KARAKTERISTIK EXOTIC BLOCK BATUAN METAMORF PADA KOMPLEK MELANGE

Download Singkapan batuan metamorf yang merupakan exotic block pada Komplek Melange Luk ... singkapan batuan di Komplek Melange Luk Ulo dan difokusk...

0 downloads 295 Views 4MB Size
Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

Karakteristik Exotic Block Batuan Metamorf Pada Komplek Melange Luk Ulo Muhamad Alwi1), Johanes Hutabarat2), Agung Mulyo3) 1) Mahasiswa S1 Prodi Teknik Geologi, Fakultas Teknis Geologi, UNPAD ([email protected]) 2) Departemen Geologi Sains, Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran ([email protected]) 3) Departemen Geologi Terapan, Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran ([email protected])

Abstrak Komplek Melange Luk Ulo merupakan komplek prisma akresi akibat subduksi antara lempeng benua Eurasia dan Indo-Australia pada zaman Kapur yang berarah timur laut – barat daya. Komplek Melange Luk Ulo tersingkap di daerah Karangsambung, Kebumen, Jawa Tengah terdiri dari berbagai blok batuan baik native maupun exotic yang tertanam pada matriks lempung yang tergerus. Singkapan batuan metamorf yang merupakan exotic block pada Komplek Melange Luk Ulo diantaranya terdiri dari serpentinit, filit, sekis, marmer, kuarsit, dan eklogit. Penelitian ini dilakukan dengan metode pemetaan geologi dan analisis petrografi pada singkapan batuan di Komplek Melange Luk Ulo dan difokuskan pada karakteristik dari singkapansingkapan exotic block batuan metamorf. Analisis petrografi dilakukan pada beberapa sampel batuan untuk mengetahui tekstur dan kandungan mineral dari masing-masing batuan tersebut. Adanya singkapan batuan metamorf menunjukkan proses metamorfisme terjadi pada daerah penelitian dengan berbagai derajat metamorfisme dari mulai derajat rendah hingga derajat tinggi. Proses metamorfisme ini juga membentuk batuan metamorf baik yang berfoliasi seperti filit dan sekis maupun yang non-foliasi seperti serpentinit, kuarsit, marmer, dan eklogit. Ditemukannya batuan eklogit yang merupakan batuan metamorf derajat tinggi yang terbentuk di kedalaman dengan kondisi tekanan yang sangat tinggi merupakan salah satu bukti adanya subduksi pada zaman Kapur – Paleosen pada daerah penelitian. Kata Kunci : Melange, Pemetaan Geologi, Petrografi, Metamorf Pendahuluan Daerah Karangsambung, Kab. Kebumen, Jawa Tengah merupakan salah satu situs geologi yang sangat penting karena pada daerah ini tersingkap batuan Pra-Tersier berumur Kapur. Batuan ini terdiri dari melange tektonik maupun melange sedimenter (olistostorm) yang secara genetik berhubungan dengan proses subduksi berumur Kapur – Paleosen berarah baratdaya – timurlaut (Asikin, 1974; Hamilton, 1979; Suparka, 1988; Parkinson dkk., 1998) antara lempeng eurasia dan indo-australia.

Keunikan geologi daerah ini menjadikan situs geologi Karangsambung telah ditetapkan sebagai Cagar Alam Geologi Nasional semenjak tahun 2006 oleh Kementrian Energi dan Sumberdaya Mineral. Bahkan, saat ini Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sedang mengembangkan situs geologi Karangsambung untuk dijadikan Geopark kelas dunia. Salah satu kajian yang menarik untuk diteliti pada daerah ini adalah karakteristik exotic block batuan metamorf dari komplek melange Luk Ulo yang merupakan satuan stratigrafi tertua yang tersingkap di daerah ini. Kajian ini diharapkan dapat memberikan

“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”

Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

tambahan informasi mengenai situs geologi Karangsambung sehingga fungsi edukasi situs ini sebagai cagar alam geologi nasional semakin berkembang.

Geologi Regional Subduksi pada Kapur – Paleosen berarah baratdaya – timurlaut antara bagian tenggara lempeng eurasia dan lempeng indoaustralia mengakibatkan terbentuknya prisma akresi Kapur yang terdiri dari batuan Pra-

Tersier dan Tersier Awal yang tercampur aduk secara tektonik dalam masadasar batulempung yang terabak (sheared), dan ditafsirkan sebagai suatu bancuh (melange) (Asikin dkk., 1992). Batuan hasil subduksi Kapur – Paleosen ini tersingkap di beberapa tempat di Indonesia, salah satunya terletak di daerah Karangsambung, Kab. Kebumen, Jawa Tengah

Gambar 1. A) Posisi lajur-lajur penunjaman (subduksi) Kapur dan Tersier (modifikasi dari Katili, 1975; Sujanto dan Sumantri, 1977 dalam Prasetyadi, 2007); B) Komponen Utama Cretaceous accretionary-collision complex (Wakita, 2000).

Stratigrafi Paleogen daerah Karangsambung menurut Asikin dkk. (1992) terdiri dari batuan Pra-Tersier dan Tersier awal sebagai satuan tertua yang disebut Komplek Melange Luk Ulo (KTI). Satuan tersebut kemudian ditutupi berturut-turut oleh Formasi Karangsambung (Eosen Tengah – Oligosen) dan Formasi Totogan (Oligosen – Miosen Awal) yang merupakan endapan olisostrom. Pada penelitian terbaru oleh Prasetyadi dkk. (2006), stratigrafi Paleogen daerah Karangsambung diperbaharui dengan ditemukannya dua anggota baru dari Formasi Karangsambung, yaitu metasedimen Bulukuning (Eosen Awal) dan Larangan (Eosen Tengah – Akhir).

Secara regional, pola struktur pada daerah ini dan sekitarnya menjadi kompleks karena beberapa kali periode tektonik telah terjadi pada daerah ini dan membentuk struktur dengan beberapa pola. Palunggono dan Martodjojo (1994) menyebutkan terdapat tiga pola struktur dominan di Pulau Jawa, yaitu : (1) Arah Meratus (baratdaya – timurlaut), (2) Arah Sunda (utara – selatan), dan (3) Arah Jawa (barat – timur). Penafsiran data gayaberat (Untung,1974; 1977; Untung dan Wiriosudarmo, 1975; Untung dan Hasegawa, 1975; Untung dan Sato, 1978) menyimpulkan bahwa terdapat arah lain di luar ketiga arah ini, yaitu Arah Sumatra (baratlaut-tenggara) (Satyana dan Purwaningsih, 2002).

“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”

Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

Gambar 2. Stratigrafi Paleogen Daerah Karangsambung dari studi saat ini dibandingkan dengan penelitian terdahulu (Asikin dkk., 1992) (Prasetyadi dkk.,2006)

Dua buah sesar mendatar besar yang saling berlawanan, Sesar Mendatar Muria-Kebumen (baratdaya-timurlaut, Arah Meratus, sinistral) dan Sesar Mendatar Pamanukan-Cilacap (baratlaut-tenggara, Arah Sumatra, dekstral) memotong bagian tengah Pulau Jawa dan bertemu di bagian selatan Jawa Tengah. Keberadaan kedua sesar regional ini didasarkan

kepada data gayaberat, geologi permukaan, citra satelit, dan seismik serta didukung oleh analisis struktur dan tektonik regional (Satyana dan Purwaningsih, 2002). Implikasi dari keberadaan kedua struktur ini salah satunya adalah penyingkapan kompleks batuan tua melange Luk Ulo, Karangsambung melalui mekanisme pembumbungan maksimum.

Gambar 3. Peta Regional Jawa memperlihatkan pola struktur, dua sesar mendatar regional pengapit lekukan (indentasi) struktur Jawa Tengah dan implikasi geologi yang disebabkannya (Satyana dan Purwaningsih, 2002).

“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”

Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan melakukan studi literatur dari peneliti-peneliti terdahulu mengenai kondisi geologi dari daerah Penelitian dilanjutkan dengan pemetaan geologi dan pengambilan sampel batuan dari singkapan-singkapan batuan metamorf yang secara regional termasuk kedalam satuan Komplek Melange Luk Ulo (Asikin dkk., 1992). Pada penelitian ini, hanya beberapa singkapan batuan yang dipilih untuk dianalisis. Singkapan batuan yang dipilih merupakan singkapan yang dianggap dapat merepresentasikan exotic block batuan metamorf pada daerah penelitian. Beberapa sampel batuan dari singkapan yang diteliti dianalisis melalui petrografi menggunakan mikroskop polarisasi untuk mengetahui tekstur, struktur, dan komposisi mineralnya.

Gambar 4. Foto dekat batuan eklogit dengan bintik-bintik berupa mineral garnet (bintik-bintik merah muda kecoklatan)

Selain garnet, mineral omphacite, yang merupakan anggota grup mineral klinopiroksen, juga terdapat dalam jumlah yang cukup besar. Omphacite sendiri terbentuk akibat plagioklas yang bereaksi pada tekanan tinggi untuk membentuk kumpulan (assemblage) yang lebih padat. Berikut merupakan reaksi yang terlibat dalam pembentukan omphacite.

Hasil dan Diskusi Eklogit, Kali Muncar (KA 35) Eklogit pada lokasi ini tersingkap didekat perselingan rijang-kalsilutit dan lava bantal di Kali Muncar dan memiliki karakteristik berwarna lapuk abu-abu kehijauan, berwarna segar hijau dengan bintik-bintik pink hingga kecoklatan yang merupakan mineral garnet, bentuk kristal hipidioblastik, bertekstur decussate. Penamaan batuan metamorf eklogit menurut Carswell (1990) merupakan batuan dengan kandungan garnet dan piroksen jadeitik (omphacite) lebih dari 70% dan tidak mengandung plagioklas. Hasil analisis petrografi menunjukkan mineral garnet memiliki karakteristik tidak berwarna hingga merah muda pucat (dalam PPL), relief yang tinggi, dan isotropik.

(Hollocher, 2014) Selain garnet dan omphacite, mineral amfibol biru atau glaucophane juga teridentifikasi dengan karakteristik berwarna biru-ungu pucat, menunjukkan pleokroisme dan berelief sedang. Keberadaan glaucophane menjadi indikasi dari kondisi metamorfisme pada tekanan tinggi yang terjadi pada batuan ini. Selain mineral-mineral tersebut, mineral titanit dan rutil dengan karakteristik berwarna jingga hingga coklat (PPL) dengan relief yang tinggi juga teridentifikasi dengan jumlah yang relatif sedikit. Rutil sendiri merupakan mineral yang terbentuk pada temperatur dan tekanan yang tinggi dan merupakan mineral aksesoris pada batuan eklogit ini.

“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”

Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

Batuan eklogit sendiri berasal dari proses metamorfisme batuan basaltik atau gabbroik dan umumnya merefleksikan metamorfisme pada tekanan yang tinggi. Keberadaan batuan ini di daerah Karangsambung merupakan salah satu bukti dari adanya proses subduksi Kapur-Paleosen di Indonesia. Serpentinit, Anak Sungai Kali Jombre (KB9) Serpentinit pada lokasi ini tersingkap dengan cukup baik, berwarna lapuk abu-abu kehijauan, berwarna segar hijau kehitaman. Pada singkapan ini terdapat indikasi pensesaran berupa breksi sesar dan slicken side dengan trend N 247° E/ 81° yang menunjukkan trend struktur arah meratus (baratdaya – timurlaut).

belum terubah menjadi serpentin. Mineral klorit juga teridentifikasi pada sayatan batuan ini. Sekis, Gunung Gliwang (KB19) Singkapan sekis pada lokasi ini berwarna lapuk abu-abu kehijauan dengan warna segar abu-abu, berstruktur foliasi yang jelas terlihat dari mineral mika. Fragmenfragmen kuarsa banyak terkandung pada sekis ini. Hasil analisis petrografi menunjukkan batuan sekis pada lokasi ini menunjukkan tekstur foliasi dengan mineral muskovit bertekstur lepidoblastik, bentuk kristal hipidioblastik, sementara mineral lainnya seperti kuarsa, dan feldspar bertekstur granoblastik (interlobate hingga amoeboid), bentuk kristal hipidioblastik dan sebagian, xenoblastik. Persentase berturu-turut kandungan kuarsa, feldspar, dan mika (mencakup mineral lain selain feldspar dan kuarsa) adalah 65%, 15%, 20%. Selain mineral-mineral tersebut, mineral kordierit dengan kembar polisintetik dan mineral opak berelief rendah juga teridentifikasi.

Gambar 5. Gejala pensesaran, berupa slicken side pada batuan serpentinit.

Hasil analisis petrografi menunjukkan batuan ini didominasi oleh mineral serpentin yang tidak berwarna hingga hijau pucat (dalam PPL). Batuan ini dapat dinamakan serpentinit karena kandungan mineralnya didominasi oleh mineral serpentin hasil dari proses serpentinisasi. Proses ini terjadi ketika reaksi kimia mengubah unhydrous ferromagnesian silicate minerals menjadi mineral serpentin. Selain mineral serpentin, mineral piroksen juga teridentifikasi. Mineral piroksen ini merupakan mineral relik yang

Gambar 6. Subdivisi batuan dengan kandungan utama kuarsa, feldspar, dan mika (Robertson, 1999)

Berdasarkan klasifikasi Robertson (1999), batuan sekis pada lokasi ini dapat

“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”

Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

dinamakan sebagai schistose-quartz-richsemipellite. Sementara dari hasil sayatan tipis pada fragmen kuarsa yang banyak terdapat pada batuan sekis pada lokasi ini menunjukkan mineral kuarsa yang telah mengalami rekristalisasi.

Pirit

Filit, Kali Luk Ulo (KA25) dan Filit, Kali Gebang (KA52) Singkapan filit pada stasiun KA25 memiliki karakteristik berwarna lapuk abuabu, berwarna segar abu-abu kehitaman dengan tekstur foliasi yang lemah. Fragmenfragmen kuarsa berukuran kerikil terlihat pada singkapan batuan filit ini. Selain itu, tanah lapukan filit terlihat sangat rentan terhadap pelongsoran. Pelongsoran di sepanjang jalan disisi kali Luk Ulo, terutama di antara desa Karangsambung dan desa Wonotirto banyak terjadi.

Gambar 8. Mineral Pirit pada batuan filit Kali Gebang

Hasil analisis petrografi menunjukkan kedua sayatan menunjukkan struktur phyllitic, foliasi terlihat namun sebagian telah mengalami struktur, bentuk mineral lepidoblastik sebagian granoblastik, bentuk kristal hipidioblastik, kandungan mineral terdiri dari kuarsa, plagioklas, dan mineral karbonat dan pada sayatan KA52 teridentifikasi mineral muskovit dan mineral opak (pirit). Marmer, Ketapang (KA27)

Gambar 7. Longsoran pada kaki lereng dari singkapan batuan filit (KA 25)

Singkapan marmer pada lokasi ini memiliki karakteristik berwarna lapuk abuabu dan berwarna segar putih. Marmer pada lokasi ini tersingkap baik dengan tinggi singkapan yang mencapai ±3m. Gejala pensesaran juga nampak, ditandai oleh adanya slicken side dengan trend N 135° E/58°, pitch 25° NW. Jenis sesar diinterpretasikan sebagai sesar naik dekstral.

Singkapan filit stasiun KA52 memiliki karakteristk berwarna lapuk abu-abu kecoklatan, berwarna segar abu-abu. Pada beberapa bagian singkapan, struktur foliasi nampak jelas, namun disebagian lagi nampak lemah. Terdapat mineral pirit berwarna kuning hingga jingga kecoklatan dengan kilap logam.

“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”

Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

Urat-urat karbonat juga banyak terdapat pada batuan marmer ini. Kuarsit, K. Trenggulun (KA 73)

Gambar 9. Singkapan batuan marmer (KA 27)

Hasil analisis petrografi menunjukkan karakteristik terkstur granoblastik, non-foliasi, komposisi mineral terdiri dari mineral karbonat, dan sedikit kuarsa.

Pada lokasi ini terdapat beragam jenis bongkah batuan diantaranya sekis, filit, dan kuarsit. Kuarsit pada lokasi ini memiliki karakteristik berwarna lapuk putih kekuningan, berwarna segar putih dengan komposisi mineral kuarsa yang menunjukkan pemadaman bergelombang (undulose extinction).

Marmer, K. Cacaban (KA63) Blok marmer pada lokasi ini berukuran relatif besar mencapai ± 7 m dan memiliki karakteristik berwarna lapuk abuabu kehitaman, berwarna segar putih kemerahan, dan beberap fosil masih dapat teramati pada batuan.

Gambar 11. Singkapan batuan kuarsit di dekat Kali Trenggulun

Kesimpulan dan Saran

Gambar 10. Singkapan batuan marmer di Kali Cacaban

Hasil analisis petrografi menunjukkan tekstur granoblastik, non-foliasi, kandungan bioclast telah terubah menjadi mineral karbonat, namun beberapa fosil masih dapat teridentifikasi berupa fosil coelenterata dan moluska dari kelas pelecyphoda. Mineral kuarsa juga teridentifikasi dalam jumlah kecil,

Exotic Block batuan metamorf pada komplek melange Luk Ulo terdiri dari berbagai jenis batuan metamorf, diantaranya eklogit, serpentinit, sekis dan filit, marmer, dan kuarsit. Berdasarkan keberagaman batuan metamorf yang terbentuk, maka proses metamorfisme pada daerah penelitian terjadi pada berbagai jenis protolith dengan derajat metamorfisme yang berbeda-beda. Adanya batuan eklogit yang ditemukan pada daerah penelitian merupakan hal yang menarik karena merupakan salah satu bukti adanya subduksi purba yang pernah terjadi di daerah penelitian. Penelitian ini masih berupa gambaran umum mengenai karakteristk exotic block batuan metamorf di daerah Karangsambung.

“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”

Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

Diharapkan kedepannya, penelitian dapat terus dikembangkan dengan menganalisis secara lebih detail karakteristik batuan-batuan metamorf pada daerah penelitian, seperti analisis petrogenesis, mikrostruktur, dan analisis lainnya. Penulis berharap penilitian ini dapat memberikan tambahan informasi mengenai kondisi geologi di daerah Karangsambung dan berkontribusi terhadap perkembangan ilmu geologi.

British Geological Survey Research Report, RR 99-02. Satyana, Awang H. dan Margaretha E.M. P. (2002) Lekukan Struktur Jawa Tengah : Suatu Segmentasi Sesar Mendatar, IAGI “Geologi of Yogyakarta and Central Java”, Yogyakarta.

Daftar Pustaka Anonim. (2016) Karangsambung to become a Geopark, http://lipi.go.id/lipimedia/single/ karangsambung-to-become-ageopark/15326, diakses pada 28 Maret 2016 Asikin, S., Handoyo, A., Hendrobusono, dan Gafoer, S. (1992) Geologi Lembar Kebumen, Jawa Tengah, skala 1: 100.000, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung. Prasetyadi, Corolus (2007) Evolusi Tektonik Paleogen, Jawa Bagian Timur, Laporan tidak dipublikasikan, disertasi, Program Studi Teknik Geologi, ITB, Bandung. Prasetyadi, Corolus dkk. (2006) An Overview of Paleogene Stratigraphy of The Karangsambung Area, Central Java: Discovery of A New Type Of Eocene Rock, Proceedings, Jakarta 2006 International Geoscience Conference and Exhibition, Jakarta. K. Wakita (2000) Cretaceous AccretionaryCollision Complex in Central Indonesia, Journal of Asian Earth Sciences 18 (2000) 739–749. Mommio, Alessandro Da. (2007) Metamorphic Rocks, http://www.alex strekeisen.it/english/meta/index.php, diakses pada 10 April 2016 Robertson, S. (1999) BGS Rock Classification Scheme Volume 2 Classification of Metamorphic Rocks, “Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”

Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

Gambar 12. Peta Lokasi Singkapan

“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”

Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

A

B

PPL(40x)

D

C

XPL(40x)

F

E

XPL(100x)

PPL(40x)

H

G

PPL(100x)

J

PPL(40x)

I

PPL(40x)

XPL(100x)

K

XPL(40x)

PPL(100x)

L

XPL(40x)

XPL(40x)

Gambar 13. Kenampakkan sayatan tipis : (1) Eklogit, A-F; (2) Serpentinit-KB9, G dan H; (3) Sekis-KB19 I- L

“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”

Seminar Nasional Ke – III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

A

B

XPL(40x)

D

C

XPL(40x)

E

F

PPL(40x)

XPL(40x)

G

XPL(40x)

XPL(40x)

PPL(100x )

L

K

PPL(100x )

XPL(40x)

I

H

J

PPL(40x)

PPL(40x)

XPL(40x)

Gambar 14. Kenampakkan sayatan tipis : (1) Filit-KA25, A-D; (2) Filit-KA52, E-F; (3)Marmer-KA27, G; (4) Marmer-KA63, H-J; (5) Kuarsit-KA73, K-L.

“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”