Vol. III Nomor 1 Maret 2016 – Jurnal Keperawatan Respati
ISSN : 2088 - 8872
HUBUNGAN PENGETAHUAN LANSIA TENTANG OSTEOPOROSIS DENGAN PERILAKU MENGKONSUMSI MAKANAN BERKALSIUM DI PANTI WREDHA X YOGYAKARTA 1
Yasinta Ema Soke , 2Mohamad Judha , 3Tia Amestiasih INTISARI
Latar Belakang: Usia harapan hidup yang semakin meningkat berdampak pada peningkatan penyakit degeneratif pada lansia, salah satunya adalah osteoporosis. Osteoporosis yang dialami lansia dapat menimbukan masalah kesehatan seperti fraktur akibat menurunnya kekuatan tulang dan meningkatnya kerapuhan tulang dan kondisi tersebut diperburuk oleh kurangnya asupan kalsium yang dikonsumsi oleh lansia. Hasil Studi Pendahuluan yang dilakukan pada tanggal 27 Oktober 2014, dari 10 lansia didapatkan 8 lansia mengatakan tidak tahu dan tidak mengerti tentang apa itu osteoporosis dan sumber makanan apa saja yang mengandung kalsium. Metode Penelitian: Jenis penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan rancangan cross sectional. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 39 lansia di Panti Wredha X Yogyakarta. Alat pengumpulan data menggunakan kuesioner. Analisa data penelitian ini menggunakan analisis Somers'd.. Hasil Penelitian : Mayoritas responden mempunyai pengetahuan dalam kategori baik yaitu sebanyak 26 responden (66,7%), dan sebagian besar mempunyai perilaku mengkonsumsi makanan berkalsium yang baik yaitu sebanyak 24 responden (61,5%). Hasil uji didapatkan p value 0,036 kurang dari 0,05 dan koefisien korelasi 0,325 yang berada pada koefisien 0,2 sd < 0,4. Kesimpulan: Ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan lansia tentang osteoporosis dengan perilaku mengkonsumsi makanan berkalsium di Panti Wredha Hanna Surokarsan Yogyakarta dengan tingkat keeratan yang lemah. Kata Kunci: Osteoporosis, perilaku mengkonsumsi kalsium 1
Mahasiswa S-1 Ilmu Keperawatan Universitas Respati Yogyakarta. Dosen Prodi Keperawatan FIKES Universitas Respati Yogyakarta. 3 Dosen Prodi Keperawatan FIKES Universitas Respati Yogyakarta. 2
Penurunan
LATAR BELAKANG
kemampuan
berbagai
hidup
organ, fungsi, dan sistem tubuh pada umumnya
merupakan dampak dari penurunan angka
merupakan tanda dari proses menua ini dapat
kematian bayi dan dewasa serta penurunan
tampak pada usia 45 tahun dan akan
mortalitas pada populasi usia pertengahan dan
menimbulkan masalah pada usia sekitar 60
lansia
usia
tahun (Thamher, 2012). Menua atau menjadi
memasuki usia lansia kerap diikuti oleh
tua adalah suatu keadaan yang terjadi di dalam
penurunan
Penurunan
kehidupan manusia. Proses menua merupakan
kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan
proses sepanjang hidup, tidak hanya dimulai
lingkungan
dari suatu waktu tertentu, tetapi dimulai sejak
Peningkatan
harapan
(Nugroho,2008).
kualitas
menjadi
Peningkatan
hidup.
penyebab
penurunan
permulaan kehidupan. Menjadi tua merupakan
kemampuan beradaptasi.
proses alamiah (Nugroho,2008).
66
Vol. III Nomor 1 Maret 2016 – Jurnal Keperawatan Respati
ISSN : 2088 - 8872
Jumlah lansia di Indonesia sebanyak
osteoporosis yang kurang akibat kurangnya
18,57 juta jiwa. Perkiraan jumlah penduduk
aktivitas fisik yang dilakukan sehari-hari serta
lansia di Indonesia akan terus bertambah
kurangnya asupan kalsium, maka kepadatan
sekitar 450.000 jiwa per tahun. Perkiraannya di
tulang menjadi rendah sampai terjadinya
tahun 2025 yang akan datang jumlah penduduk
osteoporosis (Depkes, 2013).
lansia di Indonesia akan meningkat sekitar
Penyakit osteoporosis di seluruh
34,22 juta jiwa (Badan Pusat Statistik, 2010).
dunia dapat dikatakan sangat mengkhawatirkan
Meningkatnya usia harapan hidup penduduk
Indonesia
bertambahnya
jumlah
membawa
implikasi
Lansia
yang
mengalami
osteoporosis dengan tingkat ketergantungan
dipengaruhi oleh faktor usia,jenis kelamin,
yang tinggi akan menjadi beban lingkungannya
pekerjaan, tingkat pendidikan, serta dukungan
(Noorkasiani, 2008). Penyakit osteoporosis
sosial terhadap lansia dalam pemeliharaan
lebih banyak menyerang wanita, namun pria
kesehatan lanjut usia. Peningkatan usia harapan
tetap
hidup dapat menyebabkan masalah kesehatan
osteoporosis dengan rasio 3 : 4 sama seperti
yang serius terutama masalah kesehatan yang
pada wanita, penyakit osteoporosis pada pria
sangat rentan terjadi pada seseorang yang
juga dipengaruhi oleh hormone estrogen.
sudah mencapai usia lanjut (Tamher,2012).
Bedanya, laki-laki tidak mengalami menopause
kesehatan
usia
ketergantungan.
yang
Masalah
lanjut
karena tingginya angka kematian, serta tingkat
risiko
terkena
penyakit
perlu
sehingga osteoporosis datang lebih lambat (La
mendapat perhatian serius pada lanjut usia
Ode,2012). Meskipun penurunan hormone
adalah osteoporosis. Osteoporosis adalah suatu
estrogen pada lansia memegang peranan
penyakit yang ditandai dengan berkurangnnya
penting terhadap kejadian osteoporosis namun
massa tulang yang mengakibatkan menurunnya
perilaku mengkonsumsi kalsium tidak dapat
kekuatan tulang dan meningkatnya kerapuhan
dilepaskan karena dengan mengkonsumsi
tulang, sehingga menyebabkan tulang mudah
kalsium merupakan salah satu mineral penting
patah.
yang dibutuhkan tubuh sebagai pembentukan
Osteoporosis
yang
memiliki
merupakan
masalah
kesehatan kronis yang berkembang dan dapat
tulang (Noor, 2014).
mengakibatkan kematian dan kualitas hidup
Menurut WHO (2012), osteoporosis
yang buruk (Misnadiarly, 2013).
menduduki peringkat kedua, di bawah penyakit
Menurut Departemen Kesehatan RI
jantung sebagai masalah kesehatan utama
(2013), dampak osteoporosis di Indonesia
dunia. Menurut data internasional Osteoporosis
sudah dalam tingkat yang patut diwaspadai,
Foundation, lebih dari 30% wanita diseluruh
yaitu mencapai 19,7% dari populasi. Penyebab
dunia mengalami resiko patah tulang akibat
osteoporosis dipengaruhi oleh berbagai faktor
osteoporosis,
dan pada individu bersifat multifaktoral seperti
Sedangkan pada pria, resikonya berada pada
gaya hidup tidak sehat, kurang gerak atau tidak
angka 13%. Angka kejadian patah tulang
berolah
(fraktur) akibat osteoporosis diseluruh dunia
raga
serta
pengetahuan
tentang
67 67
bahkan
mendekati
40%.
Vol. III Nomor 1 Maret 2016 – Jurnal Keperawatan Respati
mencapai
angka
1,7
dan
pengetahuan seseorang maka perilakunya pun
diperkirakan angka ini akan terus meningkat
akan semakin baik dan pengetahuan itu sendiri
hingga mencapai 6,3 juta orang pada tahun
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, sumber
2050. Pada Indonesia 19,7% dari jumlah
informasi dan pengalaman. Pengetahuan lansia
Lansia atau sekitar 3,6 juta orang diantaranya
yang kurang tentang osteoporosis dapat
menderita osteoporosis. Sedangkan untuk
berdampak pada peningkatan risiko mengalami
Yogyakarta
osteoporosis.
terdapat
juta
23,5%
orang
ISSN : 2088 - 8872
lansia
yang
mengalami osteoporosis yang merupakan suatu
Berdasarkan hasil studi pendahuluan
ancaman yang sangat berbahaya. Osteoporosis
yang dilakukan di Panti Wredha X Yogyakarta dapat
pada tanggal 27 oktober 2014, dari 10 lansia
dicegah sejak dini atau paling sedikit ditunda
didapat 8 lansia (berumur 63 sampai 83 tahun)
kejadiannya dengan membudayakan perilaku
yang mengatakan tidak tahu dan tidak mengerti
hidup sehat dengan mengkonsumsi makanan
tentang apa itu osteoporosis dan terdapat 2
dengan
orang lansia yang tahu tentang apa itu
gizi
sebenarnya
seimbang
yang
memenuhi
kebutuhan nutrisi dengan unsur kaya serat,
osteoporosis.
rendah lemak dan kaya kalsium (1000-1200 mg
METODE
kalsium per hari), berolahraga secara teratur, tidak merokok dan tidak mengkonsumsi
Penelitian ini termasuk penelitian
alkohol karena rokok dan alkohol dapat
kuantitatif non eksperimen dengan metode
meningkatkan resiko osteoporosis dua kali
deskriptif korelasi. Jenis penelitian yang
lipat,
digunakan
resiko
menyebabkan
terjadinya patah
osteoporosisdapat
tulang
yang
bisa
kurangnya
Panti Wreda X Yogyakarta pada tanggal 18-22 Juni 2015 menggunakan kuesioner
dini cenderung meningkatkan angka kejadian
yang telah dilakukan uji validitas dan
osteoporosis (Depkes,2008).
pengetahuan
yang
Notoadmodjo dimiliki
sectional.
responden dari 43 lansia yang tinggal di
pengetahuan
tentang osteoporosis dan pencegahannya sejak
Menurut
cross
Penelitian ini dilakukan terhadap 39
menimbulkan kematian dari patah tulang belakangnamun
adalah
(2010),
reliabilitas. Analisa data bivariat pada
seseorang
penelitian ini menggunakan uji korelasi somers'd.
mempengaruhi perilakunya, semakin baik
68
Vol. III Nomor 1 Maret 2016 – Jurnal Keperawatan Respati
ISSN : 2088 - 8872
yang berpengetahuan baik akan lebih mudah
HASIL DAN PEMBAHASAN
dalam menerima dan mengelola informasi yang Tabel 1. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Lansia Tentang Osteoporosis Di Panti Wredha X Yogyakarta Juni 2015
diterima. Hal ini berarti bahwa dengan pengetahuan
baik
mengenai
osteoporosis,
setidaknya lansia mengetahui dan memahami tentang osteoporosis. Menurut Notoatmodjo
Pengetahuan
Frekuensi Prosentase (f) (%) 26 66.7 Baik 13 33.3 Tidak baik 39 100.0 Total Sumber: Data Primer Diolah Juni 2015
(2010), pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini
terjadi
setelah
orang
mengadakan
penginderaan terhadap suatu objek. Adapun beberapa tingkat pengetahuan yaitu tahu,
Tabel 1 menunjukkan bahwa sebanyak 26
memahami, aplikasi, analisis, sintesis, dan
responden
evaluasi.
osteoporosis
memiliki
pengetahuan
tentang
dalam kategori baik. Individu Dalam hal ini menunjukan bahwa lansia sudah
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Perilaku Lansia Mengkonsumsi Makanan Berkalsium Di Panti Wredha X Yogyakarta Juni 2015 Perilaku Frekuensi Prosentase
mampu membedakan sumber makanan yang mengandung kalsium. Menurut Misnadiarly
(f)
(%)
(2013), kalsium merupakan komponen mineral
Baik
24
61.5
yang tetap harus ada, para ahli menganjurkan
Tidak
15
38.5
untuk mengkonsumsi sebanyak 1000 - 5000 mg kalsium dalam sehari. Mengkonsumsi kalsium
baik Total
39
yang
100.0
cukup
dapat
mempertahankan
dan
meningkatkan kepadatan masa tulang sehingga
Sumber: Data Primer Diolah Juni 2015 Berdasarkan tabel 2, perilaku mengkonsumsi
tulang mempunyai simpanan kalsium yang
makanan berkalsium pada lansia di Panti
tinggi.
Wredha X Yogyakarta sebanyak 24 responden
Indonesia (2008), makanan sumber kalsium
(61,5%) dalam kategori baik, dan 15 responden
utama adalah susu dan hasil susu seperti keju,
(38,5%) dalam kategori tidak baik. Data
selain susu, ikan juga merupakan sumber
tersebut menunjukan perilaku mengkonsumsi
makanan yang mengandung sumber kalsium
makanan berkalsium berada pada kategori baik.
terbaik. Tahu, tempe, telur juga merupakan
Dalam
tabel
Komposisi
Pangan
sumber makanan yang mengandung kalsium. Tabel 3. Hubungan Pengetahuan Lansia Tentang Osteoporosis dengan Perilaku Mengkonsumsi Makanan Berkalsium Di Panti Wredha Hanna Surokarsan Yogyakarta Perilaku Baik Tidak baik Total Koefisien p.value Baik 19 (48.8%) 7 (17.9%) 26 (100%) .325 .036 Pengetahuan Tidak 5 (12.7%) 8 (20.6%) 13 (100%) baik 24 15 39 (100%) Total Sumber: Data Primer Diolah Juni 2015
69
Vol. III Nomor 1 Maret 2016 – Jurnal Keperawatan Respati
Berdasarkan tabel diketahui dari total
ISSN : 2088 - 8872
penelitian
mendukung
pendapat
dari
responden dengan pengetahun tentang baik
Notoatmodjo (2010), yang menyebutkan bahwa
adalah 26 responden (66.7%) dan total total
pengetahuan merupakan hasil "tahu" dan ini
responden dengan perilaku mengkonsumsi
terjadi setelah orang mengadakan penginderaan
makanan berkalsium yang baik sebanyak 26
terhadap suatu objek tertentu. disimpulkan
responden (61.5%). Sebanyak 19 responden
bahwa pada akhirnya pengetahuan juga akan
(48.8%) dari total 26 responden dengan
berujung pada perilaku yang diharapkan. Lansia
pengetahuan
memiliki
dengan pengetahuan yang baik maka perilaku
perilaku mengkonsumsi makanan berkalsium
untuk menjaga kesehatan dalam kehidupan
yang baik sedangkan sebanyak 8 responden
sehari-hari juga akan baik. Mubarak (2012)
(12.7%) dari total 13 responden dengan
mengemukakan bahwa sebelum mengadopsi
pengetahuan tentang osteoporosis yang tidak
perilaku baru di dalam diri orang tersebut terjadi
baik memiliki perilaku mengkonsumsi makanan
proses yang berurutan, di mana proses yang
berkalsium yang tidak baik.
pertama
osteoporosis
baik
harus
terjadi
adalah
awareness
Hasil analisa korelasi Somer'd untuk
(kesadaran) yaitu orang tersebut menyadari
menguji hubungan pengetahuan lansia tentang
dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap
osteoporosis dengan perilaku mengkonsumsi
stimulus (objek).
makanan berkalsium didapatkan p value 0,036
pengetahuan
(p value 0,036 > 0.05), artinya terdapatnya
merupakan pemicu awal terbentuknya perilaku
hubungan yang bermakna antara hubungan
kesehatan tersebut.
Hal
sebagai
ini
berarti bahwa
faktor
predisposisi
pengetahuan lansia tentang osteoporosis dengan
Dalam penelitian Widanti (2012),
perilaku mengkonsumsi makanan berkalsium di
kebiasaan yang tidak baik sehingga terjadinya
Panti Wredha X Yogyakarta. Hasil koefisien
osteoporosis dapat berakibat pada munculnya
korelasi diperoleh nilai 0,325 yang menunjukan
berbagai tanda gejala seperti nyeri pada tulang
bahwa hubungan pengetahuan lansia tentang
saat melakukan gerakan yang biasanya tidak
osteoporosis dengan perilaku mengkonsumsi
pernah terjadi, tubuh menjadi lebih pendek dari
makanan berkalsium termasuk dalam kriteria
sebelumnya dan nyeri pada tulang belakang
lemah karena berada pada koefisien 0,2 sd < 0,4.
yang mengakibatkan tulang rawan diantara ruas
Pengetahuan
lansia
tentang
tulang belakang semakin tipis. Penyebab lain
berhubungan
dengan
yang ditemukan karena pengaruh usia yang
perilaku mengkonsumsi makanan berkalsium,
semakin bertambah, riwayat penyakit keluarga,
dapat dijelaskan karena pengetahuan yang
mempunyai kebiasaan merokok, kurangnya
dimiliki
olahraga,
osteoporosis
dapat
lansia
mempengaruhi
perilaku
mengkonsumsi makanan berkalsium. Hasil
dan
kurangnya
mengkonsumsi
makanan yang mengandung kalsium.
70
Vol. III Nomor 1 Maret 2016 – Jurnal Keperawatan Respati
ISSN : 2088 - 8872
KESIMPULAN
Surokarsan
1. Pengetahuan lansia tentang osteoporosis
0,036.
mengkonsumsi
denganp-value
4. Keeratan hubungan pengetahuan lansia
sebagian besar dalam kategori baik. 2. Perilaku
Yogyakarta
tentang
makanan
osteoporosis
dengan
perilaku
berkalsium sebagian besar dalam kategori
mengkonsumsi makanan berkalsium di Panti
baik.
Wredha Hanna Surokarsan Yogyakarta berada
3. Ada hubungan pengetahuan lansia tentang
dalam
kriteria
lemah
dengan
koefisien korelasi = 0,325.
osteoporosis dengan perilaku mengkonsumsi makanan berkalsium di Panti Wredha Hanna
DAFTAR PUSTAKA
Dusun Tembi, Sewon, Bantul, Yogyakarta".
Badan Pusat Statistik, 2010. Pertambahan
Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas
Jumlah Lansia di Dunia. Jakarta.
Respati Yogyakarta.
La Ode, 2012. Asuhan Keperawatan Gerontik.
WHO,
Yogyakarta. Nuha Medika
Osteoporosis.
Misnadiarly,
2013.
Osteoporosis.
2012.
Pedoman Jakarta.
enkes/KMKNo.114.pdf.dia
Mubarak, 2012. Promosi Kesehatan untuk
desember 2014
Kebidanan. Jakarta. Salemba Medika Noor, Zairin. 2014. Buku Ajar Osteoporosis, Patofisiologis dan Peran Atom Mineral dalam Manajemen Terapi. Jakarta : Salemba Medika Noorkasiani, 2008. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika Notoatmodjo, S. 2007. KesehatanMasyarakat. Rineka
Cipta
2010.
Kesehatan
Masyarakat. Jakarta. Rineka Cipta Nugroho,
Wahjudi.
2008.
Keperawatan
Gerontik dan Geriatrik. Jakarta : EGC Tamher, 2012. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika Widanti, 2012. "Hubungan Tingkat Pendidikan dengan
Tingkat
Pengetahuan
Diambil
dari
http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_kepm
Jakarta.
Akademia Permata
Jakarta.
Pengendalian
tentang
Osteoporosis pada Wanita Usia 45-55 Tahun Di
71
kses
tanggal
4
Vol. III Nomor 1 Maret 2016 – Jurnal Keperawatan Respati
ISSN : 2088 - 8872