HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DAN KONTROL

Download Hubungan Antara Kematangan Emosi Dan Kontrol Diri Dengan Stres Kerja. Pada Guru SLB Di Kota Malang. Oleh : Feby Asrurun Risna Amiril. Fakul...

0 downloads 517 Views 180KB Size
HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DAN KONTROL DIRI DENGAN STRES KERJA PADA GURU SLB DI KOTA MALANG

ARTIKEL PENELITIAN

OLEH FEBY ASRURUN RISNA AMIRIL NIM 408112408856

UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS PENDIDIKAN PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI MEI 2013

Hubungan Antara Kematangan Emosi Dan Kontrol Diri Dengan Stres Kerja Pada Guru SLB Di Kota Malang Oleh : Feby Asrurun Risna Amiril Fakultas Pendidikan Psikologi email: [email protected]

ABSTRAK: Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui gambaran (1) kematangan emosi pada guru SLB, (2) kontrol diri pada guru SLB, (3) stres kerja pada guru SLB, (4) hubungan antara kematangan emosi dengan stres kerja pada guru SLB di Kota Malang, (5) hubungan antara kontrol diri dengan stres kerja pada guru SLB di Kota Malang, (6) hubungan antara kematangan emosi dan kontrol diri dengan stres kerja pada guru SLB di Kota Malang. Penelitian ini dilakukan pada guru Sekolah Luar Biasa di Kota Malang dengan jumlah sampel 40 orang, dengan rancangan penelitian deskriptif dan korelasional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) tingkat kematangan emosi berada pada kategori tinggi yaitu 13 orang (32,5%) (2) kontrol diri secara umum termasuk dalam kategori rendah yaitu 18 orang (45%) (3) guru SLB di Kota Malang mendapatkan stres kerja tingkat rendah yaitu 55% (4) ada hubungan yang negatif antara kematangan emosi dan stres kerja pada guru SLB (5) ada hubungan yang negatif antara kontrol diri dan stres kerja pada guru SLB (6) ada hubungan yang simultan antara kematangan emosi dan kontrol diri dengan stres kerja. Kata kunci: kematangan emosi, kontrol diri, stres kerja

ABSTRACT: The aim of this research is to know the picture of (1) emotional maturity on School for Children with Special Needs’s teachers, (2) self-control on School for Children with Special Needs’s teachers, (3) work stress on School for Children with Special Needs’s teachers, (4) The correlation between emotional maturity with work stress on School for Children with Special Needs’s teachers in Malang city, (5) The correlation between emotional maturity and self-control with work stress on School for Children with Special Needs’s teachers in Malang city. This research is conducted on School for Children with Special Needs’s teacher in Malang city with total sample 40 people, using descriptive and correlation as research design The result shows that (1) the level of emotional maturity in high category is 13 people (32, 5 %) (2) the general self-control that include in low category is 18 people (45%) (3) the School for Children with Special Needs’s teachers in Malang get low level work stress that is 55% (4) there is negative correlation between emotional maturity and work stress on School for Children with Special Needs’s teachers (5) there is simultaneous correlation between emotional maturity and self-control with stress work Key Words: Emotional Maturity, Self-Control, Work Stress

Pekerjaan guru dalam menghadapi anak didik banyak menimbulkan ketegangan dan frustasi. Terutama menjadi guru SLB bukanlah pekerjaan yang mudah, butuh perjuangan lebih, selain harus memiliki pengetahuan tentang anakanak berkebutuhan khusus, guru SLB dituntut untuk mempunyai kesabaran yang tinggi, kesehatan fisik dan juga mental yang baik dalam bekerja. Para guru SLB tersebut melakukan tugas fungsional (mengajar satu per satu siswa dengan kesabaran), melakukan tugas administrasi seperti membuat rapor, dan tugas struktural dalam organisasi sekolah. Seorang guru SLB juga tidak hanya dituntut untuk mampu mengajarkan sejumlah pengetahuan dan ketrampilan yang sesuai dengan potensi dan karakteristik siswanya, melainkan juga harus mampu berperan sebagai terapis, pekerja sosial, paramedis dan administrasi. Yusuf (dalam Utami, 2008), mendefinisikan kematangan emosi adalah kemampuan individu untuk dapat bersikap toleran, merasa nyaman, mempunyai kontrol diri sendiri, perasaan mau menerima dirinya sendiri dan orang lain, serta mampu menyatakan emosinya secara konstruktif dan kreatif. Individu dikatakan sudah mencapai kematangan emosi bila pada akhirnya individu tersebut tidak meledakkan emosinya dihadapan orang lain melainkan menunggu saat dan tempat yang lebih tepat untuk mengungkapkan emosinya dengan cara yang lebih dapat diterima. Kematangan emosi akan terlihat jika individu tersebut menilai situasi secara kritis terlebih dulu sebelum bereaksi secara emosional. Calhoun dan Acocella (dalam Ghufron dan Risnawita, 2012) mendefinisikan kontrol diri sebagai pengaturan proses-proses fisik, psikologis, dan perilaku seseorang; dengan kata lain serangkaian proses yang membentuk dirinya sendiri. Kontrol diri juga berkaitan dengan mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan yang ada dalam dirinya. Seseorang yang memiliki kontrol diri akan mempertimbangkan segala konsekuensi yang akan terjadi sebelum memutuskan sesuatu untuk bertindak. Seorang yang memiliki kontrol diri yang baik akan mampu mengarahkan energi emosi ke saluran ekspresi yang bermanfaat dan dapat diterima secara sosial. Munandar (2001) mengatakan bahwa dalam keadaan stres, individu akan merasa tegang, tidak mampu berpikir secara rasional sehingga menjadi mudah marah, sedih, cemas, dan depresi. Anoraga (dalam Hardina, 2009) mengatakan

bahwa stres kerja sebenarnya merupakan suatu bentuk tanggapan seseorang baik secara fisik maupun mental terhadap suatu perubahan di lingkungan kerja yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam. Menurut peneliti kematangan emosi dan kontrol diri yang dimiliki para guru tentu berbeda satu sama lain. Kematangan emosi dan kontrol diri yang berbeda ini akan berdampak pada stres kerja yang dirasakan oleh masing-masing guru. Guru yang memiliki emosi yang matang akan mampu mengontrol dirinya ketika menemui stimulus dan tekanan-tekanan yang muncul dalam pekerjaannya. Sehingga, tekanan tersebut dapat dikontrol agar tidak menimbulkan stres pada dirinya. Terlebih guru tersebut mampu mengontrol dampak-dampak negatif yang akan muncul jika kondisi fisik dan mentalnya sedang berada dalam keadaan tertekan. METODE Desain Penelitian dan Partisipan Penelitian Rancangan penelitian adalah rencana atau struktur penelitian yang disusun sedemikian rupa sehingga peneliti akan memperoleh jawaban atas pertanyaan penelitian. Desain penelitian dibuat untuk menjadikan peneliti mampu menjawab pertanyaan penelitian dengan valid, obyektif, tepat dan sehemat mungkin (Kerlinger, 1990). Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dalam usaha menguji hipotesis yang telah disusun. Dalam penelitian yang bersifat kuantitatif ini, maka proses penelitian banyak menggunakan angka mulai dari pengumpulan, penafsiran dan penyajian hasil (Arikunto, 2010). Penelitian tentang kematangan emosi, kontrol diri, dan stres kerja adalah penelitian yang bertujuan untuk mengetahui gambaran variabel-variabel yang diteliti dan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara ketiga variabel tersebut. Dalam penelitian ini, variabel yang akan dideskripsikan yaitu kematangan emosi dan kontrol diri dengan stres kerja pada guru SLB di Kota Malang. Penelitian ini juga bertujuan untuk menjelaskan hubungan di antara variabel-variabel tersebut. Populasi yang digunakan adalah sejumlah guru SLB di Kota Malang. Adapun karakteristik dari populasi penelitian ini adalah: 1.

Guru laki-laki dan perempuan

2.

Aktif mengajar di SLB se Kota Malang

3.

Usia 25- 55 tahun Dalam pengambilan sampel penelitian ini, diambil 40 orang dari guru

Sekolah Luar Biasa di Kota Malang yang memenuhi kriteria populasi. Pengambilan sampel untuk penelitian ini dilakukan secara acak di sejumlah Sekolah Luar Biasa yang dipilih oleh peneliti berdasarkan pertimbangan tertentu karena tidak semua SLB yang bersedia untuk dijadikan subjek penelitian. Alat Ukur Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala kematangan emosi, skala kontrol diri,dan skala stres kerja. Skala yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode penskalaan metode rating yang dijumlahkan (Methods of Summated Rating) atau yang dikenal dengan penskalaan model Likert. Pada skala model Likert, perangsangnya adalah pernyataan. Respon yang diharapkan diberikan oleh subjek adalah taraf kesesuaian atau ketidaksesuaian dalam variasi: SS (Sangat sesuai), S (Sesuai), TS (Tidak sesuai), dan STS (Sangat Tidak Sesuai). HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan pengklasifikasian skor kematangan emosi disimpulkan bahwa secara umum guru SLB di Kota Malang mendapatkan kematangan emosi tingkat tinggi dan rendah. Hal ini disimpulkan dari 40 subjek, 13 orang (32,5%) mendapatkan kematangan emosi tingkat tinggi dan tidak jauh beda tingkat kematangan emosi rendah sebanyak 12 orang (30%) , 7 orang (17,5%) kematangan emosi tingkat sangat rendah, dan sisanya, 8 orang (20%) mendapatkan kematangan emosi tingkat sangat tinggi. Sebagian besar guru SLB di Kota Malang memiliki kematangan emosi yang tinggi. Skor kontrol diri disimpulkan bahwa secara umum guru SLB di Kota Malang mendapatkan kontrol diri tingkat rendah. Hal ini disimpulkan dari 40 subjek, 18 orang (45%) mendapatkan kontrol diri tingkat rendah, 7 orang (17,5%) kontrol diri tingkat sangat tinggi, 10 orang (25%) kontrol diri tingkat tinggi dan sisanya, 5 orang (12,5%) mendapatkan kontrol diri tingkat sangat rendah. Sebagian besar guru SLB di Kota Malang memiliki kontrol diri yang rendah.

Skor stres kerja disimpulkan bahwa secara umum guru SLB di Kota Malang mendapatkan stres kerja tingkat rendah. Hal ini disimpulkan dari 40 subjek, 22 orang (55%) mendapatkan stres kerja tingkat rendah, 8 orang (20%) stres kerja tingkat tinggi, 6 orang (15%) mendapatkan stres kerja tingkat sangat tinggi dan sisanya, 4 orang (10%) mendapatkan stres kerja sangat rendah. Sebagian besar guru SLB di Kota Malang memiliki tingkat stres kerja yang rendah. Hasil uji normalitas data yang dilakukan dengan menggunakan Kolmogorov-Smirnov Test menunjukkan bahwa variabel kematangan emosi memiliki nilai 0,615 (p=0,844>0,05) ini menunjukkan bahwa sebaran data untuk variabel kematangan emosi telah terdistribusi secara normal. Pada variabel kontrol menunjukkan nilai 0,900 (p=0,392>0,05) ini berarti sebaran data untuk variabel kontrol diri telah terdistribusi secara normal. Untuk variabel stres kerja menunjukkan nilai 1,194 (p=0,116>0,05) ini berarti sebaran data untuk variabel stres kerja juga telah terdistribusi secara normal. Uji linieritas dilakukan untuk melihat apakah dari sebaran butir-butir yang merupakan nilai dari variabel-variabel penelitian dapat ditarik garis lurus yang menunjukkan sebuah hubungan yang linier atau tidak. Uji linieritas dilakukan dengan melihat nilai signifikansi (p). Taraf signifikansi yang digunakan adalah 5% atau 0,05. Apabila nilai signifikansi (p)>0,05 maka pola hubungan variabelvariabel tersebut tidak linier. Apabila nilai signifikansi (p)<0,05 maka pola hubungan variabel-variabel tersebut linier. Dari hasil penelitian ini uji linieritas variabel kematangan emosi dengan stres kerja diperoleh F beda sebesar 38,333 (p=0,000), hal ini menunjukkan adanya hubungan yang linier antara variabel kematangan emosi dan stres kerja. Hasil uji linieritas antara variabel kontrol diri dan stres kerja diperoleh F beda sebesar 23,251 (p=0,000) ini menunjukkan adanya hubungan yang linier antara variabel kontrol diri dan stres kerja. Pengujian hipotesis digunakan untuk membuktikan ada atau tidaknya hubungan antara: (a) Kematangan Emosi dan Stres kerja Pada Guru SLB di Kota Malang; (b) Kontrol diri dan Stres Kerja Pada Guru SLB di Kota Malang. Dari hasil uji hipotesis yang dilakukan diperoleh hasil ada hubungan antara

kematangan emosi dengan stres kerja pada guru SLB di Kota Malang. Tanda negatif menunjukkan hubungan negatif antara kematangan emosi dan stres kerja pada guru SLB di Kota Malang. Semakin tinggi kematangan emosi seseorang semakin rendah tingkat stres kerjanya, dan sebaliknya semakin rendah kematangan emosi seseorang semakin tinggi stres kerja yang dimilikinya. Ada hubungan antara kontrol diri dengan stres kerja tanda negatif menunjukkan hubungan negatif antara kontrol diri dengan stres kerja pada guru SLB di Kota Malang. Semakin tinggi kontrol diri seseorang semakin rendah tingkat stres kerjanya, dan sebaliknya semakin rendah kontrol diri seseorang semakin tinggi stres kerja yang dimilikinya. Hipotesis III menyatakan ada hubungan antara kematangan emosi dan kontrol diri dengan stres kerja pada guru SLB di Kota Malang. Untuk melakukan pengujian hipotesis III ini digunakan analisis regresi. Dari hasil analisis regresi diketahui bahwa nilai R sebesar 0,719 yang menunjukkan koefisien korelasi antara kematangan emosi dan kontrol diri dengan stres kerja, dengan taraf signifikansi sebesar 0,000 yang berarti Ha diterima. Artinya bahwa ada hubungan antara kematangan emosi dan kontrol diri secara simultan terhadap stres kerja. Kematangan emosi dan kontrol diri mempengaruhi stres kerja sebesar (R2 X 100) = 51,7% dan sebesar 48,3% stres kerja dipengaruhi oleh variabel lain. Setiap guru yang memiliki emosi matang hendaknya memiliki kontrol atas dirinya ketika menjalankan tugasnya, terutama ketika menemui siswanya melakukan pelanggaran. Emosi yang stabil akan memberikan ketenangan pada guru dalam menghadapi siswanya. Terlebih guru SLB yang setiap hari menemui anak-anak berkebutuhan khusus yang membutuhkan ketenangan dalam penanganannya. Kobasa, Maddi dan Kahn (dalam Sugiarti, 2011) menyatakan emosionalitas yang menghambat pertimbangan obyektif situasi dan membuat satu kecemasan sangat rawan dalam situasi konflik atau stres. Hal yang dapat menyebabkan seseorang mengalami stres jika seseorang tidak dapat mengontrol emosi dengan baik. Orang yang menunjukkan kematangan emosi, ketika dia mengekspresikan emosi ia melakukannya dengan moderasi, sopan, dan dalam

keadaan baik. Ia tidak terbawa oleh perasaan, ia memiliki toleransi yang cukup besar untuk frustasi, dan sebagainya. Secara umum guru SLB di Kota Malang memiliki kematangan emosi tingkat tinggi. Emosi stabil yang dimiliki para guru SLB ini disebabkan para guru SLB mampu menerima dirinya sendiri dan orang lain, khususnya murid-murid berkebutuhan khusus dan lingkungan kerjanya. Para guru tersebut memiliki toleransi yang cukup besar dengan kondisi-kondisi yang ada pada muridmuridnya. Rasa nyaman dalam menjalankan tugasnya mengajar Anak-anak Berkebutuhan Khusus (ABK) membuat guru SLB di Kota Malang memiliki kematangan emosi yang tinggi. Kematangan emosi tinggi guru SLB di Kota Malang ditunjukkan dengan pengekspresian emosi yang sopan dan dalam keadaan baik. Selain itu juga kemampuan menyatakan emosi yang konstruktif dan tidak mudah terbawa oleh perasaan membuat para guru SLB di Kota Malang memiliki kematangan emosi yang tinggi. Faktor-faktor tersebut sudah dimiliki para guru SLB di Kota Malang selain ketenangan dan kesabaran yang dimiliki para guru tersebut. Sebagian besar guru SLB di Kota Malang memiliki kontrol diri tingkat rendah. Hal ini dapat diartikan bahwa rendahnya kemampuan para guru untuk mengendalikan perilaku dan pikirannya yang bersifat merusak dengan mempertimbangkan konsekuensi. Kontrol diri yang rendah yang dimiliki para guru salah satu faktornya dimungkinkan karena para guru tidak mempertimbangkan konsekuensi yang muncul ketika mereka membuat keputusan. Selain itu juga tidak mudahnya mengajar di SLB bisa menjadi penyebab tersendiri. Namun, rendahnya kontrol diri pada guru SLB ini tidak diikuti dengan rendahnya kematangan emosi dan tingginya stres kerja pada guru SLB. Sehingga bisa ditarik kesimpulan bahwa kematangan emosi yang tinggi pada guru SLB tidak diikuti dengan kemampuan mengendalikan perilaku yang bersifat merusak. Sebagian besar guru SLB di Kota Malang memiliki stres kerja tingkat rendah. Meskipun beban dan tuntutan pekerjaan di Sekolah Luar Biasa (SLB) tinggi tapi hal tersebut tidak terlalu menimbulkan stres pada guru SLB. Hal ini karena respon dan stimulus yang tidak menyenangkan yang mucul di lingkungan kerjanya tidak mempengaruhi kondisi fisik, psikologis serta perilaku guru

tersebut. Faktor kelakuan murid dan munculnya gangguan dari para murid mampu ditanggapi dengan santai, sehingga dirasa tidak mengganggu dan mengancam dirinya. Guru SLB yang memiliki kematangan emosi tinggi akan rendah tingkat stres kerja yang dialaminya. Kemampuan mengontrol emosi akan berperan dalam meminimalisir stres kerja yang akan timbul. Hasil yang didperoleh di penelitian ini, kematangan emosi tinggi yang dimiliki para guru SLB berhubungan negatif dengan stres kerja yang dimilikinya. Sehingga kemampuan mengontrol emosi yang telah dimilikinya berperan dalam meminimalisir stres kerja yang timbul. Sementara itu, rendahnya kontrol diri yang dimiliki para guru SLB tidak diikuti dengan tingginya stres kerja. Pada penelitian ini diperoleh hasil bahwa para guru SLB memiliki tingkat stres kerja yang rendah. Meskipun kurang mampu mengendalikan perilaku, pikiran, dan perasaannya yang merusak, para guru SLB tersebut tidak menjadikan hal tersebut sebagai beban dalam pekerjaannya. Jadi, meskipun kontrol diri yang dimiliki guru rendah, tetapi hal tersebut tidak menimbulkan stres kerja bagi para guru. Guru SLB mampu meminimalisir stres kerja dengan faktor yang lain atau 48,3% variabel lain seperti hasil yang diperoleh pada penelitian ini. PENUTUP Kesimpulan dan Saran Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. Berdasarkan hasil penelitian ini, guru Sekolah Luar Biasa di Kota Malang secara umum tingkat kematangan emosi berada pada kategori tinggi yaitu 13 orang (32,5%). Kontrol diri secara umum termasuk dalam kategori rendah yaitu 18 orang (45%). Secara umum guru SLB di Kota Malang mendapatkan stres kerja tingkat rendah. Hal ini disimpulkan dari 40 subyek, 22 orang (55%) mendapatkan stres kerja tingkat rendah. Berdasarkan hasil analisis, menunjukkan bahwa ada hubungan yang negatif antara kematangan emosi dan stres kerja pada guru SLB di Kota Malang. Terdapat hubungan yang negatif antara kontrol diri dan stres kerja pada guru SLB di Kota Malang. Terdapat hubungan yang simultan antara kematangan emosi dan kontrol diri dengan stres

kerja, di mana kematangan emosi dan kontrol diri memberikan pengaruh terhadap timbulnya stres kerja pada guru Sekolah Luar Biasa di Kota Malang. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disarankan beberapa hal sebagai berikut. Kepada guru SLB, hendaknya untuk selalu mempertahankan kematangan emosi yang dimilikinya dan meningkatkan kontrol diri yang tinggi. Untuk meningkatkan kontrol diri, para guru SLB diharapkan mampu mempertimbangkan segala konsekuensi sebelum bertindak. Peningkatan kontrol ini juga bisa dilakukan dengan meningkatkan kemampuan mengontrol stimulus dan kemampuan mengantisipasi setiap kejadian yang akan terjadi. yang agar terhindar dari kemungkinan stres kerja. Selain itu, para guru SLB diharapkan mampu mempertahankan kemampuan yang baik dalam merespon stimulus yang tidak menyenangkan yang bisa berakibat dalam munculnya stres kerja. Pihak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan yang bertanggung jawab pada Pendidikan di Indonesia hendaknya lebih memperhatikan keadaan Sekolah Luar Biasa dan guru Sekolah Luar Biasa. Selain itu juga bisa memberikan pelatihan-pelatihan guna meningkatkan kontrol diri yang tinggi yang dimiliki para guru tersebut. Peneliti lain yang akan melakukan penelitian selanjutnya disarankan untuk menambah jumlah subjek penelitian. Penelitian terhadap variabel-variabel lain yang mungkin mempengaruhi juga perlu dilakukan, mengingat stres kerja tidak hanya disebabkan satu atau dua faktor saja. DAFTAR RUJUKAN Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Ghufron, M. Nur & Risnawita S, Rini. 2012. Teori-teori Psikologi. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. Hardina, Manda Dwi. 2009. Hubungan Antara Rasa Aman di Tempat Kerja (Workplace Safety) Dengan Stres Kerja Pada Karyawan PT. ASP Cabang Sumatra Selatan, (online) (http://psychology.uii.ac.id/images/stories/naskah-publikasi-02320171.pdf, diakses 16 Januari 2013) Hurlock, E.B. 1980. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga. Kerlinger, Fred N. 1990. Asas-asas Penelitian Behavioral. Yogyakarta: UGM Press. Munandar, Ashar Sunyoto. 2001. Psikologi Industri Dan Organisasi. Tangerang: UI Press.

Sugiarti, Naning. 2011. Hubungan Locus Of Control Dan Kematangan Emosi Dengan Stres Kerja Karyawan CV. Jaya Barokah. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: FIP Universitas Negeri Malang. Trihendradi, C. 2009. SPSS 16 Analisis Data Statistik. Jogjakarta: Andi. Universitas Negeri Malang. 2007. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Malang: UM Press. Utami, Sri Weni. Korelasi Kepercayaan Diri Dan Kematangan Emosi Dengan Kompetensi Sosial Remaja di Pondok Pesantren K, (online) (http://fpsikologi.wisnuwardhana.ac.id/index.php?option=com_content&ta sk=view&id=12, diakses 19 Januari 2013)