HUBUNGAN DUKUNGAN PENGAWAS MINUM OBAT (PMO

Download Nurfita Putri Paramani. 841409016. Hubungan Dukungan Pengawas Minum. Obat (PMO) Dengan Kepatuhan Berobat Pasien Tuberkulosis Paru Di Pusk...

0 downloads 551 Views 405KB Size
HUBUNGAN DUKUNGAN PENGAWAS MINUM OBAT (PMO) DENGAN KEPATUHAN BEROBAT PASIEN TUBERKULOSIS PARU DI PUSKESMAS LIMBOTO KABUPATEN GORONTALO TAHUN 2013

SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam Mengikuti Ujian Sarjana Keperawatan

Oleh NURVITA PUTRI PARAMANI NIM. 841409016

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN DAN KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO 2013

SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menempuh ujian akhir di Universitas Negeri Gorontalo, merupakan hasil karya saya sendiri. Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan yang saya kutip dari hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya dengan jelas sesuai norma, kaidah, etika penulis karya ilmiah dan buku pedoman penulisan karya ilmiah Universitas Negeri Gorontalo. Apabila di kemudian hari di temukan seluruh atau sebagian skripsi ini bukan hasil karya saya sendiri atau terdapat plagiat dalam bagian-bagian tertentu, maka saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang sayang sandang dan sanksi lainnya sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

Gorontalo,

Juli 2013

NURFITA PUTRI PARAMANI

ABSTRAK Nurfita Putri Paramani. 841409016. Hubungan Dukungan Pengawas Minum Obat (PMO) Dengan Kepatuhan Berobat Pasien Tuberkulosis Paru Di Puskesmas Limboto Kab. Gorontalo Tahun 2013. Skripsi, Jurusan Keperawatan, Fakultas Ilmuilmu Kesehatan dan Keolahragaan, Universitas Negeri Gorontalo. Pembimbing I, Rany Hiola dan Pembimbing II, Syahrul Said. Penyakit tuberkulosis di Indonesia masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Data di Dinas Kabupaten Gorontalo tahun 2010 berjumlah 407, tahun 2011 berjumlah 389 dan tahun 2012 berjumlah 462. Data di Puskesmas Limboto untuk pengawas minum obat (PMO) berjumlah 50 responden dan pasien di Puskesmas Limboto berjumlah 50 orang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dukungan pengawas minum obat (PMO) dengan kepatuhan berobat pasien tuberkulosis paru. Desain penelitian yang digunakan adalah Cross sectional. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 50 orang pengawas minum obat (PMO). Sampel dalam penelitian ini sebanyak 50 orang pengawas minum obat (PMO). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hanya sebanyak 26 responden yang menunjukkan dukungan PMO yang baik dan dukungan PMO kurang baik hanya 24 responden sedangkan responden tidak patuh berobat 25 orang. Kesimpulan dari penelitian ini adalah “ ada hubungan dukungan pengawas minum obat (PMO) dengan kepatuhan berobat pasien tuberkulosis paru”. Disarankan kepada Puskesmas Global Limboto bahwa perlunya upaya peningkatan keteraturan pengobatan pasien tuberkulosis paru dengan melakukan kerjasama dengan keluarga pasien sebagai bentuk dukungan dan pengawasan terhadap pengobatan pasien serta melakukan penyuluhan kepada masyarakat agar memahami penyakit tuberkulosis paru. Bagi penderita tuberkulosis paru, diharapkan teratur berobat sehingga tidak terjadi kegagalan pengobatan yang berakibat timbulnya sumber penularan aktif. Kata Kunci : Dukungan PMO, Kepatuhan, Tuberkulosis Paru

MOTTO

Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, maka (kejahatan) itu bagi dirimu sendiri, dan apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) yang kedua, (kami datangkan orang-orang lain) untuk menyuramkan mukamuka kamu dan mereka masuk ke dalam mesjid, sebagaimana musuhmusuhmu memasukinya pada kali pertama dan untuk membinasakan sehabis-habisnya apa saja yang mereka kuasai. (A.Q, S : Al-Israa : 07)

Tugas kita bukanlah untuk berhasil. Tugas kita adalah untuk mencoba, karena didalam mencoba itulah kita menemukan dan belajar membangun kesempatan untuk berhasil dan Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik untuk hari tua. (vitha paramani)

Pengetahuan tidaklah cukup, kita harus mengamalkannya. Niat tidaklah cukup, kita harus melakukannya. (Johann Wolfgang von Goethe)

Berusahalah untuk tidak menjadi manusia yang berhasil tapi berusahalah menjadi manusia yang berguna. Ilmu pengetahuan tanpa agama adalah pincang (Einstein)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini untuk meraih gelar S.Kep. Dengan rasa syukur yang besar dan sujud yang dalam kepadaNya, Sang Pemilik Ilmu. Kupersembahkan Karya Kecil Ini :

Untuk mama tercinta (Fitri Pomalingo S.Pd) motivator terbesarku yang tak pernah jenuh mendoakanku, mama yang paling aku hormati dan kusayangi, terima kasih atas semua kasih sayang dan pengorbanannya, Serta untuk adikku tercinta (Moh. Rio Paramani) yang telah memberikanku dorongan dan motivasi

Untuk keluarga terbesarku yang tlah memberikan doa dan dukungan padaku, untuk teman – teman seperjuangan angkatan 2009, terima kasih atas kebersamaanya selama ini.

Almamater Tercinta Tempatku Menimba Ilmu UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO 2013

KATA PENGANTAR Puji Syukur Penulis Panjatkan Kehadirat Allah SWT karena hanya dengan izin dan perkenanNya penyusunan skripsi penelitian “HUBUNGAN DUKUNGAN PENGAWAS MINUM

OBAT

TUBERKULOSIS

(PMO) PARU

DENGAN DI

KEPATUHAN

PUSKESMAS

BEROBAT

GLOBAL

PASIEN

LIMBOTO

KAB.

GORONTALO TAHUN 2013” dapat diselesaikan sebagai upaya salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana (S1) pada Perguruan Tinggi Universitas Negeri Gorontalo. Kepada semua pihak yang telah membantu sejak awal penelitian sampai dengan tersusunnya skripsi ini tak lupa penulis ucapkan terima kasih, pada kesempatan ini pula saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya Kepada: 1. DR. H. Syamsu Qamar Badu, M.Pd selaku Rektor Universitas Negeri Gorontalo. 2. Prof. DR. H. Sarson W. Dj. Pomalato, M.Pd selaku Pembantu Rektor I, Eduart Wolok, ST, MT selaku Pembantu Rektor II, Dr. Fence. M. Wantu, S.H, M.H selaku Pembantu Rektor III, dan Prof. Dr. Hasanudin, M.Hum, M,Si selaku Pembantu Rektor IV Universitas Negeri Gorontalo. 3. Dra. Hj. Rany. Hiola, M.Kes. selaku Dekan Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan dan Keolahragaan Universitas Negeri Gorontalo. 4. Ibu Risna Podungge, S.Pd, M.Pd selaku Pembantu Dekan I, Ibu Dian Saraswati S.Pd, M.Kes selaku Pembantu Dekan II, dan Bapak Ruslan S.Pd, M.Pd selaku Pembantu Dekan III Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan dan Keolahragaan Universitas Negeri Gorontalo. 5. Dr. Zuhriana K. Yusuf, M.Kes dan Dr. Elvi selaku Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan Program Studi Keperawatan.

6. Dra. Hj. Rany. Hiola, M.Kes selaku Pembimbing I dan Syahrul Said, S.Kep.Ns M.Kes selaku Pembimbing II yang telah banyak membantu dan memberikan bimbingan, masukan dalam menyelesaikan skripsi 7. DR. Werna Nontji, S.Kp,M.Kep selaku Penguji I dan dr. Nanang Roswita Paramata, M.Kes selaku Penguji II yang telah memberikan bimbingan, masukan dalam menyelesaikan skripsi. 8. Seluruh Bapak dan Ibu dosen Program Studi Keperawatan, FIKK UNG, terimakasih atas ilmu yang telah diberikan. 9. Seluruh staf pegawai Aministrasi di lingkungan FIKK yang lebih khusus lagi pada Jurusan Keperawatan Universitas Negeri Gorontalo yang telah banyak membantu dalam penyelesaian studi. 10. Kepala Kantor Kesatuan Bangsa Politik dan Linmas Kab. Gorontalo yang telah memberikan izin dan rekomendasi penelitian. 11. Kepala Puskesmas Global Limboto Kab. Gorontalo yang telah memberikan izin penelitian 12. Direktur RSUD.Dr. M.M. Dunda dan Direktur RSU. Prof. Dr. Aloe Saboe yang telah menerima saya dalam melaksanakan praktek aplikasi ilmu keperawatan selama saya menempuh studi. 13. Koorrdinator penyakit Tuberkulosis Paru di Puskesmas Global Limboto yang selama ini telah membantu saya dalam melakukan penelitian. 14. Ayahanda dan seluruh masyarakat Desa Tonggo, Kecamatan Bone Pantai, Kabupaten Bone Bolango yang telah menerima saya dengan baik dalam pelaksanaan KKS UNG 2013 15. Buat Mama Fitri Pomalingo S.Pd, yang tak pernah henti mencurahkan kasih sayang yang begitu besar, yang senantiasa selalu berdoa untuk keberhasilanku serta

meberikan dorongan moral maupun materil. Terima kasih untuk pengorbanan dan kesabaran selama ini telah mendidik dan membesarkan adinda dengan sangat tulus. 16. Adikku Tercinta Moh. Rio yang selama ini telah menjadi saudara dan teman terbaik saya. 17. Kepada Omaku “Neli Z Tulie”, Pamanku “Nelson Pomalingo M.Pd, Tante Tuti, Tante Vesti, Om erik, Om Tito, Dll yang selama ini memberikan perhatian dan membantu memberikan dorongan materil untukku. 18. Sepupu-sepupuku yang selama ini telah menghibur disaat kejenuhanku “Bayu, Imam, Uya, Wahit, Adik Fito, Adik Acha, Adik Aan, Adik fadil, Adik Rahmat, Adik Wahyu, Adik Sania, Adik Acha, Adik Akbar & Adik ayu” 19. Keluarga besarku dari pihak Mama dan Papa yang selalu memberikan kasih sayang dan perhatian lebih selama ini. 20. Kepada “Arya Surya Candra Papeo” terima kasih telah membantuku dalam menyelesaikan skripsi ini, untuk semua kebaikan dan ketulusanmu

menyayangiku,

mengasihiku dengan tulus dan sepenuh hati sampai dengan saat ini. 21. Rekan-rekan Mahasiswa angkatan 2009 jurusan keperawatan Universitas Negeri Gorontalo yang turut bersama-sama dalam menyelesaikan studi pada tingkat perguruan tinggi, yang selalu senantiasa berjuang bersama menapaki kerasnya dunia pendidikan dikampus merah maroon. 22. Teman-teman seperjuanganku mahasiswa keperawatan angakatan 2009 kelas B “Yiyin, Fadli, Ayun, Siti, Fitri, Ama, Ayas, Idhy, Baim, Ferry, Nila, Syahrul, Meis, Naning, Ira, Prilly, Ela, Elan, Vevi, Lina, Uchy, Rahmat, Fadlun, Cindy, Dewi Yulyan, Ien, Mila, Mama Rini, Sakinah, Vivi, Siska, Farliyanti, Atika. Terima kasih karena kalian telah menjadi teman terbaikku selama ini. Semoga kenangan kebersamaan ini akan terus kita kenang selamanya.

23. Sahabat-sahabat LSC di jurusan keperawatan Universitas Negeri Gorontalo yang dengan ikhlas

menerima kekuranganku selama

menempuh study bersama

“Oyiz,Tia,Dewi, Nur & zein” 24. Teman-temanku peserta Kuliah Kerja Sibermas desa Tonggo “Citra, Irlan, Muhlis, Rian, Fardan, Taib dan jufri. 25. Teman-temanku peserta Kuliah Kerja Sibermas “Opin, Uneng, Ias, Kiki, Ulan, Imam, Frans, Wahyu, Ekal dan Hans yang telah memberikan canda dan tawa selama menjalani KKS. 26. Untuk Sahabat terbaikku “Yuyun” yang telah memberikan suportt untukku dalam menyelesaikan skripsi ini. 27. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian studiku. Akhirnya, peneliti berharap semua pihak yang namanya tak sempat disebutkan dan telah membantu peneliti selama penyelesaian studi kiranya beroleh rahmat dan berkah dari Allah SWT. Amien!

Gorontalo,

Juli 2013

Penulis

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL ........................................................................................ i LOGO UNG ......................................................................................................... ii HALAMAN JUDUL............................................................................................ iii HALAMAN PERYATAAN ............................................................................... iv PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................................... v ABSTRAK .......................................................................................................... vi MOTTO DAN PERSEMBAHAN ....................................................................viii KATA PENGANTAR......................................................................................... ix DAFTAR ISI........................................................................................................ x DAFTAR TABEL................................................................................................ xi DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................... xii BAB I PENDAHULUAN ……………..……………………………………...... 1 1.1 Latar Bela……………...…………………………………………...... 1 1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………….... 4 1.3 Tujuan Penelitian ……………………………… ………………....... 4 1.4 Manfaat Penelitian ………………………………………………..... 5 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis …………………………………………………….....7 2.1.1 Konsep Tuberkulosis …………...…………………………....7 2.1.2 Konsep Pengobatan Tuberkulosis Paru..………………......... 14 2.1.3 Konsep Kepatuhan …...…………………………………....... 20 2.1.4 Konsep Dukungan PMO …………………………………...... 24 2.2 Kerangka Konsep ………………………………………………....... 26 2.3 Hipotesis …………………………………………………………..... 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian …………………………………….... 27 3.2 Desain Penelitian ………………………………………………....... 27 3.3 Variabel …………………………………………………………..... 27 3.4 Populasi Dan Sampel …………………………………………….... 28 3.4.1 Populasi .................................................................................. 28 3.4.2 Sampel ................................................................................... 28 3.5 Definsi Operasional ………………………...…………………........ 29 3.6 Tehnik Pengambilan Data ….…………………………………….... 31 3.7 Tehnik Analisis Data …………………….…………………….….... 31 3.8 Etika Penelitian ……………………………….……………….….... 33 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian.................................................. 35 4.2 Hasil Peneltian................................................................................... 36 4.3Pembahasan.......................................................................................... 41 BAB V PENUTUP 5.1Kesimpulan.......................................................................................... 45 5.2Saran.................................................................................................... 45 DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... 47 LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

No Tabel 4.1

Nama Tabel Distribusi

Responden

Halaman

Berdasarkan

Usia,

37

Pendidikan dan Pekerjaan di Puskesmas Global Limboto Kab. Gorontalo Tahun 2013 Tabel 4.2

Distribusi pertayaan responden berdasarkan

38

dukungan PMO di Puskesmas Global Limboto Kab. Gorontalo Tahun 2013 Tabel 4.3

Distribusi PMO

di

Responden Berdasarkan Dukungan Puskesmas

Global

Limboto

38

Kab.

Gorontalo Tahun 2013 Tabel 4.4

Distribusi

Responden Berdasarkan

Kepatuhan

39

Berobat Pasien di Puskesmas Global Limboto Kab. Gorontalo Tahun 2013. Tabel 4.5

Analisa Hubungan dukungan Pengawas Minum Obat (PMO) dengan Kepatuhan berobat pasien tuberkulosis paru di Puskesmas Global Limboto Kab. Gorontalo Tahun 2013

41

DAFTAR LAMPIRAN

No

Nama Lampiran

Lampiran 1

Summary

Lampiran 2

Surat

Meneliti

dari

Dekan

Fakultas

Ilmu-Ilmu

Kesehatan

dan

Keolahragaan Universitas Negeri Gorontalo Lampiran 3

Surat Rekomendasi dari Badan Kesatuan Bangsa Politik dan Limnas Kabupaten Gorontalo

Lampiran 4

Surat Keterangan Selesai Meneliti dari Puskesmas Global Limboto Kabupaten Gorontalo

Lampiran 5

Master Tabel

Lampiran 6

Dokumentasi Penelitian

Lampiran 7

Kuisioner Penelitian

Lampiran 8

Curiculum Vitae

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1

LATAR BELAKANG Tuberkulosis penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman tuberkulosis (mycobacterium tuberculosa) yang ditularkan melalui udara (droplet nuclei) saat seseorang pasien tuberkulosis batuk dan percikan ludah yang mengandung bakteri terhirup oleh orang lain saat bernafas.(Widoyono, 2008). Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mikobakterium Tuberkulosis (Silvia, 2006). Badan kesehatan dunia,World Health Organitation (WHO) tahun 2008 menyatakan bahwa tuberkulosis saat ini menjadi ancaman global. Menurut WHO 1,7 Milyar orang diseluruh dunia telah terinfeksi Mikrobacterium Tuberkulosis ,terdapat 8,8 Juta orang menderita tuberkulosis setiap tahunnya dan sekitar sepertiga populasi duniadiperkirakan telah terinfeksi dengan angka kematian tiga juta orang pertahun ,maka setiap detiknya ada satu orang terinfeksi. Berdasarkan Global Tuberkulosis Control, WHO 2008,tuberkulosis di Indonesia menunjukkan bahwa terdapat 534.439 kasus. Kasus BTA (basiltahanasam) (+) sebesar 240.183 orang. Prevalensi semua kasus 578.410 orang (DepkesRI,2009). Dimana resiko penularan setiap tahunnya ditunjukkan dengan Annual Risk Of Tuberkulosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang beresiko terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1% berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahunnya (DepkesRI,2008). Tuberkulosis adalah

penyakit menular yang disebabkan oleh kuman

tuberkulosis Myobacteriumtuberkulosis).Kebanyakan tuberkulosis menyerang paru,

namun juga bagian lainnya.Sumber penularan adalah pasien Tuberkulosis BTA (basil tahan asam) positif, pada waktu batuk dan bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (dropletnuclei).Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama.Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikkan,sementara sinar matahari langsung dapat membunuh

kuman. Percikan

dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab (Dep Kes RI,2008). Sesuai data pada Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo kasus tuberkulosis paru pada tahun 2010 berjumlah 366 penduduk, tahun 2011 berjumlah 424 penduduk, dan tahun 2012 berjumlah 437 penduduk. Berdasarkan pencatatan yang tersedia di Puskesmas Global Kecamatan Limboto penderita tuberkulosis dari tahun 2009-2011 secara berturut-turut adalah sebagai berikut : tahun 2010 terdapat 70 penderita, 2011 74 penderita dan tahun 2012 70 penderita tuberkulosis. Pengawas minum obat (PMO) adalah Dukungan dari petugas kesehatan yang berada di rumah sakit yang memiliki wewenang merawat pasien dan keluarga ataupun kerabat dekat pasien yang memotivasi, mengingatkan, dan mengawasi pasien untuk mengkonsumsi OAT yang diberikan dokter. Penanggulangan penyakit TB Paru perlu ditangani dengan cara yang lebih baik agar tidak lagi menjadi masalah di Indonesia, terutama dari segi manajemen pengobatan seperti pengawasan keteraturan berobat, (Departemen Kesehatan RI, 2002). Salah satu dari komponen DOTS adalah panduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang pengawas minum obat (PMO). Kesembuhan yang ingin dicapai diperlukan keteraturan berobat bagi setiap penderita. Panduan OAT

jangka pendek dan peran Pengawas Minum Obat (PMO) merupakan strategi untuk menjamin kesembuhan penderita. Walaupun panduan obat yang digunakan baik tetapi apabila penderita tidak berobat dengan teratur maka umumnya hasil pengobatan akan mengecewakan. Kepatuhan atau ketaatan (compliance/adherence) adalah tingkat pasien melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokternya atau orang lain (Smet, 1994). Penderita yang patuh berobat adalah yang menyelesaikan pengobatan secara teratur dan lengkap tanpa terputus selama minimal 6 bulan sampai dengan 9 bulan (Depkes RI, 2002). Dari data di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Hubungan Dukungan Pengawas Minum Obat (PMO) Dengan Kepatuhan Berobat Pasien tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas limboto Kabupaten Gorontalo. 1.2

RUMUSAN MASALAH Berdasarkan dari latar belakang masalah tersebut, maka dapat dirumuskan masalah penelitian “Apakah ada Hubungan Dukungan Pengawas Minum Obat (PMO) Dengan Kepatuhan Berobat Pasien tuberkulosis Paru ?”

1.3

TUJUAN PENELITIAN 1.3.1. Tujuan Umum Mengetahui hubungan dukungan Pengawas Minum Obat dengan kepatuhan Berobat pasien tuberkulosis Paru di Puskesmas Limboto Kabupaten Gorontalo. 1.3.2 Tujuan Khusus 1.

Untuk mengetahui dukungan pengawas minum obat pada pasien tuberkulosis paru di Puskesmas Limboto Kabupaten Gorontalo.

2.

Untuk mengetahui kepatuhan berobat

pada penderita TB paru di

Puskesmas Limboto Kabupaten Gorontalo. 3.

Untuk mengetahui hubungan dukungan pengawas minum obat (PMO) dengan kepatuhan berobat obat pasien tuberkulosis paru di Puskesmas Limboto Kabupaten Gorontalo.

1.4

MANFAAT PENELITIAN 1.

Bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan dan perbandingan,dapat dgunakan dimasa yang akan datang,dan dokumentasi bagi pihak Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Dan Keolahragaan Universitas Negeri Gorontalo.

2.

Bagi Peneliti Sebagai pengembangan kemampuan peneliti dapat mengaplikasikan ilmu yang telah didapat dibangku kuliah dan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan bagi peneliti dalam hal peneliti ilmiah.

3.

Bagi Lahan atau Tempat Penelitian -

Sebagai bahan dan data tentang hubungan dukungan pengawas minum obat (PMO) dengan kepatuhan berobat pasien tuberkulosis di Puskesmas Limboto Kabupaten Gorontalo.

-

Meningkatkan

pelayanan

terhadap

masyarakat

khususnya

penderita

tuberkulosis, sehingga akan meningkatkan kualitas asuhan keperawatan dan kualitas hidup penderita serta memberi masukan kepada petugas kesehatan tentang pentingnya penyuluhan penyakit tuberkulosis kepada masyarakat khususnya penderita tuberkolosis.

4.

Bagi Ilmu Keperawatan Sebagai sumbangan ilmu pengetahuan tentang asuhan keperawatan Tuberkulosis paru.

5.

Bagi Pasien Memberikan

pengetahuan

tentang

penyakit

tuberkulosis

paru

dalam

meningkatkan kepatuhan berobat pasien Tuberkulosis Paru di Puskesmas Limboto Kab. Gorontalo 6.

Bagi Peneliti Selanjutnya

-

Sebagai masukan data dan sumbangan pemikiran perkembangan pengetahuan untuk peneliti selanjutnya.

-

Bagi orang lain yang membaca semoga menjadi tambahan pengetahuan tentang hubungan antara dukungan keluarga pada pasien tuberkulosis paru dan dengan informasi ini diharapkan penderita lebih termotivasi untuk sembuh

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1. KAJIAN TEORITIS 2.1.1 Konsep Tuberkulosis Paru 2.1.1.1 Definisi Tuberkulosis Paru Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikrobakterium tuberkulosa. Penyebab penyakit ini adalah bakteri kompleks Mikrobakterium tuberkulosis. Mycobacteria termasuk dalam famili Mycobacteriaceae dan termasuk dalam ordo Actinomycetales. Kompleks Mikrobakterium tuberkulosis meliputi M. tuberkulosis, M. bovis, M. africanum, M. microti, dan M. canettii. Dari beberapa kompleks tersebut, M. tuberculosis merupakan jenis yang terpenting dan paling sering dijumpai. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru (90%) dibandingkan bagian lain tubuh manusia (Masrin, 2008). Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang dapat mengenai paru-paru manusia. Tuberkulosis disebabkan oleh kuman dan karena itu tuberkulosis bukanlah penyakit keturunan. Selain terdapat pada paru-paru, tuberkulosis juga dapat mengenai organ tubuh lainnya, seperti tulang, otak, otot dan lain-lain (Aditama, 1994).

Tuberkulosis disebabkan oleh basil atau kuman yang diberi nama dalam bahasa latin Mikrobakterium tuberkulosis. Basil penyebab tuberkulosis ini ditemukan oleh seorang ilmuwan Jerman yang bernama Robert Koch pada tahun 1882. Basil tuberkulosis akan

tumbuh secara optimal pada suhu sekitar 37˚C, yang memang kebetulan sesuai dengan tubuh manusia (Aditama, 1994). Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh mikroobacterium tuberkulosis (MTB) sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid), yang membuat kuman lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. Kuman ini tahan hidup pda udara kering maupun dalam keadaan dingin (sifat dormant). Sifat lain kuman ini adalah aerob, artinya bahwa kuman ini lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya, dalam hal bagian apical paru-paru sehingga apical ini merupakan tempat prediksi penyakit Tuberkulosis paru (stark dkk, 2002).

2.1.1.2 Gejala Penyakit Tuberkulosis Gejala penyakit Tuberkulosis dapat di bagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas, terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosis secara klinik. 1. Gejala umum a. Demam, tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya di rasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang, serangan demam seperti serangan influenza dan bersifat hilang timbul.

b. Penurunan nafsu makan dan berat badan. c. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai darah) d. Perasaan tidak enak (malaise) dan lemah 2. Gejala khusus a. Tergantung dari organ tubuh yang terkena, apabila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah

bening yang membesar, akan menimbulkan suara “mengi” dan suara nafas melemah yang disertai sesak. b. Apabila ada cairan di rongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada. c. Apabila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya. Pada muara ini akan keluar cairan nanah. d. Pada anak-anak, dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai meningitis (radang delaput otak). Gejalanya adalah kejang-kejang, demam tinggi, penurunan kesadaran, dan kejang-kejang.

2.1.1.3 Pengobatan Penyakit tuberkulosis paru dapat disembuhkan jika minum obat secara teratur dan konsultasi ke petugas kesehatan dengan teratur dalam jarak waktu minimal 6 bulan. Tahap pengobatan terdiri dari tahap intensif dan tahap lanjutan. Tahap intensif atau awal pasien mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencengah terjadinya kekebalan terhadap semua obat anti tuberkulosis (OAT), bila pengobatan tahap intensif terseb/ut diberikan secara tepat biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurung waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien tuberkulosis paru BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) pada akhir pengobatan intensif. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dengan jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister atau dormant sehingga mencegah terjadinya kekambuhan. Hal – hal lain yang menunjang proses penyembuhan yaitu : 1. Minum obat secara teratur 2. Kontrol secara teratur untuk mengetahui perkembangan penyakit

3. Mengkonsumsi makanan dengan menu gizi seimbang 4. Istirahat yang cukup 5. Menjaga kebersihan lingkungan 6. Pencahayaan dan ventilasi rumah cukup untuk mencegah penularan Tujuan pengobatan tuberkulosis paru menurut DepKes RI tahun 2002, yaitu : 1. Menyembuhkan pasien 2. Mencegah kematian 3. Mencegah kekambuhan Prinsip pengobatan Obat tuberkulosis diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6-8 bulan. Supaya semua kuman (termasuk kuman persiter) dapat dibunuh. Dosis tahap intensif dan dosis tahap lanjutan ditelan sebagai dosis tunggal, sebaiknya pada saat perut kosong. Apabila paduan obat yang digunakan tidak adekuat, (jenis, obat dan jangka waktu pengobatan), kuman tuberkulosis akan berkembang menjadi kuman kebal obat (resisten). Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, pengobatan perlu dilakukan dengan pengawasan langsung DOT (diretly observed treatman) oleh seorang PMO (pengawas menelan obat) seperti di kutip dari DepKes RI 2002.

2.1.1.4 Cara Penularan Penyakit Tuberkulosis 1. Percikan ludah (droplet infection) Pada saat penderita tuberkulosis batuk akan mengeluarkan droplet dengan ukuran mikroskopis yang bervariatif. Ketika pertikel tersebut berada di udara, air akan menguap dari permukaannya sehingga menurunkan volume dan menaikan konsetrasi kumannya. Partikel inilah yang disebut dengan droplet (Crofton, 2002) 2. Inhalasi debu yang mengandung basil tubercolusa (air bone infection)

Seseorang yang melakukan kontak erat dalam waktu yang lama dengan penderita tuberkulosis paru akan mudah tertular karena menginhalasi udara yang telah terkontaminasi kuman tuberkulosis Sumber penularan adalah penderita TB Paru BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Seseorang dapat terinfeksi kuman tuberkulosis paru bila droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan. Setelah kuman tuberkulosis masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman tuberkulosis tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya (Depkes RI, 2002). Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular.

2.1.1.5 Diagnosa 1. Anamnesis dan pemeriksaan fisik 2. Laboratorium darah rutin (LED normal atau meningkat, limfositos) 3. Foto toraks PA dan lateral. Gambaran foto thoraks yang mennjang diagnosis TB yaitu : Bayangan lesi terletak di lapangan atas paru atau segmen apical lobus bawah. a. Bayangan berawan (patchy) atau berbecak (nodular). b. Adanya kavitas tunggal atau ganda c. Kelaian bilateral, terutama di lapangan atas paru

d. Adanya klasifikasi e. Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian f. Bayangan milier 4. Pemeriksaan sputum BTA Pemeriksaan sputum BTA memastikan bahwa diagnosis Tuberkulosis paru, namun pemeriksaan ini tidak sensitif karena hanya 30-70% penderita Tuberkulosis yang dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan ini. 5. Tes mantoux/tuberkulin Merupakan uji serologi immunoperosidase memakai alat histogen mmunoperosidase staining untuk menentukan adanya igG spesifik terhadap basil Tuberkulosis paru. 6. Tes mantoux / tuberculin

Klasifikasi diagnostik Tuberkulosis adalah : 1. TB paru a. BTA mikroskopis langsung (+) atau biakan (+), kelaianan foto thoraks menyokong TB dan gejala klinis sesuai TB b. BTA mikroskopis langsung atau biakan (-) , tetapi kelaianan rontgen dan klnis sesuai pasien golongan ini memerlukan pengobatan yang adekuat. 2. TB paru tersangka Diagnosa pada tahap ini besifat sementara sampai hasil pemeriksaan BTA didapat (paling lambat bulan). Pasien dengan BTA mikroskopis langsung (-) atau belum ada hasil pemeriksaan atau pemeriksaan belum lengkap, tetapi kelaianan rontgen dan klinis sesuai TB paru. Pengobatan dengan anti TB sudah dapat dimulai.

3. Bekas TB (tidak sakit) Ada riwayat Tuberkulosis pada pasien masa lalu dengan atau tanpa pengobatan atau gambaran rontgen normal atau abnormal tetapi stabil pada serial sputum BTA (-). Kelompok ini tidak perlu di obati.

2.1.2 konsep pengobatan tubercolosis paru 2.1.2.1 Tahap Pengobatan Tujuan pengobatan Tuberkulosis paru adalah untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan mata rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.

1. Tahap intensif (Initial phase), selama 1-3 bulan dengan memberikan 4-5 macam obat anti tuberkulosis per hari dengan tujuan : 1). Mencegah keluhan dan mencegah efek samping lebih lanjut. 2). Mencegah timbulnya resistensi obat. 2. Tahap lanjutan (Continuation phase), selama 4-6 bulan dengan hanya memberikan 2 macam obat, 3 kali seminggu dengan tujuan : 1). Menghilangkan bakteri yang tersisa (efek sterilisasi) 2). Mencegah kekambuhan (relaps) Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama yaitu selama 4-6 bulan. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten untuk mencegah terjadinya kekambuhan. Pengobatan tuberkulosis paru mengunakan obat anti tuberkulosis (OAT) dengan metode directly observed treatment shortcourse (DOTS).

1. Kategori I (2 HRZE/4 H3R3E3 ) untuk pasien TBC baru. 2. Kategori II (2 HRZES/HRZE/5 H3R3E3) untuk paien

ulangan (pasien yang

pengobatan kategori I-nya gagal atau pasien yang kambuh). 3. Kategori III (2 HRZ/4 H3R3) untuk pasien baru dengan BTA (-), Ro (+). 4. Sisipan (HRZE) digunakan sebagai tambahan bila pada pemeriksaan akhir tahap intensif dari pengobatan dengan kategori I atau kategori II ditemukan BTA (+). Obat di minum sekaligus 1 (satu) jam sebelum makan pagi.

KATEGORI I a. Tahap pemulaan diberikan setiap hari selama 2 (dua) bulan (2 HRZE): 

INH (H)

: 300 mg – 1 tablet



Rifampisin (R)

: 450 mg – 1 kaplet



Pirazinamid (Z)

: 1500 mg – 3 kaplet @500 mg



Etambutol (E)

: 750 mg – 3 kaplet @ 250 mg

Obat tersebut di minum setiap hari secara intensif sebanyak 60 kali. Regimen ini disebut KOMBIPAK II b. Tahap lanjutan diberikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan (4H3R3): 

INH (H)

: 600 mg – 2 tablet @ 300 mg



Rifampisin (R)

:

450

mg



1

kaplet

obat tersebut diminum 3(tiga) kali dalam seminggu (intermiten) sebanyak 54 kali. Regitmen ini disebut KOMBIPAK II

2.1.2.2 Aktivitas obat 1. Aktivitas bakteresid Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang sedang tumbuh (metabolismenya masih aktif). Aktivitas bakteresid biasanya diukur dari kecepatan membunuh atau melenyapkan kuman sehingga pada pembiakan akan didapatkan hasil yang negatif (2 bulan permulaan pengobatan). 2. Aktivitas sterilisasi Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang pertumbuhannya lambat (metabolismenya kurang aktif). Aktivitas sterilisasi di undur dari angka kekambuhan setelah pengobatan dihentikan (Soeparman dan Sarwono, 1999).

2.1.2.3 Jenis Obat Pengobatan dengan strategi DOTS (Direct Obseved Treadment Short Course) dipermudah dengan pengadaan obat yang telah dipadukan sesuai dengan kategori tersendiri : 1. Obat primer (obat anti tuberkulosis tingkat satu) 1). Isoniasid (H) Dikenal dengan INH, bersifat bakteresid, dapat membunuh 90% populasi dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolisme aktif, yaitu pada saat kuman sedang berkembang. Dosis harian yang dianjurkan adalah 5 mg\kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3kali seminggu dengan dosis 10 mg\kg BB. 2). Rifampisin (R) Bersifat bakteresid, dapat membubuh kuman yang persisten (dortmant) yang tidak dapat dibunuh oleh Isonasid. Dosis 10 mg\kg BB diberikan sama untuk pengobatan harian maupun intermiten 3 kali seminggu.

3). Pirazinamid (Z) Bersifat bakteresid, dapat membunuh kuman yang berada didalam sel dengan suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg\kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan dosis 35 mg\kg BB. 4). Streptomisin (S) Bersifat bakteresid, dengan dosis harian yang dianjurkan 15 mg\kg BB, sedangkan pengobatan untuk intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama. Penderita berumur sampai 60 tahun dosisnya 0,75 gr\hari, sedangkan untuk umur sampai 60 tahun lebih dosisnya 0,50 gr\hari. 5).Ethambutol (E) Bersifat sebagai bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg\kg Bbsedangkan untuk pengobatan untuk intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis 30 mg\kg BB.

2. Obat sekunder ( Anti tubercolusis acid) 1). Kanamisin 2). PAS (Para Amina Salictylic Acid) 3). Tiasetason 4). Etionamid 5). Protionamid 6). Sikloserin 7). Viomisin 8). Kapreomisin 9). Amikosin 10).Oflokasin. (Soeparman dan Sarwono W, 1990).

2.1.2.4 Efek Samping Obat 1. Efek Samping Berat Yaitu efek samping yang dapat menyebabkan sakir perut serius. Dalam kasus ini maka

pemberian OAT harus dihentikan dan penderita harus dirujuk ke unit

pelayananan

kesehatan (UPK) spesialistik (hadju dkk, 2003; Depkes RI, 2001,

2007) 2. Efek samping ringan Yaitu hanya menyebabkan sedikit perasaan yang tidak enak. Gejala-gejala ini seiring dapat ditanggulangi dengan obat-obat simtomatik atau obat sederhana, tetapi kadangkadang menetap untuk beberapa waktu selama pengobatan. Dalam hal ini pemberian OAT dapat diteruskan (hadju dkk, 2003; Depkes RI, 2002, 2007).

2.1.2.5 Hasil pengobatan 1. Sembuh Penderita dikatakan sembuh bila telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap dan pemeriksaan dahak 2 kali selama pengobatan negative. 2. Pengobatn lengkap Adalah penderita yang dalam masa pengobatan diketahui meninggal karena sebab apapun. 3. Meninggal Adanya penderita yang dalam masa pengobatan diketahui meninggal karena sebab apapun 4. Pindah Adanya penderita yang pindah berobat ke daerah atau kabupaten/kota lain

5. Default Penderita yang tidak control atau terlambat mengambil obat 2 minggu berturutturut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai. 6. Gagal Penderita BTA posotif yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif ataukembali menjadi positif pada satu bulan sebelum akhir pengobatan.

2.1.3 Konsep Kepatuhan 2.1.3.1 Definisi Kepatuhan kepatuhan atau ketaatan (compliance/adherence) adalah tingkat melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokternya atau oleh orang lain (smet, 1994). Kepatuhan pasien sebagai sejauh mana perilaku pasien dengan ketentuan yang diberikan oleh professional kesehatan (niven, 2002). Atau juga kepatuhan didefinisikan kepatuhan atau ketaatan terhadap pengobatan medis adalah suatu kepatuhan pasien terhadap pengobatan yang telah ditentukan (gabit, 1999, improving complient by gadit ismailov dunst,TB diperoleh tanggal 8 februari 2007). Kepatuhan terhadap pengobatan membutuhkan partisipasi aktif pasien dalam manajemen perawatan diri dan kerja sama antara pasien dan petugas kesehatan (Robert, 1999, enhancing medication compliance for people, diperoleh tanggal 5 februari 2007). Kepatuhan dalam pengobatan penderita tubercolosis paru merupakan perilaku peran sakit, yaitu tindakan/kegiatan yang dilakukan penderita agar dapat sembuh dari penyakit. Kepatuhan dalam menjalankan aturan pengobatan bagi penderita Tuberkulosis paru sangat penting untuk dapat mencapai kesembuhan yang optimal sehingga penularan kemasyarakat dapat dihindari. (dikutip dari Kyngas H,2002) dalam Widagdo 2002.

Dikatakan

patuh

jika beroabat secara teratur sewaktu 6 bulan dalam 2 fase

pengobatan dan paduan obat isoniazid, rifampsin, pirazinamid, streptomisin dan etambutol baik kategori I,,II dan sisipan . dikatakan tidak patuh jika penderita berobat secara tidak teratur selama waktu 6 bulan dalam 2 fase pengobatan dan paduan obat isoniazid, rifampisin, pirazinamid, streptomisin dan etambutol baik kategori I,,II dan sisipan.

2.1.3.2 Faktor-Faktor Yang Berhubungan Kepatuhan 1. Umur Penyakit TB paru paling sering ditemukan pada usia muda atau produktif (15-50 tahun). Dewasa ini dengan terjadinya transisi demografi menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada usia lanjut lebih dari 55 tahun system imunologis seorang menurun, sehingga sangat rentan terhadap berbagai penyakit, termasuk penyakit Tuberkulosis paru. 2. Jenis Kelamin Penyakit Tuberkulosis paru cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki dibandingkan perempuan. Menurut WHO sedikitnya dalam periode setahun ada sekitar 1 juta perempuan yang meninggal akibat Tubercolosis paru dapat disimpulkan bahwa kaum

perempuan lebih banyak terjadi kematian yang disebabkan oleh

Tuberkulosis paru dibandingkan dengan akibat proses kehamilan dan persalinan. Pada jenis kelamin laki-laki penyakit ini lebih tinggi karena merokok tembakau dan minum alcohol sehingga dapat menurunkan system pertahanan tubuh, sehingga lebih mudah terpapar dengan agent penyebab Tuberkulosis paru. Kepekaan untuk terinfeksi penyakit ini adalah semua penduduk, tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, tua muda, bayi dan balita.

3. Sosial Ekonomi Salah satu model pendekatan yang memepengaruhi tindakan berobat adalah status social. Disini sangat erat dengan keadaan rumah, kepadaan huniaan, lingkungan perumahan, lingkungan dan sanitasi temapt bekerja yang buruk dapat memudahkan penularan Tuberkulosis paru. Pendekatan ini bertumpu pada asumsi bahwa latar belakang tertentu misalnya bekerja atau tidak bekerja akan memiliki pandangan tersendiri terhadap pengobatan. 4. Pendidikan Pendidkan berkaitan dengan pengetahuan penderita, hal ini menunjukkan bahwa pendidikan mempengaruhi keuntasan atau kesuksesan pengobatan penderita. Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka semakin baik penerimaan informasi tentang pengobatan dan penyakitnya sehinggga akan semakin tuntas peoses pengobatan dan penyembuhannya. 5. Pengetahuan Pengetahun adalah pemikiran, gagasan, ide, konsep dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya termasuk manusia dan kehidupan. Pengetahuan mencakup penularan, penjelasan dan pemahaman manusia tentang segala sesuatu, termasuk praktek atau kemauan teknis dalam memecahkan berbagai persoalan hidup yang belum dibuktikan secara sistimatis. 6. Domisili Domisi berdasarkan temapt tinggal kepelayanan kesehatan akan mempengaruhi pasien dalam menyelesaikan pengobatan apalagi domisili tidak berada dalam wilayah pelayanan kesehatan akan memperbesarkan resiko utnuk tidak menyelesaikan pengobatan.

Menurut Green (1980), bahwa domisili pasien dapat mempengaruhi ketidakselesaian penderita dalam berobat, untuk itu diperlukan suatu upaya bagaimana domisili tidak mengahalangi pasien untuk mengambil obat karena dapat mempengaruhi terhadap upaya penyembuhan penderita selanjutnya. 7. PMO Menurut Aditama (2000), salah satu yang menyebabkan sulitnya TB paru dibasmi adalah kenyataan bahwa obat yang diberikan harus beberapa macam sekaligus serta pengobatannya memakan waktu yang lama, setidaknya 6 bulan. Hal ini menyebabkan penderita tidak menuntaskan pengobatannya dan bahkan putus obat. Untuk itu diperlukan Pengawas minum obat (PMO) untuk menjaga agar penderita tidak putus berobat atau teratur berobat, WHO tahun 1995 telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai pendekatan terbaik penanggulangan Tuberkulosis paru. Salah satu komponen seseorang menyelesaikan pengobatannya.

2.1.4 Konsep Dukungan PMO Salah satu komponen DOTS adalah panduan OAT jangka pedek dengan pengawasan secara langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO. a. Persyaratan PMO -

Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien.

-

Seseorang yang dekat dengan pasien

-

Bersedia membantu pasien dengan sukarela

-

Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien.

b. Siapa Yang Bisa Menjadi PMO Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan. Misalnya, bidan di desa, perawat, pekarya, sanitarian, juru imunisasi dan lain-lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan , PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK, atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga. c. Tugas Seorang PMO -

Mengawasi pasien tuberkulosis paru agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan.

-

Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.

-

Mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan.

-

Member penyuluhan pada anggota keluarga pasien tuberkulosis paru yang mempunyai gejala-gejala mencurigakan tuberkulosis paru untuk segera memeriksakan diri ke Unit Pelayanan Kesehatan.

Tugas PMO bukanlah utnuk menganti kewajiban pasien mengambil obat dari Unit Pelayanan Kesehatan. d. Informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada pasien dan keluarganya : -

Tuberkulosis paru dapat disembuhkan dengan beroabat secara teratur.

-

Tubercolosis paru bukan pennyakit keturunan atau kutukan.

-

Cara penularan Tuberkulosis paru, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara pencegahannnya

-

Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan).

-

Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur.

-

Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta pertolongan ke UPK.

2.2

KERANGKA KONSEP Variabel Independen Dukungan PMO

2.3

Variabel Dependen Kepatuhan berobat pasien tubercolosis paru

HIPOTESIS Terdapat Hubungan Dukungan Pengawas Minum Obat (PMO) dengan Kepatuhan Berobat pasien tuberkulosis paru di Puskesmas Limboto.

BAB III METODE PENELITIAN

3.1

Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Limboto Kabupaten Gorontalo. waktu penelitian dilaksanakan kurang lebih 15 hari mulai tanggal 20 mei sampai dengan 3 juni 2013. Penelitian dilakukan setiap hari kerja pada hari senin sampai dengan hari sabtu.

3.2

Desain Penelitian Desain penelitian atau disebut juga rancangan penelitian ditetapkan dengan tujuan agar penelitian dapat dilakukan dengan efektif dan efisien (Suyanto, 2011). Penelitian ini menggunakan metode cross ectional, yaitu bertujuan untuk mengetahui hubungan antar variabel dimana variabel independen dan variabel dependen diidentifikasikan pada satu satuan waktu (kelana kusuma darma, 2011). Jenis penelitian di gunakan rancangan cross sectional yang ditujukan untuk mengetahui hubungan dukungan PMO dengan kepatuhan berobat pesien dalam tuberkulosis paru.

3.3

Variabel Identifikasi Variabel 1. Variabel Independen Variabel ini dalam bahasa indonesia sering disebut sebagai variabel bebas. Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahananya atau timbulnya variabel dependen (Sugiyono 2007 :4) Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu dukungan PMO

2. Variabel Dependen Variabel ini dalam bahasa indonesia sering disebut sebagai variabel terikat. Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel dependen (Sugiyono, 2007 : 4). Dalam penelitian ini variabel terikat yaitu : kepatuhan datang berobat pasien TB.

3.4

Populasi dan Sampel

3.4.1 Populasi Populasi adalah setiap subjek (misalnya manusia,pasien) yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2003). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga pasien yang menjadi PMO di Puskesmas Global Limboto yang berjumlah 50 orang. Waktu penelitian dilaksanakan kurang lebih 15 hari mulai tanggal 20 mei sampai dengan 3 juni 2013. 3.4.2 Sampel Sampel adalah bagian dari populasi yang mewakili populasi yang akan diambil (Notoatmojo, 2005). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total sampling. Sampel yaitu keluarga pasien yang menjadi PMO di Puskesmas Global Limboto yang berjumlah 50 orang. dilaksanakan kurang lebih 15 hari mulai tanggal 20 mei sampai dengan 3 juni 2013. Sampel dengan menggunakan kriteria inklusi sebagai berikut : a. Keluarga pasien yang mendampingi pasien b. Mampu berkomunikasi dengan baik c. Bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

3.5 Definisi Operasional Definisi operasional pada penelitian ini adalah : Cara Ukur Alat Ukur No

Variabel

Hasil Ukur

Skala

Definisi Operasional Ukur

1

Independen: Untuk

mengetahui Wawanca

Dukungan

dukungan

PMO

minum

pengawas ra

obat

Lembar

1.Baik

jika ordinal

kuisioner

dukungan PMO

dalam

mencapai 100 %

memotivasi,mengingat

dengan skor (60-

kan,dan

100%)

mengawasi

pasien

untuk

2.kurang

mengkonsumsi OAT.

jika

baik

dukungan

PMO mencapai 50%

dengan

skor (0-59%) 2

Dependen:

Kepatuhan

Observasi

1.

Kepatuhan

dalam mengkonsumsi pengamat

Kartu

psien

datang l

pada control

berobat

sesuai Jika

diberikan oleh petugas kartu

berobat

dengan

jadwal pasien

minum obat.

control

dan

yang ditentukan.

berobat

jumlah

2. Tidak patuh diberi

pasien

obat.

jika pasien tidak kode 1

obat

yang

pasien Hasill

telah an

Patuh,

jika Nomina

patuh

dan

datang berobat dan jika

jumlah

sesuai

dengan pasien

obat.

jadwal

yang tidak

ditentukan

patuh diberi kode 0

3.6 TEKNIK PENGUMPULAN DATA Teknik atau metode pengumpulan data merupakan cara yang dilakukan dalam pengumpulan data dalam penelitian. Cara pengumpulan data tersebut meliputi wawancara, observasi, angket, pengukuran, atau melihat data statistik, seperti dokumentasi (Hidayat, 2010). Dalam penelitian ini data dikumpulkan oleh peneliti dengan cara wawancara apakah PMO mengawasi pasien Tuberkulosis minum obat secara teratur dan apakah pasien berobat secara teratur dimasukkan dalam lembar kuisioner. Di dalam kuisioner berisi pertanyaan-pertanyaan yang dibuat dan dirumuskan untuk menggali data tentang dukungan PMO dengan kepatuhan berobat pasien tuberkulosis paru.

3.7 TEKNIK ANALISIS DATA Pengolahan data dan analisis data dilakukan dengan sistem komputer menggunakan SPSS Versi window 18.0 1. Analisis Univariat

Setiap variabel idenpenden (dukungan PMO) dan variabel dependen kepatuhan berobat pasien dianalisis dengan statistik deskripsi untuk mendapatkan gambaran mengenai proporsi data dari masing-asing variabel. 2. Analisis Bivariat Untuk melihat hubungan antara variabel independent dengan variabel dependent dengan menggunakan analisis statistik chi square. 2

X =Σ (0 – E)

2

E Keterangan : 2

X = Chi kuadrat 0 = frekuensi observasi E = frekuensi harapan Dengan tekhnik pengolahan data sebagai berikut : 1. Editing data, yaitu mencakup tentang kualitas isian dalam alat pengumpulan data dan memeriksa kelengkapan isisan dari lembar observasi, apabila tidak lengkap dapat diperbaiki dan mengulang pengumpulan data terhadap respon tersebut. 2. Coding, kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka atau bilangan. 3. Entry data, yaitu jawaban yang dusah diberi kategori kemudian dimasukkan ke dalam tabel dengan menghitung frekuensi data.memasukkan data boleh dengan proses manual atau melalui pengolahan komputer. pada penelitian ini peneliti menggunakan sistem komputerisasi SPSS (Statistical Package for the Social Sciences).

4. Cleaning data, adalah proses yang dilakukan ketika data masuk ke komputer, data diperiksa apakah terjadi kesalahan atau tidak. Jika terdapat yang salah diperiksa oleh proses cleanng ini (setiadi, 2007).

3.8 ETIKA PENELITIAN 1. Informed Consent Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan menjadi responden. Beberapa informasi yang terdapat dalam informed consent antara lain partisipasi pasien, tujuan dilakukannya tindakan, jenis data yang dibutuhkan, komitmen, prosedur pelaksanaan, potensial masalah yang akan terjadi, manfaat dan kerahasiaan. Dalam penelitian ini, peneliti meminta persetujuan responden untuk dijadikan subjek penelitian, dan responden menandatangani lembar informed consent yang telah disediakan. 2. Tanpa nama (anonimity) Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data yang akan disajikan. Dalam penelitian ini hanya menggunakan inisial nama responden untuk mempermudah pengecekan ulang hasil penelitian jika diperlukan. 3. Kerahasiaan (confidentiality) Semua informasi yang diperoleh dijamin kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang dilaporkan pada hasil penelitian.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Puskesmas sebagai unit pelaksana kesehatan terdepan (pelayanan kesehatan primer di indonesia) mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya optimalisasi derajat kesehatan masyarakat, khususnya masyarakat ekonomi menengah ke bawah yang merupakan jumlah masyarakat yang paling banyak di indonesia. Puskesmas Global Limboto adalah salah satu dari puskesmas yang terletak di Kecamatan Limboto Kabupaten Gorontalo Provinsi Gorontalo. Batas-batas wilayah kerja sebagai berikut: Batas Wilayah : Sebelah Timur

: Kec. Telaga Biru

Sebelah Barat

: Kec. Limboto Barat

Sebelah Utara

: Kec. Kwandang

Sebelah Selatan

: Kec. Batudaa

Luas Wilayah

: 127,92 km2

Wilayah Kerja

: 14 Kelurahan

Karakteristik Wilayah : 1. Pesisir Danau 2. Pegunungan 3. Dataran

Jumlah Penduduk

: 47456 Jiwa

a. Laki-laki

: 23328 Jiwa

b. Perempuan

: 24128 Jiwa

Kepala Keluarga

: 12488 KK

Penduduk Miskin : a. Jamkesmas

: 14334

Berdasarkan hasil wawancara dengan Pengawas minum obat (PMO) yang berada di Puskesmas Global Limboto mengatakan bahwa ada 50 pasien yang datang berobat di Puskesmas Global Limboto dengan rentang waktu pengobatan selama 6 bulan.

4.2 Hasil Penelitian Penelitian dilakukan kurang lebih 15 hari mulai tanggal 20 mei sampai dengan 3 juni 2013. Penelitian dilakukan setiap hari kerja pada hari senin sampai dengan hari sabtu. Karakteristik subjek dalam penelitian ini adalah pengawas minum obat (PMO) yang datang di Puskesmas Global Limboto sebanyak 50 orang.

Pada bab ini disajikan berturut – turut mengenai laporan hasil dan pembahasan dan telah dilakukan meliputi : 1. Analisis Univariat Tabel 4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia, Pendidikan, Perguruan tinggi dan Pekerjaan Kategori Umur 16-20 Tahun 21-25 Tahun 26-30 Tahun 31-35 Tahun 36-40 Tahun 41-45 Tahun 46-50 Tahun Total Pendidikan Perguruan Tinggi SD SMP SMA Tidak sekolah Total Pekerjaan Buruh IRT Mahasiswa Pedagang Sopir Swasta Tani Tidak bekerja Tukang bentor Total Data primer

n

%

3 8 11 12 11 4 1 50

6 16 22 24 22 8 2 100

1 11 20 16 2 50

2 22 40 32 4 100

6 12 1 3 1 8 1 15 3 50

12 24 2 6 2 16 2 30 6 100

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa usia sampel terbanyak berada direntang umur 31-35 tahun sebanyak 12 responden (24%) dan sampel terkecil rentang umur 46-50 tahun sebanyak 1 responden (2%). Jumlah sampel sebagian besar berpendidikan SMA yaitu sebanyak 20 responden (40%) dan jumlah sampel terkecil sebanyak 1 responden (2%). Dari tabel 4.1 juga

dapat dilihat bahwa kebanyakan responden yang tidak memiliki pekerjaan juga sangat tinggi yaitu sebanyak 15 responden (30%).

Tabel 4.2 Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan PMO Kategori Dukungan PMO Baik Kurang Total

n 26 24 50

% 52 48 100

Data primer Dari tabel 4.2 di atas di ketahui bahwa jumlah dukungan PMO yang baik sebanyak 26 dari 50 orang, sedangkan dukungan PMO yang kurang sebanyak 24 dari 50 orang.

Tabel 4.3 Distribusi Jawaban Responden Berdasarkan Dukungan PMO No 1.

Item Pertanyaan Apakah anda mengawasi pasien untuk berobat ?

Kurang 15

2.

Apakah anda selalu mengawasi pasien untuk menelan obat ?

25

3.

Apakah anda selalu memberikan dorongan pada pasien untuk berobat ?

21

Apakah anda selalu mengingatkan pasien untuk mengambil obat dan memeriksakan 4.

dahak sesuai dengan jadwal yang ditentukan ?

12

5.

Apakah anda selalu menegur pasien jika pasien tidak mau/lalai dalam minum obat ?

23

6.

Apakah anda mengetahui tentang perkembangan kondisi kesehatan pasien saat ini ?

23

7.

Apakah anda mengetahui alasan pasien tidak berobat atau lalai minum obat ?

32

8.

Apakah anda selalu memberikan solusi jika pasien merasa jenuh untuk minum obat ?

33

Apakah anda selalu memberikan semangat pada pasien untuk sembuh dan 9.

mengajurkan pasien untuk banyak istirahat ?

18

Apakah anda selalu menyampaikan informasi dari petugas puskesmas tentang 10.

pengobatan yang seharusnya dijalankan oleh pasien ?

25

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa urutan pertama yang kurang mendapatkan dukungan PMO terdapat pada item pertayaan no 8 adalah sebanyak 33 responden dan urutan kedua yang kurang mendapatkan dukungan PMO terdapat pada item pertayaan no 7 adalah sebanyak 32 responden.

Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Kepatuhan Berobat Pasien Kategori Kepatuhan Patuh Tidak Patuh Total

n 25 25 50

% 50 50 100

Data primer Dari tabel 4.4 di atas di ketahui bahwa jumlah kepatuhan pasien yang patuh berobat 25 dari 50 orang dan pasien yang tidak patuh berobat adalah 25 orang dari 50 orang.

2. Analisis Bivariat. Berdasarkan analisis bivariat untuk mengetahui apakah ada dukungan pengawas minum obat (PMO) dengan kepatuhan berobat pasien tuberkulosis paru dari variabel terobservasi dapat dilihat sebagai berikut : Pengujian Hipotesis Hipotesis yang di uji : Ho : tidak ada hubungan dukungan pengawas minum obat (PMO) dengan kepatuhan berobat pasien tuberculosis paru dan Ha : ada hubungan dukungan pengawas minum obat (PMO) dengan kepatuhan berobat pasien tuberculosis paru.

Tabel 4.5 Analisa Hubungan dukungan Pengawas Minum Obat (PMO) dengan Kepatuhan berobat pasien tuberkulosis paru Dukungan PMO

Kepatuhan Patuh

Tidak patuh n %

Total n (%)

P .001

n

%

Baik

19

73.1

7

26.9

26 (52 %)

Kurang

6

25

18

75

24 (48 %)

.001

P : Probability dengan uji chi square nilai P = 0,001 jika di bandingkan dengan λ = 0,05 maka nilai P = ≤0,05 sehingga dapat dikatakan Ho di tolak dan Ha di terima, berarti ada hubungan dukungan pengawas minum obat dengan kepatuhan berobat pasien tuberkulosis paru.

4.3 Pembahasan Pada bab ini akan disajikan pembahasan mengenai sebagai berikut : 1. Hubungan Usia, Pendidikan dan Pekerjaan Dengan Kepatuhan Berobat a. Usia

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebagian responden berusia 31-35 tahun (24%). Hasil penelitian menemukan bahwa usia yang terbanyak adalah yang di atas 20 tahun yang sudah tidak produktif lagi. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil Sitepu (2009) yang menunjukkan bahwa kelompok umur yang paling banyak adalah pada umur 35-55 tahun sebanyak 103 orang (92,8%) . hal ini dapat diasumsikan karena kelompok usia 35-55 tahun adalah kelompok usia yang mempunyai mobilitas yang sangat tinggi sehingga kemungkinan terpapar dengan kuman Mikobakterium Tuberkulosis paru lebih besar selain itu reaktifan endogen (aktif kembali yang telah ada dalam tubuh) terjadi pada usia yang sudah tua. b. Pendidikan

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa responden yang berpendidikan terbanyak adalah tingkat pendidikan SMP 20 orang (40%). Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Sitepu (2009) yang menunjukkan bahwa pendidikan yang paling banyak adalah tingkat pendidikan SLTA/Sederajat 40 orang (36%). Tingkat pendidikan sangat berpengaruh dalam kemampuan PMO dan penderita untuk menerima informasi tentang penyakit, terutama tentang TB paru. Kurangnya informasi tentang TB paru menyebabkan kurangnya dukungan keluarga dan kepatuhan berobat pasien atau berenti bila gejala penyakit tidak dirasakan lagi. c. Pekerjaan

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa responden yang tidak bekerja mempunyai jumlah 15 orang (30%). Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Zuliana (2009)

menemukan bahwa pekerjaan tidak berpengaruh terhadap PMO. Namun, menurut Philipus (1997) yang dikutip oleh Perdana (2008) memperlihatkan adanya hubungan yang bermakna antara jenis pekerjaan dengan keteraturan dalam berobat. Pekerjaan merupakan suatu aktifitas yang dilakukan untuk mencari nafkah. Faktor lingkungan kerja mempengaruhi seseorang untuk terpapar suatu penyakit. Lingkungan kerja yang buruk mendukung untuk terinfeksi TB Paru antara lain supir, buruh, tukang becak dan lain-lain dibandingkan dengan orang yang bekerja di daerah perkantoran. Penelitian yang dilakukan oleh Arsin dkk (2004) menunjukkan bahwa jenis pekerjaan yang berisiko tinggi terpapar kuman TB adalah sopir, buruh/tukang, pensiunan/purnawirawan, dan belum bekerja. Penyebab pasien yang tidak bekerja cenderung tidak teratur berobat karena didasari oleh pendapat mereka yang mengatakan bahwa berobat ke puskesmas harus mengeluarkan biaya untuk transportasi dan difokuskan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari daripada untuk pengobatan. Tetapi obat yang diberikan oleh pihak puskesmas gratis. Sehingga tidak ada alasan bagi pasien untuk tidak teratur berobat walaupun tidak bekerja. Hendaknya pasien maupun keluarga pasien membuka usaha kecil-kecilan untuk menambah pendapatan guna memenuhi kebutuhan sehari-hari. 2. Hubungan Peran PMO Dengan Kepatuhan Berobat Tabel 4.2 menunjukkan bahwa dukungan PMO yang baik sebanyak 26 orang (52%) dan yang kurang baik sebanyak 24 orang (48%). Penelitian ini didukung oleh Sumarman dan Krisnawati (2012) yang menemukan bahwa peran PMO yang kurang baik berisiko sebesar 3.013 kali untuk menyebabkan pasien tidak patuh periksa ulang dahak pada fase akhir pengobatan dibandingkan dengan pasien yang memiliki peran PMO yang baik. Sama halnya yang ditemukan oleh Sumange (2010) menemukan bahwa ada hubungan antara peran PMO dengan kepatuhan berobat penderita TB Paru.

Dukungan sosial oleh PMO berupa dukungan emosional meningkatkan motivasi kepada pencderita TB Paru untuk sembuh. Peran PMO lebih banyak dilakukan oleh anggota keluarga sebanyak 41 orang kemudian diikuti oleh teman sebanyak 4 orang. Pasien yang tidak teratur secara keseluruhan (100%) memiliki PMO dari anggota keluarga tetapi tidak berperan dengan baik. Kurangnya pemahaman akan tugas sebagai PMO sehingga pasien TB Paru dengan peran PMO yang kurang lebih banyak tidak teratur berobat. Tugas sebagai PMO kebanyakan dikerjakan berupa mengingatkan untuk ambil obat dan mengawasi menelan obat, tetapi kurang melakukan tugas untuk memberikan penyuluhan kepada anggota keluarga yang lain. Peran keluarga yang baik merupakan motivasi atau dukungan yang ampuh dalam mendorong pasien untuk berobat teratur sesuai anjurannya. Adanya dukungan atau motivasi yang penuh dari keluarga dapat mempengaruhi perilaku minum obat pasien TB Paru secara teratur. Sehingga keluarga perlu berperan aktif mendukung supaya pasien menjalani pengobatan secara teratur sampai dinyatakan sembuh oleh petugas kesehatan. Penelitian ini menunjukkan bahwa dukungan keluarga terhadap pasien untuk teratur berobat cukup baik. Pada umumnya dukungan keluarga yang diberikan dalam bentuk memberikan motivasi untuk teratur berobat, bantuan dana untuk kebutuhan sehari-hari, serta bantuan transportasi untuk pasien TB Paru. Tetapi masih ada anggota yang menghindari pasien yang menyebabkan pasien merasa malu untuk menjalani pengobatan. Peran keluarga menentukan pasien untuk menjalani pengobatan. 3. Hubungan Kepatuhan dengan berobat pasien Tabel 4.4 menunjukkan bahwa pasien yang patuh sebanyak 25 orang (50%). Hal ini dikarenakan motivasi yang tinggi dari penderita untuk sembuh dan takut bila penyakit

berlanjut serta takut bila lupa minum obat dan pengobatannya harus di mulai dari awal. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Rejeki (2003) pada 34 responden di Puskesmas Bojong I Kabupaten Pekalongan yang menunjukkan bahwa kepatuhn penderita dalam berobat di Puksesmas Bojong I 100% penderita dalam berobat dan minum obat.

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah : a.

Untuk pengawas minum obat (PMO) untuk pasien tuberkulosis paru dapat dilihat yang mempunyai dukungan Pengawas minum obat yang baik 26 responden (52 %) dengan pasien tuberkulosis paru sedangkan pasien yang patuh berobat 25 responden (50 %).

b. Pada kedatangan pasien tuberkulosis paru untuk berobat di Puskesmas Global Limboto Kabupaten Gorontalo yang patuh berobat adalah (50.0% ) sehingga pasien tersebut patuh berobat. c. Terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan pengawas minum obat (PMO) dengan kepatuhan berobat obat pasien tuberkulosis paru di Puskesmas Limboto Kabupaten Gorontalo.

5.2 Saran Berdasarkan kesimpulan di atas dapat diberikan beberapa saran sebagai berikut : 1.

Untuk Pengawas Minum Obat (PMO) Bagi PMO yang sebagai pihak keluarga agar berperan aktif dalam mengawasi, tidak menghindari pasien dan memberikan dukungan agar menyelesaikan pengobatan sampai selesai dan dinyatakan sembuh oleh petugas kesehatan.

2.

Bagi Pasien Tuberkulosis Paru Peneliti mengharapkan agar pasien tuberkulosis paru agar selalu teratur minum obat sesuai petunjuk petugas kesehatan dan tidak putus dalam menjalani pengobatan sehingga

tidak terjadi kegagalan pengobatan yang berakibat timbulnya resistensi terhadap obat dan sumber penularan aktif 3.

Untuk Tempat Penelitian Bagi pihak puskesmas perlu melakukan penyuluhan tentang tuberkulosis Paru terhadap masyarakat, pasien maupun kepada keluarga pasien agar memahami penyebab, pengobatan, efek samping yang mungkin akan dirasakan selama pengobatan dan perlunya berobat secara teratur. Peneliti juga berharap agar pihak puskesmas mampu memberikan motivasi khusunya pada pasien untuk menyelesaikan pengobatannya.

4.

Untuk Peneliti Selanjutnya Agar dapat mengkaji lebih dalam lagi penyebab kurangnya dukungan PMO dan kepatuhan pasien dalam berobat dan lebih menyempurnakan hasil penelitian selanjutnya mengenai hubungan dukungan pengawas minum obat (PMO) dengan kepatuhan berobat pasien tuberkulosis paru.

DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, (2002). Hubungan Persepsi, Pengetahuan Tuberkulosis Paru Dan Pengawas Menelan Obat Dengan Kepatuhan Berobat Pasien tuberkulosis paru Di Puskesmas Kecamatan Jatinegoro Jakarta Timur Tahun 2001. Tesis Program Pasca Sarjana FKM UI Depok. Akmalluddin, (2002). Gambaran Tingkat Kepatuhan Penderita TB Paru Di Puskesmas Kecamatan Tanjung Priok Jakarta Tahun 2002. Skripsi Program Sarjana FKM UI Depok. Antu Mihrawaty S, 2013. Hubungan Pengetahuan Dengan Kepatuhan Datang Berobat Pasien Tuberculosis Paru Di Puskesmas Limba B Kota Gorontalo Tahun 2012. Jurusan sarjana keperawatan, universitas negeri Gorontalo, Gorontalo. Bantas Krisnawati dan Sumarman, 2012. Peran Pengawas Minum Obat dan Kepatuhan Pengobatan Tuberkulosis di Kabupaten Bangkalan (Skripsi). Jakarta. Epidemiologi FKM Universitas Indonesia. Gabit, 1999. Improving Complient by Gabit Ismailov Dunst. http://www.dcc2.bumc.bu.ed.TB, diakses tanggal 3 April 2013. Hutapea Tahan P.. Pengaruh Dukungan Keluarga terhadap Kepatuhan Minum Obat Anti Tuberkulosis.2006, RSUD Dr. Saiful Anwar Malang. http://jurnalrespirologi.org/jurnal/April09/Dukungan%20Keluarga.pdf diakses pada tanggal 3 Juli 2012, Malang Mansjoer, Arif.M 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius, Jakarta Mansjoer dkk, 2002. Kapita selektra kedokteran edisi ketiga jilid 2. media Aesculapius, Jakarta. Masrin, 2008. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/114/jtptunimus-gdl-noorainnyg-5672-210.bab-i.pdf, diakses tanggal 28 maret 2013 Niven, 2002. http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=2508, diakses tanggal 3 april 2013. Novitri, Rahim (2007). Tingkat Kepatuhan Berobat Pada Pasien Penderita Tuberkulosis Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Di Puskesmas Jembatan Serong Banten. Skripsi Program Sarjana Ekstensi Farmasi PMIPA UI Depok. Nursalam, 2008. Konsep dan penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan. salemba medika, Surabaya. Nursing, 2011. Memahami Berbagai Macam Penyakit. Index, Jakarta.

Pare Amelda Lisu, Amiruddin Ridwan, Leida Ida, 2012. hubungan antara pekerjaan, pmo, pelayanan kesehatan, dukungan keluarga dan diskriminasi dengan perilaku berobat pasien tb paru. Mahasiswa Jurusan Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar, Bagian Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin makasaar.http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/3282/HUBUNGAN %20ANTARA%20PEKERJAAN,%20PMO,%20PELAYANAN%20KESEHATAN,%2 0%20DUKUNGAN%20KELUARGA%20DAN%20DISKRIMINASI%20DENGAN%2 0PERILAKU%20BEROBAT%20PASIEN%20TB%20PARU.pdf?sequence=1, diakses tanggal 30 maret 2013 Rachmawati T & Turniani. Pengaruh Dukungan Sosial dan Pengetahuan tentang Penyakit TB terhadap Motivasi Untuk Sembuh Penderita TB Paru yang Berobat di Puskesmas. Surabaya. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, Vol.9, No.3, Juli 2006:134-141 Robert, 1999. Enhancing Medication Compliance For http://drh.state.ga.us.ep/pdf/tb.guide.pdf, diakses tanggal 3 april 2013

People.

.

Smet, 1994. http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=2508, diakses tanggal 3 april 2013. Soedirman, 2006. Jurnal Keperawatan (The Soedirman Journal of Nursing). Volume 1, No.2, November https://www.google.co.id/Jurnal+Keperawatan+Soedirman+The+Soedirman+Journal+of +Nursing+Volume+No.2+November.pdf, diakses tanggal 25 maret 2013. Syahrizal, (2004). Analisis Kepatuhan Penderita TB Paru BTA Positif Dalam Menelan Obat Di RS Khusus Paru-Paru Provinsi Sumatra Selatan Tahun 2002. Tesis Program Pascasarjana FKM UI Depok. Widoyono, 2008. PENYAKIT TROPIS Epidemiologi, Pemberantasannya. Erlangga, Semarang. Widoyono, 2010. PENYAKIT TROPIS Epidemiologi, Pemberantasannya. Erlangga, Semarang.