PENGAMBILAN PEKTIN DARI AMPAS WORTEL DENGAN EKSTRAKSI MENGGUNAKAN PELARUT HCl ENCER Haryono, Dyah Setyo Pertiwi, Dian Indra Susanto dan Dian Ismawaty Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Nasional Kampus ITENAS, Jl. PKH. Hasan Mustafa No: 23 Bandung (40124) No. Telepon: (022) 7272215 ext. 141, No. Fax: (022) 7202892 e-mail:
[email protected],
[email protected] Abstrak Pektin merupakan turunan karbohidrat yang terdapat di dalam buah-buahan dan sayuran yang diperlukan dalam pembuatan selai, persiapan buah untuk yoghurt dan jus buah, serta dalam fermentasi dan pengasaman langsung terhadap susu. Salah satu sumber pektin adalah ampas wortel. Pemisahan pektin dari ampas wortel dapat dilakukan secara ekstraksi dengan menggunakan pelarut HCl encer. Ekstraksi dilakukan menggunakan labu leher tiga yang dilengkapi dengan pengaduk dan kondensor refluks. Percobaan bertujuan untuk memperoleh kandungan pektin maksimum o berdasarkan variabel waktu (30 -120 menit), temperatur (60 - 90 C), pH (2,5 - 3,5), dan kebutuhan pelarut (300, 400 dan 500 mL/100g bahan). Untuk memperoleh kondisi optimum dari variabel-variabel tersebut dilakukan percobaan pendahuluan yang kemudian dilanjutkan dengan percobaan inti. o Kondisi optimum yang diperoleh adalah pada waktu kontak 120 menit, temperatur 80 C, pH 2,5 serta kebutuhan pelarut 400 mL/100g bahan. Hasil analisis menunjukkan bahwa pektin dari ampas wortel merupakan pektin bermetoksil tinggi dengan kadar metoksil dan asam anhidrogalakturonat (AAG) berturut-turut berkisar 12,87-16,94% dan 79,98-99,61%, sedangkan derajat esterifikasi dan berat ekivalen berturut-turut adalah berkisar pada 87,2596,55% dan 2241,75-5124. Kata kunci: ampas wortel; ekstraksi; HCl encer; pektin 1. Pendahuluan Kata pektin berasal dari bahasa Yunani yang berarti mengental atau menjadi padat. Pektin merupakan seyawa turunan polisakarida yang kompleks dengan berat molekul 105.000-125.000 g/mol (Kertesz,1951) yang banyak terkandung dalam sayuran dan buah-buahan di antaranya jeruk, apel, pisang, wortel, kacang dan bawang putih. Pektin memiliki kemampuan membentuk gel sehingga sangat penting dalam proses pembuatan berbagai produk makanan seperti selai, jeli, persiapan buah untuk yoghurt, jus buah dan produk lainnya. Penambahan pektin pada industri makanan bisa dilakukan pada pertengahan atau pada akhir proses. Selain itu juga pektin bisa digunakan sebagai bahan tambahan untuk kosmetik dan obat-obatan. Pektin secara umum terdapat di dalam dinding sel primer tanaman, khususnya di sela-sela antara selulosa dan hemiselulosa. Senyawa-senyawa pektin juga berfungsi sebagai bahan perekat antara dinding sel yang satu dengan yang lain. Bagian antara dua dinding sel yang berdekatan disebut lamella tengah. Letak pektin dalam struktur dinding sel tumbuhan ditampilkan dalam Gambar 1.1 (Winarno, 1992). Dewasa ini bahan baku utama yang merupakan sumber pektin untuk produksi komersial adalah kulit jeruk dan ampas dari produksi sari buah apel. Selain itu produksi pektin telah dilakukan terhadap ampas pengolahan gula bit di Swedia tetapi tidak berlangsung lama dan produksinya dihentikan (Towle dan Christensen (1973) dalam Maulidiani (2002)). Kandungan pektin pada apel berkisar 13,36 - 14,47% (Kertesz,1951). Pektin pada kulit jeruk, pisang dan wortel berturut-turut adalah 35 - 40%, 24% dan 7-18% (Johnson dan Peterson (1978) dalam Maulidiani (2002)). Pada umumnya senyawa pektin diklasifikasikan menjadi tiga kelompok senyawa, yaitu asam pektat, asam pektinat (pektin), dan protopektin. Kandungan pektin di dalam tanaman sangat bervariasi berdasarkan jenis tanaman maupun bagian-bagian jaringannya dan pada buah-buahan tergantung pada derajat kematangan buah (Winarno, 1992).
B.6-1
Gambar 1.1 Struktur dinding sel tumbuhan Pada asam pektat, gugus karboksil asam galakturonat dalam ikatan polimernya tidak teresterkan. Asam pektat dapat membentuk garam seperti halnya asam-asam lain. Asam pektat terdapat dalam jaringan tanaman sebagai kalsium atau magnesium pektat. Asam pektinat, disebut juga pektin, dalam molekulnya terdapat metil ester pada beberapa gugusan karboksil sepanjang rantai polimer dari galakturonat. Pektin mempunyai sifat terdispersi dalam air, dan seperti halnya asam pektat, pektin juga dapat membentuk garam yang disebut garam pektinat. Dalam bentuk garam inilah pektin tersebut berfungsi dalam pembuatan jeli dengan gula dan asam. Pektin dengan kandungan metoksil rendah adalah asam pektinat yang sebagian besar gugus karboksilnya bebas tidak teresterkan. Pektin dengan metoksil rendah ini dapat membentuk gel dengan ion-ion bervalensi dua. Kekuatan pembentukan gel suatu senyawa akan lebih tinggi bila residu asam galakturonatnya dalam molekul juga lebih besar. Potensi pembentukan jeli dari pektin menjadi berkurang dalam buah yang terlalu matang. Selama proses pematangan terjadi proses demetilasi pektin dan hal ini menguntungkan untuk tujuan pembuatan gel, tetapi sebaliknya demetilasi yang terlalu lanjut atau sempurna akan menghasilkan asam pektat yang tidak lagi mudah membentuk gel. Pektin merupakan senyawa unit-unit asam anhidrogalakturonat (AAG) yang dihubungkan dengan ikatan α1-4 glikosidik. Beberapa gugus karboksilnya dapat teresterifikasi dengan methanol atau ternetralkan oleh kation.. Polimer AAG tersebut merupakan rantai lurus atau tidak bercabang seperti yang ditampilkan dalam Gambar 1.2 (Nelson (1977) dalam Winarno (1992)).
Gambar 1.2 Molekul pektin Berdasarkan kadar metoksilnya, pektin dibedakan atas dua macam yaitu pektin bermetoksil tinggi, yaitu lebih dari 50% gugus karboksilnya teresterkan atau dengan kata lain derajat esterifikasinya lebih dari 50% serta kandungan metoksilnya lebih dari 7%, sedangkan untuk pektin berkadar metoksil rendah kandungan metoksilnya antara 3-7% atau derajat esterifikasinya kurang dari 50% (Kertesz, 1951). Pektin merupakan koloid yang reversibel, tidak larut dalam air, dapat mengendap, dapat dikeringkan dan dapat dilarutkan kembali. Penambahan air pada pektin kering akan menghasilkan bentuk pasta dan akhirnya membentuk larutan yang makin cepat terjadi dengan pemanasan dan penambahan gula. Pektin berada dalam beberapa ukuran yang sangat kecil yang dapat diendapkan dengan penambahan garam logam dan alkohol. Protopektin merupakan istilah untuk senyawa-senyawa pektin yang tidak larut, yang banyak terdapat dalam jaringan tanaman muda. Bila jaringan tanaman ini dipanaskan di dalam air yang juga mengandung asam, protopektin dapat diubah menjadi pektin yang dapat terdispersi di dalam air. Karena alasan tersebut, maka jaringan-jaringan dalam sayur-sayuran dan buah-buahan menjadi lunak dan empuk bila dimasak dalam air panas (Winarno, 1992). Ekstraksi adalah suatu metoda yang digunakan untuk memisahkan satu komponen campuran dari zat padat atau zat cair dengan menggunakan bantuan pelarut. Ekstraksi dapat digolongkan menjadi dua katagori yaitu ekstraksi cair cair dan ekstraksi padat cair (leaching). Ekstraksi cair cair digunakan untuk
B.6-2
memisahkan dua zat cair yang saling bercampur dengan menggunakan suatu pelarut yang melarutkan salah satu zat dalam campuran itu. Ekstraksi padat cair (leaching) digunakan untuk memisahkan campuran zat padat dan zat terlarut dengan menggunakan pelarut yang dapat melarutkan zat terlarut tetapi sangat sedikit melarutkan zat padat. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi adalah (R. E. Treybal, 1980) : 1. Temperatur Pada temperatur tinggi umumnya kelarutan juga tinggi. Tetapi dalam beberapa hal temperatur juga dijaga rendah untuk mencegah terjadinya penguapan pelarut dan rusaknya zat terlarut. 2. Ukuran partikel Semakin kecil ukuran partikel maka semakin luas permukaan kontak antara padatan dan pelarut sehingga perpindahan massa juga semakin tinggi. Partikel yang terlalu kecil dan halus akan menimbulkan kesulitan dalam hal pemisahan padat-cair. 3. Waktu kontak Semakin lama waktu kontak antara pelarut dengan campuran, laju perpindahan zat terlarut semakin besar, namun saat mencapai waktu kontak optimum perpindahan zat terlarut ke dalam pelarut menjadi setimbang dengan perpindahan zat terlarut kembali ke padatannya. 4. Jenis pelarut dan jumlah pelarut Pelarut dipilih dengan mempertimbangkan segi selektivitas, harga, viskositas dan toksisitas. Jumlah pelarut harus cukup untuk melarutkan zat terlarut sampai tingkat yang diinginkan. Jumlah pelarut sebanding dengan laju leaching, semakin banyak pelarut maka laju leaching juga makin cepat. 5. Kecepatan pengadukan Semakin cepat pengadukan maka jumlah zat terlarut yang berpindah ke dalam pelarut semakin banyak yang berarti laju leaching juga semakin cepat. Ekstraksi pektin biasanya dilakukan dengan menggunakan larutan asam baik asam mineral maupun asam organik. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat efisiensi ektraksi pektin yaitu lama waktu ekstraksi, temperatur dan pH larutan (Baker, 1948). Ekstraksi pektin dari apel dilakukan pada temperatur 85-100oC dan pada pH rendah. Pada temperatur sekitar 85oC diperlukan waktu kontak 60 – 80 menit, sedangkan untuk temperatur sekitar 100oC diperlukan waktu kontak yang lebih pendek, yaitu 30 – 40 menit. Ekstraksi pektin dari jeruk dapat dilakukan dengan pelarut air dengan perbandingan pelarut terhadap jeruk = 3:1, pH 1,3 – 1,4, temperatur 90 – 100oC dan pada pemanasan selama 1 jam (Kertesz, 1951). Hermanto (1995) telah meneliti pengambilan pektin dari kulit pisang pada rentang pH 1,5-3,5, waktu kontak 30-120 menit, dan temperatur 90oC dan mendapatkan kadar AAG tertinggi sebesar 95,26% pada waktu kontak 120 menit dan pH 1,5. Fitriani (2003) melakukan pengambilan pektin dari kulit jeruk lemon.pada temperatur 80oC dan waktu kontak 40 – 100 menit. Pektin yang didapatkan mempunyai kadar AAG tertinggi sebesar 72,55% pada waktu kontak 40 menit. Penggunaan bahan pengendap yang berbeda menghasilkan kadar AAG yang berbeda, sebagai contoh: isopropanol menghasilkan pektin dengan kadar AAG yang lebih tinggi dari pada etanol (Maulidiani, 2002). Ekstraksi pektin dari bahan baku, pelarut dan pengendap yang berbeda memerlukan kondisi optimum yang berbeda. 2. Metodologi Pada percobaan ini dilakukan proses pemisahan pektin dari ampas wortel secara ekstraksi menggunakan larutan HCl encer. Percobaan dilakukan dengan variabel-variabel percobaan sebagai berikut: 1. pH : 2,2; 2,5; 3; dan 3,5 o 2. temperatur : 60, 70, 70, 80, 90, dan 100 C 3. waktu ekstraksi : 30, 60,90, 120 menit 4. jumlah pelarut : 300, 400 dan 500 mL/100g bahan Percobaan dilakukan dalam dua tahap; tahap pertama adalah percobaan pendahuluan untuk mencari kondisi optimum yaitu waktu kontak, temperatur dan pH yang menghasilkan pektin dengan kandungan AAG tertinggi.. Percobaan penentuan waktu optimum dilakukan pada pH 2,5 dan temperatur 60oC. Percobaan penentuan temperatur optimum dilakukan pada waktu optimum dan pH 2,5. Percobaan penentuan pH optimum dilakukan pada waktu dan temperatur optimum. Percobaan tahap kedua adalah ekstraksi terhadap ampas wortel pada kondisi optimum dengan variasi jumlah pelarut. Kinerja ekstraksi diukur dari kualitas pektin yang dihasilkan dalam hal kadar AAG, kadar metoksil, derajat esterifikasi dan berat ekivalen. Wortel yang telah diambil sarinya diekstraksi dengan menggunakan serangkaian peralatan ekstraksi yang terdiri dari labu ekstraksi yang dilengkapi pengaduk, termometer dan kondensor refluks yang diletakkan di dalam water bath. Rafinat dan ekstrak dipisahkan dengan menggunakan penyaringan. Terhadap rafinat dilakukan pemanasan, pengendapan dengan alkohol dan penyaringan kembali. Rafinat
B.6-3
dipanaskan hingga volumenya berkurang 50% dan etanol 95% ditambahkan sebanyak dua kali volume rafinatnya. Endapan pektin yang diperoleh dikeringkan dan dianalisis. Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk analisis adalah etanol, aqua DM, NaCl, NaOH, dan HCl penitrasi. 3. Hasil dan Pembahasan Pada ruang lingkup percobaan diperoleh kondisi optimum ekstraksi pektin dari ampas wortel o adalah pada waktu kontak 120 menit, temperatur 80 C dan pH 2,5 seperti ditampilkan dalam Gambar 3.1. Ekstraksi pektin pada kondisi optimum yang menghasilkan kadar AAG tertinggi diperoleh pada penggunaan pelarut sebanyak 400 mL/100g ampas wortel.seperti ditampilkan pada Gambar 3.2 Hasil analisis menunjukkan bahwa pektin dari ampas wortel merupakan pektin bermetoksil tinggi dengan kadar metoksil dan AAG berturut-turut berkisar 12,87-16,94% dan 79,98-99,61%, sedangkan derajat esterifikasi dan berat ekivalen berturut-turut adalah berkisar pada 87,25-96,55% dan 2241,75-5124.
Gambar 3.1 Pengaruh kondisi operasi terhadap kadar AAG
Gambar 3.2 Ekstraksi pektin pada waktu, temperatur dan pH optimal Waktu kontak. Semakin lama waktu ekstraksi maka semakin lama terjadi proses difusi pelarut ke dalam sel jaringan tanaman yang berarti semakin banyak jumlah zat terlarut yang terambil dari ampas wortel dan juga semakin banyak protopektin yang berubah menjadi pektin. Namun, waktu ekstraksi yang
B.6-4
terlalu lama juga dapat menurunkan kadar pektin karena terdegradasi menjadi asam pektat. Waktu optimum diperoleh pada saat %AAG tertinggi yaitu 98,63% pada waktu 120 menit. Percobaan ekstraksi pektin dari kulit pisang oleh Hermanto (1995) pada pH 2,5 menghasilkan %AAG sebesar 93,16% dalam waktu 60 menit. Pada waktu yang sama dan pH yang sama yaitu 120 menit dan 2,5 diperoleh %AAG sebesar 83,25 %. Ampas wortel membutuhkan waktu kontak yang lebih lama dengan pelarut dibandingkan dengan kulit pisang agar diperoleh %AAG yang maksimum. Perbedaan kadar AAG disebabkan oleh perbedaan karakteristik bahan kulit pisang selain karena perbedaan kondisi temperatur o o yang digunakan yaitu 60 C pada percobaan ini dan 90 C pada percobaan Hermanto (1995). Temperatur. Pada temperatur tinggi umumnya kelarutan juga tinggi sehingga laju ekstraksinya semakin cepat. Hal ini disebabkan pada temperatur tinggi gerak molekul larutan pengekstrak semakin cepat sehingga difusi pelarut ke dalam sel jaringan makin meningkat. Tetapi pada beberapa hal temperatur juga dijaga rendah untuk mencegah terjadinya penguapan pelarut dan rusaknya zat terlarut, hal ini disebabkan karena pada temperatur tinggi pektin mengalami deesterifikasi menjadi asam pektat. Pada penelitian yang telah dilakukan diperoleh temperatur optimum pada 80oC dengan %AAG sebesar 99,61%. pH. Perlakuan pada pH ekstraksi akan berpengaruh pada derajat esterifikasi dan kadar metoksil dari pektin yang dihasilkan. Pada pH yang rendah akan diperoleh kadar metoksil dan derajat esterifikasi yang tinggi. Pada penelitian ini diperoleh pH optimum 2,5 di mana %AAG yang diperoleh sebesar 99,86%, derajat esterifikasi 96,31dan %metoksil 16,94% yang berarti pektin yang diperoleh adalah pektin bermetoksil tinggi. Pada penelitian yang dilakukan Hermanto pada temperatur 90oC, waktu 120 menit dan pH 2,5 diperoleh %AAG sebesar 83,25%, derajat esterifikasi sebesar 4,44%, dan %metoksil sebesar 65,10%, yang berarti bahwa pektin kulit buah pisang merupakan pektin metoksil rendah. Semakin rendah pH kemampuan untuk mengekstrak pektin (memutus ikatan selulosa dengan asam pektinat) makin besar sehingga pektin yang diperoleh semakin besar. Semakin besar kandungan metoksil berarti semakin besar kemampuan membentuk gel. Pektin ampas wortel mempunyai kemampuan membentuk gel lebih besar dibandingkan pektin kulit pisang. Kebutuhan pelarut. Jumlah pelarut yang lebih banyak akan mempermudah perpindahan zat terlarut dari ampas wortel ke pelarut, sehingga akan semakin banyak pektin yang diperoleh. Kebutuhan pelarut optimum pada percobaan ini adalah 400mL/100g ampas wortel, dengan kadar AAG sebesar 99,61%. Penampakan. Menurut Food Chemical Codex (1996) pektin berbentuk serbuk halus berwarna putih atau kuning keabuan atau kuning kecoklatan. Pektin yang diperoleh dari pepaya mengkal berwarna kekuningan sedangkan pektin dari pepaya matang berwarna kuning kecoklatan sampai coklat tua (Maulidiani, 2002). Pektin yang diperoleh dari ampas wortel berwarna orange kemerah-merahan dan sebagian berwarna merah tua. 4. Kesimpulan 1. Kondisi optimum proses ekstraksi pektin dari ampas wortel pada ruang lingkup percobaan adalah o pada waktu kontak 120 menit, temperatur 80 C, pH 2,5 dan dengan kebutuhan pelarut sebanyak 400mL/100g ampas wortel. 2. Pektin yang diperoleh dari ampas wortel merupakan pektin berkadar metoksil tinggi dengan kadar metoksil dan AAG berturut-turut berkisar 12,87-16,94% dan 79,98-99,61%, sedangkan derajat esterifikasi dan berat ekivalen berturut-turut adalah berkisar pada 87,25-96,55% dan 2241,75-5124. 3. Produk pektin yang dihasilkan berwarna orange kemerah-merahan dan sebagian berwarna merah tua. 5. Daftar Pustaka 1. Baker, G.L. 1948. High-Polymer Pectin and Their Esterification. Adv. Food Res. 1:395-427. 2. Fitriani, Vina. 2003. Ekstraksi dan Karakterisasi Pektin dari Kulit Jeruk Lemon (Citrus medica var Lemon). Skripsi. Teknologi Pertanian.Institut Pertanian Bogor, Bogor. 3. Hermanto. 1995. Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Pisang Untuk Produksi Pektin. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian.Institut Pertanian Bogor, Bogor. 4. Kertesz, Z.I. 1951. Pectic Subtances. Interscience Publisher Inc. New York. 5. Maulidiani. 2002. Studi Pengaruh Jenis Pengendap dan Lama Ekstraksi Terhadap Rendemen dan Mutu Pektin Dari Buah. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor. 6. Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia, Jakarta.
B.6-5