PEMANFAATAN SUMBER INFORMASI USAHATANI OLEH PETANI SAYURAN DI

Download dan bimbingan untuk meningkatkan keterampilan serta memotivasi petani dalam melakukan kegiatan usahatani sayuran. Fenomena ini merupakan ta...

0 downloads 413 Views 370KB Size
PEMANFAATAN SUMBER INFORMASI USAHATANI OLEH PETANI SAYURAN DI DESA WAIHERU KOTA AMBON Risyat Alberth Far-Far Staf Pengajar Prodi Agribisnis FAPERTA UNPATI-AMBON, e-mail: -

ABSTRAK Perilaku pemanfaatan sumber informasi diartikan sebagai tindakan, ucapan maupun perbuatan seorang petani dalam mencari, menerapkan, memanfaatkan, dan menyebarkan informasi pertanian yang ditunjukkan oleh jumlah petani yang menggunakan sumber informasi dan jenis sumber informasi yang tersedia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pemanfaatan berbagai sumber informasi pada usahatani sayuran dan untuk mengetahui informasi apa saja yang dibutuhkan oleh petani sayuran di Desa Waiheru. Penelitian ini menggunakan metode simple random sampling dan penentuan sampel dari tiga kelompok tani diambil masing-masing 10 responden dari tiap kelompok tani tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa informasi yang diterima dari sumber informasi paling banyak digunakan adalah melalui saluran interpersonal disusul dengan informasi melalui media massa. Kemudian informasi yang dibutuhkan oleh petani adalah informasi subsistem budidaya seperti memilih dan menggunakan bibit, memilih/ menggunakan obat-obatan, memilih/menggunakan alat/mesin, memilih dan menggunakan lahan, waktu dan cara panen serta pemeliharaan tanaman disusul informasi subsistem hilir seperti harga hasil produksi. Kata Kunci: Pemanfaatan sumber informasi, saluran interpersonal dan media masa I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan di Indonesia telah sejak lama mengedepankan peningkatan sektor pertanian. Demikian pula visi pembangunan pertanian tahun 2009-20014 didasarkan pada tujuan pembangunan sebelumnya, yaitu mewujudkan pertanian yang tangguh untuk pemantapan ketahanan pangan, peningkatan nilai tambah dan daya saing produk pertanian serta meningkatkan kesejahteraan petani. Hal ini ditegaskan dalam UU RI No. 16 Tahun 2006 disebutkan bahwa sistem penyuluhan pertanian merupakan seluruh rangkaian pengembangan kemampuan, pengetahuan, keterampilan serta sikap pelaku utama (pelaku kegiatan pertanian) dan pelaku usaha melalui penyuluhan. Oleh karena itu dalam UU No. 16 disebutkan bahwa Penyuluhan di bidang Pertanian merupakan hak asasi warga Negara Indonesia sebagai bagian dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan kesejahteraan umum dengan cara memberdayakan petani tangguh sebagai salah satu komponen untuk membangun pertanian yang

maju, efisien, dan tangguh. Petani yang tangguh adalah petani yang memiliki keterampilan dalam menerapkan inovasi baru sehingga diharapkan dapat memberikan motivasi atau dorongan yang mengarahkan pada proses perubahan perilaku. Penyuluhan dapat memberi pelayanan informasi bagi masyarakat petani agar mereka dengan kemampuan mereka sendiri dapat terus melakukan pembangunan pertanian secara berkelanjutan. Menurut Slamet (2003), mengungkapkan bahwa pelayanan jasa informasi bagi petani merupakan salah satu prinsip dalam paradigma baru penyuluhan pertanian. Oleh sebab itu, untuk meningkatkan pengetahuan petani penyuluhan pertanian harus mampu menyediakan dan memberikan segala informasi yang dibutuhkan petani. Informasi usahatani sayuran dibutuhkan petani agar mereka dapat mengelola usahataninya dengan baik dan benar. Informasi tersebut berupa hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan sarana produksi, teknik budidaya hingga pemasaran hasil. Petani masa depan seyogyanya adalah petani yang progresif dan komersil yang mampu memanfaatkan isyarat pasar dengan cermat untuk

Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate)

meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumberdaya. Petani dicirikan oleh beberapa karakteristik seperti: (1) kegiatan produksi menggunakan pendekatan pengembangan sistem usahatani (agribisnis), (2) memiliki sifat yang lebih rasional karena didukung oleh pendidikan yang lebih tinggi, (3) pemilihan alternatif teknologi, sepenuhnya atas keputusan sendiri yang berdasarkan pengalaman, ketersediaan informasi. Kebutuhan informasi sangat penting bagi era informasi sekarang ini. Informasi sama pentingnya dengan faktor produksi seperti: tanah, tenaga kerja dan modal. Informasi juga merupakan syarat penting bagi pembangunan pertanian, karena sumber daya yang ada tanpa didukung oleh informasi tidak akan memberikan hasil yang optimal. Tanaman sayuran merupakan salah satu komoditas hortikultura yang sangat prospektif untuk dikembangkan mengingat potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, ketersediaan teknologi serta potensi serapan pasar di dalam negeri dan pasar internasional yang terus meningkat. Kendala umum dan mendasar yang dihadapi dalam usahatani sayuran adalah kecilnya skala usaha dan kemampuan sumberdaya manusia yang rendah mengakibatkan rendahnya kemampuan dalam memanfaatkan sumber-sumber informasi. Padahal sumber informasi sangat penting bagi petani karena merupakan kebutuhan yang mutlak bagi setiap petani dalam mengelolah usahataninya. Sumber informasi sangat berpengaruh terhadap proses adopsi inovasi (Soekartawi, 2005). Sumber informasi dapat berasal dari media massa (televisi, surat kabar dan lain-lain) dan saluran interpersonal seperti teman, petugas penyuluh pertanian, pedagang, atau berasal dari informasi lainnya. Sumber informasi digunakan untuk tujuan yang berbeda-beda; media massa untuk menyebarkan fakta kepada petani secara cepat. Media massa adalah alat yang digunakan dalam penyampaian pesan-pesan dari sumber kepada khalayak (menerima) dengan menggunakkan alat-alat komunikasi mekanis seperti surat kabar, majalah, dan televisi sedangkan media interpersonal adalah suatu media di mana informasi yang disampaikan secara langsung/tatap muka (face to face). Media massa memberikan informasi tentang perubahan, bagaimana hal itu bekerja dan hasil yang dicapai atau yang akan dicapai. Dua fungsi dari media massa adalah media massa memenuhi kebutuhan akan fantasi dan informasi. Media massa yang banyak digunakan dalam

Volume 4 Edisi 2 (Oktober 2011)

kehidupan sehari-hari umumnya adalah televisi, yang beroperasi dalam bidang informasi, atau dalam istilah lain pendidikan, dan hiburan. Sedangkan sumber informasi Interpersonal merupakan media yang strategis untuk menyampaikan informasi, peran agen pembaharu seperti penyuluh sangat diperlukan untuk memberikan informasi tentang teknologi baru terutama di Desa yang kurang akses terhadap informasi; materi yang diberikan melalui siaran televisi hendaknya memperhatikan kesesuaian dengan kebutuhan khalayak; apabila media cetak dan media elektronik yang materinya relevan menjangkau khalayak petani, media Interpersonal kepada pihak yang berkepentingan untuk membuat strategi penyuluhan yang tepat dalam rangka pengembangan usahatani sayuran (Cangara, 2002). Banyaknya daerah yang menjadi produsen sayuran di Provinsi Maluku, dan Kecamatan Baguala, Kota Ambon merupakan salah satu daerah yang cukup banyak memproduksi tanaman sayuran, baik jenis maupun kuantitasnya. Desa Waiheru yang berada pada kecamatan Baguala merupakan salah satu daerah yang memberikan kontribusi terhadap produksi tanaman sayuran dan merupakan pemasok sayuran ke Kota Ambon. Akan tetapi beberapa tahun terakhir produksi tanaman sayuran di daerah tersebut mengalami penurunan produksi yang disebabkan karena kurangnya perhatian berbagai unsur terkait terhadap pola usahatani yang dikembangkan. Padahal minat petani untuk mengembangkan usahatani sayuran semakin meningkat. Hal ini didorong oleh daya beli masyarakat yang meningkat, kesadaran gizi dan tersedianya teknologi usahatani yang tepat guna.selain itu, faktor lain yang mendorong minat petani untuk berusahatani antara lain kepemilikan tanah, pengalaman berusahatani, modal dan kondisi alam yang mendukung untuk berusahatani. Hal ini juga terjadi pada petani di Desa Waiheru. Dimana potensi sumberdaya alam yang masih cukup luas untuk pengembangan usaha pertanian khususnya komoditi sayuran. Kendala yang sering dihadapi petani di Desa Waiheru dalam mengelola usahatani sayuran adalah gangguan hama penyakit, penggunaan benih atau bibit yang tidak bermutu, fluktuasi harga dan juga ketersediaan air sangat sulit sehingga kegiatan pertanian yang dilakukan mengalami kekurangan air dan jika musim hujan banyak tanaman yang rusak. Kondisi ini menuntut pengelola usahatani sayuran yang lebih 39

Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate)

baik efektif dan efisien, sehingga petani membutuhkan informasi mengenai masalahmasalah yang dihadapi dalam berusahatani dari sumber-sumber informasi. Kebutuhan informasi untuk mendukung keberhasilan usahatani sayuran sangat diperlukan. Untuk itu upaya-upaya dalam penyediaan informasi pertanian bagi petani sayuran di Desa Waiheru sangat dibutuhkan untuk memungkinkan mereka dalam mengambil keputusan yang rasional dalam mencari solusi terhadap permasalahan mereka. Pemilihan saluran komunikasi menjadi hal penting di saat petani membutuhkan berbagai informasi untuk menjalankan usahataninya dengan lebih baik. Petani yang terbuka pada arus informasi tidak akan cukup dengan satu saluran komunikasi saja namun mencari informasi lain dari pihak lain atau dari berbagai media yang ada. Petani di Desa Waiheru masih terbatas dengan informasi sehingga cara bercocok tanam hanya mengikuti pengalaman pribadi masingmasing. Hal ini mempengaruhi mereka dalam memahami informasi usahatani sayuran. Sumber daya yang dimiliki seseorang untuk menggunakan sumber-sumber informasi dapat ditujukan oleh karakteristik petani. Petani di Desa Waiheru yang masih terbatas dengan sumber informasi media massa, lebih menggunakan sumber informasi dalam bentuk komunikasi interpersonal. Selain itu, pola usahatani tradisional yang dilakukan oleh petani sulit diubah, karena kurangnya intensitas penyuluhan dan bimbingan untuk meningkatkan keterampilan serta memotivasi petani dalam melakukan kegiatan usahatani sayuran. Fenomena ini merupakan tantangan dan sekaligus peluang bagi pengembangan sektor hortikultura terutama sayuran agar tetap bertahan. Guna meraih peluang sekaligus tantangan diperlukan pengelola usahatani sayuran yang mampu menyesuaikan diri dan dapat menangkap berbagai peluang melalui informasi-informasi tentang usahatani dari sumber-sumber informasi yang dapat dipercaya dalam pengembangan usahatani sayuran. Berdasarkan berbagai kendala yang dihadapi dalam pengembangan usahatani tanaman sayuran di Desa Waiheru, maka penulis tertarik untuk meneliti dan menulis tentang: “Pemanfaatan Sumber Informasi Usahatani oleh Petani Sayuran Di Desa Waiheru”. 1.2 Perumusan Masalah Usahatani sayuran di Desa Waiheru telah lama berlangsung, namun seringkali petani dalam

Volume 4 Edisi 2 (Oktober 2011)

pengelolaan usahataninya masih sangat terbatas dalam pemanfaatan sumber informasi, sehingga petani harus berusaha mencari informasi untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi dalam berusahatani. Dari uraian tersebut di atas maka masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah: 1. Sejauhmana tingkat pemanfaatan sumber informasi pada usahatani sayuran di Desa Waiheru. 2. Informasi apa saja dibutuhkan oleh petani sayuran di Desa Waiheru. 1.3. Tujuan penelitian Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan, tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui tingkat pemanfaatan berbagai sumber informasi pada usahatani sayuran di Desa Waiheru. 3. Untuk mengetahui informasi apa saja yang dibutuhkan oleh petani sayuran di Desa Waiheru II. METODE PENELITIAN 2.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Waiheru Kecamatan Baguala Kota Ambon, yang merupakan salah satu sentra produksi sayuran di Kota Ambon. Penelitian ini berlangsung dari bulan Maret-April 2011. 2.2 Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah kelompok tani yang berada di Desa Waiheru yang berjumlah tiga kelompok tani dan Pemilihan kelompok tani dan anggota kelompok tani dilakukan secara “simple random sampling”. Pengambilan sampel dan anggota populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata (tingkatan) dalam populasi tersebut. Pemilihan anggota kelompok tani dilakukan secara acak dengan mengambil paling sedikit sepuluh orang anggota kelompok tani dari tiap kelompok dengan ketentuan sekurang kurangnya dua orang pengurus kelompok dan yang lainnya adalah anggota kelompok, sehingga jumlah sampel adalah 30 orang petani. 2.3 Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan terdiri dari dua sumber, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh dari responden berupa hasil wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner sebagai alat 40

Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate)

untuk pengumpulan data dan pengamatan langsung di lokasi penelitian. Sementara data sekunder diperoleh dari kantor desa dan instansi terkait berupa data keadaan alam, kendisi sosial ekonomi dan sektor pertanian di Desa Waiheru. 2.4 Analisis Data Untuk menjawab tujuan pertama dan kedua digunakan analisis statistik deskriptif (Sugiyono, 2006) berupa penjumlahan, persentase, rataan, rataan skor dan tabulasi sederhana. III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Karakterstik Petani Karakteristik petani adalah ciri-ciri atau sifat-sifat yang dimiliki seorang petani yang ditampilkan melalui pola pikir, sikap dan pola tindakan terhadap lingkungannya Soekartawi, 2005). Karakteristik petani dalam penelitian ini terdiri atas umur, pendidikan dan pengalaman. Kategori responden (petani) dari masing-masing indikator dilakukan dengan teknik analisis deskriptif. Analisis deskriptif diharapkan dapat mampu menggambarkan karakteristik petani yang melakukan kegiatan usahatani tanaman sayuran di Desa Waiheru Kecamatan Baguala. Tabel 1, menyajikan distribusi responden berdasarkan karakteristik petani di Desa Waiheru. 3.1.1 Umur Umur adalah salah satu faktor sosial yang berpengaruh terhadap aktivitas manusia dalam

Volume 4 Edisi 2 (Oktober 2011)

memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Umur sangat berpengaruh terhadap kemajuan kerja petani. Menurut Kartosapoetra (1988), makin muda umur petani biasanya mempunyai semangat untuk tahu apa yang belum mereka ketahui, walaupun belum berpengalaman. Berdasarkan hasil penelitian Tabel 1, menunjukkan bahwa struktur umur tidak terlalu memberikan dampak pada wilayah kajian karena dari hasil penelitian umur menunjukkan bahwa struktur umur sedang lebih dominan daripada umur muda dengan persentasi (50 %). Hal ini memberikan gambaran bahwa kategori sedang sangat produktif memahami informasi dari sumber informasi sehingga daya tangkap inilah memberikan kontribusi terhadap lahan pertaniannya, dengan kisaran umur 36-51 tahun, diikuti dengan kategori muda umur dengan kisaran antara 20-35 tahun (36,67 %) dari kajian ini dapat dilihat pula bahwa umur muda juga dapat memahami informasi dari sumber informasi yang memberikan kontribusi terhadap lahan pertaniannya, tetapi mereka lebih dinamis dalam hal ini mereka lebih mengembangkan potensi-potensi yang ada pada dirinya untuk mengerjakan sesuatu pekerjaan kemudian untuk kategori umur tua dengan kisaran 52-65 tahun (13,33 %) biasanya lebih berpengalaman. Pada wilayah kajian umur tua tidak terlalu respon terhadap apa yang diberikan oleh sumber informasi yang akhirnya dampaknya pada kontribusi pertanian yang kurang produktif.

Tabel 1. Distribusi Responden berdasarkan Karakteristik Petani di Desa Waiheru tahun 2011. Jumlah Responden

Persentase (%)

Muda (20-35)

11

36,67

Sedang (36-51)

15

50

Tua (52-67) Total

4 30

13,33 100

Rendah (Tidak tamat SD dan tamat SD) Sedang (SMP) Tinggi (SMA dan D1) Total Rendah (2-11)

14 9 7 30 12

46,67 30 23,33 100 40

Sedang (12-21) Tinggi (22-31) Total Luas (0,5 Ha) Sempit (0,25 Ha) Sangat sempit (25 x 25 m)

13 5 30 19 10 1

43,33 16,67 100 63,33 33,33 3,33

30

100

Karakteristik Petani

Umur (tahun)

Tingkat pendidikan

Pengalaman berusahatani (tahun)

Luas lahan usaha (Ha) Sumber: Data Primer 2011

Kategori

Total

41

Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate)

3.1.2 Tingkat Pendidikan Formal Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka semakin luas ilmu pengetahuannya, sehingga menimbulkan cara berpikir serta perubahan perilaku yang lebih baik. Dan apabila seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi umumnya lebih menyadari kebutuhan akan suatu informasi, sehingga akan lebih menggunakan sumbersumber informasi yang ada. Tingkat pendidikan tidak terlalu mempengaruhi dalam wilayah kajian karena dari hasil penelitian pada Tabel 1, menunjukkan bahwa tingkat pendidikan petani sebagian besar berada pada kategori rendah yaitu 46,67 persen adalah tidak tamat SD sampai tamatan SD memiliki tingkat pendapatan yang tinggi dari tingkat pendidikan diatasnya dengan asumsi bahwa tingkat pendidikan tidak selalu menjadi ukuran dalam mengelolah lahan pertaniannya, karena hal ini tergantung dari semangat bekerja serta merubah kebutuhan hidupnya. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar petani melakukan kegiatan bertani hanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya diikuti dengan tingkat pendidikan petani yang berada pada kategori sedang yaitu 30 persen adalah tamatan SMP. Hal ini disebabkan karena kurangnya biaya serta biaya kebutuhan sehari-hari menyebabkan mereka putus sekolah dan memilih untuk tidak lanjut ke jenjang berikutnya. Untuk responden yang berpendidikan SMA dan diploma satu tergolong kategori pendidikan tinggi sebanyak 23,33 persen memiliki tingkat pendapatan rendah dibandingkan dengan tingkat pendidikan SD, dapat diasumsikan bahwa tingkat pendidikan tidak selalu mejadi ukuran produktivitas lahan pertanian. Hal lain juga disebabkan karena, responden tidak mau melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi lagi kerana keterbatasan biaya, sehingga mereka beranggapan bahwa lebih baik melakukan kegiatan bercocok tanam untuk membantu mencukupi kebutuhan keluarganya. 3.1.3 Pengalaman berusahatani Pengalaman berusahatani menunjukkan lamanya para petani bekerja sebagai petani. Kebiasaan-kebiasaan yang selama ini dilakukan dan terjadi secara berulang-ulang serta dapat mengambil pelajaran dari pengalaman yang telah dilaluinya, dapat membuat petani menjadi mandiri. Menggeluti setiap pekerjaan, apakah itu hanya sebatas pekerjaan sampingan ataupun pekerjaan pokok, jika pekerjaan tersebut telaha lama dilakoni maka akan memberikan dampak

Volume 4 Edisi 2 (Oktober 2011)

dalam hal ini akan semakin mahir atau mudahnya seseorang untuk mengerjakan pekerjaan tersebut. Hasil penelitian wilayah kajian dapat dilihat pada Tabel 1 menunjukkan sebagian besar 43,33 persen petani memiliki pengalaman berusahatani di antara 12-21 tahun atau kategori sedang. Artinya bahwa sebagian petani telah lama melakukan kegiatan berusahatani sejak usia muda kemudian kategori rendah 40 persen atau pengalaman berusahatani 2-11 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa petani tersebut merupakan petani yang telah lama melakukan kegiatan berusahatani yang telah berumah tangga dan berusahatani sendiri diikuti kategori tinggi 16,67 persen atau pengalaman berusahatani 22-31 tahun. Petani yang mempunyai pengalaman berusahatani tinggi, disebabkan karena sebagian besar petani yang sudah melakukan kegiatan usahatani semenjak usia muda sehingga dampaknya pada produktivitasnya juga tinggi dalam hal ini produksi usahatani juga meningkat. Responden yang berada pada pengalaman berusahatani yang tinggi, terdiri dari orang-orang yang putus sekolah karena kurangnya biaya sekolah yang cukup mahal sedangkan pendapatan rendah sehingga sulit untuk melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi 3.1.4 Luas Lahan Usaha Lahan merupakan salah satu faktor produksi yang dapat memproduksi hasil-hasil pertanian. Luas lahan merupakan asset yang dimiliki petani, dapat mempengaruhi total produksi dan akhirnya mempengaruhi total pendapatan. Luas lahan yang dikelola atau yang diusahakan oleh petani responden hanya berkisar antara 0,5 Ha sampai 25 x 25 meter. Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 1, terlihat bahwa responden yang luas lahan jumlahnya sangat dominan yaitu sebanyak 19 orang atau 63,33 persen dengan luas penggunaan lahan 0,5 Ha. Dengan penggunaan lahan yang luas pada usahatani tanaman sayuran dapat memberikan pendapatan yang cukup besar. Selain itu, petani dengan luas lahan sempit (0,25 Ha) lebih besar daripada penggunaan luas lahan sangat sempit yakni (3,33 %) hal ini dapat berpengaruh pada pendapatan keluarga petani. Di samping itu juga, luas lahan cenderung semakin kecil akibat dari sistem warisan yang berlaku di masyarakat pedesaan, dan tingkat pertumbuhan penduduk yang relalif makin besar.

42

Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate)

3.2 Sumber Informasi yang digunakan Oleh Petani Sumber informasi dapat berupa individu atau lembaga yang menciptakan informasi sebagai pesan dalam proses komunikasi. Sumber informasi juga merupakan suatu media yang

Volume 4 Edisi 2 (Oktober 2011)

strategis untuk menyampaikan pesan (informasi) baik dari media massa (televisi, surat kabar dan majalah pertanian) maupun saluran interpersonal (teman, petugas penyuluh pertanian dan pedagang). Berikut ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Distribusi Responden berdasarkan Sumber Informasi (Media massa) yang digunakan Oleh Petani. Media Massa

Kategori

Jumlah Responden

Persentase (%)

Surat Kabar (Sinar Tani)

Rendah (1-2 kali/bln)

28

93,33

Sedang (3-4 kali/bln)

2

6,67

Tinggi (5 kali/bln)

0

0

30

100

Rendah (1-2 kali/bln)

27

90

Sedang (3-4 kali/bln)

3

10

Tinggi (5 kali/bln)

0

0

30

100

Televisi (TVRI, Sinar Pelangi)

Sumber : Data Primer 2011

Total

Total

3.2.1 Media Massa Media massa adalah alat yang digunakan dalam penyampaian pesan-pesan dari sumber kepada khalayak (menerima) dengan menggunakan alat-alat komunikasi mekanis seperti surat kabar, majalah dan televisi. Media massa juga merupakan alat-alat dalam komunikasi yang bisa menyebarkan pesan secara serempak dan cepat kepada audience. a. Surat Kabar (Sinar Tani) Pada Tabel 2, terlihat bahwa responden yang menerima informasi pertanian melalui surat kabar, adalah responden yang rajin dan meluangkan waktu untuk membaca surat kabar meskipun masih berada dalam kategori rendah sebanyak 28 orang atau 93,33 persen. Artinya dengan jumlah responden yang sangat banyak, tetapi dalam frekuensi membaca dan menerima informasi pertanian dari surat kabar masih tergolong rendah karena kurangnya intensitas sumber informasi sehingga petani lebih mengandalkan pengalaman mereka, diikuti dengan kategori sedang yaitu 6,67 persen dimana responden tersebut ingin mengetahui sesuatu yang belum mereka ketahui meskipun banyak mengandalkan pengalaman dan pengetahuan yang dimilikinya dari masing-masing responden. b. Televisi (TVRI, Sinar Pelangi) Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 2, menunjukkan bahwa hampir semua responden memiliki media tersebut, namun kenyataan dilapangan bahwa responden lebih banyak

meluangkan waktu untuk bekerja di kebun daripada menonton TV tetapi tidak berdampak pada wilayah kajian yang memberikan kontribusi pada lahan pertaniannya. Begitu pula dengan responden yang berada pada kategori sedang dengan persentasi (10 %) dengan asumsi bahwa petani masih meluangkan waktu sedikit untuk menonton TV. Dengan demikian sikap petani terhadap media ini masih dikatakan kurang atau terbatas dalam hal ini petani lebih sibuk dengan pekerjaannya baik di kebun maupun pekerjaan di luar usahatani. Padahal siaran TV (Sinar Pelangi) memberikan informasi pertanian yang sangat faktual dalam hal ini informasi mengenai potensi ekonomi dan sosial pada tanaman sayuran. 3.2.2 Saluran interpersonal Setiap manusia tidak dapat hidup sendiri, dalam arti selalu hidup dan berdampingan dengan manusia lainnya sebagai anggota masyarakat. Dalam menjalin hubungan dengan sesama anggota masyarakat setiap individu sudah tentu melakukan interaksi dengan anggota masyarakat lainnya. Komunikasi interpersonal adalah tindakan atau aktivitas responden dalam mencari dan menerima informasi melalui saluran interpersonal. Komunikasi interpersonal diukur berdasarkan frekuensi atau komunikasi tatap muka responden dengan penyuluh, sesama petani di luar desa dan pedagang dalam mencari dan menerima informasi tentang usahatani sayuran. Dengan demikian, komunikasi interpersonal menjadikan kita dapat memahami lebih banyak 43

Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate)

tentang diri kita dan orang lain yang berkomunikasi dengan kita. selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3. a. Petani dengan PPL Dalam mencapai tingkat penyuluhan yang efektif dan efisien sangat ditentukan oleh intensitas interaksi positif antara petani dan para penyuluh, di mana interaksi merupakan syarat mutlak agar para petani dapat mengadopsi inovasi yang diberikan (Puspadi, 2002). Penyuluhan yang dilaksanakan oleh para penyuluh pertanian sudah dijalankan sesuai program, namun ada penyuluh yang tidak datang untuk memberikan penyuluhan bagi para petani karena ada kendala-kendala yang dihadapi seperti biaya operasional (biaya penyusunan materi penyuluhan), sehingga mereka tidak sempat untuk memberikan bimbingan lanjut bagi para petani.

Volume 4 Edisi 2 (Oktober 2011)

Hasil penelitian terhadap responden, menunjukkan bahwa frekuensi responden yang menerima informasi dari penyuluh sebesar 86,67 persen atau 26 orang (kategori rendah). Hal ini disebabkan karena petani lebih banyak mengandalkan pengetahuan dan pengalaman serta mereka beranggapan bahwa tidak ada bedanya kalau mengikuti penyuluhan berkali-kali karena tidak berdampak pada wilayah kajiannya yang mana akan memberikan kontribusi pada laha pertaniannya. Untuk kategori sedang 13,33 persen atau 4 orang. Hal ini disebabkan karena petani memiliki kesibukan lain, di luar usahatani untuk mendapatkan penghasilan tambahan seperti berjualan, ojek dan sebagainya. Di samping itu, kurangnya variasi dalam penyampaian materi penyuluhan sehingga membuat petani merasa kurang tertarik mengikuti kegiatan penyuluhan.

Tabel 3. Distribusi responden berdasarkan Sumber Informasi (Saluran Interpersonal) yang digunakan Oleh Petani. Saluran Interpersonal

Kategori

Jumlah Responden

Persentase (%)

Penyuluh

Rendah (1 kali/bln)

26

86,67

Sedang (2 kali/bln)

4

13,33

Tinggi (3 kali/bln)

0

0

30

100

Rendah (1-2 kali/bln)

27

90

Sedang (3-4 kali/bln)

3

10

Tinggi (5 kali/bln)

0

0

30

100

Rendah (3-4 kali/bln)

5

16,67

Sedang (5-6 kali/bln)

10

33,33

Tinggi (7 kali/bln)

15

50

30

100

Total Sesama Petani diluar desa

Total Pedagang

Sumber : Data Primer 2011

Total

b. Petani dengan Sesama petani di luar Desa Kehidupan sehari-hari petani tidak terlepas dari lingkungannya, terutama dengan sesama petani. Tetapi petani lebih memilih petani di luar desa untuk mendapatkan informasi kerena pada umumnya petani sulit untuk membagi informasi dengan sesama petani di dalam kelompok sehingga petani lebih memilih untuk berinteraksi dengan sesama petani lain di luar desa. Hasil penelitian, menunjukkan bahwa frekuensi komunikasi interpersonal dengan sesama petani di luar desa, berada pada kategori rendah 90 persen atau 27 orang. Hal ini disebabkan karena, petani tidak ada waktu untuk mengunjungi petani di luar desa dan petani sibuk

dengan pekerjaannya sehari-hari di kebun. Kemudian pada kategori sedang 10 persen atau 30 orang. Hal ini disebabkan karena petani masing-masing memiliki kelompok tersendiri (keluarga) dalam komunikasi. Di samping itu juga, karena informasi teknologi tentang usahatani sayuran yang bersumber dari sesama petani di luar desa tidak ada sesuatu yang baru, sehingga petani lebih memilih bekerja sesuai dengan pengetahuan dan pengalamannya dibandingkan dengan mendengar informasi dari petani lain di luar desa. c. Petani dengan Pedagang Hasil penelitian menunjukkan, petani lebih cenderung mendengar informasi dari pedagang 44

Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate)

dengan kategori tinggi sebesar 50 persen atau 15 orang. Hal ini menunjukkan bahwa harga hasil produksi sangat penting bagi petani karena menyangkut hasil produksi tanaman sayuran mereka, apakah jenis tanaman sayuran yang mereka usahakan dan memiliki nilai pasar yang baik dan menguntungkan untuk diusahakan secara terus-menerus. Dari hasil kajian diatas pada wilayah kajian Tabel 3, terlihat bahwa petani cenderung mendengar informasi dari pedagang, karena semakin banyak informasi yang diterima maka petani lebih mengetahui harga pasar secara faktual. Sehingga semakin besar permintaan pedagang maka semakin banyak produksi yang dihasilkan dengan asumsi ada semangat untuk bekerja karena produk pertanian cenderung membusuk sehingga apabila tidak secara cepat dipasarkan maka kualitasnya dapat berkurang, sehingga mengurangi nilai kuantitas. 3.3 Perilaku Pemanfaatan Sumber Informasi Perilaku pemanfaatan sumber informasi diartikan sebagai tindakan, ucapan maupun perbuatan seorang petani dalam mencari, menerapkan, memanfaatkan, dan menyebarkan informasi pertanian yang ditunjukkan oleh jumlah petani yang menggunakan sumber informasi dan jenis sumber informasi yang tersedia (Slamet, 2003). Pemanfaatan berbagai sumber informasi oleh masyarakat luas dan tidak terkecuali petani, memiliki aneka ragam yang mendorong sehingga mereka mau memilih dan menggunakan atau

Volume 4 Edisi 2 (Oktober 2011)

memanfaatkannya. Hal ini tentunya tergantung pada kondisi waktu, tempat dan jenis komoditi yang diusahakan. Informasi yang diperoleh dari ketiga sumber informasi tersebut, secara garis besar terdapat tiga jenis perlakuan atas informasi yang mereka peroleh dengan tujuan untuk menambah pengetahuan lalu dicoba dan kemudian disampaikan kepada petani atau teman lainnya. Perlakuan lainnya adalah menambah pengetahuan dan dicoba namun tidak memberitahukan kepada teman atau petani lainnya. Adapula informasi yang dimanfaatkan untuk menambah pengetahuan tetapi tidak dicoba dan tidak pula disampaikan kepada teman atau petani lainnya. Berikut ini, disajikan Tabel 4. Tabel 4 memperlihatkan bahwa sebagian besar informasi yang diperoleh melalui saluran interpersonal dimanfaatkan hanya untuk menambah pengetahuan, dan mencoba disusul hanya sekedar menambah pengetahuan. Berbeda dengan perlakuan terhadap informasi yang diperoleh melalui media massa. Bahwa perlakuan pemanfaatan informasi yang paling banyak adalah untuk sekedar menambah pengetahuan. Kemudian untuk menambah pengetahuan dan mencoba paling sedikit, yaitu hanya 3,33 persen. Hal ini menunjukkan bahwa responden tersebut memiliki keinginan untuk tahu dalam memperoleh informasi sehingga dari informasi yang diperoleh timbul keinginan serta dorongan dalam dirinya untuk bertindak atau melakukan sesuatu.

Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Pemanfaatan Informasi yang disajikan Sumber Informasi. Pemanfaatan Sumber Informasi Sumber Informasi Total (Orang) 3 2 1 1. Media Massa 0 (0) 1 (3,33) 4 (13,33) 5 (100) 2. Saluran Interpersonal 0 (0) 16 (53,33) 9 (30) 25 (100) Keterangan: PCS = Menambah pengetahuan petani, dicoba, disampaikan kepada teman/petani lain (3) PC = Pengetahuan, dicoba (2) P = Sekedar menambah pengetahuan (1) Angka dalam kurung menunjukkan persen.

3.4 Kebutuhan Informasi Kebutuhan adalah sesuatu yang diharapkan oleh seseorang agar tercapai kepuasannya dalam hal ini kebutuhan akan informasi usahatani sayuran. Informasi yang dibutuhkan oleh petani sayuran dalam pengembangan usahatani sayuran yakni tentang subsistem budidaya dan subsisitem hilir. Selanjutnya dari subsistem tersebut, kemudian dipilah-pilah. Pemilahan tersebut

kemudian disusun berdasarkan jawaban dari responden. Pilihan jawaban yang harus dijawab oleh responden adalah sangat dibutuhkan (3), dibutuhkan (2), dan tidak dibutuhkan (1). Secara rinci mengenai kebutuhan informasi yang dibutuhkan oleh petani, disajikan pada Tabel 5. Pada Tabel 5, terlihat bahwa jenis informasi yang sangat dibutuhkan pada subsistem budidaya adalah cara menggunakan obat-obatan, 45

Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate)

pemeliharaan tanaman kemudian memilih/menggunakan alat/mesin, waktu dan cara memanen. Disusul informasi yang dibutuhkan pada subsistem budidaya adalah memilih dan menggunakan bibit, memilih dan menggunakan lahan. Informasi subsistem hilir yang sangat dibutuhkan adalah informasi tentang

harga hasil produksi. Hal ini menunjukkan bahwa harga hasil produksi sangat penting bagi petani karena menyangkut kelanjutan produksi tanaman sayuran mereka. Apakah jenis tanaman sayuran yang mereka usahakan memiliki nilai pasar baik dan menguntungkan untuk diusahakan secara terus menerus.

Tabel 5. Kebutuhan Informasi Usahatani Sayuran. Jumlah Responden Jenis Informasi 3 2 1 Subsistem Budidaya: a. Memilih dan menggunakan bibit 0 4 0 b. Memilih/menggunakan obat-obatan 6 0 0 c. Memilih/menggunakan alat/mesin 5 0 0 d. Memilih dan menggunakan lahan 0 4 0 e. Waktu dan cara memanen 5 0 0 f. Pemeliharaan tanaman 6 0 0 Total 30 Subsistem Hilir: a. Harga hasil produksi 30 0 0 Total 30

IV.KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan Berdasarkan tujuan, hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Tingkat pemanfaatan sumber informasi yang paling banyak digunakan oleh petani adalah komunikasi Interpersonal (85,33% ) dan paling sedikit media massa (14,77%) . 2. Informasi usahatani sayuran yang paling dibutuhkan oleh petani adalah informasi subsistem budidaya seperti memilih/ menggunakan obat-obatan (20%), dan pemeliharaan tanaman (20 % ) disusul informasi subsistem hilir seperti harga hasil produksi.

Volume 4 Edisi 2 (Oktober 2011)

Persentase (%) 13,33 20 16,67 13,33 16,67 20 100 100 100

4.2 Saran 1. Penyuluh Pertanian Lapangan dan pihak terkait diharapkan mampu menyediakan alternatif-alternatif teknologi yang dapat dimanfaatkan oleh petani sesuai dengan karakteristik petani agar lebih proaktif dalam mencari sumber informasi untuk memenuhi kebutuhan informasi. 2. Terlihat bahwa pendidikan non formal petani sayuran seperti penyuluhan mengenai usahatani sayuran belum memuaskan, maka diharapkan adanya bantuan dari berbagai pihak untuk memberikan pelatihan agar petani dapat melakukan kegiatan usahataninya dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA Cangara

H. 2002. Pengantar Ilmu Komunikasi. diakses 21 November 2002. (http://komunikasidaninformasi.blogspot.com/). Kartasapoetra, 1988. Manajemen Pertanian. PT. Bina Aksara, Bandung. Puspadi K. 2002. “Rekonstruksi Sistem Penyuluhan Pertanian”. Disertasi Doktor, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sastropoetro S. 1988. Partisipasi, Komunikasi, Persuasi dan Disilpin dalam Pembangunan Nasional. Alumni. Bandung. Slamet, 2003. Memantapkan Penyuluhan Pertanian di Indonesia. Dalam Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan. Disunting oleh Ida Yustina dan Adjat Sudrajat. Bogor. Institut Pertanian Bogor Press. Soekartawi, 2005. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Penerbit Universitas Indonesia. Sugiyono, 2006. Metode Penelitian Bisnis. CV Alvabeta. Bandung.

46