MAKALAH : JUDUL : MEDIASI DAN GUGAT REKONPENSI DISAMPAIKAN

Gugatan dalam konpensi dan rekonpensi ... Gugat rekonpensi tidak wajib mesti dalam jawaban pertama dalam praktek pengertian jawaban ialah disekitar pr...

14 downloads 162 Views 319KB Size
MAKALAH : JUDUL DISAMPAIKAN PADA PADA HARI/ TANGGAL OLEH

: MEDIASI DAN GUGAT REKONPENSI : FORUM DISKUSI HAKIM TINGGI MAHKAMAH SYAR’IYAH ACEH : SELASA , 7 FEBRUARI 2012 : Dra. MASDARWIATY, MA

A. PENDAHULUAN Menurut penulis bahwa judul tersebut harus dipecah menjadi dua bahasan karena berbeda mekanisme dan system dalam penerapannya yaitu : 1. pembahasan tentang mediasi. 2. tentang gugatan rekonpensi B. URAIAN DAN PEMBAHASAN 1. MEDIASI Mediasi diatur dengan PERMA NO 01 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DIPENGADILAN. Dasar Hukum Mediasi di Indonesia 1. Al-Quran surat An-Nisa ayat 128, Al-Hujurat ayat 10 dan Sunah Rasul. 2. HIR pasal 130 dan Rbg pasal 154 telah mengatur lembaga perdamaian. Hakim wajib terlebih dahulu mendamaikan para pihak yang berperkara sebelum perkaranya diperiksa. 3. SEMA No. 1 Tahun 2002 tentang pemberdayaan lembaga perdamaian dalam pasal 130 HIR / 154 Rbg. 4. PERMA No. 02 tahun 2003 tentang prosedur mediasi di Pengadilan. 5. PERMA No. 01 tahun 2008 tentang prosedur mediasi di Pengadilan. 6. Mediasi atau APS di luar Pengadilan diatur dalam pasal 6 UU No. 30 tahun 1989 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa. PENGANTAR  Mahkamah Agung RI telah mengeluarkan PERMA No. 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, sebagai penyempurnaan Surat Edaran No. 1 tahun 2002 tentang pemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama menerapkan lembaga Damai (Eks Pasal 130 HIR / 154 RBg).  Evaluasi terhadap pelaksanaan Prosedur Mediasi di Pengadilan berdasarkan PERMA No. 2 tahun 2003 ditemukan beberapa permasalahan yang bersumber dari PERMA tersebut.  Sehingga PERMA dimaksud telah direvisi dengan PERMA No. 01 tahun 2008 tentang prosedur mediasi di Pengadilan, untuk tujuan lebih mendayagunakan mediasi yang terkait dengan proses penyelesaian sengketa di Pengadilan.

1

PENGERTIAN  Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator (Pasal 1 ayat 7 Perma No. 1 / 2008).  Mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian (Pasal 1 ayat 6 Perma No. 1 / 2008).  Kaukus adalah pertemuan antara mediator dengan salah oleh pihak lainnya (Pasal 1 ayat 4 Perma No. 1 / 2008).

satu pihak tanpa dihadiri

 Para pihak adalah dua atau lebih subyek hukum yang bukan kuasa hukum yang bersengketa dan membawa sengketa mereka ke Pengadilan untuk memperoleh penyelesaian (Pasal 1 ayat 8 Perma No. 01 / 2008).  Akta perdamaian adalah akta yang memuat isi kesepakatan perdamaian putusan hakim yang menguatkan kesepakatan perdamaian tersebut yang tidak tunduk pada upaya hukum biasa maupun luar biasa (Pasal 2 ayat 2 Perma No. 1 / 2008).  Kesepakatan perdamaian adalah dokumen yang memuat syarat-syarat yang disepekati oleh para pihak guna mengakhiri sengketa yang merupakan hasil dari upaya perdamaian dengan bantuan seorang mediator atau lebih berdasarkan peraturan ini (Pasal 1 ayat 5 Perma No. 1 / 2008). Kekhususan PERMA No. 1 / 2008 al : 1. Batal demi hukum Tidak ditempuhnya proses mediasi berdasarkan PERMA ini merupakan pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 130 HIR / 154 RBg yang mengakibatkan putusan batal demi hukum (Pasal 2 ayat 3). Hakim dalam pertimbangan putusannya wajib menyebutkan bahwa perkara yang bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan menyebutkan nama mediatornya (Pasal 2 ayat 4). 2. Biaya Proses Biaya pemanggilan para pihak untuk menghadiri proses mediasi lebih dahulu dibebankan kepada pihak Penggugat melalui uang panjar biaya perkara. Jika para pihak berhasil mencapai kesepakatan, biaya pemanggilan para pihak ditanggung bersama atau sesuai kesepakatan. Apabila gagal, biaya dibebankan kepada Penggugat (Pasal 3). 3. Jenis Perkara Yang Dimediasi Semua sengketa perdata yang diajukan ke Pengadilan Tingkat Pertama wajib lebih dahulu diupayakan penyelesaian melalui perdamaian dengan bantuan mediator. Kecuali perkara yang diselesaikan melalui prosedur pengadilan niaga, pengadilan hubungan industrial, keberatan atas putusan Badan Penyelesaian sengketa Konsumen dan keberatan atas putusan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (Pasal 4). 4. Pemilihan Mediator 2

Para pihak berhak memilih mediator antara lain : a. Hakim Majelis pemeriksa perkara b. Hakim bukan pemeriksa pada pengadilan yang bersangkutan c. Advokat / Akademisi hukum, profesi bukan hukum yang memiliki sertifikat mediator (Pasal 8) 5. Daftar Mediator Ketua Pengadilan menyediakan daftar mediator sekurang-kurangnya 5 (lima) nama mediator bersertifikat terdiri dari mediator Hakim dan mediator non Hakim (Pasal 9). Ketua Pengadilan setiap tahun mengevaluasi dan memperbaharui daftar mediator (Pasal 9 (6) 6. Batas Waktu Pemilihan Mediator Para pihak hadir pada hari sidang pertama, hakim mewajibkan para pihak pada hari itu juga atau paling lama 2 (dua) hari kerja berikutnya untuk berunding guna memilih mediator termasuk biaya yang mungkin timbul akibat pemilihan penggunaan mediator bukan hakim (Pasal 11 ayat 1). Para pihak segera menyampaikan mediator pilihan mereka kepada Ketua Majelis Hakim. Ketua Majelis Hakim segera memberitahu mediator terpilih untuk melaksanakan tugas. 7. Proses Mediasi (tenggang waktu) Proses mediasi berlangsung paling lama 40 (empat puluh) hari sejak pemilihan mediator dan dapat diperpanjang 14 (empat belas) hari sejak berakhirnya masa 40 (empat) puluh hari (Pasal 13 ayat 3 dan 4). 8. Mediasi Gagal Mediator berkewajiban menyatakan mediasi telah gagal jika salah satu pihak atau para pihak atau kuasa hukumnya telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi sesuai jadwal pertemuan mediasi yang telah disepakati atau telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi tanpa alasan setelah dipanggil secara patut (Pasal 14 ayat 1). 9. Mencapai Kesepakatan Jika mediasi menghasilkan kesepakatan perdamaian, para pihak dengan bantuan mediator wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai dan ditandatangani oleh para pihak dan mediator (Pasal 17 ayat 1). Jika dalam proses mediasi para pihak diwakili oleh kuasa hukum, para pihak wajib menyatakan secara tertulis persetujuan atas kesepakatan yang dicapai tersebut (Pasal 17 ayat 2). Sebelum para pihak menandatangani kesepakatan, mediator memeriksa materi kesepakatan perdamaian untuk menghindari ada kesepakatan yang bertentangan

3

dengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan atau yang memuat iktidak tidak baik (Pasal 17 ayat 3). 10. Mediasi Dalam Litigasi Pada setiap tahapan litigasi Majelis Hakim berkewajiban untuk mengusahakan perdamaian hingga sebelum ucapan putusan (Pasal 18 ayat 3). Apabila para pihak sepakat untuk memasuki proses mediasi dalam litigasi dan sepakat memilih salah satu Hakim Majelis menjadi mediator, maka Ketua Majelis memberi kesempatan kepada para pihak selama 14 hari untuk memasuki proses mediasi dalam litigasi (Pasal 18 ayat 4). 11. Kesepakatan Diluar Pengadilan Para pihak dengan bantuan mediator bersertifikat yang berhasil menyelesaikan sengketa perdata di luar Pengadilan dengan menghasilkan kesepakatan perdamaian, dapat mengajukan perdamaian tersebut ke Pengadilan yang berwenang untuk memperoleh akta perdamaian dengan cara mengajukan gugatan ke Pengadilan (akta perdamaian mempunyai titel eksekutorial (Pasal 23). 12. Perdamaian Di Tingkat Banding / Kasasi / PK Apabila para pihak sepakat menempuh proses mediasi (perdamaian) di tingkat Banding / Kasasi / PK dapat mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan Agama / Mahkamah Syar’iyah (Pasal 21). Upaya perdamaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 berlangsung paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak penyampaian kehendak tertulis para pihak diterima Ketua Pengadilan Tingkat Pertama (Pasal 22). PENUTUP Penyelesaian sengketa melalui mediasi mengutamakan prinsip-prinsip musyawarah untuk mencapai mufakat yang selaras dengan budaya bangsa Indonesia, maka sudah selayaknya mediasi diterapkan secara maksimal dalam setiap proses penyelesaian sengketa di Pengadilan. Lembaga mediasi seyogiyanya tidak dijadikan sekedar formalitas dalam proses penyelesaian sengketa di Pengadilan Tingkat Pertama, namun harus dijadikan sebagai lembaga pertama yang bisa menjadi tempat penyelesaian sengketa oleh para pihak, sehingga lembaga mediasi ini dapat berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. 2. GUGATAN REKONPENSI Dalam hukum acara perdata gugat rekonpensi ini dikenal dengan “gugat balik” yang bertujuan untuk mengimbangi gugatan penggugat, agar sama sama dapat diperiksa sekaligus, penghematan biaya dan waktu, mempermudah prosedur pemeriksaan, menghindarkan putusan yang saling bertentangan satu sama lain, memudahkan acara pembuktian. Gugatan rekonpensi ini diatur dalam pasal 157 dan 158 Rbg /pasal 132 a ayat [2] dan 132 b HIR. 4

Gugatan rekonpensi menurut pasal 157 Rbg / 132 a HIR Tergugat berwenang untuk mengajukan gugatan balik dalam setiap perkara kecuali: a) Penggugat dalam gugatan asal menuntut mengenai sifat, sedangkan gugatan rekonpensi mengenai dirinya sendiri atau sebaliknya.b) Pengadilan Agama tidak berwenang memeriksa tuntutan balik itu berbeda dengan pokok perselisihan (kompetensi absolute).c) dalam perkara tentang menjalankan putusan hakim . Gugatan rekonpensi harus diajukan bersama sama dengan jawaban selambat lambatnya sebelum pemeriksaan mengenai pembuktian, baik jawaban secara tertulis maupun lisan {pasal 158 ayat (2) RBg / pasal 132 b HIR}. Jika dalam pemeriksaan tingkat pertama tidak diajukan gugatan dalam rekonpensi ,maka dalam pemeriksaan tingkat banding tidak dapat diajukan gugatan rekonpensi. {pasal 156 ayat (2) RBg /pasal 132 a ayat (2) HIR} Gugatan dalam konpensi dan rekonpensi diperiksa dan diputus dalam satu putusan kecuali apabila menurut pendapat hakim salah satu dari gugatan dapat diputus terlebih dahulu . Gugatan rekonpensi hanya boleh diterima apabila berhubungan dengan gugatan konpensi. Apabila gugatan konpensi dicabut, maka gugatan rekonpensi tidak dapat dilanjutkan.(Vide buku II edisi revisi 2010 halaman 76.) Gugatan rekonpensi bukan perkara baru dan tidak diperlukan membayar persekot biaya perkara. Jika gugat rekonpensi diajukan secara lisan dalam persidangan, maka penggugat menyampaikannya secara rinci peristiwa kejadian dan peristiwa hukum yang dijadikan dasar tuntutannya. Panitera berkewajiban mencatat segala gugatan rekonpensi itu dalam Berita Acara Sidang secara lengkap dan memformulasikannya sebagaimana lazimnya sebuah surat gutatan. (Prof H.Abdul Manan Penerapan Hukum Acara Perdata halaman 54-55). Hal ini sejalan dengan pendapat M Yahya Harahap dalam bukunya Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama Halaman 226 yang menyatakan Gugatan Rekonpensi (Counter Claim) yang disampaikan secara lisan, hakim harus menerima dengan cara mencatatnya secara rinci dalam berita acara sidang. Agar gugat rekonpensi yang diajukan secara lisan lebih jelas, hakim boleh memformulasinya dalam berita acara dan putusan. Gugat rekonpensi tidak wajib mesti dalam jawaban pertama dalam praktek pengertian jawaban ialah disekitar proses replik duplik yang bisa berlangsung beberapa kali persidangan. Demikian makalah ini disusun yang masih jauh dari kesempurnaan dan kebenaran maka untuk itu sangat diharapkan partisifasi aktif dari ibu bapak peserta diskusi untuk menyampaikan saran, kritik dan masukan demi menuju perbaikan dan kesempurnaan. SEMOGA ADA MANFA’AT, AMIN

5