REKAYASA GENETIK TANAMAN KENTANG

Download menunjukkan bahwa rekayasa genetika tanaman kentang Jala Ipam dengan gen ... dipublikasikan di Pakitan Journal of Biotechnology 14(1): 37-4...

20 downloads 941 Views 14MB Size
REKAYASA GENETIK TANAMAN KENTANG (Solanum tuberosum L.) KULTIVAR JALA IPAM DENGAN GEN MmPMA

A. FARHANAH

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Rekayasa Genetik Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Kultivar Jala Ipam dengan Gen MmPMA adalah benar karya saya bersama dengan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2017 A.Farhanah NRP P051140071

RINGKASAN

A FARHANAH. Rekayasa Genetik Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Kultivar Jala Ipam dengan Gen MmPMA. Dibimbing oleh SUHARSONO dan G A WATTIMENA. Kentang merupakan salah satu bahan pangan utama di dunia setelah gandum, padi, dan jagung dan mendapatkan prioritas untuk pengembangannya di Indonesia. Peningkatan produksi merupakan prioritas utama dalam menjaga ketahanan pangan kentang. Salah satu faktor yang sangat penting dalam peningkatan produksi adalah bibit. Selain bibit, faktor lingkungan juga mempengaruhi produksi kentang. Beberapa lahan di dataran tinggi di Indonesia bersifat masam yang mengakibatkan produksi tanaman menurun. Perakitan tanaman transgenik melalui rekayasa genetika dilakukan untuk memperoleh tanaman yang memiliki kualitas dan kuantitas yang lebih baik dibandingkan dengan tanaman non-transgenik. H+-ATPase membran plasma memiliki peranan yang sangat penting dalam mengaktifkan transport sekunder pada tanaman seperti penyerapan mineral dari tanah, toleransi terhadap garam, dan pembukaan stomata. Tembakau (Nicotiana tabacum L.) transgenik yang mengandung gen MmPMA penyandi H+-ATPase membran plasma dari Melastoma malabathricum L. mempunyai jumlah cabang, bunga, buah, dan stomata yang membuka lebih banyak dibandingan dengan tanaman nontransgenik. Tembakau transgenik juga berbunga lebih awal. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan rekayasa genetika tanaman kentang kultivar Jala Ipam dengan gen MmPMA penyandi ATPase membran plasma untuk mendapatkan tanaman kentang transgenik. Tanaman kentang transgenik ini diharapkan mempunyai produktivitas yang lebih tinggi dan lebih toleran terhadap lahan masam daripada tanaman non-transgenik. Transformasi genetik telah dilakukan dengan metode kokultivasi menggunakan Agrobacterium tumefaciens strain LBA4404 yang membawa pGWB502-MmPMA. Ruas batang dari kentang kultivar Jala Ipam digunakan sebagai eksplan untuk ditransformasi. Efisiensi transformasi genetik pada penelitian ini adalah sebesar 3.46%. Analisis integrasi transgen MmPMA dilakukan dengan PCR menggunakan sepasang primer 35S-F dan PMA-R1. Analisis PCR menunjukkan bahwa enam tanaman transgenik putatif yang resisten terhadap higromisin sebagai agen seleksi merupakan tanaman transgenik yang mengandung gen MmPMA dibawah kendali promoter 35S CaMV. Hasil ini menunjukkan bahwa rekayasa genetika tanaman kentang Jala Ipam dengan gen MmPMA telah berhasil dilakukan dengan mendapatkan tanaman transgenik. Tanaman transgenik mempunyai jumlah stomata membuka, lebar stomata membuka, tinggi tanaman dan toleransi tanaman terhadap pH rendah lebih tinggi daripada tanaman non-transgenik. Produktivitas umbi antara kentang transgenik dan non-transgenik relatif sama. Kata kunci: plasma membran ATPase, kentang kultivar Jala Ipam, rekayasa genetika, Agrobacterium tumefaciens, transgenik

SUMMARY

A FARHANAH. Genetic Engineering of Potato Plant (Solanum tuberosum L.) cv. Jala Ipam with MmPMA Gene. Supervised by SUHARSONO and G A WATTIMENA. Potato is one of the important food in the world after wheat, rice and corn and has a priority for the development in Indonesia. Increasing production is a priority to maintain food security, especially for potatoes. One of the most important factors in increasing production is seed. In addition to seeds, environmental factors also affect the production of potatoes. Some land in the high altitude of Indonesia is acidic which causes the reduction of crop production. The genetic engineering is carried out to obtain transgenic plants with better quality and quantity compared to non-transgenic ones. Plasma membrane H+ATPase has a very important role in activating secondary transport in plants such as mineral absorption from the soil, salt tolerance, and stomatal opening. A transgenic tobacco containing MmPMA gene encoding for plasma membrane H+ATPase from Melastoma malabathricum L. has a number of branches, flowers, fruits, and stomata that opens more than non-transgenic plants. Transgenic tobacco also gives a flower earlier. This research has an objective to do a genetic engineering of potato cultivar Jala Ipam plant with MmPMA gene encode for plasma membrane H+-ATPase to get transgenic potato plant. These transgenic potato plants are expected to have higher productivity and are more tolerant to acid soils than non-transgenic ones. Genetic transformation has been done by co-cultivation method using Agrobacterium tumefaciens strain LBA4404 carrying pGWB502-MmPMA. The internodes of potato cv. Jala Ipam was used as explant to be transformed. The efficiency of genetic transformation in this research was 3.46%. The integration analysis of MmPMA transgenes was performed by PCR using a pair of 35S-F and PMA-R1 primers. PCR analysis showed that six putative transgenic plants resistant to hygromycin as a selection agent were transgenic plants containing the MmPMA gene under the control of the CaMV 35S promoter. These results indicate that genetic engineering of potato cv. Jala Ipam with MmPMA gene has been successfully done by obtaining transgenic plants. These transgenic plants have a number of open stomata, width stomata, plant height and plant tolerance to lower pH higher than non-transgenic plants. Tuber productivity between transgenic and non-transgenic potatoes is relatively the same. Keywords: plasma membrane ATPase, potato cv. Jala Ipam, genetic engineering, Agrobacterium tumefaciens, transgenic plant.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

REKAYASA GENETIK TANAMAN KENTANG (Solanum tuberosum L.) KULTIVAR JALA IPAM DENGAN GEN MmPMA

A. FARHANAH

Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Bioteknologi

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Miftahudin, M.Si

Judul Tesis : Rekayasa Genetik Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Kultivar Jala Ipam dengan Gen MmPMA Nama : A. Farhanah NRP : P051140071

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penulis berhasil menyelesaikan penelitian dan tesis yang berjudul Rekayasa Genetik Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Kultivar Jala Ipam dengan Gen MmPMA. Penelitian ini didanai oleh Riset Andalan Perguruan Tinggi dan Industri dengan nomor kontrak 079/SP2/LT/DRPM/II/2016 atas nama Prof Dr Ir Suharsono, DEA. Kegiatan penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biotechnology Research Indonesia-the Netherland (BIORIN), Laboratorium Biologi Molekuler dan Seluler Tanaman Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati (PPSHB) IPB, Laboratorium Terpadu FMIPA IPB, dan Green House CV BA Farm Cisarua Bandung - Jawa Barat. Sebagian hasil penelitian ini telah dipublikasikan di Pakitan Journal of Biotechnology 14(1): 37-42, yang terindex scopus. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penelitian ini, antara lain kepada Prof Dr Ir Suharsono, DEA selaku ketua komisi pembimbing, Prof Dr Ir G A Wattimena, MSc selaku anggota komisi pembimbing, dan alm. Dr Ir Utut Widyastuti yang telah mengajarkan banyak hal kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orangtua, bapak Ir A Muh Haris, MSc dan ibu A Tenri Uji, SH, adik penulis, A Muh Fadel Haris, serta keluarga ayahanda Dr Fariz Pari, ibunda Dra Elvi Fitasari, saudara Rizfi dan Razaf, yang telah banyak memberi bantuan, dukungan dan doa kepada penulis. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada ibu Ifadatin, bapak Diky Indrawibawa dan tim, teh Nia Dahniar, teh Sarah, teh Pepi Elvavina, pak Asep, pak Abdul Mulya, pak Iri, bu Retno, dan pak Pras atas bantuannya memberikan pengalaman yang besar selama penelitian, kepada sahabat-sahabat penulis, yakni Jabal, Syahrun, Yusdar, Nono, Seni, kak Nurul, kak Wiwin, Oshin Ayu, Dina, Fumika, ibu Ida, kak Lutfi, Gabriello, sahabat perwira 44, sahabat MT, serta teman-teman Bioteknologi 2014 yang selalu membantu dan memberikan semangat untuk menyelesaikan penelitian ini. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan yang harus diperbaiki, namun harapan penulis semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi semua orang yang membacanya.

Bogor, Mei 2017 A.Farhanah

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR LAMPIRAN

xii

PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian

1 1 2 2

TINJAUAN PUSTAKA Fungsi H+-ATPase Membran Plasma Tanaman H+-ATPase Membran Plasma Melastoma malabathricum L Transformasi Genetik Tanaman dengan Perantara A. tumefaciens

3 3 7 7

METODE Waktu dan Tempat Bahan Penelitian Prosedur

10 10 10 10

HASIL DAN PEMBAHASAN Transformasi Genetik Tanaman Kentang dengan Gen MmPMA Analisis Integritas Gen MmPMA di Tanaman Transgenik Uji Tantang Tanaman Transgenik Terhadap pH Rendah Analisis Pembukaan Stomata Analisis Tinggi Tanaman Analisis Umbi G0

13 13 14 16 17 19 20

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran

22 22 22

DAFTAR PUSTAKA

23

LAMPIRAN

28

RIWAYAT HIDUP

37

DAFTAR TABEL 1 2 3

Efisiensi transformasi dan regenerasi ruas tanaman kentang kultivar JalaIpam dengan gen MmPMA 14 Rata-rata panjang akar pada pH masam pada tanaman kentang Jala Ipam non-transgenik (JNT) dan transgenik G0 (JP1-JP6). 16 Rata-rata persentase dan lebar stomata membuka pada tanaman kentang Jala Ipam non-transgenik (JNT) dan transgenik G0 (JP1-JP6) 17

DAFTAR GAMBAR 1 2 3

Transportasi primer dan sekunder melintasi membran plasma Pengambilan ion pada membran rambut akar Regulasi kanal ion, pompa, transporter yang berada pada membran plasma sel penjaga pada saat pembukaan dan penutupan stomata 4 Tahap dasar dalam transformasi sel tanaman oleh A. tumefaciens 5 Peta konstruksi plasmid pGWB502-MmPMA 6 Perkembangan eksplan yang diinokulasikan dan tidak diinokulasikan dengan A. tumefaciens yang mengandung pGWB502-MmPMA di media pemulihan dan media seleksi 7 Amplifikasi gen aktin dengan PCR di tanaman kentang 8 Amplifikasi gen MmPMA di bawah kendali promoter 35S CaMV di Tanaman kentang 9 Panjang akar tanaman kentang kultivar Jala Ipam non-transgenik (JNT) dan transgenik (pH 4.3) 10 Stomata membuka pada bagian adaksial dan abaksial pada tanaman kentang Jala Ipam non-transgenik (JNT) dan transgenik 11 Keragaan tanaman pada tanaman kentang Jala Ipam non-transgenik dan transgenik (JP1-JP6) pada umur 7 MST 12 Produksi umbi G0 kentang kultivar Jala Ipam

3 4

5 8 10

13 15 15 16 18 19 21

DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8

Karakteristik kentang kultivar Jala Ipam Komposisi media dasar MS (Murashige dan Skoog 1962) Rumus perhitungan efisiensi transformasi dan regenerasi Panjang akar tanaman pada media masam pH 4.3 Persentase stomata membuka pada bagian adaksial dan abaksial daun Lebar pori stomata membuka pada bagian adaksial dan abaksial daun Tinggi tanaman kentang Jala Ipam transgenik dan non-transgenik Berat, jumlah, panjang, dan diameter umbi per tanaman

28 29 30 31 32 33 34 35

1

PENDAHULUAN Latar Belakang Kentang merupakan tanaman pangan dunia keempat setelah padi, gandum dan jagung dan mendapatkan prioritas untuk pengembangannya di Indonesia (Wattimena 2000). Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, produksi kentang di Indonesia mengalami penurunan pada tahun 2015 hingga mencapai 9.54% (Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura 2016). Penurunan produksi ini pun mengakibatkan penurunan ketersediaan kentang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Peningkatan produktivitas menjadi tugas utama dalam menjaga ketahanan pangan kentang. Bibit merupakan salah satu faktor keberhasilan dalam meningkatkan produksi tanaman kentang. Minimnya ketersediaan bibit bersertifikat menjadi kendala bagi para petani khususnya di daerah-daerah sentra tanaman kentang. Penanaman bibit kentang bermutu, tepat waktu dan tepat umur fisiologis adalah faktor utama penentu keberhasilan produksi kentang. Upaya penyediaan bibit kentang bermutu perlu dilandasi sistem perbenihan yang mapan (Wattimena 2000). Selain pengaruh dari bibit, faktor lingkungan juga mempengaruhi keberhasilan penanaman kentang. Beberapa lahan memiliki tanah yang bersifat asam pada dataran tinggi di Indonesia, misalnya tanah inceptisols (Santoso 2003), yang ditemukan pada daerah Papua, Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatera pada ketinggian 700-2500 m dpl. Lahan tersebut masih sedikit yang dikembangkan sebagai lahan pertanian karena tanahnya yang bersifat masam (Hidayat et al. 2000; Kurnia et al. 2000). Peningkatan produktivitas tanaman kentang dapat dilakukan melalui perbaikan genetik tanaman salah satunya dengan rekayasa genetika yang telah menjadi jalan untuk menyelesaikan masalah pangan. Rekayasa genetika ini diharapkan dapat mengatasi masalah-masalah pertanian yang mengarah pada krisis pangan yang sulit diselesaikan secara konvensional. Perakitan tanaman melalui rekayasa genetika (transgenik) dilakukan untuk memperoleh tanaman yang memiliki kualitas dan kuantitas yang lebih meningkat dibandingkan dengan tanaman non-transgenik. Wang et al. (2014) melaporkan bahwa tanaman Arabidopsis transgenik yang mengekspresikan H+-ATPase secara berlebih dibawah kendali promoter spesifik sel penjaga (GC1::AHA2) mempunyai pembukaan stomata ~25% lebih lebar dibandingkan dengan non-trangenik yang telah diberikan pencahayaan selama 2.5 jam. Tanaman transgenik AHA2 ini juga membuka stomata lebih cepat dibandingkan dengan non-transgenik selama 30 menit pencahayaan. Tanaman Arabidopsis transgenik ini juga memperlihatkan peningkatan aktivitas fotosintesis dan pertumbuhan tanaman. Gen yang menyandikan H+-ATPase membran plasma berhasil diisolasi dari Melastoma malabathricum L. dan kemudian diklon ke dalam vektor pGEM-T Easy (Muzuni et al. 2014). Vektor ekspresi biner pGWB502-MmPMA juga telah berhasil dikonstruksi dan gen MmPMA telah berhasil diintegrasikan ke dalam genom Nicotiana tabacum SR1. Tanaman tembakau transgenik T1 memiliki persentase stomata membuka, jumlah cabang reproduksi, daun dan bunga yang lebih tinggi, serta waktu berbunga yang lebih awal dibandingkan dengan tanaman non-transgenik (Ifadatin 2016). H+-ATPase membran plasma dapat mengaktivasi

2

serangkaian pengangkut sekunder dengan menghasilkan proton motive force yang dapat menggerakkan banyak zat terlarut, asimilat, atau metabolit yang melintasi membran plasma (Serrano 1989; Sussman 1994). Peran lain H+-ATPase adalah memberikan pengontrolan terhadap tegangan pembukaan ataupun penutupan pada saluran sel penjaga. Kemasaman pada media eksternal juga dapat menginisiasi perpanjangan seluler yang disebabkan oleh aktivasi H+-ATPase membran plasma (Cosgrove 1997). Adapun perpanjangan sel terjadi ketika tanaman menanggapi cekaman media masam (Ijaz et al. 2012; Inoue et al. 2016) yang diduga merupakan pengaruh dari ekpresi berlebih H+-ATPase. Hasil penelitian tersebut mengarah pada ketahanan tanaman dalam menanggapi cekaman asam dengan adanya ekspresi berlebih H+-ATPase. Oleh karena itu, untuk meningkatkan produktivitas dan toleransi terhadap kemasaman pada tanaman kentang maka dilakukan penelitian transformasi genetik pada tanaman kentang Jala Ipam melalui perantara Agrobacterium tumifaciens dengan gen MmPMA dibawah kendali promoter kuat 35S CaMV. Tanaman kentang Jala Ipam merupakan kultivar kentang french-fries pertama Indonesia yang dilepas oleh PPSHB-IPB pada tahun 2015 yang memiliki ciri kulit berjaring, daging umbi berwarna putih dengan kandungan pati yang tinggi, umbi berukuran besar dan berbentuk lonjong sehingga sangat cocok digunakan sebagai bahan baku pembuatan french fries yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Transformasi genetik tanaman kentang Jala Ipam ini diharapkan dapat mengekpresikan H+-ATPase yang berlebih di dalam tanaman sehingga dapat meningkatkan fotosintesis, pertumbuhan tanaman, dan toleransi terhadap masam serta produksi tanaman.

Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk melakukan rekayasa genetik tanaman kentang kultivar Jala Ipam dengan gen MmPMA penyandi H+-ATPase membran plasma melalui perantara Agrobacterium tumefaciens untuk mendapatkan tanaman transgenik.

Manfaat Penelitian Tanaman kentang kultivar Jala Ipam transgenik yang mengekspresikan gen MmPMA diharapkan dapat meningkatkan produksi dan lebih tahan terhadap tanah masam sehingga tanaman transgenik tersebut dapat dibudidayakan di lahan-lahan masam.

3

TINJAUAN PUSTAKA Fungsi H+-ATPase Membran Plasma Tanaman ATPase tipe-P membentuk suatu kelompok besar protein membran yang merangkaikan hidrolisis ATP untuk transpor aktif kation atau senyawa lain seperti fosfolipid yang melewati membran sel (Lutsenko dan Kaplan 1995; Moller et al. 1996). H+-ATPase membran plasma pada tanaman dan cendawan merangkaikan hidrolisis ATP untuk transportasi proton. Hal ini mengakibatkan perbedaan potensial dan pH melewati membran plasma yang diperlukan oleh transporter sekunder yang aktivitasnya secara langsung tergantung pada proton motive force (Gambar 1) (Morsomme dan Boutry 2000).

Gambar 1 Transportasi primer dan sekunder melintasi membran plasma. Gradien elektrokimia dibuat oleh H+-ATPase digunakan oleh transporter sekunder (kanal dan pembawa/carrier) untuk memindahkan ion dan senyawa organik yang melintasi membran plasma (Morsomme dan Boutry 2000). Pada tanaman, H+-ATPase membran plasma juga berpartisipasi dalam fungsi-fungsi lain yang penting untuk pertumbuhan tanaman seperti toleransi garam, regulasi pH intraseluler dan perkembangan seluler (Serrano 1989; Sussman 1994; Michelet dan Boutry 1995; Palmgren 1998). Berikut ini merupakan beberapa fungsi H+-ATPase membran plasma pada tanaman: Transportasi Sekunder Peran utama dari H+-ATPase membran plasma adalah untuk mengaktifkan transportasi sekunder. Misalnya, penyerapan mineral dari tanah yang dapat menentang gradien konsentrasi, hal ini tergantung pada energi yang disediakan

4

oleh gradien elektrokimia yang dibuat untuk melintasi membran plasma (Gambar 2). Banyak pengangkut yang biasanya bekerja dengan proton pada simpor atau antipor (Logan et al. 1997). Gradien elektrokimia yang bergantung pada H+-ATPase juga memberikan energi yang diperlukan untuk penyerapan senyawa organik melalui membran plasma. Misalnya, banyak simpor gula per proton dan asam amino per proton telah diidentifikasi (Ward et al. 1998; Fischer et al. 1998). Pada bibit muda yang ditumbuhkan secara in vitro, ekspresi H+ATPase yang tinggi ditemukan pada akar rambut, hal ini menunjukkan bahwa nutrisi mineral mungkin terjadi terutama pada lokasi tersebut (Moriau et al. 1999).

Gambar 2 Penyerapan ion pada membran akar rambut. Ketika konsentrasi ion mineral tanah lebih rendah daripada yang ada di dalam sel, membran plasma akar rambut mengambil ion nutrisi oleh transpor aktif. H+ATPase membentuk gradien elektrokimia yang dapat mendorong penyerapan aktif zat terlarut. Peningkatan konsentrasi zat terlarut intraselular juga mendorong osmosis air ke dalam sel (BiologyForums 2011). Toleransi terhadap Salinitas Toleransi salinitas juga dapat bergantung pada pengangkut sekunder. Kadar garam yang tinggi merupakan racun bagi sel-sel tanaman. Untuk menghindari penumpukan garam pada sitosol, tanaman telah mengembangkan berbagai mekanisme yang melibatkan transportasi sekunder. Respon terhadap akumulasi ion beracun di sitosol adalah kompartementalisasinya di dalam vakuola, sedangkan respon lain adalah ekstrusi ion beracun dikeluarkan dari sel (Niu et al. 1995; Serrano 1996; Bressan et al. 1998). Selama tanaman berada dalam kondisi stres garam, mRNA H+-ATPase bekerja yang menunjukkan terjadinya akumulasi pada akar dan daun Atriplex nummularia, serta pada kultur sel tembakau (Niu et al. 1995; Niu et al. 1993; Reuveni et al. 1993). Toleransi salinitas ditingkatkan pada spesies yang tergolong halophytic yang telah dianalisis oleh Bose et al. (2015) dimana tanaman mampu dengan cepat meningkatkan H+-ATPase membran plasma pada saat perlakuan salinitas.

5

Hal ini diperlukan untuk membantu tanaman untuk mempertahankan potensial membran yang sangat negatif dan untuk mengeluarkan Na+ atau mengaktifkan K+ di sitosol dalam kondisi salin. Osmoregulasi Stomata Pembukaan dan penutupan stomata (Gambar 3) terjadi karena pembengkakan dan penyusutan sel penjaga yang dihasilkan dari ion dan air melalui kanal khusus (Kearns dan Assmann 1993; MacRobbic 1998). Sinyal lainnya seperti CO2, kelembaban, cahaya dan hormon dapat mengatur pembukaan stomata. Sinyal ini mempengaruhi H+-ATPase serta K+ dan kanal anion yang menyebabkan penyerapan air, peningkatan turgor dan pembengkakan sel, dan akhirnya mengarah ke pembukaan stomata (Becker et al. 1993).

Gambar 3 Regulasi kanal ion, pompa, dan transporter yang berada pada membran plasma sel penjaga pada saat pembukaan dan penutupan stomata. (A) Stomata membuka. H+-ATPase memompa H+ dari sel penjaga dan menghiperpolarisasi membran yang mengarah pada pengaktifan kanal K+. Anion seperti malat2- dari pemecahan pati dan pengangkutan NO-3 dan ion Cl- dari sel epidermis berkontribusi terhadap penumpukan zat terlarut intraseluler yang dapat memediasi pemasukan gula. Ion bersama-sama dengan air diangkut melalui akuaporin ke dalam sel penjaga dan menghasilkan turgor yang mengakibatkan stomata membuka. (B) Pada saat penutupan stomata. H+-ATPase terhambat dan kanal anion tipe S dan R diaktifkan. Kanal S dan R mengarah ke pengeluaran malat2-, Cl- dan NO-3 dari sel penjaga. Pada saat yang sama, Kanal K+ juga diaktifkan melalui depolarisasi membran yang mengarah pada pengeluaran K+ dari sel penjaga. Penurunan malat2- di dalam sel penjaga juga disebabkan oleh perubahan glukoneogenik yang berasal dari malat menjadi pati.

6

Tingginya konsentrasi Ca2+ sebagai akibat dari pelepasan Ca2+ melalui saluran yang terletak pada membran plasma dan tonoplast yang juga mengarah ke penutupan stomata. Banyaknya penghabisan dan pengeluaran malat2- dan zat terlarut lainnya mengakibatkan tekanan turgor menurun sehingga stomata menjadi tertutup (DaszkowskaGolec dan Szarejko 2013). Respon terhadap Logam Berat dan Aluminium Beberapa pengamatan telah menunjukkan bahwa aktivitas enzim H+ATPase berubah di bawah cekaman logam berat (Cd, Cu, dan Ni) dan Al (Lindberg dan Wingstrand 1985; Kennedy dan Gonsalves 1989;. Ros et al. 1992 a, b; Fodor et al. 1995; Demidchik et al. 1997; Astolfi et al. 2003; Burzynski dan Kolano 2003; Astolfi et al. 2005; Shen et al. 2005; Janicka-Russak et al. 2008; Kabala et al. 2008). Pengaruh logam pada H+-ATPase membran plasma tergantung pada waktu terpaparnya tanaman dengan logam berat, jenis dan konsentrasi logam berat, atau spesies tanaman. Dalam akar bibit mentimun, perlakuan singkat tanaman dengan Cd dan Cu menyebabkan penghambatan aktivitas H+-ATPase membran plasma (Janicka-Russak et al. 2008; Kabala et al. 2008). Pembungkaman gen penyandi H+-ATPase membran plasma melalui RNAi pada tanaman M. malabathricum L. transgenik menunjukkan kepekaan yang lebih tinggi terhadap cekaman Al dan pH 4 dibandingkan tanaman non transgenik. Hal ini menunjukkan bahwa gen ini berperan dalam toleransi M. malabathricum L. terhadap cekaman Al (Muzuni et al. 2013). Perkembangan Seluler Pengasaman pada media eksternal yang disebabkan oleh aktivasi H+ATPase membran plasma menginisiasi perkembangan seluler (Rayle dan Cleland 1992; Cosgrove 1997). Mekanisme ini dikenal sebagai teori pertumbuhan asam yang dikaitkan dengan auksin, hormon yang diasumsikan untuk mengaktifkan H+ATPase berdasarkan mekanisme yang belum diketahui (Luthen et al. 1990). Menurut teori, pengasaman apoplastik mengarah ke proses pelonggaran dinding (Fry et al. 1992; McQueen-mason et al. 1992) dan hiperpolarisasi membran plasma mendorong penyerapan K+ (Claussen et al. 1997). Penyerapan ini meningkatkan perubahan osmotik yang memungkinkan masuknya air melalui aquaporin membran plasma yang mendukung perpanjangan sel (Maurel 1997). Respon terhadap Kondisi Masam Tanaman Arabidopsis thaliana yang ditransformasikan dengan gen yang menyandikan H+-ATPase membran plasma (AHA3) dapat memperbaiki pertumbuhan pada pH rendah selama perkembangan kecambah. AHA3 merupakan gen yang terekspresi pada sel-sel floem, yaitu daerah yang bertanggung jawab dalam pengangkutan jarak jauh gula, hara dan hormon. Floem mempunyai pH 8,0 atau lebih sehingga lebih sensitif terhadap pH rendah. Ekspresi gen AHA3 menghasilkan enzim yang dapat memompa H+ keluar sel sehingga pH dapat dipertahankan pada kondisi basa. Pengamatan tersebut menunjukkan peranan penting dari H+-ATPase membran plasma dalam homeostasis pH sitoplasma tanaman (Young et al. 1998).

7

H+-ATPase Membran Plasma Melastoma malabathricum L. Melastoma malabathricum L. adalah suatu tanaman hiperakumulator Al yang tumbuh pada tanah masam dengan tingkat kelarutan aluminium tinggi pada daerah tropis. Tumbuhan tersebut dapat tumbuh dengan baik pada tanah masam sehingga menjadi indikator tanah masam, dan dapat mengakumulasi aluminium dalam jumlah tinggi di daun dan akar sehingga disebut sebagai akumulator Al (Watanabe dan Osaki, 2002). Beberapa kajian mengenai adaptasi tanaman Melastoma terhadap tanah masam dengan kelarutan Al yang tinggi telah dilakukan (Watanabe et al. 2005; Watanabe dan Osaki 2002). Beberapa gen yang diduga terlibat dalam toleransi cekaman asam dan Al tinggi telah diisolasi, antara lain gen penyandi multidrug resistance associated protein (MRP) (Suharsono et al. 2008), gen penyandi metallothionein type 2 (Mt2) (Suharsono et al. 2009) dan fragmen gen penyandi H+-ATPase membran plasma (Muzuni et al. 2010). Tanaman M. malabathricum L. transgenik RNAi yang membawa fragmen 3’UTRMmpma dengan konstruksi berulang terbalik yang bertujuan membungkam gen penyandi H+-ATPase membran plasma menunjukkan perbedaan fenotipe bila dibandingkan dengan tanaman kontrol (non-transgenik). Ketika tanaman berumur tiga bulan setelah aklimatisasi, tampak pertumbuhan tanaman transgenik menjadi terhambat, daun lebih kecil dan cenderung menguning, sedangkan tanaman nontrasngenik tidak menunjukkan hambatan pertumbuhan dengan daun yang lebih lebar dan hijau Penghambatan pertumbuhan tanaman transgenik diduga disebabkan oleh gangguan ekspresi gen penyandi H+-ATPase membran plasma (Muzuni et al. 2013). Gangguan terhadap ekspresi gen ini akan mengganggu aktivitas transporter sekunder yang menggerakkan banyak solut, asimilat, atau metabolit melintasi membran plasma (Sussman, 1994). Selain itu, tanaman juga akan mengalami gangguan homeostasis pH di sitoplasma karena H+-ATPase membran plasma sebagai pompa yang mengeluarkan proton dari sitoplasma tidak terbentuk (Young et al. 1998) sehingga dapat mengganggu sistem metabolisme di dalam sel. Tanaman yang mengalami gangguan homeostasis pH sitoplasma jika ditanam pada media dengan pH rendah dan Al tinggi, maka pH sitoplasma akan menurun dan menyebabkan masuknya Al ke dalam sel tanaman sehingga tanaman mengalami keracunan Al (Muzuni et al. 2013).

Transformasi Genetik Tanaman dengan Perantara A. tumefaciens Bakteri tanah A. tumefaciens telah dipelajari secara mendalam sejak 1907. A. tumefaciens diidentifikasi sebagai agen penyebab crown gall tumor (Smith dan Townsend 1907). Tumor tanaman oleh A. tumefaciens berasal dari stimulasi bagian sel tanaman oleh produk gen yang dikodekan oleh bagian DNA (T-DNA) yang ditransfer dari bakteri ke tanaman. T-DNA Agrobacterium tipe liar memiliki gen IaaM, IaaH, dan ipt yang menghasilkan fitohormon auksin dan sitokinin. Interaksi auksin dan sitokinin tersebut menghasilkan kalus kompak berupa tumor. Pengolahan dan transfer T-DNA diperantarai oleh produk yang dikodekan oleh wilayah vir (virulensi) yang juga bagian dari Ti-plasmid (Stachel dan Nester 1986).

8

Proses transformasi genetik oleh A. tumefaciens pada sel tanaman diawali dengan pelukaan pada tanaman. Luka pada jaringan tanaman berfungsi sebagai jalur masuk bakteri menuju tempat yang dikenali pada permukaan sel tanaman, sehingga sel tanaman menjadi kompeten untuk ditransformasi. Luka menyebabkan tanaman menghasilkan senyawa fenolik (Asetosiringone) yang menarik A. tumefaciens dan menginduksi gen-gen vir tadi yang diperlukan dalam proses transfer T-DNA (Gelvin 2003). Gen vir berperan secara langsung dalam transfer gen. Pengontrolan ekspresi gen diperantarai oleh protein VirA dan VirG (Winans 1992). VirA mendeteksi senyawa fenolik yang dikeluarkan oleh tanaman yang luka dan juga mengakibatkan autofosforilasi (Gambar 4, tahap 1). Fosforilasi VirA pada VirG kemudian menyebabkan aktivasi transkripsi gen vir. Transfer intermediet dimulai dengan menggenerasikan T-strand, yaitu salinan untai tunggal dari T-DNA (Stachel et al. 1986). VirD1 dan VirD2 sangat penting untuk proses ini (Filichkin dan Gelvin 1993). VirDl/D2 mengenali urutan border 25 pb dan menghasilkan pembelahan untaian tunggal endonukleolitik pada untaian bawah setiap border (Gambar 4, tahap 2). Pembelahan ini digunakan sebagai inisiasi dan terminasi situs untuk menghasilkan T-strand (Zupan dan Zambryski 1995).

Gambar 4 Tahap dasar dalam transformasi sel tanaman oleh A. tumefaciens (Zupan dan Zambryski 1995). Setelah pembelahan terjadi, VirD2 tetap terkait erat dengan ujung 5 'dari Tstrand. VirD2 pada ujung 5' memberikan karakter polar pada T-complex yang dapat menjamin bahwa ujung 5' adalah ujung terdepan dalam tahap berikutnya. Tstrand harus melewati berbagai membran dan ruang selular sebelum masuk ke inti sel tanaman. Dengan demikian, untuk melindungi integritasnya, hal tersebut dihipotesiskan bahwa T-strand kemungkinan ditransfer sebagai sebuah kompleks

9

protein ssDNA. VirE2 adalah protein asam nukleat untaian tunggal yang dikodekan oleh lokus VirE yang mengikat tanpa spesifisitas sekuen. VirE2 mengikat dengan erat yang berarti bahwa T-strand akan benar-benar dilindungi (Gambar 4, tahap 3). Akibatnya degradasi oleh nuclease dapat dicegah dan VirE2 menjadikan ssDNA tahan terhadap degradasi nukleolitik. Selanjutnya, T-complex harus keluar dari sel bakteri (Gambar 4, tahap 4), melewati membran dalam dan luar serta dinding sel bakteri. Kemudian harus menyeberangi dinding dan membran sel tanaman (Gambar 4, tahap 5). Setelah berada di dalam sel tanaman, T-complex ditargetkan ke inti sel tanaman dan melintasi membran nukleus (Gambar 4, tahap 6), setelah itu T-strand menjadi terintegrasi ke dalam kromosom tanaman (tahap 7) (Zupan dan Zambryski 1995).

10

METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2015 hingga Januari 2017 di Laboratorium BIORIN (Biotechnology Research Indonesia-the Netherland), Laboratorium Biologi Molekuler dan Seluler Tanaman Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB) Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat IPB, Laboratorium Terpadu FMIPA IPB, dan Greenhouse Cisarua, Bandung, Jawa Barat.

Bahan Bahan tanaman yang digunakan adalah internoda (ruas) planlet in vitro tanaman kentang kultivar Jala Ipam (Lampiran 1) yang berumur 3-4 minggu yang ditanam pada media MS (Murashige dan Skoog). Bakteri Agrobacterium tumefaciens strain LBA4404 yang mengandung plasmid pGWB502-MmPMA digunakan untuk mengintroduksikan gen MmPMA pada tanaman. Peta daerah T-DNA disajikan pada Gambar 5. Antibotik higromisin, streptomisin, dan spektinomisin digunakan sebagai agen penyeleksi. Primer spesifik 35S-F: 5’AAA CCT CCT CGG ATT CCA TT-3’ dan MmPMA-R1: 5’-TCA GGC CCT CCT TGC TGC ATC TC-3’ digunakan untuk menganalisis integrasi gen Mmpma dibawah promoter kuat 35S CaMV dalam genom tanaman kentang. Primer Act-F (5’-ATG GCA GAT GCC GAG GAT AT-3’) dan Act-R (5’-CAG TTG TGC GAC CAC TTG CA-3’) yang dirancang berdasar gen aktin tanaman kedelai digunakan untuk mengetahui hasil isolasi DNA tanaman kentang.

Gambar 5 Peta konstruksi plasmid pGWB502-MmPMA (Ifadatin 2016)

Prosedur Transformasi genetik ini dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu perbanyakan tanaman kentang Jala Ipam secara in vitro, inisiasi kalus ruas tanaman, insersi gen MmPMA ke tanaman, penyeleksian eksplan, regenerasi eksplan, analisis molekuler, dan analisis stomata serta morfologi tanaman transgenik. Berikut merupakan tahapan lengkap yang dilakukan:

11

Perbanyakan Eksplan dan Agrobacterium Buku tanaman kentang Jala Ipam non-transgenik yang mengandung mata tunas dikulturkan pada media MS (Murashige and Skoog) (Lampiran 2) selama 34 minggu pada suhu 21 oC untuk menghasilkan planlet tanaman kentang Jala Ipam. Ruas yang tidak mempunyai mata tunas dari planlet tanaman kentang tersebut dijadikan eksplan untuk ditransformasikan. Eksplan tersebut ditanam pada media prakultivasi padat (Media MS dengan penambahan 2 mg L-1 2,4D dan 3 mg L-1 BA, pH 5.8) selama 1 hari dalam keadaan gelap pada suhu 21 oC. Agrobacterium tumefaciens strain LBA4404 yang mengandung pGWB502MmPMA di bawah kendali promoter 35S CaMV dikulturkan pada media LB (Luria Bertani) cair dengan penambahan antibiotik 50 mg L-1 higromisin, 50 mg L-1 streptomisin, dan 50 mg L-1 spektinomisin dalam keadaan gelap pada suhu ruang selama 8-12 jam hingga kerapatan optik (OD600) 0.4-0.5. Transformasi Genetik Tanaman Kentang Jala Ipam dengan Gen MmPMA Kultur Agrobacterium tumefaciens strain LBA4404 yang mengandung pGWB502-MmPMA dengan kerapatan optik 0.4-0.5 disentrifugasi pada kecepatan 10000 rpm selama 10 menit. Endapan (pelet) A. tumefaciens dipisahkan dari larutan (supernatan). Pelet kemudian ditambah dengan media kokultivasi cair (Media MS cair dengan penambahan 2 mg L-1 2,4D, 3 mg L-1 BA, dan 40 mg L-1 acetosyringone, pH 5.8). Eksplan yang berukuran 0.8-1.0 cm yang telah ditanam pada media prakultivasi selama 24 jam kemudian direndam dalam media kokultivasi cair yang telah mengandung A. tumefaciens selama 10 menit. Eksplan kemudian dikeringkan pada kertas tissu steril selama 10 menit dan dikulturkan pada media kokultivasi padat (media MS dengan penambahan 2 mg L-1 2,4D, 3 mg L-1 BA, dan 20 mg L-1 acetosyringone, pH 5.8) dalam kondisi gelap pada suhu 21 oC selama 3 hari. Seleksi dan Regenerasi Tanaman Setelah 3 hari di media kokultivasi, eksplan kemudian dibilas dengan akuades steril selama 5 menit dan dengan 100 mg L-1 larutan cefotaxime selama 10 menit lalu eksplan dikeringkan pada kertas tissu steril selama 10 menit. Eksplan ditumbuhkan pada media M4 (media MS dengan penambahan 2 mg L-1 IAA, 3 mg L-1 BA, 1 mg L-1 GA3, dan 100 mg L-1 cefotaxime, pH 5,8) di bawah pencahayaan penuh pada suhu 21-22 oC selama 10 hari. Penyeleksian transforman yang membawa gen MmPMA dilakukan dengan menumbuhkan transforman pada media seleksi padat (media M4 dengan penambahan antibiotik higromisin 40 mg L-1, pH 5.8) di bawah pencahayaan penuh pada suhu 21-22 oC selama 4 minggu hingga transforman menunjukkan munculnya tunas kemudian efisiensi transformasi dan regenerasi dihitung dengan rumus pada lampiran 3. Tunas yang tumbuh dari kalus yang resisten di media seleksi dipindahkan ke media MS dan ditumbuhkan di bawah pencahayaan penuh pada suhu 21-22 oC selama 4 minggu hingga berubah menjadi planlet. Tunas ini disebut dengan tunas transgenik putatif kemudian diperbanyak di media MS.

12

Analisis Integrasi Gen MmPMA pada Genom Tanaman Kentang Total DNA diisolasi dari daun kentang (Solanum tuberosum L) dengan metode Suharsono (2002) yang dimodifikasi (CTAB 2%, 0.1 M Tris-HCl, 20 mM EDTA, 1.4 M NaCl, PVP 1%, pH 8.0). Keberadaan dan integritas DNA hasil isolasi diidentifikasi melalui PCR dengan pasangan primer Act-F dan Act-R. Integrasi gen MmPMA dibawah kendali promoter 35S CaMV dianalisis dengan PCR menggunakan primer 35S-F dan primer PMA-R1. Hasil PCR divisualisasikan dengan menggunakan agarose 1% (b/v) dengan pewarna Ethidium Bromida (EtBr) 0.5 µg mL-1. Uji Toleransi Tanaman pada Media Masam Pucuk tanaman kentang in vitro ditumbuhkan pada media ½ MS (Lampiran 2) padat pH 4.3 selama 10 hari. Akar yang tumbuh diukur panjangnya. Pengamatan dilakukan terhadap tiga tanaman untuk setiap klon. Pengamatan Stomata Tanaman Pengamatan stomata dilakukan secara triplo pada tanaman transgenik G0 dan tanaman non transgenik tiga minggu setelah aklimatisasi dengan cara mengoleskan permukaan daun bagian adaksial dan abaksial dengan cat kuku transparan pada pukul 10.00. Setelah cat kuku mengering kemudian diambil dan ditempelkan pada gelas preparat yang selanjutnya diamati di bawah mikroskop Olympus BX51 dengan perbesaran 600x dengan luas bidang pandang 0.06 mm2. Persentase dan lebar pori stomata membuka dihitung pada tiga bidang pandang. Persentase stomata membuka dihitung dari banyaknya stomata yang membuka dibagi dengan jumlah total stomata lalu dikalikan 100%. Sedangkan perhitungan lebar pori stomata membuka diukur dengan menggunakan aplikasi ImageJ 1.48 (Schneider et al. 2012). Pengamatan Morfologi dan Produktivitas Tanaman Penanaman tanaman kentang dilakukan dengan rancangan acak lengkap (RAL) dimana tanaman kentang Jala Ipam non-transgenik (JNT) dan tanaman kentang Jala Ipam transgenik JP1, JP2, JP3, JP4, JP5, JP6 merupakan perlakuan yang diulang sebanyak tiga kali. Satu unit percobaan terdiri dari tiga polibag dan masing-masing polibag mengandung tiga tanaman. Tinggi tanaman diukur pada umur 7 minggu setelah tanam (MST). Uji lanjutan yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji beda nyata terkecil atau Least Significance Different. Sedangkan pengamatan umbi dilakukan pada umur 90 hari setelah tanam dengan peubah berat, jumlah, panjang, dan diameter umbi per tanaman.

13

HASIL DAN PEMBAHASAN

Transformasi Genetik Tanaman Kentang dengan Gen MmPMA Integrasi T-DNA pGWB502-MmPMA yang mengandung gen hpt ke dalam S. tuberosum kultivar Jala Ipam mengekspresikan hygromycin phosphotransferase yang dapat mendetoksifikasi higromisin sehingga tanaman kentang dapat hidup pada media yang mengandung higromisin. Seleksi terhadap kalus transgenik putatif dilakukan pada media penginduksian tunas yang mengandung 40 mg L-1 higromisin selama 2-4 minggu. Penggunaan cefotaxime pada media seleksi bertujuan untuk mematikan A. tumefaciens yang masih menempel pada kalus. Perbedaan eksplan tanaman kentang non-transgenik dan transgenik putatif pada media seleksi dapat dilihat pada Gambar 6. Eksplan kentang yang tidak diinokulasi dengan A. tumefaciens ditanam pada media seleksi selama dua minggu mengalami pencokelatan dan tidak dapat membentuk tunas (Gambar 6B) hingga eksplan mati pada minggu ke-4 (Gambar 6C). Sedangkan eksplan yang diinokulasi dengan A. tumefaciens juga mengalami browning namun beberapa eksplan tumbuh membentuk kalus kemudian beregenerasi membentuk tunas (Gambar 6E dan 6F). Tunas ini disebut dengan tunas transgenik putatif.

Gambar 6 Perkembangan eksplan yang diinokulasikan dan tidak diinokulasikan dengan A. tumefaciens yang mengandung pGWB502-MmPMA di media pemulihan dan media seleksi. (A) Eksplan yang tidak diinokulasikan dengan A. tumefaciens di media pemulihan, (B) eksplan yang tidak diinokulasikan dengan A. tumefaciens di media seleksi selama 4 minggu, (C) Eksplan yang tidak diinokulasikan dengan A. tumefaciens di media seleksi selama 8 minggu, (D) eksplan yang diinokulasikan dengan A. tumefaciens di media pemulihan, (E) eksplan yang diinokulasikan dengan A. tumefaciens bertunas di media seleksi setelah 2 minggu, dan (F) eksplan yang diinokulasikan dengan A. tumefaciens bertunas di media seleksi selama 4 minggu.

14

Eksplan berubah warna menjadi kecoklatan (browning) dan nekrosis setelah kokultivasi dilakukan dengan A. tumefaciens. Pencokelatan pada eksplan ini terjadi akibat adanya reaksi oksidasi (Yang et al. 2016). Pencokelatan juga disebabkan oleh kerusakan sel dan jaringan selama proses inokulasi dan pencucian eksplan. Eksplan yang tidak dapat membentuk kalus pada media seleksi merupakan eksplan yang tidak membawa gen resisten higromisin. Sedangkan eksplan yang tumbuh membentuk kalus dan beregenerasi membentuk tunas merupakan kalus dan tunas yang membawa gen resisten higromisin (hpt). Pada tahap pemulihan, induksi kalus dan regenerasi tunas, media yang digunakan memiliki kandungan zat pengatur tumbuh (ZPT) yang sama. ZPT yang digunakan adalah Indole Acetic Acid (IAA), Benziladenin (BA), dan Giberellic Acid (GA3). Penggunaan ZPT tersebut diharapkan dapat menumbuhkan sel dan jaringan. Setelah dua minggu ditanam pada media seleksi, beberapa kalus dari eksplan yang telah diinokulasikan dengan A. tumefaciens beregenerasi membentuk tunas yang muncul dari kalus di ujung eksplan sedangkan eksplan yang tidak diinokulasi dengan A. tumefaciens mengalami kematian dengan gejala berwarna cokelat dan kemudian berubah menjadi hitam. Dari 171 eksplan yang diinokulasi dengan A. tumefaciens, hanya lima eksplan yang berkembang menjadi kalus yang bertahan hidup pada media seleksi dan menghasilkan enam tunas transgenik putatif, sehingga efisiensi transformasi adalah sebesar 3.46% dan efisiensi regenerasi adalah sebesar 100% (Tabel 1). Tabel 1 Efisiensi transformasi dan regenerasi ruas tanaman kentang kultivar Jala Ipam dengan gen MmPMA Ulangan

Jumlah eksplan

I II Rata-rata

80 91 85.5

Jumlah kalus resisten higromisin 2 3 2.5

Jumlah kalus yang beregenerasi 2 3 2.5

Efisiensi transformasi

Efisiensi regenerasi

3.08% 3.85% 3.46%

100% 100% 100%

Efisiensi transformasi dan regenerasi pada tanaman kentang kultivar Jala Ipam pada penelitian sebelumnya (Widiarti 2016) dengan perantara bakteri A. tumefaciens strain LBA4404 masing-masing sebesar 18% dan 100% untuk penggunaan plasmid p2K1-Hd3a, sedangkan untuk penggunaan plasmid pC1300Hd3a masing-masing sebesar 7% dan 100%. Hal ini menunjukkan efisiensi transformasi pada tanaman Jala Ipam masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya (Mardiyyah 2015; Bustomi 2014) dengan konsentrasi ZPT yang sama namun dengan kultivar yang berbeda.

Analisis Integritas Gen MmPMA di Tanaman Transgenik Tanaman kentang merupakan salah satu tanaman yang memiliki kandungan fenol yang cukup tinggi sehingga dalam tahap isolasi DNA dibutuhkan penambahan PVP 1% untuk mengurangi senyawa fenol yang bercampur dengan DNA. DNA yang bercampur dengan senyawa fenol berwarna cokelat dan kental sehingga sulit untuk disuspensikan dalam H2O dan mengganggu PCR.

15

PCR menggunakan sepasang primer aktin dan DNA dari keenam tanaman kentang transgenik putatif serta satu tanaman kentang non-transgenik sebagai cetakan menghasilkan amplikon dengan ukuran berkisar 550 pb (Gambar 7). Hal ini menunjukkan bahwa DNA seluruh tanaman kentang mempunyai integritas yang baik.

Gambar 7 Amplifikasi gen aktin dengan PCR di tanaman kentang. M = marka, P = DNA plasmid pGWB502-MmPMA, JP1-JP6 = DNA tanaman kentang Jala Ipam transgenik G0, JNT = DNA kentang Jala Ipam non transgenik. Gen aktin telah banyak digunakan untuk melihat kualitas DNA tanaman karena gen aktin merupakan housekeeping gene yang ada pada seluruh jaringan tanaman. Aktin merupakan komponen integral dari mikrofilamen (Lloyd 1987). PCR dengan menggunakan primer 35S-F dan primer PMA-R1 serta DNA dari keenam tanaman kentang transgenik putatif yang resisten higromisin menghasilkan amplikon dengan ukuran berkisar 500 pb (Gambar 8).

Gambar 8 Amplifikasi gen MmPMA di bawah kendali promoter 35-S CaMV di tanaman kentang. M = marka, P = DNA plasmid pGWB502-MmPMA, JP1-JP6 = DNA tanaman kentang Jala Ipam transgenik G0, JNT = DNA kentang Jala Ipam non transgenik. PCR dengan primer yang sama dan DNA dari tanaman non-transgenik (JNT) tidak menghasilkan amplikon. Primer 35S-F merupakan sekuen pada promoter 35S, sedangkan primer PMA-R1 merupakan sekuen gen MmPMA pada posisi 200 bp dari kodon awal sehingga amplifikasi menggunakan primer 35S dan PMA-R1 akan menghasilkan pita berukuran 500 bp (Ifadatin 2016). Hal ini menunjukkan bahwa klon JP1, JP2, JP3, JP4, JP5, dan JP6 adalah transgenik yang mengandung gen MmPMA di bawah kendali promoter 35S CaMV. Selain itu, karena pada tanaman non-transgenik (JNT) tidak menghasilkan amplikon, maka primer 35S dan PMA-R1 bersifat spesifik untuk gen MmPMA yang disambungkan dengan promoter 35S CaMV.

16

Uji Tantang Tanaman Transgenik Terhadap pH Rendah Aktivasi H+-ATPase membran plasma pada tanaman Arabidopsis transgenik menyebabkan pertumbuhan akar pada pH rendah tidak terganggu dibandingkan dengan tanaman non-transgenik (Young et al. 1998; Inoue et al. 2016). Hasil penelitian ini sesuai dengan kedua penelitian tersebut yang menunjukkan bahwa tanaman kentang transgenik yang mengandung gen MmPMA di bawah kendali promoter 35S CaMV mempunyai akar yang lebih panjang dibandingkan dengan tanaman non-transgenik pada pH rendah (pH 4.3) (Gambar 9, Tabel 2, Lampiran 4).

Gambar 9 Panjang akar tanaman kentang kultivar Jala Ipam non-transgenik (JNT) dan transgenik (pH 4.3) Tabel 2 Rata-rata panjang akar pada pH masam pada tanaman kentang Jala Ipam non-transgenik (JNT) dan transgenik (JP1-JP6). Kode Tanaman

Panjang Akar pada pH 4.3 (cm)

JNT JP1 JP2 JP3 JP4 JP5 JP6

0.40 ± 0.10 2.39 ± 0.56 1.58 ± 0.62 2.78 ± 0.42 3.53 ± 0.06 2.03 ± 1.40 2.27 ± 0.25

H+-ATPase membran plasma diduga memompa H+ dari sitosol ke luar sel sehingga proton H+ lebih banyak di luar sel dan membentuk homeostatis pH untuk pertukaran ion dan zat terlarut lainnya melewati membran plasma. Pemompaan H+ ke luar sel bertujuan untuk mempertahankan pH sitoplasma. Beberapa hasil penelitian in vitro sebelumnya, utamanya pada hipokotil, menunjukkan bahwa pengasaman eksternal di dinding sel dapat mengakibatkan

17

pemanjangan sel (Takahashi et al. 2012). Ijaz et al. (2012) menunjukkan bahwa posforilasi Thr kedua terakhir dari H+-ATPase menyebabkan aktivasi H+-ATPase yang mendorong pemanjangan hipokotil. Sedangkan Inoue et al. (2016) menemukan aktivitas H+-ATPase pada tanaman Arabidopsis tipe liar mendorong pemanjangan akar pada media pH 4.3 dibandingkan dengan Arabidopsis mutan loph1. Arabidopsis mutan loph1 merupakan Arabidopsis yang mempunyai hipersensitifitas terhadap media pH masam. Pada akar loph1, hidrolisis ATP dan pengeluaran H+ menjadi berkurang. Fosforilasi Thr kedua terakhir dari H+-ATPase membran plasma berkurang baik di bawah kondisi pH normal maupun rendah.

Analisis Pembukaan Stomata Peningkatan aktivitas H+-ATPase membran plasma pada beberapa tanaman transgenik meningkatkan jumlah stomata yang membuka dibandingkan dengan tanaman non-transgenik (Wang et al. 2014, Ifadatin 2016). Persentase stomata membuka pada tanaman transgenik cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman non-transgenik (Tabel 3, Lampiran 5). Lebar pori pada stomata yang membuka dari tanaman transgenik berbeda dengan tanaman non-transgenik. Keenam tanaman transgenik juga mempunyai pori stomata yang cenderung lebih lebar dibandingkan dengan non-transgenik (Tabel 3, Gambar 10, Lampiran 6). Tabel 3 Rata-rata persentase dan lebar stomata membuka pada tanaman kentang Jala Ipam non-transgenik (JNT) dan transgenik G0 (JP1-JP6). Kode Tanaman

% Stomata Membuka

Lebar Pori Stomata (µm)

Adaksial

Abaksial

adaksial

Abaksial

JNT JP1 JP2 JP3 JP4 JP5 JP6

100% 100% 100% 100% 100% 100% 100%

54.72% 95.83% 79.17% 56.67% 66.67% 61.18% 83.01%

2.98 ± 0.64 4.25 ± 0.69 4.97 ± 1.99 4.14 ± 1.56 4.95 ± 1.23 3.90 ± 0.24 3.98 ± 0.08

3.11 ± 0.56 6.40 ± 2.14 6.52 ± 0.62 5.20 ± 1.67 3.99 ± 0.88 5.36 ± 1.51 7.15 ± 0.89

Selain itu, lebar pori dari stomata yang membuka pada bagian atas daun (adaksial) dan bawah daun (abaksial) juga berbeda. Pori stomata tanaman transgenik lebih lebar dibandingkan dengan pori stomata tanaman non-transgenik.

18

(A)

(B)

(C)

(D)

Gambar 10 Stomata membuka pada bagian adaksial dan abaksial dari tanaman kentang Jala Ipam non-transgenik (JNT) dan transgenik. (A) stomata pada bagian adaksial daun tanaman Jala Ipam non-transgenik. (B) stomata pada bagian adaksial daun tanaman Jala Ipam transgenik. (C) stomata pada bagian abaksial daun tanaman Jala Ipam nontransgenik. (D) stomata pada bagian abaksial daun tanaman Jala Ipam transgenik. Lebih tingginya persentase stomata yang membuka pada tanaman transgenik dibandingkan dengan tanaman non-transgenik pada penelitian ini kemungkinan disebabkan oleh ekspresi berlebih H+-ATPase membran plasma pada tanaman transgenik. Pembukaan dan penutupan stomata daun (Kearns & Assmann 1993; Schulz-Lessdorf et al. 1994) dan pergerakan daun (Cote 1995) ditimbulkan oleh aktivitas H+-ATPase membran plasma. Pada sel penjaga, aktivitas H+-ATPase menyebabkan hiperpolarisasi membran plasma dan pembukaan subsekuen kanal K+ dan juga mengaktifkan simporter-simporter anion. Pemasukan K+ dan Cl-, serta anion lainnya menyebabkan pengambilan air yang diperantarai oleh kanal, peningkatan turgor, dan pembengkakan sel. Pembengkakan sel penjaga mengakibatkan stomata membuka. Pembukaan dan penutupan stomata dapat dicapai dengan memodulasi sedikitnya salah satu protein yang terlibat dalam proses tersebut (Palmgren 1998). Pembukaan stomata dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu cahaya, kelembaban, konsentrasi CO2, dan hormon tumbuhan. Cahaya merupakan salah satu faktor utama membukanya stomata. Cahaya sangat berperan merangsang masuknya ion kalium ke dalam sel penjaga dan jika tumbuhan berada dalam keadaan gelap maka ion kalium akan kembali keluar sel penjaga (Lakitan 1993). Ketika ion kalium masuk ke dalam sel penjaga maka ion H+ keluar dengan jumlah yang sama. Ion H+ tersebut berasal dari asam-asam organik yang disintesis di dalam sel penjaga. Karena ion H+ diperoleh dari asam organik maka pH di dalam sel penjaga akan menurun jika H+ tidak ditukar dengan K+ yang masuk (Salisbury dan Ross 1995). Terakumulasinya K+ dan zat-zat terlarut lainnya di dalam sel penjaga akhirnya menyebabkan pembengkakan sel penjaga yang mendorong dinding bagian dalam stomata sehingga stomata membuka. Peningkatan pembukaan stomata ini dapat mendorong aktivitas fotosintesis dan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Wang et al. (2014) menunjukkan bahwa ekspresi berlebih H+-ATPase di dalam sel penjaga meningkatkan

19

pembukaan stomata yang diinduksi cahaya dan meningkatkan pertumbuhan tanaman Arabidopsis. Tanaman Arabidopsis transgenik yang mengekspresikan H+-ATPase pada sel penjaga mempunyai aktivitas fotosintesis dan pertumbuhan tanaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman non-transgenik. Peran H+-ATPase dalam mekanisme ini adalah mengontrol tegangan pembukaan ataupun penutupan sel penjaga. Aktivitas H+-ATPase pada sel penjaga tergolong tinggi (Becker et al. 1993).

Analisis Tinggi Tanaman Pada umur tujuh minggu setelah tanam, secara umum tanaman transgenik mempunyai batang yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman nontransgenik (Gambar 11, Lampiran 7). Tanaman transgenik JP1 mempunyai batang yang paling tinggi, sedangkan tanaman non-transgenik mempunyai batang paling pendek walaupun tidak berbeda nyata dengan tanaman transgenik JP5 dan JP6.

(A)

(B)

Gambar 11 Keragaan tanaman kentang Jala Ipam non-transgenik (JNT) dan transgenik JP1-JP6 pada umur 7 MST. (A) Tinggi tanaman pada tanaman non-transgenik (JNT) dan tanaman transgenik (JP1-JP6). (B) Fenotipe tanaman transgenik (JP3) dan tanaman non-transgenik (JNT). Bar: standar deviasi. Batang yang lebih tinggi pada tanaman transgenik daripada tanaman nontransgenik kemungkinan disebabkan oleh ekspresi berlebih dari MmPMA walaupun analisis ekspresi secara kuantitatif gen MmPMA belum dilakukan. Perbedaan tinggi tanaman antar klon transgenik dapat disebabkan karena perbedaan ekspresi gen MmPMA. Perbedaan ekspresi diantara tanaman transgenik dapat disebabkan oleh perbedaan lokasi integrasi gen MmPMA di dalam genom tanaman kentang transgenik.

20

Tanaman transgenik JP5 dan JP6 tidak berbeda nyata dengan tanaman nontransgenik diduga karena gen MmPMA tidak diekspresikan secara berlebihan. Menurut Matzke et al. (2000), transgen terintegrasi pada genom tanaman transgenik tidak diekspresikan disebabkan oleh lokasi integrasi transgen tersebut pada kromosom. Transgen yang terintegrasi pada daerah eukromatin dapat mempengaruhi ekspresi gen dari inang (Kohli et al. 2006), sedangkan transgen yang terintegrasi pada daerah heterokromatin dapat menyebabkan pembungkaman gen (Grewal dan Elgin 2002). Oleh sebab itu, analisis ekspresi gen secara kuantitatif dengan qPCR harus dilakukan untuk mengetahui pengaruh MmPMA terhadap pertumbuhan tanaman. Ekspresi H+-ATPase membran plasma yang berlebih pada tanaman kentang Jala Ipam transgenik diduga meningkatkan pemompaan H+ yang digunakan sebagai alat pertukaran ion dan zat terlarut lainnya, sehingga ion-ion yang dibutuhkan oleh tanaman masuk melewati membran plasma pada akar tanaman. Banyaknya ion-ion yang masuk digunakan untuk pertumbuhan tanaman. Sze (1985) menyatakan bahwa H+-ATPase membran plasma merupakan pompa H+. Potensial membran dan gradien H+ di sepanjang membran plasma merupakan hasil dari aktivitas pompa H+. Penyerapan ion pada tanaman dan berbagai proses lainnya membutuhkan energi yang dihasilkan oleh gradien elektrokimia H+ (Palmgreen 1998). Menurut Lakitan (1996), peningkatan konsentrasi H+ di dalam sel menyebabkan pH dinding sel menurun sehingga mengakibatkan pelonggaran struktur dinding sel dan terjadi pemanjangan sel yang mengarah ke pertumbuhan tanaman. Kondisi pH rendah tersebut mengaktifkan enzim ekspansin yang bekerja memutus ikatan hidrogen pada ikatan silang mikrofibril. Ikatan silang yang terputus tersebut yang menyebabkan dinding sel menjadi lebih kendur dan lunak yang menyebabkan ion-ion dan air masuk ke dalam sel sehingga konsentrasi ion dan air di dalam sel meningkat. Peningkatan tinggi tanaman kentang transgenik ini juga diduga berasal dari peningkatan pembukaan stomata yang mendorong peningkatan fotosintesis. Pembukaan stomata menyebabkan terjadinya transpirasi yang dapat berperan dalam transportasi nutrisi dari akar ke seluruh bagian tanaman. Klorofil pada sel penjaga dapat melangsungkan fotosintesis pada saat stomata membuka. Wang et al. (2014) menunjukkan bahwa ekspresi berlebih H+-ATPase membran plasma meningkatkan konduktasi stomata dan aktivitas fotosintesis pada tanaman transgenik AHA2. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa pembukaan stomata pada tanaman transgenik AHA2 yang mengekspresikan H+-ATPase membran plasma secara berlebih berkonstribusi pada peningkatan laju fotosintesis.

Produksi Umbi G0 Pada umur 90 HST, daun tanaman transgenik dan non-transgenik sudah berwarna kuning. Umbi tanaman transgenik yang diperoleh dari tanaman transgenik tidak berbeda nyata dengan umbi tanaman non-transgenik baik bobot umbi, jumlah umbi, panjang umbi maupun diameter umbi walaupun pertumbuhan vegetative tanaman transgenik lebih tinggi dari pada tanaman non-transgenik (Gambar 12, Lampiran 8).

21

JNT

JP3

(A)

Berat Umbi Per Tanaman

Jumlah Umbi Per Tanaman

Panjang Umbi Per Tanaman

Diameter Umbi Per Tanaman

(B)

Gambar 12 Produksi umbi G0 kentang kultivar Jala Ipam. (A) Fenotipe umbi kentang tanaman transgenik (JP3) dan tanaman non-transgenik (JNT). (B) Pengukuran umbi per tanaman. Pengumbian merupakan proses bagian tanaman yang mengalami perubahan bentuk dan ukuran karena adanya perubahan fungsi. Umbi pada tanaman kentang merupakan hasil diferensiasi dari batang. Pembentukkan umbi didahului dengan berhentinya pertumbuhan vegetatif pada tanaman kentang. Lovatt (1997) menyatakan bahwa tanaman kentang memiliki empat fase pertumbuhan, yaitu pertumbuhan vegetatif, inisiasi umbi, perbesaran dan pemasakan umbi. Fase inisiasi dan pembesaran umbi didahului dengan fase pertumbuhan vegetatif dimana tunas muncul dan bertumbuh selama 2-4 minggu. Menurut Melis dan van Staden (1984) pada kentang, pembentukan umbi berkompetisi dengan pertumbuhan vegetatif.

22

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan Rekayasa genetik tanaman kentang kultivar Jala Ipam berhasil dilakukan dengan menyisipkan gen MmPMA di bawah kendali promoter 35S CaMV melalui perantara Agrobacterium tumefaciens yang menghasilkan enam tanaman transgenik. Keenam tanaman transgenik menunjukkan peningkatan persentase jumlah stomata membuka, lebar pori stomata membuka, dan tinggi tanaman serta peningkatan pemanjangan akar pada media masam, namun produksi umbi G0 yang diperoleh tidak berbeda nyata dengan produksi umbi tanaman non-transgenik.

Saran Uji lebih lanjut berupa analisis ekspresi gen MmPMA perlu dilakukan untuk mengetahui ekspresi transgen pada keenam tanaman transgenik. Analisis fotosintesis juga perlu dilakukan untuk mengetahui pengaruh gen MmPMA terhadap aktivitas fotosintesis tanaman kentang kultivar Jala Ipam G0. Selain itu, perlunya pengujian pengintegrasian dan pengaruh gen MmPMA pada tanaman kentang Jala Ipam transgenik MmPMA G1 untuk mengetahui stabilitas gen tersebut. Penelitian ini menggunakan polibag yang berisi tiga tanaman dengan jarak tanaman yang sangat sempit sehingga persaingan ruang tumbuh yang terjadi dapat menghambat potensi produksi umbi setiap klon. Oleh karena itu, setiap klon sebaiknya ditanam pada area yang bebas dari persaingan antar tanaman, misalnya penanaman setiap klon pada tanah dengan jarak tanam standar untuk tanaman kentang.

23

DAFTAR PUSTAKA

Astolfi S, Zuchi S, Chiani A, Passera C. 2003. In vivo and in vitro effects of cadmium on H+-ATPase activity of plasma membrane vesicles from oat (Avena sativa L.) roots. J Plant Physiol. 160:387-393. Astolfi S, Zuchi S, Passera C. 2005. Effect of cadmium on H+-ATPase activity of plasma memebrane vesicles isolated from roots of different S-supplied maize (Zea mays L.) plants. Plant Sci. 169:361-368. Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura. 2016. Produksi Kentang Menurut Provinsi, 2011-2015 [Internet]. [diunduh 2016 Nov 23]. Tersedia pada: http://www.pertanian.go.id/Data5tahun/pdf-HORTI2016/2.2Produksi%20 Kentang.pdf. Becker D, Zeilinger C, Lohse G, Depta H, Hedrich R. 1993. Identification and biochemical characterization of the plasma-membrane H+-ATPase in guard cells of Vicia faba L. Planta. 190:44-50. Biology-forums. 2011. Ion uptake at root hair membranes. [Internet]. [diunduh 2017 Jan 23]. Tersedia pada: http://biology-forums.com/index.php?action =gallery;sa=view;id=1016#c2827. Bose J, Rodrigo-Moreno A, Lai D, Xie Ya, Shen W, Shabala S. 2015. Rapid regulation of the plasma membrane H+-ATPase activity is essential to salinity tolerance in two halophyte species, Atriplex lentiformis and Chenopodium quinoa. Ann Bot. 115(3):481–494. Bressan RA, Hasegawa PM, Pardo JM. 1998. Plants use calcium to resolve salt stress. Trends Plant Sci. 3:411-412. Burzyński M, Kolano E. 2003. In vivo and in vitro effects of copper and cadmium on the plasma membrane H+-ATPase from cucumber (Cucumis sativus L.) and maize (Zea mays L.) roots. Acta Physiologiae Plantarum. 25:39–45. Bustomi. 2014. Transformasi genetik kentang (Solanum tuberosum L.) kultivar Baraka dengan gen pembungaan Hd3a [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Claussen M, Luthen H, Blatt M, Bottger M. 1997. Auxin induced growth and its linkage to potassium channels. Planta. 201:227-234. Cosgrove DJ. 1997. Relaxation in a high stress environment: the molecular bases of extensible cell walls and cell enlargement. Plant Cell. 9:1031-1041. Cote GG. 1995. Signal transduction in leaf movement. Plant Physiol. 109:729734. Daszkowska-Golec A, Szarejko I. 2013. Open or close the gate – stomata action under the control of phytohormones in drought stress conditions. Plant Cell Biol. 4:138. Demidchik V, Sokolik A, Yurin V. 1997. The effect of Cu2+on ion transport systems of the plant cell plasmalemma. Plant Physiol. 114:1313-1325. Filichkin SA, Gelvin SB. 1993. Formation of a putative relaxation intermediate during T-DNA processing directed by the Agrobacterium tumefaciens VirD1,D2 endonuclease. Mol Microbiol. 8:915-926. Fischer WN, Andre B, Rentsch D, Krolkiewicz S, Tegeder M, Breitkreuz K, Frommer WB. 1998. Amino acid transport in plants. Trends Plant Sci. 3:188-195.

24

Fodor E, Szabo-Nagy A, Erdei L. 1995. The effects of cadmium on the fluidity and H+-ATPase activity of plasma membrane from sunflower and wheat roots. J Plant Physiol. 147:87-92. Fry SC, Smith RC, Renwick KF, Martin DJ, Hodge SK, Matthews KJ. 1992. Xyloglucan endotransglycosylase, a new wall-loosening enzyme activity from plants. Biochem. J. 282:821-828. Gelvin SB. 2003. Agrobacterium-mediated plant transformation: the biology behind the “gene-jockeying” tool. Microb Mol Biol Rev. 1:16-37. Grewal SIS, Elgin SCR. 2002. Heterochromatin: newpossibilities for the inheritance of structure. Curr. Opin.Gen.Dev. 12:178–187. Hidayat A, Hikmatullah, Santoso D. 2000. Potensi Dan Pengelolaan Lahan Kering Dataran Rendah. Buku Sumberdaya Lahan Indonesia Dan Pengelolaannya. Pusat Penelitian Tanah Dan Agroklimat, Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Hal.197-215. Ifadatin S. 2016. Rekayasa Genetik Tembakau dan Jarak Pagar dengan Gen Penyandi H+-ATPase Membran Plasma [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Ijaz S, Rana IA, Khan IA, Saleem M. 2012. Establishment of an in vitro regeneration system for genetic transformation of selected sugarcane genotypes. Genet Mol. Res. 11(1):512-530. Inoue S, Takahashi K, Okumura-Noda H, Kinoshita T. 2016. Auxin Influx Carrier AUX1 Confers Acid Resistance for Arabidopsis Root Elongation Through the Regulation of Plasma Membrane H+-ATPase. Plant Cell Physiol 0(0):1– 8. Janicka-Russak M, Kabała K, Burzyński M, Kłobus G. 2008. Response of plasma membrane H+-ATPase to heavy metal stress in Cucumis sativus roots. J Exp Bot. 59:3721-3728. Kabała K, Janicka-Russak M, Burzyński M, Kłobus G. 2008. Comparison of heavy metal effect on the proton pumps of plasma membrane and tonoplast in cucumber root cells. J Plant Physiol. 165:278-288. Kearns EV, Assmann SM. 1993. The guard cell-environment connection. Plant Physiol. 102:711-715. Kennedy C, Gonsalves F. 1989. The action of divalent Zn, Cd, Hg, Cu and Pb ions on the ATPase activity of plasma membrane fraction isolated from roots of Zea mays. Plant and Soil. 117:167-175 Kohli A, Melendi PG, Abranches R, Capell T, Christou P. 2006. The quest to understand the basis and mechanisms that control expression of introduced transgenes in crop plants. PlantSignal.Behav. 1:185–195. Kurnia U, Sulaeman Y, Mukti A K. 2000. Potensi Dan Pengelolaan Lahan Kering Dataran Tinggi. Buku Sumberdaya Lahan Indonesia Dan Pengelolaannya. Pusat Penelitian Tanah Dan Agroklimat, Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Hal. 227-245. Lakitan B. 1993. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta (ID): Raja Grafindo Persada. Lakitan B. 1996. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. Jakarta (ID): PT Raja Grafindo Persada.

25

Linndberg S, Wingstrand G. 1985. Mechanism for Cd2+ inhibition of (K+ + Mg2+) ATPase activity and K+ (86Rb+) uptake join roots of sugar beet (Beta vulgaris). Physiol Plant. 63:181-186. Lloyd CW. 1987. The plant cytoskeleton: the impact of fluorescence microscopy, Annu. Rev. Plant Physiol. 38:119-139. Logan H, Basset M, Very AA. 1997. Plasma membrane transport systems in higher plants: from black boxes to molecular physiology. Sentenac H. Physiol. Plant. 100:1-15. Lovatt JL. 1997. Potato Information Kit. The Agrilink Series. The State of Queensland, Departemen of Primary Industries, Australia. Luthen H, Bigdon M, Bo ttger M. 1990. Reexamination of the acid growth theory of auxin action. Plant Physiol. 93:931-939. Lutsenko S, Kaplan JH. 1995. Organization of P-type ATPases: Significance of structural diversity. Biochemistry. 34(48):15607-15613. MacRobbie EA. 1998. Signal transduction and ion channels in guard cells. Philos. Trans. R. Soc. Lond. B Biol. Sci. 353:1475-1488. Mardiyyah IM. 2015. Introduksi gen pembungaan Hd3a ke dalam tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) kultivar Diamant [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Matzke MA, Mette MF, Matzke AJ. 2000. Transgene silencing by the host genome defense: implications for the evolution of epigenetic control mechanisms in plants and vertebrates. PlantMol.Biol. 43:401–415. Maurel C. 1997. Aquaporins and water permeability of plant membranes. Ann. Rev. Plant Physiol. Plant Mol. Biol. 48:399-429. McQueen-mason S, Durachko DM, Cosgrove DJ. 1992. Endogenous proteins that induce cell wall expansion in plants. Plant Cell. 4:1425-1433. Melis RJM, van Staden J. 1984. Tuberization and hormones. Z Pflanzenphysiol. 113:271-283. Michelet B, Boutry B. 1995. The Plasma Membrane H+-ATPase. Plant Physiol. 108:1-6. Moller JV, Juul B, le Maire M. 1996. Structural organization, ion transport, and energy transduction of P-type ATPases. Biochimica et Biophysica Acta. 1286:1–51. Moriau L, Michelet B, Bogaerts P, Lambert L, Michel A, Oufattole M, Boutry M. 1999. Expression analysis of two gene subfamilies encoding the plasma membrane H+-ATPase in Nicotiana plumbaginifolia reveals the major transport functions of sthis enzyme. Plant J. 19:31-41. Morsomme P, Boutry M. 2000. The plant plasma membrane H+-ATPase: structure, function and regulation. Biochimica et Biophysica Acta. 1465:116. Muzuni, Sopandie D, Suharsono UW, Suharsono. 2010. Isolasi dan pengklonan fragmen cDNA gen penyandi H+-ATPase membran plasma dari Melastoma malabathricum L. J. Agron. Indonesia. 38:67-74. Muzuni, Sopandie D, Suharsono UW, Suharsono. 2013. RNAi Including the 3’UTR Fragment of the Gene Coding Plasma Membrane H+-ATPase from Melastoma malabathricum L. inhibited the Growth of the Plant. J. Agron. Indonesia. 41(2):167-174.

26

Muzuni, Sopandie D, Suharsono UW, Suharsono. 2014. Isolasi dan Pengklonan Gen Penyandi H+-ATPase Membran Plasma dari Melastoma malabathricum L. J. Agron. Indonesia. 42(1):80–88. Niu XM, Bressan RA, Hasegawa PM, Pardo JM. 1995. Ion Homeostasis in NaCl Stress Environments. Plant Physiol. 109:735-742. Niu XM, Zhu JK, Narasimhan ML, Bressan RA, Hasegawa PM. 1993. Plasmamembrane H(+)-ATPase gene expression is regulated by NaCl in cells of the halophyte Atriplex nummularia L. Planta. 190:433-438. Palmgren MG. 1998. Proton gradients and plant growth: role of the plasma membrane H+-ATPase. Adv. Bot. Res. 28:1-70. Rayle DL, Cleland R. 1992. The acid growth theory of auxininduced cell elongation is alive and well. Plant Physiol. 99:1271-1274. Reuveni M, Bressan RA., Hasegawa PM. 1993. Modification of proton transport kinetics of the plasma membrane H+-ATPase after adaptation of tobacco cells to NaCI. J. Plant Physiol. 142:312-318. Ros R, Cooke D, Martinez-Cortina C, Picazo I. (1992b). Nickel and cadmium related changes in growth, plasma membrane lipid composition, ATPase hydrolytic activity and proton-pumping of rice (Oryza sativa L. cv. Bahia) shoots. J Exp Bot. 43:1475-1481. Ros R, Morales A, Segura J, Picazo I. (1992a). In vivo and in vitro effects of nickel and adcmium on the pasmalemma ATPase from rice (Oryza sativa L.) shoots and roots. Plant Sci. 83:1-6. Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi tumbuhan jilid 1. Lukman DR dan Sumaryono, penerjemah. Bandung (ID): Penerbit ITB. Terjemahan dari: Plant Physiol. Ed ke-4. Santoso D. 2003. Teknologi Pengelolaan Lahan Kering. Lokakarya Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi. Bogor (ID): Balai Penelitian Tanah, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Schneider\CA, Rasband WS, Eliceiri KW. 2012. NIH Image to ImageJ: 25 years of image analysis. Nat Methods. 9(7):671-675. Schulz-Lessdorf B, Dietrich P, Marten I, Lohse G, Busch H, Hedrich R. 1994. Coordination of plasma membrane and vacuolar membrane ion channels during stomatal movement. Symp Soc Exp Biol. 48:99-112. Serrano R. 1989. Structure and Function of Plasma Membrane ATPase. Ann. Rev. Plant Physiol. Plant Mol. Biol. 40:61-94. Serrano R. 1996. Salt tolerance in plants and microorganisms: toxicity targets and defense responses. Int. Rev. Cytol. 165 1-52. Shen H, He L, Sasaki T, Yamamoto Y, Zheng S, Ligaba Z, Yan X, Ahn S, Yamaguchi M, Sasakawa H, Matsumoto H. 2005. Citrate secretion coupled with the modulation of soybean root tip under aluminium stress. Upregulation of transcription, translation, and threonine-oriented phosphorylation of plasma membrane H+-ATPase. Plant Physiol. 138:287296 Smith EF, Townsend CO. 1907. A plant tumor of bacterial origin. Science. 25:671-673. Stachel SE, Nester EW. 1986. The genetic and transcriptional organization of the vir region of the A6 Ti plasmid of Agrobacterium tumefaciens. EMBO J. 5:1445-1454

27

Stachel SE, Timmerman B, Zambryski P 1986. Generation of single-stranded TDNA molecules during the initial stages of T-DNA transfer from Agrobacterium tumefaciens to plant cells. Nature. 322:706-712 Suharsono, Firdaus S, Suharsono UW. 2008. Isolasi dan pengklonan fragmen cDNA dari gen penyandi multidrug resistance associated protein dari Melastoma affine. Makara Sains. 12:102-107. Suharsono, Trisnaningrum N, Sulistyaningsih LD, Widyastuti U. 2009. Isolation and cloning of cDNA of gene encoding for metallothionein type 2 from Melastoma affine. Biotropia. 16:28-37. Suharsono. 2002. Konstruksi pustaka genom kedelai kultivar Slamet. Hayati. 9(3):67-70. Sussman MR. 1994. Molecular analysis of proteins in the plant plasma membrane. Ann Rev Plant Physiol. Plant Mol. Biol. 45:211-234. Sze H. 1985. H+-translocating ATPases: advances using membrane vesicles. Ann Rev Plant Physiol. 36:175-208. Takahashi K, Okumura-Noda H, Kinoshita T. 2012. Auxin Activates the Plasma Membrane H+-ATPase by Phosphorylation during Hypocotyl Elongation in Arabidopsis. Plant Physiol. 159:632-641. Wang Y, Noguchi K, Ono N, Inoue S, Terashima I, Kinoshita T. 2014. Overexpression of plasma membrane H+-ATPase in guard cells promotes light-induced stomatal opening and enhances plant growth. PNAS. 111(1):533-538. Ward JM, Kuhn C, Tegeder M, Frommer WB. 1998. Sucrose transport in higher plants. Int. Rev.Cytol. 178:41-71. Watanabe T, Jansen S, Osaki M. 2005. The beneficial effect of aluminium and the role of citrate in Al accumulation in Melastoma malabathricum. New Phytol. 165:773-780. Watanabe T, Osaki M. 2002. Mechanisms of adaptation to high aluminum condition in native plants species growing in acid soils: a review. Commun. Soil Sci. Plant Anal. 33:1247-1260. Wattimena GA. 2000. Pengembangan Propagul Kentang Bermutu dan Kultivar Kentang Unggul dalam Mendukung Peningkatan Produksi Kentang di Indonesia. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Hortikultura. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. 86p. Widiarti W. 2016. Transformasi Genetik Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Kultivar Jala Ipam dengan Gen Hd3a [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Winans SC. 1992. Two-way chemical signaling in Agrobacterium plant interactions. Microbiol Rev. 56:12-31. Yang X, Yu X, Zhou Z, Ma W, Tang G. 2016. A high-efficiency Agrobacterium tumefaciens mediated transformation system using cotyledonary node as explants in soybean (Glycine max L.). Acta Physiol Plant. 38:60. Young JC, DeWitt ND, Sussman MR. 1998. A transgene encoding a plasma membrane H+-ATPase that confers acid resistance in Arabidopsis thaliana seedlings. Genetics. 149:501-507. Zupan JR, Zambryski P. 1995. Transfer of T-DNA from Agrobacterium to the Plant Cell. Plant Physiol. 107:1041-1047.

28

Lampiran 1 Karakteristik kentang kultivar Jala Ipam (Kementan 2015) Asal Silsilah Bentuk penampang batang Diameter batang Warna batang Warna daun Bentuk daun Ukuran daun Bentuk bunga Warna kelopak bunga Warna mahkota bunga Warna kepala putik Warna benangsari Umur mulai berbunga Umur mulai panen Bentuk umbi Ukuran umbi

: Variasi somaklonal IPB 73 : Seleksi klon unggul IPB 73 : Bersegi tiga : 1.0 - 1.1 cm : Hijau : Hijau : Oval memanjang : Panjang 6.5 - 9.3 cm, Lebar 4.4 - 4.8 cm : Seperti bintang : Hijau : Putih : Kuning keputihan : Kuning : 40-60 hari setelah tanam : 90-105 hari setelah tanam : Lonjong : Panjang 6.5-9.3cm, Diameter 5.2-5.3cm Berat per umbi : 157.1-190.8 gram Warna kulit umbi : Kuning Warna daging umbi : Putih Rasa umbi : Enak Kandungan gula pereduksi : 0.13% Total gula : 0.29% Sukrosa : 0.16% Kandungan pati : 16.75% Jumlah umbi per tanaman : 11-12 umbi o Daya simpan umbi pada suhu 24 C : 30-90 hari setelah tanam Hasil umbi per hektar : 21.7-24.2 ton Populasi per hektar : 30000-33000 tanaman Kebutuhan benih per hektar : 1400-1800 kg Penciri utama : Bentuk daun oval memanjang, bentuk umbi lonjong, warna daging umbi putih, kulit umbi berwarna kuning dan bercorak menjala. : Kualitas umbi baik, daging umbi putih, Keunggulan bentuk umbi lonjong, kandungan pati tinggi, kandungan gula rendah, cocok untuk konsumsi kentang olahan atau french fries dan potensi produksi cukup tinggi. : Tumbuh baik pada daerah dataran tinggi Wilayah adaptasi dengan ketinggian 1200–1400 m dpl pada musim kemarau.

29

Lampiran 2 Komposisi media dasar MS (Murashige dan Skoog 1962) Nama stok A B C

D E

F Vitamin

Myo Sukrosa Agar a b

Bahan NH4NO3 1650 KNO3 KH2PO4 H3BO3 NaMoO4.2H2O CoCl2.6H2O KI CaCl2.2H2O MgSO4.7H2O MnSo4.4H2O ZnSO4.7H2O CuSO4.5H2O Na2EDTA FeSO4.7H2O Thiamine-HCl Niacin (asam nikotinat) Pyridoxine-HCl Glycine Myo inositol Sukrosa Agar

Konsentrasi senyawa dalam media (mg/L) 1650 1900 170 6.2 0.25 0.025 0.83 440 370 22.3 8.6 0.025 37.3 27.8 0.1 0.5 0.5 2 100 30 8

dibutuhkan 2x konsentrasi stok A, B, dan D untuk membuat media MS2 makro dibutuhkan ½ x konsentrasi stok A, B, dan D untuk membuat media ½ MS

30

Lampiran 3 Rumus perhitungan efisiensi transformasi dan regenerasi Efisiensi Transformasi = Efisiensi Regenerasi =

kalus resiste n higromisin eksplan membentuk kalus kalus yang beregenerasi kalus resisten higromisin

× 100%

× 100%

31

Lampiran 4 Panjang akar tanaman pada media masam (cm) Kode Tanaman JNT JP1 JP2 JP3 JP4 JP5 JP6

1 0.50 2.17 1.20 2,45 3.50 3.24 2.30

Ulangan 2 0.40 1.97 2.30 2.65 3.60 2.35 2.50

3 0.30 3.03 1.25 3.25 3.50 0.50 2.00

Rerata

SD

0.40 2.39 1.58 2.78 3.53 2.03 2.27

0.10 0.56 0.62 0.42 0.06 1.40 0.25

32

Lampiran 5 Persentase stomata terbuka pada adaksial dan abaksial daun Persentase stomata terbuka pada adaksial daun Kode Tanaman JNT JP1 JP2 JP3 JP4 JP5 JP6

1 1 1 1 1 1 1 1

Ulangan 2 1 1 1 1 1 1 1

3 1 1 1 1 1 1 1

Jumlah

Rerata (%)

SD

3 3 3 3 3 3 3

100 100 100 100 100 100 100

0 0 0 0 0 0 0

Persentase stomata terbuka pada abaksial daun Kode Tanaman JNT JP1 JP2 JP3 JP4 JP5 JP6

1 0.67 1.00 0.83 0.50 0.75 0.67 0.83

Ulangan 2 3 0.38 0.60 0.88 1.00 0.88 0.67 0.40 0.80 0.75 0.50 0.45 0.71 0.80 0.86

Jumlah

Rerata (%)

SD

1.64 2.88 2.38 1.70 2.00 1.84 2.49

54.72 95.83 79.17 56.67 66.67 61.18 83.01

0.15 0.07 0.11 0.21 0.14 0.14 0.03

33

Lampiran 6 Lebar pori stomata terbuka pada adaksial dan abaksial daun (µm) Tabel lebar pori stomata terbuka pada adaksial daun (µm) Kode Tanaman JNT JP1 JP2 JP3 JP4 JP5 JP6

1 2.38 3.91 2.97 3.55 6.11 3.77 3.98

Ulangan 2 2.91 5.05 6.97 2.96 5.09 4.18 4.06

3 3.65 3.80 4.98 5.92 3.65 3.74 3.90

Jumlah

Rerata

SD

8.94 12.76 14.92 12.43 14.85 11.69 11.94

2.98 4.25 4.97 4.14 4.95 3.90 3.98

0.64 0.69 2.00 1.57 1.23 0.25 0.08

Tabel lebar pori stomata terbuka pada abaksial daun (µm) Kode Tanaman JNT JP1 JP2 JP3 JP4 JP5 JP6

1 3.76 3.92 6.83 7.12 4.51 4.31 6.74

Ulangan 2 2.77 7.59 6.92 4.41 2.97 4.66 8.18

3 2.80 7.69 5.80 4.06 4.49 7.10 6.54

Jumlah

Rerata

SD

9.33 19.19 19.55 15.60 11.97 16.08 21.46

3.11 6.40 6.52 5.20 3.99 5.36 7.15

0.56 2.15 0.62 1.67 0.88 1.52 0.89

34

Lampiran 7 Tinggi tanaman Jala Ipam transgenik dan non transgenik (cm) Kode Tanaman JNT JP1 JP2 JP3 JP4 JP5 JP6 Total

1 47.33 62.33 58.00 64.33 54.67 60.00 50.00 396.67

Ulangan 2 49.33 63.00 64.33 56.00 60.00 48.67 52.33 393.67

Jumlah 3 48.67 145.33 68.67 194.00 63.67 186.00 61.00 181.33 56.33 171.00 47.67 156.33 49.67 152.00 395.67 1186.00 Rata-rata umum

Rerata 48.44a 64.67d 62.00cd 60.44cd 57.00bc 52.11ab 50.67ab 395.33 56.48

Tabel ANOVA SK Perlakuan Galat Total

DB

JK

6 14 20

692.79 198.67 891.46

KT 115.47 14.19

Fhit 8.14 **

Ftabel 0.05 0.01 4.46 2.85

35

Lampiran 8 Berat, jumlah, panjang, dan diameter umbi per tanaman 

Berat umbi per tanaman (g) Ulangan Kode 1 2 JNT 23.01 23.61 JP1 23.70 24.90 JP2 23.98 21.36 JP3 25.08 24.91 JP4 30.18 25.58 JP5 22.92 16.28 JP6 31.55 17.57 Total 180.42 154.22

Jumlah 3 20.00 66.61 22.86 71.46 22.05 67.39 26.64 76.63 28.77 84.53 16.47 55.68 15.26 64.38 152.04 486.68 Rata-Rata Umum

Rerata 22.20 23.82 22.46 25.54 28.18 18.56 21.46 162.23 23.18

SD 1.94 1.03 1.36 0.95 2.36 3.78 8.81

Tabel ANOVA SK Perlakuan Galat Total 

DB

JK

KT

6 170.16 14 210.12 20 380.27

Jumlah umbi per tanaman Ulangan Kode 1 2 JNT 4.00 3.33 JP1 3.67 4.00 JP2 4.33 5.00 JP3 3.67 2.00 JP4 3.00 5.00 JP5 3.67 5.00 JP6 3.67 3.00 Total 26.00 27.33

Fhit

28.36 1.89 tn 15.01

Jumlah 3 3.33 10.67 2.33 10.00 3.33 12.67 3.00 8.67 3.33 11.33 3.00 11.67 3.33 10.00 21.67 75.00 Rata-Rata Umum

Ftabel 0.05 0.01 2.85 4.46

Rerata 3.56 3.33 4.22 2.89 3.78 3.89 3.33 25.00 3.57

SD 0.38 0.88 0.84 0.84 1.07 1.02 0.33

Tabel ANOVA SK Perlakuan Galat Total

DB

JK

6 3.44 14 9.26 20 12.70

KT

Fhit

0.57 0.87 tn 0.66

Ftabel 0.05 0.01 2.85 4.46

36

 Panjang umbi per tanaman (cm) Ulangan Kode Jumlah Rerata 1 2 3 JNT 6.01 2.65 3.37 12.02 4.01 JP1 2.42 2.91 3.49 8.82 2.94 JP2 3.29 2.91 3.34 9.54 3.18 JP3 3.36 3.13 3.34 9.83 3.28 JP4 2.10 3.95 3.85 9.90 3.30 JP5 2.59 2.08 2.92 7.59 2.53 JP6 3.27 2.82 2.44 8.52 2.84 Total 23.04 20.44 22.75 66.23 22.08 Rata-Rata Umum 3.15

SD 1.77 0.53 0.23 0.13 1.04 0.43 0.41

Tabel ANOVA SK

DB

Perlakuan Galat Total

JK

6 3.89 14 9.84 20 13.73

KT 0.65 0.70

Fhit 0.92 tn

 Diameter umbi per tanaman (cm) Ulangan Kode Jumlah 1 2 3 JNT 1.98 1.61 1.96 5.55 JP1 1.71 1.53 2.26 5.50 JP2 1.92 1.91 1.76 5.59 JP3 1.78 2.18 2.00 5.97 JP4 1.31 1.32 2.02 4.65 JP5 1.53 1.32 1.51 4.36 JP6 1.94 1.46 1.38 4.78 Total 12.16 11.33 12.90 36.38 Rata-Rata Umum

Ftabel 0.05 0.01 2.85 4.46

Rerata

SD

1.85 1.83 1.86 1.99 1.55 1.45 1.59 12.13 1.73

0.20 0.38 0.09 0.20 0.41 0.12 0.30

Tabel ANOVA SK Perlakuan Galat Total

DB 6 14 20

JK

KT

0.71 1.01 1.73

0.12 0.07

Fhit 1.64 tn

Ftabel 0.05 0.01 2.85 4.46

37

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ujung Pandang pada tanggal 29 Oktober 1992 dari pasangan bapak Ir A Muh Haris, MSc dan ibu A Tenri Uji A, SH. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 12 Makassar dan melanjutkan pendidikan sarjana di Program Studi Agroteknologi FAPERTA UNHAS. Penulis diterima menjadi mahasiswa Bioteknologi di Sekolah Pascasarjana IPB pada tahun 2014. Sebuah artikel yang berjudul “Genetic Engineering of Potato Plant (Solanum tuberosum L.) cv. Jala Ipam with MmPMA Gene Encoding Plasma Membrane H+-Atpase” telah dipublikasikan pada Pakistan Journal of Biotechnology yang terindeks scopus.