HUBUNGAN ANTARA KADAR GLIKOSAMINOGLIKAN URINE

Download thyroid-stimulating hormone (TSH) sehingga timbul hipertiroid atau pelepasan ... yang ditandai oleh hipertiroid, oftalmopati dan myxedema p...

0 downloads 565 Views 111KB Size
HUBUNGAN ANTARA KADAR GLIKOSAMINOGLIKAN URINE DENGAN MANIFESTASI OKULER PADA PENDERITA GRAVES The Association Between Glycosaminoglycan Level and Ocular Manifestation in Graves Disease Batari Todja Umar

ABSTRAK Glikosaminoglikans merupakan komponen utama dari proteoglikan dalam matriks ekstraseluer yang berperan dalam terjadinya pembengkakan jaringan retrobulber. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kadar glikosaminoglikan urine dengan manifestasi okuler Oftalmopati Graves pada penderita Graves. Metode penelitian adalah analisis crosssectional terhadap 22 penderita Graves dan 20 penderita Oftalmopati Graves dengan melakukan pemeriksaan kadar glikosaminoglikan urine dan menghubungkan dengan derajat beratnya manifestasi okuler. Analisis juga dilakukan terhadap usia, jenis kelamin, lama menderita dan status disfungsi tiroid. Kadar glikosaminoglikan urine penderita Graves 19,47±4,03 mg kreatinin/24 jam dan 19,09±5,27 mg kreatinin/24 jam pada penderita oftalmopati Graves. Hasil yang diperoleh tidak menunjukkan hubungan yang bermakna antara kadar glikosaminoglikan urine dengan manifestasi okuler pada penderita Oftalmopati Graves, demikian pula halnya dengan usia, jenis kelamin, lama menderita dan status disfungsi tiroid. Kata kunci : kadar glikosaminoglikan, Oftalmopati Graves.

manifestasi

okuler,

Graves,

ABSTRACT Glycosaminoglycans is a main component of proteoglicans in extracellular matrix which has a role in pathogenesis of retrobulbar edema. The aim of this study is to investigate the association of glycosaminoglycans urine level with ocular manifestation of Graves and ophthalmopathy patients. The research methods was an analytic cross-sectional study of 22 subjects with Graves and 20 subjects with ophthalmopathy. The urine was subjected to examination of glycosaminoglycans level then performed analysis to investigate the association with ocular manifestation, also with age, sex, duration of suffering and the status of thyroid disfunction. The glycosaminoglycans level of Graves subjects was 19.744.03 mg creatinine/24 hours and 19.095.27 mg creatinine/24 hours for ophthalmopathy subjects. The result suggest that glycosaminoglycans level did not have significant correlations with ocular manifestation, age, sex, duration of suffering and the status of thyroid disfunction Keywords : glycosaminoglycan levels, Graves Ophthalmopathy

ocular

manifestations,

Graves,

1

PENDAHULUAN Penyakit Graves adalah gangguan autoimun spesifik tiroid dimana tubuh memproduksi antibodi yang akan berikatan dan mengaktivasi reseptor thyroid-stimulating hormone (TSH) sehingga timbul hipertiroid atau pelepasan hormon tiroid yang abnormal oleh kelenjar tiroid. Penyakit Graves adalah trias yang ditandai oleh hipertiroid, oftalmopati dan myxedema pretibial dimana jaringan orbita dan kulit juga menjadi target. (Weetman AP, 2000, Yeung SJ, 2009) Oftalmopati Graves ditandai dengan inflamasi, edema dan fibrosis sekunder jaringan orbita yang menghasilkan manifestasi klinis yang bervariasi. Manifestasi tersebut antara lain proptosis, edema palpebra, retraksi palpebra, injeksi konjungtiva dan kemosis, keratitis eksposure atau ulkus kornea, gangguan gerakan otot ekstraokuler dan neuropati optik. OG dapat menyebabkan kebutaan dimana paling sering oleh neuropati optik kompresif. (Tucker SM, 2003, Liesegang TJ, 2008-2009, Liesegang TJ, 20082009) Gejala oftalmopati timbul akibat terjadinya perubahan secara mekanik pada jaringan orbita. Ukuran otot-otot ekstraokuler dan lemak retrobulber yang meningkat sehingga terjadi peningkatan tekanan retrobulber akibat ruang orbita yang dikelilingi oleh tulang, maka dengan mudah dilihat akibat dari jaringan retrobulber yang membengkak dan tekanan yang meningkat akan menimbulkan edema dan hiperemis pada mata, eksoftalmus, gangguan motilitas otot, diplopia dan disfungsi nervus optik. (Wiersinga WM, 2001) Pembengkakan jaringan retrobulber terjadi akibat sekresi berlebihan dari glikosaminoglikan (GAG) oleh fibroblast orbita. Biopsi pada otot ekstraokuler menunjukkan adanya ekspansi ruang endomysial akibat bertambahnya jumlah serat-serat kolagen yang diselingi oleh material amorphous granular mengandung asam hyaluronat. Jumlah GAG pada jaringan penyambung orbita yaitu 254 ųg/g pada penderita OG dan 150 ųg/g pada kontrol. Berdasarkan pada sifat polyanionic, GAG secara osmotik menarik air. Fibroblast orbita memproduksi GAG akibat respon terhadap sitokin yang distimulus oleh limfosit T yang menginfiltrasi orbita. (Liesegang TJ, 20082009, Wiersinga, 2001, Wiersinga, 1998) Glikosaminoglikan adalah komponen utama dari proteoglikan dalam matriks ekstraseluler. GAG esensial sebagai struktur dan fungsi pada jaringan penyambung. GAG bersifat polyanionic kuat dan hydrophilic yang fundamental untuk komposisi air dan elektrolit pada ruang ekstraseluler. GAG berperan dalam adhesi dan migrasi sel, organisasi matriks, transduksi signal seperti perlekatan growth factor serta regulasi produksi sitokin pada respon inflamasi lokal. (Hansen C, 1999) Hansen dkk (1999) menyimpulkan terjadi peningkatan bermakna dari GAG terutama yang mempunyai cabang sulfat pada penderita OG. Hal ini menjelaskan adanya peningkatan masif volume orbita dan tekanan ruang orbita dan displacement bola mata ke anterior akibat produksi GAG yang meningkat.

2

Masalah terpenting yang muncul adalah adanya hubungan antara peningkatan jumlah GAG dengan derajat manifestasi/aktivitas klinis pada penderita oftalmopati Graves. Kahaly dkk (1989) yang mengukur ekskresi GAG pada urine penderita OG menyimpulkan peningkatan jumlah GAG urine yang signifikan pada penderita oftalmopati dibanding dengan pada penderita tanpa oftalmopati dan toxic nodular goitre. GAG meningkat 2 kali lipat pada penderita oftalmopati aktif yang belum mendapat terapi. Sebaliknya tidak ditemukan hasil GAG yang tinggi pada penderita oftalmopati inaktif dan GAG akan menurun seiring dengan pemberian terapi yang juga berkorelasi dengan manifestasi klinis. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai hubungan antara kadar glikosaminoglikan dengan manifestasi okuler pada penderita Graves di Indonesia karena dari hasil penelusuran kepustakaan belum ditemukan penelitian serupa yang dilakukan di Indonesia. BAHAN DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian analitik cross-sectional yang menilai hubungan antara kadar glikosaminoglikan urine dengan manifestasi okuler penderita Graves serta dilakukan pada Poliklinik Mata dan Endokrin RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo dari bulan Agustus 2010 sampai dengan November 2010. Populasi penelitian adalah penderita Graves di Poliklinik Mata dan Endokrin RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo. Sampel penelitian diperoleh berdasarkan teori acak sederhana. Data hasil penelitian diolah dan disajikan dalam bentuk tabel. Pengolahan dan uji data statistik dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak program komputer SPSS versi 13.0 for Windows. Penilaian hasil uji hipotesis dianggap bermakna jika nilai p  0.05. HASIL DAN PEMBAHASAN A.

HASIL

Jumlah sampel pada penelitian ini sebesar 42 subyek yang terdiri dari 22 penderita Graves dan 20 penderita oftalmopati dengan subyek berjenis kelamin laki-laki sebanyak 5 orang (11.9%) serta perempuan sebanyak 37 orang (88.1%) dimana 1 orang (5%) laki-laki dan 19 orang (95%) perempuan termasuk dalam kelompok oftalmopati. Kisaran kelompok umur terbanyak pada 31-40 tahun yaitu 20 orang (48%) sementara lama menderita terbanyak pada kelompok 1 bulan-1 tahun, sebesar 28 orang (66.7%). (Tabel 1)

3

Tabel 1. Karakteristik subyek penelitian Karakteristik

n (%)

Umur 10-20 tahun 21-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun 51-60 tahun 61-70 tahun 71-80 tahun

4 (9.5) 5 (12.0) 20 (48.0) 7 (16.8) 2 (4.8) 3 (7.2) 1 (2.4)

Jenis kelamin Laki-laki Perempuan

5 (11.9) 36 (88.1)

Lama menderita 1 bulan - 1 tahun 1 - 2 tahun 2 - 3 tahun 3 - 4 tahun 4 - 5 tahun 5 - 6 tahun 6 - 7 tahun 7 - 8 tahun 8 - 9 tahun 9 - 10 tahun

28 (66.7) 7 (16.8) 2 (4.8) 0 (0.0) 1 (2.4) 0 (0.0) 1 (2.4) 1 (2.4) 1 (2.4) 1 (2.4)

Subyek Graves Oftalmopati

22 (52.4) 20 (47.6)

Penderita Graves dengan status hipotiroid sebanyak 2 orang, eutiroid 1 orang dan hipertiroid 19 orang, sedangkan penderita oftalmopati dengan status hipotiroid sebanyak 1 orang, eutirod 7 orang serta hipertiroid 12 orang. Rerata kadar FT4 lebih tinggi pada kelompok Graves sementara rerata kadar glikosaminoglikan lebih tinggi pada kelompok oftalmopati tetapi kedua perbedaan ini tidak bermakna secara statistik (p1=0.450; p2=0.754)

4

Tabel 2.

Status tiroid, kadar FT4 dan kadar glikosaminoglikans penderita Graves dan oftalmopati Graves

Oftalmopati

Status tiroid n (%) Hipotiroid Eutiroid Hipertiroid

2 (9.0) 1 (5.0) 19 (86.0)

1 (5.0) 7 (35.0) 12 (60.0)

Kadar FT4 n (%) Mean  SD p (independent t test)

22 (52.0) 5.21  2.62 0.45

20 (48.0) 4.52  3.29 0.455

Kadar glikosaminoglikan n (%) Mean  SD p (independent t test)

22 (52.0) 19.47  4.03 0.754

20 (48.0) 19.09  5.27 0.758

t-independent test Tabel 3 menunjukkan derajat manifestasi okuler penderita oftalmopati dengan tipe mild sebanyak 12 orang, moderate 6 orang dan severe sebanyak 2 orang yang dihubungkan dengan kadar FT4 dan glikosaminoglikan. Rerata kadar FT4 paling rendah pada kelompok mild dan paling tinggi pada kelompok moderate. Hasil uji t-idenpendent didapatkan perbedaan yang tidak bermakna secara statistik (p=0.994). Rerata kadar glikosaminoglikan paling rendah pada kelompok moderate dan paling tinggi pada kelompok severe. Dari hasil uji t-independent didapatkan p=0.808. Perbedaan ini tidak bermakna secara statistik Tabel 3.

Hubungan kadar FT4 dan kadar glikosaminoglikan dengan derajat manifestasi okuler penderita oftalmopati Graves Kadar FT4

Derajat oftalmopati Mild Moderate Severe

n (%) 12 (60.0) 6 (30.0) 2 (10.0)

MeanSD 4.43  3.39 4.65  3.43 4.63  4.45

Kadar Glikosaminoglikan p 0.944 0.994 0.962

n (%) 12 (60.0) 6 (30.0) 2 (10.0)

MeanSD 19.12  5.89 19.10  5.00 18.14  4.26

t-independent test Tabel 4 menunjukkan faktor usia, jenis kelamin, lama menderita serta kadar FT4 yang dilakukan uij two-tailed Pearson terhadap derajat oftalmopati dan kadar glikosaminoglikan dan perbedaan masing-masing tidak bermakna secara statistik.

5

p 0.828 0.818 0.808

Tabel 4.

Hubungan usia, jenis kelamin, lama menderita dan kadar FT4 dengan derajat manifestasi okuler dan kadar glikosaminoglikan Usia

Jenis Kelamin

Lama menderita

Kadar FT4

Derajat Oftalmopati n p

20 0.126

20 0.471

20 0.254

20 0.905

Kadar Glikosaminoglikan n p

42 0.321

42 0.787

42 0.161

42 0.319

two-tailed Pearson test

B.

PEMBAHASAN

Telah dilakukan penelitian terhadap 20 penderita Oftalmopati Graves dan 22 penderita Graves. Semua subyek penelitian dilakukan pemeriksaan derajat manifestasi okuler dan kadar glikosaminoglikan dengan spektrofotometri. Penelitian tentang Oftalmopati Graves di Indonesia dilakukan di RSCM oleh Indriani dkk, (2002) melaporkan pasien laki-laki sebanyak 24 orang (27,27%) dan perempuan sebanyak 64 orang (72,72%) sementara penelitian ini memperlihatkan subyek perempuan lebih banyak yaitu sebanyak 19 orang (95%) dibanding laki-laki sebanyak 1 orang (5%). Hal ini sesuai dengan laporan bahwa perempuan memiliki resiko oftalmopati 6 kali lebih besar dibanding laki-laki. Liao WL dkk (2010) di Taiwan melaporkan subyek perempuan sebanyak 372 orang lebih banyak dari laki-laki sebanyak 99 orang di mana 51 orang (51.52%) laki-laki dan 149 orang (40.05%) perempuan di antaranya mengalami oftalmopati. Indriani, dkk (2002) melaporkan umur penderita berkisar antara 13 - 62 tahun dengan rata-rata 33.22 tahun. Sebagian besar subyek berumur 20 - 49 tahun. Peneltian ini mendapatkan rentang umur berkisar antara 11 - 77 tahun dengan rata-rata 37.98 ± 13.64 dan sebagian besar penderita berumur 31 40 tahun. Hasil di atas termasuk dalam puncak rata-rata insidens yang terjadi pada kelompok umur 40-44 tahun dan 60-64 tahun pada perempuan serta 45-49 tahun dan 65-69 tahun pada laki-laki. Liao WL, dkk (2010) melaporkan umur rata-rata laki-laki 40.25 ± 10.62 dan perempuan 39.81 ± 12.57. Laki-laki umumnya menderita oftalmopati Graves pada usia lebih tua dibanding perempuan dan juga memiliki risiko lebih berat dan progresif. (Lisegang TJ, 2008-2009) Lamanya subyek menderita oftalmopati dengan interval ± 18 bulan sebanyak 46 orang (52,27%) dan interval oftalmopati lebih dari 18 bulan sebanyak 8 orang (9,09%). Penggunaan interval oftalmopati ± 18 bulan dan > 18 bulan berdasarkan onset terjadinya oftalmopati. Delapan puluh lima persen oftalmopati terjadi dalam 18 bulan. (Indriani dkk, 2002) Hasil dari penelitian ini menemukan lamanya menderita lebih banyak pada kelompok 1 bulan-1 tahun sebanyak 15 orang (75%) dimana hal ini sesuai dengan interval oftalmopati ± 18 bulan. Wakelkamp IM, dkk (2002) di Belanda melaporkan lama menderita oftalmopati yaitu 13 bulan (range 1-156 bulan). Menurut

6

American academy of ophthalmology (AAO) oftalmopati dapat muncul dalam waktu onset 1 tahun dari penyakit Graves. (Liesegang TJ, 2008-2009) Status tiroid berdasarkan kadar FT4 pada penderita Oftalmopati Graves tampak kelompok hipotiroid sebanyak 1 orang (5%), eutiroid sebanyak 7 orang (35%) dan hipertiroid sebanyak 12 orang (60%). Indriani dkk melaporkan 61 orang (69.32%) hipertiroid, 10 orang (11.37%) eutiroid tapi tidak ditemukan pasien dengan hipotiroid. Menurut AAO, diantara pasien dengan oftalmopati Graves, hampir 90% dengan hipertiroid, 1% dengan hipotiroid primer, 3% dengan tiroiditis Hashimoto dan 6% dengan eutiroid. Pasien dengan oftalmopati dapat dijumpai baik pada pasien dengan hipertiroid, hipotiroid ataupun eutiroid. Sebagian besar pasien hipotiroid adalah pasien hipertiroid yang telah diberikan terapi dan bahkan sejumlah pasien oftalmopati eutiroid dapat mengalami disfungsi tiroid ringan. (Liesegang TJ, 2008-2009, Albert DM, 1994) Penderita Oftalmopati Graves dengan manifestasi okuler derajat mild sebanyak 12 orang (60%), derajat moderate sebanyak 6 orang (30%) dan derajat severe sebanyak 2 orang (10%). Lee dkk (2010) di Korea melaporkan dari 99 pasien didapatkan 83 orang (84%) termasuk dalam derajat mildmoderate dan 16 orang (16%) termasuk dalam derajat severe. Park JJ dkk (2004) di Australia melaporkan derajat minimal sebanyak 12 orang (9,4%), mild-moderate sebanyak 81 orang (63,3%) dan severe sebanyak 35 orang (27,3%) Sasim IV dkk (2008) di Belanda melaporkan no symptom sebanyak 3%, mild sebanyak 61%, moderately-severe sebanyak 27% dan severe sebanyak 9%. Kadar FT4 subyek penelitian ini rata-rata lebih tinggi pada kelompok non oftalmopati. Menurut penelusuran kepustakaan, kami belum menemukan penelitian lain yang melaporkan hal tersebut di atas sementara kadar glikosaminoglikan lebih tinggi pada kelompok non oftalmopati namun perbedaan ini tidak bermakna secara statistik. Hal diatas berbeda dengan hasil oleh Winand (1968) yang melaporkan kadar mukopolsakarida pada serum dan urine penderita eksoftalmos tidak berhubungan dengan fungsi tiroid. Semakin berat suatu oftalmopati maka kadar mukopolisakarida semakin meningkat dalam serum dan urine. Kahaly dkk (1990) juga melaporkan adanya perbedaan eksresi glikosaminoglikan dalam urine yang bermakna antara kelompok Graves tanpa oftalmopati dan kelompok oftalmopati. Hubungan kadar FT4 dengan derajat manifestasi tiroid dilaporkan oleh Lee dkk (2010) yang mendapatkan hasil level FT4 > 3.0 ng/dl pada kelompok mild-moderate sebesar 30% dan severe sebesar 21,4% dengan nilai p = 0,748. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian kami dimana kadar FT4 tidak mempunyai hubungan dengan derajat manifestasi okuler pada kelompok oftalmopati dan menunjukkan bahwa kadar FT4 bukan sebagai faktor prediksi ringan beratnya suatu oftalmopati Graves. (Rootman J, 2003) Rerata kadar glikosaminoglikan paling rendah pada kelompok moderate dan paling tinggi pada kelompok severe. Dari uji t independent didapatkan p = 0,808. Perbedaan ini tidak bermakna secara statistik. (p>0,05). Menurut penelusuran kepustakaan, kami belum menemukan penelitian lain yang melaporkan hal tersebut di atas. Hubungan usia, jenis kelamin, lama menderita dan kadar FT4 dengan derajat oftalmopati dan kadar glikosaminoglikan telah dilaporkan oleh Lee dkk

7

(2010) yang tidak menemukan hubungan bermakna dengan derajat oftalmopati. Ketiganya tidak mempunyai nilai prediksi terhadap derajat oftalmopati. Hal ini sesuai dengan penelitian kami dimana nilai p > 0,05. Smith dkk (1982) melaporkan hormon tiroid memiliki efek menghambat terhadap glikosaminoglikan pada penelitian in vitro dimana hormon tiroid mengatur sintesis glikosaminoglikan. KESIMPULAN DAN SARAN A. 1.

2. 3.

B. 1. 2. 3.

KESIMPULAN Kadar glikosaminoglikan pada penderita Graves dengan oftalmopati tidak berbeda bermakna dengan kadar glikosaminoglikan pada penderita Graves tanpa oftalmopati. Manifestasi okuler pada penderita Graves dengan oftalmopati lebih berat dibandingkan pada penderita Graves tanpa oftalmopati. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara usia, jenis kelamin, status disfungsi tiroid dan lama menderita dengan manifestasi okuler dan kadar glikosaminoglikan. SARAN Perlunya waktu penelitian yang lebih lama agar sampel homogen dengan jumlah yang lebih besar dapat terpenuhi. Pengambilan sampel urin sebaiknya urin 24 jam agar diharapkan dapat mewakili nilai glikosaminoglikan yang sebenarnya. Penelitian ini dapat menjadi data dasar tentang komplikasi penyakit Graves terhadap organ mata, maka perlu dilakukan penelitian lainnya terhadap patogenesis penyakit Graves.

DAFTAR PUSTAKA Hansen C, Rouhi R, Főster G, et al. 1999.. Increased Sulfation of Orbital Glycosaminogycan in Graves Ophthalmopathy. The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism. 84(4): 1409-13 Indrani P, Sidik M, Tanzil M. 2002. Gambaran klinis oftalmopati graves pada berbagai status tiroid. Ophthalmologica indonesiana. 29(2): 153-160. Kahaly G, Schuler M, Sewell AC, at al. 2007. Urinary glycosaminoglycans in Graves ophthalmopathy. Clinical endocrinology. 33(1):35-44. Liao WL, Chen RH, Lin YH, et al. 2010. Toll-like receptor gene polymorphisme are associated with susceptibility to graves ophthalmopathy in Taiwan males. BMC Med Genet. 11: 154. Liesegang TJ, Skuta GL, Cantor LB. 2008-2009. Thyroid-Associated Orbitopathy. In: Neuro-Ophthalmology. Section 5. San Fransisco. American Academy of Ophthalmology: 329-332. Liesegang TJ, Skuta GL, Cantor LB. 2008-2009. Thyroid-Associated Orbitopathy. In: Orbit, Eyelid, and Lacrimal System. Section 7. San Fransisco. American Academy of Ophthalmology: 46-54.

8

Lee JH, Lee SY, Yoon JS. 2010. Risk factors associated with the severity of thyroid-associated orbithopathy in Korean patients. Korean J. Ophthalmol. 24(5): 267-273. Park JJ, Sullivan TJ, Mortimer RH, et al. 2004. Assesing quality of life in Australian patients with Graves ophthalmopathy. Br J Ophthalmol. 88(1): 75-78 Rootman J, Dolman PJ. 2003. Thyroid Orbitopathy. In: Disease of the Orbit. A Multidisciplinary Approach. Second Edition. Philadelphia. Lippincott Williams & Wilkins: 169-212 Sasim IV, Berendschot TT, Isterdael CV, et al. 2008. Planning health care for patients with Graves orbithopathy. Graefes arch clin exp ophthalmol. 246(9): 1315-1321 Smith TJ, Murata Y, Horwitz AL, et al. 1982. Regulation of glycosaminoglycan synthesis by thyroid hormone in vitro. J. Clin. Invest. 70: 1066-1073. Tucker SM, Tucker NA, Linberg JV. 2003. Thyroid Eye Disease. Vol. 2. Chapter 36. In: Duanes clinical ophthalmology n CD-RM Wakelkamp IM, Gerding MN, Van Der Meer JW, et al. 2002. Smoking and disease severity are independent determinants of serum adhesion molecule levels in Graves Ophthalmopathy. Clin exp immunol. 127(2): 316-320 Weetman AP. 2000. Graves Disease. The New England Journal of Medicine. 343: 1236-48 Wiersinga WM. 1998. Preventing Graves Ophthalmopathy. NEJM. 338:121-2 Wiersinga WM. 2001. Editorial: Pathogenesis of Graves OphthalmopathyCurrent Understanding. The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism. 86(2): 501-503 Winand RJ. 1968. Increased urinary excretion of acidic mucopolysaccharides in exophthalmos. The journal of clinical investigation. 47: 2563-2568. Yeung SJ. Graves Disease. Available from http//:emedicine.medscape. com/article/120619-overview.(cited Jun 4, 2009)

9

10