JURNAL KESLING VOL 7 NO 1 JULI 2013_LAYOUT

Download 1 Jul 2013 ... 22. Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 7, No. 1 Juli 2013: 21–25 udara yang baik bagi kesehatan, layaknya rumah yang dapat mem...

0 downloads 433 Views 80KB Size
HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUANG DENGAN KELUHAN PENGHUNI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIA KABUPATEN SIDOARJO Correlation of Indoor Air Quality with Prisoners Health Complaints in the Country Jail Sidoarjo Cahyatri Rupisianing Candrasari dan J Mukono Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga mukono_ [email protected] Abstract: Residential is an important part in human’s life because it is a reflection of human’s personality and social status that influence health status. Living building must have some criteria like comfort, aesthetic, and secure. Just like a house, penitentiary class IIA of Sidoarjo has prisoners who want a living building like their own house that can give a secure and comfort sense. Recently, facilities in jail couldn’t meet the minimum standard which is requirement of health standard. The objective of this study was to identify the correlation between indoor air quality and prisoners complaints at county jail Sidoarjo. The research was using analytic descriptive with cross-sectional approach. Data consisted of primary and secondary data which were collected by observation, interview, measurement, and document investigation from relevant institution. Sample was 120 people and was taken using cluster random sampling. The result showed that thing that correlated with prisoners complaint was the temperature in the room. It is suggested that all prisoners should keep the environment clean and they should use the ventilation well. Keywords: physical, chemical, and microbiological qualities, people complaints Abstrak: Tempat tinggal merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia dan merupakan cerminan pribadi serta status sosial manusia yang dipengaruhi oleh tingkat sosial ekonomi dan pengadaannya mempunyai kriteria comfort (nyaman), aesthetic (indah), dan secure (aman). Seperti halnya rumah, Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Sidoarjo, penghuninya juga menginginkan tempat tinggal tersebut layaknya rumah pribadi yang bisa memberikan rasa aman dan nyaman. Sarana hunian yang ada di lapas saat ini tidak lagi memenuhi standar minimum yang mensyaratkan standar kesehatan seperti ventilasi yang baik dan didukung dengan peralatan tidur yang memadai serta memenuhi rasa aman bagi penghuni. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis hubungan kualitas udara dalam ruang dengan keluhan yang dirasakan oleh penghuni. Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Data penelitian terdiri dari data primer dan data sekunder dengan pengambilan data melalui observasi, wawancara, pengukuran di lapangan serta penelusuran dokumen dari instansi terkait. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 538 orang. Sampel yang diambil sebanyak 120 orang dengan metode cluster random sampling. Data yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara deskriptif dan analitik menggunakan Uji Korelasi Spearman dengan 5%. Disimpulkan bahwa variabel yang berhubungan dengan keluhan yang dirasakan penghuni adalah suhu dalam ruang. Disarankan agar para penghuni tetap menjaga kebersihan lingkungan sekitar tempat hunian dan lebih memanfaatkan ventilasi yang ada. Kata kunci: kualitas fisika, kimia, dan mikrobiologi, keluhan pekerja

PENDAHULUAN

khusus diatur, baik suhu maupun frekuensi pertukaran udaranya dengan memakai peralatan ventilasi khusus, ada pula yang dilakukan dengan mendayagunakan keadaan cuaca alamiah dengan mengatur bagian gedung yang dapat dibuka. Dengan demikian kualitas udara dalam ruangan sangat bervariasi. Udara dalam ruang memungkinkan bahan pencemar udara dalam konsentrasi yang cukup, memiliki kesempatan untuk memasuki tubuh penghuni. Lembaga pemasyarakatan juga harus memiliki kualitas

Kualitas udara dalam ruangan yang baik didefinisikan sebagai udara yang bebas bahan pencemar penyebab iritasi, ketidaknyamanan atau terganggunya kesehatan penghuni. Temperatur dan kelembapan ruangan juga memengaruhi kenyamanan dan kesehatan penghuni. Kualitas udara dalam ruang sebenarnya ditentukan secara sengaja ataupun tidak sengaja oleh penghuni ruangan itu sendiri. Ada gedung yang secara

21

22 udara yang baik bagi kesehatan, layaknya rumah yang dapat memberikan rasa aman dan nyaman. Sumber pencemaran udara dalam ruangan menurut penelitian The National Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH) dirinci menjadi 5 sumber (Aditama, 1992) meliputi: (1) pencemaran akibat kegiatan penghuni dalam gedung seperti asap rokok, pestisida, bahan pembersih ruangan; (2) pencemaran dari luar gedung meliputi masuknya gas buangan kendaraan bermotor, cerobong asap dapur karena penempatan lokasi lubang ventilasi yang tidak tepat; (3) pencemaran dari bahan bangunan ruangan seperti formaldehid, lem, asbestos, fibreglass, dan bahan lainnya; (4) pencemaran mikroba meliputi bak teri, jamur, virus atau protozoa yang dapat ditemukan di saluran udara dan alat pendingin ruangan beser ta seluruh sistemnya; dan (5) kurangnya udara segar yang masuk karena gangguan ventilasi udara dan kurangnya perawatan sistem peralatan ventilasi. Aktivitas di dalam gedung yang semakin banyak dapat meningkatkan jumlah polutan dalam ruangan. Kenyataan ini menyebabkan risiko terpaparnya polutan dalam ruangan terhadap manusia semakin tinggi, namun hal ini masih jarang diketahui oleh masyarakat umum. Kualitas udara yang buruk akan membawa dampak negatif terhadap pekerja/karyawan berupa keluhan gangguan kesehatan. Dampak pencemaran udara dalam ruangan terhadap tubuh terutama pada organ tubuh yang kontak langsung dengan udara contohnya sebagai berikut: iritasi selaput lendir; iritasi mata: mata pedih, mata merah, mata berair; iritasi hidung: bersin, gatal; iritasi tenggorokan: sakit menelan, gatal, batuk kering; gangguan neurotoksik: sakit kepala, lemah/capai, mudah tersinggung, sulit berkonsentrasi; gangguan paru dan pernapasan: batuk, nafas berbunyi atau mengi, sesak nafas, rasa berat di dada; gangguan kulit: kulit kering, kulit gatal; gangguan saluran cerna: diare atau mencret; lain-lain: gangguan perilaku, gangguan saluran kencing, sulit belajar. Keluhan tersebut biasanya tidak terlalu parah dan tidak menimbulkan kecacatan tetap, tetapi jelas terasa amat mengganggu, tidak menyenangkan dan bahkan mengakibatkan menurunnya produktivitas kerja para penghuni ruangan. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah hubungan kualitas fisik, kimia, dan

Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 7, No. 1 Juli 2013: 21–25

mikrobiologi udara dalam ruang tahanan dengan keluhan yang dirasakan penghuni Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) Kelas IIA Kabupaten Sidoarjo. Tujuan dari penelitian ialah untuk: mengidentifikasi kualitas fisik, kimia, dan mikrobiologi udara dalam ruang tahanan, mengidentifikasi macam keluhan kesehatan yang dirasakan penghuni, dan menganalisis hubungan kualitas fisik, kimia, dan mikrobiologi udara dalam ruang tahanan dengan keluhan kesehatan yang dirasakan penghuni. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode observasional dengan rancang bangun crosssectional. Penelitian ini dilaksanakan dengan cara wawancara, observasi, dan pengukuran yang meliputi: suhu, kelembapan, jumlah CO, jumlah debu, dan jumlah total koloni per m3 udara (kuman dan jamur). Jumlah populasi adalah 538 orang dan jumlah sampel yang diambil dengan cara cluster random sampling sebanyak 120 orang. Data yang telah diambil kemudian dianalisis secara deskriptif dengan tabulasi dan secara analitik menggunakan Uji Korelasi Spearman (α = 0,05). HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian LAPAS Kelas IIA Sidoarjo merupakan unit pelaksana teknis pemasyarakatan yang menampung, merawat, dan membina Warga Binaan Lembaga Pemasyarakatan (WBL) yang mempunyai daya tampung 250 orang dan pada saat penelitian jumlah penghuninya sebesar 538 orang, yang terdiri dari narapidana dan tahanan. LAPAS ini terdiri dari 3 blok, yaitu Blok A untuk tahanan terdiri dari 11 kamar, Blok B untuk napi terdiri dari 13 kamar, dan Blok Wanita untuk tahanan dan napi terdiri dari 2 kamar. Karakteristik Penghuni Penghuni LAPAS Kelas IIA Kabupaten Sidoarjo berjumlah 538 orang yang terdiri dari laki-laki sebesar 92,5% dan perempuan sebesar 7,5% dengan umur terbanyak berada pada rentang umur 20–24 tahun sebesar 26,7% dan 25–29 tahun sebesar 25%. Tingkat pendidikan terbanyak penghuni adalah SMA sebesar 54,2%.

C R Candrasari dan J Mukono, Kualitas Udara dalam Ruang Lembaga Pemasyarakatan

Lama Tinggal dalam Ruang Tahanan selama Satu Hari Penghuni yang tinggal kurang dari 1 tahun sebesar 83,3% dan yang tinggal lebih dari 1 tahun sebesar 16,7%. Lama tinggal dalam ruang tahanan rata-rata tiap harinya sangat bervariasi, yaitu lebih dari 5 jam sebesar 60,8%, antara 2–5 jam sebesar 29,2%, sedangkan sisanya sebesar 10,0% berada dalam ruang lainnya selama 2 jam dalam sehari. Kualitas udara dalam ruang sangat ditentukan oleh sistem sirkulasi udara dan aktivitas yang dilaksanakan. Pencemaran udara dalam ruang dapat terjadi karena berbagai aktivitas seperti merokok, penggunaan alat seperti misalnya kipa s angin, keberadaan perlengkapan seperti karpet yang berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan jamur. Seseorang yang terpapar dengan polutan tersebut dalam waktu yang lama akan mengalami keluhan yang lebih besar dibandingkan dengan yang terpapar kurang dari 2 jam per hari. Sumber Pencemar Udara Ruangan Dari 120 penghuni, yang merasakan gangguan akibat asap sebesar 55% dan penghuni yang merasakan gangguan akibat bau tidak sedap sebesar 52,5%. Gangguan yang diakibatkan oleh asap berasal dari asap rokok dan gangguan yang diakibatkan bau tidak sedap berasal dari bau tempat sampah, bau minyak wangi yang terlalu menyengat, dan bau pengharum ruangan yang terlalu menyengat. Aditama (2002), menyatakan bahwa pencemaran udara dapat berasal dari dalam gedung dengan sumber pencemaran diantaranya: aktivitas dalam ruangan, frekuensi keluar masuk ruangan yang tinggi sehingga memungkinkan masuknya polutan dari luar ke dalam ruangan, penggunaan pengharum ruangan, asap rokok, penggunaan pestisida dan pembersih ruangan, mesin fotokopi, sirkulasi udara yang kurang lancar, suhu dan kelembapan udara yang tidak nyaman. Kualitas Udara dalam Ruangan Kualitas Fisik Udara Suhu udara sangat berperan dalam kenyamanan bekerja karena tubuh manusia menghasilkan panas yang digunakan untuk metabolisme basal dan muskuler. Namun dari semua energi yang dihasilkan tubuh hanya

23

20% saja yang dipergunakan dan sisanya akan dibuang ke lingkungan. Suhu rata-rata ruangan adalah 28,67°C. Jika dibandingkan dengan baku mutu Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. 51/Men/1999 suhu yang dianggap nyaman untuk suasana bekerja adalah 30°C, maka suhu pada ruangan tersebut berada pada standar dan jika dibandingkan dengan standar baku mutu Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 261/Menkes/ SK/II/1998 bahwa suhu yang dianggap nyaman untuk suasana bekerja 18–26°C, ini berarti bahwa suhu ruangan masih berada di atas standar. Kelembapan relatif udara adalah perbandingan jumlah uap air dalam udara dengan jumlah air maksimum yang dapat dikandung oleh udara tersebut dalam suhu yang sama dan dinyatakan dalam persen (%). Kelembapan udara yang relatif rendah (< 40%) dapat mengakibatkan kekeringan selaput lendir membran, sedangkan kelembapan yang tinggi (> 70%) dapat meningkatkan pertumbuhan mikroorganisme. Jika dibandingkan dengan standar baku mutu Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 261/Menkes/ SK/II/1998 di mana kelembapan yang ideal berkisar antara 40–60%, maka hasil pengukuran kelembapan pada ruangan berada di atas standar mutu yang telah ditetapkan oleh keputusan menteri tersebut, yang berarti potensial sebagai tempat pertumbuhan mikroorganisme. Kualitas Kimia Udara Jika dilihat dari beberapa sumber pencemar yang memproduksi CO, maka seharusnya pencemaran CO di udara dalam ruang cukup tinggi. Tetapi hal ini tidak terjadi, dengan kata lain jumlah pencemaran CO di udara jauh lebih kecil dibandingkan dengan jumlah yang dilepaskan di atmosfer. Jumlah CO dalam udara ruang yang diteliti hanya sebesar 0,67 ppm dan 1,33 ppm. Jika dibandingkan dengan baku mutu Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. 51/Men/1999 dan baku mutu Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 261/Menkes/SK/II/1998 bahwa kadar CO yang dianggap baik sebesar 25 ppm, maka kadar CO pada ruangan tersebut berada jauh di bawah standar mutu yang ditetapkan dalam keputusan menteri terkait. Debu merupakan salah satu bahan yang sering disebut sebagai partikel yang melayang di udara (Suspended Particulate Matter/SPM) dengan ukuran 1 mikron sampai dengan 500 mikron (Fardiaz, 2001). Jumlah partikel

24 debu melayang di udara dalam ruang yang diteliti berkisar antara 0,1091 mg/m3 sampai 0,2311 mg/m 3 . Jika dibandingkan dengan standar baku mutu Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. 1/Men/1997 yang menyebutkan bahwa kadar partikel debu dalam udara sebesar 10 mg/m3, maka kadar debu dalam ruangan yang diteliti berada di bawah standar mutu, tetapi jika dibandingkan dengan baku mutu Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 261/Menkes/SK/II/1998 yang menyebutkan bahwa kadar partikel debu sebesar 0,15 mg/m3, maka kadar debu dalam sebagian ruangan berada di atas standar mutu. Kualitas Mikrobiologi Udara Bioaerosol adalah partikel debu yang terdiri atas makhluk hidup atau sisa yang berasal dari makhluk hidup. Makhluk hidup terutama adalah jamur dan bakteri. Sumber bioaerosol ada 2, yaitu yang berasal dari luar ruangan dan dari perkembangbiakan dalam ruangan atau dari manusia terutama bila kondisi terlalu berdesakan (crowded). Pengaruh kesehatan yang ditimbulkan oleh bioaerosol ini terutama 3 macam, yaitu infeksi, alergi, dan iritasi. Kontaminasi bioaerosol pada sumber air sistem ventilasi (humidifier) yang terdistribusi ke seluruh ruangan dapat menyebabkan berbagai reaksi yang berbagai ragam, seperti demam, pilek, sesak nafas, dan nyeri otot dan tulang (Tan Malaka 1998). Total rata-rata koloni kuman yang ada pada udara sampel adalah 1696,67 per m3 udara dan apabila dibandingkan dengan standar baku mutu Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 261/Menkes/ SK/II/1998 berarti jumlah total koloni yang ada dalam ruangan tersebut lebih dari standar yaitu sebesar 700 per m3 udara. Penyebab adanya kuman dalam udara ruang dapat ditimbulkan dari tempat sampah di lingkungan sekitarnya. Untuk meminimalkan timbulnya kuman salah satunya dengan cara tetap menjaga kebersihan. Selain kuman, dalam udara yang diteliti ter sebut juga mengandung jamur padahal seharusnya udara yang baik adalah udara yang tidak mengandung atau negatif bahan mikrobiologi, seperti kuman dan jamur. Jamur sebagai unsur biologi udara dapat timbul dari berbagai cara, salah satunya adalah uap air yang dapat menyebabkan berkembangnya koloni jamur. Uap air yang terbentuk di dalam bangunan dapat ditimbulkan dari: 1) air yang menembus dari selubung bangunan atau dinding, 2) kondensasi karena ventilasi yang kurang

Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 7, No. 1 Juli 2013: 21–25

tepat, 3) uap air tanah yang menembus ke suatu bagian bangunan. Sedangkan untuk pencegahan tumbuhnya jamur dalam gedung dapat dilakukan dengan cara menjaga humiditas di bawah 50% dan dengan menghilangkan setiap kebocoran air. Keluhan Kesehatan Penghuni Empat keluhan kesehatan terbanyak yang dirasakan penghuni LAPAS berdasarkan data yang diperoleh adalah berupa keluhan kesehatan berupa batuk sebanyak 94 orang, kulit berkeringat sebanyak 76 orang, kepala pusing sebanyak 69 orang, dan hidung tersumbat sebanyak 60 orang. Batuk adalah sebuah refleksi fisiologi untuk melindungi tubuh dari benda asing yang masuk tenggorokan. Di samping itu, batuk juga bisa menjadi gejala dari suatu penyakit. Batuk disebabkan oleh peradangan pada lapisan lendir saluran pernapasan. Ada batuk berdahak yang disebabkan oleh infeksi yang disebabkan oleh bakteri atau virus dan ada pula batuk tidak berdahak yang bisa disebabkan oleh partikel debu melayang di udara. Kulit berkeringat disebabkan karena berada pada suhu tinggi dan saat beraktivitas, selain itu juga disebabkan karena kelembapan udara. Pada dasarnya berkeringat dapat membantu menjaga suhu tubuh tetap stabil, dan pada kebanyakan kasus hal ini sangatlah wajar. Pusing adalah kondisi di mana penderita merasa segala objek yang ada di depan matanya dan ada di sekitarnya bergerak atau berputarputar, selain itu penderita juga merasa tubuhnya ringan dan tidak stabil. Keluhan ini disebabkan karena kuman yang terkandung dalam udara, selain itu pusing yang terjadi ini juga bisa disebabkan karena hidung tersumbat. Gejala dapat berupa hilangnya daya penciuman, hidung sakit, dahi terasa berat dan penuh, dan ada cairan kuning kental berbau busuk. Keluhan ini disebabkan karena jamur yang terkandung dalam udara Hubungan Kualitas Fisik, Kimia, dan Mikrobiologi Udara dalam Ruang dengan Keluhan yang Dirasakan Penghuni Hasil perhitungan dengan menggunakan Uji Korelasi Spearman terlihat bahwa ada variabel yang signifikan terhadap terjadinya keluhan kesehatan, yaitu: suhu, berpengaruh terhadap terjadinya keluhan kesehatan berupa iritasi kulit,

C R Candrasari dan J Mukono, Kualitas Udara dalam Ruang Lembaga Pemasyarakatan

artinya semakin tinggi suhu udara dalam ruang maka mempunyai risiko 0,634 kali lebih besar untuk dapat terjadinya iritasi kulit. Variabel lainnya yang tidak signifikan, belum tentu tidak memberikan pengaruh terhadap keluhan kesehatan yang timbul. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu banyaknya faktor yang berpotensi memengaruhi kualitas udara dalam ruang, keluhan kesehatan yang terjadi tidak bersifat spesifik dan dapat merupakan gejala dari penyakit lain, penyebab terjadinya keluhan kesehatan tersebut dipengaruhi banyak faktor lain. Tan Malaka (1998), menyatakan bahwa intensitas pengaruh berbagai faktor yang dapat memengaruhi lingkungan kerja tergantung lokasi dan proses yang ada. Walaupun tidak semua dominan, namun beberapa faktor tersebut selalu ada udara di dalam ruang. KESIMPULAN DAN SARAN Disimpulkan bahwa jika didasarkan pada Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. 51/ Men/1999 maka suhu udara ruangan berada pada kondisi nyaman sebab tidak melebihi dari standar baku mutu. Namun jika didasarkan pada Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 261/Menkes/ SK/II/1998, suhu ruangan berada pada kondisi tidak nyaman karena melebihi standar baku mutu. Kelembapan udara ruang melebihi standar baku mutu Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 51/ Men/1999 dan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 261/Menkes/SK/II/1998. Jumlah CO dan partikel debu udara dalam ruangan kurang dari standar baku mutu berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. 51/Men/1999 dan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 261/Menkes/ SK/II/1998. Sedangkan jumlah total koloni kuman dalam udara ruang melebihi standar baku mutu Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 261/Menkes/ SK/II/1998, dan adanya jamur dalam udara ruang juga tidak sesuai, karena dalam Peraturan Perundangan tersebut udara yang baik adalah udara yang tidak mengandung jamur.

25

Sumber pencemar udara ruangan berasal dari asap rokok dan bau-bauan. Gangguan atau keluhan kesehatan terbanyak yang dirasakan penghuni adalah batuk. Dari 120 sampel yang diteliti 79,2% di antaranya merasakan keluhan berupa batuk. Ada hubungan kualitas udara dalam ruang dengan keluhan yang dirasakan penghuni ruang, variabel yang berhubungan adalah suhu udara dengan keluhan iritasi kulit yang berupa kulit kering, kulit gatal, dan kulit berminyak. Sedangkan variabel lain, seperti kelembapan, debu, total koloni kuman, dan total koloni jamur tidak ada hubungannya dengan keluhan yang dirasakan penghuni ruang. Disarankan bagi penghuni ruangan agar sebaiknya tetap menjaga kebersihan lingkungan sekitar dan untuk lebih memanfaatkan ventilasi yang ada, seperti mengupayakan agar setiap hari ruangan memperoleh sinar matahari. Hal ini dimaksudkan agar ruang hunian tidak terlalu lembap. Sedangkan kepada instansi terkait untuk tetap aktif memberikan pembinaan dan penyuluhan kepada para penghuni tentang pentingnya kebersihan lingkungan, khususnya ruang hunian. Pemeriksaan kualitas udara dalam ruang tahanan para penghuni LAPAS secara berkala sesuai parameter kualitas udara (kualitas fisik, kimia, dan mikrobiologi) dan monitoring kesehatan secara berkala agar dapat diketahui sejak dini keluhan kesehatan yang terjadi. DAFTAR PUSTAKA Aditama, Tjandra Y. 1992. Polusi Udara dan Kesehatan. Jakarta: Arcan. Aditama, Tjandra Y. 2002. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: Universitas Indonesia Press. Fardiaz, S. 2001. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta: Kanisius. Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. 51/Men/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 261/Menkes/SK/ II/1998 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja. Malaka, Tan. 1998. Kualitas Udara Ruangan dan Kesehatan. Majalah Kesehatan Masyarakat Indonesia, Tahun XXVI, No. 8, 440–444.