan kombinasi premedikasi, induksi, dan pemeliharaan anestesi secara infusi gravimetrik belum menyebabkan perubahan terhadap waktu depolarisasi atrium dan perlambatan atrio-ventrikel, sehingga nilai durasi depolarisasi antrium dan perlambatan atrio-ventrikel tidak menunjukkan perubahan yang berbeda nyata. Pemeliharaan status teranestesi secara infusi gravimetrik dengan kombinasi ketamine HCl-propofol tidak menyebabkan perubahan terhadap waktu depolarisasi atrium dan perlambatan atrio-ventrikel (AV), sehingga aman untuk aktivitas atrium dan ventrikel. Perubahan aksi potensial pada sistim syaraf akibat anestesi, tidak mampu memodifikasi aliran listrik pada dinding atrium dan ventrikel jantung.
Komplek QRS Kontraksi atau depolarisasi ventrikel secara normal membutuhkan waktu beberapa detik, yang disebut dengan interval komplek QRS. Nilai komplek QRS normal pada anjing sekitar 0,04 – 0,05 detik. Grup I menunjukkan perubahan komplek QRS yang terjadi selama teranestesi tidak berbeda dengan nilai normalnya, sekitar 0,05 ± 0,01 detik. Nilai interval komplek QRS yang ditunjukkan oleh grup II, III, IV, dan grup V juga tidak berbeda dengan nilai awalnya masing-masing, yaitu :
133
0,05 ± 0,01 detik, 0,04 ± 0,00 detik, 0,04 ± 0,01 detik, dan 0,04 ± 0,01 detik, seperti ditunjukkan pada Tabel 18. Gambaran interval komplek QRS yang ditunjukkan oleh grup I tidak berbeda dengan niali awalnya, begitu juga dengan grup, II, III, IV, dan grup V menunjukkan perubahan interval komplek QRS yang tidak berbeda dengan nilai awalnya masingmasing, menandakan bahwa lama waktu yang diperlukan untuk terjadinya depolarisasi pada ventrikel jantung tidak terpengaruh oleh semua kombinasi anestesi. Perubahan aksi potensial sistim syaraf akibat perlakuan anestesi, tidak mampu memodifikasi aliran listrik pada ventrikel jantung. Otot jantung mampu berkontraksi sendiri akibat aliran listrik dari nodus sino-atrial sebagai pace maker, nodus atrioventrikel, berkas his, dan serabut purkinje.
Interval QT Grup I menunjukkan bahwa interval QT selama teranestesi mengalami perubahan yang tidak berbeda nyata dengan nilai awal, sekitar 0,20 ± 0,01 detik. Begitu pula grup II menunjukkan perubahan yang tidak berbeda dengan nilai normalnya, yaitu 0,19 ± 0,03 detik. Sedangkan grup III menunjukkan pola perubahan yang menurun lebih tajam dan tidak stabil terjadi pada menit ke-50,80,90, dan menit ke-100. Grup IV dan V menunjukkan perubahan interval QT yang meningkat nyata mulai menit ke-80 sampai menit ke-140, bahkan meningkat sangat nyata pada grup IV pada menit 110 sampai menit 140, seperti ditunjukkan pada Tabel 18. Grup III menunjukkan perubahan interval QT yang tidak stabil dan cenderung menurun, menggambarkan waktu yang dibutuhkan jantung untuk berdenyut lebih cepat, bersamaan dengan meningkatnya denyut jantung yang tidak stabil. Sedangkan Grup IV dan V menunjukkan perubahan durasi interval QT mengalami peningkatan, perlakuan
pemeliharaan
status
teranestesi
dengan
propofol
dan
isofluran
menyebabkan perlambatan repolarisasi ventrikel sehingga durasi interval QT meningkat. Grup IV dan V menunjukkan kecenderungan mempengaruhi waktu yang dibutuhkan jantung untuk berdenyut lebih lama terutama pada saat terjadinya repolarisasi ventrikel atau interval QT. Sedangkan kemampuan atau kekuatan jantung
134
untuk berdenyut tidak terpengaruh. Keadaan ini bersamaan dengan terjadinya penurunan frekuensi denyut jantung. Telah diketahui bahwa waktu untuk ventrikel mengadakan repolarisasi berbanding lurus dengan laju jantung. Semakin cepat jantung berdenyut, semakin cepat pula waktu untuk repolarisasi, dan semakin pendek interval QT. Sebaliknya apabila denyut jantung semakin lambat, maka semakin panjang pula interval QT (Karim dan Kebo 2002). Dalam penelitian ini, perpanjangan interval QT disebabkan oleh penggunaan xylazine HCl pada perlakuan preanestesi anestesi dan pada saat pemeliharaan status teranestesi pada grup IV dan V tidak dikombinasikan dengan ketamine HCl sehingga menunjukkan penurunan denyut jantung. Dengan kata lain interval QT sangat tergantung pada laju jantung.
135
Tabel 18 Nilai rata-rata ± simpangan baku (rata-rata±SD) elektrokardiogram (EKG) sadapan II interval PR, komplek QRS, interval QT) dan nilai CRT selama pemberian induksi atropine sulfat -xylazine HCl-ketamine HCl-propofol dan pemeliharaan anestesi secara infusi gravimetrik dengan ketamine HCl dan propofol pada anjing Jenis Pengamatan
Waktu Pengamatan (menit) 60 70 80
Perlakuan Grup I
0,12±0,03
0,12±0,02
0,11±0,03
0,13±0,01
0,13±0,02
0,13±0,02
0,12±0,01
0,13±0,02
0,13±0,02
0,09±0,06
0,09±0,06
0,13±0,01
0,12±0,02
0,12±0,01
0,12±0,01
Grup II
0,11±0,01
0,08±0,06
0,11±0,01
0,12±0,02
0,11±0,03
0,12±0,01
0,09±0,06
0,12±0,01
0,12±0,01
0,12±0,01
0,08±0,06
0,11±0,01
0,09±0,06
0,09±0,06
0,08±0,05
Interval PR
Grup III
0,10±0,00
0,11±0,01
0,13±0,06
0,11±0,01
0,09±0,03
0,12±0,01
0,12±0,01
0,11±0,01
0,11±0,01
0.11±0,01
0,12±0,01
0,12±0,01
0,12±0,01
0,11±0,00
0,11±0,00
(detik)
Grup IV
0,10±0,01
0,11 ±0,02
0,12±0,02
0,12±0,01
0,12±0,01
0,13±0,02
0,13±0,02
0,13±0,02
0,13±0,02
0,13±0,02
0,13±0,02
0,13±0,02
0.12±0,02
0,12±0,02
0,12±0,02
Grup V
0,12±0,01
0,08±0,07
0,11±0,01
0,12±0,03
0,13±0,03
0,13±0,03
0,12±0,02
0,13±0,02
0,09±0,08
0,13±0,02
0,13±0,02
0,09±0,08
0,12±0,01
0,12±0,02
0,12±0,02
Grup I
0,05±0,01
0,04±0,01
0,04±0,01
0,05±0,01
0,05±0,01
0,05±0,01
0,04±0,00
0,04±0,01
0,05±0,01
0,05±0,01
0,05±0,01
0,05±0,01
0,05±0,01
0,05±0,01
0,05±0,01
Grup II
0,05±0,01
0,04±0,01
0,05±0,01
0,05±0,01
0,05±0,01
0,05±0,01
0,05±0,01
0,05±0,01
0,05±0,01
0,05±0,01
0,05±0,01
0,05±0,01
0,05±0,01
0,05±0,01
0,05±0,01
Komplek QRS Grup III
0
10
20
30
40
50
90
100
110
120
130
140
0,04±0,00
0,04±0,00
0,05±0,01
0,05±0,01
0,04±0,01
0,04±0,00
0,04±0,01
0,04±0,00
0,04±0,01
0,05±0,01
0,05±0,00
0,05±0,00
0,05±0,01
0,04±0,00
0,04±0,00
Grup IV
0,04±0,01
0,05±0,01
0,05±0,01
0,05±0,01
0,05±0,01
0,05±0,01
0,04±0,02
0,05±0,01
0,05±0,01
0,05±0,01
0,05±0,01
0,05±0,01
0,06±0,02
0,06±0,02
0,06±0,02
Grup V
0,04±0,01
0,05±0,01
0,05±0,01
0,05±0,01
0,04±0,01
0,04±0,01
0,04±0,01
0,04±0,01
0,05±0,01
0,05±0,01
0,06±0,01
0,06±0,01
0,05±0,00
0,05±0,00
0,05±0,00
Grup I
0,20±0,01
0,14±0,13
0,12±0,10
0.21±0,03
0,13±0,12
0,22±0,01
0,22±0,01
0,23±0,01
0,23±0,00
0,23±0,01
0,23±0,01
0,23±0,01
0,24±0,01
0,21±0,05
0,24±0,02
Grup II
0,19±0,03
0,20±0,02
0,10±0,02
0,15±0,11
0,11±0,02
0,16±0,10
0,22±0,02
0,17±0,11
0,23±0,02
0,24±0,02
0,18±0,12
0,25±0,02
0,26±0,02
0,18±0,12
0,19±0,14
Interval QT
Grup III
0,19±0,01
0,17±0,03
0,16±0,01
0,18±0,02
0,16±0,04
0,10±0,04
0,20±0,01
0,20±0,01
0,11±0,06
0,12±0,07
0,13±0,08
0,20±0,08
0,24±0,04
0,24±0,04
0,24±0,04
(detik)
Grup IV
0,20±0,01
0,20±0,02
0,21±0,02
0,21±0,01
0,20±0,01
0,21±0,02
0,22±0,01
0,23±0,01
0,24±0,01*
0,23±0,01*
0,25±0,03*
0,26±0,03** 0,26±0,03** 0,26±0,04**
0,26±0,04**
Grup V
0,19±0,02
0,20±0,01
0,20±0,01
0,20±0,02
0,17±0,06
0,21±0,02
0,22±0,02
0,23±0,03
0,24±0,02*
0,24±0,01*
0,27±0,02*
0,26±0,01*
0,25±0,01*
0,24±0,02*
0,24±0,02*
Grup I
2,0±0,0
2,0±0,0
2,5±0,6
2,7±0,5
2,7±0,5
2,7±0,5
2,3±0,5
2,5±0,6
2,3±0,5
2,0±0,0
2,0±0,0
2,0±0,0
2,0±0,0
2,0±0,0
2,0±0,0
Grup II
2,0±0,0
2,0±0,0
2,5±0,6
2,5±0,6
2,5±0,6
2,5±0,6
2,3±0,5
2,0±0,0
2,3±0,5
2,3±0,5
2,35±0,6
2,5±0,6
2,3±0,5
2,3±0,5
2,3±0,5
CRT
Grup III
2,0±0,0
2,0±0,0
2,7±0,6
2,7±0,6
2,3±0,6
2,7±0,6
2,7±0,6
2,3±0,6
2,3±0,6
2,3±0,6
2,3±0,6
2,3±0,6
2,3±0,6
2,3±0,6
2,3±0,6
(detik)
Grup IV
2,0±0,0
2,0±0,0
2,7±0,6
2,7±0,6
2,7±0,6
2,3±0,6
2,3±0,6
2,3±0,6
2,7±0,6
2,3±0,6
2,0±0,0
2,0±0,0
2,0±0,0
2,0±0,0
2,0±0,0
Grup V
2,0±0,0
2,3±0,6
2,7±0,6
2,7±0,6
2,3±0,6
2,3±0,6
2,0±0,0
2,0±0,0
2,0±0,0
2,3±0,6
2,3±0,6
2,3±0,6
2,3±0,6
2,0±0,0
2,0±0,0
(detik)
Keterangan : Semua Grup di premedikasi Atropine sulfate (0,03mg/kgBB),Xylazine HCl (2mg/kgBB),Ketamine HCl (4mg/kgBB),Propofol(4mg/kgBB). Grup I, II, dan grup III masing-masing diinfusi dengan Ketamine HCl -Propofol (@0,2mg/kgBB/menit), Ketamine HCl -Propofol (@0,4mg/kgBB/menit), dan Ketamine HCl -Propofol (@0,6mg/kgBB/menit), Grup IV dengan Propofol (0,4mg/kgBB/menit), dan grup V dengan Isofluran (1%). Pada kolom (perlakuan) sama, * = berbeda nyata (P<0,05), ** = berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan nilai awal (menit ke-0).
136
Capillary Refill Time (CRT) Capillary refill time (CRT) menandakan adanya aliran darah pada jaringan. Nilai CRT yang lama menandakan pengisian jaringan oleh darah tidak optimal dan aliran darah ke jaringan menurun, yaitu lebih dari 2 detik. Grup I, II, dan III menunjukkan perubahan nilai CRT lebih lama dari pada nilai awalnya pada menit ke-20 sampai 40, selanjutnya semakin cepat mendekati nilai awal sampai menit ke-140. Grup IV dan V juga menunjukkan perubahan nilai CRT lebih lama pada menit ke-20 sampai 40, selanjutnya semakin cepat mendekati nilai awal sampai menit ke-140, tetapi tidak berbeda nyata dengan nilai awal. seperti ditunjukkan pada Tabel 18 dan Gambar 30.
3,50
Grup I AXKP-K2P2 Grup II AXKP-K4P4 Grup III AXKP-K6P6 Grup IV AXKP-P4 Grup V AXKP-I
3,30
CRT (detik)
3,10 2,90 2,70 2,50 2,30 2,10 1,90 1,70 1,50
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
110
120
130
140
Waktu (menit) Gambar 30 Perubahan nilai rata-rata capillary refill time (CRT) selama pemberian induksi atropine sulfate -xylazine HCl -ketamine HCl -propofol dan pemeliharaan anestesi secara infusi gravimetrik dengan ketamine HCl dan propofol pada anjing.
Nilai CRT mengalami pola peningkatan pada menit ke-20 sampai menit ke- 40, selanjutnya menurun mendekati nilai awal sampai menit ke-140. Hal ini disebabkan karena xylazine HCl pada kombinasi preanestesi atropine sulfatexylazine HCl
mempunyai potensi bekerja lebih cepat dibandingkan atropine
sulfate, xylazine HCl mempunyai pengaruh yang sangat kuat menurunkan denyut jantung sehingga aliran darah juga menurun. Potensi xylazine HCl yang termasuk golongan α2-adrenergik agonis menyebabkan tertekannya pusat vasomotor di bagian perifer yang menyebabkan vasodilatasi, menurunkan curah jantung, dan menurunkan tekanan darah. Penurunan curah jantung dan dilatasi pembuluh darah
137
perifer dapat menyebabkan meningkatnya nilai CRT (Rossi dan Junqueira 2003; Rand et al. 1996 dalam Kul 2001). Pemeliharaan status teranestesi melalui infusi gravimetrik dengan kombinasi ketamine HCl-propofol menyebabkan nilai CRT lebih lama sampai menit ke-50, selanjutnya menurun mendekati nilai awal sampai menit ke-140. Hal ini disebabkan karena tingginya konsentrasi propofol yang digunakan. Propofol mempunyai potensi mendepresi respirasi dan menyebabkan penurunan metabolik (Seymour dan Novakovski 2007). Subtipe ß3 yang terdapat pada reseptor GABA A merespon terjadinya depresi respirasi akibat etomidat dan propofol pada SSP (Henschel et al .2008). Efek samping penggunaaan propofol adalah hipotensi, apnea, dan rasa sakit pada tempat suntikan (Stawicki 2007). Propofol menyebabkan turunnya tekanan darah karena secara langsung menyebabkan vasodilatasi pada vena dan arteri dan menyebabkan relaksasi pembuluh darah (Karsli et al. 1999), sehingga nilai CRT untuk mengisi pembuluh darah perifer menjadi lebih lama. Selanjutnya nilai CRT menurun mendekati nilai awal karena pengaruh anestesi sudah berkurang dan tubuh sudah melakukan homeostasis.
Darah dan Kimia Darah Pengambilan darah dilakukan pada awal, yaitu sebelum dilakukan perlakuan anestesi atau menit ke-0, sebagai kontrol, kemudian pada saat infusi gravimetrik akan dicabut, dan 24 jam setelah anestesi selesai. Dilakukan pemeriksaan terhadap indeks eritrosit, diferensial leukosit, tes fungsi hati, dan tes fungsi ginjal. Pemeriksaan indeks eritrosit dilakukan terhadap Mean Corpuscular Volume (MCV) yang menggambarkan nilai rata-rata volume sel darah merah, Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) yang menggambarkan rata-rata jumlah Hb per sel darah merah,
dan Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration
(MCHC) yang menggambarkan rata-rata konsentrasi Hb pada sel. Nilai normal MCV pada anjing adalah 32 – 60 fl, MCH sekitar 15 – 29 picogram/cell, dan nilai normal MCHC adalah 23-42 g/dl. Indeks eritrosit selama teranestesi maupun 24 jam setelah teranestesi yang ditunjukkan oleh grup I, II, dan grup III tidak
138
mengalami perubahan. Begitu pula yang ditunjukkan oleh grup IV dan V tidak mengalami perubahan, seperti ditunjukkan pada Tabel 19.
Tabel 19 Nilai rata-rata indeks eritrosit darah selama pemberian induksi atropin-xilazin-ketaminpropofol dan pemeliharaan anestesi secara infus gravimetrik dengan ketamin dan propofol pada anjing Perlakuan
Waktu Jenis Pengamatan MCV (fl)
MCH (picogram/cell)
MCHC (g/dl))
(Jam)
Grup I
Grup II
Grup III
Grup IV
Grup V
0
41,75
42,70
42,11
46,64
47,59
2
44,05
41,30
42,55
42,39
49,35
24
41,70
53,97
46,62
45,31
43,39
0
25,06
24,00
35,57
24,82
23,32
2
24,59
20,42
23,19
23,89
25,04
24
22,2
18,98
25,17
24,06
26,55
0
30,65
33,01
32,68
32,52
30,05
2
33,21
33,31
37,08
33,01
31,68
24
35,99
35,16
29,06
36,84
36,18
Keterangan : MCV = Mean Corpuscular Volume, MCH= Mean Corpuscular Hemoglobin, MCHC= Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration. Pada kolom (grup perlakuan) sama, hurup (a,b,c) berbeda = berbeda nyata (P<0,05), hurup (α,β,γ) berbeda = berbeda sangat nyata (P<0,01).
Secara umum, indeks eritrosit yang tidak berubah menggambarkan kondisi yang normal, karena tidak ada kelihalangan darah akibat operasi dan pemeliharaan anestesi belum menyebabkan perubahan indeks eritrosit. Jika prosedur anestesi dilakukan dengan prosedur operasi yang menyebabkan perdarahan, dimungkinkan akan terjadi perubahan gambaran indeks eritrosit, sehingga kemungkinan komplikasi dan penanganan selama operasi dapat dilakukan dengan segera. Gambaran leukosit dan diferensial leukosit pada prosedur anestesi akan menggambarkan status fiologis hewan, apakah dalam keadaan tenang atau stres, ketakutan, maupun tingkat penekanan sistem homeostasis akibat teranestesi. Secara umum, gambaran leukosit dan diferensial leukosit pada saat teranestesi dan 24 jam setelah teranestesi tidak menunjukkan adanya perubahan pada seluruh perlakuan anestesi, hal ini menggambarkan bahwa hewan dalam kondisi tidak stres dan tenang, karena telah dilakukan penyesuaian hewan terhadap kondisi laboratorium dan prosedur anestesi. Pemeliharaan status teranestesi juga tidak
139
menekan atau merangsang sistem tubuh yang menyebabkan perubahan pada leukosit dan diferensialnya. Data leukosit dan diferensial leukosit ditunjukkan pada Tabel 20. Tabel 20 Nilai rata-rata jumlah sel darah putih , diferensial leukosit, dan kimia darah selama pemberian induksi atropin-xilazin-ketamin-propofol dan pemeliharaan anestesi secara infus gravimetrik dengan ketamin dan propofol pada anjing Jenis Pengamatan Sel Darah Putih (juta/mm3) Netrofil (%)
Waktu (Jam)
Limfosit (%) Kreatinin (mg/dL) SGPT (U/L) SGOT (U/L)
Grup I
Grup II
Grup III
Grup IV
Grup V
0
8,99 ±1,77
14,93 ±10,70
16,97 ±12,11
16,62 ±12,50
9,83 ±1,08
2
8,25 ±2,18
4,96 ± 2,46
21,15 ±12,59
15,17 ± 5,53
8,92 ±1,58
24
11,29 ±5,27
19,88 ±13,36
10,50 ± 3,70
15,77 ± 9,19
14,90 ±6,17
0
65,25 ±16,58
58,50 ±13,89
56,33 ±16,17
64,00 ± 4,36
68,00 ± 4,24
2
74,50 ± 6,45
47,00 ±18,81
57,33 ±15,28
60,67 ±30,29
67,50 ± 6,36
24
60,75 ± 6,24
47,50 ±11,73
57,00 ± 4,24
44,67 ±11,72
60,33 ±14,57
0
Eusinofil (%)
Perlakuan
2
5,25 ±2,99
7,50 ± 5.45
6,75 ±3,86
15,50 ±10.79
5,67 ±2,08
7,50 ±2,12
a
8,00 ±4,58
9,00 ± 4,36 2,67 ± 1,53
b
12,25 ± 8.38
11,50 ±0,71
18,00 ±12,73
8,50 ±3,54
0
27,50 ±10,28a,αβ
33,75 ±16.58
26,50 ±0,71
26,00 ± 0,00
26,00 ± 0,00
2
14,00 ± 4,24b,α
30,50 ±16.74
33,67 ±16,50
33,33 ±30,92
33,33 ± 9,54
24
5,75 ±3,77
7,00 ±6,56
ab
a,β
24
33,25 ± 5,62
36,75 ± 9.71
27,00 ± 0,00
40,00 ±13,21
40,00 ±14,85
0
0,18 ±0,12
0,33 ±0,28
0,21 ±0,16
0,18 ±0,06
0,46 ±0,15
2
0,51 ±0,14
0,50 ±0,24
0,32 ±0,29
0,37 ±0,15
0,54 ±0,35
24 0
0,48 ±0,28
0,58 ±0,27
0,56 ±0,04
0,40 ±0,26
0,79 ±0,12
2
18,71 ± 9,74 16,88 ±19,27
a
a,α
13,96 ±4.98 6,33 ±5.83ab
13,24 ±5,84 17,65 ±11,52
13,24 ±1,52 4,22 ±1,33b,β
11,51 ±0,00a,αβ 15,54 ±2,45a,α
24
7,19 ± 2,42
4,99 ±2.90b
14,96 ± 0,00
3,45 ±1,99b,β
3,07 ±2,40b,β
0
9,50 ±10,61
6,91 ± 3.64
7,67 ±4,04
12,66 ±10,03
4,99 ± 3,52
2
7,69 ± 4,34
6,62 ± 6.60
8,82 ±5,79
2,30 ± 1,52
11,13 ± 4,35
10,36 ± 7,46 10,36 ±12,00 5,37 ±3,33 12,28 ± 5,79 24 Keterangan : SGPT = Serum Glutamic Pyruvate Transaminase, SGOT = Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase, Pada kolom (grup perlakuan) sama, hurup (a,b,c) berbeda = berbeda nyata (P<0,05), hurup (α,β,γ) berbeda = berbeda sangat nyata (P<0,01).
Kimia darah menunjukkan gambaran berbagai zat kimia dalam darah yang dapat digunakan untuk mengetahui keadaan fisiologi tubuh, untuk mengetahui apakah tubuh berfungsi dengan baik. Kimia darah yang digunakan untuk mengetahui terjadinya keracunan akut adalah tes fungsi hati atau tes fungsi ginjal, karena organ hati dan ginjal akan menggambarkan ada tidaknya bahan toksik di dalam tubuh. Tes fungsi hati yang paling umum dilakukan adalah tes untuk mengukur enzim yang terdapat dalam hati. Kadar enzim yang tinggi menandakan adanya kerusakan hati akibat obat-obatan atau alkohol. Tes fungsi hati yang
11,89 ±10,06
140
paling umum dilakukan adalah Serum Glutamic Pyruvate Transaminase (SGPT) dan Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT). Apabila kadar SGOT dan SGPT dalam darah tinggi, menandakan adanya kerusakan pada hati. Sedangkan tes fungsi ginjal yang biasa dilakukan adalah mengukur kadar kretinin darah. Kreatinin adalah hasil buangan pencernaan protein, yang menandakan fungsi ginjal sebagai organ ekskresi. Apabila kadar kreatinin dalam darah sangat tinggi, menandakan adanya gangguan ginjal. Kisaran nilai normal pada anjing untuk SGPT sekitar 24- 60 U/L , SGOT kurang lebih 36 -77 U/L, dan kadar kreatinin adalah kurang dari 120 µmol/L. Kadar SGOT, SGPT, dan kretinin selama teranestesi maupun 24 jam setelah teranestesi yang ditunjukkan oleh grup I tidak mengalami perubahan. Begitu pula yang ditunjukkan oleh grup II, III, IV, dan V tidak mengalami perubahan, seperti ditunjukkan pada Tabel 20. Gambaran nilai SGOT, SGPT, dan kreaninin yang normal dan tidak mengalami perubahan selam pemeliharaan status teranestesi, menandakan bahwa pemeliharaan status teranestesi yang dilakukan pada grup I, II, dan grup III maupun grup IV dan grup V tidak menimbulkan gangguan pada hati dan ginjal, artinya pemeliharaan anestesi dengan kombinasi ketamine HCl dan propofol sangat aman untuk digunakan kurang lebih selama dua jam. Grup I, II, dan grup III yang memperoleh perlakuan pemeliharaan status teranestesi secara infusi gravimetrik dengan kombinasi ketamine HCl-propofol dosis 0,2 – 0,6 mg/kg/menit
dan grup V yang mendapat perlakuan anestesi
inhalasi isofluran, menunjukkan waktu anestesi yang tidak berbeda. Kombinasi ketamine HCl-propofol memberikan pengaruh positif terhadap waktu anestesi, menghasilkan induksi cepat dan lembut, waktu anestesinya lama, waktu sadar dan waktu pemulihan juga cepat dan lembut. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian VanNatta dan Rex (2006), Holmeister et al. (2008), dan Muhammad et al. (2009), bahwa kombinasi ketamine HCl dan propofol dapat menghindari depresi respirasi, induksi lembut, waktu pemulihan cepat dan lembut, serta fungsi psikomotornya cepat kembali saat pemulihan. Propofol menghasilkan pengaruh anestesi dengan mekanisme yang bekerja pada reseptor GABA A dan digunakan sebagai induksi anestesi karena mempunyai mula kerja dan waktu pengeluaran
141
dari tubuh yang cepat (Stoelting 1999). Sedangkan grup IV, yang mendapat perlakuan pemeliharaan status teranestesi melalui tetes infusi gravimetrik dengan propofol dosis 0,4 mg/kg/menit, menunjukkan penurunan denyut jantung dan penurunan respirasi sangat nyata. Infusi dengan propofol saja akan menyebabkan penurunan denyut jantung karena pengaruh preanestesi xylazine HCl sangat kuat menurunkan denyut jantung dan pengaruh preanestesi atropine sulfate
yang
diberikan secara intramuskular sudah hilang sampai menit ke-50. Ko et al. (2001), menyebutkan bahwa penambahan atropine sulfate pada anjing yang mengalami sedasi akibat anestesi, akan sangat efektif mencegah bradikardia selama 50 menit. Propofol menimbulkan pengaruh tidak nyata terhadap denyut jantung anjing (Mohamadnia et al. 2008). Begitu pula penelitian Belo et al. (1994), bahwa propofol menyebabkan penurunan tekanan darah tetapi tidak menyebabkan perubahan pada denyut jantung. Subtipe ß3 yang terdapat pada reseptor GABA A juga merespon terjadinya depresi respirasi akibat etomidat dan propofol pada SSP (Henschel et al. 2008). Propofol secara tunggal menyebabkan apnea dan kombinasi ketamine HCl-propofol mampu mengurangi tekanan respirasi dibandingkan hanya dengan propofol saja (Maddison et al. 2002; Andrews et al. 1997; Stawicki 2007; Mohamadnia et al. 2008). Grup I dan II yang dikenakan tetes infusi gravimetrik masing-masing dengan kombinasi ketamine HCl-propofol dosis 0,2 dan dosis 0,4 mg/kg/menit, serta grup V yang memperoleh perlakuan dengan isofluran dosis 1-2%, menunjukkan perubahan yang tidak berpengaruh nyata terhadap denyut jantung, respirasi, dan saturasi oksigen. Tetapi grup III yang dikenakan perlakuan infusi gravimetrik dengan kombinasi ketamine HCl-propofol dosis 0,6 mg/kg/menit, menunjukkan denyut jantung dan respirasi meningkat tidak stabil, sedangkan nilai saturasi oksigen menurun tajam. Gambaran ini menunjukkan bahwa pengaruh anestesi dan efek samping propofol sangat berhubungan dengan dosis dan keuntungan penggunaaan propofol diperoleh dengan cara mengatur dosis dan mengkombinasikan dengan agen anestesi lain seperti ketamine HCl (McKelvey dan Hollingshead 2003). Sedangkan penurunan nilai saturasi oksigen yang tajam disebabkan karena tingginya konsentrasi propofol. Propofol mempunyai potensi mendepresi respirasi dan menyebabkan penurunan metabolik (Seymour dan
142
Novakovski 2007). Mohamadnia et al. (2008), menyebutkan bahwa saturasi oksegen akan menurun akibat pemberian propofol dengan konsentrasi lebih tinggi. Penurunan saturasi oksigen juga dapat disebabkan oleh terjepitnya lehar dan karena adanya tranduser pada lidah sehingga mengganggu respirasi. Grup I, II, dan grup III, maupun grup IV dan V, menunjukkan pola penurunan suhu rektal, karena pada keadaan teranestesi laju metabolisme tubuh akan menurun sehingga proses pembentukan energi tubuh yang menghasilkan panas juga akan menurun. Propofol menyebabkan sedasi, penurunan metabolisme, relaksasi otot dan tertekannya susunan syaraf pusat serta menyebabkan penekanan termoregulasi yang lebih lama (Rossi dan Junqueira 2003). Propofol menyebabkan penurunan curah jantung, penurunan tekanan darah, terjadi fase dilatasi arteri dan vena, dan menyebabkan relaksasi pembuluh darah sehingga menyebabkan penurunan suhu tubuh semakin rendah (Karsli et al. 1999). Propofol mempunyai potensi mendepresi respirasi dan menyebabkan penurunan metabolik (Seymour dan Novakovski 2007), sehingga menyebabkan penurunan suhu tubuh. Periode anestesi lama, lebih dari 30 menit, juga dapat menyebabkan penurunan suhu tubuh (Warren 1983; Muir et al. 2000). Penurunan suhu tubuh selama hewan teranestesi juga dapat disebabkan karena kehilangan panas akibat produksi yang menurun, penekanan pada susunan syaraf pusat, terjadi vasodilatasi, penurunan produksi panas oleh aktivitas otot, dan kapasitas tubuh yang terbuka terhadap kontak lingkungan (Muir et al. 2000). Grup I menunjukkan perubahan nilai rata-rata tekanan darah (SAP, DAP, MAP) meningkat pada awal anestesi selanjutnya menurun. Begitu pula grup II, III, maupun grup IV dan V menyebablan perubahan nilai tekanan darah dengan pola yang sama dengan grup I. Xylazine HCl menyebabkan peningkatan tekanan arteri atau hipertensi pada awal pemberian dan diikuti dengan penurunan atau hipotensi akibat tertekannya syaraf pusat (Muir et al. 2000). Penurunan tekanan darah lebih tajam ditunjungkan oleh grup II dan III yang memperoleh perlakuan infusi kombinasi ketamine HCl-propofol dengan dosis lebih tinggi, yaitu 0,4 dan 0,6 mg/kg/menit. Efek samping penggunaaan propofol adalah hipotensi (Stawicki 2007). Dosis propofol lebih tinggi menyebabkan penurunan tekanan darah lebih tajam.
143
Grup I menunjukkan perubahan nilai CO 2 respirasi yang tidak berbeda, begitu juga dengan grup II, III, IV dan grup V, belum menunjukkan perubahan terhadap volume tidal dan nilai CO 2 respirasi. Volume tidal sangat ditentukan oleh kedalaman respirasi. Respirasi yang lebih dalam dengan frekuensi yang lebih rendah akan dapat mempertahankan volume tidal dan jumlah gas CO 2 respirasi. Grup I, II maupun grup III, menunjukkan perubahan amplitudo gelombang P dan R, durasi PR dan QRS selama teranestesi yang tidak berbeda dengan nilai awal. Anestesi belum menyebabkan perubahan terhadap aliran listrik jantung pada saat terjadi depolarisasi dan repolarisasi atrium maupun depolarisasi ventrikel. Otot jantung mampu berkontraksi sendiri akibat aliran listrik dari nodus sino-atrial sebagai pace maker, nodus atrio-ventrikel, berkas his, dan serabut purkinje. Sedangkan sistim syaraf hanya dapat memodifikasi aliran listrik pada jantung, sehingga perubahan aliran listrik atau aksi potensial pada sistim syaraf akibat perlakuan anestesi belum mampu mengubah aliran listrik pada atrium maupun ventrikel jantung. Sedangkan grup IV dan V, yang memperoleh perlakuan anestesi dengan propofol saja dan isofluran, menunjukkan perlambatan repolarisasi ventrikel sehingga durasi interval QT meningkat. Pemeliharaan anestesi dengan propofol dan isofluran lebih cenderung mempengaruhi waktu yang dibutuhkan jantung untuk berdenyut lebih lama terutama pada saat terjadinya repolarisasi ventrikel. Sedangkan kemampuan atau kekuatan jantung untuk berdenyut tidak terpengaruh. Keadaan ini bersamaan dengan terjadinya penurunan frekuensi denyut jantung. Telah diketahui bahwa waktu untuk ventrikel mengadakan repolarisasi berbanding lurus dengan laju jantung. Semakin cepat jantung berdenyut, semakin cepat pula waktu untuk repolarisasi, dan semakin pendek interval QT. Sebaliknya apabila denyut jantung semakin lambat, maka semakin panjang pula interval QT (Karim dan Kebo 2002). Penurunan denyut jantung, curah jantung, dan dilatasi pembuluh darah perifer dapat menyebabkan meningkatnya nilai CRT (Rossi dan Junqueira 2003; Rand et al. 1996 dalam Kul et al. 2001). Konsentrasi propofol yang tinggi mempunyai potensi mendepresi respirasi dan menyebabkan penurunan metabolik (Seymour dan Novakovski 2007). Subtipe ß3 yang terdapat pada reseptor GABA A juga merespon terjadinya depresi respirasi akibat propofol pada SSP (Henschel et
144
al .2008). Efek samping penggunaaan propofol adalah hipotensi dan apnea (Stawicki 2007), secara langsung menyebabkan vasodilatasi dan relaksasi pembuluh darah (Karsli et al. 1999), sehingga nilai CRT menjadi lebih lama. Grup I, II dan grup V yang memperoleh perlakuan masing-masing dengan infusi
kombinasi
ketamine–propofol
dosis
0,2
mg/kg/menit,
dosis
0,4
mg/kg/menit, dan anestesi inhalasi isofluran 1%, menunjukkan perubahan yang minimal dan stabil terhadap denyut jantung, respirasi, ET CO 2 , Sp O 2 , nilai CRT, NIBP, dan EKG, walaupun terjadi penurunan suhu yang masih pada batas normal. Sedangkan grup III yang dikenakan perlakuan infusi gravimetrik dengan kombinasi ketamine-propofol dosis lebih tinggi, yaitu 0,6 mg/kg/menit, menunjukkan penurunan tajam terhadap Sp O 2 dan peningkatan tidak stabil terhadap denyut jantung, respirasi, serta ET CO 2 . Begitu pula grup IV yang dikenakan perlakuan hanya dengan propofol dosis 0,4 mg/kg/menit, menunjukkan tertekannya respirasi, Sp O 2 , dan penurunan denyut jantung. Dengan demikian, grup I dan II yang dikenakan perlakuan infusi gravimetrik dengan campuran ketamine HCl-propofol dosis 0,2 dan 0,4 mg/kg/menit mempunyai resiko paling minimal terhadap perubahan fisiologi anjing selama teranestesi.