JURNAL PAEDAGOGY VOLUME 1 NOMOR 1 EDISI MEI 2014 FAKULTAS ILMU

Download Penelitian ini bertujuan untuk mengurangi perilaku hiperaktif dan impulsive ... dan kabutuhan anak, dapat menurunkan dan mengurangi perilak...

2 downloads 317 Views 386KB Size
Jurnal Paedagogy Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2014 Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram

UPAYA MENGURANGI PERILAKU HIPERAKTIF DAN IMPLUSIVE MELALUI PENERAPAN VARIASI TERAPI PERMAINAN DI SELA PEMBALAJARAN PADA SISWA ATTENTION DEFICIT HYPERACTIVITY DISORDER (ADHD) KELAS III-A SLB AUTIS ALAMANDA SURAKARTA Endah Resnandari Puji Astuti (Dosen Program Studi Teknologi Pendidikan FIP IKIP Mataram) Email: [email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengurangi perilaku hiperaktif dan impulsive siswa ADHD kelas III-A SLB Autis Alamanda tahun pelajaran 2012/ 2013 dengan menerapkan variasi terapi permainan di sela pembelajaran. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Subyek yang memperoleh perlakuan adalah siswa ADHD kelas III SLB Autis Alamanda yang berjumlah 1 (satu) siswa dalam kelas individual. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan analisis dokumen yang diterapkan dalam siklus I dan siklus II. Analisis data dilakukan dengan teknik analisis kritis yaitu kegiatan untuk mengungkapkan kelemahan dan kelebihan kinerja guru dan siswa dalam proses terapi permainan. Data kuantitatif dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif yang ditampilkan melalui tabel dan grafik yang diinterpretasikan dengan deskriptif kualitalif serta membandingkan perilaku siklus I dan siklus II. Hasil penelitian menunjukkan : penurunan perilaku hiperaktif siswa dimulai dari Pra Siklus dimana belum diberikan perlakuan, siklus I, dan siklus II. Hasil observasi dengan instrument observasi pada tahap pra siklus diperoleh skor ratarata perilaku hiperaktif 36.67 (kriteria perilaku hiperaktif tinggi), pada siklus I terjadi penurunan ratarata skor perilaku hiperaktif yaitu 26 (kriteria perilaku hiperaktif sedang) dan pada siklus II rata-rata skor perilaku hiperaktif kembali menurun menjadi 15 (kriteria perilaku hiperaktif rendah). Penurunan perilaku impulsive juga terjadi yaitu dari kegiatan pra siklus dengan rata-rata skor 57.33 (kriteria perilaku impulsif tinggi), menurun menjadi 36.67 (kriteria perilaku impulsif sedang) pada siklus I, dan menurun lagi menjadi 22.33 (kriteria perilaku impulsif rendah) pada siklus II. Dari hasil analisis tersebut ditarik kesimpulan bahwa dengan terapi permainan yang diterapkan sesuai dengan karakteristik dan kabutuhan anak, dapat menurunkan dan mengurangi perilaku hiperaktif dan impulsive siswa ADHD kelas III-A SLB Autis Alamanda semester II tahun pelajaran 2012/2013. Kata Kunci: Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), Terapi permainan, Hiperaktif, Impulsive

PENDAHULUAN SLB Autis Alamanda merupakan salah satu sekolah luar biasa yang memberikan pelayanan pendidikan bagi siswa-siswa yang mengalami gangguan perilaku dan tumbuh kembang seperi autis, attention deficit hyperactivity disorder (ADHD), down syndrome, dan slow learner (lambat belajar). Pelayanan pendidikan di SLB Autis Alamanda diberikan secara individual dan klasikal. Kelas individual diberikan kepada siswa-siswa intervensi

dini dan siswa-siswa yang belum memiliki kemampuan untuk bersosialisasi dan berbagi dengan siswa lain. Kelas klasikal disediakan bagi siswa-siswa yang sudah mampu menerima pembelajaran bersama dan telah mampu menerima instruksi kelompok. Kelas yang ada di SLB Autis Alamanda sampai saat ini terdiri dari kelas I sampai kelas III tingkat sekolah dasar luar biasa. Siswa-siswa yang duduk di kelas I semuanya merupakan siswa-

Halaman | 1

Jurnal Paedagogy Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2014 Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram

siswa kelas individual. Jadi, dalam satu kelas hanya terdapat 1 siswa dengan 1 orang guru. Untuk kelas 2 merupakan kelas klasikal dimana dalam satu kelas terdiri dari 2 siswa dengan 1 orang guru. Sedangkan untuk kelas III terdiri dari 2 kelas yaitu kelas III-A untuk kelas 3 individual dan III-B untuk kelas III klasikal. Kelas III-A merupakan salah satu kelas individual, dimana siswa yang berada di dalam kelas tersebut adalah siswa dengan gangguan perilaku yaitu Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). Siswa kelas III-A ini merupakan siswa dengan gangguan konsentrasi, hiperaktif dan impulsive. Siswa sangat mudah frustasi, tidak bisa tenang dalam waktu lama bila duduk di kursi, banyak mencari alasan agar bisa keluar kelas, perhatian siswa sangat mudah teralih dengan kondisi-kondisi di dalam maupun di luar kelas, tidak mampu bertahan lama pada satu aktivitas, dan selalu melakukan aktivitas dengan terburu-buru. Selain itu, siswa tersebut juga memiliki kemampuan yang terbatas terhadap pengulangan-pengulangan kegiatan atau aktivitas. Apabila satu kegiatan dilakukan lebih dari satu kali, siswa akan frustasi, konsentrasi menurun bahkan konsentrasi akan hilang. Pengulangan kegiatan menyebabkan hasil yang diperoleh akan jauh lebih buruk dari kegiatan awal. Berdasarkan hasil pengamatan awal/ pra siklus mengenai perilaku ADHD siswa kelas III-A tersebut diperoleh bahwa perilaku ADHD berupa perilaku hiperaktif dan impulsive siswa masih tergolong tinggi. Hal itu dapat dilihat dalam table berikut:

Table 1. Rata-rata Skor Perolehan Perilaku Hiperaktif dan Impulsif Siswa ADHD Kelas III SLB Autis Alamanda pada Kegiatan Pra Siklus Skor perolehan No Nama Hipe Impuls Kriteria Kriteria raktif ive 1 VN 36.67 Tinggi 57.33 Tinggi

Table di atas menunjukkan bahwa rata-rata perilaku hiperaktif dan impulsive siswa ADHD kelas III SLB Autis Alamanda masih tergolong tinggi. Perilaku hiperaktif tersebut antara lain sering resah dengan menggerak-gerakkan tangan atau kaki di tempat duduk, sering meninggalkan tempat duduk di ruang kelas, sering berlari kesana kemari pada situasi yang tidak pantas, sering berbicara berlebihan, sering bertindak seolah “digerakkan oleh motor”, dan sering kesulitan melakukan kegiatankegiatan santai. Perilaku impulsive yang tampak yaitu sering melontarkan jawaban sebelum pertanyaan selesai diajukan, sering menyela pembicaraan, sering mengganggu orang lain, dan sering mengalami kesulitan menunggu giliran. Berdasarkan permasalahan yang ada di kelas III-A tersebut, peneliti yang juga merupakan guru kelas III-A berusaha melakukan tindakan perbaikan pembelajaran yaitu dengan menerapkan variasi terapi permainan di sela pembelajaran untuk mengurangi perilaku hiperaktif dan impulsive pada siswa ADHD kelas III-A di SLB Autis Alamanda Surakarta. Permasalahan penelitian ini adalah “Apakah melalui penerapan variasi terapi permainan di sela pembelajaran dapat mengurangi perilaku hiperaktif dan impulsive siswa ADHD kelas III-A di SLB Autis Alamanda

Halaman | 2

Jurnal Paedagogy Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2014 Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram

Surakarta pada semester II tahun pelajaran 2012/2013?” Tujuan penelitian tindakan ini adalah: (1) untuk mengurangi perilaku hiperaktif dan impulsive siswa ADHD kelas III-A di SLB Autis Alamanda Surakarta melalui penerapan variasi terapi permainan di sela pembelajaran; (2) untuk mengidentifikasi perbedaan perilaku hiperaktif dan impulsive siswa ADHD kelas III-A SLB Autis Alamanda Surakarta sebelum dan sesudah mendapatkan tindakan penerapan variasi terapi permainan di sela pembelajaran. Baihaqi dan Sugiarmin (2008:2) mengungkapkan bahwa secara umum ADHD menjelaskan kondisi anak-anak yang memperlihatkan simtom-simtom (ciri atau gejala) kurang konsentrasi, hiperaktif, dan impulsive yang mengebabkan ketidakseimbangan sebagian besar aktivitas hidup mereka. Pendapat lain disampaikan Marlina dalam Meliastari (2012: 285) yang menyatakan bahwa ADHD merupakan perilaku yang berkembang secara tidak sempurna dan timbul pada anak-anak dan orang dewasa. Perilaku yang dimaksud berupa kekurangmampuan dalam hal menaruh perhatian, pengontrolan gerak hati, serta pengendalian motor. Keadaan demikian menjadi masalah bagi anakanak (penderita) terutama dalam memusatkan perhatian terhadap pelajaran sehingga akan menimbulkan kesukaran di dalam kelas. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa ADHD merupakan gangguan perkembangan yang ditandai dengan adanya ketidakmampuan anak untuk memusatkan perhatiannya pada sesuatu yang dihadapi, sehingga rentang perhatiannya sangat singkat dibandingkan anak lain yang seusia.

ADHD biasanya disertai dengan gejala hiperaktif dan tingkah laku yang impulsive. Gangguan ini berdampak pada cara anak berpikir, bertindak, dan merasa. Kelainan ini dapat mengganggu perkembangan anak dalam hal kognitif, perilaku, sosialisasi maupun komunikasi. Sugiarmin (2007:7) menjelaskan tentang ciri-ciri ADHD dimana ciri-ciri ini muncul pada masa kanak-kanak awal, bersifat menahun, dan tidak diakibatkan oleh kelainan fisik yang lain, mental, maupun emosional. Dijelaskan bahwa ciri utama individu ADHD meliputi gangguan pemusatan perhatian (inattention), gangguan pengendalian diri (impulsifitas), dan gangguan dengan aktivitas yang berlebihan (hiperaktivitas). ADHD merupakan suatu gangguan perkembangan yang sangat kompleks berkaitan dengan pengendalian diri dalam berbagai variasi gangguan tingkah laku, sehingga untuk mengidentifikasi ADHD diperlukan suatu pedoman yang tepat. Hiperaktif adalah suatu gerakan yang berlebihan melebihi gerakan yang dilakukan secara umum anak seusianya. Biasanya sejak bayi mereka banyak bergerak dan sulit untuk ditenangkan. Jika dibandingkan dengan individu yang aktif tapi produktif, perilaku hiperaktif tampak tidak bertujuan. Mereka tidak mampu mengontrol dan melakukan koordinasi dalam aktivitas motoriknya, sehingga tidak dapat dibedakan gerakan yang penting dan tidak penting. Gerakannya dilakukan terus menerus tanpa lelah, sehingga kesulitan untuk memusatkan perhatian. (Sugiarmin, 2007:7) Grant L. Martin (2008:29) menyebutkan bahwa anak-anak yang hiperaktif mengalami kesulitan dalam Halaman | 3

Jurnal Paedagogy Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2014 Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram

mengendalikan gerakan-gerakan tubuh mereka, khususnya jika mereka diharuskan untuk duduk tenang dalam waktu yang lama. Aspek hiperaktif ADHD dapat berkisar dari keresahan ringan sampai gerakan yang tiada henti. Komponen lain dari rangsangan yang berlebihan pada anak ADHD yaitu variasi emosi. Perasaan senang maupun sedih pada anak ADHD akan diekspresikan dengan sangat jelas agar diperhatikan oleh setiap orang. Mereka sangat cepat frustasi hanya karena kejadian-kejadian kecil. Sugiarmin (2007:7) menjelaskan bahwa individu dengan gangguan impulsive tidak berpikir dahulu sebelum bertindak. Mereka tidak memikirkan terlebih dahulu apa akibatnya bila melakukan suatu perbuatan. Anak ADHD dengan perilaku impulsive seakan-akan menempatkan dirinya dalam suatu kondisi yang mempunyai resiko tinggi, bahkan seringkali berbahaya bagi orang lain. Impulsivitas ini muncul pula dalam bentuk verbal yaitu berbicara tanpa berpikir lebih dahulu. Bentuk lain dari impulsivitas adalah anak seperti tidak sabaran, kurang mampu untuk menunda keinginan, menginterupsi pembicaraan orang lain dan cepat marah jika orang lain melakukan sesuatu di luar keinginannya. Pendapat lain juga disampaikan Grant L. Martin (2008:31) yang menyebutkan bahwa sifat impulsive anak ADHD membuat anak ingin mengepalai semua interaksi social. Sebagai akibatnya mereka mengganggu rekan-rekan sebayanya dengan usaha-usaha untuk mendominasi. Dijelaskan pula bahwa anak sering mengganggu guru secara terus-menerus dengan melontarkan jawaban terhadap sebuah pertanyaan

bahkan sebelum pertanyaan itu diajukan. Selain itu, anak juga sering menuliskan jawaban-jawaban tanpa memikirkan persoalan-persoalannya dan tanpa membaca pertanyaan secara lengkap. Impulsivitas dapat secara serius mempengaruhi pekerjaan sekolah. Anak ADHD sering berkerja dengan cepat dan sembrono dalam menyelesaikan tugas tertulis di sekolah. Hal ini menyebabkan mereka akan membuat banyak kesalahan ejaan dengan menghilangkan hurufhuruf, dan banyak melakukan kesalahan pada soal matematika yang sederhana dengan menempatkan angka-angka di kolom-kolom yang salah atau menggunakan prosedur yang tidak benar. Menurut Bandi Delphie (2009:2) terapi berasal dari kata therapy yang berarti penyembuhan dan pengobatan jasmani. Dijelaskan lebih lanjut bahwa pengertian terapi ini berkembang bukan saja membahas tentang pengobatan jasmani atau mengarahkan pada normalisasi fungsi fisik, melainkan juga mengarah pada penyesuaian diri dan fungsi berpikir. Terapi permainan adalah suatu pendekatan pendidikan dan merupakan teknik penyembuhan dengan cara bermain dan dapat dilihat melalui analisis psikologis. Permainan yang diterapkan adalah bentuk-bentuk permainan yang dapat menimbulkan kesenangan, kenikmatan, dan tidak ada unsur paksaan serta menimbulkan motivasi dalam diri sendiri. Permainan ini bersifat spontanitas, sukarela, dan mempunyai pola atau aturan yang tidak mengikat. Terapi permainan bagi anak berkebutuhan khusus, terutama bagi anak dengan gangguan perkembangan harus memiliki tujuan dan sasaran yang jelas. Adapun tujuan dari terapi permainan Halaman | 4

Jurnal Paedagogy Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2014 Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram

antara lain untuk mengembangkan aspek fisik, mengembangkan aspek emosi, mengembangkan aspek mental, mengembangkan aspek intelektual, dan mengembangkan aspek social. (Bandi Delphie, 2009:5) Grant L Martin (2008:297) mengemukakan bahwa anak ADHD memerlukan kegiatan yang bersifat selang seling untuk kegiatan minat tinggi dan minat rendah. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi frustasi pada anak ADHD. Dijelaskan pula bahwa anak ADHD membutuhkan kesempatan untuk bergerak disela-sela waktu bekerja atau belajarnya karena tugas yang harus dikerjakan dengan duduk dan membutuhkan waktu lama akan menyulitkan siswa ADHD. Berdasarkan penjelasan tersebut berarti siswa ADHD membutuhkan kesempatan/waktu untuk menyalurkan energy atau waktu rileks untuk mengurangi perilaku hiperaktif dan impulsifnya. Salah satu cara yang dapat dilakukan sebagai media penyalur energy anak ADHD yaitu dengan menerapkan terapi permainan di sela pembelajaran. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan Furqon Hidayatullah (2008:7) tentang pengaruh terapi permainan bagi perkembangan anak dalam hal ini dikhususkan untuk anak ADHD yaitu pengembangan keterampilan gerak, perkembangan fisik dan kesegaran jasmani, dorongan berkomunikasi, penyaluran bagi energy emosional yang terpendam, penyaluran bagi kebutuhan dan keinginan, sumber belajar, rangsangan bagi kreativitas, perkembangan wawasan diri, belajar bermasyarakat, dan perkembangan kepribadian. Menurut Klinis (2007) terapi permainan yang diterapkan untuk anak

ADHD perlu memperhatikan beberapa hal yaitu: 1. Tujuan dan target setiap sesi terapi bermain harus spesifik berdasarkan kondisi dan ketrampilan anak, dilakukan dengan bertahap, terstruktur dan konsistensi. Pemilihan permainan harus didasarkan pada kondisi anak dan target perilaku yang dituju. 2. Permainan yang digunakan harus dipecah-pecah menjadi komponenkomponen kecil yang diajarkan satu persatu dengan tahap dan cara yang sama. 3. Terapi diberikan dalam beberapa tahap, pertama dengan satu anak satu terapis dalam tempat terapi khusus, kemudian perlahan-lahan anak akan dilibatkan dalam permainan dengan anak lain (sebaiknya yang tidak ADHD), dan jika sudah memungkinkan maka anak dilibatkan dalam kelompok yang lebih besar untuk membantu anak mengembangkan ketrampilan bersosialisasi. 4. Anak penyandang ADHD tidak dapat dilakukan hanya dengan terapi tunggal saja mengingat bahwa gangguannya berkaitan dengan sirkuit di dalam otak, maka terapi bermain sebaiknya dilakukan bersama-sama dengan terapi yang lain. 5. Terapi bermain ini harus dilakukan oleh terapis yang sudah terlatih dan mengerti tentang dunia anak. Hal ini terlebih pada penyandang ADHD karena menangani anak ADHD memerlukan kesabaran dan keteguhan hati yang tinggi. 6. Keberhasilan program terapi bermain sangat ditentukan oleh bagus tidaknya kerja sama terapis Halaman | 5

Jurnal Paedagogy Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2014 Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram

dengan orang tua dan orang-orang lain yang terlibat dalam pengasuhan anak sehari-hari. 7. Jika secara umum terapi bermain memberikan kebebasan kepada anak untuk berekspresi dan eksplorasi, maka pada anak ADHD hal ini justru akan digunakan untuk memperkenalkan aturan-aturan dan mengendalikan perilaku. 8. Terapi bermain bagi penyandang ADHD dapat ditujukan untuk meminimalkan/menghilangkan perilaku agresif, perilaku menyakiti diri sendiri, dan menghilangkan perilaku berlebihan yang tidak bermanfaat. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa dalam menerapkan terapi permainan untuk anak ADHD, prinsip yang perlu diperhatikan yaitu bahwa terapi permainan digunakan sebagai model pembelajaran untuk mengalihkan perhatiannya dari aktivitas yang berlebihan namun tidak bermanfaat, melatih anak melakukan tugas satu persatu, melatih anak menunggu giliran, dan mengalihkan sasaran agresivitas, hiperaktif, dan impulsive. Variasi terapi permainan merupakan penerapan terapi permainan dengan lebih dari satu permainan. Hal ini dimaksud agar anak ADHD tidak mudah bosan dan tidak cepat frustasi dalam melakukan terapi permainan ini, mengingat karakteristik anak ADHD yang sangat mudah frustasi dalam melakukan suatu aktivitas dalam jangka waktu yang lama. Variasi terapi permainan yang diterapkan dalam penelitian ini yaitu permainan berjalan di papan titian (maniti), pindah pulau (dengan melompat), memasang page board, dan melompati kursi kecil.

Dengan penerapan variasi terapi permainan tersebut diharapkan anak ADHD kelas III SLB Autis Alamanda dapat mengurangi perilaku hiperaktif dan impulsive sehingga dapat berpengaruh positif pada hasil pembelajaran anak. Anak ADHD karena masalah yang menyertainya mengalami kesulitan untuk melakukan proses tindakan atau menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Keadaan ini menuntut pengaturan yang memungkinkan anak dapat mengontrol diri dalam segala perbuatannya. Selain itu setiap perlakuan yang diberikan pada anak ADHD membutuhkan umpan balik yang segera dan konsisten. Hal ini penting untuk memperkuat tingkah laku yang dikehendaki dan menghindarkan tingkah laku yang tidak dikehendaki. (Sugiarmin, 2007:14). Grant L. Martin (2008:272) menyebutkan bahwa pelayanan pembelajaran untuk anak ADHD dapat dilakukan dengan mulai mengembangkan rencana pendidikan individual (PPI). Perencanaan Pembelajaran Individual (PPI) untuk anak ADHD menerapkan modifikasimodifikasi dalam ruang kelas dan pengurangan-pengurangan tugas. Program pengajaran individual (PPI) diturunkan dari istilah aslinya yang berbahasa Inggris yaitu Individualized Educational Program (IEP). Sunardi (2005: 60) menjelaskan bahwa PPI disusun untuk setiap anak luar biasa. Oleh karena sifat PPI sangat individual, karakteristik anak yang dimaksud harus dideskripsikan secara lengkap baik mengenai tingkat kemampuan maupun tingkat kelemahan dalam semua aspek yang berkaitan dengan pendidikan, termasuk prestasi belajar, tingkat kecerdasan, kondisi emosi, kemampuan Halaman | 6

Jurnal Paedagogy Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2014 Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram

sosialisasi, fisik, kesehatan dan sebagainya. PPI disusun oleh sebuah tim yang disebut tim PPI. Menurut Gordon S. Gibb & Tina Taylor Dyches (2000:12) tim PPI terdiri dari “parents of the student, a reguler education teacher, a special education teacher, a local education agency representative, a person to interpret evalualuation results, other knowledgeable that the persons or school may invite, and the student, if appropriate” (orang tua siswa, guru umum, guru khusus, perwakilan pendidikan daerah, seseorang untuk menafsirkan hasil evaluasi, orang memiliki pengetahuan lain yang dibutuhkan atau sekolah dapat mengundang, dan siswa jika memungkinkan). PPI disusun berdasarkan hasil assessment yang telah dilakukan oleh tim assessment. PPI yang telah disusun akan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan anak. Evaluasi program dilakukan untuk mengetahui perkembangan anak serta tambahan program yang mungkin dibutuhkan anak. PPI yang disusun untuk anak ADHD perlu memperhatikan kebutuhan pendidikan anak ADHD. Mengenai kebutuhan belajar, anak membutuhkan lingkungan yang tenang, kondusif, dan terkendali. Pengaturan belajar yang konsisten tetapi fleksibel dapat diterapkan dalam pengaturan kelas, pembelajaran, dan ketika pemberian tugas. Selain itu, penyusunan PPI untuk anak ADHD perlu memperhatikan pula berbagai hambatan belajar anak (Sugiarmin, 2007:16), antara lain aktivitas motorik yang berlebihan, menjawab tanpa ditanya, menghindari tugas, kurang perhatian, tugas yang tidak

diselesaikan, bingung akan arahanarahan, disorganisasi, tulisan yang jelek, masalah-masalah social, dan memiliki ketidakstabila emosi, baik watak maupun suasana hati. METODE PENELITIAN Penelitian yang berjudul “Upaya Mengurangi Perilaku Hiperaktif dan Impulsive melalui Penerapan Variasi Terapi Permainan di Sela Pembelajaran pada Siswa ADHD kelas III-A di SLB Autis Alamanda Surakarta Semester II Tahun Pelajaran 2012/2013” mengambil tempat di SLB Autis Alamanda Surakarta. SLB Autis Alamanda Surakarta terletak di Jalan Siwalan RT 02/XIV Kerten, Laweyan, Surakarta. Penelitian ini dilakukan di SLB Autis Alamanda karena peneliti merupakan guru kelas III-A di sekolah tersebut, sehingga tidak mengganggu tugas utama sebagai guru. Penelitian dilaksanakan 3 bulan yaitu pada bulan Maret 2013 sampai dengan bulan Mei 2013 pada semester II tahun pelajaran 2012/2013. Subjek penelitian tindakan ini adalah siswa ADHD Kelas III-A SLB Autis Alamanda Surakarta Semester II Tahun Pelajaran 2012/2013. Siswa di kelas ini berjumlah 1 orang siswa lakilaki yang memiliki gangguan perkembangan Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD). Sumber-sumber data yang akan dipergunakan dalam penelitian ini adalah data yang berupa informan, tempat dan peristiwa, dan dokumen. Informan adalah orang yang memberikan tanggapan apa yang diminta atau yang ditentukan oleh penelitinya. Informan dalam penelitian tindakan kelas posisinya sangat penting yaitu berbagai individu yang memiliki informasi. Halaman | 7

Jurnal Paedagogy Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2014 Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram

Informan dalam penelitian ini adalah teman sejawat sebagai kolaborator dan beberapa guru pengampu dalam satu tim. Tempat atau lokasi yang berkaitan dengan sasaran atau permasalahan penelitian juga merupakan salah satu jenis sumber data yang digunakan dalam penelitian. Lokasi merupakan tempat dimana penelitian dilakukan. Lokasi penelitian tindakan kelas ini yaitu di SLB Autis Alamanda Surakarta. Peristiwa yang dimaksud adalah peneliti melakukan pengamatan terhadap proses pelaksanaan terapi permainan di sela pembelajaran. Selain sebagai peneliti, peneliti juga bertindak langsung sebagai guru yang merupakan pelaku dalam pelaksanaan terapi permainan di sela pembelajaran bagi siswa kelas III-A SLB Autis Alamanda Surakarta. Dokumen digunakan sebagai sumber data untuk melengkapi data yang diperoleh dari informan untuk melengkapi data penelitian. Dokumen yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah berupa daftar nilai siswa dan laporan pembelajaran/buku penghubung siswa. Teknik pengumpulan data dalam Penelitian Tindakan di SLB Autis Alamanda adalah sebagai berikut : (1)Teknik wawancara yang digunakan yaitu wawancara tidak terstruktur. Peneliti bebas menentukan fokus masalah wawancara, kegiatan wawancara mengalir seperti dalam percakapan biasa, yaitu mengikuti dan menyesuiakan dengan situasi dan kondisi informan. Wawancara tidak terstruktur tidak membutuhkan pedoman wawancara yang detail tetapi semacam rencana umum untuk menanyakan pendapat atau komentar responden tentang suatu topik sesuai dengan tujuan peneliti. Pelaksanaan wawancara di SLB Autis Alamanda yaitu peneliti meminta teman

sejawat dan beberapa guru dalam satu tim sebagai informan untuk memberikan tanggapan terhadap permasalahanpermasalahan yang muncul dan perubahan perilaku siswa setelah pelaksanaan terapi permainan di sela pembelajaran untuk siswa ADHD Kelas III-A SLB Autis Alamanda; (2) Peneliti melakukan partisipasi aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Peneliti bertindak sebagai pengajar di kelas III-A SLB Autis Alamanda. Selain itu, peneliti juga mengamati proses pelaksanaan terapi permainan dengan menggunakan alat bantu observasi berupa instrumen observasi dan kamera. Selain melakukan pengamatan sendiri di dalam kelas, peneliti juga dibantu oleh teman sejawat sebagai kolaborator dalam melakukan pengamatan. Segala hasil pengamatan yang diperoleh di dalam kelas didiskusikan dengan teman sejawat. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kelemahan dan kekurangan dalam pembelajaran yang telah berlangsung sehingga dapat dicari solusi untuk perbaikan tindakan selanjutnya. Observasi terhadap siswa difokuskan pada perilaku agresif dan impulsive siswa kelas III-A SLB Autis Alamanda. Perilaku hiperaktif yang diamati yaitu sering resah dengan menggerak-gerakkan tangan atau kaki atau bergeliang-geliut di tempat duduk, sering meninggalkan tempat duduk di ruang kelas, sering berlari kesana kemari pada situasi dimana hal itu tidak pantas, sering berbicara dengan berlebihan, sering bertindak seolah “digerakkan oleh motor”, dan sering mengalami kesulitan bermain atau kesulitan melakukan kegiatan-kegiatan santai. Penilaian dilakukan dengan memberikan skor pada lembar observasi kemudian diberi Halaman | 8

Jurnal Paedagogy Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2014 Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram

penilaian dengan kriteria rendah, sedang, dan tinggi. Perilaku impulsive yang diamati yaitu sering melontarkan jawaban sebelum pertanyaan selesai diajukan, sering menyela pembicaraan, sering mengganggu orang lain, dan sering mengalami kesulitan menunggu giliran. Penilaian dilakukan dengan menghitung jumlah skor pada lembar observasi, kemudian diberikan penilaian dengan kriteria rendah, sedang, dan tinggi. (3) Analisis dokumen merupakan teknik penelitian yang dilakukan dengan cara mencatat dan mengumpulkan data yang bersumber dari arsip dan dokumen yang isinya berhubungan dengan masalah dan tujuan penelitian. H.B. Sutopo (2002 : 54) mengemukakan bahwa “dokumen adalah bahan tertulis yang bergayutan dengan suatu peristiwa atau aktivitas tertentu, sedangkan arsip merupakan catatan rekaman yang lebih bersifat formal dan terencana dalam organisasi”. Dokumen yang dianalisis dalam penelitian ini yaitu laporan harian siswa/buku penghubung dan nilai harian siswa. Teknik untuk memperdalam tingkat kepercayaan atau teknik pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian ini, dipergunakan triangulasi. Menurut H.B Sutopo (2002: 78) triangulasi merupakan teknik yang didasari pola pikir fenomonologi yang bersifat multiperspektif. Artinya untuk menarik kesimpulan yang mantap diperlukan tidak hanya satu cara pandang. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Patton dalam H.B Sutopo ( 2002: 78) menyatakan bahwa ada empat macam triangulasi: (1) Data triangulation, dimana peneliti menggunakan beberapa sumber data yang sama, (2) investigator triangulation

yaitu pengumpulan data yang sama dan dilakukan oleh beberapa peneliti, (3) metodological triangulation yaitu penelitian yang dilakukan dengan menggunakan data yang sejenis, tetapi dengan menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda, dan (4) theoritical triangulation yaitu menggunakan penelitian tentang topik yang sama dan datanya dianalisis dengan menggunakan beberapa perspektif teoretis yang berbeda. Trianggulasi yang diterapkan dalam penelitian ini adalah trianggulasi metode. Trianggulasi metode yang diterapkan dengan mengumpulkan data beberapa metode atau teknik pengumpulan data. Penerapan triangulasi metode pada penelitian ini dilakukan sebagai pengecekan dan sebagai pembanding terhadap data-data yang telah diperoleh. Selain itu, triangulasi juga dilakukan untuk menyelidiki validitas tafsiran peneliti terhadap data, karena itu triangulasi bersifat reflektif. Triangulasi metode tersebut memungkinkan untuk memperkaya data serta menutupi kelemahan atau kekurangan dari satu teknik tertentu sehingga data yang diperoleh dalam penelitian ini dapat diakui kemurniannya. Analisis data dilakukan terhadap setiap data yang diperoleh. Analisis data dapat dilakukan secara bertahap, pertama dengan menyeleksi dan mengelompokkan, kedua dengan memaparkan atau mendeskripsikan data, dan terakhir menyimpulkan atau memberi makna. Pada tahap pertama, data diseleksi, difokuskan, jika perlu ada yang direduksi karena itu tahap ini sering disebut sebagai reduksi data. Kemudian data diorganisasikan sesuai dengan hipotesis atau pertanyaan penelitian yang ingin dicari jawabannya. Tahap kedua, Halaman | 9

Jurnal Paedagogy Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2014 Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram

data yang sudah terorganisasi ini dideskripsikan sehingga bermakna, baik dalam bentuk narasi, grafik, maupun table. Akhirnya, berdasarkan paparan atau deskripsi yang telah dibuat ditarik kesimpulan dalam bentuk pernyataan atau formula singkat. (IGAK Wardhani, 2007:2.31) Menurut Iskandar (2009:75) dalam pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ada dua jenis data yang dapat dikumpulkan, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif. Untuk data kualitatif dari hasil observasi mengenai cara penyampaian terapi permainan oleh guru serta pengamatan perilaku siswa dianalisis dengan analisis kritis. Teknik analisis kritis adalah kegiatan untuk mengungkapkan kelemahan dan kelebihan penyampaian terapi permainan oleh guru dan perilaku siswa dalam mengikuti terapi permainan. Data kuantitatif perilaku hiperaktif dan impulsive siswa ADHD kelas III-A SLB Autis Alamanda dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif yang ditampilkan melalui tabel dan grafik yang diinterpretasikan dengan deskriptif kualitalif. Selain itu, dilakukan pula analisis diskriptif komparatif yaitu membandingkan perilaku hiperaktif dan impulsive siswa pada kondisi awal dengan perilaku hiperaktif dan impulsive siswa setelah dilakukan tindakan perbaikan berupa penerapan variasi terapi permainan pada siklus I dan setelah siklus II. Indikator ketercapaian merupakan rumusan yang akan dijadikan acuan dalam menentukan keberhasilan penelitian. Indikator ketercapaian dalam mengurangi perilaku hiperaktif dan impulsif siswa ADHD kelas III-A di SLB Autis Alamanda yaitu dengan perolehan skor maksimal 15 atau kriteria

rendah untuk perilaku hiperaktif dan skor maksimal 23 atau kriteria rendah untuk perilaku impulsif pada siswa ADHD kelas III-A SLB Autis Alamanda. Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) di SLB Autis Alamanda ini melalui tahapan siklus. Tahapan untuk setiap siklus tersebut terdiri dari perencanaan tindakan (planning), pelaksanaan tindakan (acting), observasi/pengamatan tindakan (observing), dan refleksi tindakan (reflecting). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Siswa ADHD kelas III-A di SLB Autis Alamanda memiliki karakteristik perilaku hiperaktif dan impulsive yang masih tergolong tinggi. Perilaku hiperaktif yang sangat tampak pada siswa ADHD kelas III-A SLB Autis Alamanda adalah sering resah dengan menggerak-gerakkan tangan atau kaki, sering meninggalkan tempat duduk di ruang kelas, sering berlari kesana kemari pada situasi yang tidak pantas, sering berbicara dengan berlebihan, sering bertindak seolah “digerakkan oleh motor”, dan sering mengalami kesulitan bermain atau kesulitan melakukan kegiatan-kegiatan santai. Perilaku impulsive yang ditunjukkan siswa yaitu sering melontarkan jawaban sebelum pertanyaan selesai diajukan, sering menyela pembicaraan, sering mengganggu orang lain, dan sering mengalami kesulitan menunggu giliran. Perilaku-perilaku tersebut merupakan perilaku-perilaku yang dominan pada anak ADHD. Hal ini sesuai dengan perilaku hiperaktif dan impulsive yang mengacu pada DSM IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder) dalam Grant Maartin (2008:25) yang Halaman | 10

Jurnal Paedagogy Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2014 Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram

menyebutkan secara rinci mengenai berbagai perilaku anak ADHD sehingga dapat menjadi patokan identifikasi bagi siswa. Perilaku-perilaku siswa ADHD seperti yang disebutkan di atas tentu akan sangat mengganggu kegiatan pembelajaran jika tidak segera diatasi. Sejalan dengan pendapat Sugiarmin (2007:14) yang menjelaskan bahwa anak ADHD mengalami kesulitan untuk melakukan proses tindakan atau menyesuaikan diri dengan lingkungannya sehingga menuntut adanya pengaturan dan tindakan yang memungkinkan anak dapat mengontrol diri dalam segala perbuatannya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa perilakuperilaku ADHD seperti hiperaktif dan impulsive perlu segera diatasi agar anak ADHD dapat lebih mengontrol dirinya sehingga mereka dapat belajar dengan baik dan berinteraksi secara normal dalam lingkungan. Pemenuhan kebutuhan akan belajar pada anak ADHD tidak semulus pada anak umumnya karena berbagai hambatan yang dialami. Tanpa bantuan yang dirancang secara khusus akan sulit bagi anak ADHD untuk bisa belajar secara optimal. Mereka akan mengalami kesulitan mengoptimalkan potensi yang dimiliki. Untuk memenuhi kebutuhan belajar anak ADHD tidaklah mudah, dibutuhkan pengetahuan dan keterampilan yang lebih. Dan yang paling mendasar adalah ketangguhan, kesungguhan, dan kesabaran dalam membantu anak belajar. Oleh karena itu, penting bagi orang tua dan guru bekerjasama dan mencari cara-cara terbaik untuk dapat memilih berbagai strategi pembelajaran yang sesuai bagi anak.

Penerapan terapi permainan untuk siswa ADHD kelas III-A di SLB Autis Alamanda dapat menjadi salah satu strategi pembelajaran sebagai upaya mengurangi perilaku hiperaktif dan impulsive siswa. Terapi permainan untuk anak ADHD kelas III-A di SLB Autis Alamanda dilakukan karena siswa ADHD kelas III-A di SLB Autis Alamanda memiliki karakteristik perilaku hiperaktif dan impulsive yang tergolong tinggi. Terapi permainan yang diterapkan di sela pembelajaran selama 30 menit dilaksanakan untuk mengurangi perilaku hiperaktif dan impulsive siswa. Pemberian terapi permainan di sela pembelajaran didasarkan pada pendapat Grant L Martin (2008:297) yang mengemukakan bahwa siswa ADHD memerlukan kegiatan yang bersifat selang seling untuk kegiatan minat tinggi dan minat rendah. Kegiatan minat tinggi yang dimaksud adalah kegiatan-kegiatan menyenangkan yang disukai anak ADHD, sedangkan kegiatan minat rendah adalah kegiatan yang mungkin membutuhkan konsentrasi dan perhatian tinggi bagi siswa ADHD. Selang-seling kegiatan dilakukan untuk mengurangi perilaku hiperaktif dan impulsive siswa. Variasi terapi permainan yang dipilih dalam penelitian ini yaitu permainan yang lebih banyak pada aktivitas motorik dimana aktivitasaktivitas tersebut membutuhkan banyak tenaga untuk dikeluarkan siswa. Permainan-permainan tersebut yaitu meniti di papan titian, berpindah pulau, melompat, dan memasang page board. Pemilihan variasi permainan dengan aktivitas motoric dimana lebih banyak membutuhkan tenaga/energy siswa sejalan dengan pendapat Furqon Hidayatullah (2008:7) tentang pengaruh terapi permainan bagi perkembangan Halaman | 11

Jurnal Paedagogy Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2014 Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram

siswa dikhususkan untuk siswa ADHD yaitu sebagai pengembangan keterampilan gerak terutama untuk keseimbangan siswa, dan sebagai penyaluran bagi energy emosional yang terpendam serta penyaluran bagi kebutuhan dan keinginan siswa. Penerapan terapi permainan yang lebih banyak membutuhkan energy diharapkan dapat dijadikan sebagai penyalur emosi siswa yang terpendam dan menyalurkan tenaga yang berlebihan pada siswa ADHD sehingga siswa memperoleh perilaku yang berbeda (menurunkan perilaku hiperaktif dan impulsive) setelah diberi tindakan berupa terapi permainan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas penerapan terapi permainan untuk mengurangi perilaku hiperaktif dan impulsive siswa ADHD kelas III-A SLB Autis Alamanda, diperoleh hasil bahwa dengan menerapkan terapi permainan dapat mengurangi perilaku hiperaktif dan impulsive siswa ADHD kelas III-A SLB Autis Alamanda. Hal ini terbukti dengan adanya penurunan perilaku negative yaitu perilaku hiperaktif dan impulsive setelah diberikan tindakan berupa terapi permainan. Penurunan perilaku tersebut dapat dilihat dari hasil pengamatan melalui lembar pengamatan sebagai berikut:

Penurunan perilaku hiperaktif dan impulsive siswa ADHD kelas III-A SLB Autis Alamanda dapat juga dilihat

secara jelas dalam gambar diagram berikut: 70 57.33

60 50 40

36.67

36.67 Hiperaktif

30

26 22.33

20

Impulsif

15

10

0 Pra Siklus

Siklus I

Siklus II

Gambar 1. Diagram Penurunan Perilaku Hiperaktif dan Impulsif Siswa ADHD kelas III-A SLB Autis Alamanda

Berdasarkan diagram 1 di atas jelas terlihat penurunan perilaku hiperaktif siswa dimulai dari Pra Siklus dimana belum diberikan perlakuan, siklus I, dan siklus II. Hasil observasi dengan instrument observasi pada tahap pra siklus diperoleh skor rata-rata perilaku hiperaktif 36.67 (kriteria perilaku hiperaktif tinggi), pada siklus I terjadi penurunan rata-rata skor perilaku hiperaktif yaitu 26 (kriteria perilaku hiperaktif sedang) dan pada siklus II rata-rata skor perilaku hiperaktif kembali menurun menjadi 15 (kriteria perilaku hiperaktif rendah). Hal ini membuktikan bahwa perilaku hiperaktif siswa dapat berkurang setelah diberi perlakuan berupa terapi permainan. Penurunan perilaku impulsive juga terjadi yaitu dari kegiatan pra siklus dengan rata-rata skor 57.33 (kriteria perilaku impulsif tinggi), menurun menjadi 36.67 (kriteria perilaku impulsif sedang) pada siklus I, dan menurun lagi menjadi 22.33 (kriteria perilaku impulsif rendah) pada siklus II. Hal ini menunjukkan bahwa dengan terapi permainan yang diterapkan sesuai dengan karakteristik dan kabutuhan siswa, dapat menurunkan dan Halaman | 12

Jurnal Paedagogy Volume 1 Nomor 1 Edisi Mei 2014 Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Mataram

mengurangi perilaku impulsive siswa ADHD kelas III-A SLB Autis Alamanda. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa dengan menerapkan terapi permainan di sela pembelajaran, dapat menurunkan perilaku hiperaktif dan impulsive siswa ADHD Kelas III-A SLB Autis Alamanda semester II tahun pelajaran 2012/ 2013. DAFTAR PUSTAKA Baihaqi & Sugiarmin. 2008. Memahami dan Membantu Anak ADHD. Bandung : PT Refika Aditama Delphie, Bandi. 2009. Terapi Permainan Terapeutik (Special Needs, Giftedness, and Special Talented). Klaten : PT. Intan Sejati Gibb,S. Gordon& Tina Taylor Dyches. 2000. Guide To Writing Quality Individualized Education Programs (What’s Best for Students with Disabilities). United States of America. Hidayatullah, Furqon. 2008. Mendidik Anak dengan Bermain. Surakarta: UNS Press Iskandar. 2009. Penelitian Tindakan Kelas. Ciputat : Gaung Persada Press Klinis. 2007. Terapi Bermain Solusi Yang Tepat Bagi PenyandangADHD.http://klinis. wordpress.com/2007/08/30/pene rapan-terapi-bermain-bagi-

penyandang-adhd-3/ (diakses 21 April 2013 pukul 14.20) Martin, Grant L.. 2008. Terapi untuk Anak ADHD (untuk anak Hiperaktif, sulit Berkonsentrasi, Tidak aktif, kurang perhatian, dan lain-lain). Jakarta : PT Bhuana Ilmu Populer Meliastari. 2012. Mengurangi Hiperaktifitas Pada Anak Attention Deficit/Hiperactivity Disorder (ADHD) Melalui Permainan Tradisional Teropa Tempurung (Single Subject Research Kelas III Di SLB Negeri Lima Kaum)http://ejournal.unp.ac.id/i ndex.php/jupekhu. JurnalVolume 1 no 2 Mei 2012 Rief, Sandra F. 1993. How To Reach and Teach ADD/ADHD Children. New York: The Center for Applied Research in Education. Sugandi, Achmad, dkk. 2000. Belajar dan Pembelajaran. Semarang:IKIP PRESS Sugiarmin, M. 2007. Anak dengan ADHD. Bahan Ajar Sunardi. 2005. Kecenderungan dalam Pendidikan Luar Biasa. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Dikti Sutopo.H.B. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif Bagian Tiga. Surakarta : Universitas Sebelas Maret Press. Wardhani, IGAK. 2007. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta : Universitas Terbuka.

Halaman | 13