PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF JIGSAW UNTUK

Download kooperatif tipe jigsaw untuk meningkatkan hasil belajar jaringan dasar di kelas X. Multimedia SMK PGRI 2 Badung. Variabel penelitian dari j...

0 downloads 652 Views 4MB Size
e-Journal Jurnal JPTE Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Teknik Elektro (Volume: 4 No.1 Tahun 2015)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS X MM (MULTI MEDIA) DALAM MATA PELAJARAN JARINGAN DASAR DI SMK PGRI 2 BADUNG TAHUN AJARAN 2014/2015 1

I Gusti Nyoman Suarsana, 2Ketut Udy Ariawan, 3Agus Adiarta Jurusan Pendidikan Teknik Elektro, FTK Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia

Email: {[email protected], [email protected], 3 [email protected]} ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk (1) untuk meningkatkan hasil belajar jaringan komputer siswa kelas X MM (Multi Media) SMK PGRI 2 Badung dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif jigsaw dan (2) untuk menganalisis hasil belajar siswa kelas X MM (Multi Media) melalui penerapan penerapan model pembelajaran kooperatif jigsaw. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas X MM (Multi Media) SMK PGRI 2 Badung. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode tes hasil belajar siswa. Data dianalisis dengan menggunakan teknik deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini adalah (1) siswa yang dinyatakan tuntas pada siklus I adalah 23 orang siswa (65,71%); (2) siswa yang tuntas pada siklus II sebanyak 30 orang siswa (85,71%) dan (3) terdapat peningkatan jumlah siswa yang dinyatakan tuntas dari siklus I ke siklus II sebanyak 20,00 %. Sehingga dapat diketahui bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar jaringan dasar siswa kelas X MM (Multi Media) SMK PGRI 2 Badung. Kata kunci: model pembelajaran kooperatif jigsaw, hasil belajar, jaringan dasar

ABSTRACT This study aims are (1 to increase the learning outcomes of students in computer network in tenth grade MM (Multimedia) students in SMK PGRI 2 Badung using jigsaw as cooperative learning model and (2) to analyze the learning outcomes of tenth grade MM (Multimedia) students through jigsaw as cooperative learning model. The subject of the study is tenth grade MM (Multimedia) students in SMK PGRI 2 Badung. The data collection method of this study is using descriptive qualitative technique. The result of this study are (1) the students that pass the fist cycle are 23 students (65,71%); (2) the students that pass the second cycle are 30 students (85,71%) and (3) the number of the sudents that pass from the first cycle to second cycle is increasing about 20,00%. From the data found, the coclusion is jigsaw as cooperative learning model can increase the learning outcomes of tenth grade MM (Multimedia) students in SMK PGRI 2 Badung. Keyword : Cooperative learning model jigsaw, students’ outcome, basic network

e-Journal Jurnal JPTE Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Teknik Elektro (Volume: 4 No.1 Tahun 2015) PENDAHULUAN Dewasa ini dalam dunia pendidikan, peserta didik bukan hanya dituntut untuk mempelajari fakta dan informasi saja, namun juga harus mempelajari bagaimana cara belajar. Pendidikan bukan hanya diartikan sebagai bentuk pembelajaran sebagai bentuk untuk mengasah kemampuan berpikir saja, atau bahkan diartikan sebagai pembelajaran formal semata. Pendidikan saat ini diarahkan untuk membantu peserta didik menjadi mandiri dan terus belajar sepanjang hidupnya, sehingga di proses pembelajaran ini peserta didik dapat memperoleh hal-hal yang membantu individu menghadapi tantangan dalam menjalani kehidupan ini Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003 Bab 1, Pasal 1, Ayat 1 menjelaskan bahwa: “pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”. Proses pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan kualitas kehidupan seseorang. Melalui pendidikan, manusia dituntut untuk berpikir, bersikap, dan bertindak serta melaksanakan setiap peran yang dimainkan dalam hidupnya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:232) pendidikan adalah “suatu usaha manusia untuk mengubah sikap dan tata laku seseorang atau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan. Pada hakikatnya pendidikan adalah usaha manusia untuk memanusiakan manusia itu sendiri. Dalam pendidikan terdapat dua subjek pokok yang saling berinteraksi. Kedua subjek itu adalah pendidik dan subjek didik. Subjek-subjek itu tidak harus selalu manusia tetapi dapat berupa media atau alat-alat pendidikan, sehingga pada pendidikan terjadi interaksi antara pendidik dengan subjek didik guna mencapai tujuan pendidikan”. Sekolah merupakan wahana pendidikan formal yang berperan dalam meningkatkan kualitas manusia Indonesia sejak dini, karena sekolah merupakan tempat dilaksanakan

kegiatan pendidikan, pembelajaran dan latihan. Salah satu jenjang pendidikan menengah yang diharapkan mampu menghasilkan sumber daya manusia yang memiliki keterampilan adalah sekolah menengah kejuruan (SMK). Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 Pasal 15 menyatakan bahwa pendidikan menengah kejuruan bertujuan untuk menyiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Memperhatikan tujuan yang hendak dicapai dari pendidikan SMK, jelas peranan pendidikan kejuruan dalam menyiapkan lulusan yang memiliki keterampilan tingkat menengah cukup besar. Salah satu komponen yang sangat menentukan dalam peningkatan kualitas pendidikan adalah proses pembelajaran. Dalam lingkungan pendidikan diperlukan suatu proses pembelajaran yang efektif karena hal tersebut sangat berpengaruh terhadap perkembangan belajar siswa. Pendidikan adalah interaksi pribadi diantara para siswa dan interaksi antara guru dan siswa. Kegiatan pendidikan disini adalah suatu proses sosial yang tidak dapat terjadi tanpa interaksi antar pribadi. Oleh karena itu, seorang guru dituntut untuk bisa menentukan strategi pembelajaran seperti apa yang akan dilakukan agar para siswa aktif dalam belajar. Dahulu, sekolah memiliki paradigma bahwa guru memberikan pengetahuan kepada siswa yang pasif. Guru tidak perlu tahu mengenai proses belajar mengajar yang tepat. Guru hanya perlu menuangkan apa yang diketahuinya ke dalam botol kosong yang siap menerimanya. Tuntutan dalam dunia pendidikan sudah banyak berubah. Kita tidak bisa lagi mempertahankan paradigma lama tersebut. Teori penelitian dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar membuktikan bahwa para guru sudah harus mengubah paradigma pengajaran. Guru perlu berusaha mengembangkan kompetensi dan kemampuan siswa. Dalam konteks ini kegiatan belajar mengajar harus lebih menekankan pada proses daripada hasil. Paradigma lama mengklasifikasikan siswa dalam kategori prestasi belajar seperti dalam penilaian rangking dan hasil-hasil tes.

e-Journal Jurnal JPTE Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Teknik Elektro (Volume: 4 No.1 Tahun 2015) Paradigma lama ini menganggap kemampuan sebagai sesuatu yang sudah mapan dan tidak dipengaruhi oleh usaha dan pendidikan. Paradigma baru mengembangkan kompetensi dan potensi siswa berdasarkan asumsi bahwa usaha dan pendidikan bisa meningkatkan kemampuan mereka. Banyak metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk memotivasi siwa agar lebih aktif dalam belajar. Metode yang paling sering digunakan untuk mengaktifkan siswa adalah melibatkan siswa dalam diskusi dengan seluruh kelas. Tetapi metode ini tidak terlalu efektif walaupun guru sudah berusaha dan mendorong siswa untuk berpastisipasi. Mayoritas siswa terpaku menjadi penonton sementara arena kelas dikuasai oleh hanya sebagian siswa atau didominasi oleh orangorang terbuka saja. Suasana kelas perlu dirancanakan dan dibangun agar siswa mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi satu sama lain. Oleh karena itu, pengajar perlu menciptakan suasana belajar dengan baik sehingga siswa mampu bekerja sama dengan yang lain. Salah satu metode pembelajaran yang banyak digunakan saat ini adalah model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu metode pembelajaran yang berisi serangkaian kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh siswa di dalam kelompokkelompok dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Pembelajaran model jigsaw ini merupakan bagian dari pembelajaran kooperatif yang merupakan pembelajaran kelompok dimana setiap anggota bertanggung jawab atas penguasaan materi tertentu dan mengajarkannya kepada anggota kelompoknya setelah adanya mempelajari dengan kelompok ahli masing-masing. Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan salah satu temuan baru untuk memperbaiki metode pembelajaran dalam pendidikan. Pembelajaran yang masih bersifat tradisional memberikan kejenuhan kepada siswa untuk belajar, sehingga mengurangi minat dan motivasi siswa untuk belajar materi pembelajaran. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rohmi Dewi Maslukha (2009) dalam http//karyailmiah.um.ac.id/index.php/sastra arab/article/view/488, berdasarkan hasil

penelitian tentang model pembelajaran kooperatif tipe jisaw, sebagai berikut: Hasil penelitian yang diperoleh menunjukan bahwa pembelajaran kooperatif model jigsaw ini memberikan pengaruh yang positif kepada siswa. Dalam pembelajaran ini siswa tituntut aktif dan bertangung jawab terhadap tugas masing-masing siswa. Sehingga dalam pembelajaran ini siswa tidak sekedar belajar materi pelajaran saja, melainkan juga belajar bersosialisasi terhadap sesama teman. Sikap masing-masing siswa pun juga semakin membaik dari perkembangan siklus dan siklus II. Hal ini dapat dilihat dari hasil observasi yang memperoleh persentase sejumlah 97,1 % untuk siswa yang menjalankan perannya dengan baik, dan 2,9% siswa kurang menjalankan tugasnya dengan baik. Sementara itu, pada siklus II mengalami eningkatan 97,1% siswa menjalankan perannya dengan baik, dan 2,9% siswa sudah cukup baik menjalankan perannya. Sedangkan pengamatan terhadap kelas jigsaw, diperoleh data bahwa pada siklus I 33,33% terlaksana dengan baik dan 50% aspek terlaksana cukup baik. Sedangkan pada siklusII diperoleh data 83,33% dari keseluruhan aspek terlaksana dengan baik. Hasil tes siswa di setiap siklus memberikan hasil yang memuaskan. Pada siklus I, ada tujuh siswa yang dinyatakan tidak lulus belajar. Sedangkan pada siklus II, hanya ada tiga siswa yang tidak tuntas belajar. Terhadap pembelajaran ini, siswa sangat merespon positif. Hal ini dibuktikan dengan hasil angket siswa 52,78% menyatakan cukup senang belajar dalam kelompok jigsaw. Berdasarkan hasil penelitian dan observasi di atas, maka model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw baik digunakan untuk meningkatkan hasil belajar dan aktivitas belajar siswa dalam proses pembelajaran. Salah satu contoh yaitu pada mata pelajaran Jaringan Dasar, dengan metode ini semua siswa diberi tanggung jawab untuk menguasai subtopik yang ditugaskan guru, dalam proses mata pelajaran Jaringan Dasar ini terdapat beberapa materi yang harus dikerjakan siswa secara kelompok, hal ini akan lebih mengefektifkan waktu ketika siswa belajar. Siswa dalam kelompok ini bekerja sama untuk menyelesaikan tugas kooperatifnya dalam belajar dan menjadi ahli dalam subtopik

e-Journal Jurnal JPTE Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Teknik Elektro (Volume: 4 No.1 Tahun 2015) bagiannya, serta merencanakan bagaimana mengajarkan subtopik bagiannya kepada anggota kelompoknya semula. Berdasarkan observasi awal yang telah dilakukan oleh peneliti untuk penelitian ini yaitu di SMK PGRI 2 Badung, di sekolah tersebut proses pembelajaran Jaringan Dasar dilakukan dengan metode demonstrasi menggunakan media pendukung berupa modul dan komputer sebagai media utama. Terdapat beberapa permasalahan yang menjadi dasar penelitian ini yaitu perolehan hasil belajar siswa kurang memuasakan dengan KKM (Ketuntasan Kriteria Minimum) METODE Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research). Penelitian tindakan kelas adalah suatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan-tindakan tertentu agar dapat memperbaiki dan atau meningkatkan praktekpraktek pembelajaran di kelas secara lebih professional (Kanca, 2006: 94). Penelitian ini dilaksanakan di SMK PGRI 2 Badung pada semester genap tahun ajaran 2014/2015. Subyek Penelitian Tindakan Kelas ini adalah siswa kelas X Multimedia SMK PGRI 2 Badung Tahun Pelajaran 2014/2015 yang berjumlah 35 siswa dengan 21 laki-laki dan 14 perempuan. Dipilihnya kelas X Multimedia SMK PGRI 2 Badung, karena hasil belajar pada mata pelajaran jaringan dasar masih tergolong rendah dan belum memenuhi Kreteria Ketuntasan Minimal (KKM). Objek dari penelitian tindakan kelas yang dilakukan di kelas X Multimedia SMK PGRI 2 Badung dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw untuk meningkatkan hasil belajar jaringan dasar di kelas X Multimedia SMK PGRI 2 Badung. Variabel penelitian dari judul yang telah dirumuskan oleh peneliti terdiri dari dua variabel yaitu model pembelajaran kooperatif jigsaw sebagai variabel bebas dan hasil belajar jaringan dasar siswa kelas X Multimedia sebagai variabel terikat. Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus, dengan tiap siklus mempunyai 4 tahapan, yaitu: Perencanaan, Pelaksanaan, Observasi, Refleksi. Untuk pelaksanaan siklus sangat sesungguhnya, jumlah bergantung kepada permasalahan yang perlu

adalah 75, yang berakibat hasil belajar siswa pada mata pelajaran Jaringan Dasar pun kurang tercapai secara maksimal. Dari daftar nilai yang diberikan oleh guru mata pelajaran, hasil belajar jaringan dasar siswa masih rendah yaitu dari 35 siswa hanya 19 siswa yang nilainya diatas KKM. Terkadang pada proses pembelajarannya masih terdapat siswa yang ketinggalan atau belum menguasai dan memahami konsep maupun aplikasi materi pelajaran Jaringan Dasar ketika sedang belajar di dalam kelas.

diselesaikan. Apabila permasalahan terkait belum terselesaikan dalam tiga siklus maka perlu dilakukan siklus selanjutnya yang disertai dengan tindak lanjut dari penyelesaian masalah dari siklus sebelumnya. Sebelum mengadakan penelitian ini, peneliti melakukan observasi dan wawancara kepada guru mata pelajaran yang terkait. Dari hasil wawancara dan observasi tersebut diperoleh data bagaimana situasi pada saat siswa menerima pelajaran di kelas sehingga diharapkan penelitian ini dapat berjalan dengan lancar. Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun pelajaran 2014/2015. Penentuan waktu penelitian mengacu kepada kalender pendidikan sekolah di SMK PGRI 2 Badung. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di SMK PGRI 2 Badung. Rancangan penelitian ini merupakan rancangan penelitian tindakan berdasarkan atas (1) orientasi awal dan observasi penelitian, tampak bahwa mata pelajaran jaringan dasar di kelas X Multimedia SMK PGRI 2 Badung mengalami sejumlah permasalahan didalam proses belajar mengajar; (2) pemilihan kelas di kelas X Multimedia SMK PGRI 2 Badung karena pada kesempatan ini upaya pengembangan program mata pelajaran jaringan dasar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif jigsaw lebih dimungkinkan, dalam hal ini dilihat dari aspek perkembangan kognitif, afektif, dan psikomotor siswa. Setelah data terkumpul kemudian dilakukan analisis data. Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini yaitu mengunakan metode analisis deskriptif

e-Journal Jurnal JPTE Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Teknik Elektro (Volume: 4 No.1 Tahun 2015) kuantitatif. Data yang telah dikumpulkan berupa skor kemudian dianalisis dengan HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian yang bersifat tindakan kelas atau yang sering disingkat dengan PTK ini dilaksanakan pada 20 April 2015 sampai selesai. Subjek yang dipergunakan untuk melaksanakan penelitian ini adalah kelas X Multimedia yang berjumlah 35 siswa dengan 21 laki-laki dan 14 perempuan. Dalam penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan data yang dikumpulkan yaitu data mengenai hasil belajar siswa dimana akan diterapkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.

menghitung rata-rata kelas, persentase ratarata, dan ketutasan belajar.

Setelah melakukan penelitian pada kelas X Multimedia SMK PGRI 2 Badung melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw maka didapatlah hasil belajar siswa pada siklus I. Berdasarkan tes hasil belajar yang diberikan pada akhir siklus, diperoleh rincian skor dan nilai hasil belajar secara lengkap dapat dilihat pada lampiran. Untuk mengetahui skor hasil belajar siswa, digunakan lembar tes dalam bentuk objektif yang berjumlah 10 soal. Adapun hasil belajar siswa dalam aspek kognitif dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1 Hasil Belajar Siswa Siklus I (Kognitif) Rentangan 85-100 75-84 65-74 41-64 0-40

Kategori Amat Baik Baik Cukup Kurang Sangat Kurang Jumlah

Dari tabel tersebut, hasil belajar siswa yang tidak tuntas sebesar 34,28% dan yang tuntas sebanyak 65,72% sehingga jika dibandingkan dengan pedoman konversi hasil belajar maka diperoleh jumlah siswa yang berada pada kategori kurang sebanyak 6 orang siswa (17,14%), kategori cukup sebanyak 6 orang siswa (17,14%) kategori

Jumlah Siswa 5 18 6 6 0 35

Persentase 14,29% 51,43% 17,14% 17,14% 0,00% 100,00%

baik sebanyak 18 orang siswa (51,43%) dan kategori sangat baik sebanyak 5 orang siswa (14,29%). Untuk mata pelajaran Jaringan Dasar di SMK PGRI 2 Badung ditetapkan KKM yaitu 75, maka jumlah siswa yang dinyatakan tuntas dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2. Ketuntasan Belajar Siswa Siklus I Keterangan Tuntas Belum Tuntas JUMLAH

Jumlah Siswa 23 12 35

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa jumlah siswa yang telah tuntas dalam mata pelajaran jarrriiingan dasar dengan menerapkan model pembelajarn kooperatif tipe jigsaw sebanyak 23 orang siswa (65,71%) tuntas, sedangkan jumlah siswa yang belum tuntas dalam mata

Persentase 65,71% 34,29% 100,00% pelajaran jaringan dasar dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw sebanyak 12 orang siswa (34,29%). Berdasarkan data tersebut, penelitian ini masih belum mencapai kriteria keberhasilan, karena ketuntasan klasikal belum mencapai > 85%.

e-Journal Jurnal JPTE Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Teknik Elektro (Volume: 4 No.1 Tahun 2015) Hasil belajar siswa tidak hanya diukur melalui ranah kognitif atau penilaian berdasarkan hasil post-test siswa. Keaktifan serta keterampilan siswa dalam melakukan praktik mata pelajaran perakitan komputer dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw juga dinilai melalui

lembar hasil pengamatan afektif dan psikomotor serta rubrik penilaian. Dari hasil pengamatan selama proses pembelajaran berlangsung, didapatlah hasil belajar siswa dalam ranah afektif dan psikomotor dalam tabel berikut.

Tabel 3. Hasil Belajar Siswa Siklus I (Afektif dan Psikomotor) Rentangan 85-100 75-84 65-74 41-64 0-40

Kategori Amat Baik Baik Cukup Kurang Sangat Kurang Jumlah

Berdasarkan hasil pengamatan tersebut, terdapat 8 siswa (22,86%) mendapat predikat amat baik dan 27 siswa (77,14%) mendapat predikat baik. Peneliti masih menemukan siswa yang kurang antusias dalam mengikuti kegiatan pembelajaran di kelas. Siswa masih enggan dalam melontarkan pendapat serta menanggapi permasalahan teman sekelasnya. Masih ditemukan siswa yang belum begitu terampil dalam mengadakan praktikum serta berdiskusi dengan teman sekelompoknya. Setelah melakukan pengamatan serta beberapa observasi pada siklus I, pada tahap berikutnya akan dilakukan beberapa perbaikan agar didapat hasil belajar yang meningkat. Adapun beberapa upaya yang akan dilakukan adalah sebagai berikut: (1) setelah mendapatkan hasil belajar yang kurang maksimal, penulis yang di dampingi oleh guru akan memasuki siklus II, dimana dalam tahap ini, para siswa akan di bimbing untuk menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Melakukan perbaikan pada siswa yang mengalami banyak kesulitan pada saat mengikuti proses pembelajaran. Membuat situasi kelas yang aktif dan kondusif dengan cara merangsang agar siswa mau bertanya apabila ada materi yang belum dimengerti serta mampu menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru maupun membantu teman

Jumlah Siswa 8 27 -

35

Persentase 22,86% 77,14% 100,00%

sekelasnya dalam memecahkan masalah dalam pembelajaran; (2) siswa akan diberikan panduan dalam pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw terlebih dahulu di siklus II ini, diharapkan hasil belajar siswa mengalami peningkatan dalam hasil belajar 85 % siswa mencapai ketuntasan; (3) menekankan pada semua siswa bahwa setiap tindakan pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung akan diberikan point tertentu; (4) guru akan memberikan pertanyaan kepada setiap kelompok, dimana hal ini bertujuan agar semua siswa yang terlibat dalam kelompok menjadi lebih aktif dan hasil belajar meningkat; (5) memberikan gambaran umum mengenai materi yang akan dibahas pada pertemuan yang akan datang, agar siswa dapat mempelajarinya terlebih dahulu di rumah masing-masing; (6) memberikan refleksi pada akhir kegiatan yang ditujukan pada setiap siswa atau pada setiap kelompok yang dibentuk sebelumnya; dan (7) pembentukan kelompok dibentuk oleh guru bersangkutan, agar tidak terjadi pemilihan secara homogen dalam hal pembentukan kelompok belajar. Berdasarkan hasil tindakan siklus II pada pembelajaran perakitan komputer bisa dilihat pada hasil belajar siswa dengan tes yang dilakukan setiap akhir siklus. Sebaran hasil belajar siswa pada Siklus II seperti nampak pada tabel berikut.

e-Journal Jurnal JPTE Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Teknik Elektro (Volume: 4 No.1 Tahun 2015)

Tabel 4. Hasil Belajar Siswa Pada Siklus II (Kognitif) Rentangan 85-100 75-84 65-74 41-64 0-40

Kategori Amat Baik Baik Cukup Kurang Sangat Kurang Jumlah

Berdasarkan analisis data pada tabel 4, diperoleh nilai rata-rata hasil belajar siswa sebesar 80 sehingga jika dibandingkan dengan pedoman konversi hasil belajar maka diperoleh jumlah siswa yang berada pada Dalam standar KKM mata pelajaran jaringan dasar ditetapkan standar kelulusan

Jumlah Siswa 8 22 5 0 0 35

Persentase 22,86% 62,86% 14,28% 0,00% 0,00% 100,00%

kategori amat baik sebanyak 8 orang siswa (22,86%) kategori baik sebanyak 22 orang siswa (62,86%), kategori cukup sebanyak 5 orang siswa (14,28%). yaitu 75, maka jumlah siswa yang dinyatakan tuntas dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5. Ketuntasan Belajar Siswa dalam Siklus II Keterangan Tuntas Belum Tuntas JUMLAH

Jumlah Siswa 30 5 35

Berdasarkan tabel 5 tersebut, dapat diketahui bahwa jumlah siswa yang telah tuntas dalam pembelajaran mata pelajaran jaringan dasar dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw sebanyak 30 orang siswa (85,71%), sedangkan jumlah siswa yang belum tuntas dalam pembelajaran jaringan dasar dengan penerapan model pembelajaran kooperatif jigsaw sebanyak 5 orang siswa (14,29%).

Persentase 85,71% 14,29% 100,00% Berdasarkan data tersebut, penelitian ini sudah bisa dikatakan berhasil, karena kriteria keberhasilan penelitian untuk ketuntasan belajar mencapai 85,71% atau ≥ 85%. Adapun penilaian sikap serta keterampilan siswa (afektif dan psikomotor) yang dinilai melalui lembar pengamatan dan rubrik penilaian siswa pada siklus II dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 6. Hasil Belajar Siswa Pada Ranah Afektif dan Psikomotor Siklus II Rentangan 85-100 75-84 65-74 41-64 0-40

Kategori Amat Baik Baik Cukup Kurang Sangat Kurang Jumlah

Berdasarkan tabel 6 tersebut, hasil penilaian sikap dan keterampilan siswa sudah baik.

Jumlah Siswa 27 8 -

35

Persentase 77,14% 22,86% 100,00%

Terdapat peningkatan jumlah skor siswa yang mendapat predikat amat baik. Ditinjau dari

e-Journal Jurnal JPTE Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Teknik Elektro (Volume: 4 No.1 Tahun 2015) kegiatan pembelajaran, siswa lebih aktif, disiplin dan antusisas dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Siswa sudah mampu bertanya dan menanggapi pertanyaan temannya. Siswa mulai teliti dalam memperhatikan materi pembelajaran yang disampaikan. Siswa juga sudah lebih terampil dalam menlaksanakan kegiatan praktikum dan lebih aktif dalam diskusi kelompok. Setelah melauli proses pembelajaran siklus I dan siklus II, sudah dapat diamati oleh penulis terjadinya peningkatan hasil belajar serta keaktifan siswa, pemahaman teori siswa terhadap bahan ajar sudah meningkat hal ini dapat dibuktikan dengan peningkatan nilai rata-rata kelas dari siklus I ke siklus II. adapun beberapa temuan pada pelaksanaan siklus II adalah sebagai berikut: (1) hasil belajar pada

pertemuan ini sudah meningkat dari pada siklus I, siswa belum tuntas mencapai 14,29 %;(2) siswa dapat mengeksplor kemampuan yang mereka miliki dengan lebih mudah, siswa bisa mengimajinasikan pelajaran yang mereka pelajari sesuai dengan apa yang mereka pikirkan tanpa keluar dari konsep pembelajaran; (3) tidak terdapat siswa yang membuat masalah, sehingga suasana kelas terjaga dan tenang; dan (4) guru lebih santai saat mengajar, siswa mampu berdiskusi dan bekerjasama dalam kelompok secara baik serta dapat memecahkan masalah bersama. Data hasil belajar siswa pada mata pelajaran perakitan komputer yang diperoleh setelah melakukan penelitian dalam dua siklus dapat dilihat dalam tabel ketuntasan hasil belajar siswa siklus I dan II sebagai berikut.

Tabel 7. Ketuntasan Hasil Belajar Siswa Siklus I dan II DATA HASIL BELAJAR SIKLUS I TUNTAS JML % 23 65,71%

TIDAK TUNTAS JML % 12 34,29%

Dari tabel ketuntasan hasil belajar siswa siklus I dan II dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan jumlah siswa yang tuntas dalam mata pelajaran perakitan komputer. Pada siklus I, jumlah siswa yang tuntas sebanyak 23 orang (65,71%) sedangkan pada siklus II sebanyak 30 orang (85,71%). Dengan demikian, ketuntasan hasil belajar siswa mengalami peningkatan sebesar 20,00%. Setelah melakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) melalui dua siklus yaitu siklus I dan siklus II maka didapatlah data ketuntasan hasil belajar siswa. Ketuntasan hasil belajar siswa ditinjau dari nilai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) yaitu 75. Penelitian ini dikatakan berhasil apabila sudah mencapai kriteria ketuntasan klasikal sebesar ≥ 85%. Pada siklus I jumlah siswa yang dinyatakan tuntas ialah sebanyak 23 orang siswa (65,71%) sedangkan jumlah siswa yang belum tuntas ialah sebanyak 12 orang

SIKLUS II TIDAK TUNTAS TUNTAS JML % JML % 30 85,71% 5 14,29%

siswa (34,29%). Bila ditinjau dari kriteria ketuntasan klasikal maka siklus I ini dikatakan belum berhasil karena masih belum mencapai kriteria tersebut. Siklus ini belum mencapai kriteria ketuntasan klasikal dikarenakan oleh siswa mengalami banyak kesulitan pada saat mengikuti proses pembelajaran dan siswa kurang paham dengan model pembelajaran yang diterapkan oleh guru serta siswa enggan melontarkan pertanyaan kepada guru jika siswa kurang paham mengenai materi yang sedang didiskusikan dengan kelompok masing-masing dengan model pembelajaran kooperatif jigsaw. Ketika dilakukan penarikan kesimpulan, siswa masih bersifat pasif dan enggan membuat kesimpulan dari materi pembelajaran sehingga masih berpatokan pada guru mata pelajaran tersebut. Maka dari itu masih terdapat siswa yang kurang mengerti atau masih ragu-ragu mengenai materi, sehingga hasil belajar siswa menjadi tergolong rendah. Selain melakukan

e-Journal Jurnal JPTE Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Teknik Elektro (Volume: 4 No.1 Tahun 2015) penilaian kognitif, peneliti juga melakukan penilaian sikap (afektif) dan keterampilan melakukan praktik (psikomotor) siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Penilaian ini berdasarkan rubrik penilaian afektif dan psikomotor siswa serta lembar pengamatan yang dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung. Dari hasil pengamatan tersebut, nilai afektif siswa masih dipandang kurang memuaskan karena peneliti masih melihat siswa kurang aktif dalam pembelajaran di kelas. Siswa masih merasa enggan dalam bertanya apabila masih ada kesulitan dalam belajar serta siswa cenderung kurang teliti dalam melaksanakan tugasnya di kelas. Selain itu nilai psikomotorik siswa juga masih dipandang kurang. Siswa belum terlibat aktif dalam kelompok belajarnya di kelas seperti ketika teman ada yang bertanya, siswa yang lain kurang merespon. Masih terdapat siswa yang kurang tekun dan teliti dalam mengerjakan tugasnya di dalam kelompok ketika melakukan kegiatan praktik di kelas. Untuk menyikapi kekurangan tersebut maka strategi penyelesaian yang peneliti lakukan dalam siklus berikutnya ialah melakukan bimbingan bagi siswa yang mengalami kesulitan belajar pada saat mengikuti proses pembelajaran di dalam kelas. Peneliti juga membuat situasi belajar yang aktif, kondusif dan menyenangkan dengan cara merangsang agar siswa mau bertanya apabila siswa masih bingung atau kurang paham mengenai materi pelajaran tersenbut serta mampu menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru maupun membantu teman sekelasnya dalam menyelesaikan permasalah dalam materi pelajaran yang diajarkan. Siswa akan diberikan point atau skor tertentu apabila siswa mau aktif berpartisipasi didalam kegiatan pembelajaran. Serta melakukan kegiatan refleksi pada akhir kegiatan yang ditujukan pada setiap siswa atau kelompok belajar sehingga siswa dapat mengetahui dan mengingat apa saja materi yang telah mereka pelajari dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Setelah dilakukan kegiatan pembelajaran pada siklus berikutnya yaitu siklus II, maka diadakanlah kegiatan belajar mengajar seperti yang telah direncanakan

pada tahap refleksi siklus I. Pada siklus ini, didapatlah data ketuntasan hasil belajar siswa pada mata pelajaran jarigan dasar. Siswa yang tuntas adalah sebanyak 30 orang siswa (85,71%). Sedangkan jumlah siswa yang tidak tuntas adalah sebanyak 5 orang siswa (14,29%). Dari data tersebut, dapat dilihat peningkatan jumlah siswa yang tuntas dalam mata pelajaran jaringan dasar. Jika pada siklus I siswa yang dinyatakan tuntas hanya sebanyak 23 orang siswa (65,71%), maka pada siklus II siswa yang tuntas dalam mata pelajaran ini ialah sebanyak 30 orang siswa (85,71%). Terjadi peningkatan jumlah siswa yang tuntas yaitu sebesar 20,00%. Penelitian pada siklus II dikatakan berhasil karena pada siklus ini jumlah siswa yang tuntas sebanyak 85,71% yaitu sesuai dengan kriteria ketuntasan klasikl sebesar ≥ 85%. Oleh sebab siklus II dikatakan berhasil, maka peneliti tidak mengadakan penelitian pada siklus berikutnya. Pada siklus II, siswa sudah mengalami peningkatan keaktifan serta keterampilannya dalam melakukan praktik di kelas. Setelah melakukan penilaian afektif dan psikomotor, didapatkan bahwa terdapat peningkatan hasil belajar afektif dan psikomotor. Pada siklus ini, siswa sudah terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Siswa sudah bersifat aktif yaitu dengan bertanya dan menanggapi pertanyaan siswa lain. Menunjukkan antusiasme dan rasa ingin tahu yang besar, serta serius dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang peneliti terapkan. Aspek psikomotor (keterampilan) siswa dalam melakukan praktik juga mengalami peningkatan. Siswa mampu mengamati hasil percobaan sesuai dengan prosedur. Tekun dan teliti dalam menyelesaikan tugas dengan hasil terbaiknya. Aktif dalam tanya jawab serta mampu menghargai gagasan atau ide dari siswa lain. Berdasarkan hasil tindakan pada paparan diatas, maka dapat dikatakan bahwa penelitian ini berhasil. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada mata pelajaran jaringan dasar siswa kelas X MM (Multimedia) di SMK PGRI 2 Badung tahun ajaran 2014/2015 dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

e-Journal Jurnal JPTE Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Teknik Elektro (Volume: 4 No.1 Tahun 2015)

Gambar 1. Absensi Kehadiran Siswa

Gambar 2. Siswa Berdiskusi dalam Kelompok Jigsaw SIMPULAN DAN SARAN Setelah melalui beberapa tahapan penerapan model pembelajaran kooperatif jigsaw, hasil yang diperoleh adalah siswa yang dinyatakan tuntas pada siklus I sebanyak 23 orang siswa (65,71%), ( siswa yang tuntas pada siklus II sebanyak 30 3 orang siswa (85,71%) %) dan terdapat peningkatan jumlah siswa yang dinyatakan tuntas dari siklus I ke siklus II sebanyak 20,00 %. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan enerapan model pembelajaran kooperatif jigsaw dapat meningkatkan hasil belajar mata pelajaran

Gambar 3. Pembagian Kelompok Jigsaw

Gambar 4. Siswa Menjawab Posttest

jaringan dasar pada siswa kelas X MM (Multi Media ia di SMK PGRI 2 Badung. Badung Berdasarkan simpulan yang sudah ditarik penulis maka, dapat dikemukakan beberapa saran yaitu (1) model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw diharapkan bisa menjadi salah satu alternatif bagi para pengajar, sehingga sehin para siswa tidak merasa jenuh dengan model pembelajaran yang monoton; (2) diharapkan pada Guru yang mengajar di dalam kelas untuk menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw untuk meningkatkan hasil belajar siswa sesuai dengan materi dan

e-Journal Jurnal JPTE Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Pendidikan Teknik Elektro (Volume: 4 No.1 Tahun 2015) topik yang diajarkan; (3) dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, hendaknya guru juga memperhatikan keikutsertaan siswa dalam kegiatan DAFTAR PUSTAKA Kanca, I Nyoman. 2006. Metodologi Penelitian Keolahragaan. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha. Rohmi

Dewi Maslukha. 2009. (http//karyailmiah.um.ac.id/index.php/sastra arab/article/view/488) tanggal akses 10 April 2015

Sugono, D. DKK. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Depdiknas Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta : Penerbit Sinar Grafika.

pembelajaran di kelas agar kegiatan belajar mengajar menjadi kondusif dan membuat siswa lebih memahami materi yang diajarkan.