OPTIMASI KONDISI EKSTRAKSI KAROTENOID WORTEL (DAUCUS

Download ekstraksi karotenoid wortel, digunakan Re.s- ponse Sur. ... ekstraksi, rasio bubuk wortel terhadap pelarut ekstraksi dan ..... Skripsi Faku...

0 downloads 507 Views 822KB Size
turnof tefrgofogi Qenanian

I(1]

14-22, Agustus 2005

ISSN 1658-2419

OPTIMASI KONDISI EKSTRAKSI KAROTENOID WORTEL (Daucus carota L.) MENGGUNAKAN RESPONSE SURFACE METHODOLOGY (RSM) Optimation of Carotenoid Extractionfrom Catot (Daucw Carota L.) using Response Surface Met hodologgt Q?SM) Rafna Ikawati Laboratory of Chenistry and Biochemistry, Study Program of Agriaitural Prodttct Iechnologt, Faculty of Agriculture, Mulawarman (Jniversity, Jalan Tanah Grogot Kampus Gunung Kelua, Samarincla 75;.23 Received 4 April 2005 Accepted 20

Mei 2005

ABSTRACT Carrot can be used as natural food colorant. Due to high concentration of carotenoid, about 60-548 ppm, c&rrot became a potential source of carotenoid. From the literature, the yield of carotenoid can be extracted from carrot is around 45 oh, so it is interesting to improve the method to increase the yield. The research aim was to determine the optimum condition of carotenoid extraction process from dehydrated carrot powder by variaiions of extraction time, ratio of carrot powder to solvent, and ratio of aceton6 to aceione-methanol solvent system. Carrot sliced was dehydrated in cabinct drier at 50 oC for 17 hours. Dehydrated carrot was ground and sieved, through a sieve of 50 meshes to get powder. Carotenoid was extracted from the powder using acetone : methanol mixture of 4:6, 7:3 and l0:0 (v/v), while the ratio of the powder to solvent were 1:9, 1:12 and l:15 (g mL-') and extraction time of 5, 25 and 45 minutes were str.rdied. Yield of total .orot.noid of each treatment was analyzed using Response Surface Methodology (RSM) to determine an optimum condition of carotenoid extraction from carrot po*Aer. The optimurn condition found to be carried out for 32.21rninutes, with ratio of carrot powder to solvent of l:8. t2 (g ml'l), and ratio of acetone of acetone-methanol solvent ryri.r of 9.37.10 (v/v), with the yield of total carotenoid of 23.80 ppm. Key words: carrol, extraction, carolenoid, Resportse &trface Melhodolog,, (I1SM)

PENDAHULUAN Wortel (Daucus carota L.) mengandung senyawa karotenoid dalam jumlah besar, berkisar antara 6000-54800 pg/100 g (Kotecha et ol., l99S). Karotenoid adalah pigmen berwarna kuning, orange dan orange kemerahan (Meyer, 1960) yang terlarut dalam lipida meliputi kelompok hidrokarbon yang disebut karoten dan derivat oksigenasiny4 xantofil (Tranggono, 1988). Dengan kandungan karotenoid yang tinggi, wortel dapat dimanfaatkan sebagai bahan pewarna

pangan alami (Bambang Cahyono, 2000). Selain itu, karoten pada wortel juga berperan sebagai prekursor vitamin A sehingga dapat

memberi

nilai

tambah tersendiri

pada

penggunaan wortel sebagai bahan pewama alami. Dalam setiap 100 gram wortel terkandung 12.000 SI vitamin A (Diden Gizi Depkes RI, l98l ).

t4

Karotenoid dapat diekstrak dari wortel dengan yield sekitar 37,21-46,41 % (Hutch-

ings, 1994). Pelarut organik seperti heksan, toluene, etanol dan piridin biasa digunakan dalam proses ekstraksi karotrlnoid, tetapi secara umuln karotenoid rnemiliki kelarutan yang baik dalam aseton atau c€unpuran aseton-metanol (Britton et al., 1995).

Faktor-faktor yang

mempengaruhi

eksraksi ini antara lain adalah rasio bahan terhadap pelarut, waktu ekstraksi, jumlah tahapan kontak atau frekuensi ekstraksi, suhu

ekstralisi (Mocharnad Adnan, 1972), ukuran

partikel,

tipe pelarut dan

pengadukan

(Heldman, 1980). Untuk mencari kondisi optirnum pada ekstraksi karotenoid wortel, digunakan Re.sponse Sur./bce Methodolog, (RSM) atau metode respon permukaan. RSM merupakan kumpulan dari teknik rnatelnatika dan statis-

Rgtrw lQgrwati

Op

t i ma t i o

n of

C a ro t e noi

I E-yt ra

c t i on

fro

m

( a rro t

tika yang berguna untuk rnenganalisa masa-

isomerisasi dan oksidasi (Farhangi and Vala-

lah, dimana beberapa variabel mernpengaruhi

don, 1981).

sebuah respon, tujuannya adalah untuk

Penelitian ini bertujuan untuk melnperoleh kondisi optimurn ekstraksi karotenoid dari wortel dengan variasi waktu ekstraksi, rasio bubuk wortel terhadap pelarut ekstraksi dan rasio aseton terhadap sistem

mengoptirnalkan respon tersebut. Desain dari penelitian ini menggurakan desain tingkat

tiga variabel yang menghasilkan running yang sangat efisien di dalanr jurnlah running (Montgomery, l99l). Dengan demikian variasi perlakuan untuk optirnasi yang seharusnya 27 variasi dapat rnenjadi 15 variasi saja

pel arut aseton-metanol.

BAT{AN DAN METODE

dengan RSM.

Wortel yang digunakan dalarn pene-

litian ini berasal dari Tawangmangu

RSM telah banyak digunakm dalarn penelitian di bidang pangan antara lain untuk optirnasi pembuatan saus asap cair bentuk padat (Redy, 2002) dan optimasi produksi tepung burnbu asap (Clita,2002).

Dalam penelitian ini, optimasi metode ekstraksi karotenoid dari wortel dengan menggunakan RSM, dipelajari tiga faktor

analisis (p.a.),

yang sangat menentukan/berpengaruh dalarn eksftaksi karcltenoid yaitu waktu ekstraksi,

Penelitian yang dilakukan meliputi

penrbuatan .bubuk wortel, ekstraksi l
rasio bahan terhadap pelarut sefta rasio sistem pelarut aseton-rnetanol. Ekstraksi dilakukan pada suhu kamar untuk rnenghindari earro!

e

arrpfpuder_(ts)

I

+ Washing

yang

dibeli rnelalui pedagang di Pasar Beringharjo Yogyakarta. Bahan kirnia untuk ekstraksi karotenoid adalah aseton dan rnetanol teknis, sedangkan bahan kirnia untuk analisis karotenoid adalah peh'oleum eter, aseton dan nahium sulfat anhidrat dengm kualitas pro

Acetone :Methanol = 4:6. 7:3. l0:0 (v/r')

Adding solvent (carrot pou'der:solvent = l:9, l:12, l:15).) Cutting (l-2 mm)

Drying (cabinet dner l7 hours, 50'C)

Dried canot

r@I +

I

I

I c'inatne

I

I m*'-

+

I

I Mixing (time 5', l5', 25', 35', 45')

Carotcnoid filtrate I

I Evaporating

(Rotarl' evaporator 50oC, 337 mbar,

l5')

*:-

Carotcnoid extract2) b

Figtre

l.

]lesearch flctw chart (a), ()arolenoitl extrqctiotr (b). ')Toral carorenoid was analysed using methocl described by Cagampang and Roclrigues (1g50). RSM was used to optimize exlractiorr condition in reseqrch (15 variation.s), *Fnch treatment (ratio of carrot po*iq to solvent) was : done in 3 levels o.f ,exlraction: l:9 I:1, I:3, l:2 g mL't, t:li : I:5, l;1, t:3 g mL'l, I':IS : I:6, I:5, I :l g mL'|

l5

lurnatte(gofogi &nannn 1(15 I4-22, Agtutus

/sP'' 16:!-:119

2005

50 mg carrot porvder

Adding I5 ml- petroleum ether:acetone ( I : l)

Mixing l0 minutes

Water-acetone phase

Petroleum ether-carotenoid ohase

(discard)

Adding lg anhydrous Na2SOa

Dilute to l0 mL with petroleum ether in prccalibratcd tcst tubc

Measure absorbance ol the solution at 450 nm

Figure 2.

Analysis procedure for total carotenoid

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini dipelajari tiga faktor utama yang mempengaruhi hasil ekstraksi yaitu waktu ekstraksi, rasio bahan terhadap pelarut dan rasio aseton terhadap sistem pelarut asetoll-metanol. Setiap faktor mempunyai tiga tingkat kode yaitu - 1, 0, l. Kode 0 mewakili level di setiap faktor yang merniliki nilai pengamatan mendekati titik optimum, sedangkun -t dan I mewakili level disetiap {bkor yang memiliki nilai pengamatan di bawah dan di atas titik optimum. Untuk mempelajari pengaruh waktu

ekstraksi, rasio bahan terhadap pelarut ekstraksi dan rasio aseton terhadap sistem pelarut aseton-metanol, terhadap yield carotenoid, dilakukan penelitian yang terdiri dari tiga kondisi eksraksi berikut: l. Waktu berbeda rasio bahan dan pelarut

2.

tetap, rasio aseton terhadap pelarut tetap Waktu tetap, rasio bahan dan pelarut berbeda rasio aseton dan sistem pelarut tetap

3.

Waktu tetap, rasio bahan dan pelarut tetap, rasio aseton dan sistern pelarut berbeda

Pengaruh waktu ekstraksi terhadap yield carorcnoicl dapat dilihat pada Tabel L Total karotenoid terekstrak akan meningkat dengan sernakin lalnanya waktu ekstraksi sanrpai pada waktu ekstraksi 25 menit yang mempunyai totd karotenoid terekstrak tertinggi. Akan tetapi setelah 23 menit,

perpanjangan

waktu ekstraksi

akan

menurunkan total karotenoid terekstrak.

di

Pada awal ekstraksi zat terlarut berada

dalam padatan, tetapi selama proses ekstraksi berlangsung zat terlarut tersebut berdifusi ke cairan pelarut sampai tercapai kondisi ekuilibrium, yaitu kondisi dimana konsentrasi zat terlarut dalam fase padatan dan larutan sam4 dan tidak ada perubahan konsentrasi zat terlarut yang berarti pada kedua fase dengan waktu ekstraksi yang lebih lama (Heldrnan, 1980). Untuk mencapai kondisi ekuilibrium, diperlukan

Katna lftgtwati

O ptina tio

waktu kontak yang cukup antara fase padatan dan pelarut (Toledo, 1999).

Dengan demikian dalam penelitian ini, pada waktu ekstraksi 25 menit konsentrasi

dalam larutan dan dalam bahan sudah seimbang sehingga pelarut tidak mampu melarutkan karotenoid lagi, setelah 25 menit total karotenoid terekstrak menurun, hal ini kemungkinan disebabkan oleh terjadinya kerusakan karotenoid setelah dicapai kondisi seimbang dengan waktu ekstraksi yang lebih lama. Karotenoid mudah teroksidasi karena Table

t)

l. Total

3)

C a rot

e

noi[

@

radio n fro m e arro t

banyak merniliki ikatan

rangkap

terkonjugasi. Reaksi tersebut

dapat

mengakibatkan terjadinya pemucatan warna

pada karotenoid (Fennem4 1996). Karotenoid juga rnudah mengalami isomerisasi dari

rans rnenjadi cis

karena

(Britton et al,, l99S; De Mann, 1985). Hasil proses isomerisasi puuras, cahaya dan asam

dari bentuk all-trans menjadi cis akan menyebabkan perubahan w€una (Eskin, t97e).

carotenoid extracted at every level time of extractionr)

j

4os

l5

48.7blo.79

25

54.8'r

3s

4g.7b*3 t2

45

43.5'r4.55

v/v, ratio of material to solvent 2)

n of

:

.97

nol = 7:3

l:12 g.mL't

Carotenoid extracted counted to dehydrated carrot powder. Number fcrllowed by different letter difference significantly at a 0.05 by Tukey HSD Code was based on carotenoid extracted results

Dari data pada Tabel l,

waktu

eksffaksi yang memberikan yield carotenoid minimum (-l), optimurn (0) dan maksimum

(l)

masing-masing adalah 5, 25 dan 45 menit. Hasil analisis Anova menunjukkan bahwa waktu ekstraksi 25 menit memiliki total karotenoid terekstrak yang berbeda nyata dari waktu ekstraksi 5 menit dan 45 menit.

Hasil percobaan terhadap rasio bahan banding pelarut dapat dilihat pada Tabel 2. Total karotenoid terekstrak akan rneningkat dengan menurunnya rasio batran terhadap pelarut atau meningkatnya jumlah pelarut tetapi setelah rasio bahan terhadap pelarut l:12 g ml--r terjadi penurunan total karotenoid terekstrak. Desain dari suatu

sistem ekstraksi melibatkan penentuan jumlah pelarut yang diperlukan untuk mengekstrak sejumlah tertentu bahan (Heldman, 1980). Dengan demikian, dengan semakin banyak jumlah pelarut akan makin meningkatkan jumlah ekstrak yang diperoleh sampai tercapai kondisi ekuilibrium. Akan tetapi pada penelitian ini, setelah rasio bahan terhadap pelarut I:12 terjadi penurunan karotenoid terekstrak. Hal ini kernungkinan

karena pad? rasio bahan banding pelarut l:15 g ml-r, evaporasi dilakukan selama 20

menit untuk dapat rnenguapkan

semua

pelarut sedangkan pada rasio bahan banding

pelarut l:9 dan 1:12 g ml--r, evaporasi dilakukan selama 15 menit sehingga pada rasio bahan banding pelarut l:15 g ml-'r kemungkinan terjadi kerusakan karotenoid tereksbak lebih banyak daripada rasio bahan banding pelarut l:9 dan l:12 gml-'r.

Dari data pada Tabel 2, rasio batran terhadap pelarut yang memberikan yietd carotenolcl minirnurn (-l), optimum (0) dan maksimum (l) masing-masing adalah l:9,

l:15gml-r. Hasil orientasi terhadap rasio

1:12dan

aseton

terhadap sistem pelarut aseton-metanol dapat

dilihat pada Tabel 3. Data tersebut menunjukkan total karotenoid terekstak

akan makin meningkat dorgan makin rneningkatnya rasio aseton terhadap sistern pelarut. Akan tetapi setelah dicapai total karotenoid terekstrak tertinggi pada rasio aseton terhadap sistem pelarut : 7:10 (v/v), total karotenoid terekstrak kernudian

menurun dengan meningkatnya rasio aseton

terhadap sistem pelarut.

Hal ini

karena

l7

lunuttb(pofogi

cPertanri;an 1(1): 14-22,

Agusttu

batran-bahan dan senyawa kirnia akan mudah

dilanrtkan (Slamet Sudarmadji et

al.,

1E56-2419

yang terdapat dalam wortel adalah o-karoten,

larut dalam bahan pelarut yang sama polaritasnya dengan batran yang akan

p-karoten, y-karoten, xantofil, dan

dua

hidrokarbon yang belum diketahui komposisinya (Meyer, 1960). Dengan

1996).

Karoten larut dalam pelarut

/J,'$r

2005

yang

demikian diperlukan suatu sistem pelarut

polaritasnya rendah dan xantofil larut dalam

dengan polaritas tertentu untuk

pelarut yang polaritasnya lebih tinggi (Britton et al., 1995), sedangkan karotenoid

dapat

mengekstrak karotenoid dalam wortel secara

optimal.

Table 2. Total carotenoid extracted at every level ratio of carrot powder to solvent systemr)

r: Solvent

I

)

mL'

)

)

Carotenoid extracted

l:9 t"t2

41.5"*

l:15

45.4b

Code Used for RSM

1.59

-l

54.8" *.0.97

0

*

I

z.os

Extraction was done at room temperature for 25 minutes, using solvent system of acetone to methanol = 7:3 v/v. Ratio of carrot powder to solvent for each treatment

wasdonein3levelsofextraction: 1:9= l:4, l:3, 1.2:l:12= l:5, l:4, l:3; 1:5, l:4 g ml-'l 2)

l:15:

l:6,

Carotenoid extracted counted to dehydrated carrot powder. Number followed by

different letter difference significantly at a 0.05 by Tukey HSD 3)

Code was based on carotenoid extracted

Table

3.

.

results

'

Total carotenoid extracted at every level ratio of acetone to acetone-methanol solvent systeml)

;._.-_--6,,9 l0

Acetone : Solvent .v,:;tem 4:

Carotenoid extracted

42

(pprn)')

l"*2.58

Code used for RSM3)

54 80+0.97

7:10

I

l:l2gmL'l

2)

Carotenoid extracted counted to dehydrated carrot powder. Number followed by different letter difference significantly at a 0.05 by Tukey HSD --

3)

Code was based on carotenoid extracted results

Dari data pada Tabel 3,

ditentukan

rasio aseton terhadap sistem pelarut asetonmetanol yang memberikan yield carotenoid rninirnum (-l), optimurn ((r) dan maksimum ( I ) masing-masing adalah 4: I 0, 7: I 0 dan l0:10 (viv). Berdasarkan nilai kode masing-masing

faktor, dilakukan optimasi kondisi ekstraksi

karotenoid

dari wortel

menggunakan

Response Surface Methodologu (RSM) untuk mangetahui titik optimum. Total kar.otenoid

terekstrak yang diperoleh pada berbagai waktu ekstraksi, rasio batran terhadap pelarut

dan rasio aseton terhadap sistem pelarut aseton-metanol unfuk analisis RSM disajikan pada Tabel 4.

t8

1

0

4t.2b!2.99 l0: l0 l)Extractionwasdoneatroomtemperaturefor25mi

solvent=

-

Dari hasil analisis RSM

dengan

perhitungan statistik diperoleh persamaan polinomial orde dua yaitu : Y : 23,80 + 0,55X1 + 1,25X2 - 0,75& 2,37x12 - o,oish2 - o,s7sXr, - l,osxrx2 0,25X1X3 - 1,35X2X3 Y - karotenoid total terekstrak

X2 = r&sio bahan terhadap pelarut X1 = waktu ekstraksi

Xl = rasio aseton terhadap sistem pelarut aseton-metanol

Setelah dilakukan analisis dengan RSM diperoleh hasil seperti pada Tabel 5. Nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,955 (> 0,5), menunjukkan bahwa pers€rmaan polinomial orde dua tersebut dapat diterima (Singgih Santoso, 200 1).

Katta lfrgwati

Optimation of

C a ro t e no

i[ @

racti o n fro m

C ano

Table 4. Total carotenoid extracted by variations of extraction time, ratio of carrot powderto solvent and ratio of acetone to solvent system for RSMI) Extraction time ^ ' "- Carrot - ' powder : solvent (g ;i;; 45

(l) (l)

5

(-1)

5

(-l)

45

(1)

45

(l) (-l) (-l)

45

5 5

9

25

l0

25

l1

25

t2

25

l3

25

l4 l5

25 25

l:15 l:9 l:15 l:9

t'tz

l:t2 l:r2 r.t2 l:15

(0) (0) (0) (0)

*L'')

Acetone:solvent system (v/v)2)

(l)

7:

l0

(0)

(-l) (l) (-l)

7:10 7.10 7:10

21.6

(0) (0) (0)

2t.6

(0) (0)

l0:10 (l) 4:10 (-l) l0:10 (l) 4:10 (-l) l0:10 (l) 4:l0 (-l) l0:10 (l) 4:10 (-l)

(0) (o)

(l) (l)

l:15 l:9 (-l) l:9 (-l)

t"tz

(0) (0) (0)

l:12 t:12

Carotenoid extracted

7:10 7:10

(0) (0)

23.2 19.0

21.2

))1 20.0 20.0 22.0 27.2 21.8 21.6

(0) (0)

22.8 23.8

.

(0) 7:10 (0) 24.8 l) Data succession based on input data su2) Ratio of acetone:solvent system was used because input data to RSM need the data which has same numerator or same denominator 3) carotenoid total extracted counted to dehydrated carrot powder Table

5.

optimation of carotenoid extraction from canot by RSM Results

Valrres 0.955

Correlation coefficient (r) Enraction time optimum (minutes) Ratio of carrot powder: solvent optimum (S rl-'t) Ratio of acetone : solvent system optimum (v/v) Carotenoid extracted maximum (ppm* * carotenoid extracted counted to

32.2t

I

Level-level untuk

masing-masing

optimum (kode

0) yang telah

ditetapkan

sebelumnya berdasarkan percobaan yang dilakukan, yaitu waktu ekstraksi 25 menit, rasio batran terhadap pelarut l:12 gml-r, dan rasio aseton terhadap sistem pelarut asetonmetanol 7:10 (v/v). Batrkan untuk rasio bahan terhadap pelarut, titik optimum yang dihasilkan dari perhitungan dengan RSM

berada

di

bawah

titik

minimum yang ditetapkan pada percobaan. Hal ini terjadi karena kisaran nilai kode yang ditentukan terlalu sempit sehingga nilai optimum melewati kode (-l) nya atau dengan kata lain pendugaan awal saat orientasi tidak tepat dan

l0

23.80

dehyd@

fbktor yang memberikan yield optimum dari analisis RSM berbeda dengan level masingmasing faktor yang memberikan yieltt

: 8.12

9.37 :

terlalu sempit sehingga titik optimurn berada di luar pendugaan. Kondisi proses yang menggunakan titik-titik optimum hasil analisis RSM akan menghasilkan ekstrak dengan total karotenoid terekstrak sebesar 23,80 ppm dari berat bubuk wortel kering. Untuk mengetahui nilai-nilai optimum berada pada puncak maksimum, minimurn

atau ,saddle, maka dilakukan analisis persamaan kanonis. Persamaan kanonis yang diperoleh adalah sebagai berikut :

Y = 23,90 2,5294Wr2

0,g3glwr2

+

0,4425W 32

Y =

total karotenoid terekstrak

Wr - nilai eigen dari rvaktu W2 W3

= =

ekstraksi berdasarkan data terkodc nilai eigen dari rasio bahan tcrhadap pelanrt nilai eigen dari rasio aseton terhadap sistem

pelarut

lq

t

Junuftefr,lo{ogi Senanian 1(1) 14-22, Agusttu 2005

Dari persam€uur tersebut terlihat bahwa koefisien persamaan kanonis bertanda (-) dan (+). Hal ini nrenunjukkan bahwa kondisi optimum bersifat saddle seperti terlihat pada

contour

plot dan

ditampilkan pada

surface plol Gambar 2,3 dan 4,

yang

Pada Gambar 2 garis-garis kontour menunjukkan respon terhadap hubungan antara waktu ekstraksi dan rasio aseton terhadap sistem pelarut aseton-metanol yang dinyatakan sebagai karotenoid tereksfrak (ppm). Waktu ekstraksi 32,21 menit (Tabel 5) dan rasio aseton terhadap sistem pelarut aseton-metanol 9,37:10 (v/v) (Tabel 5)

di luar daerah

menghasilkan titik sedikit stasioner maksimum.

Gambar 3 menyatakan respon terhadap hubungan antara waktu ekstraksi dan rasio

l0 Coln P1

Pld (Rsrl.SfA

ISSN 1856-2419

bahan terhadap pelarut. Dari gambar terlihat balrwa waktu eksraksi 32,21menit (Tabel 5) dan rasio batran terhadap pelarut l:8,12 g

ml-'r (Tabel 5) menghuiit[- dtik di luar daerah stasioner,

hal ini

karena daerah

optimum berupa saddle yang mernungkinkan titik optimum lebih dari satu. Demikian pula dengan Gambar 4 yelrig

menyatakan respon terhadap hubungan antara rasio batran terhadap pelarut dan rasio aseton terhadap sistern pelarut. Rasio bahan terhadap pelanrt l:8,12 g ml,-r (Tabel 5) dan rasio aseton terhadap sistem pelarut asetonmetanol 9,37:10 (Tabel 5)

(v/v)

menghasilkan

titik di luar

daerah stasioner,

hal ini karena daerah optimum

berupa

saddle.

lo Arto FU (RSll.glA lO,. ttC rr t, 2'0.0,$:rtst !$F@er!q00.r}!, !2t)!

to.tfc)

t 2tar0,$it'r.1,!eC!{,mlr'x{O{?rt{. 3a5yf

ta

,

-

.-

-.

-

lc.!a2

fa'|

lt.rat te.tu

,o

20.252

mtct 2t,laa

":tt

-a ""-t)[rf] d'.

.-- 2t,tt a.?.

"'tztt, -- a5l0

Figure

3.

I lr,022 I tr,rro I te,ts I 20,252 3l! ro,rs cl 2t,t0c I a.tr -z,|11 A?,5r a,$o l- ar.

Contour Plot and Surface Plot of Time Versus Ratio of Acetone in Solvent System (AcetoneMethanol) at Material : Solvent of I :8.12 g ml--r !D C6bur Pld (RSI.EIA tO.1&)

t4\Ut q52fr+0,*bt{C!Cx.>O0t!.r}O.@,l|.

'''N'. .\

...

----"/

lO 9..t0. Fld(RStltTA lO/t5d riq 37tio,52rtr0,ttt>o,milo,ot f rlo,myy

t

,i ta

or

.- 10.0.9 1e.297 - re.0.0

12

.

6

tl

ta

f tqc.e I re,2e7 I ro,D.a I 20.s El a.e! El a,rl E! aar I a,to Iarr -/,et I&.

j

20,630

2r.2ar .-

-

21,12 22.5.1

211m

.-- a,6a

-

Figure

4,

Contour Plot and Surface Plot of Time versus Ratio of Material to solvent at Acetone Solvent System of 9.37 l0 (v/v) :

20

2.,.at

:

Rgttu lfrgwoti

tO

Optinwtion of C arc tmoit

ry maion from C anot

D gnflo. PbaG$ll't^ tov.l5c)

ooiStrtlC 0f$.314 tor.tto)

rrqo&t,t 79Ir21.Gtlo,0.t 2ylt,t.ry,setr.t

Fq07o+t, I 7tlr2't,@"'.0,0i

Aart,t.!q-a,

$ayy

u

t '.- rltl

m,01 zr,rle

.- -21.u .-

-

'-12

-

w Figure

5.

f9

,.

I r I I

f

a.5n a21l

--.f-\

-r 5^**+|.1{ ^'Ll

zt.csl 2,1,5t3

25,:O

.s \q

of'

25,9!0

zl,tr

?l,c{

till

22t23

E I I I I

a,t6

El

rJ

'r,?a 2017.

a,zl!

2.,!lc

?t,zi 23,rtt

&or.

Contour Plot and Surface Plot of Ratio of Material to Solvent Versus Ratio of Acetone in Solvent System at Time Extraction of 32.21 minutes

Pada Gambar

2,

terlihat bahwa

hubungan antara wakru ekstraksi dan rasio

aseton terhadap sistem pelanrt memiliki daerah stasioner yang maksimum, akan tetapi hubungan antara rasio batran terhadap pelarut

dengan waktu eksfiaksi (Gambar 3), dan hubungan antara rasio bahan terhadap pelarut dengan rasio aseton terhadap sistem pelarut (Gambar 4), daerah optimum berbentuk saddle. Berdasarkan analisis di atas maka

kesalahan kemungkinan terdapat pada penentuan kisaran kode (titik -1, 0, l) variabel rasio bahan terhadap pelarut

ekstraksi. Dalam Response Surface

Methodolog, penentuan nilai dari kode -1, 0 dan I harus benar-benar diperhatikan untuk rnendapatkan titik optimum. Menurut Ria Armunanto (2000), pemilihan data yang terkode 0, yaitu kode yang mewakili data yang mendekati titik optimum" menjadi sangat penting karena pergeseran yang besar

dalam memprediksi data ini dapat tidak ditemukannya titik

mengakibatkan optimum.

KESIMPULAN

Analisis menggunakan Response Suface Methodolog (RSM) pada eksrraksi karotenoid dari wortel, dengan kisaran kode l, 0, I masing-masing untuk variabel waktu ekstraksi (5, 25, 45 menit), rasio bahan terhadap pelarut (1:9, l:I2, l:15 g mt't; dan rasio aseton dalam sistem pelanrt asetonmetanol (4:10, 7:t0, l0:10 (v/v)) manghasilkan kondisi ekshaksi optimum dangan waktu ekstraksi 32,21 menit, rasio bahan terhadap pelarut 1:8,12 g ml,'r dan rasio aseton terhadap sistem pelarut aseton-

rnetanol sebesar 9,37:I0 (v/v) yang menghasilkan ekstrak dangan total karotenoid sebesar 23,80 ppm terhadap bubuk wortel kering.

Kondisi di atas masih dapat diperbaiki dengan memperbaiki penenhran kisaran kode

(titik -1,'0,

l)

untuk variabel rasio bahan

(bubuk wortel) terhadap pelarut ekstraksi.

UCAPAN TERIMA KASIH Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan serta dukungan dalam penelitian ini, terutama kepada Dr.Kapti Rahayu Kuswanto, selaku

Dekan Fakultas Teknologi

Pertanian

Universitas Gadjah Mada atas izin penelitian

yang telah diberikan, Dr.Pudji Hastuti yang telah memberikan banyak masukan selama penelitian serta semua teknisi laboratorium di lingkungan Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian UGM Yogyakarta yang telah

membanftr

dan membimbing selama

penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

RI (l9S l) Daftar Komposisi Bahan Makanan. Penerbit Bhratara Karya Aksara Jakarta.

Dirjen Gizi Depkes

Bambang Cahyono (2002) Wortel: Teknik, Budidaya dan Analisis Usaha Tani. Penerbit Kanisius Yogyakarta.

Britton G, Jensen SL, Pfander H (1995) Carotenoids Volume lA: Isolation and Analysis. Birkhauser Verlag Berlin.

Cagampang BG, Rodrigues FM (1980) Methods of Analysis for Screening

2l

$str

lumattbftlro{ogi Sertanian 1(1): 14-22, Allustus Z00j

Crops

of

Approximate Qualities.

Analytical Services

Laboratory

Institute of Plant Breeding UPLR.

Mocharnad Adnarr (1972) Lecture Notes on Unit Operations in Food Processing. Pusat Antar Universitas Pangan dan

Gizi UGM Yogyakarta.

Cita TA (2002) Aplikasi RSM untuk Optimasi Produksi Tepung Bumbu Asap. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanim Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

ITB Bandung.

M, Valadon LRG (1981) Effect of Acidified Processing and Storage on Carotenoids (Provitamin A) and Vitamin C in lv1ung Bean Sprouts. J

Farhangi

Food Sci 46:1464-1466. Fennema OR (1996) Food Chemistry. Marcel

Dekker Inc New York.

DR ( 1980) Food publishing Engineering. AVI

process

Company Inc Westport Connecticut.

Hutchings JB ( 1994) Food Colour and Appearance. Blackie Acadernic and Professional London.

Kotecha PM, Desai BB, Madhavi DL (1998)

Carrot. Dalam: Handbook of

Vegetable Science and Technology: Production, Cornposition, Storage and Processing. Salunkhe DK, Kadam SS (ed), Marcel Dekker Inc New york. Meyer LH (1960) Food Chemistry. Reinhold Publishing Corporation New york.

22

I

DC

(I

991) Design

and

Analysis of Experiments 2"d Edition. John Wiley and Sons New York.

AC (2002) Aplikasi RSM unruk Optimasi Proses Pernbuatan Saus Asap

Cair bentuk Padat. Skripsi

Eskin NAM (1979) Plant Pignents, Flavors and Textures: The Chernistry and Biochemistry of Selected Conrpounds. Acadernic Press London.

Heldman

Montgomery

Redy

De Man JM (1985) Kimia Makanan. Penerbit

1858_2419

Fakultas

Teknologi Pertanian

UGM

Yogyakarta.

Ria Armunanto

(2001

) Analisis RSM.

Disarnpaikan pada Kursus singkat RSM tgl. 22 September Z00l di Jurusan PHP Fakultas Teknologi Pertzurian UGM Yogyakarta. Singgih Santoso (2001) Buku Latihan SPSS Statistik Parimetrik. PT Elex Media Komputindo Jakarta.

Slamet Sudamadji, Barnbang Haryono, Suhardi (1996) Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty Yogyakarta.

Suyitno (19S9) Perunjuk

Laboratorium

Rekayasa Pangan. Pusat Antar pangan

dan Gizi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Toledo RT ( 1999) Fundamentals

of Food

Process Engineering. Aspen publishers

Inc Gaitherburg Maryland. Tranggono (1988) Bahan Tambahan pangan (Food Additives). Pusat Antar pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.