BioSMART Volume 3, Nomor 1 Halaman: 35-39
ISSN: 1411-321X April 2001
Kandungan Klorofil pada Daun Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) di Sekitar Kawah Sikidang Dataran Tinggi Dieng
NURHIDAYAH, ENDANG ANGGARWULAN, SOLICHATUN Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta
ABSTRACT The aim of the research was to know the concentration of chlorophyll a, b and total chlorophyll in potato leaves (Solanum tuberosum L.) around Sikidang crater, Dieng Plateau. Completely Randomized Design with four sampling points range from crater, i.e. 200m, 500m, 1000m and 2000m was used in this study. Every sampling point had 5plicate. Leave samples was analyzed laboratory with spectrophotometer methods. Anova was used for the data analysis, and when ANOVA showed some differences, Duncan range-test was conducted (α=5%). The research concluded that the farther the distance of the growth of potato from crater the concentration of chlorophyll a, chlorophyll b and total chlorophyll increased. Keywords: chlorophyll, leaves, potato (Solanum tuberosum L.), Sikidang crater.
PENDAHULUAN Dataran Tinggi Dieng merupakan kawasan wisata yang potensial karena adanya perpaduan antara agrowisata, wisata sejarah dan wisata alam. Salah satu obyek wisata yang ramai dikunjungi adalah obyek wisata kawah, baik aktif ataupun tidak. Beberapa kawah yang aktif antara lain, kawah Sileri, Sikidang dan Candradimuka, sedangkan kawah yang tidak aktif antara lain kawah Sinila (Suwardiyono dalam Sutama, 1995). Daerah di sekitar kawah memiliki kondisi tanah yang spesifik, dimana tanahnya berlumpur dan banyak mengandung belerang, akibat keluarnya materi gas dan cairan vulkanik. Kondisi ini menyebabkan pertumbuhan tanaman budidaya kurang maksimal meskipun pada umumnya tanah di Dataran Tinggi Dieng merupakan tanah andosol yang cocok untuk berbagai tanaman hortikultura terutama kentang (Solanum tuberosum L.) dan kacang babi (Viccia faba L.). Kawah Sikidang berada pada ketinggian sekitar 2050 m dpl. Kawah ini mengeluarkan gas belerang berupa SO2 dan H2S secara terus menerus dengan prosentase tinggi. Konsentrasi SO2 di kompleks kawah Sikidang adalah 44 ppm, sedangkan konsentrasi H2S adalah 10 ppm. Nilai ini sangat tinggi dibanding konsentrasi dalam udara bersih yang hanya 0,0002 ppm untuk kedua gas di atas (Anonim, 2000).
Aktivitas kawah dapat meningkatkan konsentrasi polutan udara terutama oksida belerang yaitu SO2 dan H2S. Meskipun SO2 yang dihasilkan hanya menyumbang 2-5% dari total SO2 secara global, namun sedikit banyak akan mempengaruhi lingkungan, mengingat SO2 merupakan penyebab kerusakan utama pada kehidupan tumbuhan. Pada konsentrasi 0,8 ppm, SO2 dapat menyebabkan pelukaan daun setelah sebelumnya didahului klorosis(Larcher, 1995). Kentang (Solanum tuberosum L.) Tanaman kentang merupakan tanaman dikotil semusim, berbentuk semak atau herba dengan filotaksis spiral. Tanaman ini umumnya ditanam dari umbi. Daun-daun pertama tanaman kentang berupa daun tunggal sedangkan daun-daun berikutnya berupa daun majemuk impartipinnate. Pembentukan umbi berkorelasi positif dengan luas daun serta berhubungan dengan umur daun (Anonim, 1995). Menurut Gembong (1996), kentang (Solanum tuberosum L) diklasifikasikan sebagai berikut: Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Klas : Dicotyledoneae Ordo : Tubiflorae (Solanales, Personatae) Familia : Solanaceae Genus : Solanum Spesies : Solanum tuberosum L. © 2001 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta
36
BioSMART Vol. 3, No. 1, April 2001, hal. 35-39
Klorofil Organisme fotosintetik memiliki beberapa jenis klorofil, tetapi pada tumbuhan tingkat tinggi hanya ada dua macam yaitu klorofil a dan klorofil b. Klorofil a berwarna hijau tua dan dibutuhkan untuk proses fotosintesis. Klorofil b berwarna hijau muda dan merupakan pigmen pembantu dalam proses fotosintesis. Klorofil b membantu meningkatkan penyerapan cahaya pada saat kemampuan klorofil a rendah. Kandungan klorofil berbeda dari satu jenis tumbuhan dengan jenis tumbuhan yang lain. Kandungan klorofil juga dipengaruhi oleh lingkungan. Kadar klorofil akan menurun sejalan dengan meningkatnya pencemaran udara (Mowli et al dalam Karliansyah, 1999). Belerang dan Perannya bagi Tumbuhan Belerang (sulfur) merupakan salah satu unsur hara esensial makro bagi tumbuhan. Sebagian besar belerang dalam tumbuhan terdapat dalam bentuk protein, khususnya asam amino sistein dan metionin yang merupakan pembentuk protein lain, prekursor koenzim dan produk sekunder tumbuhan. Belerang merupakan konstituen struktural beberapa gugus prostetik seperti feredoksin, biotin dan tiamin pirofosfat. Dalam bentuk tidak tereduksi, belerang merupakan komponen sulfolipid yang menyusun membran sel (Salisbury dan Ross, 1995). Oksida belerang yang terdapat di udara antara lain SO3, SO2, S2O, S3O S2O, H2S dan CH3SH. Di antara oksida tersebut yang paling penting adalah SO2 dan H2S (Fitter dan Hay, 1991; Kozlowski, 1991). Kawah gunung berapi merupakan sumber gas belerang SO2 dan/atau H2S. Pada waktu gas belerang terdifusi terjadi proses pengenceran, karena sebagian dari gas terdeposit pada permukaan benda atau organisme yang menghalangi sehingga terbentuknya gradien konsentrasi sepanjang arah difusi gas (Nasir et al, 1994). Menurut Tejoyuwono (1998), gas belerang yang berasal dari aktifitas vulkanik jumlahnya tidak sebanyak yang dilepas bakteri, hembusan garam-garam laut serta hasil pembakaran bahan bakar fosil. Fitotoksisitas Gas Belerang Tanaman memperlihatkan variasi tanggapan terhadap bahan-bahan kimia kontaminan baik dari udara maupun tanah. Banyak penelitian memperlihatkan bahwa SO2 menyebabkan penurunan kecepatan fotosintesis, sesuai spesies dan faktor genetisnya. Penurunan kecepatan fotosintesis ini terjadi jauh sebelum gejala terlihat (Kozlowski, 1991). Pendedahan tumbuhan dengan SO2 dan H2S pada konsentrasi tinggi di
Laboratorium terbukti dapat menimbulkan kerusakan akut seperti klorosis, memudarnya warna daun (fading), nekrosis atau kematian (Guderian; Winner & Mooney dalam Firdaus dan Nasir, 1995). Dalam konsentrasi rendah, SO2 menyebabkan kerugian yang belum dapat dilihat seperti berkurangnya laju fotosintesis dan biomasa. Pada konsentrasi 0,0035 mlL-1, SO2 dapat menyebabkan robeknya membran kloroplas sehingga klorofil rusak. Pada konsentrasi yang lebih tinggi, SO2 menyebabkan rusaknya plasmalemma dan membran lain serta terhambatnya kerja enzim rubisco dan PEP carboxylase karena ada kompetisi antara ion sulfit dengan bikarbonat atas tempat pengikatan CO2 pada enzim itu (Hopkins, 1995). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan klorofil a, klorofil b dan klorofil total pada daun kentang (Solanum tuberosum L.) dengan jarak yang berbeda dari sumber emisi kawah Sikidang, Dataran Tinggi Dieng. BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan yang digunakan meliputi: daun kentang (Solanum tuberosum L.) dan pelarut klorofil (aseton 80%). Peralatan lapangan yang digunakan meliputi: peta lokasi, pisau, wadah berpendingin, label, alat tulis, higrometer dan anemometer. Peralatan laboratorium yang digunakan meliputi: timbangan elektik, gunting, spektrofotometer, mortar, kertas saring whattman no. 42, kuvet, gelas ukur, tabung reaksi, corong dan alat tulis. Cara Kerja Pengambilan Sampel Sampel yang berupa daun kentang diambil secara purposif sampling dengan ulangan lima kali pada masing-masing titik sampling yang sudah ditentukan berdasarkan jaraknya terhadap kawah yaitu pada jarak 200 m, 500 m, 1000 m dan 2000 m. Daun diambil dari tanaman yang berumur sama, tidak menunjukkan cacat secara fisik dan merupakan daun ke lima dari atas. Untuk menghindari kemungkinan terjadinya kerusakan klorofil, sampel daun dimasukkan ke dalam pendingin sampai proses ekstraksi akan dilakukan. Analisis Sampel Daun Sampel dianalisis dengan metode spektrofotometri dengan langkah-langkah sebagai
37
NURHIDAYAH dkk. - Kandungan Klorofil Daun Solanum tuberosum L.
berikut: sebanyak 1 gram daun kentang (Solanum tuberosum L.) dihancurkan dalam mortar kemudian ditambahkan aseton 80% + 10 ml, didiamkan hingga klorofil larut, disaring dengan kertas saring whattman no. 42. Filtrat dimasukkan ke dalam kuvet dan diletakkan dalam spekrofometer. Absorbansi diukur pada panjang gelombang 645 nm, 646 nm dan 663 nm. Kadar klorofil dihitungdengan rumus: Klorofil total (mg/l) = 20,2 A645 + 8,02 A663 Klorofil a (mg/l) = 12,21 A663 – 2,81 A646 Klorofil b (mg/l) = 20,13 A646 – 5,03 A663 Analisis Data Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan RAL (Rancangan Acak Lengkap) dengan jarak sebagai perlakuannya, yaitu 200 m, 500 m, 1000 m dan 2000 m. Setiap perlakuan dilakukan 5 kali ulangan. Data yang didapat dianalis dengan Analisis Sidik Ragam (Anava). Adanya keadaan yang menunjukkan beda nyata dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (DMRT) pada taraf uji 5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Parameter utama yang diamati dalam penelitian ini adalah kadar klorofil daun kentang (Solanum tuberosum L.) pada kondisi alamiah di sekitar kawah Sikidang Dataran Tinggi Dieng (Tabel 1). Menurut Kozlowski (1991), gas belerang (SO2 dan H2S) yang dikeluarkan oleh aktivitas kawah dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman di sekitarnya, karena adanya perubahan biokimia dan fisiologi dalam sel. Kadar klorofil a daun kentang di lokasi pengamatan pada jarak 200 m dan 500 m mempunyai nilai yang tidak berbeda jauh, sehingga diantara kedua perlakuan ini dikatakan tidak beda nyata pada P < 0,05. Begitu juga pada jarak 1000 m dan 2000 m, meskipun beda nyata pada P < 0,05 tetapi perbedaannya tidak terlalu meyolok. Jadi
penurunan kadar klorofil a secara nyata mulai terjadi pada jarak 500 m. Kadar klorofil b daun kentang di lokasi pengamatan mengalami penurunan dengan semakin dekatnya jarak dengan kawah. Pada jarak 500 m, 1000 m dan 2000 m nilainya hampir sama sehingga tidak beda nyata (P < 0,05) padajarak 200 m terjadi penurunan kadar klorofil b secara nyata pada P < 0,05 dibandingkan dengan ketiga perlakuan lainnya. Kadar klorofil total daun kentang di lokasi pengamatan pada jarak 500 m, 1000 m dan 2000 m tidak beda nyata pada P < 0,05. Sedangkan pada jarak 200 m terjadi penurunan kadar klorofil total secara nyata pada P < 0,05 dibandingkan dengan perlakuan 500 m, 1000 m dan 2000 m. Pembahasan Menurut Sintalan dan Tuba dalam Firdaus dan Nasir (1995), pendedahan SO2 dan/atau H2S pada kadar tinggi menyebabkan stomata menutup, sehingga konsentrasi SO2 dan/atau H2S yang diabsorbsi daun akan banyak berkurang mengingat absorbsi SO2 dan/atau H2S oleh daun melalui stomata mencapai 10-60% dari total absorbsi. Dengan pengurangan konsentrasi SO2 dan/atau H2S yang diabsorbsi ini akan mengurangi kerusakan klorofil daun yang ditunjukkan dengan sedikitnya gejala klorosis, nekrosis dan pemudaran warna (fading). Tetapi pada kenyataannya dalam penelitian ini diketahui bahwa makin dekat dengan kawah makin besar pula tingkat kerusakan daun. Hal ini ditunjukkan dengan menurunnya kadar klorofil baik klorofil a, klorofil b dan klorofil total mulai dari jarak 2000 m, 1000 m, 500 m dan 200 m. Dari pengamatan langsung di lapangan dapat diketahui bahwa tanaman kentang yang ditanam di dekat kawah (200 m) pertumbuhannya terhambat. Terhambatnya pertumbuhan tanaman ini dapat dilihat dari ukuran tanaman yang kerdil dibandingkan dengan tanaman lain yang berumur sama. Selain itu daun yang mengalami pemudaran warna (fading) dan nekrosispun lebih banyak dibanding dengan tanaman yang lebih jauh dari kawah.
Tabel 1. Kadar Klorofil daun kentang (Solanum tuberosum L) di sekitar kawah Sikidang. Parameter Kadar klorofil a (mgL-1) Kadar klorofil b (mgL-1) Kadar klorofil total (mgL-1)
200 4,473a 3,484a 8,664a
Jarak dari kawah (m) 500 1000 4,476a 4,789ab 4,159ab 4,504b ab 9,406 10,385ab
2000 4,872b 4,884b 10,920b
38
BioSMART Vol. 3, No. 1, April 2001, hal. 35-39
Kadar Klorofil a (mg/l)
Keterangan: angka yang diikuti huruf yang sama tidak beda nyata pada P< 0,05. 5 4,9 4,8 4,7 4,6 4,5 4,4 4,3 4,2
4,789 4,473
200
4,476
500
1000
2000
Kadar Klorofil b (mg/l)
Jarak (m)
4,884 4,684 4,484 4,284 4,084 3,884 3,684 3,484
a
4,884 4,5 4,159
3,484 200
500
1000 Jarak (m)
Klorofil Total (mg/l)
4,872
2000
b
10,92
10,664
10,385
10,164 9,664
9,406
9,164 8,664
8,664 200
500
1000 Jarak (m)
2000
c
Gambar 1. Hubungan jarak dari kawah dengan kadar klorofil daun kentang (Solanum tuberosum L.) di sekitar kawah Sikidang: a. klorofil a , b. klorofil b dan c. klorofil total.
Tingginya tingkat kerusakan daun kentang yang ditanam di dekat kawah memberikan indikasi bahwa stomata tetap terbuka. Hal ini sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh Mansfield dalam Fitter dan Hay (1991) bahwa kentang mempunyai sifat khas yaitu stomatanya akan tetap membuka pada malam hari. Semakin jauh dari kawah, kadar sulfat top soil, kadar SO2 udara dan kadar H2S udara semakin menurun (Firdaus dan Nasir,1995).Hal ini karena
gas SO2 dan/atau H2S mengalami pengenceran dengan bertambahnya volume udara dan terjadinya deposisi gas belerang (SO2 dan/atau H2S) di sepanjang jalur difusinya. Penurunan ini diikuti dengan semakin bertambahnya kadar klorofil a, klorofil b dan klorofil total (Gambar 1). Selain karena sifat khasnya, perilaku stomata daun kentang dipengaruhi oleh lingkungan. Curah hujan yang sangat tinggi di Dataran Tinggi Dieng yaitu antara 3000-4000 m tahun-1 menyebabkan
NURHIDAYAH dkk. - Kandungan Klorofil Daun Solanum tuberosum L.
tingginya kelembaban relatif tanah maupun udara. Menurut Guderian dalam Firdaus dan Nasir (1995), tumbuhan pada kondisi air yang memadai lebih peka terhadap SO2 dari pada yang tumbuh pada kondisi kahat air dengan membukanya stomata secara sempurna. Membukanya stomata secara sempurna, memberikan peluang yang besar bagi masuknya SO2 ke dalam daun, sehingga akumulasi anion sulfit (SO32-) atau bisulfit (HSO3-) yang bersifat toksik semakin besar pula. Jika akumulasi sulfit dan bisulfit lebih cepat daripada oksidasinya, maka batas nilai ambang akan dilewati(Hopkins, 1995). Jika hal ini terjadi maka kerusakan sel daun akan bertambah parah, sel-selnya mengerut dan akhirnya collapse. Sulfur dioksida dapat menghancurkan klorofil karena sifat redoksnya yang kuat. Pada konsentrasi SO2 yang tinggi, molekul klorofil terdegradasi menjadi feofitin dan Mg2+. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya keasaman cairan sel akibat oksidasi sulfat, sulfit maupun bisulfit. Beraksinya ion sulfit dan bisulfit dengan O2 yang terlarut dalam air akan menghasilkan radikal bebas dan oksigen aktif (superoksida) dengan katalis Mn2+. Menurut Firdaus dan Nasir (1995), radikal bebas yang dihasilkan ini akan menyebabkan kehancuran klorofil, begitu juga dengan superoksida. Selain itu superoksida dapat mereduksi Fe3+ sehingga menghambat pembentukan protoklorofilida. Kerusakan dan hambatan dalam sintesis klorofil ini akan menyebabkan daun mengalami klorosis yang pada akhirnya akan menjadi nekrosis dan kerusakan daunpun meningkat. Sebenarnya dalam keadaan normal, radikal superoksida yang dihasilkan dalam reaksi fotooksidasi sulfit menjadi sulfat akan diredam oleh enzim superoksida dismutase(SOD) sebagai antioksidan(Larcher, 1995). Tetapi jika terjadi akumulasi sulfit yang terlalu banyak, kemampuan enzim ini akan berkurang. Sebagai reaksi perlawanan terhadap stress, tumbuhan akan mereduksi sulfit dengan bantuan enzim sulfit reduktase yang dihasilkan mitokondria. Hasil reduksi ini berupa sulfida dan dikeluarkan dari tumbuhan dalam bentuk H2S
39
dengan mekanisme pertukaran gas. Selain itu S akan diakumulasi dalam bentuk glutation. KESIMPULAN Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kadar klorofil a, klorofil b dan klorofil total daun kentang (Solonum tuberosum L) mengalami peningkatan dengan semakin jauhnya jarak tanam dari kawah Sikidang. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1995. Kentang. Lembang-Bandung: Badan Penelitian dan Penembangan Pertanian, Balai Penelitian Hortikultura. Anonim. 2000. Laporan Proyek Peningkatan Penyelidikan Kegunungapian Th. Anggaran 1999/2000, Yogyakarta: Direktorat Vulkanologi Departemen Pertambangan dan Energi. Fitter, A.H. dan R.K.M Hay. 1991. Fisiologi Lingkungan Tanaman (Terjemahan). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Firdaus dan M. Nasir. 1995. Kerusakan Daun. Kandungan Klorofil dan Konduktansi Permukaan Daun Panicum repens L, yang Terdedah oleh Gas Belerang di kawah Sikidang Dataran Tinggi Dieng. Berkala Penelitian Pasca Sarjana (BPPS). UGM, Jilid 8 No. 48, November 1995. Hopkins, W.G. 1995. Introduction to Plant Physiology. John Wiley and Sons. New York. Kaliansyah, N.W. 1999. Klorofil Daun Angsana dan Mahoni Sebagai Bioindikator Pencemaran Udara. Artikel Lingkungan dan Pembangunan 19 (4): 200305. Kozlowski, T.T. 1991. The Physiological Ecology of Woedy Plants. San Diego: Academic Press Inc.. Nasir, M.et al. 1994. Pengaruh Gas Belerang dari Kawah-kawah di Sekitar Kawah. Berkala Ilmiah Biologi, Vol. 1 No. 7, Juni 1994. Larcher, W. 1995. Physiological Plant Ecology: Ecophysilogy and Stress Physiology of Functional Groups. Third Edition. Berlin: Springer- Verlays.. Robinson. T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Penerbit ITB. Bandung. Sutama. 1995. Keanekaragaman Jenis Lumut di Sekitar Kawah Dataran Tinggi Dieng. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Biologi UGM. Tejoyuwono, N. 1998. Tanah dan Lingkungan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan dan Kebudayaan.