KONSEP MATERI PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DIDIK DALAM

Skripsi ini membahas tentang konsep pendidikan Akhlak dalam perspektif Islam. ... sandang [al-] disengaja secara konsisten supaya sesuai teks Arabnya...

13 downloads 847 Views 2MB Size
KONSEP MATERI PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DIDIK DALAM PERSPEKTIF ISLAM

SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Tugas dan Syarat guna memperoleh Gelar Sarjana dalam Ilmu Pendidikan Islam

Oleh: MUHAMAD LAZIM NIM : 093111245

FAKULTAS TARBIYAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2011

PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama

: Muhamad Lazim

NIM

: 093111245

Jurusan/Program Studi

: Pendidikan Agama Islam

Menyatakan bahwa skripsi ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian/karya saya sendiri, kecuali bagian tertentu yang dirujuk sumbernya.

Semarang, 6 Juni 2011 Saya yang menyatakan,

Muhamad Lazim NIM : 093111245

ii

KEMENTERIAN AGAMA R.I. INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO FAKULTAS TARBIYAH Jl. Prof. Dr. Hamka (Kampus II ) Ngaliyan Semarang Telp. 024-7601295 Fax. 7615387

PENGESAHAN Naskah skripsi dengan : Judul : Konsep Materi Pendidikan Akhlak Anak Didik Dalam Perspektif Islam Nama : Muhamad Lazim NIM : 093111245 Jurusan : Pendidikan Agama Islam Program Studi : Pendidikan Agama Islam telah diujikan dalam sidang munaqasyah oleh Dewan Penguji Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo dan dapat diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana dalam Ilmu Pendidikan Islam. Semarang,

2011

DEWAN PENGUJI Ketua,

Sekretaris,

Drs. H. Mat Sholikhin, M.Ag NIP : 19600524 199203 1001

Dra. Miswari, M.Ag NIP : 150274337000002000

Penguji I,

Penguji II,

Drs. H. Mustaqim, M.Pd NIP : 19590424 198303 1005

Dra. Muntholi’ah, M.Pd NIP : 19670319 199303 2001

Pembimbing,

Hj. Lift Anis Ma’shumah, M. NIP : 197209281997032001

iii

NOTA PEMBIMBING

Semarang, 6 Juni 2011

Kepada Yth. Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo di Semarang Assalamu’alaikum wr. Wb.

Dengan ini diberitahukan bahwa saya telah melakukan bimbingan, arahan dan koreksi naskah skripsi dengan : Judul Nama NIM Jurusan Program Studi

: Konsep Materi Pendidikan Akhlak Anak Didik Dalam Perspektif Islam : Muhamad Lazim : 093111245 : Pendidikan Agama Islam : Pendidikan Agama Islam

Saya memandang bahwa naskah skripsi tersebut sudah dapat diajukan kepada Fakutas Tarbiyah IAIN Walisongo untuk diujikan dalam Sidang Munaqasyah. Wassalamu’alaikum wr. wb.

Pembimbing,

Hj. Lift Anis Ma’shumah, M. NIP : 197209281997032001

iv

ABSTRAK Judul Nama NIM

: Konsep Materi Pendidikan Akhlak anak Didik Dalam Perspektif Islam : Muhamad Lazim : 093111245

Skripsi ini membahas tentang konsep pendidikan Akhlak dalam perspektif Islam. Kajiannya dilatar belakangi oleh adanya dekadensi moral atau adanya penurunan nilai-nilai akhlak yang akhir-akhir ini terjadi pada sebagian besar dari orang-orang baik dikalangan remaja, dewasa bahkan orang tua termasuk dikalangan para pelajar baik yang tinggal di daerah pedesaan maupun perkotaan. Banyak orang telah mengabaikan pembinaan akhlak, padahal masalah akhlak tidak bisa dianggap remeh, karena akhlak merupakan kunci perubahan individu, sosial, atau kesejahteraan dan kebahagiaan hakiki. Di samping itu kajian ini juga dimaksudkan untuk menjawab permasalahan : (1) Bagaimana konsep pendidikan akhlak? (2) meliputi apa saja cakupan pendidikan akhlak menurut perspektif Islam? Permasalahan ini dikaji melalui studi kepustakaan yang data-datanya diperoleh dari Al-Qur’an dan As-sunnah serta literatur-literatur yang mendukung kajian mengenai akhlak ini. Kajian ini menunjukkan bahwa (1) pendidikan akhlak adalah pendidikan mengenai dasar-dasar moral dan keutamaan perangai, tabiat, watak yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan oleh anak sejak masa anak-anak sampai ia menjadi mukallaf, pemuda yang siap mengarungi samudra kehidupan. Pendidikan ini menekankan pada pentingnya pendidikan yang dimulai dari pendidikan keluarga. Dari dalam keluarga inilah untuk pertama kalinya pendidikan anak dimulai, sehingga orang tua mempunyai peranan yang sangat penting di dalam proses pendidika akhlak anaknya. Sebagaimana hadits Rasulullah Saw : “Bahwa setiap bayi yang lahir ke dunia ini dalam keadaan fitrah (suci), maka kedua orang tuanyalah yang akan menjadikanya sebagai seorang Yahudi, Nasrani atau majusi”. Dan firman Allah SWT : “Jagalah dirimu dan keluargmu dari api neraka”. Bagi umat Islam akhlak menjadi sangat penting guna mendasari seluruh tingkah lakunya dalam kehidupan sehari-hari. (2) Adapun proses pendidikan akhlaknya disesuaikan dengan tujuan pendidikan akhlak yakni menyiapkan manusia agar memiliki sikap dan perilaku yang terpuji baik ditinjau dari aspek norma-norma agama maupun norma-norma sopan santun, adat istiadat dan tata krama yang berlaku dimasyarakat dimana ia tinggal. Adapun cakupan materi pendidikan akhlak secara umum meliputi pendidikan keimanan, pendidikan moral/akhlak, pendidikan fisik/jasmani, pendidikan rasio, pendidikan kejiwaan dan pendidikan seksual. Sedangan secara khusus adalah meliputi akhlak terhadap Allah, akhlak terhadap Rasulullah, akhlak terhadap diri sendiri, akhlak terhadap keluarga serta akhlak bermasyarakat. Melalui proses pemahaman, pembiasaan dan

v

uswatun hasanah bisa ditanamkan dalam diri anak-anak dan generasi muslim agar bisa menjadi generasi penerus yang berakhlak karimah. Menurut Imam AlGhazali ada dua metode dalam pendidikan akhlak yaitu : pertama mujahadah dan membiasakan latihan dengan amal saleh. Kedua, perbuatan itu dikerjakan dengan diulang-ulang dan memohon karunia Allah SWT. disamping itu juga dianjurkan menggunakan metode cerita (hikayat) dan keteladanan (uswah al hasanah). Dengan demikian anak dibiasakan melakukan kebaikan. Pergaulan anak juga harus diperhatikan. Terlepas dari itu semua orang tua mempunyai kewajiban menyekolahkan anak ke lembaga pendidikan formal (sekolah). Sehingga dari sekolah ini anak diharapkan mendapatkan pendidikan yang tidak didapatkan dari pendidikan keluarga dan menjadi bekal dalam mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.

vi

TRANSLITERASI ARAB-LATIN Penulisan transliterasi huruf-huruf Arab – Latin dalam skripsi ini berpedoman pada SKB Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomor : 158/1987 dan Nomor : 0543b/U/1987. Penyimpangan penulisan kata sandang [al-] disengaja secara konsisten supaya sesuai teks Arabnya. Huruf Arab

Huruf Latin

Huruf Arab

Huruf Latin

‫ا‬

a

‫ط‬

t}

‫ب‬

b

‫ظ‬

z}

‫ت‬

t

‫ع‬



‫ث‬

s\

‫غ‬

g

‫ج‬

J

‫ف‬

f

‫ح‬

h}

‫ق‬

q

‫خ‬

kh

‫ك‬

k

‫د‬

d

‫ل‬

l

‫ذ‬

z\

‫م‬

m

‫ر‬

r

‫ن‬

n

‫س‬

z

‫و‬

w

‫ص‬

s

‫ه‬

h

‫ش‬

sy

‫ء‬



‫ص‬

s}

ً

y

‫ض‬

d}

Contoh : َ‫ = كَتَة‬kataba

َ‫ = ذَكَز‬z\akara

َ‫ = فَعَل‬fa’ala

ُ‫ = يَذْهَة‬yaz\habu

Bacaan Madd

Bacaan Diftong

a>

= a panjang

ْ‫ُاو‬

= au

i>

= i panjang

ْ‫اُي‬

= ai

u>

= u panjang

vii

Contoh : َ‫ = قَال‬qa>la

َ‫ = كَيْف‬kaifa

‫ = رَمَي‬rama>

َ‫ = حَوْل‬fa’ala

َ‫ = قِيْل‬qi}la ُ‫ = يَقُوْل‬yaku>lu Ta Marbutah Transliterasi untuk ta marbutah ada dua : 1. Ta marbutah hidup Ta marbutah yang hidup atau mendapat h}arakat fath}ah, kasrah dan d}ammah, transliterasinya adalah /t/. 2. Ta marbutah mati Ta marbutah yang mati atau mendapat h}arakat sukun, transliterasinya adalah /h/. Kalau pada kata yang terakhir dengan ta marbutah diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang al serta bacaan kedua kata itu terpisah maka ta marbutah itu ditransliterasikan dengan ha (h). Contoh : = T}alh}ah

= raud}ah al-at}fal = ra}ud}atul-at}fal = al-Madinah al-Munawwarah = al-Madiatul-Munawwarah

Syaddah (Tasydid) Syaddah atau tasydid yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda ( ّ ), dalam transliterasi ini tanda syaddah tersebut dilambangkan dengan huruf, yaitu huruf yang sama dengan huruf yang diberi syaddah itu. Contoh : ‫ = رَتَنَا‬rabbana> َ‫ = ىَشَل‬nazzala ُ‫ = اَلْثِز‬al-birru

viii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada : 1. Almamaterku, Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang 2. Ibu dan Bapak yang terhormat 3. Istriku Novi susanti dan anakku tercinta Maulida Khoirunnisa Arrohmah 4. Madrasahku M.Ts. NU Ngluwar 5. Adik, kakak serta sahabat-sahabatku semuanya

ix

MOTTO

                                Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapanglapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.1

1

Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang : PT Karya Toha Putra, 1998, hlm. 1112

x

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah melimpahkan karunia-Nya berupa taufiq, hidayah serta inayah-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan

skripsi ini. Salawat serta salam semoga tetap tercurahkan pada junjungan kita Nabi Muhammad Saw beserta keluarga dan sahabat-sahabatnya serta orang-orang yang senantiasa mengikuti ajaran-ajarannya. Selanjutnya sebagai ungkapan kebahagiaan penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada yang terhormat : 1. Prof. DR. H. Muhibbin, M.Ag selaku Rektor IAIN Walisongo Semarang 2. DR. Suja’i, M.Ag selaku Dekan Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang 3. Ketua Program S1 Kualifikasi Ahmad Muthohar, M.Ag beserta staff 4. Ibu Hj. Lift Anis Ma’shumah, M.Ag selaku Dosen pembimbing skripsi 5. Bapak/Ibu Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang 6. Semua pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini Teriring doa semoga amal baik dari semua pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini mendapatkan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT dan mudah-mudahan menjadi amal saleh. Amin Semarang, 6 Juni 2011 Penulis

Muhamad Lazim

xi

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ........................................................................................

i

PERNYATAAN KEASLIAN ..........................................................................

ii

PENGESAHAN ...............................................................................................

iii

NOTA PEMBIMBING ....................................................................................

iv

ABSTRAK .......................................................................................................

v

TRANSLITERASI............................................................................................

vii

HALAMAN PERSEMBAHAN........................................................................

ix

HALAMAN MOTTO.......................................................................................

x

KATA PENGANTAR .....................................................................................

xi

DAFTAR ISI ....................................................................................................

xii

BAB I

BAB II

BAB III

: PENDAHULUAN .....................................................................

1

A. Latar Belakang .....................................................................

1

B. Penegasan Istilah ..................................................................

4

C. Rumusan Masalah ................................................................

7

D. Alasan Pemilihan Judul .......................................................

7

E. Tujuan Penelitian dan Kegunaan Penelitian ........................

8

F. Metode Penelitian ................................................................

8

G. Sistematika Penulisan ..........................................................

9

: KONSEP PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM A. Pengertian Pendidikan Dalam Perspektif Islam ...................

11

B. Dasar – dasar Pendidikan .....................................................

15

C. Tujuan Pendidikan ...............................................................

19

: MATERI PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DIDIK DALAM PERSPEKTIF ISLAM ..............................................

xii

24

BAB IV

A. Pengertian Pendidikan Akhlak .............................................

24

B. Dasar dan Tujuan Pendidikan Akhlak .................................

27

C. Materi Pendidikan Akhlak ...................................................

32

D. Metode Pendidikan Akhlak .................................................

52

: ANALISA MATERI PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DIDIK MENURUT PERSPEKTIF ISLAM .............................

56

A. Proses Pendidikan Akhlak ...................................................

56

B. Interaksi Pendidikan Akhlak di Lingkungan Keluarga, Sekolah dan Masyarakat ......................................................

BAB V

59

: PENUTUP A. Simpulan .............................................................................. B. Kata Penutup ........................................................................

DAFTAR PUSTAKA DAFTAR RIWAYAT HIDUP

xiii

65 66

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab.1 Jika kita perhatikan, akhir-akhir ini banyak orang telah mengabaikan pembinaan akhlak, padahal masalah akhlak tidak bisa dianggap remeh, karena akhlak merupakan kunci perubahan individu, sosial atau kesejahteraan dan kebahagiaan hakiki. Akhlak merupakan dasar dan landasan yang kokoh untuk kehidupan manusia, karena dengan pendidikan akhlak akan menjadikan hidup manusia bermanfaat, baik di rumah, madrasah maupun di masyarakat. Pendidikan akhlak wajib dimulai dari lingkungan keluarga yaitu dengan diberi bimbingan dan petunjuk-petunjuk yang benar agar anak-anak terbiasa dengan adat dan kebiasaan yang baik. Mereka harus dilatih sedini mungkin berperilaku yang baik dari dalam keluarga. Sebab anak pada saat yang demikian ini dalam keadaan masih bersih dan mudah dipengaruhi atau dididik , ia ibarat kertas putih yan belum ada coretan tinta sedikitpun. Sekarang ini banyak orang tua yang mempunyai kesibukan diluar rumah karena mengejar dan mementingkan karir, sehingga melupakan untuk menanamkan pendidikan akhlak dirumah. Sebagai akibatnya, banyak anak-anak yang belum dewasa terjebak dalam pergaulan bebas. Mereka mudah dipengaruhi

1

Lampiran Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, (Jakarta : Dinas Pendidikan, 2007) hlm.1

1

oleh sesuatu yang dianggap baru, mudah terbawa arus asing tanpa melakukan filterisasi yang ketat. Mereka beranggapan bahwa segala yang datang dari barat pasti modern. Bila kondisi seperti ini dibiarkan berlarut-larut tanpa adanya usaha untuk memperbaiki, maka akan semakin deras arus yang menyeret kearah dekadensi moral dan penurunan kualitas manusia semakin drastis. Dekadensi moral merupakan titik awal dari krisis-krisis yang lain. Pantas kalau akhlak itu menjadi sesuatu yang langka. Masalah moral (akhlak) adalah suatu yang menjadi perhatian dimana saja, karena kerusakan akhlak seseorang akan mengganggu ketenteraman orang lain. Di negara kita tercinta ini sudah banyak orang yang rusak moralnya, terbukti banyak pejabat yang korup dan ini jelas merugikan negara. Dengan demikian masalah akhlak harus diperhatikan. Terutama dari kalangan pendidik, alim ulama, pemuka masyarakat dan orang tua. Pendidikan akhlak harus ditanamkan sejak anak masih dalam kandungan agar nantinya terbiasa dengan hal-hal yang baik. Hidupnya mempunyai pedoman baik di rumah, di madrasah maupun di lingkungan masyarakat yang dihadapinya. Sebagai contoh adalah akhlak Nabi Muhammad saw. dalam perjalanan hidupnya sejak masih kanak-kanak hingga dewasa dan sampai diangkat menjadi Rasul, beliau terkenal sebagai seorang yang jujur, berbudi luhur dan mempunyai kepribadian yang tinggi. Tak ada sesuatu perbuatan dan tingkah lakunya yang tercela yang dapat dituduhkan kepadanya, berlainan sekali dengan tingkah laku dan perbuatan kebanyakan pemuda-pemuda dan penduduk kota Mekah pada umumnya yang gemar berfoya-foya dan bermabuk-mabukan. Karena demikian jujurnya dalam perkataan dan perbuatan, maka beliau diberi julukan “Al-Amin”, artinya orang yang dapat dipercaya. Muhammad Saw sejak kecil hingga dewasa tidak pernah menyembah berhala, dan tidak pernah pula makan daging hewan yang disembelih untuk korban berhala-berhala seperti umumnya orang Arab

2

jahiliyyah waktu itu. Ia sangat benci kepada berhala itu dan menjauhkan diri dari keramaian dan upacara-upacara pemujaan kepada berhala itu.2 Berdasarkan hal tersebut maka anak perlu sekali diperhatikan akhlaknya yang baik agar berguna dalam pembentukan pribadinya. Islam menuntut supaya para ibu dan bapak mendidik ana-anaknya dengan pendidikan keagamaan, akhlak serta ketrampila denan berbagai ilmu pengetahuan. Alangkah bahagianya jika mempunyai anak yang mau menjadikan Nabi Muhammad Saw sebagai idola dan contoh dalam kehidupan sehari-harinya, karena hanya beliaulah yang pantas dijadika teladan dalam segala hal. Firman Allah SWT :

                 “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.”.3(Q.S. al-Ahzab/33 : 21) Dalam sebuah hadits juga dijelaskan, bahwa beliau d dunia ini untuk menyempurnakan akhlak yang baik

“Dari Abu Hurairah r.a berkata : Rasulullah Saw bersabda : sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang saleh (baik)”. HR. Bukhari. 4 Manusia berusaha untuk membina dan membentuk akhlaknya melalui sarana yang disebut pendidikan. Pendidikan sebagai salah satu alat kemajuan dan ketinggian bagi seseorang dan masyarakat secara keseluruhan. Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan dimulai dari lahir sampai mati. Dengan kata lain adalah Long Live Education yang berarti pendidikan seumur hidup. Dalam ilmu

2

Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Muqaddimah), (Jakarta, 1984), hlm. 58 3 Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang : PT Karya Toha Putra, 1998), hlm. 832 4 Ibnu Abi Dunya, Kitab Makarim al Akhlak, (Maktabah Syamila, tt ), hlm. 3

3

pendidikan ada tiga unsur utama yang harus terdapat dalam proses pendidikan, yaitu5 : a. Pendidik (orang tua/guru/ustadz/dosen/ulama/pembimbing) b. Peserta didik (anak/santri//siswa/mahasiswa/mustami) c. Ilmu

atau

pesan

yang

disampaikan

(nasihat,

materi

pelajaran/kuliah/ceramah/bimbingan) Sedangkan menurut Prof. Dr. A. Sigit, menambahkan adanya unsur tujuan, alat-alat dan lingkungan 6 . Selain itu ada tiga beberapa unsur lain sebagai pendukung atau penunjang dalam proses pendidikan agar mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu : a. Tersedianya sarana dan prasarana yang memadai b. Metode yang menarik c. Pengelolaan/manajemen yang profesional Perlu diketahui bahwa semua unsur-unsur tersebut tidak dapat berdiri sendiri, akan tetapi saling mempengaruhi dan saling berhubungan satu sama lainnya. Jadi apabila kita mengupas salah satu unsur maka tidak akan bisa meninggalkan unsur yang lain. Misalnya jika kita mengupas unsurb tujuan, maka denga sendirinya akan menyangkut unsur pendidik unsur peserta didik, ilmu, alatalat dan unsur-unsur yang lainnya.

B. Penegasan Istilah Untuk menghindari kesalahan dan penafsiran yang berbeda dalam memahami isi proposal ini, maka penulis perlu menegaskan istilah-istilah yang digunakan. 1. Konsep Konsep berarti rancangan atau buram surat, ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa kongkrit, dan gambaran mental dari objek, proses, atau apapun yang ada diluar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk 5

H. Jauhar Muchtar, Fikih Pendidikan, (Bandung : PT Remaja Rosda Karya, Cet.1, 2005), hlm. 14-15 6 Nung Muhajir, Teori Pendidikan, (Yogyakarta : Rake Press, 1972), hlm. 25

4

memahami hal-hal lain 7 . Konsep juga berasal dari kata latin Concipere yang berarti mencakup, mengambil, menangkap. Dari kata concipere muncul kata benda conceptus yang berarti tangkapan. Konsep ini dalam bahasa Indonesia sering diterjemahkan dengan istilah pengertian, yakni makna yang dikandung oleh sesuatu.8

2. Pendidikan Men-didik berarti memelihara dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik9. Sedangkan menurut Daoed Joesoef pendidikan adalah memperkenalkan, memilih, merawat, meneruskan, mengolah dan mengembangkan seluruh hasil pikiran, kemauan dan perasaan manusia melalui training yang diberikannya kepada anggota masyarakat 10 . Pendidikan dalam arti luas meliputi semua perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuannya, kecakapannya, ketrampilannya kepada generasi muda, sebagai upaya menyiapkan agar dapat berfungsi hidupnya baik jasmani maupun rohaninya. Salah satu dari ajaran Islam adalah mewajibkan kepada umatnya untuk melaksanakan pendidikan. Karena menurut ajaran Islam, pendidikan adalah juga merupakan kebutuhan hidup manusia yang mutlak harus dipenuhi, demi untuk kesejahteran dan kebahagiaan dunia akhirat.

3. Akhlak Kata akhlak berasal dari bahasa Arab, jamak dari “khuluqun” yang menurut bahasa berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. 7

Menurut

Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, 1997, hlm. 519

8

Nour MS Bakri, Logika Praktis, Bandung : Liberty, 1986, hlm. 2

9

www.artikata.com/arti-325206-didik.php. (diakses tgl 13 Januari 2011, 12.00 AM)

10

H.M. Said, Ilmu Pendidikan, Bandung : Alumni, 1985, hlm. 5

5

pengertian sehari-hari umumnya akhlak itu disamakan dengan budi pekerti, kesusilaan, sopan santun. Khalq merupakan gambaran sifat batin manusia, akhlak merupakan gambaran bentuk lahir manusia, seperti raut wajah dan body. Dalam bahasa Yunani, pengertian khalq ini dipakai kata eticos atau ethos artinya adab kebiasaan, perasaan batin kecenderungan hati untuk melakukan perbuatan. Ethicos kemudian berubah menjadi etika. Imam Ghazali dalam bukunya Ihya’ Ulumuddin mengatakan bahwa akhlak ialah sifat yang tertanam dalam jiwa (manusia) yang dapat melahirkan suatu perbuatan yang gampang dilakukan tanpa melalui maksud untuk memikirkan lebih lama. Maka jika sifat tersebut melahirkan suatu tindakan yang terpuji menurut ketentuan akal dan norma agama, dinamakan akhlak yang baik. Tetapi manakala ia melahirkan tindakan yang jahat, maka dinamakan akhlak yang buruk.11 Akhlak adalah suatu pengetahuan yang membicarakan tentang kebiasaankebiasaan pada manusia yakni budi pekerti mereka dan prinsip-prinsip yang mereka gunakan sebagai kebiasaan. Kebiasaan adalah sebuah perbuatan yang muncul dengan mudah. Ibnu Maskawaih mendefinisikan akhlak sebagai :

“Akhlak adalah kondisi jiwa yang mendorong melakukan perbuatan dengan tanpa butuh pikiran dan pertimbangan” Akhlak juga berarti budi pekerti, kelakuan 13 . Kondisi jiwa seseorang adakalanya melahirkan perbuatan terpuji, namun kadangkala juga melahirkan perbuatan tercela. Oleh sebab itu akhlak ditinjau dari sifatnya ada dua yaitu pertama, akhlak mahmudah (terpuji, karimah), kedua, akhlak mazdmumah (tercela, sayyiah)

4. Pendidikan Akhlak

11

Al Ghazaly, Ihya’ Ulumuddin, Juz III, Usaha Keluarga Semarang, tt, hlm. 52

12

Ibnu Maskawaih, Tahdzib al-Akhlaq, Bab I, Maktabah Syamilah, hlm. 10

13

Depdikbud, hlm 17

6

Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan yang dilakukan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama 14 . Pendidikan akhlak dapat diartikan sebagai berikut : a. Perbuatan ( hal cara ) mendidik. b. ( ilmu, ilmu didik, ilmu mendidik ) pengetahuan tentang didik / pendidikan. c. Pemeliharaan

(latihan-latihan)

badan,

batin

dan

jasmanipun.

(Poerwadarminta, 2002; 250) 5. Perspektif Perspektif yaitu sudut pandang, pandangan.15 6. Islam Islam adalah agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW berpedoman pada kitab suci Al Qur’an yang diturunkan kedunia melalui wahyu Allah SWT.16 secara etimologi, Islam berasal dari bahasa Arab yang terambil dari kata “salima” yang berarti selamat sentausa, kemudian menjadi kata “Aslima” yang berarti penyerahan diri, tunduk, patuh dan taat. C. Rumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang yang telah penulis kemukakan di atas, maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana Konsep Pendidikan Akhlak ? 2. Meliputi apa sajakah cakupan Materi Pendidikan Akhlak menurut perspektif Islam?

D. Alasan Pemilihan Judul 1. Karena perlunya dalam setiap jiwa manusia ditanamkan akhlak yang baik dengan tujuan menempatkan manusia pada martabat yang terhormat. 14

Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Islam, Bandung : P.T. Al Ma’arif, 1989.

15

Depdikbud, hlm. 760

16

Amin Ahmad, Etika (Ilmu Akhlak), hlm. 60

Hlm. 19

7

2. Manusia berbeda-beda dalam berakhlak, ada yang terpuji dan ada yang tercela. Oleh sebab itu Islam memandang perlunya penanaman akhlak dalam rangka menempatkan posisi manusia pada tingkat ketakwaan dan keimanan yang tinggi dengan jalan melalui pembinaan akhlak. Sebab akhlak merupakan modal utama dalam mencapai kesuksesan hidup di dunia maupun di akhirat.

E. Tujuan Penelitian Dan Kegunaan Penelitian 1. Sebagai upaya pengembangan keilmuan pendidikan Islam khususnya bidang pendidikan akhlak 2. Untuk dapat mengetahui interpretasi para ahli pendidikan Islam tentang materimateri pendidikan akhlak yang disampaikan dalam usaha membentuk pribadi umat muslim berakhlak mulia 3. Disamping untuk menambah wawasan pengetahuan penulis juga diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam melaksanakan pendidikan akhlak khususnya mengenai materipendidikan akhlak. F. Metode Penelitian 1. Sumber Data Penelitian ini merupakan penelitian pustaka yang datanya diperoleh melalui sumber literature ( library research ), yaitu kajian yang obyek utamanya adalah buku-buku perpustakaan dan literature lainnya. Sumber-sumber dalam penelitian ini antara lain adalah : a. Sumber Primer, berupa Al-Qur’an dan terjemahnya, kitab-kitab hadits shohih Bukhori Muslim, Sunan Turmudzi dan sebagainya. b. Sumber Sekunder, sumber ini walau tidak secara langsung namun sangat penting karena penulis mengambil interpretasi-interpretasi sumber primer dari sini. Misalnya konsep pendidikan menurut al-Ghazali dan buku-buku yang membahas mengenai pendidikan Islam (akhlak) misal karangan At-Toumy, Jalaludin dan sebagainya.

8

2. Metode Analisa Data Penelitian yang dilakukan penulis adalah penelitian yang bersifat deskriptif dan tertuju pada pemecahan masalah yang ada sekarang. Sedangkan analisis yang akan digunakan yaitu teknik analisis kualitatif dengan menggunakan pola berpikir : a. Deduktif yaitu penarikan kesimpulan dari keadaan yang umum; penemuan yang khusus dari yang umum17 b. Induktif yaitu metode pemikiran yang bertolak dari kaidah ( hal-hal atau peristiwa ) khusus untuk menentukan hukum (kaidah) yang umum; penarikan kesimpulan berdasarkan keadaan-keadaan yang khusus untuk diperlakukan secara umum; penentuan kaidah umum berdasarkan kaidah-kaidah khusus18.

G. SISTEMATIKA PENULISAN Penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab yang diawali dengan halaman formalitas yang berisi halaman judul, halaman pernyataan keaslian, halaman pengesahan, halaman nota persetujuan pembimbing, Abstrak, transliterasi Arab – Latin, persembahan, halaman motto, halaman kata pengantar dan daftar isi. Lima bab dimaksud di atas dapat dijelaskan sebagai berikut :

BAB I

: Berisi Pendahuluan. Dalam bab ini dibahas mengenai : Latar Belakang, Masalah, Penegasan Istilah, Rumusan masalah, Alasan pemilihan judul, tujuan dan kegunaan penelitian, dan metode penelitian .

BAB II

: Konsep Pendidikan Dalam Perspektif Islam Dalam bab ini dijabarkan tentang Pengertian Pendidikan dalam Perspektif Islam, Dasar-dasar Pendidikan, dan Tujuan Pendidikan

BAB III

: Konsep Materi Pendidikan Akhlak Anak Didik dalam Perspektif Islam Dalam bab ini di uraikan tentang : Pengertian Pendidikan Akhlak,

17

Depdikbud, hlm. 216

18

Depdikbud, hlm, 377

9

Dasar-Dasar Pendidikan Akhlak, Materi Pendidikan Akhlak, serta Metode Pendidikan Akhlak. BAB IV

: Analisa Materi Pendidikan Akhlak Anak Didik dalam Perspektif Islam Berisi Proses Pendidikan Akhlak, Interaksi Pendidikan Akhlak di lingkungan

keluarga, Pendidikan Akhlak disekolah dan

Pendidikan Akhlak di masyarakat. BAB V

PENUTUP Meliputi kesimpulan dan kata penutup. Kemudian dibagian akhir, penulis lampirkan Daftar Pustaka dan Daftar Riwayat Hidup.

_____________________

10

BAB II KONSEP PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM

A. Pengertian Pendidikan Dalam Perspektif Islam 1. Menurut Bahasa Istilah ”pendidikan” yang banyak digunakan dalam konteks Islam, yaitu atTarbiyat, at-Ta’lim dan at-Ta’dib. a. at-Tarbiyat. Dalam leksikologi Al-Qur‟an tidak ditemukan istilah at-tarbiyat tetapi ada istilah yang senada dengan at-tarbiyat yaitu : ar-rabb rabbayani, nurabi, ribbiyun, rabbani. Sebaliknya dalam hadits Nabi digunakan istilah Rabbani.1 AlJauhari memberi makna at-tarbiyah, Rabban dan Rabba, dengan memberi makan, memelihara dan mengasuh.2 Kosa kata Rabba ( َ‫ ) َرّب‬yang dirujuk sebagai akar kata dari konsep tarbiyat ( ُ‫ ) تَرْبِيَة‬atau pendidikan, pada hakikatnya merujuk (Tuhan) dan Murabby (pendidik) berasal dari akar kata seperti termuat dalam ayat al-Qur‟an, yaitu

     “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil”.3 (QS.Al-Isra‟/17:24). At-tarbiyat mengandung arti memelihara, membesarkan dan mendidik yang kedalamannya sudah termasuk makna mengajar atau „allama (Ahmad Tafsir, 1995:109). Berangkat dari pengertian ini maka tarbiyat didefinisikan sebagai proses bimbingan terhadap potensi manusia (jasmani, ruh dan akal) secara

1

Muhaimin , Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung : Trigenda Karya,

1993), hlm. 127 2

Muhammad Naquib al-Attas, Konsep Pendidikan Dalam Islam, (Bandung : Mizan,

1988), hlm. 66 3

Tim Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 542

11

maksimal agar dapat menjadi bekal dalam menghadapi kehidupan dan masa depan.4

b. At-Ta’lim Apabila pendidikan dalam konteks Islam diidentikkan dengan at-Ta’lim, para ahli mempunyai beberapa pendapat : 1. Muhammad Rosyid Ridla, menta‟rifkan at-ta’lim dengan proses transmisi berbagai ilmu pengetahuan pada jiwa individu tanpa adanya batasan dan ketentuan tertentu.5 2. Syed Muhammad Naquib al-Attas memberikan makna at-Ta’lim dengan pengajaran tanpa adanya pengenalan secara mendasar. Namun apabila atTa’lim disinonimkan dengan at-Tarbiyat, at-Ta’lim mempunyai makna pengenalan tempat segala sesuatu dalam sebuah sistem.6 At-Ta’lim merupakan bagian kecil dari tarbiyah al-Aqliyah yang bertujuan memperoleh pengetahuan dan keahlian berpikir, yang sifatnya mengacu pada dominan kognitif. Sebagaimana firman Allah :

    “Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya...”.7 (QS. Al-Baqarah/2 : 31)

      “Dan Dia (Sulaiman) berkata: "Hai manusia, Kami telah diberi pengertian tentang suara burung ...."8.(QS. An-Naml/27 : 16) Kata “allama” pada kedua ayat diatas mengandung pengertian sekedar memberitahu atau memberi pengetahuan, tidak mengandung arti pembinaan 4

H. Jalaludin, Teologi Pendidikan, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, Cet. III, 2003)

hlm. 114

5

M.Rasyid Ridla, Tafsir Al-Mannar, Jilid IV, Beirut Dar al-Fikr, Juz 262, tt

6

Muhaimin, Pemikiran Pendidikan Islam, hlm. 132

7

Tim Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 11

8

Tim Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 747

12

kepribadian, karena sedikit kemungkinan pembinaan kepribadian Nabi Sulaiman melalui burung atau membina kepribadian Adam melalui nama-nama benda. c. At-Ta’dib Adapun pengertian at-Ta’dib adalah pengenalan dan pengakuan tempattempat segala sesuatu didalam keteraturan penciptaan sedemikian rupa sehingga hal ini membimbing kearah pengenalan dan pengakuan tempat-tempat Tuhan yang tepat dalam tatanan wujud dan kepribadian.9 Baik at-Tarbiyah, at-Ta’lim maupun at-Ta’dib, merujuk kepada Allah. Tarbiyah yang ditengarai sebagai kata bentukan dari kata Rabb ( ُ‫ ) َرّب‬atau Rabba (‫ ) رَبَا‬mengacu kepada Allah sebagai Rabb al-alamin, karena Tuhan juga bersifat mendidik, mengasuh, memelihara malah mencipta.10

          “Fir'aun menjawab: "Bukankah Kami telah mengasuhmu di antara (keluarga) Kami, waktu kamu masih kanak-kanak dan kamu tinggal bersama Kami beberapa tahun dari umurmu”.(Q.S. Asy-Syu‟ara‟/26 : 18)11[1078]. [1078] Nabi Musa a.s. tinggal bersama Fir'aun kurang lebih 18 tahun, sejak kecil.

Sedangakn ta’lim yang berasal dari kata „allama, juga merujuk pada kata Allah sebagai Dzat Yang Maha „Alim. Selanjutnya ta’dib seperti termuat dalam pernyataan Rasul Allah SAW. :

“Tuhan telah mendidikku, maka Ia sempurnakan pendidikanku.” Kata ”Addabany Rabby faabsana_ta’diby” memperjelas bahwa sumber utama pendidikan adalah Allah. Rasul sendiri menegaskan bahwa beliau dididik oleh Allah SWT. sehingga pendidikan yang beliau peroleh adalah sebaik-baik pendidikan. Dengan demikian dalam pandangan filsafat pendidikan Islam, Rasul merupakan pendidik utama yang harus dijadikan teladan.12 9

Muhaimin, Pemikiran Pendidikan Islam, hlm. 133

10

Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, hlm. 26

11

Tim Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 719

12

H. Jalaludin, Teologi Pendidikan, hlm. 72

13

2. Menurut Istilah Pendidikan berasal dari kata didik, yaitu memelihara dan memberi latihan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Pendidikan juga berarti proses membimbing manusia dari kegelapan, kebodohan, dan pencerahan pengetahuan. Dalam arti luas, pendidikan baik formal maupun informal meliputi segala hal yang memperluas pengetahuan manusia tentang dirinya sendiri dan tentang dunia tempat mereka hidup. a. Menurut UURI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I pasal 1, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pendidikan agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi

dirinya

untuk

memiliki

kekuatan

spiritual,

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.13 b. Ahmad D. Marimba mengemukakan : Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya pribadi yang utama14 c. Ki Hajar Dewantara berpendapat : Pendidikan adalah menuntun kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu agar mereka sebagai manusia dan anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan yang setinggi-tingginya15 d. Sumadi Surya Brata : Pendidikan adalah usaha manusia (pendidik) dengan tanggung jawab membimbing anak-anak didik menuju kedewasaan16

13

Tim Redaksi Fokus Media, UUSPN Nomor 20 tahun 2003 (Bandung : Fokus Media,

2003), hlm. 3 14

Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidika Islam, (Bandung : PT Al Ma‟arif, 1989), hlm. 19 15 Suwarno, Pengantar Umum Pendidikan, Jakarta : PT Rineka Cipta, 1992, hlm. 2 16

Sumadi Surya Brata, Psikologi Pendidikan, Jakarta : UGM Rajawali Press, 1984, hlm.

321

14

e. Prof. Dr. Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibany mendefinisikan pendidikan sebagai proses mengubah tingkah laku individu pada kehidupan pribadi, masyarakat dan alam sekitarnya, dengan cara pengajaran sebagai suatu aktivitas asasi dan profesi di antara berbagai profesi asasi dalam masyarakat. Beliau melihat pendidikan adalah proses perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri individu, maupun masyarakat. Dengan demikian pendidikan bukanlah aktivitas dengan proses yang sekali jadi (instant).17

B. Dasar – Dasar Pendidikan Dasar ialah landasan tempat berpijak atau tegaknya sesuatu agar sesuatu tersebut berdiri tegak dan kokoh. Sebuah bangunan harus memiliki landasan yang kuat berupa pondasi dasar agar mampu menopang beban yang berat sehingga sebuah bangunan dapat berdiri dengan tegak dan kokoh. Demikian juga halnya dengan dasar pendidikan Islam yang menjadi asas atau landasan supaya pendidikan Islam dapat tetap tegak berdiri seperti kokohnya karang dilautan yang tidak goyah diterjang derasnya ombak samudra. Secara garis besar, dasar pendidikan Islam ada 3 yaitu : Al-Qur‟an, AsSunnah dan Perundang-undangan yang berlaku di negara kita18. 1. Al-Qur‟an Sebagai

agama

yang

sempurna,

Islam

menjunjung

tinggi

ilmu

pengetahuan dan mewajibkan umatnya untuk menuntut ilmu. Salah satunya caranya adalah dengan menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran. Ayat AlQur‟an yang berhubungan dengan pendidikan adalah wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril yakni surat al„Alaq ayat 1-5.

17

Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibany, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bulan

Bintang, 1979), hlm. 416-417 18

Hj Nur Uhbiyati, Abu Achmadi, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung : CV. Pustaka Setia, 1997, hlm. 24

15

                         “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.”19[QS. Al – Alaq/96 : 1 – 5] Dari ayat diatas dapat disimpulkan bahwa Tuhan seolah-olah berkata hendaklah manusia meyakini akan adanya Tuhan Pencipta manusia, selanjutnya untuk memperkokoh keyakinannya dan memeliharanya agar tidak luntur hendaklah melaksanakan pendidikan dan pengajaran. Dalam ayat lain, Allah juga memberikan bahan (materi/pendidikan agar manusia hidup sempurna didunia). Firman Allah :

               “Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang benar orangorang yang benar! 20 [QS. Al-Baqarah/2 : 31] Firman Allah :

               “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.”21(QS. Luqman/31 : 13) 19

Tim Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 1271

20

Tim Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 11

21

Tim Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 814

16

Berdasarkan ayat-ayat diatas dapatlah diambil kesimpulan bahwa Allah swt menyuruh kepada manusia untuk menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran. Dengan pendidikan manusia akan mendapatkan berbagi macam ilmu pengetahuan untuk bekal dalam kehidupannya. Selain dari itu masih banyak ayat-ayat yang membicarakan tentang pendidikan, diantaranya adalah QS. Al-Baqarah/2 : 129 dan 151, QS. Ali Imran/3 : 164, QS. Al-Jumuah/62 : 2 dan sebagainya. 2. As-Sunnah. As-Sunnah adalah perkataan, perbuatan dan perbuatan ataupun pengakuan (taqrir) Rasulullah saw. Yang dimaksud dengan pengakuan Rasulullah saw adalah kejadian atau perbuatan orang lain yang diketahui Rasulullah dan beliau membiarkan saja kejadian atau perbuatan itu berjalan. Sunnah merupakan sumber kedua setelah Al-Qur‟an. Seperti Al-Qur‟an, sunnah juga berisi aqidah dn syariah. Sunnah berisi petunjuk (pedoman) untuk kemaslahatan hidup manusia dalam segala aspeknya, untuk membina umat menjadi manusia seutuhnya atau muslim yang bertaqwa. Untuk itu Rasul Allah menjadi guru dan pendidik utama. Beliau sendiri mendidik, pertama dengan menggunakan rumah al-Arqam ibn Abi Al-Arqam, kedua dengan memanfaatkan tawanan perang untuk mengajar baca tulis, ketiga dengan mengirim para sahabat kedaerah-daerah yang baru masuk Islam. Semua itu adalah pendidikan dalam rangka pembentukan manusia muslim dan masyarakat Islam. Oleh karena itu sunnah merupakan landasan kedua bagi cara pembinaan pribadi manusia muslim. Sunnah selalu membuka kemungkinan penafsiran berkembang. Itulah sebabnya, mengapa ijtihad perlu ditingkatkan dalam memahaminya termasuk sunnah yang berkaitan dengan pendidikan. 22 Diantara hadits yang menerangkan tentang keutamaan pendidikan dan pengajaran

22

Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, hlm. 20-21.

17

adalah yang artinya “Dari Usman r.a. dari Nabi saw bersabda : Sebaik-baik kamu adalah orang yang belajar Al-Qur‟an dan mengajarkannya”23. Dalam lapangan pendidikan, as-Sunnah mempunyai faedah yang sangat besar, yaitu : a. Menjelaskan sistem pendidikan Islam yang terdapat dalam Al-Qur‟an dan menerangkan hal-hal yang kecil yang tidak terdapat didalamnya. b. Menyimpulkan metode pendidikan dari kehidupan Rasulullah saw dan para sahabatnya, perlakuannya terhadap anak-anak, penanaman keimanan kedalam jiwa yang dilakukannya. 3. Perundang –undangan yang berlaku di Indonesia a. UUD 1945, pasal 2 Ayat 1 berbunyi : “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa”. Ayat 2 berbunyi : “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu ...”. Pada pasal 29 UUD 1945 ini jelas memberikan jaminan kepada warga negara Republik Indonesia untuk memeluk agama dan beribadat sesuai dengan agama yang dipeluknya, bahkan mengadakan kegiatan yang dapat menunjang bagi pelaksanaan ibadat. Dengan demikian pendidikan Islam yang searah dengan bentuk ibadat yang diyakininya diizinkan dan dijamin oleh negara. b. GBHN Dalam GBHN tahun 1993 Bidang Agama dan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa Nomor 2 disebutkan : Kehidupan beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa makin dikembangkan sehingga terbina kualitas keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kualitas kerukunan antar dan antara umat 23

H. Moh. Zaein, Metodologi Pengajaran Agama, (Yogyakarta : Indra Buana, 1999), hlm.

25

18

beragama dan penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam usaha memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa serta meningkatkan amal untuk bersama-sama membangun masyarakat. Memperhatikan GBHN Tahun 1993 tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa kehidupan keagamaan termasuk (didalamnya agama Islam), supaya semakin dikembangkan dalam kehidupan masyarakat. Sedangkan untuk memperkembangkan keagamaan itu sangat diperlukan pelaksanaan pendidikan termasuk didalamnya pendidikan Islam. c. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 : “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pendidikan agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”.24 Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pendidikan keagamaan bermaksud mempersiapkan peserta didik agar dapat menjalankan peranannya sebagai pemeluk agama yang benar-benar mampu memadai, mampu menguasai ilmu dengan penuh baik teori maupun praktek dan mampu memainkan peranannya dengan tepat dalam hidup dan kehidupan dunia dan akhirat kelak.

C. Tujuan Pendidikan Dalam adagium Ushuliyyah dikatakan bahwa “Al-Umur Bimaqoshidiha” adalah setiap tindakan dan aktifitas harus berorientasi pada tujuan atau rencana yang telah ditetapkan. Hal ini karena berorientasi pada tujuan itu, dapat diketahui bahwa tujuan dapat berfungsi sebagai standar untuk mengakhiri usaha, serta mengarahkan usaha yang dilalui dan merupakan titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lain. Disamping itu tujuan dapat membatasi ruang gerak usaha agar 24

Tim Redaksi Fokus Media, UUSPN Nomor 20 tahun 2003 (Bandung : Fokus Media, 2003), hlm. 3

19

kegiatan dapat terfokus pada apa yang dicita-citakan dan yang terpenting lagi dapat memberi penilaian pada usaha-usahanya.25 Ada beberapa tujuan pendidikan : 1. Menurut Dr. Zakiah Daradjat, tujuan pendidikan dibagi kedalam empat tujuan : a. Tujuan Umum Tujuan umum adalah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan, baik dengan pengajaran atau dengan cara lain. Tujuan ini meliputi seluruh aspek kemanusian yang meliputi sikap, tingkah laku, penampilan , kebiasaan dan pandangan. Tujuan umum ini berbeda pada setiap tingkat umur, kecerdasan, situasi dan kondisi, dengan kerangka yang sama. Cara atau alat yang paling tepat dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikan adalah pengajaran. Karena itu pengajaran sering diidentikkan dengan pendidikan, meskipun kedua istilah ini sebenarnya tidak sama. Pengajaran ialah poros membuat jadi terpelajar (tahu, mengerti, menguasai, ahli; belum tentu menghayati dan meyakini); sedang pendidikan ialah membuat orang jadi terdidik (mempribadi, menjadi adat kebiasaan). Tujuan pendidikan Islam harus dikaitkan pula dengan tujuan pendidikan nasional negara tempat pendidikan Islam itu dilaksanakan dan harus dikaitkan pula dengan tujuan institusional lembaga yang menyelenggarakan pendidikan itu. b. Tujuan Akhir Pendidikan Islam itu berlangsung seumur hidup, maka tujuan akhirnya terdapat pada waktu hidup di dunia ini telah berakhir. Pendidikan itu berlaku seumur hidup untuk menumbuhkan, memupuk, mengembangkan, memelihara dan mempertahankan tujuan pendidikan yang telah dicapai. Tujuan pendidikan Islam itu dapat dipahami dalam firman Allah :

            “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam Keadaan beragama Islam”26.(QS. Ali Imran/3 : 102) 25

Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung : Al Ma‟arif, 1989), hlm.

45-46 26

Tim Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, hlm115

20

Mati dalam keadaan berserah diri kepada Allah sebagai muslim yang beriman merupakan ujung dari taqwa sebagai akhir dari proses hidup jelas berisi kegiatan pendidikan. Inilah akhir dari proses pendidikan itu yang dapat dianggap sebagai tujuan akhirnya. Insan kamil yang mati dan akan menghadap Tuhannya merupakan tujuan akhir dari proses pendidikan Islam. c. Tujuan Sementara Tujuan sementara adalah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum pendidikan formal. Tujuan operasional dalam bentuk instruksional yang dikembangkan menjadi tujuan instruksional umum dan khusus (TIU dan TIK), dapat dianggap tujuan sementara dengan sifat yang agak berbeda. d. Tujuan Operasional Tujuan operasional ialah tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu. Satu unit kegiatan pendidikan dengan bahan-bahan yang sudah dipersiapkan dan diperkirakan akan mencapai tujuan tertentu disebut tujuan operasional. Dalam tujuan operasional ini lebih banyak dituntut dari anak didik suatu kemampuan dan ketrampilan tertentu. Sifat operasionalnya lebih ditonjolkan dari sifat penghayatan dan kepribadian. Kemampuan dan ketrampilan yang dituntut pada anak didik, merupakan sebagian kemampuan dan ketrampilan Insan Kamil dalam ukuran anak, yang menuju pada bentuk Insan Kamil yang semakin sempurna (meningkat). Anak harus sudah terampil melakukan ibadat, (sekurang-kurangnya ibadat wajib) meskipun ia belum memahami dan menghayati ibadat itu.27 2. Menurut Ahmad D. Marimba, fungsi tujuan itu ada empat macam,yaitu : a. Mengakhiri usaha b. Mengarahkan usaha c. Tujuan merupakan titik pangkal untuk mencapai tujuan-tujuan lain, baik merupakan tujuan-tujuan baru maupun tujuan-tujuan lanjutan dari tujuan pertama 27

Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : PT Bumi Aksara, Cet. Ke-6, 2006), hlm. 29-33

21

d. Memberi nilai (sifat) pada usaha-usaha itu.28 3. Menurut Abdul Fatah Jalal dalam bukunya yang berjudul “Min Usalit Tarbiyati Fil Islam” yang dialih bahasakan oleh Drs. Hery Noer Ali mengelompokkan tujuan pendidikan Islam kedalam tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum yaitu menjadikan manusia sebagai abdi atau hamba Allah SWT. yang senantiasa mengagungkan dan membesarkan asma Allah SWT. dengan meneladani Rasulullah saw, menjunjung tinggi ilmu pengetahuan, suka mempelajari segala yang bermanfaat baginya dalam merealisasikan tujuan yang telah digariskan oleh Allah SWT. Sedangkan tujuan khusus sebenarnya merupakan perincian dari tujuan umum. Dan diantara tujuan khusus ini yang pertama-tama adalah mampu melaksanakan rukun Islam.29 Ada yang memerinci tujuan pendidikan Islam dalam bentuk taksonomi (sistem klasifikasi) yang terutama meliputi : 1. Pembinaan kepribadian (nilai formil). a.

Sikap (attitude)

b.

Daya pikir praktis rasional

c.

Obyektifitas

d.

Loyalitas kepada bangsa dan ideologi

e.

Sadar nilai-nilai moral dan agama

2. Pembinaan aspek pengetahuan (nilai materiil), yaitu materi ilmu itu sendiri. 3. Pembinaan aspek kecakapan, ketrampilan (skill) nilai-nilai praktis. 4. Pembinaan jasmani yang sehat.30 Jadi tujuan ialah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah sesuatu usaha atau kegiatan selesai. Pendidikan, karena merupakan suatu usaha dan kegiatan yang berproses melalui tahap-tahap dan tingkatan-tingkatan, maka tujuannya pun bertahap dan bertingkat. Tujuan pendidikan bukanlah satu benda yang bentuknya

28

Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : PT Al-Ma‟arif, 1980), hlm. 45-46 29 Hj. Nur Uhbiyati dan H. Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung : Pustaka Setia, Cet.I, 1997), hlm. 41-44 30 Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Ed.1, Cet.5, (Jakarta : Bumi Aksara, 2009), hlm. 161

22

tetap dan statis, tetapi ia merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian seseorang, berkenaan dengan seluruh aspek kehidupannya. Jadi secara umum tujuan pendidikan agama Islam adalah untuk membentuk peserta didik yang beriman dan bertakwa, menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah SWT serta berakhlak mulia.

_______________________

23

BAB III MATERI PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DIDIK DALAM PERSPEKTIF ISLAM

A. Pengertian Pendidikan Akhlak 1. Definisi Akhlak Kata akhlak berasal dari bahasa Arab, jamak dari “khuluqun” yang menurut bahasa berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.

1

Menurut

pengertian sehari-hari umumnya akhlak itu disamakan dengan budi pekerti, kesusilaan, sopan santun. Khalq merupakan gambaran sifap batin manusia, akhlak merupakan gambaran bentuk lahir manusia, seperti raut wajah dan body. Khuluq atau akhlaq adalah sesuatu yang telah tercipta atau terbentuk melalui sebuah proses. Karena sudah terbentuk, akhlak disebut juga dengan kebiasaan. Kebiasaan adalah tindakan yang tidak lagi banyak memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Kebiasaan adalah sebuah perbuatan yang muncul dengan mudah. Dalam bahasa Yunani, pengertian ini dipakai kata ethicos atau ethos, artinya adab kebiasaan, perasaan batin, kecenderungan hati untuk melakukan perbuatan. Ethicos kemudian berubah menjadi etika.2 Pendidikan budi pekerti sering diartikan dengan pendidikan akhlak. Budi pekerti dan akhlak merupakan dua istilah yang memiliki kesamaan esensi, walaupun akhlak memiliki cakupan yang lebih luas. Sekalipun pengertian akhlak itu berbeda asal katanya, tapi tidak berjauhan maksudnya, bahkan berdekatan artinya satu dengan lainnya. Dengan demikian justru dapat menambah luas wawasan dan pengertian mengenai definisi akhlak itu sendiri. Menurut istilah (terminologi) dalam memberikan definisi tentang akhlak, banyak ahli berbeda pendapat, antara lain : Ibnu Maskawaih mendefinisikan akhlak sebagai :

1

Mustofa, Akhlak Tasawuf, Bandung : Pustaka Setia, 1997, hlm. 19

2

Nasir, Tinjauan Akhlak, (Surabaya : Al-Ikhlas, 1991), hlm. 14

24

“Akhlak adalah kondisi jiwa yang mendorong melakukan perbuatan dengan tanpa butuh pikiran dan pertimbangan”3 Menurut Abu Hamid al-Ghazali (w.1111 M) dalam bukunya Ihya’ Ulum al-Din mendefinisikan akhlak sebagai berikut :

“Akhlak merupakan ungkapan tentang keadaan yang melekat pada jiwa dan darinya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan”.4 Syaikh Muhamad bin Ali as-Syarif al-Jurjani mengartikan akhlak sebagai stabilitas sikap jiwa yang melahirkan tingkah laku dengan mudah tanpa melalui proses berpikir.5 Menurut Prof. Ahmad Amin : Etika (Akhlak) adalah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik buruk, menerangkan apa saja yang seharusnya dilakukan oleh setiap manusia kepada manusia lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan manusia dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat.6 Menurut H.M. Rosyidi : Akhlak adalah suatu pengetahuan yang membicarakan tentang kebiasaankebiasaan pada manusia yakni budi pekerti dan prinsip-prinsip yang mereka gunakan sebagai kebiasaan. Menurut Mahdi Ahkam :

3

Ibnu Maskawaih, Tahdzib al-Akhlaq, Bab I, Maktabah Syamila, hlm. 10 Al-Ghazali, Ihya’ Ulum al-Din, Juz III, (Beirut: Dar Ihya‟ al-Kutub al-Arobiyah „Isa alBabii al Halabii, t.t), hlm. 52 5 Ali Abdul Halim Mahmud, Tarbiyah Khuluqiyah, (Solo : Insani Press, 2003), Cetakan. I, hlm. 37 6 Ahmad Amin, Etika ( Ilmu Akhlak ), ( Jakarta : Bulan Bintang, 1975 ). Hlm. 3 4

25

a. Akhlak adalah ilmu yang menyelidiki perbuatan manusia dari arah baik dan buruk atau ilmu percontohan tinggi (Al Mutsul Al-A’la = idial) untuk perbuatan manusia. b. Akhlak adalah ilmu yang menyelidiki aturan-aturan yang menguasai perbuatan manusia dan tujuan yang terakhir Akhlak adalah perbuatan manusia yang bersumber dari dorongan jiwanya7. Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah adanya unsur perbuatan atau tindakan dan kebiasaan-kebiasaan yang sudah menyatu dengan pribadi manusia baik buruk serta perbuatan tersebut dilakukan dengan sadar. Akhlak mengandung empat unsur yaitu (1) adanya tindakan baik atau buruk, (2) adanya kemampuan melaksanakan, (3) adanya pengetahuan tentang perbuatan yang baik dan yang buruk, dan (4) adanya kecenderungan jiwa terhadap salah satu perbuatan yang baik atau yang buruk.8 2. Pendidikan Akhlak Pendidikan akhlak merupakan suatu proses mendidik, memelihara, membentuk dan memberikan latihan mengenai akhlak dan kecerdasan berpikir baik yang bersifat formal maupun informal yang didasarkan pada ajaran-ajaran Islam. Dan pada sistem pendidikan Islam ini khusus memberikan pendidikan tentang akhlak dan moral yang bagaimana yang seharusnya dimiliki oleh seorang muslim agar dapat mencerminkan kepribadian seorang muslim.9 Islam memandang bahwa pendidikan akhlak sangatlah penting dalam kehidupan sehari-hari, bahkan Islam menegaskan akhlak merupakan misinya yang paling utama. Rasulullah saw. banyak berdoa kepada Allah agar dirinya dihiasi dengan akhlak dan perangai yang mulia. Beliau berdoa,

“Ya Allah, perbaiki parasku dan akhlakku”10 7

Mahjudin, Kuliah Akhlak – Tasawuf, Jakarta : Penerbit Kalam Mulia, 1991, hlm.5

8

Nasirudin, Pendidikan Tasawuf, hlm. 32-33

9

Fadlil Yuni Ainusysyam, Pendidikan Akhlak, PT Imtima, Cet. III, 2009, hlm. 39 Said Hawwa, Tazkiyatun Nafs Intisari Ihya Ulumuddin, (terj. Tim Kuwais), (Jakarta : Darus Salam, 2005), hlm. 462 10

26

Rasulullah Saw bersabda :

Abdullah telah menceritakan pada kita, telah menceritakan kepadaku Abi, telah menceritakan kepada kita Sa‟id bin Manshur berkata : telah menceritakan kepada kita Abdul Aziz bin Muhammad dari Muhammad bin „Ajlan dari Qa‟qa bin Hakim dari Abi Saleh dari Abi Hurairah r.a berkata : Rasulullah Saw bersabda : Sesunggunhya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik. (H.R. Imam ) Ahmad bin Hambal) Menurut Prof. Dr. Abdullah Nashih Ulwan : Pendidikan Akhlak (moral) adalah pendidikan mengenai dasar-dasar moral dan keutamaan perangai, tabiat yang harus dimiliki dan dijadikan kebiasaan oleh anak sejak masa anak-anak sampai ia menjadi seorang mukallaf, pemuda yang mengarungi lautan kehidupan12 Pendidikan akhlak adalah suatu pendidikan yang didalamnya terkandung nilai-nilai budi pekerti, baik yang bersumber dari ajaran agama maupun dari kebudayaan manusia. Budi pekerti mencakup pengertian watak, sikap, sifat, moral yang tercermin dalam tingkah laku baik dan buruk yang terukur oleh normanorma sopan santun, tata krama dan adat istiadat, sedangkan akhlak diukur dengan menggunakan norma-norma agama.13 Pendidikan akhlak dapat diartikan usaha sungguh-sungguh untuk mengubah akhlak buruk menjadi akhlak yang baik. Dapat diartikan bahwa akhlak itu dinamis, tidak statis. Terus mengarah kepada kemajuan dari yang tidak baik menjadi baik.14 Sedangkan menurut penulis adalah salah satu usaha yang dilakukan dengan kesadaran diri untuk membentuk pribadi seseorang yang harus dimiliki dan

11

Imam Ahmad bin Hambal, Musnad Imam Ahmad Abu HambalJuz III, (Beirut : Darul

Kutub, 1413H), hlm. 323 12

Abdullah Nashih Ulwan, Pedoman Pendidikan Anak Dalam Islam, Jilid I, Semarang : CV Asyifa 1988, hlm. 174 13 Ahmad, Implementasi Akhlak Qur’ani, Bandung : PT Telekomunikasi Indonesia , 2002, hlm. 34 14 Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini dalam Islam, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2005) hlm. 274

27

dijadikan kebiasaan yang baik dan terarah menurut akal ataupun syara‟ oleh manusia sejak lahir sampai meninggal dunia. B. Dasar Dan Tujuan Pendidikan Akhlak 1. Dasar Pendidikan Akhlak Dalam Islam, Al Qur‟an dan As-Sunnah selain dijadikan sebagai pegangan hidup juga dijadikan sebagai dasar atau alat pengukur baik buruknya sifat seseorang. Apa yang baik menurut Al Qur‟an dan As-Sunnah itu berarti baik dan harus dijalankan, sedangkan apa yang buruk menurut Al Qur‟an dan Sunnah berarti tidak baik dan harus dijauhi.15 Sebagai dasar umum dari pendidikan akhlak adalah QS. At-Tahrim ayat 6 :

                      “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikatmalaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (Q.S. At-Tahrim/66 : 6)16. Akhlak Rasulullah adalah Al-Qur‟an. Diriwayatkan oleh Saad bin Hisyam, “Suatu hari aku menemui Aisyah yang ketika itu ia bersama ayahnya Abu Bakar. Lalu aku bertanya tentang akhlak Rasulullah, Aisyah berkata, „Apakah kamu pernah membaca Al-Qur‟an? Aku menjawab, Tentu. Aisyah kembali berkata,

“Akhlak Rasulullah adalah Al-Qur‟an”17 Rasulullah dibina akhlaknya langsung oleh Al-Qur‟an, seperti beberapa ayat berikut yang memberikan pembinaan kepada beliau.

15

M. Ali Hasan, Tuntunan Akhlak, Jakarta : Bulan Bintang, 1982, hlm. 11

16

Tim Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, Semarang Karya Toha Putra,

1998, hlm. 1148 17

Said Hawwa, Tazkiyatun Nafs Intisari Ihya Ulumuddin, (terj. Tim Kuwais),, hlm. 462

28

                 “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”(QS.an-Nahl/16 : 90)18

                  “Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).”(QS. Lukman/31 : 17)19

        “Tetapi orang yang bersabar dan mema'afkan, Sesungguhnya (perbuatan ) yang demikian itu Termasuk hal-hal yang diutamakan.”(As-Syuura/42 : 43)20

                                     “Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuki mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. mereka suka merobah Perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) Senantiasa akan melihat kekhianatan dari mereka kecuali sedikit diantara mereka (yang tidak berkhianat), Maka maafkanlah mereka dan biarkan mereka, Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”(QS. Al-Maidah/5 : 13)21

18

Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 529

19

Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 815

20

Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 977

21

Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 205

29

Dan dalam surat Fushshilat/41 : 34, Ali Imran/3 : 134, al-Hujurat/49 : 12 dan lain-lainnya. Semua ayat al--Qur‟an diatas hanyalah sebagian dari pembinaan yang dilakukan kepada Rasulullah karena meskipun ayat-ayat itu diturunkan kepada seluruh umat Islam, sebelum menyampaikan kepada umatnya (Innama>

bu’is\tu liutammima maka>rimal akhlak). Sabda Rasulullah Saw :

Abdullah telah menceritakan pada kita, telah menceritakan kepadaku Abi, telah menceritakan kepada kita Sa‟id bin Manshur berkata : telah menceritakan kepada kita Abdul Aziz bin Muhammad dari Muhammad bin „Ajlan dari Qa‟qa bin Hakim dari Abi Saleh dari Abi Hurairah r.a berkata : Rasulullah Saw bersabda : Sesunggunhya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik. (H.R. Imam ) Ahmad bin Hambal) Sebelum memperbaiki akhlak-akhlak orang lain, beliaulah orang yang pertama kali menghiasi dirinya dengan akhlak-akhlak yang mulia. Alla berfirman

     “Dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung”. (QS. Al-Qalam/68 : 4)23 Setelah itulah Rasulullah baru menjelaskan kepada manusia bahwa Allah sangat mencintai akhlak mulia dan sangat membenci akhlak tercela. Tak ada satu perbuatan baik pun kecuali Rasulullah telah memerintahkan kita untuk mengerjakan dan tidak ada satu perbuatan jelek pun kecuali beliau melarangnya. Allah berfirman yang artinya, “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,

22

Imam Ahmad bin Hambal, Musnad Imam Ahmad Abu HambalJuz III, (Beirut : Darul

Kutub, 1413H), hlm. 323 23

Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 1156

30

kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”(QS.an-Nahl/16 : 90)24 Demikianlah Allah membina akhlak-akhlak hamba-hamba-Nya terutama Rasulullah dalam akhlak-akhlak yang mulia. 2. Tujuan Pendidikan Akhlak Dengan berpedoman pada dasar atau landasan pendidikan akhlak, maka dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan pendidikan akhlak adalah : a. Menyiapkan manusia (peserta didik) agar memiliki sikap dan perilaku yang terpuji, baik ditinjau dari segi norma-norma agama maupun norma-norma sopan santun, adat istiadat dan tata krama yang berlaku di masyarakatnya. b. Agar setiap orang berbudi pekerti atau berakhlak mulia, bertingkah laku (tabiat), berperangai atau beradat istiadat yang baik sesuai dengan ajaran Islam. Dalam hal ini Prof. Dr. Athiyah Al-Abrasy berpendapat bahwa : “Tujuan dari pendidikan moral (akhlak) ialah untuk mementuk orang-orang yang bermoral baik, keras kemauan, sopan dalam berbicara dan perbuatan, mulia dalam tingkah laku dan perangai, bersikap bijaksana, sempurna, sopan dan beradab, ikhlas, jujur dan suci”. Secara lebih terperinci lagi bahwa tujuan pendidikan akhlak adalah “mengkaji dan menginternalisasi nilai, mengembangkan ketrampilan sosial yang memungkinkan tumbuh dan berkembangnya akhlak mulia dalam diri peserta didik serta mewujudkannya dalam perilaku sehari-hari dalam konteks sosio-kultural yang berbhineka sepanjang hayat”. Untuk itu pendidikan akhlak menghendaki agar dari setiap guru atau pendidik supaya didalam pelajaran mengusahakan cara-cara yang bermanfaat untuk membentuk adat istiadat yang baik, mendidik akhlak, menguatkan niat bekerja mendidik panca inderanya, mengarahkan untuk berjalan yang lurus dan membiasakan beramal yang baik. Adapun yang menjadi dasar tujuan pendidikan akhlak menurut Prof. Dr. M. Athiyah Al-Abrasy adalah sebagai berikut : a. Pembentukan budi pekerti yang mulia 24

Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 529

31

b. Memperhatikan aspek duniawi dan ukhrawi yang seimbang c. Memperhatikan segi manfaat ilmu d. Mempelajari ilmu semata-mata untuk ilmu saja e. Mempersiapkan untuk mencari rezeki

C. Materi Pendidikan Akhlak Secara umum lingkup materi pendidikan Islam itu menurut Dr. Abdullah Nasikh Ulwan terdiri dari tujuh unsur25 : 1. Pendidikan Keimanan Pendidikan ini mencakup keimanan kepada Allah, Malaikat, Kitab-kitab Allah, Nabi/Rasul, Hari Akhirat dan Takdir. Termasuk didalamnya adalah materi tata cara ibadah, baik ibadah mahdlah seperti salat, zakat, puasa, dan haji; maupun ibadah ghairu mahdlah seperti berbuat baik kepada sesama. Tujuan dari materi ini adalah agar anak/peserta didik memiliki dasar-dasar keimanan dan ibadah yang kuat. 2. Pendidikan Moral/Akhlaq Materi pendidikan ini merupakan latihan membangkitkan nafsu-nafsu rububiyah (ketuhanan) dan meredam/menghilangkan nafsu-nafsu syaithaniyah. Pada materi ini peserta didik dikenalkan mengenai : (a) Perilaku/akhlak yang mulia (akhlakul karimah/mahmudah) seperti Al-amanah (setia, jujur, dapat dipercaya), al Sidqu (benar, jujur), al-Adl (adil), al-Afwu(pemaaf), al-Alifah (disenangi), al-Wafa (menepati janji), al-Haya (malu), ar-Rifqu (lemah lembut), aniisatun (bermuka manis). dan (b) Perilaku/akhlak yang tercela (akhlakul madzmumah) seperti al-Buhtan (dusta), ananiah (egois), al-Bahyu (melacur), alKhiyanah (khianat), az-Zulmu (aniaya), al-Ghibah (mengumpat), al-Hasd (dengki), al-Kufran (mengingkari nikmat), ar-Riya‟ (ingin dipuji), al-Namimah (adu domba) at-Takabur (sombong) dan sebagainya. 3. Pendidikan Jasmani

25

Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan, Bandung : PT Remaja Rosda Karya, Cet. I, 2005, hlm. 15-18

32

Rasulullah pernah memerintahkan kepada umatnya agar mengajarkan memanah, berenang, naik kuda dan bela diri kepada putra-putrinya. Ini merupakan perintah kepada kita agar mengajarkan pendidikan jasmani kepada anak-anak (peserta didik). Tentu hal ini dengan memperhatikan batasan umur, kemampuan, aurat dan memisahkan antara anak-anak lelaki dan anak-anak perempuan terutama ketika pelajaran berenang. Tujuan dari materi ini adalah agar anak didik memiliki jasmani yang sehat dan kuat, serta memiliki ketrampilan dasar seperti berlari, lompat dan renang. 4. Pendidikan Rasio Manusia dianugerahkan oleh Allah kelebihan, diantaranya berupa akal. Supaya akal ini dapat berkembang dengan baik maka perlu dilatih dengan teratur dan sesuai dengan umur atau kemampuan anak/peserta didik. Contoh materi ini adalah berupa pelajaran berhitung atau penyelesaian masalah (problem solving). Tujuan materi ini adalah agar peserta didik dapat menjadi cerdas dan dapat menyelesaikan permasalaan-permasalahan yang dihadapinya. 5. Pendidikan Kejiwaan / Hati Nurani Selain nafsu dan akal yang harus dilatih/dididik pada diri manusia adalah kejiwaan atau hati nuraninya. Pada materi ini peserta didik dilatih agar dapat membina hati nuraninya sehingga menjadi “tuan” dalam dirinya sendiri dan dapat menyuarakan kebenaran dalam keadaan apapun. Selain itu diharapkan agar peserta didik memiliki jiwa atau hati nurani yang kuat, sabar, dan tabah dalam menjalani kehidupan ini. 6. Pendidikan Sosial/Kemasyarakatan Sebagaimana diketahui bahwa manusia memiliki dua tugas hubungan yang harus dilakukan dalam hidupnya, yaitu hubungan dengan Allah (hablumminallah) berupa ibadah mahdlah dan hubungan dengan sesama manusia (hablumminannas) berupa ghairu mahdlah atau kemasyarakatan. Dalam materi pendidikan sosial ini anak/peserta didik dikenalkan mengenai hal-hal yang terdapat atau terjadi dalam masyarakat serta bagaimana cara hidup dalam masyarakat dengan tata cara yang Islami. Dengan materi ini diharapkan anak/peserta didik memiliki wawasan

33

kemasyarakatan dan mereka dapat hidup serta berperan aktif di masyarakatnya secara benar. 7. Pendidikan Seksual Pendidikan seksual disini berbeda dengan yang disuarakan secara makin gencar oleh orang-orang sekuler. Pendidikan seksual yang dimaksud disini adalah yang Islami dan sesuai dengan perkembangan usia serta mental peserta didik. Contoh pendidikan seksual dalam Islami misalnya dengan memisahkan tempat anak tidur dari kamar orang tua, memisahkan kamar tidur anak lelaki dan kamar tidur anak perempuan, mengenalkan dan menjelaskan perbedaan jenis kelamin anak, menjelaskan batas-batas pergaulan antara lelaki dan perempuan menurut Islam dan sebagainya. Ahmad Azhar Basyir (1987:6) menyebutkan cakupan akhlak meliputi semua aspek kehidupan manusia sesuai dengan kedudukannya sebagai makhluk individu, makhluk sosial, makhluk penghuni dan yang memperoleh bahan dari kehidupan dari alam serta sebagai makhluk ciptaan Allah. Adapun ruang lingkup akhlak adalah sebagai berikut26 : 1. Akhlak Terhadap Allah Swt a. Takut kepada Allah SWT Takut kepada Allah SWT merupakan ungkapan hati terhadap sesuatu yang tidak disukai yang akan terjadi di masa yang akan datang dan mengetahui sebab-sebab yang akan menimbulkan sesuatu yang tidak disukai itu. Maksudnya bahwa segala perbuatan manusia itu nantinya akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di akhirat. Maka hal seperti itulah yang menjadikan seseorang takut kepada Allah SWT. Takut kepada-Nya bukan berarti menjauh, akan tetapi sebaliknya harus berusaha dekat kepada-Nya dengan melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala yang menjadi larangan-Nya. Firman Allah SWT :

26

Ahmad Azhar Basyir, Filsafat Ibadah alam Islam, (Yogyakarta : BPFH UII, 1987), hlm.

6

34

            )٢٩ : ۸

      

“Hai orang-orang beriman, jika kamu bertaqwa kepada Allah, Kami akan memberikan kepadamu Furqaan. Dan kami akan jauhkan dirimu dari kesalahankesalahanmu, dan mengampuni (dosa-dosa)mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar tersebut”. Ayat diatas menjelaskan kepada setiap muslim agar jangan melebihkan dirinya dari orang lain, selain dari jasa-jasa baiknya atau takwa yang berarti budi kebaikannya kepada sesama manusia. Karena itu Rasulullah Saw tidak dapat menunjukkan selain dari itu, bahwa kemuliaan itu tetap berdasarkan kepada takwa semata-mata. Rasulullah Saw bersabda :

“Dari Ibnu Mas‟ud R.a, bahwasanya Nabi Saw berdoa : “Allahumma innii as-alukal-huda wat-tuqaa wal-„afaafa`` wal-ghinaa” “Wahai Allah, sesungguhnya saya mohon petunjuk, mohon agar selalu bertakwa, mohon terjaganya kehormatan diri dan mohon kekayaan kepada-Mu”.28 Hadits di atas merupakan doa yang demikian singkat yang di ajarkan oleh Rasulullah Saw, tetapi meliputi segala kepentingan hidup. Hidayah meliputi segala jalan ihtiar sehingga selamat dari kesesatan. Takwa berarti waspada dan hati-hati serta teliti. Kesopanan berarti menjaga kehormatan diri sehingga tidak terjerumus ke dalam lembah kerendahan. Kekayaan meliputi kekayaan hati maupun kekayaan harta. Keempat macam permintaan itu merupakan kebutuhan manusia yang tidak dapat ditinggalkan. 1. Taubat Taubat adalah kembali kejalan kebenaran atas dosa-dosa yang telah dilakukan. Taubat merupakan aktifitas menghapus dosa dengan cara menyesali dan memohon ampun dan berhenti dari kemaksiatan dan menutup dengan 27

Tim Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahnya, hlm.344

28

Drs. Muslich Shabir, MA, Tarjamah Riyadhus Shalihin I, Semarang : Karya Toha Putra, 2004, hlm. 53

35

perbuatan baik. Taubat tidak hanya cukup berhenti dari kemaksiatan tanpa menutupi dengan kebaikan. Menurut al-Qusyairi taubat adalah :

“Taubat adalah kembali dari sesuatu yang dicela oleh syara‟ menuju kepada sesuatu yang dipuji oleh syara‟.” Orang yang bertobat berarti telah menyadari bahwa perbuatannya merugikan orang lain. Rasulullah Saw bersabda :

“Dari Al Agharr bin Yasar Al-Muzanni ra berkata : Rasulullah Saw bersabda : “Wahai sekalian manusia, bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah dan mohonlah ampun kepada-Nya karena sesungguhnya saya bertaubat seratus kali setiap harinya” (HR. Muslim). 30 Hadits tersebut mengajarkan kepada umat Islam bahwa istighfar merupakan suatu alat yang terbaik untuk taqarrub (mendekat) kepada Allah SWT, sebab disitu ada pengertian pengakuan sebagai hamba yang lemah, disamping pengakuan terhadap kebesaran Allah SWT dan kekuasaan-Nya yang mutlak tidak terbatas. Imam Al Ghazali menyebutkan bahwa tingkatan orang yang bertobat ada empat : a. Orang yang bertobat dengan sebenar-benarnya, yakni dengan taubat nashuha; b. Orang yang bertaubat dengan meninggalkan dosa-dosa besar, namun masih sering melakukan dosa-dosa kecil, tetapi ia cepat menyadarinya dan kembali kepada Allah SWT. (AS An-Najm : 32) c. Orang yang bertaubat dan tidak akan mengulanginya lagi, tetapi ia tidak berdaya melawan hawa nafsunya untuk berbuat dosa. hlm. 44

29

Al-Qusyairi, al-Risalah al-Qusyairiyyah, Juz I, al-Bab al-Taubat, Maktabah syamilah,

30

Drs. Muslich Shabir, MA, Tarjamah Riyadhus Shalihin I , hlm. 10

36

d. Orang yang bertaubat, tetapi setelah itu ia berbuat dosa lagi dan tidak ada penyesalan dalam dirinya. Masih menurut al-Ghazali, proses taubat meliputi adanya pengetahuan (Ilm) kemudian muncul situasi atau kondisi kejiwaan dan perbuatan

“Ketahuilah bahwa taubat merupakan ungkapan tentang kualitas yang terdiri dari tiga hal yang berurutan, yaitu ilmu, hal(situasi kejiwaan), dan tindakan. Ilmu adalah yang pertama kali, hal yang kedua hal dan tindakan adalah yang ketiga. Yang pertama menyebabkan yang kedua dan yang kedua menyebabkan yang ketiga”.31 2. Akhlak Terhadap Rasulullah Saw Berakhlak terhadap Rasulullah berarti taat dan cinta kepadanya. Setiap muslim wajib untuk mentaati segala perintah dan larangan yang disampaikan oleh Nabi SAW. Mentaati dan mencintai Rasulullah Saw dapat dilakukan dengan cara : a. Mencintai dan memuliakan Rasul. Setiap orang yang beriman kepada Allah SWT tentulah harus mengakui Muhammad Saw sebagai Nabi dan Rasul yang terakhir (khatamul anbiyaa’a). b. Mengikuti Rasulullah Saw. Ini adalah salah satu bukti kecintaan seorang hamba kepada Alah SWT. Ketaatan kepada Rasulullah Saw bersifat mutlak, karena taat kepada beliau merupakan bagian taat kepada Allah. Apa saja yang datang dari Rasulullah Saw harus diterima, apa yang diperintahkannya harus diikuti dan apa yang dilarangnya harus ditinggalkan. Firman Allah SWT :

              

31

Abu Hamid al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Juz IV, Maktabah Usaha Keluarga Semarang,

hlm. 3

37

“Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.32 (Q.S. Ali Imran/3 : 31) c. Mengucapkan salawat dan salam. Allah SWT memerintahkan kepada orangorang yang beriman untuk mengucapkan shalawat dan salam kepada Nabi, bukan karena Nabi membutuhkannya. Sebab tanpa doa dari siapapun beliau sudah pasti akan selamat dan akan mendapatkan tempat yang paling mulia dan terhormat di sisi Allah SWT. Allah SWT berfirman :

              “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.”33 (Q.S. al-Ahzab/33 : 56) Selain membaca dalam ibadah salat, kita dianjurkan sebanyak mungkin mengucapkan shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad Saw dalam berbagai kesempatan, terutama sekali manakala mendengar nama beliau disebut. Nabi menilai orang yang benar-benar bakhil adalah orang yang tidak mau bershalawat kepada beliau manakala mendengar nama beliau disebut.

“Cukuplah orang mukmin itu kikir dimana saya disebut disisinya namun ia tidak membacakan salawat atasku” (H.R. Ibnu Majah)34 3 . Akhlak Terhadap Diri Sendiri Berakhlak terhadap diri sendiri berarti berbuat baik terhadap dirinya, ini berarti tidak mencelakakan atau menjerumuskan dirinya kedalam perbuatan dosa. Akhlak tersebut meliputi : a. Sabar

32

Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 99

33

Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 842

34

Al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, Jil.2, alih bahasa Drs. Moh. Zuhri, (Semarang : CV Asy Syifa, 2003), hlm. 416

38

Sabar berarti mengekang dan menahan diri dari segala sesuatu yang tidak disukai karena mengharap ridha Allah SWT. Menurut Imam al-Ghazali, sabar merupakan ciri khas manusia. Binatang dan malaikat tidak memerlukan sifat sabar. Macam-macam sabar antara lain : 1. Sabar menerima cobaan hidup 2. Sabar dari keinginan hawa nafsu 3. Sabar dalam taat kepada Allah SWT 4. Sabar dalam berdakwah 5. Sabar dalam berperang 6. Sabar dalam pergaulan b. Pemaaf Pemaaf adalah sikap lapang dada terhadap segala persoalan, baik yang menimpa dirinya maupun orang lain. Memberi maaf terlebih dahulu kepada orang lain memang dirasakan sangat berat, apalagi yang harus diberi maaf adalah orang yang pernah menyakiti. Tetapi jika kita sanggup melaksanakannya berarti kita telah mengikuti apa yang di ajarkan oleh Rasulullah Saw. Beliau selalu memaafkan orang-orang yang pernah menyakitinya bahkan mau membunuhnya. Allah SWT berfirman :

       “Jadilah engkau Pema'af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh35. (Q.S. al-A‟raff/7: 199)

                “Dan Balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, Maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik. Maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim”36.[Q.S. As-Syuura/42: 40] 35

Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,, 335

36

Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 976

39

c. Tawadhu‟ Artinya rendah hati. Orang yang rendah hati tidak memandang dirinya lebih dari orang lain. Rendah hati tidak sama dengan rendah diri, karena rendah diri berarti kehilangan kepercayaan diri. Meski dalam pelaksanaannya orang yang rendah hati terkadang cenderung merendahkan dirinya dihadapan orang lain, tetapi sikap tersebut bukan lahir dari rasa tidak percaya diri. Orang yang tawadhu‟ menyadari bahwa apa yang dia miliki, baik bentuk rupa yang cantik atau tampan, ilmu pengetahuan, harta kekayaan, maupun pangkat dan kedudukan dan sebagainya semua itu adalah karunia dari Allah SWT. Firman Allah SWT :

             “Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, Maka dari Allah-lah (datangnya), dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, Maka hanya kepada-Nyalah kamu meminta pertolongan”. d. Istiqamah Adalah sikap teguh dalam mempertahankan keimanan dan keislaman sekalipun menghadapi berbagai macam tantangan dan godaan. Istiqamah apabila dipandang

sekilas kelihatannya merupakan suatu hal yang remeh dan tidak

berarti. Maka jarang sekali orang yang menghayati dan mengamalkan isi dari istiqamah tersebut. Padahal sudah terbukti banyak orang yang bisa menghasilkan cita-cita mereka dengan melakukan istiqamah dan tabah dalam menanggulangi segala cobaan dan rintangan. Allah SWT berfirman :

                       “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah. Maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka Itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai Balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.”37 [Q.S. Al-Ahqaf/46 : 13-14]

37

Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 1015

40

“Dari „Abdillah bin Sufyan bin „Abdullah radhiyallahu anhu, ia berkata : " Aku telah berkata : „Wahai Rasulullah, katakanlah kepadaku tentang Islam, suatu perkataan yang aku tak akan dapat menanyakannya kepada seorang pun kecuali kepadamu‟. Bersabdalah Rasululloh Saw : „Katakanlah : Aku telah beriman kepada Allah, kemudian beristiqamalah kamu‟ “. d. Sidiq Sidiq artinya benar atau jujur. Seorang muslim diuntut untuk selalu berada dalam keadaan benar lahir batin, benar hati, benar perkataan, benar perbuatan. Antara hati dan perkataan haruslah sama, tidak boleh berbeda apalagi antara perkataan dan perbuatan. Rasulullah Saw memerintahkan setiap Muslim untuk selalu shidiq, karena shidiq membawa kepada kebaikan dan kebaikan akan mengantarkannya ke sorga. Sebaliknya beliau melarang untuk berbohong karena kebohongan akan mmembawa kepada kejahatan dan akan berakhir ke neraka. e. Disiplin Disiplin berarti taat kepada tata tertib. Disiplin adalah kepatuhan untuk menghormati dan melaksanakan suatu sistem yang mengharuskan orang untuk tunduk pada keputusan, perintah atau peraturan yang berlaku. Dalam kehidupan pribadi diperlukan tata tertib yang mengikat diri agar dapat memanfaatkan waktu yang ada sebaik mungkin. Dengan disiplin maka akan terbentuk sikap tanggung jawab dan menghindari sifat malas. Dalam ajaran Islam, banyak ayat Al-Qur‟an yang memerintahkan disiplin dalam arti ketaatan pada peraturan yang telah ditetapkan, salah satunya dalam Q.S. An-Nisa/4 : 59, Allah SWT berfirman :

41

                              “Hai

orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Q.S. An-Nisa/4 : 59)38 Disiplin waktu juga ditegaskan oleh Allah dalam firman-Nya :

    

    

 

     “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.”39(Q.S. Al-Ashr/103 : 1 – 3) 4. Akhlak Dalam Keluarga Keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama, tempat anak didik pertama-tama menerima pendidikan dan bimbingan dari orang tuanya atau anggota keluarga lainnya. Didalam keluarga inilah tempat meletakkan dasar-dasar kepribadian anak didik pada usia yang masih muda, karena pada usia-usia ini anak lebih peka terhadap pengaruh dari pendidiknya (orang tuanya dan anggota yang lain). Dalam ajaran Islam telah dinyatakan oleh Rasulullah saw dalam sabdanya :

38

Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 162

39

Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 1284

42

“.....dari Abi Hurairah r.a berkata, Rasulullah saw bersabda : Setiap anak dilahirkan ke dasar fitrah maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan dia yahudi, nasrani atau majusi, ....”(HR. At-Turmudzi). Dengan demikian orang tua memegang peranan yang sangat penting dalam membentuk kepribadian anak didik. Anak dilahirkan dalam keadaan suci, adalah menjadi tanggung jawab orang tua untuk mendidiknya (QS. At-Tahrim/66 : 6). Islam memberikan perhatian yang sangat besar terhadap pembinaan keluarga, perhatian yang sepadan dengan perhatiannya terhadap kehidupan individu dan kehidupan umat manusia secara keseluruhan. Demi terpeliharanya keluarga yang harmonis dan dapatnya unit terkecil dari suatu negara itu menjalankan fungsinya dengan baik. Islam melalui syariatnya menetapkan sekian banyak petunjuk dan peraturan.41 Petunjuk dan peraturan tersebut antara lain : a. Birrul Walidain Birrul Walidain berarti berbuat baik kepada kedua orang tua. Syariat Islam telah menempatkan posisi orang tua pada tempat yang istimewa sehingga berbuat baik kepada keduanya juga menempati posisi yang sangat mulia. Dan sebaliknya durhaka kepada orang tua akan menempati posisi yang sangat hina. Hal demikain karena mengingat jasa kedua orang tua yang sangat besar sekali dalam proses reproduksi dan regenerasi umat manusia. Allah SWT menciptakan manusia yang pertama kali (Nabi Adam as) dari tanah dan menciptakan pasangannya (hawa) dari tulang rusuk Adam, kemudian dari pertemuan Adam dan Hawa berkembanglah umat manusia (laki-laki dan perempuan). Begitulah Allah SWT seterusnya menciptakan sunnah-Nya tentang reproduksi dan regenerasi secara sah dan diridhai-Nya melalui hubungan suami istri antara seorang ibu dan bapak. Secara khusus Allah SWT juga mengingatkan betapa besar jasa dan perjuangan seorang ibu dalam mengandung, menyusui, merawat dan mendidik serta memelihara anaknya. Allah SWT berfirman : 40

303 .‫ الجزءالثالث صاحب المكتبت السلفيت بالمدينت المنورة ص‬2223 ‫رقم‬,‫سُنَن التزمذي وهوالجامع الصحيح‬

41

Dr. M. Quraish shihab, Membumikan Al-Qur’an, Bandung : Mizan, 1996, hlm. 253

43

                 “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu - bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu”42. [QS alLuqman/31 : 14]

         “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, ....”. 43 (QS. AnNisa/4 : 36) Kemudian bapak, sekalipun tidak ikut mengandung dan menyusui tetapi dia berperan yang besar dalam mencari nafkah, membimbing, membesarkan dan mendidik anaknya hingga mampu berdiri sendiri, bahkan sampai waktu yang tidak terbatas. Berdasarkan semuanya itu, tentulah sangat wajar, normal dan logis jika anak dituntut untuk berbuat kebaikan sebaik-baiknya terhadap kedua orang tuanya dan dilarang keras untuk mendurhakai keduanya.

                                       “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaikbaiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia[850]. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan 42

Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya,814

43

Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 155

44

ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil". (Q.S. An-Nisa/4 : 23-24)44 [850] Mengucapkan kata Ah kepada orang tua tidak dlbolehkan oleh agama apalagi mengucapkan kata-kata atau memperlakukan mereka dengan lebih kasar daripada itu.

b. Hak, Kewajiban dan kasih sayang suami istri Dalam keluarga seorang suami harus memperlakukan istrinya atas dasar cinta dan kasih sayang baik dengan ucapan, perbuatan dan penampilan yang indah serta bekerja sama dan memaafkan segala kesalahan. Suami diwajibkan menyediakan tempat tinggal yang layak sesuai dengan kemampuannya. Demikian juga seorang istri dilarang memberatkan suaminya. Istri harus dapat memelihara harta benda suaminya dan menjaga kehormatan dirinya serta rahasia rumah tangganya. Seorang suami harus memberikan kesempatan kepada istrinya untuk menambah pengalaman, ketrampilan dan membekali ilmu pengetahuan dan ketrampilan kepada anak-anaknya agar dapat hidup mandiri pada masa yang akan datang. Allah SWT berfirman :

                                            “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu, Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk

44

Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 542

45

menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha besar. [Q.S. AnNisa/4 : 34].45 Rasulullah Saw bersabda yang artinya : "Semua orang dari engkau sekalian itu adalah pemimpin dan semuanya saja akan ditanya perihal pimpinannya. Seorang amir - pemerintah - adalah pemimpin, orang lelaki juga pemimpin pada keluarga rumahnya, orang perempuan pun pemimpin pada rumah suaminya serta anaknya. Maka dari itu semua orang dari engkau sekalian itu adalah pemimpin dan semua saja akan ditanya perihal pimpinannya." (Muttafaq 'alaih)46 Sebenarnya tanggung jawab suami dan istri adalah sama – sama penting. Yang berbeda hanya macam dan jenisnya. Istri merupakan mitra kerja yang sejajar dengan suami, baik dikala menanggung susah maupun merasakan kegembiraan dalam keluarga. c. Kasih sayang dan tanggung jawab orang tua terhadap anak Anak adalah amanah yang harus di pertanggungjawabkan kepada Allah. Pada umumnya orang tua yang beragama Islam, telah memperkenalkan agama Islam sejak kecil, sebagai permulaannya adalah kalimat tauhid. Seperti yang di sebutkan pada sunah rasul saat bayi di lahirkan dari kandungan ibu ia diadzankan dan diiqamahkan. Lain dengan masyarakat disekitar kita kadang-kadang sering dijumpai mereka sedang mengajarkan lafal “Basmalah” atau “Alhamdulillah” pada anaknya yang berumur dua tahun. Kemudian apabila anak-anak tersebut sudah besar diajarkan tentang huruf hijaiyyah dari alif, ba, dan seterusnya hingga anak tersebut fasih dalam membaca kitab suci Al-Qur‟an, bahkan lebih dari itu di ajarkan pula tentang fiqih, mulai bersuci, sholat dan sebagainya, lalu di ajarkannya pada anak-anak tentang tauhid yaitu tentang 20 sifat wajib bagi Allah, dan mustahil bagi Allah. Dilain pihak anak diperkenalkan akhlak yang mahmudah dan madzmumah, dan juga berbakti pada orang tua termasuk ahlak terpuji, sehingga hukumnya wajib. Sebagai keluarga muslim maka selain tanggung jawab sebagai pendidik, maka bertambah lagi dengan menjaga anak agar menjadi muslim yang sholeh. 45

Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, 154

46

Al Imam An Nawawi, Tarjamah Riyadhus Shalihin, tt, Bab 35 hal 3,

46

Bagi keluarga muslim yang dituntut ialah adanya rasa wajib bertanggung jawab atas keagamaan anaknya, Allah berfirman:

                      Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikatmalaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan47. (QS.At-Tahrim/66 : 6) Dalam ayat ini orang muslim diwajibkan untuk memelihara keluarganya dari api neraka. Untuk dapat demikian tentulah harus dipelihara keagamaan dari pada sianak. Ayat ini menjadi asas daripada pendidikan agama dalam keluarga muslim. Rasa tanggung jawab orang tua untuk memaksakan keagamaan si anak. d. Silaturahmi dengan karib kerabat Silaturahmi berarti menghubungkan tali kasih sayang antara sesama anggota masyarakat. Tetapi silaturahmi yang kita maksudkan disini adalah hubungan kasih sayang yang terbatas pada hubungan dalam sebuah keluarga besar atau qarabah. Setiap muslim harus bersikap baik kepada orang tua, anak dan saudarasaudaranya.

         “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah yangMaha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang”. Memutuskan tali persaudaraan adalah dosa besar, rahmat tertolak baginya, berikut kawan-kawan terdekat dengannya. Oleh karena itu, setiap muslim wajib bertaubat dari pemutusan terhadap saudara / famili, istighfar dan secepatnya memperbaiki hubungan dengannya, agar memperoleh rahmat Allah, dan terhindar 47

Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 1148

48

Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 1148

47

dari api neraka. Adapun cara bersilaturahmi (menyambung persaudaraan) dapat dilakukan dengan cara (bagi yang familinya dekat) cukup dengan menghadiahi /memberi dan mengunjungi, jika tak mempunyai harta maka dapat memberikan tenaga, dan bagi keluarga yang jauh dapat dilakukan dengan saling menyurati, menelpon dan jika berkunjung lebih baik. 1. Hikmah bersilaturahmi : a.

Memperoleh ridho Allah, karena Dia yang memerintahkan

b.

Membuat mereka gembira

c.

Kesukaan para malaikat, karena mereka senang bersilaturahmi

d.

Pujian kaum muslimin kepadanya

e.

Memarahkan iblis terkutuk

f.

Memanjangkan usia

g.

Menambah barakah (cukup) rizkinya

h.

Memupuk kasih sayang diantara keluarganya /famili

i.

Menambah pahala sesudah matinya, karena selalu dikenang dan didoakan karena kebaikannya.

2. Fungsi keluarga Begitu pentingnya posisi keluarga dalam membangun masyarakat bangsa, maka keluarga harus didorong untuk mengembangkan fungsi sebagai berikut ; a. Fungsi agama Keluarga suatu wadah terkecil untuk mendidik. Mengajarkan serta mengimplemensikan ajaran-ajaran agama bagi kehidupan sehari-hari. Agama mengajarkan sebuah ketaatan dan ketundukan kepada yang maha pencipta, mengajarkan cara mengekpresikan penghambaan (ibadah) umat-Nya. Agama membuat pesan moral, aqidah, etika, estetika yang dengan jelas memaparkan apa hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan antar manusia , serta manusia dengan jagad raya. Agama menjamin jika para pemeluk agama konsisten dengan ajarannya dalam keseharian, maka masyarakat semajemuk apapun akan hidup selaras dan harmoni. b. Fungsi sosial budaya

48

Keluarga menjadi sentral sosialisasi dengan lingkungan dimana mereka tinggal. Mereka akan berbaur bahkan lebur dalam arus suatu budaya tertentu. Karenanya, keluarga harus menjadi tegar bagi pelestarian budaya luhur sekaligus menjadi filter bagi masuknya budaya aneh atau asing yang bisa menyebabkan disharmoni bagi kebudayaan dan peradaban nasional. c. Fungsi cinta kasih Dunia lahir karena cinta kasih. Begitulah dalam keluarga, antara ayah, ibu dan anak. Hanya memberi tak harap kembali, begitulah kasih orang tua terhadap anak yang diharapkan dapat menjadi landasan sosialisasi dengan lingkungan sehingga tidak akan muncul sikap beringas, brutal dan kekerasan lain. d. Fungsi perlindungan Jaminan bebas dari rasa takut

terhadap apapun, menjadi sebuah keluarga

maupun mengaktualisasikan potensi untuk memenuhi kebutuhan psigkologis, fisikologis maupun kebutuhan sosialogisnya e. Fungsi Pendidikan Pendidikan yang baik adalah keteladanan atas implementasi ajaran agama oleh orang tua kepada anak. Keteladanan yang diberikan sejak dini akan membangun basis perilaku positif yang menjadikan anak berkembang secara alamiah menjadi dirinya sendiri. Berat memang fungsi yang diemban keluarga, terlebih fungsi ini secara bersama-sama akan membawa misi kemasyarakatan bahkan misi kebangsaan. Hal ini tak terelakkan karena dari sanalah kehidupan berangkat, dari sana pulalah tata kehidupan dimulai.49 5. Akhlak Bermasyarakat Masyarakat adalah sebuah keluarga besar yang ada dalam sebuah komunitas yang didalamnya terdapat peraturan, norma ataupun adat yang tidak tertulis, yang mana semuanya itu sebagai etika hidup dalam masyarakat, sehingga individu masyarakat akan merasa damai dan tenteram menjalani kehidupannya. Yang 49

Zaini Ibrahim, Revitalisasi Fungsi Menuju Keluarga Sejahtera, Rindang, No.9. Th. XXIII (April, 1998), hlm. 36

49

menarik adalah dalam pola kehidupannya dimana unsur kekeluargaan, gotong royong, tolong menolong ataupun bantu membantu begitu hidup dan tumbuh berkembang dari generasi ke generasi. Dan realitas itu memang tak terbantahkan. Barangkali inilah kebenaran dari sebutan manusia selain sebagai makhluk individu juga sebagai makhluk sosial, yang mana dalam hidupnya saling memiliki nilai ketergantungan. 1. Kewajiban dengan masyarakat : a. Tiap individu menyadari dengan sepenuhnya bahwa dirinya adalah bagian dari masyarakat, sehingga dalam bertindak

harus dapat menghindari

benturan-benturan dengan masyarakat. b. Keluarga juga merupakan bagian dari masyarakat, untuk itu orang tua harus bisa memberi uswah khasanah pada anak-anaknya. c. Karena individu dan keluarga itu merupakan bagian dari masyarakat, sudah barang tentu merupakan suatu kewajiban untuk ikut memelihara masyarakat agar kehidupan masyarakat itu berlangsung dengan baik. d. Berpartisipasi

dalam

pengupayaan

dan

penghidupan

organisasi

kemasyarakatan. 2. Adat Masyarakat Dalam kehidupan bermasyarakat terdapat norma yang dianggap sebagai adat oleh masyarakat, antara lain : a. Bertamu dan menerima tamu Sebelum memasuki rumah tangga orang lain hendaklah yang bertamu memohon ijin dan memberi salam terlebih dahulu kepada penghuni rumah. Meminta ijin bisa dilakukan dengan kata-kata (salam), dengan mengetuk pintu, menekan tombol bel atau cara lain yang dikenal baik dalam masyarakat. Dianjurkan untuk tidak memasuki rumah yang bukan rumahnya sendiri sebelum mendapat ijin dari penghuninya. Allah SWT berfirman :

                        

50

                    “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang bukan rumahmu sebelum meminta izin dan memberi salam kepada penghuninya. yang demikian itu lebih baik bagimu, agar kamu (selalu) ingat. Jika kamu tidak menemui seorangpun didalamnya, Maka janganlah kamu masuk sebelum kamu mendapat izin. dan jika dikatakan kepadamu: "Kembali (saja)lah, Maka hendaklah kamu kembali. itu bersih bagimu dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.50(QS. An-Nuur/24 : 27-28) Menerima dan memuliakan tamu tanpa membeda-bedakan status sosial mereka adalah salah satu sifat yang sangat dianjurkan dalam Islam. Rasulullah saw bersabda :

“Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi saw, beliau bersabda : Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tamunya. Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia menyambung tali persahabatan, dan Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata yang baik-baik saja atau hendaklah ia diam saja.”51 (HR. Bukhori - Muslim). Memuliakan tamu dapat dilakukan dengan menyambut kedatangannya dengan muka yang manis dan tutur kata yang lemah lembut, mempersilahkannya duduk ditempat yang baik dan jika ada dihidangkan minuman dan makanan sekedarnya. b. Hubungan baik dengan tetangga Sebagai makhluk sosial kita hidup dimasyarakat sudah pasti bertetangga. Allah SWT memerintahkan kita untuk berbuat baik kepada tetangga. Firman Allah : 50

Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 690

51

Drs. Muslih Shabir, MA, Tarjamah Riyadhus Shalihin, hlm. 359

51

                                  “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anakanak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh[294], dan teman sejawat, Ibnu sabil[295] dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.52 [294] Dekat dan jauh di sini ada yang mengartikan dengan tempat, hubungan kekeluargaan, dan ada pula antara yang Muslim dan yang bukan Muslim. [295] Ibnus sabil ialah orang yang dalam perjalanan yang bukan ma'shiat yang kehabisan bekal. Termasuk juga anak yang tidak diketahui ibu bapaknya.

Seorang

muslim

harus

peduli

dan

memperhatikan

tetangganya.

Mengulurkan tangan untuk membantu mengatasi kesulitan hidup yang dihadapi oleh tetangganya. Jangan sampai terjadi seseorang dapat tidur dengan nyenyak sementara tetangganya menangis kelaparan. Firman Allah :

     “..... dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, ....”.53 c. Hubungan baik dengan masyarakat Selain dengan tamu dan tetangga, seorang muslim juga harus dapat berhubungan baik dengan masyarakat yang lebih luas, baik dilingkungan pendidikan, kerja, sosial dan lingkungan lainnya. Baik dengan orang-orang yang seagama maupun dengan pemeluk agama lain. Dalam hubungannya dengan masyarakat non muslim, Islam mengajarkan kepada kita untuk toleransi, yakni menghormati keyakinan umat lain tanpa berusaha memaksakan keyakinan kita kepada mereka. Toleransi bukanlah berarti mengakui kebenaran agama mereka, tapi hanya sebatas mengakui keberadaan agama mereka. Toleransi bukan berarti 52

Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 155-156

53

Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 200

52

kompromi dalam berkeyakinan dan beribadah. Keyakinan dan ibadah dilakukan sesuai dengan agama masing-masing. Allah SWT berfirman :

    “Untukmu

agamamu, dan untukkulagh, aamaku."54 (Q.S. al-Kafirun/109 : 6)

D. Metode Pendidikan Akhlak Berkaitan dengan pendidikan akhlak, ada beberapa metode yang dapat digunakan55 : 1. Metode Ceramah Yaitu penerangan dan penuturan secara lisan oleh guru terhadap anak didik dikelas. Dengan kata lain dapat pula dikatakan bahwa metode ceramah atau lecturing

itu adalah suatu cara penyajian informasi melalui penerangan dan

penuturan secara lisan oleh guru terhadap siswanya. 2. Metode Keteladanan (Uswah Hasanah) Melalui metode ini orang tua atau pendidik dapat memberi contoh atau teladan bagaimana cara berbicara, bersikap, beribadah dan sebagainya. Maka anak atau peserta didik dapat melihat, menyaksikan dan meyakini cara sebenarnya sehingga dapat melaksanakannya dengan lebih baik dan lebih mudah. Firman Allah SWT :

                 “Sesungguhnya

telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (Q.S. al-Ahzab/33 : 21)56 3. Metode Pembiasaan 54

Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 1291

55

www.pusatpanduan.com/pdf/ metode-metode. diakses tgl 31 Mei 2011, 02.00 – 03.30

AM 56

Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 832

53

Metode pembiasaan dilakukan secara bertahap. Dalam hal ini termasuk mengubah kebiasaan-kebiasaan negatif menjadi kebiasaan atau perilaku positif. Dalam upaya menciptakan kebiasaan yang baik / positif ini dapat dilakukan dengan dua cara, antara lain ditempuh dengan proses bimbingan dan latihan serta dengan cara mengkaji aturan-aturan Tuhan yang terdapat dialam raya yang bentuknya amat teratur. Pembiasaan yang baik sangat penting bagi pembentukan watak anak atau peserta didik dan juga akan terus berpengaruh pada anak itu sampai hari tuanya. Menanamkan pembiasaan pada anak-anak terkadang sukar dan memakan waktu lama. Akan tetapi segala sesuatu yang telah menjadi kebiasaan akan sukar pula diubah. Maka dari itu, lebih baik menjaga anak-anak atau peserta didik supaya mempunyai kebiasaan-kebiasaan yang baik daripada terlanjur memiliki kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik. 4. Metode Nasihat Metode inilah yang sering digunakan oleh orang tua atau pendidik terhadap anak atau peserta didik dalam proses pendidikannya. Memberi nasihat tentang kebaikan sebenarnya menjadi kewajiban setiap muslim, seperti tertera dalam surat al-Ashr :

         “kecuali orang-orang yang beriman da mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”57. 5. Metode Kisah atau Cerita Adalah suatu cara dalam menyampaikan materi pelajaran dengan menuturkan secara kronologis bagaimana terjadinya suatu hal, baik yang sebenarnya ataupun yang rekaan saja. Adapun tujuan yang diharapkan melalui metode ini adalah : agar anak atau peserta didik dapat memetik hikmah dan mengambil pelajaran dari kisah-kisah yang disampaikan. 6. Metode pemberian hadiah dan Hukuman

57

Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 1284

54

Metode pemberian hadiah atau reward ini tujuannya memberikan apresiasi kepada peserta didik karena telah melakukan tugas dengan baik dan hadiah yang diberikan tidak harus berupa materi. Sedangkan hukuman dimaksudkan untuk memberi efek jera kepada peserta didik agar tidak mengulangi kesalahan-kesalahannya lagi. Agama Islam memberikan arahan dalam memberi hukuman terhadap anak atau peserta didik dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a. Jangan menghukum ketika marah, karena ketika marah akan lebih bersifat emosional yang dipengaruhi nafsu syaithaniyah b. Jangan sampai menyakiti perasaan dan harga diri anak atau orang yang dihukum c. Jangan sampai merendahkan derajat dan martabat, misalnya dengan menghina dan memaki didepan umum d. Jangan menyakiti secara fisik e. Bertujuan merubah perilaku yang kurang baik atau tidak baik menjadi perilaku yang terpuji.

______________________

55

BAB IV ANALISA MATERI PENDIDIKAN AKHLAK ANAK DIDIK MENURUT PERSPEKTIF ISLAM

A. Proses Pendidikan Akhlak Sesuai dengan tujuan pendidikan akhlak adalah untuk menyiapkan manusia (peserta didik) agar memiliki sikap dan perilaku yang terpuji baik ditinjau dari segi norma-norma agama maupun norma-norma sopan santun, adat istiadat dan tata krama yang berlaku di masyarakat dalam perilaku sehari-hari dalam konteks sosio-kulural yang berbhineka sepanjang hayat, maka diperlukan adanya sarana yang menunjang proses pendidikan akhlak. Sarana untuk menyampaikan pendidikan akhlak bisa ditempuh melalui beberapa cara yaitu (a) memanfaatkan substansi dan praksis mata pelajaran yang relevan, (b) memanfaatkan tatanan dan iklim sosial budaya dunia pendidikan yang sengaja dikembangkan sebagai lingkungan pendidikan yang memancarkan akhlak/moral luhur dan (c) memanfaatkan media massa dan lingkungan masyarakat secara selektif dan adaftif. Ada beberapa macam proses pendidikan untuk membentuk akhlak yang baik;1 a. Melalui Pemahaman (ilmu) Pemahaman ini dilakukan dengan cara menginformasikan tentang hakikat dan nilai-nilai kebaikan yang terkandung didalam obyek itu. Sebagai contoh, taubat adalah obyek akhlak, oleh karena taubat dengan segala hakikat dan nilainilai kebaikannya harus diberikan kepada si penerima pesan, bisa anak didik, santri bahkan diri sendiri. Si penerima pesan selalu diberi pemahaman tentang obyek itu sehingga ia benar-benar memahami dan meyakini bahwa obyek itu benar-benar berharga dan bernilai dalam kehidupannya baik didunia maupun akhirat. Penjelasan tersebut sesuai dengan teori pembentukan sikap yakni bahwa sikap itu muncul melalui proses kognisi (ilmu), afeksi (hal/ahwal) dan konasi 1

Nasirudin, M.Ag, Pendidikan Tasawuf, hlm. 36-41

56

(amal). Kognisi berarti pengetahuan atau keyakinan seseorang terhadap sesuatu. Afeksi berarti perasaan batin (perasaan suka atau tidak suka) terhadap obyek akhlak dan konasi berarti kecenderungan seseorang untuk melakukan atau bertindak terhadap sesuatu itu. Proses pemahaman itu berupa pengetahuan dan informasi tentang betapa pentingnya akhlak mulia dan betapa besarnya kerusakan yang akan timbul akibat akhlak yang buruk. Pemahaman berfungsi memberikan landasan logis teoritis mengapa seseorang harus berakhlak mulia dan harus menghindari akhlak tercela. Dengan pemahaman seseorang menjadi tahu, insaf dan terdorong untuk senantiasa berakhlak mulia. Pemahaman dapat bersumber dari al-Qur’an, Sunnah maupun pernyataan-pernyataan etis dari orang salih. Proses pemahaman ini bisa dilakukan sendiri maupun oleh orang lain seperti guru, kyai, ustad, orang tua dan orangorang yang merasa bertanggung jawab untuk membentuk akhlak yang mulia. Proses pemahaman melalui orang lain dapat dilakukan melalui proses pengajaran dengan berbagai metode seperti ceramah, cerita, diskusi, nasehat, penugasan dan lain sebagainya. Firman Allah :

          

“Dan

(ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu): "Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan jangan kamu menyembunyikannya...," .2(QS. Ali Imran/3:187) b. Melalui Pembiasaan (amal) Proses pembiasaan menekankan pada pengalaman langsung. Pembiasaan berfungsi sebagai : 1. Penguat terhadap obyek pemahaman yang telah masuk kedalam hatinya yakni sudah disenangi disukai dan diminati serta sudah menjadi kecenderungan bertindak.

2

Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahnya, hlm. 137

57

2. Perekat antara tindakan akhlak dan diri seseorang. Semakin lama seseorang mengalami suatu tindakan maka tindakan itu akan semakin rekat dan akhirnya menjadi sesuatu yang tak terpisahkan dari diri dan kehidupannya dan akhirnya tindakan itu menjadi akhlak. 3. Penjaga akhlak yang sudah melekat pada diri seseorang. Semakin tindakan akhlak itu dilaksanakan secara terus menerus maka akhlak yang sudah melekat itu akan semakin terjaga. Pembiasaan sangat diperlukan dalam pembentukan akhlak karena hati seseorang sering berubah-ubah meskipun kelihatannya tindakan itu sudah menyatu dengan dirinya. Lingkungan pendidikan dapat menerapkan proses pembiasaaan melalui penerapan aturan-aturan tertentu, misalnya lembaga pendidikan mewajibkan peserta didik perempuannya untuk menutup aurat dalam proses belajar mengajar. Keluarga menetapkan aturan bahwa TV tidak boleh dihidupkan antara waktu maghrib dan isya’. Begitu juga seseorang dapat membuat aturan sendiri

c. Melalui Teladan yang Baik (Uswah Hasanah) Uswatun hasanah merupakan pendukung terbentuknya akhlak mulia. Uswataun hasanah lebih mengena apabila muncul dari orang-orang terdekat. Guru menjadi contoh bagi murid-muridnya, orang tua menjadi contoh yang baik bagi anak-anaknya, kyai menjadi contoh yang baik bagi santrinya, atasan menjadi contoh yang baik bagi bawahannya. Tingkah laku perbuatan Rasulullah saw merupakan contoh yang baik bagi umatnya, sebagaimana firman Allah :

                 “Sesungguhnya

telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.”3 (QS. Al-Ahzab/33 : 21)

3

Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahnya, hlm. 832

58

Dalam ayat diatas jelas berisi anjuran dan perintah agar orang tua, guru, kyai, dan pemimpin tidak hanya memberi contoh tapi yang terpenting adalah menjadi contoh (uswatun hasanah). Contoh yang baik dan lingkungan yang baik akan lebih mendukung seseorang untuk menentukan pilihan akhlak yang baik. Demikian juga dengan contoh baik yang ada disuatu lingkungan akan semakin meyakinkan seseorang untuk senantiasa berada pada nilai-nilai baik yang diyakininya itu. Ketiga proses tersebut tidak boleh dipisah-pisahkan, karena proses yang satu akan memperkuat proses yang lain. Pembentukan akhlak yang hanya menggunakan proses pemahaman tanpa pembiasaan dan uswatun hasanah akan bersifat verbalistik dan teoritik. Proses pembiasaan tanpa pemahaman hanya akan menjadikan manusia-manusia seperti robot yakni berbuat tanpa memahami makna. Akhlak yang hanya dihasilkan oleh proses seperti ini akan mudah roboh. Demikian juga, pembentukan akhlak yang tanpa didukung oleh teladan orangorang terdekat akan berjalan lamban.

B. Interaksi Materi Pendidikan Akhlak Dilingkungan Keluarga, Sekolah Dan Masyarakat 1. Pendidikan Akhlak Dalam Keluarga Semua ajaran Islam bermuara pada akhlak. Syariat menggariskan tingkah laku perbuatan yang bernilai akhlak. Dengan perintah-perintahnya syariat membina akhlak yang positif dan dengan larangan-larangannya syariat menjauhkan nilai negatif dari akhlak. Pendidikan Islam (akhlak ) dalam keluarga sangat besar pengaruhnya terhadap kepribadian anak didik, karena itu suasana pendidikan yang dialaminya pertama-tama akan selalu menjadi kenangan sepanjang hidupnya. Orang tua memegang peranan penting dalam membentuk kepribadian akhlak anak

didik. Anak dilahirkan dalam keadaan suci, adalah

menjadi tanggung jawab orang tua untuk mendidiknya (QS. 66 : 6). Disinilah letak tanggung jawab orang tua untuk mendidik anak-anaknya, karena anak adalah amanat Allah yang diberikan kepada kedua orang tua yang kelak akan diminta pertanggungjawaban atas pendidikan anak-anaknya. Kewajiban orang tua untuk

59

mendidik anak-anaknya dalam hal pendidikan agama dan pendidikan umum termasuk didalamnya pendidikan ketrampilan agar kelak anak-anak itu dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. 4 Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an :

              “Dan

di antara mereka ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka"5 (QS. Al-Baqarah/2 : 201) 2. Pendidikan Akhlak di Lingkungan Sekolah Sekolah adalah lembaga pendidikan yang penting sesudah keluarga, karena makin besar kebutuhan anak, maka orang tua menyerahkan tanggung jawabnya sebagian kepada lembaga sekolah. Sekolah berfungsi sebagai pembantu keluarga dalam mendidik anak, memberikan pendidikan dan pengajaran kepada anak-anak mengenai apa yang tidak dapat atau tidak ada kesempatan orang tua untuk memberikan pendidikan dan pengajaran dalam keluarga. Pendidikan budi pekerti (akhlak) dan keagamaan yang diselenggarakan disekolah-sekolah haruslah merupakan kelanjutan, setidak-tidaknya jangan bertentangan dengan apa yang diberikan dalam keluarga. Pendidikan kearah pemilikan akhlak yang luhur untuk para siswa merupakan tanggung jawab semua guru. Oleh karena itu, pembinaannya pun harus oleh semua guru. Dengan demikian kurang tepat jika dikatakan bahwa mendidik para siswa agar memiliki akhlak luhur hanya tanggung jawab guru mata pelajaran tertentu, misalnya guru PPKn atau guru agama saja. Walaupun dapat dimengerti bahwa porsi yang dominan untuk mengajarkan (pelajaran akhlak) adalah guru yang relevan dengan pelajaran tersebut. Guru adalah pendidik profesional, karenanya secara implisit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan yang terpikul dipundak para orang tua. Agama Islam sangat menghargai orang4

Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, hlm. 178

5

Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahnya, hlm. 60

60

orang yang berilmu pengetahuan (guru/ulama), sehingga hanya mereka sajalah yang pantas mencapai taraf ketinggian dan keutuhan hidup. Firman Allah :

         “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orangorang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.6(Q.S. Al-Mujadilah/58 : 11)

Untuk menjadi seorang guru yang dapat mempengaruhi anak didik ke arah kebahagiaan dunia dan akhirat sesungguhnya tidaklah ringan, artinya ada syarat syarat yang harus dipenuhi. Adapun syarat - syarat untuk menjadi guru antara lain7 : Takwa kepada Allah, berilmu, sehat jasmani, baik akhlaknya, bertanggung jawab dan berjiwa nasional. Yang dimaksud akhlak yang baik dalam Pendidikan Islam adalah akhlak yang sesuai dengan ajaran Islam, seperti dicontohkan oleh pendidik utama, Muhammad saw, diantara akhlak guru tersebut adalah : a. Mencintai jabatannya sebagai guru b. Bersikap adil terhadap semua muridnya c. Berlaku sabar dan tenang d. Guru harus wibawa e. Guru harus gembira f. Guru harus bersifat manusiawi g. Bekerja sama dengan guru-guru lain h. Bekerja sama dengan masyarakat Mengenai tugas guru, ahli-ahli pendidikan Islam juga ahli pendidikan barat telah sepakat bahwa tugas guru adalah mendidik. Dalam literatur yang ditulis oleh para ahli pendidikan Islam, tugas guru memiliki peran yang strategis dalam rangka meningkatkan kemampuan (kognisi, afeksi dan motorik) anak didik. Selain itu juga guru berupaya mengarahkan anak didik untuk menuju manusia paripurna. Diantara tugas guru antara lain : a. Guru harus mengetahui karakter seorang murid; b. Guru harus selalu berusaha meningkatkan keahliannya; 6

Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahnya, hlm. 1112

7

Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, hlm. 41- 44

61

c. Guru harus mampu

mengantarkan

anak didik kearah pembentukan

moral/akhlak mulia. Ketiga tugas guru ini, merupakan sebagian dari beberapa tugas pokok seorang guru. Namun begitu, ketiganya dianggap mewakili dari sekian jumlah tugas guru. Untuk itu seorang guru perlu dibantu dengan kekuatan dirinya sendiri dalam upaya menolong anak didiknya menjadi manusia yang mampu mengamalkan nilai-nilai normatif dalam lingkungannya. Dalam hal ini semua guru harus menjadi sosok teladan yang berwibawa bagi para siswanya. Perlu dimengerti bahwa pendidikan akhlak menghendaki keterpaduan dalam pembelajaran dengan semua mata pelajaran. Pendidikan akhlak diintegrasikan kedalam semua mata pelajaran, dengan demikian akan menghindarkan adanya mata pelajaran baru, alat indoktrinasi, media penyaluran kepentingan dan pelajaran hafalan yang membosankan dan menjemukan.

3. Pendidikan Akhlak di Lingkungan Masyarakat Proses pertumbuhan dan perkembangan seseorang bermula dari keluarga, kemudian ditambah dan dilengkapi dengan pendidikan dan pengajaran disekolah yang selanjutnya dimantapkan oleh masyarakat yang selaras dengan sesuatu yang diperolehnya dalam lingkungan keluarga dan sekolah. Proses ini jelas merupakan suatu proses yang saling mempengaruhi dalam dunia pendidikan. Terhadap pendidikan anak-anak, masyarakat mempunyai pengaruh yang sangat besar. Masyarakat turut serta memikul tanggung jawab pendidikan. Secara sederhana masyarakat dapat diartikan sebagai kumpulan individu dan kelompok yang diikat oleh kesatuan negara, kebudayaan dan agama. Pemimpin dan penguasa dari masyarakat ikut bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pendidikan. Sebab tanggung jawab pendidikan

pada hakikatnya merupakan

tanggung jawab moral dari setiap orang dewasa baik sebagai perseorangan maupun sebagai kelompok sosial. Tanggung jawab ini ditinjau dari segi ajaran Islam, secara implisit mengandung pola tanggung jawab pendidikan.

62

Prof. Dr. Oemar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibany 8 mengemukakan sebagai berikut: Diantara ulama-ulama mutakhir yang telah menyentuh persoalan tanggung jawab adalah Abbas Mahmud Al-Akkad yang menganggap rasa tanggung jawab sebagai salah satu ciri pokok bagi manusia pada pengertian Al-Qur’an dan Islam, sehingga dapat ditafsirkan manusia sebagai : “Makhluk yang bertanggung jawab”. Firman Allah :

     tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya. 9 (QS. AthThur/52 : 21) “...

Sekalipun Islam menekankan tanggung jawab perseorangan dan pribadi bagi manusia dan menganggapnya sebagai asas, ia tidaklah mengabaikan tanggung jawab sosial yang menjadikan masyarakat sebagai masyarakat solidaritas, berpadu dan bekerja sama membina dan mempertahankan kebaikan. Semua anggota masyarakat memikul tanggung jawab membina, memakmurkan, memperbaiki, mengajak kepada kebaikan, memerintahkan yang makruf, melarang yang mungkar dimana tangung jawab manusia melebihi perbuatan-perbuatannya dan maksud-maksudnya, sehingga mencakup masyarakat tempat ia hidup dan alam sekitar yang mengelilinginya. Islam tidak membebaskan manusia dari tanggung jawab tentang apa yang berlaku pada masyarakatnya dan apa yang terjadi disekelilingnya atau terjadi dari orang lain. Terutama jika orang lain itu termasuk orang yang berada dibawah perintah dan pengawasannya seperti istri, anak dan lain-lain. Firman Allah :

               8

Oemar Mohammad Al-Toumy Al-syaibany, Falsafah Pendidikan Islam, alih Bahasa

Hasan Langgulung, (Jakarta : Bulan Bintang, 1979), hlm. 381-390 9

Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahnya, hlm. 1061

63

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.10(Q.S. Ali Imran/3 : 104)

                         “Kamu

adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”.11 (Q.S. Ali Imran/3 : 110)

                           “Dan

orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana12.(Q.S. At-Taubah/9 : 71) Dengan demikian jelaslah bahwa tanggung jawab dalam Islam bersifat perseorangan dan sosial sekaligus. Selanjutnya siapa yang memiliki syarat-syarat ini tidak hanya bertangung jawab terhadap perbuatannya dan perbaikan dirinya (akhlak), tetapi juga bertanggung jawab terhadap perbuatan orang-orang yang berada

dibawah

perintah,

pengawasan,

tanggungannya

dan

perbaikan

masyarakatnya. Ini berlaku atas diri pribadi, istri, bapak, guru, golongan, lembaga-lembaga pendidikan dan pemerintah. _________________________ 10

Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahnya, hlm. 116

11

Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahnya, hlm. 117

12

Tim Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahnya, hlm. 378

64

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan dari uraian di atas, maka konsep materi pendidikan akhlak anak didik dalam perspektif Islam dapat disimpulkan sebagai berikut : 1.

Pendidikan akhlak merupakan suatu proses mendidik, memelihara, membentuk dan memberikan latihan mengenai akhlak dan kecerdasan berpikir baik yang bersifat formal maupun informal yang didasarkan pada ajaran-ajaran Islam. Dan pada sistem pendidikan Islam ini khusus memberikan pendidikan tentang akhlak dan moral yang bagaimana yang seharusnya dimiliki oleh seorang muslim agar dapat mencerminkan kepribadian seorang muslim.

2.

Pendidikan akhlak mencakup tujuan dan materi. Adapun tujuan dari pendidikan akhlak adalah menyiapkan manusia (peserta didik) agar memiliki sikap dan perilaku yang terpuji menurut norma-norma agama maupun norma-norma sopan santun atau adat istiadat yang berlaku dimasyarakat atau dengan kata lain agar setiap orang berbudi pekerti / berakhlak mulia, bertingkah laku yang baik sesuai dengan ajaran Islam. Sedangkan materi dari pendidikan akhlak (Islam) secara umum meliputi pendidikan keimanan, pendidikan moral/akhlak, pendidikan fisik/jasmani, pendidikan rasio/akal, pendidikan kejiwaan dan pendidikan seksual. Adapun secara khusus meliputi akhlak terhadap Allah, akhlak terhadap Rasulullah Saw, akhlak terhadap diri sendiri, akhlak dalam keluarga, dan akhlak bermasyarakat. Jadi tujuan dan materi dalam pendidikan akhlak adalah semata-mata untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan dunia dan akhirat. Metode yang digunakan dalam pendidikan akhlak meliputi metode ceramah, metode keteladanan/ uswah hasanah, pembiasaan, nasihat, kisah/cerita dan metode pemberian hadiah dan hukuman.

65

B. Kata Penutup

Segala puji bagi Allahyang telah memberikan petunjuk bagi penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa penulisan ini jauh dari sempurna. Hal ini karena keterbatasan penulis sehingga terdapat kekurangankekurangan, maka dari itu penulis sangat membutuhkan kritik dan saran yang kontraktif guna lebih sempurnanya skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya juga pembaca pada umumnya. Selanjutnya penulis menyadari dengan sepenuhnya bahwa tanpa bantun dari semua pihak yang terkait, rasanya sulit skripsi ini terselesaikan. Oleh karenanya penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini. Semoga amal kebaikannya menjadi pahala disisi Allah SWT. Amin

Penulis

66

3.

Pendidikan menurut bahasa adalah mendidik, melatih, memelihara dan membimbing. Sedangkan pendidikan menurut istilah adalah pendidikan kita artikan sebagai latihan mental, moral dan fisik yang menghasilkan manusia berbudaya tinggi untuk melaksanakan tugas kewajiban dan tanggung jawab dalam masyarakat selaku hamba Allah, maka pendidikann berarti menunbuhkan personalitas (kepribadian) serta menanamkan tanggung jawab.

4.

Akhlak menurut bahasa berasal dari bahasa arab yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Menurut pengertian sehari-hari umumnya akhlak itu disamakan dengan budi pekerti, kesusilaan, sopan santun. Sedangkan akhlak menurut istilah adalah kehendak jiwa manusia yang menimbulkan pernbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu. Atau akhlak adalah suatu kekuatan dalam kehendak yang mantap, kekuatan dan kehendak mana berkombinasi membawa kecenderungan pada pemilihan pihak yang benar (dalam hal akhlak yang baik) atau pihak yang jahat (dalam hal pihak yang jahat).

5.

Sesuatu yang dikatakan baik apabila ia memberikan kesenangan, kepuasan, kenikmatan, sesuai dengan yang diharapkan. Sedangkan buruk apa yang dinilai tidak menyenangkan dan tidak memberikan kepuasan karena tidak sesuai dengan yang diharapkan, sehingga ini dinilai negatif oleh orang lain.

6.

Dalam rangka mensosialisakan nilai-nilai luhur Islam, dalam praktek pendidikan diperlukan nilai-nilai akhlak dan melibatkan pada operasional nilai-nilai tersebut. Pendidikan Islam yang mengutamakan pendidikan akhlak tidak hanya berfungsi sebagai sarana untuk memtransformasi ilmu pengetahuan secara akademik lewat jalur pendidikan formal, akan tetapi

67

pada dasarnya merupakan sebuah institusi soaial, fungsi pendidikannya secara ideal menjadi fungsi budaya untuk melestarikan dan mengembankan sistem nilai masyarakatnya sebagai suatu organized intelegence. Maka pendidikan akhlak menjadi centrum dari berbagai kecerdasan yang diorganisasi untuk menyelengarakan sebuah lingkungan masyarakat yang beradab. Karenanya diskursus tentang pendidikan akhlak, harus diangkat dari penelaahan konsep dan hakikat manusia. 7.

Setiap guru mengajar tentunya harus membelajarkan siswanya sesuai dengan tujuan utuh pendidikan. Tuijuan utuh pendidikan jauh lebih luas dari misi pengajran yang dikemas dalam tujuan khusus pendidikan.

8.

Metode-metode yang digunakan dalm proses pendidikan akhlak antara lain adalah metode ceramah, metode keteladanan (uswah hasanah), metode pembiasaan metode nasihat, metode kisah atau cerita dan metode pemberian hadiah atau hukuman.

Penulis

68

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Achmadi, Abu, Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, Bandung : CV Pustaka Setia, 1997 Amin, Ahmad, Etika (Ilmu Aklak), Jakarta : Bulan Bintang, 1975 al-Attas, Muhammad Naquib, Konsep Pendidikan Dalam Islam, Bandung : Mizan, 1988 al-Ghazali, Abu Hamid, Ihya’ Ulumuddin, Juz III, Usaha Keluarga Semarang, tt ------, Ihya’ Ulumuddin, Juz IV, Semarang, Maktabah Usaha Keluaga, tt Al-Qusyairi, al-Risalah al-Qusyairiyyah, al-Bab al-Taubat, Juz I, Maktabah Syamila, tt al-Toumy as-Syaibany, Oemar Muhammad, Falsafah Pendidikan Islam, alih bahasa Dr. Hasan Langgulung, Jakarta : Bulan Bintang, 1979 at-Tirmidzy, Sunan, Al-Jami’us shahih, Juz III, Maktabah Salafiyyah, Madinah alMunawarah, tt An-Nawawi, al-Imam, Tarjamah Riyadhus Shalihin, Bab XXXV, ttp, tt Basyir, Ahmad Azhar, Filsafat Ibadah Dalam Islam, Yogyakarta : BPFH UII, 1987 Bahreisy,Salim, Tarjamah Riyadhus shalihin I, Bandung : PT Al Ma’arif, 1986 Daradjat, Zakiah, Metodologi Pengajaran Agama, Yogyakarta : Indra Buana, 1999 Tim Departemen Agama RI, , Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta : Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an, 1984 ------, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang : PT Karya Toha Putra, 1988 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 1997 Hasan, Ali M, Tuntunan Akhlak, Jakarta : Bulan Bintang, 1982 Hawwa, Said, Tarkiyatun Nafs Inti sari Ihya’ Ulumuddin, Terj. Tim Kuwais, Jakarta : Darus Salam, 2005

Ibrahim, Zaini, Revitalisasi Fungsi Menuju Keluarga sejahtera, Rindang, No. 9 Tahun XXIII, 1998 Ilyas, Yunahar H, Kuliah Akhlak, Cet. IX, Yogyakarta : Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Ilmu (LPPI), Pustaka Pelajar Offset, Desember 2007 Jalaludin, Teologi Pendidikan, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2003 Mahjudin, Kuliah Akhlak - Tasawuf, Jakarta : Kalam Mulia, 1991 Mahmud, Ali Abdul Halim, Tarbiyah Khuluqiyah, Solo : Insani Press, Cet.III, 2003 Marimba, Ahmad D, Pengantar Filsafat Islam, Bandung : PT Al Ma’arif, 1989 Maskawaih, Ibnu, Tahdzib al-Akhlaq, Bab I, Maktabah Syamila, tt Muchtar, Heri Jauhari, Fikih Pendidikan, Bandung : PT Temaja Rosda Karya, 2005 Mujib, Abdul, Muhaimin, , Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung : Trigenda Karya, 1993 Nashih Ulwan, Abdullah, Pedoman Pendidikan Akhlak Dalam Islam, Jil.I, Semarang : CV Asyifa, 1988 Nasirudin, Pendidikan Tasawuf, Semarang, Rasail Media Group, 2009 Permendiknas, Lampiran No. 22 Tahun 2006, Standar Isi, inas Pendidikan, 2007 Ridla, M.Rasyid, Tafsir al-Manar, Jilid IV, Beirut, Dar al Fikr, tt Shabir, Muslich, TarjamahRiyadhus Shalihin, Jil.I, Semarang : PT Karya Toha Putra, 2004 Shihab, M. Quraish, Membumikan Al-Qur’an, Bandung : Mizan, 1996 Surya Brata, Sumadi, Psikologi Pendidikan, Jakarta : UGM Rajawali Press, 1984 Suwarno, Pengantar Umum Pendidikan, Jakarta : PT Rineka Cipta, 1999 www.artikata.com/arti-325206-didik.php. diakses tgl 13 Januari 2011 www.pusatpanduan.com/pdf/metode-metode. diakses tgl 31 Mei 2011 Zaein, Moh. H, Metodologi Pengajaran Agama, Yogyakarta : Indra Buana, 1999 Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta : Bumi Aksara, 1995

RIWAYAT HIDUP

A. Identitas Diri 1. Nama Lengkap 2. Tempat & Tgl. Lahir 3. NIM 4. Alamat Rumah HP e-mail

: Muhamad Lazim : Mantingan, Salam, Magelang, 4 Juli 1972 : 093111245 : Rt 01 / RW 04 Madon Mantingan Salam Magelang : 081802711162 :-

B. Riwayat Pendidikan 1. Pendidkan Formal a. SD b. SMP c. SLTA d. D2 e. S1

: SD Negeri Ngluwar II : SMP Muhammadiyah Ngluwar : MAS Ma’arif Ngluwar : IAIN Walisongo Semarang : IAIN Walisongo Semarang

1985 1988 1993 2001 2011

Semarang, 6 Juni 2011

Muhamad Lazim NIM : 093111245