HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN

Download kematangan emosi, memaafkan, remaja akhir. Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan. Vol. 1, No. ... tentang kematangan emosi dan memaa...

0 downloads 445 Views 492KB Size
HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN KECENDERUNGAN MEMAAFKAN PADA REMAJA AKHIR Radhitia Paramitasari Ilham Nur Alfian Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya

Abstract. The aim of this research is to know correlation between emotional maturity and forgiveness in late adolescence. This research is conducted at late adolescence in a sample of 121 people (72 males and 49 females). Data collection tools of emotional maturity scale consisting of 43 item prepared by the author and the forgiveness scale consists of 46 item, adaptation of The Enright Forgiveness Inventory (EFI) developed by Enright and Human Development Study Group. From the result analysis the research data obtained, a correlation value between emotional maturity and forgiveness in late adolescence equal to 0,864 by p equal to 0,000, it show that there are correlations which significant between emotional maturity and forgiveness in late adolescence

Keywords:emotional maturity, forgiveness, late adolescence Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara kematangan emosi dengan kecenderungan memaafkan pada remaja akhir. Penelitian dilakukan pada remaja akhir dengan jumlah subjek penelitian sebanyak 121 remaja, yang terdiri dari 72 remaja perempuan dan 49 remaja laki-laki. Alat pengumpulan data berupa kuesioner kematangan emosi yang terdiri dari 43 item disusun oleh penulis dan alat ukur memaafkan terdiri dari 46 item yang diadaptasi dari The Enright Forgiveness Inventory (EFI) yang dikembangkan oleh Enright and Human Development Study Group. Dari hasil analisis data penelitian diperoleh nilai korelasi antara kematangan emosi dengan kecenderungan memaafkan menghasilkan nilai rxy sebesar 0,864 dengan nilai P=0,000<0,05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kematangan emosi dengan kecenderungan memaafkan pada remaja akhir.

Kata kunci: kematangan emosi, memaafkan, remaja akhir

Korespondensi: Radhitia Paramitasari, Departemen Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan Surabaya 60286, e-mail: [email protected] Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 1, No. 02, Juni 2012

Radhitia Paramitasari, Ilham Nur Alfian

Dalam berinteraksi dengan individu lain, seseorang kadang-kadang berbuat salah kepada individu lain. Pada sisi lain, ia tentu pernah mengalami perlakuan dan situasi yang mengecewakan atau menyakitkan. Tidak semua orang mau dan mampu secara tulus memaafkan dan melupakan kesalahan orang lain. Beberapa penelitian (Darby & Schlenker,1982; Ohbuchi dkk, 1989) menemukan bahwa meminta maaf sangat efektif dalam mengatasi konflik interpersonal, karena permintaan maaf merupakan sebuah pernyataan tanggung jawab tidak bersyarat atas kesalahan dan sebuah komitmen untuk memperbaikinya. Menurut Hughes (1975, dalam Girard & Mullet, 1997) memaafkan merupakan cara untuk memperbaiki harmoni sosial. Untuk sebagian orang memaaf kan adalah suatu kebutuhan karena dapat memperbaiki hubungan dengan orang lain. McCullough dkk. (2007) mengemukakan bahwa memaaf kan dapat dijadikan seperangkat motivasi untuk mengubah seseorang untuk tidak membalas dendam dan meredakan dorongan untuk memelihara kebencian terhadap pihak yang menyakiti serta meningkatkan dorongan untuk konsiliasi hubungan dengan pihak yang menyakiti. McCullough dan Worthington (1995) menyatakan, dalam masyarakat modern, dengan meningkatnya jumlah stres, kekerasan, kemarahan, dan perselisihan, memaafkan bisa membuktikan dapat mencegah masalah dan meningkatkan kesejahteraan. Banyak dari kejadian-kejadian itu juga terjadi pada remaja. Remaja saat ini sangat rentan terhadap stres seperti ditunjukkan oleh data pada kejahatan remaja. Rasa sakit hati dan marah selama periode waktu tertentu dapat m e nye b a b k a n re m a j a m e n ge k s p re s i k a n kemarahan itu dengan cara tidak sehat bahkan kekerasan. Memaafkan adalah proses yang dapat mengembalikan hubungan yang rusak dan meningkatkan kesejahteraan secara keseluruhan dengan mengurangi rasa marah. Memaafkan sebagai strategi untuk membantu remaja yang terluka mengatasi dan mengurangi kemarahan. Remaja dituntut untuk mampu mengontrol atau mengendalikan perasaan mereka, dalam proses perkembangan menuju kematangan emosi. Hal ini tidak berarti seorang remaja harus mengendalikan semua gejolak emosi yang

muncul. Remaja diharapkan bisa memahami serta menguasai emosinya, sehingga mampu mencapai kondisi emosional yang adaptif. Remaja yang menunjukkan kontrol emosi yang baik memiliki kapasitas perilaku yang dapat menangani kemarahannya.Temuan menunjukkan bahwa remaja awal cenderung menampilkan bentuk kemarahan yang lebih negatif dari remaja akhir yang telah menunjukkan kapasitas yang lebih besar dalam mengkontrol kemarahan (Anderson, 2006). Burney (2001) berpendapat bahwa ekspresi emosional yang sehat (kontrol kemarahan) menunjukkan strategi manajemen kemarahan yang baik dan belajar untuk mencari solusi positif untuk menghadapi suatu masalah. Perilaku memaafkan digunakan oleh remaja untuk bisa melepaskan semua beban penderitaan agar mereka tidak menyimpan dendam, menanggung beban pikiran dan perasaan sakit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sesorang yang dapat memaafkan mengalami penurunan kemarahan, kecemasan, dan depresi yang signifikan (Anderson, 2006). Bertolak pada gambaran diatas, maka penulis berusaha menyusun sebuah penelitian tentang kematangan emosi dan kecenderungan memaafkan pada remaja akhir. Hal ini berkaitan dengan sangat dibutuhkannya pemahaman tentang kematangan emosi dan memaafkan sebagai upaya remaja untuk mendapat tempat, peran, dan penerimaan diri dari lingkungan. Perilaku memaafkan sebagai suatu perwujudan dari kematangan emosi pada remaja akhir inilah yang dijadikan penulis sebagai fokus penelitian. Apakah ada hubungan antara kematangan emosi dengan kecenderungan memaafkan pada remaja akhir? Masa remaja adalah masa peralihan antara masa kanak-kanak menuju ke masa dewasa yang ditandai dengan perubahan fisik, sosial, dan emosional. Batasan usia pada remaja adalah usia 12 tahun sampai 21 tahun, sedangkan batasan pada remaja akhir adalah usia 17 tahun sampai 21 tahun. ditopang oleh sikap mental kreatif, inovatif, profesional, bertanggung jawab, serta berani menanggung resiko dalam mengelola potensi diri dan lingkungannya sebagai bekal untuk peningkatan kualitas hidupnya. Tugas perkembangan masa remaja di fokuskan pada upaya meninggalkan sikap danyang Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 1, No. 02, Juni 2012

Hubungan antara Kematangan Emosi dengan Kecenderungan Memaafkan pada Remaja Akhir

perilaku kekanak-kanakan serta berusaha untuk mencapai kemampuan bersikap dan berperilaku secara dewasa. Adapun tugas-tugas perkembangan masa remaja, menurut Hurlock (1991, dalam Ali, 2008:10) adalah berusaha mampu menerima keadaan fisiknya, mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa, mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlainan jenis, mencapai kemandirian emosional, mencapai kemandirian e ko n o m i m e n ge m b a n g k a n ko n s e p d a n keterampilan intelektual yang sangat diperlukan untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat, memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orang tua, mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk memasuki dunia dewasa, mempersiapkan diri untuk memasuki perkawinan, memahami dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga. Pertumbuhan yang terjadi terutama bersifat melengkapi pola yang sudah terbentuk pada masa puber. Tidak semua remaja mengalami masa badai dan tekanan. Emosi yang timbul di masa remaja sangat kuat, tidak terkendali dan tampaknya irasional tetapi hal ini dapat mengalami perbaikan ke depannya. Karakteristik Periode Remaja Akhir adalah remaja mulai memandang dirinya sebagai orang dewasa dan mulai mampu menunjukkan pemikiran, sikap, perilaku yang semakin dewasa. Interaksi dengan orang tua juga menjadi lebih bagus dan lancar karena mereka sudah memiliki kebebasan penuh serta emosinya pun mulai stabil. Pilihan arah hidup sudah semakin jelas dan mulai mapu mengambil pilihan dan keputusan tentang arah hidupnya secara lebih bijaksana meski belum bisa secara penuh. Mereka juga mulai memilih cara-cara hidup yang dapat dipertanggungjawabkan terhadap dirinya sendiri, orang tua, dan masyarakat ;Mengingat bahwa masa remaja merupakan masa yang paling banyak dipengaruhi oleh lingkungan dan teman-teman sebaya dan dalam rangka menghindari hal-hal negatif yang dapat merugikan dirinya sendiri dan orang lain, remaja hendaknya dapat mengontrol emosinya. Karena itu dibutuhkan suatu kemampuan untuk bisa mereduksi dan mengelola emosi, sesuatu yang bisa

membuat mereka tidak lagi merasa sakit dan menderita dengan perasaan mereka sendiri, bisa melepaskan semua amarah, dan tidak lagi mempunyai perasaan untuk membalas semua sakit hati, sehingga bisa membangun kembali relasi yang baik, melalui perilaku memaafkan. Memaafkan adalah suatu keinginan untuk meninggalkan amarah dan menghindari penilaian negatif pada seseorang yang melukai kita. Melibatkan adanya perubahan dalam pemikiran, perasaan, motivasi, atau perilaku menjadi lebih positif. Ditandai dengan adanya keikhlasan hati untuk bisa melepas semua perasaan terluka, sakit hati, meninggalkan kemarahan dan balas dendam sehingga bisa mencapai suatu perdamaian dan membina kembali hubungan dengan orang yang bersalah. Memaafkan didasari dari diri sendiri. Karena diri sendiri adalah dasar, persepsi diri sendirilah yang terus dijaga dari waktu ke waktu. Dengan adanya kematangan emosi diharapkan remaja dapat mengembangkan perilaku memaafkan. Kematangan emosi pada masa remaja diharapkan dapat membantu untuk menumbuhkan perilaku memaafkan pada remaja. Chaplin (2005) mendefinisikan kematangan emosi sebagai kondisi atau keadaan dalam mencapai tingkat kedewasaan dalam perkembangan emosional seseorang. Orang yang m e m p u nya i e m o s i m a t a n g t i d a k a k a n menampilkan pola-pola emosional yang hanya pantas dilakukan oleh anak-anak. Orang yang mepunyai emosi matang juga mampu melakukan kontrol terhadap emosinya dalam menghadapi situasi. Remaja yang menunjukkan kontrol emosi yang baik memiliki kapasitas perilaku yang dapat menangani kemarahannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sesorang yang dapat memaafkan mengalami penurunan kemarahan, kecemasan, dan depresi yang signifikan (Anderson, 2006). Burney (2001) berpendapat bahwa ekspresi emosional yang sehat (kontrol kemarahan) menunjukkan strategi manajemen kemarahan yang baik dan belajar untuk mencari solusi positif untuk menghadapi suatu masalah. McCullough dan Worthington (1995) menyatakan, dalam masyarakat modem, dengan meningkatnya jumlah stres, kekerasan, kemarahan, dan perselisihan, memaafkan bisa membuktikanr Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 1, No. 02, Juni 2012

Radhitia Paramitasari, Ilham Nur Alfian

dapat mencegah masalah dan meningkatkan kesejahteraan. Memaafkan adalah proses yang dapat mengembalikan hubungan yang rusak dan meningkatkan kesejahteraan secara keseluruhan dengan mengurangi rasa marah (Anderson, 2006)

METODE PENELITIAN Tipe penelitian Tipe penelitian yang dilakukan di sini adalah penelitian penjelasan (explanatory research), yang menyoroti hubungan antara variabel-variabel penelitian dan menguji hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya (Singarimbum & Effendi, 2006). Variabel X dalam penelitian ini adalah kematangan emosi sedangkan variabel Y adalah kecenderungan memaafkan.

Subjek penelitian Subjek penelitian ini remaja yang berusia 17 sampai 21 tahun. Dalam penelitian ini, alasan penulis mengambil batas usia 17 sampai 21 tahun karena pada masa ini remaja mulai mengembangkan kemampuan tingkah laku dan belajar mengendalikan impulsif (Pikunas, 1976;Ingersol, 1989 dalam Agustiani 2006). Penelitian dilakukan pada remaja akhir dengan jumlah subjek penelitian sebanyak 121 remaja, yang terdiri dari 72 remaja perempuan dan 49 remaja laki-laki.

Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner atau angket, yaitu daftar pernyataan yang disusun secara tertulis mengenai suatu hal dengan tujuan untuk mengumpulkan informasi dari responden yang bersangkutan (Sugiyono, 2006). Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan bentuk skala Likert. Butir-butir dalam kuesioner disusun dalam bentuk pernyataan-pernyataan yang bersifat mendukung (favorable) dan tidak mendukung (unfavorable). Subjek memiliki 4 (empat) pilihan jawaban, yaitu: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Netral (N), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS).Kuesioner kematangan emosi yang akan digunakan dalam penelitian ini merupakan alat ukur yang dibuat sendiri oleh penulis. Skala Memaafkan yang digunakan dalam penelitian ini adalah adapatasi dari The Enright Forgiveness Inventory (EFI) oleh Dr. Enright and Human

Development Study Group (2004).

Analisis data Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah teknik korelasi product moment dari Pearson. Teknik korelasi ini digunakan untuk mencari hubungan dan membuktikan hipotesis hubungan dua variabel. Pengujian product moment ini dilakukan dengan menggunakan bantuan komputer program SPSS for windows versi 16.0.

HASIL DAN BAHASAN Gambaran Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah siswasiswi kelas XI dan XII SMA Negeri 1 Pare yang berusia 17-21. Alasan penulis mengambil subjek penelitian hanya pada kelas XI dan XII karena disesuaikan dengan subyek penelitian yaitu remaja akhir. Dilihat juga dari hasil analisis deskriptif dari masing-masing variabel yaitu yang tergolong dalam kematangan emosi sedang sebanyak 45 orang atau sekitar 37,19% dari jumlah sampel, dan yang tergolong mempunyai kematangan emosi rendah sebanyak 35 orang atau sebesar 28,03% dari jumlah seluruh sampel, dan yang tergolong mempunyai kematangan emosi sangat rendah sebanyak 5 orang atau sekitar 4,13%. Sedang frekuensi untuk remaja yang kematangan emosinyanya tergolong sangat tinggi dan tinggi secara berturut-turut sebagai berikut 7 orang atau sekitar 5,78% dan 29 orang dengan persentase 23,97%. Sedangkan dari hasil analisis deskriptif skala memaafkan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa dari 121 orang yang tergolong dalam kecenderungan memaafkan sedang sebanyak 48 orang atau sekitar 39,67% dari jumlah sampel, dan yang tergolong mempunyai kecenderungan memaaf kan rendah sebanyak 32 orang atau sebesar 26,45% dari jumlah seluruh sampel, dan yang tergolong mempunyai kecenderungan memaafkan sangat rendah sebanyak 6 orang atau sekitar 4,96%. Sedang frekuensi untuk remaja yang kecenderungan memaafkannya tergolong sangat tinggi dan tinggi secara berturut-turut sebagai berikut 7 orang atau sekitar 5,78% dan 28 orang dengan persentase 23,14%. penyediaan lapangan kerja bagi masyarakat, peningkatan kesejahteraan, peningkatan kualitas hidup para Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 1, No. 02, Juni 2012

Hubungan antara Kematangan Emosi dengan Kecenderungan Memaafkan pada Remaja Akhir

Hasil Analisis Data Perhitungan yang dilakukan dengan teknik korelasi Product Moment menghasilkan nilai rxy sebesar 0,864 dengan nilai p = 0,000 < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kematangan emosi dengan kecenderungan memaafkan. Hasil perhitungan di atas juga menunjukkan arah hubungan kedua variabel yang positif, yang berarti bahwa semakin positif kematangan emosi maka semakin tinggi pula kecenderungan memaafkan pada remaja akhir

Pembahasan Dari hasil pengolahan data yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa hipotesis penelitian (Ha) yang menyatakan bahwa adanya hubungan antara kematangan emosi dan kecenderungan memaafkan diterima, sehingga terdapat hubungan yang signifikan antara kematangan emosi dengan kecenderungan memaaf kan pada remaja akhir. Hal ini menunjukkan bahwa semakin positif kematangan emosi pada remaja akhir maka semakin tinggi kecenderungan memaafkan, dan sebaliknya. Terbukti secara empirik dalam penelitian ini bahwa kematangan emosi mempunyai kontribusi pada tingkat kecenderungan memaafkan pada remaja akhir. Jika remaja dengan kematangan dengan yang tinggi, maka kecenderungan memaaf kannya juga tinggi. Sehingga remaja dapat lebih adaptif. Sebaliknya remaja dengan kematangan emosi rendah, maka kecenderungan memaafkannya juga rendah. McCullough dan Worthington (1995) menyatakan, dalam masyarakat modem, dengan meningkatnya jumlah stres, kekerasan, kemarahan, dan perselisihan, memaafkan bisa membuktikan dapat mencegah masalah dan meningkatkan kesejahteraan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sesorang yang dapat memaaf kan mengalami penurunan kemarahan, kecemasan, dan depresi yang signifikan (Anderson, 2006). Hasil dari analisis deskriptif yang menunjukkan bahwa 39,67% remaja memliki kecenderungan memaaf kan sedang dapat dihubungkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Enright, Santos, dan Al-Mabuk (1989, dalam Enright, 2000) yang menunjukkan bahwa pertama, remaja tampaknya dipengaruhi oleh

teman-teman mereka dalam kesediaannya untuk memaafkan orang lain, kedua, remaja tidak selalu bisa mengambil tindakan yang terbaik pada orang lain yang telah menyakiti. Remaja masih membutuhkan konfirmasi dari luar dalam mengambil tindakan untuk memaafkan. Burney (2001, dalam Anderson, 2006) berpendapat bahwa ekspresi emosional yang sehat (kontrol kemarahan) menunjukkan strategi manajemen kemarahan yang baik dan belajar untuk mencari solusi positif untuk menghadapi suatu masalah Remaja yang menunjukkan kontrol emosi yang baik memiliki kapasitas perilaku yang dapat menangani kemarahannya. Mendukung adanya penjelasan dari Helb dan Enright (1993) yang menunjukkan bahwa kemampuan m e m a a f k a n m e n i n gk a t s e i r i n g d e n g a n kematangan seseorang.

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Dalam penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kematangan emosi dengan kecenderungan memaafkan pada remaja akhir. Hubungan dalam penelitian ini berbentuk korelasi positif sehingga semakin tinggi kematangan emosi maka semakin tinggi kecenderungan memaafkan pada remaja akhir. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah kematangan emosi maka semakin rendah kecenderungan memaafkan pada remaja akhir.

Saran Berdasarkan hasil penelitian, maka terdapat beberapa saran yang dikemukakan oleh penulis, antara lain: Bagi remaja, diharapkan bisa memahami serta menguasai emosinya, sehingga mampu mencapai kondisi emosional yang adaptif, serta dapat mengembangan perilaku memaafkan sebagai upaya remaja untuk mendapat tempat,peran, dan penerimaan diri dari lingkungan.Bagi orang tua, diharapkan orang tua mampu mengetahui kebutuhan anak dan mampu bersikap bijaksana dalam segala permasalahan yang dihadapi oleh anak. Diharapkan orang tua apat berperan dengan baik dalam membimbing

Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 1, No. 02, Juni 2012

Radhitia Paramitasari, Ilham Nur Alfian

anak-anak mereka menuju kedewasaan.Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat diperkaya dengan menambahkan data yang diperoleh melalui wawancara dan observasi. Berkemungkinan juga hal ini dapat dilakukan dalam penelitian kualitatif. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat meneliti dengan variabel yang berbeda dan bervariasi, untuk memperkaya hasil penelitian selanjutnya. Selain itu subjek dalam penelitian juga membutuhkan variasi agar dapat m e n ge m b a n g k a n p e n ge t a h u a n te n t a n g kematangan emosi maupun memaafkan.

Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 1, No. 02, Juni 2012

Hubungan antara Kematangan Emosi dengan Kecenderungan Memaafkan pada Remaja Akhir

PUSTAKA ACUAN Agustiani, H. (2006). Psikologi Perkembangan: Pendekatan Ekologi Kaitannya dengan Konsep Diri dan Penyesuaian Diri pada Remaja. Bandung: Refika Aditama Anderson, M.A. (2006). The Relationship among Resiliance, Forgiveness, and Anger Expression in Adolescents. Maine: The University of Maine Chaplin, C.P. (2005). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: Rajawali PressGrafindo Persada. Enright, R. D., & Fitzgibbons, R. P. (2002). Helping clients forgive: An empirical guide for resolving anger and restoring hope. Washington, DC: American Psychological Association Hurlock, E. B. (1973). Adolescent development. New York: McGraw-Hill McCullough, Michael E. , Pargament K. E., Thoresen C.E. (2000). Forgiveness: Theory, research, and practice. New York: Guilford Press Girarld M. & Mullet,E. (1997). Forgiveness in Adolescent, Young, Middle Aged, and Older Adult. Journal of Adult development vol.4 no.4 Singarimbun, Effendi S. (2006). Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES Snyder,C.R. & Lopez J. S. (2007). Positive Psychology:The Scientific and Practical Explorations of Human Strengths. California: Sage Publication

Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 1, No. 02, Juni 2012